17
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 Definisi Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara sebagian ataupun keseluruhan untuk mendengarkan suara pada salah satu maupun kedua telinga (Susanto, 2010). Definisi lain mengatakan bahwa, gangguan pendengaran merupakan penurunan persepsi kekerasan suara dan atau disertai ketidakjelasan dalam berkata-kata. Unit kuantitatif yang digunakan untuk mengukur kekerasan suatu suara adalah desibel. Pada orang-orang normal, ambang batas (treshold) pendengaran adalah 0-10 desibel. Pada orang-orang dengan gangguan pendengaran, didapati peningkatan ambang batas pendengaran disertai dengan terganggunya proses persepsi suara dan proses pencapaian pengertian dari suatu percakapan (Turner dan Per-Lee, 1990). 2.1.2 Klasifikasi Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu: a. Tuli konduktif Tuli konduktif dapat terjadi apabila terdapat lesi pada telinga luar maupun telinga tengah yang dapat menyebabkan gangguan penghantaran / konduksi gelombang suara untuk menggetarkan gendang telinga / membran timpani (Muhaimeed, dkk, 2002). Beberapa contoh kelainan pada telinga luar yang dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta, serta osteoma liang telinga. Sedangkan, contoh-contoh kelainan pada telinga tengah yang mampu menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah tuba katar / sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis, Universitas Sumatera Utara

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Gangguan Pendengaran

2.1.1 Definisi

Gangguan pendengaran adalah ketidakmampuan secara sebagian ataupun

keseluruhan untuk mendengarkan suara pada salah satu maupun kedua telinga

(Susanto, 2010). Definisi lain mengatakan bahwa, gangguan pendengaran

merupakan penurunan persepsi kekerasan suara dan atau disertai ketidakjelasan

dalam berkata-kata. Unit kuantitatif yang digunakan untuk mengukur kekerasan

suatu suara adalah desibel. Pada orang-orang normal, ambang batas (treshold)

pendengaran adalah 0-10 desibel. Pada orang-orang dengan gangguan

pendengaran, didapati peningkatan ambang batas pendengaran disertai dengan

terganggunya proses persepsi suara dan proses pencapaian pengertian dari suatu

percakapan (Turner dan Per-Lee, 1990).

2.1.2 Klasifikasi

Gangguan pendengaran secara umum dapat dibagi menjadi tiga jenis,

yaitu:

a. Tuli konduktif

Tuli konduktif dapat terjadi apabila terdapat lesi pada telinga luar

maupun telinga tengah yang dapat menyebabkan gangguan penghantaran /

konduksi gelombang suara untuk menggetarkan gendang telinga /

membran timpani (Muhaimeed, dkk, 2002). Beberapa contoh kelainan

pada telinga luar yang dapat menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah

atresia liang telinga, sumbatan oleh serumen, otitis eksterna sirkumskripta,

serta osteoma liang telinga. Sedangkan, contoh-contoh kelainan pada

telinga tengah yang mampu menyebabkan terjadinya tuli konduktif adalah

tuba katar / sumbatan tuba eustachius, otitis media, otosklerosis,

Universitas Sumatera Utara

Page 2: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

timpanosklerosis, hemotimpanum, serta dislokasi tulang-tulang

pendengaran (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).

Menurut penelitian, tuli konduktif banyak dijumpai pada orang-

orang suku Aborigin di Australia. Tuli konduktif pada anak-anak suku

Aborigin paling banyak disebabkan oleh infeksi telinga. Tuli konduktif

pada orang dewasa suku Aborigin biasanya merupakan kelanjutan /

sequelae dari infeksi telinga pada masa anak-anak yang tidak diatasi

dengan baik. Akibat dari banyaknya kejadian tuli konduktif pada suku ini,

akhirnya menyebabkan timbulnya budaya “absence and avoidance”

(Howard, 2007).

b. Tuli sensorineural

Menurut Centers for Disease Control and Prevention (CDC)

(2011), tuli sensorineural merupakan gangguan pendengaran yang terjadi

sebagai akibat adanya gangguan pada sepanjang telinga bagian dalam

ataupun gangguan pada fungsi saraf pendengaran. Tuli sensorineural dapat

dibagi menjadi tuli sensorineural koklea dan tuli sensorineural retrokoklea.

