Upload
julie-hensley
View
56
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Farmakologi
Farmakologi atau ilmu khasiat obat adalah ilmu yang mempelajari
pengetahuan obat dengan seluruh aspeknya, baik sifat kimiawi maupun fisikanya,
kegiatan fisiologi, resorpsi, dan nasibnya dalam organisme hidup. Dan untuk
menyelidiki semua interaksi antara obat dan tubuh manusia khususnya, serta
penggunaannya pada pengobatan penyakit disebut farmakologi klinis. Ilmu khasiat
obat ini mencakup beberapa bagian yaitu :
1. Farmakognosi
Mempelajari pengetahuan dan pengenalan obat yang berasal dari tanaman dan
zat – zat aktifmya, begitu pula yang berasal dari mineral dan hewan.Pada zaman
obat sintetis seperti sekarang ini, peranan ilmu farmakognosi sudah sangat
berkurang. Namun pada dasawarsa terakhir peranannya sebagai sumber untuk
obat – obat baru berdasarkan penggunaannya secara empiris telah menjadi
semakin penting. Banyak phytoterapeutika baru telah mulai digunakan lagi
(Yunani ; phyto = tanaman), misalnya tingtura echinaceae (penguat daya
tangkis), ekstrak Ginkoa biloba (penguat memori), bawang putih
(antikolesterol), tingtur hyperici (antidepresi) dan ekstrak feverfew
(Chrysantemum parthenium) sebagai obat pencegah migrain.
2. Biofarmasi
Meneliti pengaruh formulasi obat terhadap efek terapeutiknya. Dengan kata lain
dalam bentuk sediaan apa obat harus dibuat agar menghasilkan efek yang
optimal. Ketersediaan hayati obat dalam tubuh untuk diresorpsi dan untuk
melakukan efeknya juga dipelajari (farmaceutical dan biological availability).
Begitu pula kesetaraan terapetis dari sediaan yang mengandung zat aktif sama
(therapeutic equivalance). Ilmu bagian ini mulai berkembang pada akhir tahun
1950an dan erat hubungannya dengan farmakokinetika.
3. Farmakokinetika
Meneliti perjalanan obat mulai dari saat pemberiannya, bagaimana absorpsi dari
usus, transpor dalam darah dan distrtibusinya ke tempat kerjanya dan jaringan
lain. Begitu pula bagaimana perombakannya (biotransformasi) dan akhirnya
ekskresinya oleh ginjal. Singkatnya farmakokinetika mempelajari segala sesuatu
tindakan yang dilakukan oleh tubuh terhadap obat.
4. Farmakodinamika
Mempelajari kegiatan obat terhadap organisme hidup terutama cara dan
mekanisme kerjanya, reaksi fisiologi, serta efek terapi yang ditimbulkannya.
Singkatnya farmakodinamika mencakup semua efek yang dilakukan oleh obat
terhadap tubuh.
5. Toksikologi
Adalah pengetahuan tentang efek racun dari obat terhadap tubuh dan sebetulnya
termasuk pula dalam kelompok farmakodinamika, karena efek terapi obat
barhubungan erat dengan efek toksisnya.
Pada hakikatnya setiap obat dalam dosis yang cukup tinggi dapat bekerja
sebagai racun dan merusak organisme. ( “Sola dosis facit venenum” : hanya
dosis membuat racun racun, Paracelsus).
6. Farmakoterapi
Mempelajari penggunaan obat untuk mengobati penyakit atau gejalanya.
Penggunaan ini berdasarkan atas pengetahuan tentang hubungan antara khasiat
obat dan sifat fisiologi atau mikrobiologinya di satu pihak dan penyakit di pihak
lain. Adakalanya berdasarkan pula atas pengalaman yang lama (dasar empiris).
Phytoterapi menggunakan zat – zat dari tanaman untuk mengobati penyakit.
2.2 Macam -Macam Sediaan Umum
Menurut Farmakope Indonesia Edisi IV,macam – macam sediaan umum adalah
sebagai berikut :
1. Aerosol, adalah sediaan yang dikemas di bawah tekanan, mengandung zat aktif
terapeutik yang dilepas pada saat sistem katup yang sesuai ditekan. Sediaan ini
digunakan untuk pemakaian topikal pada kulit dan juga untuk pemakaian lokal
pada hidung ( aerosol nasal ), mulut ( aerosol lingual ) atau paru – paru
( aerosol inhalasi ).
2. Kapsul , adalah sediaan padat yang terdiri dari obat dalam cangkang keras atau
lunak yang dapat larut. Digunakan untuk pemakaian oral.
3. Tablet , adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa bahan
pengisi.
4. Krim, adalah sediaan setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat
terlarut atau terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai.
5. Emulsi, adalah sistem dua fase, yang salah satu cairannya terdispersi dalam
cairan yang lain, dalam bentuk tetesan kecil.
6. Ekstrak, adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi zat aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk
yang tersisa diperlakukan sedemikian rupa sehingga memenuhi syarat baku
yang ditetapkan.
7. Gel (Jeli), adalah sistem semi padat terdiri dari suspensi yang dibuat dari
partikel anorganik yang kecil atau molekul organik yang besar , terpenetrasi
oleh suatu cairan.
8. Imunoserum, adalah sediaan yang mengandung immunoglobulin khas yang
diperoleh dari serum hewan dengan pemurnian.
9. Implan atau pelet, adalah sediaan dengan massa padat steril berukuran kecil,
berisi obat dengan kemurnian tinggi ( dengan atau tanpa eksipien ), dibuat
dengan cara pengempaan atau pencetakan. Implan atau pelet dimaksudkan
untuk ditanam di dalam tubuh ( biasanya secara sub kutan ) dengan tujuan
untuk memperoleh pelepasan obat secara berkesinambungan dalam jangka
waktu lama.
10. Infusa. adalah sediaan cair yang dibuat dengan mengekstraksi simplisia nabati
dengan air pada suhu 90O selama 15 menit.
11. Inhalasi, adalah sediaan obat atau larutan atau suspensi terdiri atas satu atau
lebih bahan obat yang diberikan melalui saluran napas hidung atau mulut untuk
memperoleh efek lokal atau sistemik.
12. Injeksi adalah sediaan steril untuk kegunaaan parenteral, yaitu di bawah atau
menembus kulit atau selaput lendir.
13. Irigasi, larutan steril yang digunakan untuk mencuci atau membersihkan luka
terbuka atau rongga – rongga tubuh, penggunaan adalah secara topikal.
