Upload
hakhuong
View
222
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Beban Kerja
2.1.1. Pengertian Beban Kerja
Menurut Permendagri No. 12/2008, beban kerja adalah besaran pekerjaan
yang harus dipikul oleh suatu jabatan/unit organisasi dan merupakan hasil kali antara
volume kerja dan norma waktu (Utomo, 2008).
Pengertian beban kerja adalah sekumpulan atau sejumlah kegiatan yang harus
diselesaikan oleh suatu unit organisasi atau pemegang jabatan dalam jangka waktu
tertentu. Pengukuran beban kerja diartikan sebagai suatu teknik untuk mendapatkan
informasi tentang efisiensi dan efektivitas kerja suatu unit organisasi, atau pemegang
jabatan yang dilakukan secara sistematis dengan menggunakan teknik analisis
jabatan, teknik analisis beban kerja atau teknik manajemen lainnya. Lebih lanjut
dikemukakan pula, bahwa pengukuran beban kerja merupakan salah satu teknik
manajemen untuk mendapatkan informasi jabatan, melalui proses penelitian dan
pengkajian yang dilakukan secara analisis. Informasi jabatan tersebut dimaksudkan
agar dapat digunakan sebagai alas untuk menyempurnakan aparatur baik di bidang
kelembagaan, ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia (Menpan, 1997, dalam.
Utomo, 2008).
Universitas Sumatera Utara
2.1.2. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Beban Kerja
Rodahl (1989) dan Manuaba (2000, dalam Prihatini, 2007), menyatakan
bahwa beban kerja dipengaruhi faktor-faktor sebagai berikut :
1) Faktor eksternal yaitu beban yang berasal dari luar tubuh pekerja, seperti :
a. Tugas-tugas yang dilakukan yang bersifat fisik seperti stasiun kerja, tata
ruang, tempat kerja, alat dan sarana kerja, kondisi kerja, sikap kerja,
sedangkan tugas-tugas yang bersifat mental seperti kompleksitas pekerjaan,
tingkat kesulitan pekerjaan, pelatihan atau pendidikan yang diperoleh,
tanggung jawab pekerjaan.
b. Organisasi kerja seperti masa waktu kerja, waktu istirahat, kerja bergilir, kerja
malam, sistem pengupahan, model struktur organisasi, pelimpahan tugas dan
wewenang.
c. Lingkungan kerja adalah lingkungan kerja fisik, lingkungan kimiawi,
lingkungan kerja biologis, dan lingkungan kerja psikologis.
Ketiga aspek ini disebut wring stresor.
2) Faktor internal
Faktor internal adalah faktor yang berasal dari dalam tubuh akibat dari reaksi
beban kerja eksternal. Reaksi tubuh disebut strain, berat ringannya strain dapat
dinilai baik secara objektif maupun subjektif. Faktor internal meliputi faktor somatis
(Jenis kelamin, umur, ukuran tubuh, status gizi, kondisi kesehatan), faktor psikis
(motivasi, persepsi, kepercayaan. keinginan dan kepuasan).
Universitas Sumatera Utara
2.1.3. Dampak Beban Kerja
Beban kerja yang terlalu berlebihan akan menimbulkan kelelahan baik fisik
maupun mental dan reaksi-reaksi emosional seperti sakit kepala, gangguan
pencernaan, dan mudah marah. Sedangkan pada beban kerja yang terlalu sedikit
dimana pekerjaan yang terjadi karena pengurangan gerak akan menimbulkan
kebosanan dan rasa monoton. Kebosanan dalam kerja rutin sehari-hari karena tugas
atau pekerjaan yang terlalu sedikit mengakibatkan kurangnya perhatian pada
pekerjaan sehingga secara potensial membahayakan pekerja (Manuaba, 2000, dalam
Prihatini, 2007).
2.1.4. Tanda-Tanda Stres Berkaitan Tingkat Beban Kerja
Menurut Keith W. Sehnert (1981), tanda-tanda stres yang dialami berkaitan
dengan tingkat beban kerja yaitu :
Tabel 2.1. Tanda-tanda Stres Berkaitan dengan Beban Kerja
Terlalu Sedikit Beban Penampilan Optimal Terlalu Banyak Beban
• Kebosanan • Terlalu mampu dalam
pekerjaan • Apatis • Tidur yang tak menentu
dan terganggu • Lekas Marah • Menurunnya semangat
kerja • Kecanduan alcohol • Kelesuan
• Kegembiraan • Semangat yang tinggi • Kewaspadaan mental • Energi yang tinggi • Daya ingat yang lebih
baik • Persepsi yang tajam • Ketenangan dalam
keadaan tertekan
• Insomnia (tidak dapat tidur) • Lekas marah • Kecanduan alcohol • Perubahan dalam hal nafsu
makan • Apatis • Hubungan yang tegang • Penilaian yang tidak baik • Kesalahan yang meningkat • Kurangnya kejelasan • Keragu-raguan • Pengunduran diri • Hilangnya perspektif • Ingatan yang kurang
Universitas Sumatera Utara
2.2. Stres
2.2.1. Pengertian Stres
National Safety Council (2003), mendefinisikan stres sebagai
ketidakmampuan mengatasi ancaman yang dihadapi oleh mental, fisik, emosional,
spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat mempengaruhi kesehatan fisik manusia
tersebut.
