42
BAB 2 PEMBAHASAN 2.1 Pengertian Farmakologi Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya, kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat obat ini mencakup beberapa bagian yaitu : 1. Farmakognosi Mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan zat – zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.Pada zaman obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi sudah sangat berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya sebagai sumber untuk obat – obat baru berdasarkan penggunaannya secara empiris telah menjadi semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi (Yunani ; phyto = tanaman), misalnya tingtura echinaceae (penguat daya tangkis), ekstrak Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih (antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew (Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.

BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

BAB 2

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Farmakologi

Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari

pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya,

kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk

menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta

penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis.  Ilmu khasiat

obat ini mencakup beberapa bagian yaitu :

1. Farmakognosi

Mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan

zat – zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.Pada zaman

obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi sudah sangat

berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya sebagai sumber untuk

obat – obat baru  berdasarkan penggunaannya secara empiris telah menjadi

semakin  penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi

(Yunani ; phyto =  tanaman), misalnya tingtura echinaceae (penguat daya

tangkis), ekstrak Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih

(antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew

(Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.

2. Biofarmasi

Meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya. Dengan kata lain

dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar menghasilkan efek yang

optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi dan untuk

melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability).

Begitu pula kesetaraan terapetis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama

(therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai berkembang pada akhir tahun

1950an dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.

3. Farmakokinetika

Meneliti perjalanan obat mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi dari

usus, transpor dalam darah dan distrtibusinya ke tempat kerjanya dan jaringan

lain. Begitu pula bagaimana perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya

Page 2: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

ekskresinya oleh ginjal. Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu

tindakan yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat.

4. Farmakodinamika

Mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan

mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya.

Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat

terhadap tubuh.

5. Toksikologi

Adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya

termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapi  obat

barhubungan erat dengan efek toksisnya.

Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja

sebagai racun dan merusak organisme. ( “Sola dosis facit venenum” : hanya

dosis membuat racun racun, Paracelsus).

6. Farmakoterapi

Mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya.

Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat

obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak

lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman yang lama (dasar empiris).

Phytoterapi menggunakan zat – zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.

2.2 Macam -Macam Sediaan Umum

Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,macam – macam sediaan umum adalah

sebagai berikut :

1. Aerosol, adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif

terapeutik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini

digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga untuk pemakaian lokal

pada hidung ( aerosol nasal ), mulut ( aerosol lingual ) atau paru – paru

( aerosol inhalasi ).

2. Kapsul , adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau

lunak yang dapat larut. Digunakan  untuk pemakaian oral.

3. Tablet , adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan

pengisi.

4. Krim, adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat

terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.

Page 3: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

5. Emulsi, adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam

cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.

6. Ekstrak, adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif

dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,

kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk

yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat baku

yang ditetapkan.

7. Gel (Jeli), adalah sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari

partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar , terpenetrasi

oleh suatu cairan.

8. Imunoserum, adalah sediaan yang mengandung immunoglobulin khas yang

diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.

9. Implan atau pelet, adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil,

berisi obat dengan kemurnian tinggi ( dengan atau tanpa eksipien ), dibuat

dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implan atau pelet dimaksudkan

untuk ditanam di dalam tubuh ( biasanya secara sub kutan ) dengan tujuan

untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka

waktu lama.

10. Infusa.  adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati

dengan air pada suhu 90O selama 15 menit.

11. Inhalasi, adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau

lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk

memperoleh efek lokal atau sistemik.

12. Injeksi adalah sediaan steril untuk kegunaaan parenteral, yaitu di bawah atau

menembus kulit atau selaput lendir.

13. Irigasi, larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka

terbuka atau rongga – rongga tubuh, penggunaan adalah secara topikal.

14. Lozenges atau tablet hisap, adalah sediaan padat yang mengandung satu atau

lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang

dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut.

15. Sediaan obat mata :

a. Salep mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata.

Page 4: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

b. Larutan obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan

sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan

pada mata.

16. Pasta, adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat 

yang ditujukan untuk pemakaian topikal.

17. Plester, adalah bahan yang digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan

yang dapat melekat pada kulit dan menempel pada pembalut.

18. Serbuk, adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan, 

berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi

(pulvis)

19. Solutio atau larutan, adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat

kimia yang terlarut. Terbagi atas :

20. Larutan oral, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk pemberian oral. 

Termasuk ke dalam larutan oral ini adalah :

a. Syrup, Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi

b. Elixir, adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai pelarut.

21. Larutan topikal, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan

topical paad kulit atau mukosa.

22. Larutan otik, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam

telinga.