14. Lozenges atau tablet hisap, adalah sediaan padat yang mengandung satu atau
lebih bahan obat, umumnya dengan bahan dasar beraroma dan manis, yang
dapat membuat tablet melarut atau hancur perlahan dalam mulut.
15. Sediaan obat mata :
a. Salep mata, adalah salep steril yang digunakan pada mata.
b. Larutan obat mata, adalah larutan steril, bebas partikel asing, merupakan
sediaan yang dibuat dan dikemas sedemikian rupa hingga sesuai digunakan
pada mata.
16. Pasta, adalah sediaan semi padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat
yang ditujukan untuk pemakaian topikal.
17. Plester, adalah bahan yang digunakan untuk pemakaian luar terbuat dari bahan
yang dapat melekat pada kulit dan menempel pada pembalut.
18. Serbuk, adalah campuran kering bahan obat atau zat kimia yang dihaluskan,
berupa serbuk yang dibagi – bagi (pulveres) atau serbuk yang tak terbagi
(pulvis)
19. Solutio atau larutan, adalah sediaan cair yang mengandung satu atau lebih zat
kimia yang terlarut. Terbagi atas :
20. Larutan oral, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk pemberian oral.
Termasuk ke dalam larutan oral ini adalah :
a. Syrup, Larutan oral yang mengandung sukrosa atau gula lain kadar tinggi
b. Elixir, adalah larutan oral yang mengandung etanol sebagai pelarut.
21. Larutan topikal, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan
topical paad kulit atau mukosa.
22. Larutan otik, adalah sediaan cair yang dimaksudkan untuk penggunaan dalam
telinga.
23. Larutan optalmik, adalah sediaan cair yang digunakan pada mata.
24. Spirit, adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol dari zat yang
mudah menguap, umumnya merupakan larutan tunggal atau campuran bahan.
25. Tingtur, adalah larutan mengandung etanol atau hidro alkohol di buat dari
bahan tumbuhan atau senyawa kimia
26. Supositoria, adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk, yang
diberikan melalui rectal, vagina atau uretra, umumnya meleleh, melunak atau
melarut pada suhu tubuh.
2.3 Cara – Cara Pemberian Obat
Di samping faktor formulasi, cara pemberian obat turut menentukan cepat
lambatnya dan lengkap tidaknya resorpsi obat oleh tubuh. Tergantung dari efek
yang diinginkan, yaitu efek sistemis (di seluruh tubuh) atau efek lokal (setempat),
keadaan pasien dan sifat – sifat fisika-kimia obat.
1. Efek Sistemis
(a) Oral, Pemberiannya melalui mulut
(b) Oromukosal, Pemberian melalui mukosa di rongga mulut, ada dua macam
cara yaitu :
1. Sublingual : Obat ditaruh di bawah lidah.
2. Bucal : Obat diletakkan diantara pipi dan gusi
(c) Injeksi, adalah pemberian obat secara parenteral atau di bawah atau
menembus kulit / selaput lendir. Suntikan atau injeksi digunakan untuk
memberikan efek dengan cepat.
Macam – macam jenis suntikan :
1. Subkutan / hypodermal (s.c) : Penyuntikan di bawah kulit
2. Intra muscular (i.m) : Penyuntikan dilakukan kedalam otot
3. Intra vena (i.v) : Penyuntikan dilakukan di dalam pembuluh darah
4. Intra arteri (i.a) : Penyuntikan ke dalam pembuluh nadi (dilakukan untuk
membanjiri suatu organ misalnya pada penderita kanker hati)
5. Intra cutan (i.c) : Penyuntikan dilakukan di dalam kulit
6. Intra lumbal : Penyuntikan dilakukan ke dalam ruas tulang belakang
(sumsum tulang belakang)
7. Intra peritoneal : Penyuntikan ke dalam ruang selaput (rongga) perut.
8. Intra cardial : Penyuntikan ke dalam jantung.
9. Intra pleural : Penyuntikan ke dalam rongga pleura
10. Intra articuler : Penyuntikan ke dalam celah – celah sendi.
(d) Implantasi, Obat dalam bentuk pellet steril dimasukkan di bawah kulit dengan
alat khusus (trocar), digunakan untuk efek yang lama.
(e) Rektal, pemberian obat melalui rectal atau dubur. Cara ini memiliki efek
sistemik lebih cepat dan lebih besar dibandingkan peroral dan baik sekali
digunakan untuk obat yang mudah dirusak asam lambung.
(f) Transdermal, cara pemakaian melalui permukaan kulit berupa plester, obat
menyerap secara perlahan dan kontinue masuk ke dalam system peredaran darah,
langsung ke jantung.
2. Efek Lokal ( pemakaian setempat )
a. Kulit (percutan), obat diberikan dengan jalan mengoleskan pada permukaan
kulit, bentuk obat salep, cream dan lotio
b. Inhalasi, Obat disemprotkan untuk disedot melalui hidung atau mulut dan
penyerapan dapat terjadi pada selaput mulut, ternggorokkan danpernafasan
c. Mukosa Mata dan telinga, Obat ini diberikan melalui selaput / mukosa mata
atau telinga, bentuknya obat tetes atau salep, obat diresorpsi ke dalam darah
dan menimbulkan efek.
d. Intra vaginal, obat diberikan melalui selaput lendir mukosa vagina, biasanya
berupa obat antifungi dan pencegah kehamilan.
e. Intra nasal, Obat ini diberikan melalui selaput lendir hidung untuk
menciutkan selaput mukosa hidung yang membengkak, contohnya Otrivin.
2.4 Mekanisme Nasib obat dalam tubuh (Farmakokinetika)
Nasib obat dalam tubuh yaitu absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresinya.
1. Absorpsi dan Bioavailabilitas
Kedua istilah tersebut tidak sama artinya. Absorpsi, yang merupakan
proses penyerapan obat dari tempat pemberian, menyangkut kelengkapan dan
kecepatan proses tersebut. Kelengkapan dinyatakan dalam persen dari jumlah
obat yang diberikan. Tetapi secara klinik, yang lebih penting ialah
bioavailabilitas. Istilah ini menyatakan jumlah obat, dalam persen terhadap
dosis, yang mencapai sirkulasi sistemik dalam bentuk utuh/aktif. Ini terjadi
karena untuk obat-obat tertentu, tidak semua yang diabsorpsi dari tempat
pemberian akan mencapai sirkulasi sestemik. Sebagaian akan dimetabolisme
oleh enzim di dinding ususpada pemberian oral dan/atau di hati pada lintasan
pertamanya melalui organ-organ tersebut.