Stres adalah keadaan yang membuat tegang yang terjadi ketika seseorang
mendapatkan masalah atau tantangan dan belum mempunyai jalan keluarnya atau
banyak pikiran yang mengganggu seseorang terhadap sesuatu yang akan
dilakukannya (Clonninger, 1996, dalam Safaria dan Safutra, 2009).
Lain halnya dengan pendapat Kartono dan Gulo (2000, dalam Safaria dan
Safutra, 2009), yang mendefinisikan stres sebagai berikut :
1) Suatu stimulus yang menegangkan kapasitas-kapasitas (daya) psikologis atau
fisiologis organisme
2) Sejenis frustasi, dengan aktivitas yang terarah pada pencapaian tujuan telah
terganggu atau dipersukar, tetapi tidak terhalang-halangi, peristiwa ini biasanya
disertai oleh perasaan was-was khawatir dalam pencapaian tujuan.
3) Kekuatan yang diterapkan pada suatu sistem, tekanan-tekanan fisik dan psikologis
yang dikenakan pada tubuh dan pribadi.
4) Suatu kondisi ketegangan fisik atau psikologis disebabkan oleh adanya persepsi
ketakutan dan kecemasan.
Universitas Sumatera Utara
2.2.2. Sumber Stres
Menurut Rasmun (2004), sumber stres dapat berasal dari dalam tubuh dan di
luar tubuh, sumber stres dapat berupa biologik, fisiologik, kimia, psikologik, sosial
dan spiritual, terjadinya stres karena stresor tersebut dirasakan dan dipersepsikan oleh
individu sebagai suatu ancaman sehingga menimbulkan kecemasan yang merupakan
tanda umum dan awal dari gangguan kesehatan fisik dan psikologis.
1) Stresor biologik dapat berupa mikroba, bakteri, virus dan jasad renik lainnya,
hewan, bermacam tumbuhan dan makhluk hidup lainnya yang dapat
mempengaruhi kesehatan, misalnya tumbuhnya jerawat (acne), demam, digigit
binatang, dan lain-lain, yang dipersepsikan dapat mengancam konsep diri
individu.
2) Stresor fisik dapat berupa perubahan iklim, alam, suhu, cuaca, geografi, yang
meliputi letak tempat tinggal, domisili, demografi, berupa jumlah anggota dalam
keluarga, nutrisi, radiasi, kepadatan penduduk, imigrasi, kebisingan, dan lain-lain.
3) Stresor kimia, dari dalam tubuh dapat berupa serum darah dan glukosa sedangkan
dari luar tubuh dapat berupa obat, pengobatan, pemakaian alkohol, nikotin,
kafein, polusi udara, gas beracun, insektisida, pencemaran lingkungan, bahan-
bahan kosmetika, bahan-bahan pengawet, pewarna dan lain-lain.
4) Stresor sosial psikologik, yaitu labeling (penamaan) dan prasangka,
ketidakpuasan terhadap diri sendiri, kekejaman (aniaya, perkosaan), konflik
peran, percaya diri yang rendah, perubahan ekonomi, emosi yang negatif, dan
kehamilan.
Universitas Sumatera Utara
5) Stresor spiritual, yaitu adanya persepsi negatif terhadap nilai-nilai ketuhanan.
Tidak hanya stresor negatif yang menyebabkan stres, tetapi stresor positif pun
dapat menyebabkan stres, misalnya kenaikan pangkat, promosi jabatan, tumbuh
kembang, menikah, mempunyai anak, dan lain-lain, semua yang terjadi sepanjang
daur kehidupan.
2.2.3. Jenis Stres
Para ahli psikologi mendefinisikan stres dalam berbagai bentuk. Definisi
kontemporer menyebut stres dari lingkungan eksternal sebagai stresor (misalnya
masalah pekerjaan), respon terhadap stresor sebagai stres atau distres (misalnya
perasaan terhadap tekanan). Para peneliti Juga membedakan antara stres yang
merugikan dan merusak yang disebut distres, dan stres yang positif dan
menguntungkan, yang disebut eustres.
Selye (Sarafino, 1998), menyebutkan satu jenis stres sangat berbahaya dan
merugikan, disebut dengan distres. Satu jenis stres lainnya yang justru bermanfaat
atau konstruktif disebut eustres. Stres jangka pendek mungkin mempunyai akibat
yang bermanfaat, tetapi jika stres berlangsung terus-menerus akibat yang terjadi
menjadi negatif, karena akan menggangu kesehatan dan kehidupan pada umumnya
(Safaria dan Safutra, 2009).
2.2.4. Reaksi Stres
Menurut Helmi (2000, dalam Safaria dan. Safutra, 2009), ada 4 macam reaksi
stres, yaitu reaksi psikologis, fisiologis, proses berpikir, dan tingkah laku. Keempat
macam reaksi ini dalam perwujudannya dapat bersifat positif, tetapi juga dapat
Universitas Sumatera Utara
berwujud negatif reaksi yang bersifat negatif antara lain berikut ini :
(1) Reaksi psikologis, biasanya lebih dikaitkan pada aspek emosi, seperti mudah
marah, sedih ataupun mudah tersinggung.
(2) Reaksi fisiologis, biasanya muncul dalam bentuk keluhan seperti pusing, nyeri
tengkuk, tekanan darah naik, nyeri lambung, gatal-gatal di kulit, ataupun rambut
rontok.