23. Larutan optalmik, adalah sediaan cair yang digunakan pada mata.

24. Spirit, adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol dari zat yang

mudah menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan.

25. Tingtur, adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol di buat dari

bahan tumbuhan atau senyawa kimia

26. Supositoria, adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang

diberikan melalui rectal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau

melarut pada suhu tubuh.

2.3 Cara – Cara Pemberian  Obat

Di samping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat

lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek

yang diinginkan, yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat),

keadaan pasien dan sifat – sifat fisika-kimia obat.

Page 5: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

1.  Efek Sistemis

(a)  Oral, Pemberiannya melalui mulut

(b)  Oromukosal, Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam

cara yaitu :

1. Sublingual : Obat ditaruh di bawah lidah.

2. Bucal : Obat diletakkan diantara pipi dan gusi

(c) Injeksi, adalah pemberian obat secara parenteral atau di bawah atau

menembus kulit / selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk

memberikan efek dengan cepat.

Macam – macam jenis suntikan :

1. Subkutan / hypodermal (s.c) : Penyuntikan di bawah kulit

2. Intra muscular (i.m) : Penyuntikan dilakukan kedalam otot

3. Intra vena (i.v) : Penyuntikan dilakukan di dalam pembuluh darah

4. Intra arteri (i.a) : Penyuntikan ke dalam pembuluh nadi (dilakukan untuk

membanjiri suatu organ misalnya pada penderita kanker hati)

5. Intra cutan (i.c) : Penyuntikan dilakukan di dalam kulit

6. Intra lumbal : Penyuntikan dilakukan ke dalam ruas tulang belakang

(sumsum tulang belakang)

7. Intra peritoneal : Penyuntikan ke dalam ruang selaput (rongga) perut.

8. Intra cardial : Penyuntikan ke dalam jantung.

9. Intra pleural : Penyuntikan ke dalam rongga pleura

10. Intra articuler : Penyuntikan ke dalam celah – celah sendi.

(d) Implantasi, Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit dengan

alat khusus (trocar), digunakan untuk efek yang lama.

(e) Rektal, pemberian obat melalui rectal atau dubur. Cara ini memiliki efek

sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali

digunakan untuk obat yang mudah dirusak asam lambung.

(f) Transdermal, cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat

menyerap secara perlahan dan kontinue masuk ke dalam system peredaran darah,

langsung ke jantung.

2.  Efek Lokal ( pemakaian setempat )

a. Kulit (percutan), obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan

kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio

Page 6: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

b. Inhalasi, Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan

penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, ternggorokkan danpernafasan

c. Mukosa Mata dan telinga, Obat ini diberikan melalui selaput / mukosa mata

atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat diresorpsi ke dalam darah

dan menimbulkan efek.

d. Intra vaginal, obat diberikan melalui selaput lendir mukosa vagina, biasanya

berupa obat antifungi dan pencegah kehamilan.

e. Intra nasal, Obat ini diberikan melalui selaput lendir hidung untuk

menciutkan selaput mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin.

2.4 Mekanisme Nasib obat dalam tubuh (Farmakokinetika)

Nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.

1. Absorpsi dan Bioavailabilitas

Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan

proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan

kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah

obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah

bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap

dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi

karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat

pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme

oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan

pertamanya melalui organ-organ tersebut.

Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first

pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian

mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi

oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas

menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme

obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas pertama ini dapat

dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain),

sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama

makanan.

Page 7: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

2. Distribusi

Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui

sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga

ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase

berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi

segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik

misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak.

Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup

jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit,

dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu

yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah

antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas,

kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran

sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam

lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya Terbatas

terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada

protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai

keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh

afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri.

Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena

adanya defisiensi protein.

3. Biotransformasi / Metabolisme

Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur

kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini

molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air

dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.

Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi

sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang

metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang

merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi

ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau

diekskresi sehingga kerjanya berakhir.

Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan

berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam

Page 8: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk

mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini

terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain

misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.

Terdapat 2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Pada reaksi-

reaksi ini, senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi menjadi senyawa

metabolit yang lebih polar. Proses ini dapat menyebabkan aktivasi atau

inaktivasi senyawa obat.

Reaksi fase I, disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi-

reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan desiklikasi. Reaksi oksidasi

terjadi bila ada penambahan atom oksigen atau penghilangan hidrogen secara

enzimatik. Biasanya reaksi oksidasi ini melibatkan sitokrom P450

monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen. Obat-obat yang dimetabolisme

menggunakan metode ini antara lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan

steroid.

Reaksi oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi C-OH, hal ini

mengakibatkan beberapa senyawa yang tidak aktif (pro drug) secara

farmakologi menjadi senyawa yang aktif. Juga, senyawa yang lebih

toksik/beracun dapat terbentuk melalui reaksi oksidasi ini.