Metabolisme ini disebut metabolisme atau eliminasi lintas pertama (first
pass metabolism or elimination) atau eliminasi prasistemik. Obat demikian
mempunyai bioavailabilitas oral yang tidak begitu tinggi meskipun absorpsi
oralnya mungkin hampir sempurna. Jadi istilah bioavailabilitas
menggambarkan kecepatan dan kelengkapan absorpsi sekaligus metabolisme
obat sebelum mencapai sirkulasi sistemik. Eliminasi lintas pertama ini dapat
dihindari atau dikurangi dengan cara pemberian parenteral (misalnya lidokain),
sublingual (misalnya nitrogliserin), rektal, atau memberikannya bersama
makanan.
2. Distribusi
Setelah diabsorpsi, obat akan didistribusi ke seluruh tubuh melalui
sirkulasi darah. Selain tergantung dari aliran darah, distribusi obat juga
ditentukan oleh sifat fisikokimianya. Distribusi obat dibedakan atas 2 fase
berdasarkan penyebarannya di dalam tubuh. Distribusi fase pertama terjadi
segera setelah penyerapan, yaitu ke organ yang perfusinya sangat baik
misalnya jantung, hati, ginjal, dan otak.
Selanjutnya, distribusi fase kedua jauh lebih luas yaitu mencakup
jaringan yang perfusinya tidak sebaik organ di atas misalnya otot, visera, kulit,
dan jaringan lemak. Distribusi ini baru mencapai keseimbangan setelah waktu
yang lebih lama. Difusi ke ruang interstisial jaringan terjadi karena celah
antarsel endotel kapiler mampu melewatkan semua molekul obat bebas,
kecuali di otak. Obat yang mudah larut dalam lemak akan melintasi membran
sel dan terdistribusi ke dalam otak, sedangkan obat yang tidak larut dalam
lemak akan sulit menembus membran sel sehingga distribusinya Terbatas
terurama di cairan ekstrasel. Distribusi juga dibatasi oleh ikatan obat pada
protein plasma, hanya obat bebas yang dapat berdifusi dan mencapai
keseimbangan. Derajat ikatan obat dengan protein plasma ditentukan oleh
afinitas obat terhadap protein, kadar obat, dan kadar proteinnya sendiri.
Pengikatan obat oleh protein akan berkurang pada malnutrisi berat karena
adanya defisiensi protein.
3. Biotransformasi / Metabolisme
Biotransformasi atau metabolisme obat ialah proses perubahan struktur
kimia obat yang terjadi dalam tubuh dan dikatalis oleh enzim. Pada proses ini
molekul obat diubah menjadi lebih polar, artinya lebih mudah larut dalam air
dan kurang larut dalam lemak sehingga lebih mudah diekskresi melalui ginjal.
Selain itu, pada umumnya obat menjadi inaktif, sehingga biotransformasi
sangat berperan dalam mengakhiri kerja obat. Tetapi, ada obat yang
metabolitnya sama aktif, lebih aktif, atau tidak toksik. Ada obat yang
merupakan calon obat (prodrug) justru diaktifkan oleh enzim biotransformasi
ini. Metabolit aktif akan mengalami biotransformasi lebih lanjut dan/atau
diekskresi sehingga kerjanya berakhir.
Enzim yang berperan dalam biotransformasi obat dapat dibedakan
berdasarkan letaknya dalam sel, yakni enzim mikrosom yang terdapat dalam
retikulum endoplasma halus (yang pada isolasi in vitro membentuk
mikrosom), dan enzim non-mikrosom. Kedua macam enzim metabolisme ini
terutama terdapat dalam sel hati, tetapi juga terdapat di sel jaringan lain
misalnya ginjal, paru, epitel, saluran cerna, dan plasma.
Terdapat 2 fase metabolisme obat, yakni fase I dan II. Pada reaksi-
reaksi ini, senyawa yang kurang polar akan dimodifikasi menjadi senyawa
metabolit yang lebih polar. Proses ini dapat menyebabkan aktivasi atau
inaktivasi senyawa obat.
Reaksi fase I, disebut juga reaksi nonsintetik, terjadi melalui reaksi-
reaksi oksidasi, reduksi, hidrolisis, siklikasi, dan desiklikasi. Reaksi oksidasi
terjadi bila ada penambahan atom oksigen atau penghilangan hidrogen secara
enzimatik. Biasanya reaksi oksidasi ini melibatkan sitokrom P450
monooksigenase (CYP), NADPH, dan oksigen. Obat-obat yang dimetabolisme
menggunakan metode ini antara lain golongan fenotiazin, parasetamol, dan
steroid.
Reaksi oksidasi akan mengubah ikatan C-H menjadi C-OH, hal ini
mengakibatkan beberapa senyawa yang tidak aktif (pro drug) secara
farmakologi menjadi senyawa yang aktif. Juga, senyawa yang lebih
toksik/beracun dapat terbentuk melalui reaksi oksidasi ini.
Reaksi fase II, disebut pula reaksi konjugasi, biasanya merupakan
reaksi detoksikasi dan melibatkan gugus fungsional polar metabolit fase I,
yakni gugus karboksil (-COOH), hidroksil (-OH), dan amino (NH2), yang
terjadi melalui reaksi metilasi, asetilasi, sulfasi, dan glukoronidasi. Reaksi fase
II akan meningkatkan berat molekul senyawa obat, dan menghasilkan produk
yang tidak aktif. Hal ini merupakan kebalikan dari reaksi metabolisme obat
pada fase I.
Metabolisme obat dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain faktor
fisiologis (usia, genetika, nutrisi, jenis kelamin), serta penghambatan dan juga
induksi enzim yang terlibat dalam proses metabolisme obat. Selain itu, faktor
patologis (penyakit pada hati atau ginjal) juga berperan dalam menentukan
laju metabolisme obat.
Metabolisme obat adalah upaya untuk mengubah senyawa yg relatif polar
menjadi senyawa yg lebih polar, shingga mudah dkeluarkan oleh tubuh.
Pada dasarnya tiap obat merupakan zat asing yg tdk diinginkan dr badan dn
badan berusaha merombak zat tersebut mjadi metabolit yg bsifat hidrofil agar
lbh lancar diekskresikan melalui ginjal.