(3) Reaksi proses berfikir (kognitif), biasanya tampak dalam gejala sulit
berkonsentrasi, mudah lupa, ataupun sulit mengambil keputusan.
(4) Reaksi perilaku, pada para remaja tampak dari perilaku-perilaku menyimpang
seperti mabuk, ngepil, frekuensi merokok meningkat, ataupun menghindar
bertemu dengan temannya.
2.2.5. Dampak Negatif Stres
Stres dapat menimbulkan dampak negatif bagi individu. Dampak bisa
merupakan gejala fisik maupun psikis dan akan menimbulkan gejala-gejala tertentu.
Reaksi stres bagi individu dapat digolongkan menjadi beberapa gejala (Rice, 1992,
dalam Safaria dan Safutra, 2009), yaitu sebagal berikut :
(1) Gejala fisiologis, berupa keluhan seperti sakit kepala, konstipasi, diare, sakit
pinggang, urat tegang pada tengkuk, tekanan darah tinggi
gangguan pencernaan, berubah selera makan, susah tidur dan kehilangan
semangat.
(2) Gejala emosional, berupa keluhan seperti gelisah, cemas, mudah marah, gugup,
takut, mudah tersinggung, sedih dan depresi.
Universitas Sumatera Utara
(3) Gejala kognitif, berupa keluhan seperti susah berkonsentrasi, keputus asaan,
mudah lupa, melamun secara berlebihan dan pikiran kacau.
(4) Gejala interpersonal, berupa sikap acuh tak acuh pada lingkungan, apatis,
agresif, minder, kehilangan kepercayaan pada orang lain, dan mudah
mempersalahkan orang lain.
(5) Gejala organisasional, berupa meningkatnya keabsenan dalam kerja/kuliah,
menurunnya produktivitas, ketegangan dengan rekan kerja, ketidakpuasan kerja
dan menurunnya dorongan untuk berpretasi.
2.2.6. Dampak Psikofisiologis dari Stres
Dampak negatif yang terjadi akibat stres dapat dijelaskan menurut teori
sindrom adaptasi umum (General Adaptation System) dari Selye. Menurut Selye
(Rice, 1992) ada 3 tahap yang disebut sebagai sindrom adaptasi umum , yaitu berikut
ini.
Tahap pertama : reaksi alarm (alarm reaction). Reaksi alarm terjadi ketika
stimulasi pertama kalinya dari stresor yang menimbulkan ketegangan yang diterima
oleh reseptor. Selama tahap ini, sistem simpatetik dan kelenjar-kelenjar tubuh mulai
mengeluarkan hormon-hormonnya untuk tujuan penciptaan energi tubuh menghadapi
tegangan. Jika ketegangan itu terus terjadi maka tubuh akan memasuki tahap
berikutnya.
Tahap kedua : resistensi (resistence). Selama tahap ini tubuh terus menerus
mengeluarkan energinya untuk bertahan dan melawan ketegangan yang ada. Hormon-
hormon stres mulai meningkat kadarnya di dalam tubuh seperti adrenalin,
Universitas Sumatera Utara
noradrenalin, dan kortisol. Semua hormon-hormon itu digunakan untuk memberi
energi pada tubuh untuk melawan ketegangan. Keadaan ini akan menyebabkan
sistem-sistem pertumbuhan dalam tubuh akan terganggu fungsinya. dan jika
ketegangan masih terus berlangsung tubuh akan masuk pada tahap akhir.
Tahap ketiga : kelelahan (exhaustion). Selama tahap ini tubuh telah kehabisan
energi untuk terus menerus melawan ketegangan-ketegangan yang ada sehingga jika
hal ini terus berlangsung akan berdampak negatif karena rusaknya sistem-sistem
pertumbuhan di dalam tubuh. Dampak tersebut antara lain timbulnya penyakit
jantung, maag, hipertensi, migrain, diabetes, dan lain sebagainya.
Beberapa dampak negatif dari stres yang berlebihan telah diteliti oleh
beberapa ahli diantaranya dapat menyebabkan serangan jantung (Haskel, 1987)
penurunan kekebalan tubuh dan peningkatan pertumbuhan tumor (Rice, 1986),
ketidak hadiran kerja dan turn over (Crampton dkk, 1995, dalam Safaria dan Safutra,
2009).
2.2.7. Klasifikasi Stres
Potter dan Perry (1998, dalam Rasmun, 2004), mengklasifikasikan stres
menjadi 3 yaitu :
(1) Stres ringan, biasanya tidak merusak aspek fisiologis, sebalikmya stres sedang
dan berat mempunyai resiko terjadinya penyakit, stres ringan umumnya
dirasakan oleh setiap orang misalnya, lupa ketiduran, kemacetan, dikritik. Situasi
seperti ini biasanya berakhir dalam beberapa menit atau beberapa jam. Situasi
seperti ini nampaknya tidak akan menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi
Universitas Sumatera Utara
terus menerus.
(2) Stres sedang, terjadi lebih lama, beberapa jam sampai beberapa hari, contohnya
kesepakatan yang belum selesai, beban kerja yang berlebih, mengharapkan
pekerjaan baru, anggota keluarga pergi dalam waktu yang lama, Situasi seperti
ini dapat bermakna bagi individu yang mempunyai faktor predisposisi suatu
penyakit koroner.