Reaksi fase II, disebut pula reaksi konjugasi, biasanya merupakan

reaksi detoksikasi dan melibatkan gugus fungsional polar metabolit fase I,

yakni gugus karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), dan amino (NH2), yang

terjadi melalui reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi. Reaksi fase

II akan meningkatkan berat molekul senyawa obat, dan menghasilkan produk

yang tidak aktif. Hal ini merupakan kebalikan dari reaksi metabolisme obat

pada fase I.

Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor

fisiologis (usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan juga

induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain itu, faktor

patologis (penyakit pada hati atau ginjal) juga berperan dalam menentukan

laju metabolisme obat.

Metabolisme obat adalah upaya untuk mengubah senyawa yg relatif polar

menjadi senyawa yg lebih polar, shingga mudah dkeluarkan oleh tubuh.

Page 9: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

Pada dasarnya tiap obat merupakan zat asing yg tdk diinginkan dr badan dn

badan berusaha merombak zat tersebut mjadi metabolit yg bsifat hidrofil agar

lbh lancar diekskresikan melalui ginjal.

Oleh krn proses metabolisme dpt mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja

& toksisitas obat, maka pengetahuan tentang metabolisme obat & senyawa

organik asing lain (xenobiotik) sangat ptng dlm bidang kimia medisinal.

Sistem Enzim yang Berperan Dalam Detoksifikasi

a. Sistem tahap I

Sistem detoksifikasi tahap I, melibatkan terutama enzim supergene

sitokrom P-450, secara umum merupakan enzim pertahanan pertama

melawan bahan asing. Sebagian besar bahan kimia dimetabolisme melalui

biotransformasi tahap I. Pada reaksi umum tahap I, enzim sitokrom P-450

(CYP450) menggunakan oksigen dan sebagai kofaktor, NADH, untuk

menambah kelompok reaktif, misalnya hidroksil radikal. Sebagai hasil dari

tahap ini dalam detoksifikasi, diproduksi suatu molekul reaktif yang lebih

toksik daripada molekul awal. Apabila molekul reaktif ini tidak berlanjut

pada metabolisme selanjutnya, yaitu tahap II (konjugasi), dapat

menyebabkan kerusakan pada protein, RNA, dan DNA di dalam sel.

Beberapa penelitian menunjukkan bukti terhadap hubungan antara

terjadinya induksi tahap I dan/atau berkurangnya aktivitas tahap II dengan

meningkatnya resiko penyakit, misalnya kanker, SLE, dan penyakit

Parkinson.

b. Sistem tahap II

Reaksi konjugasi pada tahap II umumnya mengikuti aktivasi tahap I,

dimana akan mengakibatkan xenobiotik yang telah larut air dapat

diekskresikan melalui urin atau empedu. Beberapa macam reaksi

konjugasi terdapat di dalam tubuh, termasuk glukoronidasi, sulfas, dan

konjugasi glutation serta asam amino. Reaksi ini memerlukan kofaktor

yang tercukupi melalui makanan.

Banyak yang diketahui mengenai peran dari sistem enzim tahap I pada

metabolism bahan kimia seperti halnya aktivasinya oleh racun lingkungan

dan komponen makanan tertentu. Walau begitu, peran detoksifikasi tahap I

pada praktek klinik tidak terlalu diperhatikan. Kontribusi dari sistem tahap

II lebih diperhatikan dalam penelitian dan praktek klinik. Dan hanya

Page 10: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

sedikit yang diketahui saat ini mengenai peran sistem detoksifikasi pada

metabolism zat endogen.

Tujuan Metabolisme Obat

Mengubah obat mjadi metabolit tidak aktif & tidak toksik

(bioinaktivasi) sehingga mudah larut dalam air, lalu diekskresikan dari

tubuh. Mengubah hasil metabolit obat menjadi lebih toksik dibanding

dengan senyawa induk (biotoksifikasi).

4. Ekskresi

Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam

bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat

atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak,

kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang

terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni

filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif

di tubuli proksimal dan distal.

Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal

sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang.

Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau

interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air

mata, air susu, danrambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali

sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan

sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut

pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada

kedokteran forensik.

2.5 Prosedur Pemberian Obat Secara Oral

Page 11: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

2.5.1 Definisi

Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan

melalu mulut.

2.5.2 Tujuan Pemberian

1. Untuk memudahkan dalam pemberian

2. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari

obat tersebut dapat segera diatasi

3. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyeri

4. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan

jaringan

2.5.3 Keuntungan: mudah, aman dan murah.

2.5.4 Kerugian :

1. Timbul efek lambat, tidak bermanfaat untuk pasien yang sering

muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif

2. Iritasi pada saluran cerna perlu kerjasama dengan penderita (tidak

bisa diberikan pada penderita koma)

3. Kurang disukai jika rasanya pahit.Apalagi jika pasiennya adalah anak

kecil.