Oleh krn proses metabolisme dpt mempengaruhi aktivitas biologis, masa kerja
& toksisitas obat, maka pengetahuan tentang metabolisme obat & senyawa
organik asing lain (xenobiotik) sangat ptng dlm bidang kimia medisinal.
Sistem Enzim yang Berperan Dalam Detoksifikasi
a. Sistem tahap I
Sistem detoksifikasi tahap I, melibatkan terutama enzim supergene
sitokrom P-450, secara umum merupakan enzim pertahanan pertama
melawan bahan asing. Sebagian besar bahan kimia dimetabolisme melalui
biotransformasi tahap I. Pada reaksi umum tahap I, enzim sitokrom P-450
(CYP450) menggunakan oksigen dan sebagai kofaktor, NADH, untuk
menambah kelompok reaktif, misalnya hidroksil radikal. Sebagai hasil dari
tahap ini dalam detoksifikasi, diproduksi suatu molekul reaktif yang lebih
toksik daripada molekul awal. Apabila molekul reaktif ini tidak berlanjut
pada metabolisme selanjutnya, yaitu tahap II (konjugasi), dapat
menyebabkan kerusakan pada protein, RNA, dan DNA di dalam sel.
Beberapa penelitian menunjukkan bukti terhadap hubungan antara
terjadinya induksi tahap I dan/atau berkurangnya aktivitas tahap II dengan
meningkatnya resiko penyakit, misalnya kanker, SLE, dan penyakit
Parkinson.
b. Sistem tahap II
Reaksi konjugasi pada tahap II umumnya mengikuti aktivasi tahap I,
dimana akan mengakibatkan xenobiotik yang telah larut air dapat
diekskresikan melalui urin atau empedu. Beberapa macam reaksi
konjugasi terdapat di dalam tubuh, termasuk glukoronidasi, sulfas, dan
konjugasi glutation serta asam amino. Reaksi ini memerlukan kofaktor
yang tercukupi melalui makanan.
Banyak yang diketahui mengenai peran dari sistem enzim tahap I pada
metabolism bahan kimia seperti halnya aktivasinya oleh racun lingkungan
dan komponen makanan tertentu. Walau begitu, peran detoksifikasi tahap I
pada praktek klinik tidak terlalu diperhatikan. Kontribusi dari sistem tahap
II lebih diperhatikan dalam penelitian dan praktek klinik. Dan hanya
sedikit yang diketahui saat ini mengenai peran sistem detoksifikasi pada
metabolism zat endogen.
Tujuan Metabolisme Obat
Mengubah obat mjadi metabolit tidak aktif & tidak toksik
(bioinaktivasi) sehingga mudah larut dalam air, lalu diekskresikan dari
tubuh. Mengubah hasil metabolit obat menjadi lebih toksik dibanding
dengan senyawa induk (biotoksifikasi).
4. Ekskresi
Obat dikeluarkan dari tubuh melalui berbagai organ ekskresi dalam
bentuk metabolit hasil biotransformasi atau dalam bentuk asalnya. Obat
atau metabolit polar diekskresi lebih cepat daripada obat larut lemak,
kecuali pada ekskresi melalui paru. Ginjal merupakan organ ekskresi yang
terpenting. Ekskresi disini merupakan resultante dari 3 preoses, yakni
filtrasi di glomerulus, sekresi aktif di tubuli proksimal, dan rearbsorpsi pasif
di tubuli proksimal dan distal.
Ekskresi obat melalui ginjal menurun pada gangguan fungsi ginjal
sehingga dosis perlu diturunkan atau intercal pemberian diperpanjang.
Bersihan kreatinin dapat dijadikan patokan dalam menyesuaikan dosis atau
interval pemberian obat. Ekskresi obat juga terjadi melalui keringat, liur, air
mata, air susu, danrambut, tetapi dalam jumlah yang relatif kecil sekali
sehingga tidak berarti dalam pengakhiran efek obat. Liur dapat digunakan
sebagai pengganti darah untuk menentukan kadar obat tertentu. Rambut
pun dapat digunakan untuk menemukan logam toksik, misalnya arsen, pada
kedokteran forensik.
2.5 Prosedur Pemberian Obat Secara Oral
2.5.1 Definisi
Pemberian obat per oral adalah memberikan obat yang dimasukkan
melalu mulut.
2.5.2 Tujuan Pemberian
1. Untuk memudahkan dalam pemberian
2. Proses reabsorbsi lebih lambat sehingga bila timbul efek samping dari
obat tersebut dapat segera diatasi
3. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan nyeri
4. Menghindari pemberian obat yang menyebabkan kerusakan kulit dan
jaringan
2.5.3 Keuntungan: mudah, aman dan murah.
2.5.4 Kerugian :
1. Timbul efek lambat, tidak bermanfaat untuk pasien yang sering
muntah, diare, tidak sadar, tidak kooperatif
2. Iritasi pada saluran cerna perlu kerjasama dengan penderita (tidak
bisa diberikan pada penderita koma)
3. Kurang disukai jika rasanya pahit.Apalagi jika pasiennya adalah anak
kecil.
2.5.5 Persiapan alat
1. Baki berisi obat
2. Kartu atau buku berisi rencana pengobatan
3. Pemotong obat (bila diperlukan)
4. Martil dan lumpang penggerus (bila diperlukan)
5. Gelas pengukur (bila diperlukan)
6. Gelas dan air minum
7. Sedotan
8. Sendok
9. Pipet
10. Spuit sesuai ukuran untuk mulut anak-anak
2.5.6 Prosedur Kerja
1. Siapkan peralatan dan cuci tangan
2. Kaji kemampuan pasien untuk dapat minum obat per oral
(kemampuan menelan, mual dan muntah, atau tidak boleh makan dan
minum).
3. Periksa kembali order pengobatan (nama pasien, nama dan dosis
obat,waktu dan cara pemberian). Bila ada keraguan-keraguan
laporkan keperawat jaga atau dokter.
4. Ambil obat sesuai yang di perlukan (baca order pengobatan dan ambil
di almari, rak atau lemari es sesuai yang di perlukan).