(3) Stres berat, adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa
tahun, misalnya hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan financial
dan penyakit fisik yang lama.
2.3. Stres kerja
2.3.1. Pengertian Stres Kerja
Stres kerja dapat diartikan sebagai sumber atau stresor kerja yang
menyebabkan reaksi individu berupa reaksi fisiologis, psikologis. Seperti yang telah
diungkapkan di atas, lingkungan pekerjaan berpotensi sebagai stresor kerja. Stresor
kerja merupakan segala kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu
tuntutan (Selye, dalam Widyasari, 2010).
Menurut Greenberg (2004), stress kerja merupakan kombinasi dari sumber-
sumber stress pada pekerjaan, faktor individu, dan sumber stress ekstra organisasi.
Satu alur yang menggambarkan kompleksitas dari stress kerja diperlihatkan pada
gambar 2.1 berikut :
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.1. Skema Model Stres Kerja
Universitas Sumatera Utara
2.3.2. Penyebab stres kerja
Alasan yang meyebabkan stres kerja sangat banyak, berkisar dari perubahan
ekonomi sampai ke kemajuan teknologi yang sangat cepat. Kemajuan di bidang
teknologi, yang seharusnya dapat menambah waktu luang, ternyata malah menambah
tekanan untuk berbuat lebih banyak dalam waktu yang lebih singkat. Penyebab
lainnya dapat dikelompokkan kedalam 3 kategori (Safaria dan Safutra, 2009) yaitu :
(1) Penyebab organisasional.
a. Kurangnya otonomi dan kreativitas.
b. Harapan, tenggat waktu, dan kuota yang tidak logis.
c. Relokasi pekerjaan.
d. Kurangnya pelatihan.
e. Karier yang melelahkan.
f. Hubungan dengan majikan (penyelia) yang buruk.
g. Selalu mengikuti perkembangan teknologi (mesin faks, voice mail, dan lain-
lain).
h. Downsizing, bertambahnya tanggung jawab tanpa penambahan gaji.
i. Pekerja dikorbankan (penurunan laba yang didapat).
(2) Penyebab individual.
a. Pertentangan antara karier dan tanggungjawab keluarga.
b. Ketidakpastian ekonomi.
c. Kurangnya penghargaan dan pengakuan kerja.
d. Kejenuhan, ketidakpuasan kerja, kebosanan.
Universitas Sumatera Utara
e. Perawatan anak yang tidak adekuat.
f. Konflik dengan rekan kerja.
(3) Penyebab lingkungan.
a. Buruknya kondisi lingkungan kerja (pencahayaan, kebisingan, ventilasi, suhu,
dan lain-lain).
b. Diskriminasi ras.
c. Pelecehan seksual.
d. Kekerasan di tempat kerja.
e. Kemacetan saat berangkat dan pulang kerja.
Banyak ahli mengemukakan mengenai penyebab stres kerja itu sendiri.
Soewondo 1992 (dalam Widyasari, 2010), mengadakan penelitian dengan sampel 300
karyawan swasta di Jakarta, menemukan bahwa penyebab stres kerja terdiri atas 4
(empat) hal utama, yakni:
(1) Kondisi clan situasi pekerjaan
(2) Pekerjaannya
(3) Job requirement seperti status pekerjaan dan karir yang tidak jelas
(4) Hubungan interpersonal
Luthans (1992, dalam Widyasari, 2010), menyebutkan bahwa penyebab stres
(stresor) terdiri atas empat hal utama, yakni:
(1). Extra organizational stresors, yang terdiri dari perubahan sosial dan teknologi,
keluarga, relokasi, keadaan ekonomi dan keuangan, ras dan kelas, dan keadaan
komunitas/tempat tinggal.
Universitas Sumatera Utara
(2). Organizational stresors, yang terdiri dari kebijakan organisasi, struktur
organisasi, keadaan fisik dalam organisasi, dan proses yang terjadi dalam
organisasi.
(3). Group stresors, yang terdiri dari kurangnya kebersamaan dalam grup, kurangnya
dukungan sosial, serta adanya konflik intraindividu, interpersonal, dan intergrup.
(4). Individual stresors, yang terdiri dari terjadinya konflik dan ketidakjelasan peran,
serta disposisi individu seperti pola Tipe A, kontrol personal, learned
helplessness, sel-efficacy, dan daya tahan psikologis.
Sedangkan Cooper dan Davidson (1991, dalam Widyasari, 2010) membagi
penyebab stres dalam pekerjaan menjadi dua, yakni:
(1). Group stresor, adalah penyebab stres yang berasal dari situasi maupun keadaan
di dalam perusahaan, misalnya kurangnya kerjasama antara karyawan, konflik
antara individu dalam suatu kelompok, maupun kurangnya dukungan sosial dari
sesama karyawan di dalam perusahaan.
(2). Individual stresor, adalah penyebab stres yang berasal dari dalam diri individu,
misalnya tipe kepribadian seseorang, kontrol personal dan tingkat kepasrahan
seseorang, persepsi terhadap diri sendiri, tingkat ketabahan dalam menghadapi
konflik peran serta ketidakjelasan peran.