2.5.5 Persiapan alat

1. Baki berisi obat

2. Kartu atau buku berisi rencana pengobatan

3. Pemotong obat (bila diperlukan)

4. Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)

5. Gelas pengukur (bila diperlukan)

6. Gelas dan air minum

7. Sedotan

8. Sendok

9. Pipet

10. Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak

2.5.6 Prosedur Kerja

1. Siapkan peralatan dan cuci tangan

2. Kaji kemampuan pasien untuk dapat minum obat per oral

(kemampuan menelan, mual dan muntah, atau tidak boleh makan dan

minum).

Page 12: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

3. Periksa kembali order pengobatan (nama pasien, nama dan dosis

obat,waktu dan cara pemberian). Bila ada keraguan-keraguan

laporkan keperawat jaga atau dokter.

4. Ambil obat sesuai yang di perlukan (baca order pengobatan dan ambil

di almari, rak atau lemari es sesuai yang di perlukan).

5. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan (gunakan teknik aseptik,

jangan menyentuh obat dan cocokan dengan order pengobatan)

6. Berikan obat pada waktu dan cara yang benar yaitu dengan cara:

a. Yakin bahwa tidak pada pasien yang salah

b. Atur posisi pasien duduk bila mungkin

c. Kaji tanda-tanda vital pasien

d. Berikan cairan/air yang cukup untuk membantu menelan, bila sulit

menelan anjurkan pasien meletakan obat di lidah bagian belakang,

kemudian pasien di anjurkan minum.

e. Bila obat mempunyai rasa tidak enak, beri pasien beberapa butir es

batu untuk di isap sebelumnya, atau berikan obat dengan

menggunakan lumatan apel atau pisang.

f. Tetap bersama pasien sampai obat di telan.

7. Catat tindakan yang telah dilakukan meliputi nama dan dosis obat

yang di berikan, setiap keluhan dan hasil pengkajian pada pasien. Bila

obat tidak dapat masuk, catat secara jelas dan tulis tanda tangan anda

dengan jelas. Kembalikan semua perlatan yang di pakai dengan tepat

kemudian cuci tangan.

8. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada pasien kurang lebih 30

menit setelah waktu pemberian.

2.6 Prosedur Pemberian Obat Secara Sublingual

2.6.1 Definisi

adalah pemberian obat dengan cara meletakannya dibawah lidah sampai

diabsorpsi ke dalam pembuluh darah

2.6.2 Tujuan

Untuk memproleh efek lokal dan sistemik Memperoleh aksi kerja obat

secara cepat dibandingkan secara oralMenghindari kerusakan obat oleh

hepar 

Page 13: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

2.6.3 Keuntungan dan Kerugian

a. Keuntungan

1. Memperoleh aksi obat yang lebih cepat dibandingkan secara

oral

2. Memperoleh efek lokal dan sistemik 

3. Menghindari kerusakan obat oleh hepar 

b. Kerugian

Bila dalam pemberian obat tidak diperhatikan,kemungkinan

pasien akan menelan obat itu, sehingga efek obat tidak optimal.

2.6.4 Persiapan Alat

1. Obat yang sudah ditentukan

2. Tongspatel (bila perlu )

3. Kasa untuk membungkus tongspatel

2.6.5 Pelaksanaan

1. Perawat cuci tangan

2. Memasang tongspatel ( jika klien tidak sadar ) kalau sadar anjurkanklien

untuk mengangkat lidahnya

3. Meletakan obat dibawah lidah

4. Memberitahu klien supaya tidak menelan obatt

5. Perawat cuci tangan

6. Perhatikan dan catat reaksi klien setelah pemberian obat

7. Perhatikan respon klien dan hasil tindakan

8. Yakinkan obat dikemut atau ditelan

9. Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan,

responklien, hasil tindakan,nama obat dan dosis, perrawat yang

melakukan ) padacatatan keperawatan

2.7 Prosedur Pemberian Obat Secara Bukal

2.7.1 Definisi

Pemberian obat secara bukal adalah memberika obat dengan cara meletakkan

obat diantara gusi dengan membran mukosa diantara pipi.

2.7.2 Tujuan

1. Mencegah efek lokal dan sistemik

2. Untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara

oral

Page 14: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

3. Untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.

2.7.3 Prosedur kerja

Secara umum persiapan dan langkah pemberian sama dengan pemberian obat

secara oral. Yang perlu diperhatikan adalah klien perlu diberikan penjelasan

untuk meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi sampai habis

diabsorbsi seluruhnya.