5. Siapkan obat-obatan yang akan diberikan (gunakan teknik aseptik,
jangan menyentuh obat dan cocokan dengan order pengobatan)
6. Berikan obat pada waktu dan cara yang benar yaitu dengan cara:
a. Yakin bahwa tidak pada pasien yang salah
b. Atur posisi pasien duduk bila mungkin
c. Kaji tanda-tanda vital pasien
d. Berikan cairan/air yang cukup untuk membantu menelan, bila sulit
menelan anjurkan pasien meletakan obat di lidah bagian belakang,
kemudian pasien di anjurkan minum.
e. Bila obat mempunyai rasa tidak enak, beri pasien beberapa butir es
batu untuk di isap sebelumnya, atau berikan obat dengan
menggunakan lumatan apel atau pisang.
f. Tetap bersama pasien sampai obat di telan.
7. Catat tindakan yang telah dilakukan meliputi nama dan dosis obat
yang di berikan, setiap keluhan dan hasil pengkajian pada pasien. Bila
obat tidak dapat masuk, catat secara jelas dan tulis tanda tangan anda
dengan jelas. Kembalikan semua perlatan yang di pakai dengan tepat
kemudian cuci tangan.
8. Lakukan evaluasi mengenai efek obat pada pasien kurang lebih 30
menit setelah waktu pemberian.
2.6 Prosedur Pemberian Obat Secara Sublingual
2.6.1 Definisi
adalah pemberian obat dengan cara meletakannya dibawah lidah sampai
diabsorpsi ke dalam pembuluh darah
2.6.2 Tujuan
Untuk memproleh efek lokal dan sistemik Memperoleh aksi kerja obat
secara cepat dibandingkan secara oralMenghindari kerusakan obat oleh
hepar
2.6.3 Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan
1. Memperoleh aksi obat yang lebih cepat dibandingkan secara
oral
2. Memperoleh efek lokal dan sistemik
3. Menghindari kerusakan obat oleh hepar
b. Kerugian
Bila dalam pemberian obat tidak diperhatikan,kemungkinan
pasien akan menelan obat itu, sehingga efek obat tidak optimal.
2.6.4 Persiapan Alat
1. Obat yang sudah ditentukan
2. Tongspatel (bila perlu )
3. Kasa untuk membungkus tongspatel
2.6.5 Pelaksanaan
1. Perawat cuci tangan
2. Memasang tongspatel ( jika klien tidak sadar ) kalau sadar anjurkanklien
untuk mengangkat lidahnya
3. Meletakan obat dibawah lidah
4. Memberitahu klien supaya tidak menelan obatt
5. Perawat cuci tangan
6. Perhatikan dan catat reaksi klien setelah pemberian obat
7. Perhatikan respon klien dan hasil tindakan
8. Yakinkan obat dikemut atau ditelan
9. Mencatat tindakan yang telah dilakukan (waktu pelaksanaan,
responklien, hasil tindakan,nama obat dan dosis, perrawat yang
melakukan ) padacatatan keperawatan
2.7 Prosedur Pemberian Obat Secara Bukal
2.7.1 Definisi
Pemberian obat secara bukal adalah memberika obat dengan cara meletakkan
obat diantara gusi dengan membran mukosa diantara pipi.
2.7.2 Tujuan
1. Mencegah efek lokal dan sistemik
2. Untuk memperoleh aksi kerja obat yang lebih cepat dibandingkan secara
oral
3. Untuk menghindari kerusakan obat oleh hepar.
2.7.3 Prosedur kerja
Secara umum persiapan dan langkah pemberian sama dengan pemberian obat
secara oral. Yang perlu diperhatikan adalah klien perlu diberikan penjelasan
untuk meletakkan obat diantara gusi dan selaput mukosa pipi sampai habis
diabsorbsi seluruhnya.
2.8 Prosedur Pemberian Obat Secara Parental
Adalah obat yang cara pemberiaannya tanpa melalui mulut (tanpa melalui
saluran pencernaan) tetapi langsung melalui pembuluh darah.Contohnya adalah
sediaan injeksi atau suntikan.
Tujuannya pemberian melalui parenteral ini adalah agar dapat langsung menuju
sasaran dan efeknya lebih cepat. Kelebihannya bisa untuk pasien yang tidak sadar,
sering muntah dan tidak kooperatif. Akan tetapi cara pemberian obat dengan cara
ini kurang aman karena jika sudah disuntikan ke dalam tubuh tidak bisa dikeluarkan
lagi jika terjadi kesalahan.Maka sebagai perawat biasanya dalam memberikan ini
benar-benar memperhatikan etiket serta nama obat dan cara pemberian. Adapun
macam-macam pemberian obat melalui parental sebagai berikut:
2.8.1 Pemberian Obat Melalui Intracutan (IC)
a. Pengertian
Memberikan obat melalui suntikan ke dalam jaringan kulit,yang di
lakukan pada lengan bawah bagian dalam atau di tempat lain yang di
anggap perlu.
b. Tujuan
1. Melaksanakan uji coba obat tertentu,yang di lakukan dengan cara
memasukan obat ke dalam jaringan kulit yang di lakukan untuk tes
alergi dan skin test terhadap obat yang akan di berikan.
2. Memberikan obat tertentu yang pembariannya hanya dapat di lakukan
dengan cara di suntik intrakutan,pada umumnya di berikan pada pasien
yang akan di berikan obat antibiotic.
3. Membantu menentukan diagnose penyakit tertentu.
c. Persiapan Alat dan Bahan
1. Catatan pemberian obat
2. Obat dalam tempatnya
3. Spuit 1 cc/spuit insulin
4. Kapas alcohol dalam tempatnya
5. Cairan pelarut
6. Bak injeksi
7. Bengkok
8. Perlak dan alasnya
d. Prosedur kerja
1. Persiapan alat dan klien sama dengan persiapan pada pemberian
obat,tetapi di sesuaikan dengan kebutuhan pasien.
2. Jelaskan prosedur tindakan kepada klien.
3. Cuci tangan.
4. Alat-alat di dekatkan di samping klien.
5. Tentukan area yang akan di barikan obat.
6. Bebaskan area yang akan di lakukan penyuntikan/injeksi.
7. Pasang perlak atau pengalas di bawah area yang akan di lakukan
injeksi intrakutan.
8. Ambil obat yang akan di lakukan tes alergi.larutkan atau encerkan
dengan cairan pelarut ( aquades ),ambil 0,55 cc lalu encerkan lagi
sampai 1 cc.siapakan pada bak steril (bak injeksi )
9. Disiinfeksi area yang akan di lakukan penyuntikan dengan kapas
alcohol.