Cooper (dalam Widyasari, 2010), memberikan daftar lengkap stresor dari
sumber pekerjaan yang tertera pada tabel berikut :
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2. Stresor dari Sumber Pekerjaan
Stresor dari Stres Kerja
Faktor yang Memengaruhi (Hal-hal yang Mungkin Terjadi
di Lapangan)
Konsekuensi Konsisi yang Mungkin Muncul
Kondisi pekerjaan
• Beban kerja berlebihan secara. kuantitatif.
• Beban kerja berlebihan secara kualitatif
• Assembly-line hysteria • Keputusan yang'dibuat oleh
seseorang • Bahaya fisik • Jadwal. Bekerja • Technostres
• Kelelahan mental dan/atau fisik • Kelelahan yang amat sangat
dalam bekerja (burnout) • Meningkatkan kesensitivan dan
ketegangan
Stres karena peran
• Ketidakjelasan peran • Adanya bias dalam
membedakan gender dan stereotype peran gender
• Pelecehan seksual
• Meningkatnya kecemasan dan ketegangan
• Menurunnya prestasi pekerjaan
Faktor interpersonal
• Hasil kerja dan sistem dukungan sosial yang buruk
• Persaingan politik, kecemburuan dan kemarahan
• Kurangnya perhatian manajemen terhadap karyawan
• Meningkatnya ketegangan • Meningkatnya tekanan darah • Ketidakpuasan kerja
Perkembangan karir
• Promosi ke jabatan yang lebih rendah dari kemampuannya
• Promosi ke jabatan yang lebih tinggi dari kemampuannya
• Keamanan pekerjaannya • Ambisi yang berlebihan
sehingga mengakibatkan frustasi
• Menurunnya produktivitas • Kehilangan rasa percaya diri • Meningkatkan kesensitifan
dan ketegangan • Ketidakpuasan kerja
Struktur Organisasi
• Struktur yang kaku dan tidak bersahabat
• Pertempuran politik • Pengawasan dan pelatihan
yang tidak seimbang • Ketidakterlibatan dalam
membuat keputusan
• Menurunnya motivasi dan produktivitas
• Ketidakpuasan kerja
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2.2 (Lanjutan)
Tampilan rumah-pekerjaan
• Mencampurkan masalah pekerjaan dengan masalah pribadi
• Kurangnya dukungan dari pasangan hidup
• Konflik pernikahan • Stres karena memiliki dua
pekerjaan
• Meningkatnya konflik dan kelelahan mental
• Menurunnya motivasi dan produktivitas
• Meningkatnya konflik pernikahan
2.3.3. Dampak Stres Kerja
Pada urnumnya stres kerja lebih banyak merugikan diri karyawan maupun
perusahaan. Pada diri karyawan, konsekuensi tersebut dapat berupa menurunnya
gairah kerja, kecemasan yang tinggi, frustrasi dan sebagainya (Rice, 1999).
Konsekuensi pada karyawan ini tidak hanya berhubungan dengan aktivitas kerja saja,
tetapi dapat meluas ke aktivitas lain di luar pekerjaan. Seperti tidak dapat tidur
dengan tenang, selera makan berkurang, kurang mampu berkonsentrasi, dan
sebagainya. Sedangkan Arnold (1986), menyebutkan bahwa ada empat konsekuensi
yang dapat terjadi akibat stres kerja yang dialami oleh individu, yaitu terganggunya
kesehatan fisik, kesehatan psikologis, performance, serta mempengaruhi individu
dalam pengambilan keputusan (Widyasari, 2010). Penelitian yang dilakukan Halim
(1986), di Jakarta dengan menggunakan 76 sampel manager dan mandor di
perusahaan swasta menunjukkan bahwa efek stres yang mereka rasakan ada dua. Dua
hal tersebut adalah:
Universitas Sumatera Utara
1. Efek pada fisiologis mereka, seperti : Jantung berdegup kencang, denyut jantung
meningkat, bibir kering, berkeringat, mual.
2. Efek pada psikologis mereka, dimana mereka merasa tegang, cemas. tidak bisa
berkonsentrasi, ingin pergi ke kamar mandi, ingin meninggalkan situasi stres.