2.8 Prosedur Pemberian Obat Secara Parental

Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui

saluran pencernaan) tetapi langsung melalui pembuluh darah.Contohnya adalah

sediaan injeksi atau suntikan.

Tujuannya pemberian melalui parenteral ini adalah agar dapat langsung menuju

sasaran dan efeknya lebih cepat. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar,

sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara

ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan

lagi jika terjadi kesalahan.Maka sebagai perawat biasanya dalam memberikan ini

benar-benar memperhatikan etiket serta nama obat dan cara pemberian. Adapun

macam-macam pemberian obat melalui parental sebagai berikut:

2.8.1 Pemberian Obat Melalui Intracutan (IC)

a. Pengertian

Memberikan obat melalui suntikan ke dalam jaringan kulit,yang di

lakukan pada lengan bawah bagian dalam atau di tempat lain yang di

anggap perlu.

b. Tujuan

1. Melaksanakan uji coba obat tertentu,yang di lakukan dengan cara

memasukan obat ke dalam jaringan kulit yang di lakukan untuk tes

alergi dan skin test terhadap obat yang akan di berikan.

Page 15: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

2. Memberikan obat tertentu yang pembariannya hanya dapat di lakukan

dengan cara di suntik intrakutan,pada umumnya di berikan pada pasien

yang akan di berikan obat antibiotic.

3. Membantu menentukan diagnose penyakit tertentu.

c. Persiapan Alat dan Bahan

1. Catatan pemberian obat

2. Obat dalam tempatnya

3. Spuit 1 cc/spuit insulin

4. Kapas alcohol dalam tempatnya

5. Cairan pelarut

6. Bak injeksi

7. Bengkok

8. Perlak dan alasnya

d. Prosedur kerja

1. Persiapan alat dan klien sama dengan persiapan pada pemberian

obat,tetapi di sesuaikan dengan kebutuhan pasien.

2. Jelaskan prosedur tindakan kepada klien.

3. Cuci tangan.

4. Alat-alat di dekatkan di samping klien.

5. Tentukan area yang akan di barikan obat.

6. Bebaskan area yang akan di lakukan penyuntikan/injeksi.

7. Pasang perlak atau pengalas di bawah area yang akan di lakukan

injeksi intrakutan.

8. Ambil obat yang akan di lakukan tes alergi.larutkan atau encerkan

dengan cairan pelarut ( aquades ),ambil 0,55 cc lalu encerkan lagi

sampai 1 cc.siapakan pada bak steril (bak injeksi )

9. Disiinfeksi area yang akan di lakukan penyuntikan dengan kapas

alcohol.

10. Regangkan daerah penyuntikan di kulit dengan tangan kiri.

11. Lakukan penyuntikan lubang jarum menghadap di atas membentuk

sudut 15-20 derajat terhadap permukaan kulit.

12. Masukan obat sampai terjadi gelembung.

13. Tarik spuit, jangan lakukan mesase pada area suntikan/injeksi.

14. Catat reaksi pemberian obat.

Page 16: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

15. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.

16. Dokumentasikan prosedur pemberian obat atau tes alergi.

2.8.2 Pemberian Obat Melalui Subcutan (SC)

a. Pengantar

Injeksi subkutan dilakukan dengan menempatkan obat kedalam

jaringan ikat longgar dibawah dermis. Tempat terbaik  untuk injeksi

subkutan meliputi area vaskular disekitar bagian luar lengan

atas,abdomen batas bawah kosta sampai krista iliaka,dan bagian anterior

paha.

b. Tujuan dari subkutan

Agar obat yang diberikan dapat diserap cepat oleh tubuh

c. Persiapan Pasien

1. Klien diberitahukan dan dijelaskan tentang tindakan yang akan

diberikan.

2. Pemilihan tempat injeksi/ persiapan posisi saat disuntik.

d. Alat dan bahan.

1. Spuit 1 cc dengan jarum 24G

2.  Kapas, alkohol spray 70%

3.  Kupet injeksi

4.  Perlak

5.  Obat yang dibutuhkan

6.  Bengkok

7.  Sarung tangan bersih

8.  Catatan pemberian obat injeksi

9.  Alat tulis

e. Langkah – langkah pemberian obat subkutan

1. Baca daftar obat klien yang menyatakan nama obat,dosis dan waktu

pemberian.

Page 17: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

2. Ambil obat dari tempatnya,cek labelnya.

3. Hitung dosis yang akan dipakai secara tepat.

4. Mencuci tangan

5. Buka ampul/vial

6. Ambil spuit dan jarum pada tempatnya.

7. Jarum dipasang pada spuit/cek bila posisi jarum sudah benar pas dan

tidak tersumbat.