10. Regangkan daerah penyuntikan di kulit dengan tangan kiri.
11. Lakukan penyuntikan lubang jarum menghadap di atas membentuk
sudut 15-20 derajat terhadap permukaan kulit.
12. Masukan obat sampai terjadi gelembung.
13. Tarik spuit, jangan lakukan mesase pada area suntikan/injeksi.
14. Catat reaksi pemberian obat.
15. Cuci tangan setelah prosedur di lakukan.
16. Dokumentasikan prosedur pemberian obat atau tes alergi.
2.8.2 Pemberian Obat Melalui Subcutan (SC)
a. Pengantar
Injeksi subkutan dilakukan dengan menempatkan obat kedalam
jaringan ikat longgar dibawah dermis. Tempat terbaik untuk injeksi
subkutan meliputi area vaskular disekitar bagian luar lengan
atas,abdomen batas bawah kosta sampai krista iliaka,dan bagian anterior
paha.
b. Tujuan dari subkutan
Agar obat yang diberikan dapat diserap cepat oleh tubuh
c. Persiapan Pasien
1. Klien diberitahukan dan dijelaskan tentang tindakan yang akan
diberikan.
2. Pemilihan tempat injeksi/ persiapan posisi saat disuntik.
d. Alat dan bahan.
1. Spuit 1 cc dengan jarum 24G
2. Kapas, alkohol spray 70%
3. Kupet injeksi
4. Perlak
5. Obat yang dibutuhkan
6. Bengkok
7. Sarung tangan bersih
8. Catatan pemberian obat injeksi
9. Alat tulis
e. Langkah – langkah pemberian obat subkutan
1. Baca daftar obat klien yang menyatakan nama obat,dosis dan waktu
pemberian.
2. Ambil obat dari tempatnya,cek labelnya.
3. Hitung dosis yang akan dipakai secara tepat.
4. Mencuci tangan
5. Buka ampul/vial
6. Ambil spuit dan jarum pada tempatnya.
7. Jarum dipasang pada spuit/cek bila posisi jarum sudah benar pas dan
tidak tersumbat.
8. Bila obat dari vial maka spuit dimasuki udara lalu dimasukan dalam
vial.
9. Isap obat sesuai dengan kebutuhan.
10. Buka jarum dan ganti yang baru lalu letakkan didalam bak injeksi
yang telah disediakan.
11. Kembalikan sisa obat pada tempatnya ,tulis tanggal membuka
vial/ampul/oplosing obat tersebut.
12. Buanglah ampul kosong / vial dan kotoran lain kedalam bengkok
yang tersedia.
13. Perawat cuci tangan.
14. Bawalah obat yang disiapkan dalam spuit dan masukkan dalam bak
injeksi ke dekat klien,serta kapas alcohol dan daftar suntikan obat.
15. Sebelum obat diberikan identifikasi klien cek kembali instruksi
pemberian obat,nama obat,dosis, dan waktu pada lembar observasi.
16. Jelaskan tujuan dari tindakan pada klien
17. Pintu,jendela ditutup,atau tutup sampiran.
18. Atur posisi klien sesuai dengan lokasi suntikan yang akan
dilakukan.
19. Tentukan lokasi suntikan dengan tepat,pasang perlak dan pengalas.
20. Lakukan desinfeksi pada lokasi suntikan dengan kapas alcohol
dengan cara memutar.
21. Ambil spuit yang berisikan obat,pegang spuit dengan lubang jarum
menghadap ke atas.
22. Suntikan obat dengan posisi 45⁰
23. Catat : tanggal, jam, obat, dosis, cara pemberian, petugas yang
memberi serta reaksi klien dari pemberian obat.
24. Alat-alat dibersihkan dan dikembalikan pada tempatnya.
25. Perawat mencuci tangan.
f. Efek samping dari subkutan
Efek samping yang paling umum termasuk kelelahan, gangguan
pencernaan seperti diare, mual, dispepsia stomatitis, dan muntah,
perubahan warna kulit, dysgeusia, dan anoreksia.
2.8.3 Pemberian Obat Melalui IntraVena (IV)
a. Pengertian
Memasukkan cairan obat langsung kedalam pembuluh darah vena
sehingga obat langsung masuk ke dalam sistem sirkulasi darah.
b. Tujuan :
1. Memasukkan obat secara cepat
2. Mempercepat penyerapan obat
c. Lokasi Injeksi :
1. Pada lengan (vena mediana cubiti / vena cephalica )
2. Pada tungkai (vena saphenosus)
3. Pada leher (vena jugularis) khusus pada anak
4. Pada kepala (vena frontalis, atau vena temporalis) khusus pada anak
d. Persiapan Alat :
1. Handscoen 1 pasang
2. Spuit steril 3 ml atau 5 ml atau sesuai kebutuhan
3. Bak instrument
4. Kom berisi kapas alkohol
5. Perlak dan pengalas
6. Bengkok
7. Obat injeksi dalam vial atau ampul
8. Daftar pemberian obat
9. Torniquet
10. Kikir ampul bila diperlukan
e. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat secara Intravena :
1. Siapkan peralatan ke dekat pasien
2. Mengidentifikasi pasien dengan prinsip enam B (Benar obat, dosis,
pasien, cara pemberian, waktu dan dokumentasi)
3. Pasang sampiran atau tutup tirai untuk menjaga privasi pasien
4. Mencuci tangan dengan baik dan benar
5. Memakai handscoon dengan baik
6. Posisikan pasien dan bebaskan daerah yang akan disuntik dari pakaian
pasien
7. Mematahkan ampul ( bila perlu menggunakan kikir )
8. Memasukkan obat kedalam spuit sesuai dengan advice dokter dengan
teknik septik dan aseptik
9. Menentukan daerah yang akan disuntik
10. Memasang pengalas dibawah daerah yang akan disuntik
11. Memasang tourniquet 10-12 cm diatas vena yang akan disuntik sampai
vena terlihat jelas
12. Melakukan desinfeksi menggunakan kapas alkohol pada daerah yang
akan disuntik dan biarkan kering sendiri
13. Memasukkan jarum dengan posisi tepat yaitu lubang jarum menghadap
keatas, jarum dan kulit membentuk sudut 20 L
14. Lakukan aspirasi yaitu tarik penghisap sedikit untuk memeriksa apakah
jarum sudah masuk kedalam vena yang ditandai dengan darah masuk
kedalam tabung spuit ( saat aspirasi jika ada darah berarti jarum telah
masuk kedalam vena, jika tidak ada darah masukkan sedikit lagi jarum
sampai terasa masuk di vena )
15. Buka tourniquet dan anjurkan pasien membuka kepalan tangannya,
masukkan obat secara perlahan jangan terlalu cepat
16. Tarik jarum keluar setelah obat masuk ( pada saat menarik jarum
keluar tekan lokasi suntikan dengan kapas alkohol agar darah tidak
keluar )
17. Rapikan pasien dan bereskan alat
18. Lepaskan sarung tangan
19. Cuci tangan dengan sabun dan air mengalir, keringkan dengan handuk
atau tissu
f. Hal yang Perlu Diperhatikan :
1. Oleh karena injeksi ini menakutkan klien, maka usahakan agar klien
tidak menjadi takut dengan memberikan penjelasan.