2.3.4. Gejala Stres Kerja
Terry Beehr dan John Newman (dalam Widyasari, 2010), mengkaji ulang
beberapa kasus stres pekerjaan dan menyimpulkan tiga gejala dari stres pada
individu, yaitu:
1. Gejala psikologis
Berikut ini adalah gejala-gejala psikologis yang sering ditemui pada hasil
penelitian mengenai stres pekerjaan :
a. Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah tersingmmg
b. Perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam (kebencian)
c. Sensitif dan hyperreactivity
d. Memendam perasaan, penarikan diri, dan depresi
e. Komunikasi yang tidak efektif
f. Perasaan terkucil dan terasing
g. Kebosanan dan ketidakpuasan kerja
h. Kelelahan mental, penurunan fungsi intelektual, dan kehilangan konsentrasi
i. Kehilangan spontanitas dan kreativitas
j. Menurunnya rasa percaya diri
Universitas Sumatera Utara
2. Gejala fisiologis
Gejala-gejala fisiologis yang utama dari stres kerja adalah :
a. Meningkatnya denyut jantung, tekanan darah, dan kecenderungan mengalami
penyakit kardiovaskular
b. Meningkatnya sekresi dari hormon stres (contoh: adrenalin dan noradrenalin)
c. Gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan lambung)
d. Meningkatnya frekuensi dari luka fisik dan kecelakaan
e. Kelelahan secara fisik dan kemungkinan mengalami sindrom kelelahan yang
kronis (chronic fatigue syndrome)
f. Gangguan pernapasan, termasuk gangguan dari kondisi yang ada
g. Gangguan pada kulit
h. Sakit kepala, sakit pada punggung bagian bawah, ketegangan otot
i. Gangguan tidur
j. Rusaknya fungsi imun tubuh, termasuk risiko tinggi kemungkinan terkena
kanker
3. Gejala sosial
Gejala-gejala sosial yang utama dari stres kerja adalah:
a. Menunda, menghindari pekerjaan, dan absen dari pekerjaan
b. Menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas
c. Meningkatnya penggunaan minuman keras dan obat-obatan
d. Perilaku sabotase dalam pekerjaan
e. Perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan) sebagai pelampiasan,
Universitas Sumatera Utara
mengarah ke obesitas
f. Perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri
dan kehilangan berat badan secara tiba-tiba, kemungkinan berkombinasi
dengan tanda-tanda depresi
g. Meningkatnya kecenderungan berperilaku beresiko tinggi, seperti menyetir
dengan tidak hati-hati dan berjudi
h. Meningkatnya agresivitas, vandalisme, dan kriminalitas
i. Menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman
j. Kecenderungan untuk melakukan bunuh diri
2.4. Perawat
2.4.1. Definisi Perawat
Ellis dan Hartley (1984) dalam Gaffar (1999), menjelaskan pengertian dasar,
seorang perawat yaitu seseorang yang berperan dalam merawat atau memelihara,
membantu dan melindungi seseorang karena sakit, cedera dan proses penuaan.
Di Indonesia, keperawatan sebagai profesi dirumuskan melalui Lokakarya
Nasional Keperawatan, 1983. Keperawatan didefinisikan suatu bentuk pelayanan
professional sebagai bagian integral pelayanan kesehatan berdasarkan ilmu dan kiat
keperawatan meliputi aspek biologi, psikologi, sosial, dan spiritual yang bersifat
komprehensif, ditujukan kepada individu, keluarga dan masyarakat yang sehat
maupun sakit mencakup siklus hidup manusia untuk mencapai derajat kesehatan
optimal (Gaffar, 1999).
Universitas Sumatera Utara
2.4.2. Peran Perawat
Peran perawat menurut konsorsium ilmu kesehatan tahun 1989 terdiri peran
sebagai pemberi asuhan keperawatan, advokat, pasien, pendidik, koordinator,
kolaborator, konsultan dan pembaharu (Hidayat, 2004).
a. Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan
Peran sebagai pemberi asuhan keperawatan dapat dilakukan perawat
dengan memperhatikan kebutuhan dasar manusia yang dibutuhkan melalui
pemberian pelayanan keperawatan dengan menggunakan proses keperawatan
sehingga dapat ditentukan diagnosis keperawatan agar bisa direncanakan dan
dilaksanakan tindakan yang tepat sesuai dengan tingkat kebutuhan dasar manusia,
kemudian dapat dievaluasi tingkat perkembangannya. Pemberian asuhan
keperawatan ini dilakukan dari yang sederhana sampai dengan yang kompleks.
b. Peran sebagai advokat klien
Peran ini dilakukan perawat dalam membantu klien dan keluarga, dalam
menginterpretasikan berbagai informasi dari pemberi pelayanan atau informasi
lain khususnya dalam pengambilan persetujuan atas tindakan keperawatan yang,
diberikan kepada pasien, juga dapat berperan mempertahankan dan melindungi
hak-hak pasien yang meliputi hak atas pelayanan sebaik-baiknya hak atas
informasi tentang penyakitnya, hak atas privasi, hak untuk menentukan nasibnya
sendiri dan hak untuk menerima ganti rugi akibat kelalaian.
Universitas Sumatera Utara
c. Peran edukator
Peran ini dilakukan dengan membantu klien dalam meningkatkan tingkat
pengetahuan kesehatan, gejala penyakit bahkan tindakan yang diberikan, sehingga
terjadi perubahan perilaku dari klien setelah dilakukan pendidikan kesehatan.
d. Peran koordinator
Peran ini dilaksanakan dengan mengarahkan, merencanakan serta
mengorganisasi pelayanan kesehatan dari tim kesehatan sehingga pemberian
pelayanan kesehatan dapat terarah serta sesuai dengan kebutuhan klien.
e. Peran kolaborator
Peran perawat disini dilakukan karena perawat bekerja melalui tim
kesehatan yang terdiri dari dokter, fisioterapis, ahli gizi dan lain-lain dengan
berupaya mengidentifikasi pelayanan keperawatan yang diperlukan termasuk
diskusi atau tukar pendapat dalam penentuan bentuk pelayanan selanjutnya.
f. Peran konsultan
Peran disini adalah sebagai tempat konsultasi terhadap masalah atau
tindakan keperawatan yang tepat untuk diberikan. Peran ini dilakukan atas
permintaan klien terhadap informasi tentang tujuan pelayanan keperawatan yang
diberikan.
g. Peran pembaharu.
Peran sebagai pembaharu dapat dilakukan dengan mengadakan
perencanaan, kerjasama, perubahan yang sistematis dan terarah sesuai dengan
metode pemberian layanan keperawatan.