8. Bila obat dari vial maka spuit  dimasuki udara lalu dimasukan dalam

vial.

9. Isap obat sesuai dengan kebutuhan.

10. Buka jarum dan ganti yang baru lalu letakkan didalam bak injeksi

yang telah disediakan.

11. Kembalikan sisa obat pada tempatnya ,tulis tanggal membuka

vial/ampul/oplosing obat tersebut.

12. Buanglah ampul kosong / vial dan kotoran lain kedalam bengkok

yang tersedia.

13. Perawat cuci tangan.

14. Bawalah obat yang disiapkan dalam  spuit dan masukkan dalam bak

injeksi ke dekat klien,serta kapas alcohol dan daftar suntikan obat.

15. Sebelum obat diberikan identifikasi klien cek kembali instruksi

pemberian obat,nama obat,dosis, dan waktu pada lembar observasi.

16. Jelaskan tujuan dari tindakan  pada klien

17. Pintu,jendela ditutup,atau tutup sampiran.

18. Atur  posisi klien sesuai dengan lokasi  suntikan yang akan

dilakukan.

19. Tentukan lokasi suntikan dengan tepat,pasang perlak dan pengalas.

20. Lakukan desinfeksi pada lokasi suntikan dengan kapas  alcohol

dengan cara memutar.

21. Ambil spuit yang berisikan obat,pegang spuit  dengan lubang jarum

menghadap ke atas.

22. Suntikan obat dengan posisi 45⁰

23. Catat : tanggal, jam, obat, dosis, cara pemberian, petugas yang

memberi serta reaksi klien dari pemberian obat.

Page 18: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

24. Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan pada tempatnya.

25. Perawat mencuci tangan.

f. Efek samping dari subkutan

Efek samping yang paling umum termasuk kelelahan, gangguan

pencernaan seperti diare, mual, dispepsia stomatitis, dan muntah,

perubahan warna kulit, dysgeusia, dan anoreksia.

2.8.3 Pemberian Obat Melalui IntraVena (IV)

a. Pengertian

Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena

sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah.

b. Tujuan :

1. Memasukkan obat secara cepat

2. Mempercepat penyerapan obat

c. Lokasi Injeksi :

1. Pada lengan (vena mediana cubiti / vena cephalica )

2. Pada tungkai (vena saphenosus)

3. Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak

4. Pada kepala (vena frontalis, atau vena temporalis) khusus pada anak

d. Persiapan Alat :

1. Handscoen 1 pasang

2. Spuit steril 3 ml atau 5 ml atau sesuai kebutuhan

3. Bak instrument

4. Kom berisi kapas alkohol

5. Perlak dan pengalas

6. Bengkok

7. Obat injeksi dalam vial atau ampul

8. Daftar pemberian obat

Page 19: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

9. Torniquet

10. Kikir ampul bila diperlukan

e. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat secara Intravena :

1. Siapkan peralatan ke dekat pasien

2. Mengidentifikasi pasien dengan prinsip enam B (Benar obat, dosis,

pasien, cara pemberian, waktu dan dokumentasi)

3. Pasang sampiran atau tutup tirai untuk menjaga privasi pasien

4. Mencuci tangan dengan baik dan benar

5. Memakai handscoon dengan baik

6. Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian

pasien

7. Mematahkan ampul ( bila perlu menggunakan kikir )

8. Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter dengan

teknik septik dan aseptik

9. Menentukan daerah yang akan disuntik

10. Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik

11. Memasang tourniquet 10-12 cm diatas vena yang akan disuntik sampai

vena terlihat jelas

12. Melakukan desinfeksi menggunakan kapas alkohol pada daerah yang

akan disuntik dan biarkan kering sendiri

13. Memasukkan jarum dengan posisi tepat yaitu lubang jarum menghadap

keatas, jarum dan kulit membentuk sudut 20 L

14. Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa apakah

jarum sudah masuk kedalam vena yang ditandai dengan darah masuk

kedalam tabung spuit ( saat aspirasi jika ada darah berarti jarum telah

masuk kedalam vena, jika tidak ada darah masukkan sedikit lagi jarum

sampai terasa masuk di vena )

15. Buka tourniquet dan anjurkan pasien membuka kepalan tangannya,

masukkan obat secara perlahan jangan terlalu cepat

16. Tarik jarum keluar setelah obat masuk ( pada saat menarik jarum

keluar tekan lokasi suntikan dengan kapas alkohol agar darah tidak

keluar )

17. Rapikan pasien dan bereskan alat

18. Lepaskan sarung tangan

Page 20: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

19. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk

atau tissu

f. Hal yang Perlu Diperhatikan :

1. Oleh karena injeksi ini menakutkan klien, maka usahakan agar klien

tidak menjadi takut dengan memberikan penjelasan.