2. Perhatikan tekhnik aseptik dan anti septik baik pada alat-alat maupun
cara kerja.
3. Jangan salah memberikan obat atau salah memberikan kepada klien
lain, ingat prinsip enam benar dalam pemberian obat.
4. Perhatikan reaksi-reaksi klien setelah dapat disuntikan dan dicatat serta
laporkan.
2.8.4 Pemberian Obat Melalui Intra muskular (IM)
a. Pengertian
Pemberian obat / cairan dengan cara dimasukkan langsung ke dalam otot
(muskulus)
b. Tujuan
Melaksanakan fungsi kolaborasi dengan dokter terhadap klien yang yang
diberikan obat secara intra muskulus (IM)
c. Peralatan
1. Sarung tangan 1 pasang
2. Spuit dengan ukuran sesuai kebutuhan
3. Jarum steril 1 (21-23G dan panjang 1 – 1,5 inci untuk dewasa; 25-27
G dan panjang 1 inci untuk anak-anak)
4. Bak spuit 1
5. Kapas alkohol dalam kom (secukupnya)
6. Perlak dan pengalas
7. Obat sesuai program terapi
8. Bengkok 1
9. Buku injeksi/daftar obat
d. Prosedur Pelaksanaan Pemberian Obat Secara IM (Intra Muskuler)
1. Mengatur posisi klien, sesuai tempat penyuntikan
2. Memasang perlak dan alasnya
3. Membebaskan daerah yang akan di injeksi
4. Memakai sarung tangan
5. Menentukan tempat penyuntikan dengan benar ( palpasi area injeksi
terhadap adanya edema, massa, nyeri tekan. Hindari area jaringan
parut, memar, abrasi atau infeksi)
6. Membersihkan kulit dengan kapas alkohol (melingkar dari arah dalam
ke luar diameter ±5cm)
7. Menggunakan ibu jari dan telunjuk untuk mereganggkan kulit
8. Memasukkan spuit dengan sudut 90 derajat, jarum masuk 2/3
9. Melakukan aspirasi dan pastikan darah tidak masuk spuit
10. Memasukkan obat secara perlahan (kecepatan 0,1 cc/detik)
11. Mencabut jarum dari tempat penusukan
12. Menekan daerah tusukan dengan kapas desinfektan
13. Membuang spuit ke dalam bengkok
14. Melakukan evaluasi tindakan
15. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
16. Berpamitan dengan klien
17. Membereskan alat-alat
18. Mencuci tangan
19. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
e. Pilihan Tempat Injeksi Intra Muskuler
1. Paha (vastus lateralis) : posisi klien terlentang dengan lutut agak
fleksi.
2. Ventrogluteal : posisi klien berbaring miring, telentang, atau telentang
dengan lutut atau panggul miring dengan tempat yang diinjeksi fleksi.
3. Lengan atas (deltoid) : posisi klien duduk atau berbaring datar dengan
lengan bawah fleksi tetapi rileks menyilangi abdomen atau pangkuan.
2.9 Prosedur Pemberian Obat Secara Supositoria
Suppositoria adalah sediaan padat dalam berbagai bobot dan bentuk yang
diberikan melalui rektal, vagina, maupun uretra, berbentuk torpedo, dapat
melunak, melarut, atau meleleh pada suhu tubuh, dan efek yang ditimbulkan
adalah efek sistemik atau lokal. Bahan dasar yang digunakan harus dapat larut
dalam air atau meleleh pada suhu tubuh. Semakin pendek waktu
melarut/mencair semakin baik karena efektivitas obat semakin baik.
Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat
denganmemasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk suppositoria.
Bobot suppositoria kalau tidak dinyatakan lain adalah 3 g untuk orang dewasa
dan 2 g untuk anak kecil. Umumnya memiliki panjang 32 mm, berbentuk
silinder, dan kedua ujungnya tajam. Sedangkan untuk bayi dan anak-anak
ukurannya ½ dari ukuran dan berat untuk orang dewasa. Penyimpanan
suppositoria dalam wadah tertutup baik dan di tempat yang sejuk pada suhu 5-
15 °C agar suppositoria tidak menjadi lembek dan tidak bisa digunakan.
2.9.1 Tujuan
1. Untuk memperoleh efek obat local maupun sistemik.
2. Untuk melunakkan feses sehingga mudah untuk dikeluarkan.
2.9.2 Keuntungan dan Kerugian
a. Keuntungan sediaan obat dalam bentuk suppositoria antara
lain:
1. Dapat menghindari kerusakan obat oleh enzim pencernaan
2. Menghindari biotransformasi hati / sirkulasi portal
b. Kerugian sediaan obat dalam bentuk suppositoria :
1. Cara pakai tidak menyenangkan
2. Tidak dapat disimpan dalam suhu ruangan
2.9.3 Organ-organ yang dapat diberi obat supositoria
Organ-organ tubuh yang dapat diberi obat supositoria:
a. Rektum
b. Vagina
1. Pemeberian Obat Melalui Rektum
a. Definisi
Pemberian obat suppositoria adalah cara memberikan obat dengan
memasukkan obat melalui anus atau rektum dalam bentuk
suppositoria.
b. Tujuan Pemberian
Untuk memperoleh efek obat lokal maupun sistemik
c. Persiapan alat
1. Kartu obat
2. Supositoria rectal
3. Jeli pelumas
4. Sarung tangan
5. Tissue
d. Prosedur kerja
1. Cek kembali order pengobatan, mengenai jenis pengobatan,
waktu, jumlah dan dosis
2. Siapkan klien
3. Pakai sarung tangan
4. Buka supositoria dari kemasannya dan beri pelumas pada ujung
bulatnya dengan jelly. Beri pelumas sarung tangan pada jari
telunjuk dari tangan dominan anda.