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Fungsi Perawat
Dalam menjalankan perannya, perawat (Hidayat, 2004) akan melaksanakan
berbagai fungsi diantaranya :
a. Fungsi independen
Merupakan fungsi mandiri dan tidak tergantung pada orang lain, dimana
perawat dalam melaksanakan tugasnya dilakukan secara sendiri dengan keputusan
sendiri dalam melakukan tindakan dalam rangka memenuhi kebutuhan dasar
manusia seperti pemenuhan kebutuhan fisiologis, pemenuhan keamanan dan
kenyamanan, pemenuhan kebutuhan cinta mencintai, pemenuhan kebutuhan harga
diri dan aktualisasi diri.
b. Fungsi dependen.
Merupakan fungsi perawat dalam melaksanakan kegiatannya atas pesan
atau instruksi perawat lain. Sehingga sebagai tindakan pelimpahan tugas yang
diberikan. Hal ini biasanya dilakukan oleh perawat spesialis kepada perawat
umum, atau dari perawat primer ke perawat pelaksana.
c. Fungsi interdependen.
Fungsi ini dilakukan dalam kelompok tim yang bersifat saling
ketergantungan diantara tim satu dengan lainnya. Fungsi ini dapat terjadi apabila
bentuk pelayanan membutuhkan kerjasama tim dalam pemberian pelayanan
seperti dalam memberikan asuhan keperawatan pada penderita yang mempunyai
penyakit kompleks. Keadaan ini tidak dapat diatasi dengan tim perawat saja
melainkan juga dari dokter atau lainnya.
Universitas Sumatera Utara
2.5. Masa Bekerja
Durasi masa bekerja yang lama juga akan membentuk pola kerja yang efektif,
karena berbagai kendala yang muncul akan dapat dikendalikan berdasarkan
pengalamnya. Sehingga karyawan yang berpengalaman akan dapat menyelesaikan
tugas yang sebaiknya. Menurut Nitisemito (2006), senioritas atau sering disebut
dengan istilah “length of service” atau masa bekerja adalah lamanya seorang
karyawan menyumbangkan tenaganya pada perusahaan tertentu. Sejauh mana tenaga
kerja dapat mencapai hasil yang memuaskan dalam bekerja tergantung dari
kemampuan, kecakapan dan ketrampilan tertentu agar dapat melaksanakan
pekerjaanyan dengan baik. Masa bekerja merupakan hasil penyerapan dari berbagai
aktivitas manusia, sehingga mampu menumbuhkan keterampilan yang muncul secara
otomatis dalam tindakan yang dilakukan karyawan dalam menyelesaikan pekerjaan.
Masa bekerja seseorang berkaitan dengan pengalaman kerjanya. Karyawan yang telah
lama bekerja pada perusahaan tertentu telah mempunyai berbagai pengalaman yang
berkaitan dengan bidangnya masing-masing, dalam pelaksanakan kerja sehari-harinya
karyawan menerima berbagai input mengenai pelaksanaan kerja dan berusaha untuk
memecahkan berbagai persoalan yang timbul, sehingga dalam segala hal kehidupan
karyawan menerima informasi atau sebagai pelaku segala kegiatan yang mereka
lakukan.
Universitas Sumatera Utara
2.6. Pendidikan Perawat
Tingkat pendidikan formal yang semakin tinggi berakibat pada peningkatan
harapan dalam hal karir dan perolehan pekerjaan dan penghasilan. Akan tetapi di sisi
lain, lapangan kerja yang tersedia tidak selalu sesuai dengan tingkat dan jenis
pengetahuan serta keterampilan yang dimiliki oleh para pencari kerja tersebut
(Ellitan, 2003).
Menurut Arfida (2003), terdapat dua konsekuensi yang dihadapi oleh
organisasi pengguna tenaga kerja, yaitu :
a. Menyelenggarakan pelatihan secara intensif dan terprogram agar para pegawai
memiliki pengetahuan dan keterampilan yang diperlukan.
b. Menawarkan pekerjaan yang sebenarnya memerlukan pengetahuan dan
keterampilan yang lebih rendah dari yang dimiliki oleh para pekerja berkat
pendidikan formal yang pernah ditempuhnya apabila diterima oleh pekerja yang
bersangkutan berarti tingkat imbalan yang diperoleh lebih rendah dari yang semula
diharapkan.
Konfigurasi ketenagakerjaan menuntut kesiapan dan kesediaan manajemen
melakukan perubahan, bukan hanya dalam bentuk berbagai kebijaksanaan
manajemen SDM, tetapi juga menyangkut kultur organisasi, etos kerja dan persepsi
tentang pengakuan terhadap harkat dan martabat manusia. Seiring dengan
meningkatkan persaingan global maka tersedianya sumber daya manusia berkualitas
berpengaruh terhadap hubungan teknologi dan kinerja (Ellitan, 2003).
Universitas Sumatera Utara
Salah satu faktor yang dapat meingkatkan produktifitas atau kinerja perawat
adalah pendidikan formal perawat. Pendidikan memberikan pengetahuan bukan saja
yang langsung dengan pelaksanaan tugas, tetapi juga landasan untuk
mengembangkan diri serta kemampuan memanfaatkan semua sarana yang ada di
sekitar kita untuk kelancaran tugas, semakin tinggi pendidikan semakin tinggi pula
produktivitas kerja (Arfida, 2003).