Tuli sensorineural koklea dapat disebabkan oleh terjadinya aplasia

yang biasanya kongenital, labirinitis yang dapat disebabkan oleh bakteri

maupun virus, intoksikasi obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin,

garamisin, neomisin, kina, asetosal ataupun alkohol. Selain penyakit-

penyakit di atas, tuli sensorineural koklea dapat juga terjadi diakibatkan

oleh tuli mendadak (sudden deafness), trauma kapitis, trauma akustik,

serta pajanan bising yang berlama-lama. Tuli sensorineural retrokoklea

biasanya disebabkan oleh neuroma akustik, tumor sudut pons serebelum,

mieloma multipel, cedera otak, perdarahan otak, serta kelainan pada otak

lainnya (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 3: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising yang

berlama-lama, serta usia lanjut akan menyebabkan terjadinya gangguan

dalam menerima nada tinggi pada bagian basal koklea. Gangguan

pendengaran yang disebabkan oleh pajanan bising yang berlama-lama

disebut juga dengan noise-induced hearing loss (NIHL). Sedangkan,

gangguan pendengaran yang disebabkan oleh proses penuaan pada usia

lanjut dapat disebut dengan presbikusis (Soetirto, Hendarmin, dan

Bashiruddin, 2007).

Kedua jenis tuli sensorineural baik koklea maupun retrokoklea

dapat dibedakan dari pemeriksaan audiometri khusus. Tuli sensorineural

retrokoklea cenderung lebih mengancam jiwa bila dibandingkan dengan

tuli sensorineural koklea. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena tuli

sensorineural retrokoklea paling sering dicetuskan oleh adanya trauma

ataupun kelainan pada otak. Namun, tuli sensorineural yang paling sering

ditemukan pada orang dewasa diatas 40 tahun merupakan tuli

sensorineural jenis koklea (Turner dan Per-Lee, 1990).

c. Tuli Campuran

Gangguan jenis ini merupakan kombinasi dari gangguan pendengaran

jenis konduktif dan gangguan pendengaran jenis sensorineural. Mula-mula

gangguan pendengaran jenis ini adalah jenis hantaran (misalnya

otesklerosis), kemudian berkembang lebih lanjut menjadi gangguan

sensorineural. Dapat pula sebaliknya, mula-mula gangguan pendengaran

jenis sensorineural, lalu kemudian disertai dengan gangguan hantaran

(misalnya presbikusis), kemudian terkena infeksi otitis media . Kedua

gangguan tersebut dapat terjadi bersama-sama. Misalnya trauma kepala

yang berat sekaligus mengenai telinga tengah dan telinga dalam (Soetirto,

Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007)

Klasifikasi gangguan pendengaran menurut waktu kejadiannya dapat

dibagi pula menjadi dua jenis, yaitu:

a. Prelingual

Universitas Sumatera Utara

Page 4: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

Gangguan pendengaran prelingual biasanya timbul sebelum

terjadinya proses perkembangan kemampuan berbahasa pada seseorang.

Seluruh gangguan pendengaran yang bersifat kongenital biasanya masuk

ke dalam gangguan pendengaran prelingual (Smith, dkk, 2014). Menurut

Shemesh (2010), orang-orang dengan gangguan pendengaran prelingual

biasanya lebih terbatas secara fungsional bila dibandingkan dengan orang-

orang dengan gangguan pendengaran yang telah melalui proses berbahasa.

b. Postlingual

Gangguan pendengaran postlingual terjadi setelah berkembangnya

kemampuan berbahasa pada seseorang. Biasanya terjadi setelah berusia 6

tahun. Gangguan pendengaran postlingual jauh lebih jarang terjadi bila

dibandingkan dengan gangguan pendengaran prelingual. Biasanya

gangguan pendengaran postlingual yang terjadi secara tiba-tiba disebabkan

oleh meningitis ataupun penggunaan obat-obat ototoksik seperti

gentamisin (Smith, dkk, 2014).

Terlepas dari jenis serta onset kejadian gangguan pendengaran, American

National Standards Institute membagi gangguan pendengaran berdasarkan

ambang batas pendengaran seseorang, seperti berikut (Shah, 2013):

a. Slight hearing loss : 16-25 dB

b. Mild hearing loss : 26-40 dB

c. Moderate hearing loss : 41-55 dB

d. Moderately Severe hearing loss : 56-70 dB

e. Severe hearing loss : 71-90 dB

f. Profound : lebih dari 90 dB

Universitas Sumatera Utara

Page 5: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

2.2 Lansia

2.2.1 Definisi

Menurut undang-undang No.13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia,

dituliskan bahwa lansia merupakan seseorang dengan usia di atas 60 tahun.