2. Perhatikan tekhnik aseptik dan anti septik baik pada alat-alat maupun

cara kerja.

3. Jangan salah memberikan obat atau salah memberikan kepada klien

lain, ingat prinsip enam   benar dalam pemberian obat.

4. Perhatikan reaksi-reaksi klien setelah dapat disuntikan dan dicatat serta

laporkan.

2.8.4 Pemberian Obat Melalui Intra muskular (IM)

a. Pengertian

Pemberian obat / cairan dengan cara dimasukkan  langsung ke dalam otot

(muskulus)

b. Tujuan

Melaksanakan fungsi kolaborasi dengan dokter terhadap klien yang  yang

diberikan obat secara intra muskulus (IM)

c. Peralatan

1. Sarung tangan 1 pasang

2. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan

3. Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5  inci untuk dewasa; 25-27

G dan panjang 1 inci untuk anak-anak)

Page 21: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

4. Bak spuit 1

5. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)

6. Perlak dan pengalas

7. Obat sesuai program terapi

8. Bengkok 1

9. Buku injeksi/daftar obat

d. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat Secara IM (Intra Muskuler)

1. Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan

2. Memasang perlak dan alasnya

3. Membebaskan daerah yang akan di injeksi

4. Memakai sarung tangan

5. Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area injeksi

terhadap adanya edema, massa, nyeri tekan. Hindari area jaringan

parut, memar, abrasi atau infeksi)

6. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam

ke luar diameter ±5cm)

7. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit

8. Memasukkan  spuit dengan sudut 90 derajat, jarum masuk 2/3

9. Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit

10. Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)

11. Mencabut jarum dari tempat penusukan

12. Menekan daerah tusukan dengan kapas  desinfektan

13. Membuang spuit ke dalam bengkok

14. Melakukan evaluasi tindakan

15. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya

16. Berpamitan dengan klien

17. Membereskan alat-alat

18. Mencuci tangan

19. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan

e. Pilihan Tempat Injeksi Intra Muskuler

1. Paha (vastus lateralis) : posisi klien terlentang dengan lutut agak

fleksi.

2. Ventrogluteal : posisi klien berbaring miring, telentang, atau telentang

dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi.

Page 22: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

3. Lengan atas (deltoid) : posisi klien duduk atau berbaring datar dengan

lengan bawah fleksi tetapi rileks menyilangi abdomen atau pangkuan.

2.9 Prosedur Pemberian Obat Secara Supositoria

Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang

diberikan melalui rektal, vagina, maupun uretra, berbentuk torpedo, dapat

melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh, dan efek yang ditimbulkan

adalah efek sistemik atau lokal. Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut

dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Semakin pendek waktu

melarut/mencair semakin baik karena efektivitas obat semakin baik.

Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat

denganmemasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria.

Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa

dan 2 g untuk anak kecil. Umumnya memiliki panjang 32 mm, berbentuk

silinder, dan kedua ujungnya tajam. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak

ukurannya ½ dari ukuran dan berat untuk orang dewasa. Penyimpanan

suppositoria dalam wadah tertutup baik dan di tempat yang sejuk pada suhu 5-

15 °C agar suppositoria tidak menjadi lembek dan tidak bisa digunakan.

2.9.1 Tujuan

1. Untuk memperoleh efek obat local maupun sistemik.

2. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan.

2.9.2 Keuntungan dan Kerugian

a. Keuntungan sediaan obat dalam bentuk suppositoria antara

lain:

1. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan

2. Menghindari biotransformasi hati / sirkulasi portal

b. Kerugian sediaan obat dalam bentuk suppositoria :

1. Cara pakai tidak menyenangkan

2. Tidak dapat disimpan dalam suhu ruangan

2.9.3 Organ-organ yang dapat diberi obat supositoria

Organ-organ tubuh yang dapat diberi obat supositoria:

a. Rektum

b. Vagina

1. Pemeberian Obat Melalui Rektum

a. Definisi

Page 23: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan

memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk

suppositoria.

b. Tujuan Pemberian

Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik

c. Persiapan alat

1. Kartu obat

2. Supositoria rectal

3. Jeli pelumas

4. Sarung tangan

5. Tissue

d. Prosedur kerja

1. Cek kembali order pengobatan, mengenai jenis pengobatan,

waktu, jumlah dan dosis

2. Siapkan klien

3. Pakai sarung tangan

4. Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung

bulatnya dengan jelly. Beri pelumas sarung tangan pada jari

telunjuk dari tangan dominan anda.

5. Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk

merelakkan sfingter ani

6. Regangkan bokong klien dengan tangan non dominan, dengan

jari telunjuk masukkan supositoria ke dalam anus, melalui

sfingter ani dan mengenai dinding rectal 10 cm pada orang

dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak – anak

7. Tarik jari anda dan bersihkan area kanal klien

8. Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring

selama 5 menit

9. Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses,

letakkan tombol pemanggil dalam jangkauan klien sehingga ia

dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar

mandi

10. Lepaskan sarung tangan, buang ditempat semestinya

11. Cuci tangan

Page 24: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

12. Kaji respon klien

13. Dokumentasikan semua tindakana

2. Pemberian Obat Melalui Vagina

a. Definisi

Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat

melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi

obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia

dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan untuk

mengobati infeksi lokal.

b. Alat dan bahan

1. Obat dalam tempatnya.

2. Sarung tangan.

3. Kain kasa.

4. Kertas tisu.

5. Kapas sublimat dalam tempatnya.

6. Pengalas.

7. Korentang dalam tempatnya.

c. Prosedur kerja

1. Cuci tangan.

2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.

3. Gunakan sarung tangan

4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.

5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.

6. Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal recumbert.

7. Apabila jenis obat suppositoria maka buka pembungkus dan

berikan pelumas pada obat.

8. Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan

obat sepanjang dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10

cm.

9. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan

labia dengan tisu.

10. Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar

obat bereaksi.

11. Cuci tangan.

Page 25: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.

2.10 Pemberian Obat Secara Topikal

2.10.1 Definisi

Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada

kulit atau pada membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina

dan rectum.

2.10.2 Tujuan

Tujuan dari pemberian obat topikal secara umum adalah untuk memperoleh

reaksi lokal dari obat tersebut.

2.10.3 Macam – macam pemberian obat topikal

a. Pemberian obat topikal pada kulit

1) Pengertian

Pemberian obat secara topical adalah memberikan obat secara lokal

pada kulit.

2) Tujuan

Tujuan dari pemberian obat secara topical pada kulit adalah untuk

memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut

3) Persiapan alat

a) Obat topical sesuai yang dipesankan (krim, lotion, aerosol,

bubuk, spray)

b) Buku obat

c) Kassa kecil steril (sesuai kebutuhan)

d) Sarung tangan

e) Lidi kapas atau tongue spatel

f) Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah

g) Kassa balutan, penutup plastic dan plester (sesuai kebutuhan)

4) Prosedur kerja

a. Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja

dan tempat pemberian.

b. Cuci tangan

c. Atur peralatan disamping tempat tidur klien

d. Tutup gorden atau pintu ruangan

e. Identifikasi klien secara tepat

Page 26: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

f. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya

membuka area yang akan diberi obat

g. Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua

debris dan kerak pada kulit

h. Keringkan atau biarkan area kering oleh udara

i. Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topikal

j. Gunakan sarung tangan bila ada indikasi

k. Oleskan agen topical.

b. Pemberian Obat Topikal pada Mata

Pemberian obat pada mata dengan memberikan tetes mata atau salep

mata. Prosedur ini dapat digunakan untuk persiapan pemeriksaan

struktur internal mata dengan cara mendilatasi pupil, pengukuran

refraksi dengan cara melemahkan otot lensa, juga dugunakan untuk

menghilangkan iritasi mata, dll.

1. Alat dan bahan

a. Obat dalam tempatnya (tetes steril atau salep)

b. Plester

c. Kain Kasa

d. Kertas Tisu

e. Balutan

f. Sarung tangan

g. Air hangat atau kapas pelembab

2. Prosedur Kerja

a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan

b. Cuci tangan

c. Atur posisi dengan kepala menengadah dan posisi perawat

disamping kanan pasien

d. Gunakan sarung tangan

e. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab

(atau tisu) dari sudut luar mata kearah hidung,bila sangat kotor

basuh dengan air hangat.

f. Buka mata dengan menekan perlahan bagian bawah

menggunakan ibu jari atau jari telunjuk di atas tulng orbita

Page 27: BAB 2 Pembahasan (Baru Edit)

g. Teteskan obat mata diatas sakus konjungtiva sesuai dosis.

Minta pasien untuk menutup mata dengan perlahan ketika

menggunakan tetes mata.

Bila menggunakan salep, pegang aplikator diatas tep kelopak

mata. Kemudian tekan tube hingga obat keluar dan berikan

pada kelopak mata bawah. Setelah selesai, anjurkan pasien

melihat ke bawah. Secara bergantian, berikan obat pada

kelopak mata bagia atas dan biarkan pasien untuk memejamkan

mata dan menggosok kelopak mata

h. Tutup mata dengan kasa bila perlu

i. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.

j. Catat prosedur dan respon pasien.

c. Pemberian obat topikal pada