5. Minta klien untuk menarik nafas dalam melalui mulut dan untuk
merelakkan sfingter ani
6. Regangkan bokong klien dengan tangan non dominan, dengan
jari telunjuk masukkan supositoria ke dalam anus, melalui
sfingter ani dan mengenai dinding rectal 10 cm pada orang
dewasa dan 5 cm pada bayi dan anak – anak
7. Tarik jari anda dan bersihkan area kanal klien
8. Anjurkan klien untuk tetap berbaring terlentang atau miring
selama 5 menit
9. Bila supositoria mengandung laksatif atau pelunak feses,
letakkan tombol pemanggil dalam jangkauan klien sehingga ia
dapat mencari bantuan untuk mengambil pispot atau ke kamar
mandi
10. Lepaskan sarung tangan, buang ditempat semestinya
11. Cuci tangan
12. Kaji respon klien
13. Dokumentasikan semua tindakana
2. Pemberian Obat Melalui Vagina
a. Definisi
Merupakan cara memberikan obat dengan memasukkan obat
melalui vagina, yang bertujuan untuk mendapatkan efek terapi
obat dan mengobati saluran vagina atau serviks. Obat ini tersedia
dalam bentuk krim dan suppositoria yang digunakan untuk
mengobati infeksi lokal.
b. Alat dan bahan
1. Obat dalam tempatnya.
2. Sarung tangan.
3. Kain kasa.
4. Kertas tisu.
5. Kapas sublimat dalam tempatnya.
6. Pengalas.
7. Korentang dalam tempatnya.
c. Prosedur kerja
1. Cuci tangan.
2. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan.
3. Gunakan sarung tangan
4. Buka pembungkus obat dan pegang dengan kain kasa.
5. Bersihkan sekitar alat kelamin dengan kapas sublimat.
6. Anjurkan pasien tidur dalam posisi dorsal recumbert.
7. Apabila jenis obat suppositoria maka buka pembungkus dan
berikan pelumas pada obat.
8. Regangkan labia minora dengan tangan kiri dan masukkan
obat sepanjang dinding kanal vaginal posterior sampai 7,5-10
cm.
9. Setelah obat masuk, bersihkan daerah sekitar orifisium dan
labia dengan tisu.
10. Anjurkan untuk tetap dalam posisi kurang lebih 10 menit agar
obat bereaksi.
11. Cuci tangan.
12. Catat jumlah, dosis, waktu, dan cara pemberian.
2.10 Pemberian Obat Secara Topikal
2.10.1 Definisi
Pemberian obat secara topikal adalah memberikan obat secara lokal pada
kulit atau pada membrane pada area mata, hidung, lubang telinga, vagina
dan rectum.
2.10.2 Tujuan
Tujuan dari pemberian obat topikal secara umum adalah untuk memperoleh
reaksi lokal dari obat tersebut.
2.10.3 Macam – macam pemberian obat topikal
a. Pemberian obat topikal pada kulit
1) Pengertian
Pemberian obat secara topical adalah memberikan obat secara lokal
pada kulit.
2) Tujuan
Tujuan dari pemberian obat secara topical pada kulit adalah untuk
memperoleh reaksi lokal dari obat tersebut
3) Persiapan alat
a) Obat topical sesuai yang dipesankan (krim, lotion, aerosol,
bubuk, spray)
b) Buku obat
c) Kassa kecil steril (sesuai kebutuhan)
d) Sarung tangan
e) Lidi kapas atau tongue spatel
f) Baskom dengan air hangat, waslap, handuk dan sabun basah
g) Kassa balutan, penutup plastic dan plester (sesuai kebutuhan)
4) Prosedur kerja
a. Cek instruksi dokter untuk memastikan nama obat, daya kerja
dan tempat pemberian.
b. Cuci tangan
c. Atur peralatan disamping tempat tidur klien
d. Tutup gorden atau pintu ruangan
e. Identifikasi klien secara tepat
f. Posisikan klien dengan tepat dan nyaman, pastikan hanya
membuka area yang akan diberi obat
g. Inspeksi kondisi kulit. Cuci area yang sakit, lepaskan semua
debris dan kerak pada kulit
h. Keringkan atau biarkan area kering oleh udara
i. Bila kulit terlalu kering dan mengeras, gunakan agen topikal
j. Gunakan sarung tangan bila ada indikasi
k. Oleskan agen topical.
b. Pemberian Obat Topikal pada Mata
Pemberian obat pada mata dengan memberikan tetes mata atau salep
mata. Prosedur ini dapat digunakan untuk persiapan pemeriksaan
struktur internal mata dengan cara mendilatasi pupil, pengukuran
refraksi dengan cara melemahkan otot lensa, juga dugunakan untuk
menghilangkan iritasi mata, dll.
1. Alat dan bahan
a. Obat dalam tempatnya (tetes steril atau salep)
b. Plester
c. Kain Kasa
d. Kertas Tisu
e. Balutan
f. Sarung tangan
g. Air hangat atau kapas pelembab
2. Prosedur Kerja
a. Jelaskan prosedur yang akan dilakukan
b. Cuci tangan
c. Atur posisi dengan kepala menengadah dan posisi perawat
disamping kanan pasien
d. Gunakan sarung tangan
e. Bersihkan daerah kelopak dan bulu mata dengan kapas lembab
(atau tisu) dari sudut luar mata kearah hidung,bila sangat kotor
basuh dengan air hangat.
f. Buka mata dengan menekan perlahan bagian bawah
menggunakan ibu jari atau jari telunjuk di atas tulng orbita
g. Teteskan obat mata diatas sakus konjungtiva sesuai dosis.
Minta pasien untuk menutup mata dengan perlahan ketika
menggunakan tetes mata.
Bila menggunakan salep, pegang aplikator diatas tep kelopak
mata. Kemudian tekan tube hingga obat keluar dan berikan
pada kelopak mata bawah. Setelah selesai, anjurkan pasien
melihat ke bawah. Secara bergantian, berikan obat pada
kelopak mata bagia atas dan biarkan pasien untuk memejamkan
mata dan menggosok kelopak mata
h. Tutup mata dengan kasa bila perlu
i. Cuci tangan setelah prosedur dilakukan.
j. Catat prosedur dan respon pasien.
c. Pemberian obat topikal pada