Dalam menentukan batasan penduduk lanjut usia, terdapat tiga aspek yang harus

diperhatikan, yaitu: aspek biologi, ekonomi, dan sosial (BKKBN, 1998 dalam

Zulsita, 2011).

Dari aspek biologis, penduduk usia lanjut adalah penduduk yang

mengalami proses penuaan yang ditandai dengan menurunnya berbagai fungsi

fisiologis tubuh. Hal ini dapat terjadi sebagai akibat adanya perubahan dalam

struktur serta fungsi dari sel, jaringan serta organ. Dari aspek ekonomi, lansia

seringkali dipandang sebagai beban bagi keluarga dan juga masyarakat. Banyak

yang beranggapan bahwa kehidupan masa tua tidak lagi memberikan manfaat

yang berarti. Bila dipandang dari aspek sosial, penduduk lanjut usia merupakan

suatu kelompok sosial tersendiri. Di negara Barat, para lansia menduduki

tingkatan sosial di bawah kaum muda. Hal ini diakibatkan oleh menurunnya

pengaruh para lansia dalam proses pengambilan keputusan. Lain halnya dengan

negara Barat, di Indonesia tingkatan sosial para lansia menduduk tingkatan

tertinggi. Sehingga para lansia harus dihormati oleh semua orang yang lebih muda

(Zulsita, 2011).

2.2.2 Konsep Menua

Menua adalah proses perubahan seseorang yang pada awalnya merupakan

seorang dewasa sehat menjadi seseorang yang lebih rentan / frail yang disertai

dengan penurunan sebagian besar sistem fisiologis yang mendorong kepada

peningkatan kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian (Setiati,

Harimurti, dan Roosheroe, 2006 dalam Zulsita, 2011).

Terdapat dua macam penuaan, antara lain penuaan primer dan penuaan

sekunder. Penuaan primer merupakan proses kemunduran tubuh secara gradual

Universitas Sumatera Utara

Page 6: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

yang tidak dapat dihindari. Penuaan ini dimulai dari masa awal kehidupan dan

terus berlangsung selama bertahun-tahun. Sedangkan, penuaan sekunder

merupakan proses penuaan yang disebabkan oleh penyakit, kesalahan, ataupun

penyalahgunaan faktor-faktor / bahan-bahan yang sebenarnya dapat dihindari

(Papalia, Olds, dan Feldman, 2005 dalam Zulsita, 2011).

2.2.3 Aspek Biologi Penuaan

Dari aspek biologi, para lansia akan mengalami perubahan-perubahan fisik

selama proses kehidupannya. Perubahan-perubahan yang terjadi dapat berupa

perubahan sel, sistem persarafan, sistem pendengaran, sistem penglihatan, sistem

kardiovaskuler, sistem pengatur suhu tubuh, sistem pernafasan, sistem

pencernaan, sistem perkemihan, sistem endokrin, sistem muskuloskeletal, dan

juga perubahan-perubahan mental yang berkaitan dengan perubahan ingatan

(memori) (Watson, 2003 dalam Zulsita, 2011). Berdasarkan perbandingan yang

diamati secara potong lintang antar kelompok usia yang berbeda, sebagian besar

fungsi organ akan mengalami penurunan sekitar 1% pertahun, yang dimulai dari

usia 30 tahun (Zulsita, 2011).

Terdapat beberapa teori yang mendukung tentang proses penuaan, salah

satunya adalah teori “radikal bebas”. Teori “radikal bebas” diperkenalkan pertama

kali pada tahun 1956. Teori ini menyatakan bahwa produk dari hasil metabolisme

oksidatif yang sangat reaktif, radikal bebas, dapat berreaksi dengan berbagai

komponen penting pada seluler. Radikal bebas dapat berreaksi dengan protein,

DNA, dan lipid di seluler yang menyebabkan terganggunya fungsi sel lain

(Setiati, Harimurti, dan Roosheroe, 2006 dalam Zulsita, 2011).

2.3 Gangguan Pendengaran pada Lansia

Gangguan pendengaran pada lansia sering juga disebut dengan

presbikusis. Presbikusis merupakan gangguan pendengaran sensorineural yang

terjadi pada orang-orang usia lanjut. Gangguan pendengaran ini ditandai dengan

hilangnya kemampuan telinga dalam mendengar suara-suara berfrekuensi tinggi

Universitas Sumatera Utara

Page 7: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

yang biasanya terjadi secara bilateral / mengenai kedua buah telinga. Presbikusis

menjadi masalah penting di lingkungan sosial. Akibat dari gangguan ini, biasanya

para lansia memutuskan untuk mengurangi penggunaan telepon yang akhirnya

menyebabkan menurunkan kemampuan bersosialisasi dengan orang lain serta

semakin menurunkan fungsi pengindraan (Roland, 2014).