Menurut Grossman (1999), pendidikan merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia yang diperlukan untuk pengembangan diri. Semakin tinggi tingkat
pendidikan, semakin mudah mereka menerima serta mengembangkan pengetahuan
dan teknologi, sehingga akan meningkatkan produktivitas yang pada akhirnya akan
meningkatkan kesejahteraan keluarga. Agar perawat termotivasi untuk meningkatkan
kinerjanya, sebaiknya instansi pelayanan kesehatan menggunakan keterampilan
sebagai dasar perhitungan kompensasi. Kepada perawat juga perlu dijelaskan bahwa
kompensasi yang diberikan, dihitung berdasarkan keterampilan dan kemampuannya
menyelesaikan tugas yang dibebankan kepada perawat. Misalnya perawat yang
mampu menggunakan komputer dengan terampil, dinilai lebih dari perawat yang
hanya mampu mengoperasikan mesin ketik manual.
2.7. Landasan Teori
Dalam bekerja hampir setiap orang mempunyai stres yang berkaitan dengan
pekerjaan mereka. Menurut Beer dan Newman (dalam Luthans, 1998), stres kerja
adalah suatu kondisi yang muncul akibat interaksi antara individu dengan pekerjaan
Universitas Sumatera Utara
mereka, dimana terdapat ketidaksesuaian karakteristik dan perubahan-perubahan
yang tidak jelas yang terjadi dalam perusahaan. Stres kerja menurut Kahn, dkk
(dalam Cooper, 2003), merupakan suatu proses yang kompleks, bervariasi, dan
dinamis dimana stressor, pandangan tentang stres itu sendiri, respon singkat, dampak
kesehatan, dan variabel- variabelnya saling berkaitan.
Selye (dalam Rice, 1992), menyatakan bahwa stres kerja dapat diartikan
sebagai sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa gejala
pada fisiologis, psikologis, dan perilaku. Terry B dan John N menyatakan gejala stres
kerja dapat dibagi dalam 3 aspek yaitu gejala psikologis seperti : hipersensitif emosi
dan hiperaktif, merasa frustasi, marah, dan kebencian, cemas, tegang, kebingungan
dan sensitive, merasa tertindas, berkurangnya efektifitas berkomunikasi, menarik diri
dan depresi, merasa terisolasi dan terasing, kebosanan dan ketidakpuasan kerja,
kelelahan mental dan penurunan fungsi intelektual, kehilangan konsentrasi,
kehilangan spontanitas dan kreatifitas, menurunnya self-esteem. Sedang gejala
fisiologis seperti: meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, meningkatnya
sekresi adrenalin dan nonadrenalin, gangguan gastrointestinal (misalnya gangguan
lambung), mudah terluka, mudah lelah secara fisik, kematian, gangguan
kardiovaskuler, gangguan pernafasan, lebih sering berkeringat, gangguan pada kulit,
kepala pusing, migrain, kanker, ketegangan otot, problem tidur (sulit tidur, terlalu
banyak tidur). Serta gejala perilaku seperti : Menunda atau menghindari pekerjaan
atau tugas, meningkatnya penggunaan minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase,
meningkatnya frekuensi absensi, perilaku makan yang tidak normal (kebanyakan
Universitas Sumatera Utara
atau kekurangan), kehilangan nafsu makan dan penurunan drastis berat badan,
meningkatnya kecenderungan perilaku beresiko tinggi seperti berjudi, kecenderungan
bunuh diri, meningkatnya agresifitas, kriminalitas dan mencuri, penurunan kualitas
hubungan interpersonal dengan keluarga dan teman, serta penurunan prestasi dan
produktivitas.
Banyak hal yang dapat menyebabkan pegawai mengalami stres kerja, seperti
yang dikatakan oleh (Rice, 1992), ada beberapa hal yang dapat menyebabkan stres
kerja, salah satunya adalah kondisi kerja, seperti people decisions, kondisi fisik yang
berbahaya, pembagian waktu kerja, kemajuan teknologi (technostres), beban kerja
yang kurang (work underload) dan beban kerja yang berlebihan (work overload).
Seringkali beban kerja yang berlebihan (work overload) diakibatkan oleh pegawai
sendiri yang selalu menunda dan tidak dapat mengatur jadwal dalam menyelesaikan
tugasnya, namun terkadang pegawai menunda mengerjakan tugasnya diakibatkan
karena pekerjaan yang terlalu mudah ataupun sedikit Pada umumnya pegawai yang
memiliki beban kerja yang tinggi cenderung menimbulkan stres kerja, hal ini juga
dipengaruhi oleh masa bekerja dan faktor internal pegawai (Buchari, 2007).
2.8. Kerangka Konsep Penelitian
Gambar 2.2. Kerangka Konsep Penelitian
Stres Kerja
- Tingkat Pendidikan - Masa Bekerja - Beban Kerja
Universitas Sumatera Utara
Kerangka konsep di atas menjelaskan tentang Pengaruh Tingkat Pendidikan,
Masa Bekerja dan Beban Kerja terhadap Tingkat Stres Kerja Perawat di Rumah Sakit
Jiwa Pemerintah Aceh. Beban kerja akan dikategorikan menjadi 3 yaitu beban kerja
ringan, sedang dan berat, sedangkan stres akan dikategorikan menjadi stres fisik,
psikologis, dan sosial.
Universitas Sumatera Utara