2.3.1 Epidemiologi

Kejadian presbikusis di seluruh dunia semakin meningkat setiap tahunnya.

Kejadian ini mungkin saja berhubungan dengan semakin meningkatnya jumlah

penduduk di dunia. Di Amerika, diperkirakan sekitar 25-30% orang-orang dengan

rentang usia 65-74 tahun mengalami gangguan pendengaran. Selanjutnya,

kejadian gangguan pendengaran ini meningkat sampai 40-45% pada orang-orang

yang berusia lebih dari 75 tahun (Roland, 2014). Penelitian yang dilakukan di

Brazil didapati prevalensi prebikusis adalah sekitar 36,1% (Sousa, dkk, 2009). Di

Arab Saudi, ditemukan prevalensi kejadian prebikusis pada subjek penelitian yang

berusia 46-50 tahun adalah sekitar 10,17%, dan meningkat menjadi 38,3% pada

subjek penelitian dengan rentang usia 71-75 tahun (Al-Ruwali dan Hagr, 2010).

Selanjutnya, penelitian yang dilakukan di Korea yang tepatnya berlokasi di Seoul,

provinsi Kyunggi dan Kangwon, menunjukkan bahwa kejadian presbikusis pada

orang-orang berusia 65 tahun ke atas adalah sekitar 43,4% (Hee-Nam, dkk, 2000).

Jumlah penduduk di Indonesia yang berusia lebih dari 60 tahun pada tahun 2005

adalah sekitar 19,9 juta orang dengan prevalensi presbikusis sebesar 8,48%.

Diperkirakan penderita presbikusis di Indonesia pada tahun 2025 akan mengalami

peningkatan mencapai 4 kali lipat dari sebelumnya (Soesilorini, 2011).

2.3.2 Faktor Risiko dan Etiologi

Terdapat beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya

presbikusis, yaitu : usia, jenis kelamin laki-laki, diabetes melitus, serta gangguan

pendengaran yang diturunkan. Faktor risiko lain yang juga disebut-sebut dapat

menyebabkan presbikusis adalah penyakit-penyakit jantung, merokok, serta

konsumsi alkohol (Sousa, dkk, 2009).

Universitas Sumatera Utara

Page 8: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

Walaupun penyebab pasti presbikusis masih belum diketahui secara pasti,

namun telah diterima secara umum bahwa penyebab presbikusis adalah

multifaktorial. Berikut beberapa penyebab yang dipercaya dapat menyebabkan

terjadinya presbikusis:

a. Aterosklerosis

Pada keadaan arterosklerosis, dapat terjadi berkurangnya sampai

hilangnya perfusi serta oksigenasi ke koklea. Keadaan hipoperfusi ini

menyebabkan terbentuknya metabolit berupa reactive oxygen dan juga

radikal bebas. Akibat dari penumpukan oksidan ini, menyebabkan

terjadinya kerusakan pada struktur telinga dalam serta DNA mitokondria

yang berada pada sel-sel di telinga dalam. Akibat dari kerusakan-

kerusakan inilah berkembang presbikusis (Roland, 2014).

b. Diet dan metabolisme

- Diabetes diketahui dapat mempercepat proses pembentukan

aterosklerosis yang selanjutnya akan menyebabkan gangguan perfusi

serta oksigenasi dari koklea.

- Pada keadaan diabetes juga didapati proliferasi dan hipertropi dari

tunika intima di endotel yang juga nantinya akan menyebabkan

gangguan perfusi ke koklea.

- Penelitian yang dilakukan oleh Le dan Keithley mendemonstrasikan

bahwa diet tinggi antioksidan seperti vitamin C dan E dapat

mengurangi progresifitas presbikusis pada tikus (Roland, 2014).

c. Paparan terhadap bising

Dari penelitian yang dilakukan menggunakan model dari tikus

yang memiliki struktur telinga menyerupai manusia, didapati bahwa

paparan terhadap bising mampu meningkatkan kejadian presbikusis.

Paparan bising menyebabkan rusaknya sel-sel di telinga termasuk di

dalamnya sel yang berasal dari spiral ligament, sel fibrosit tipe IV. Dari

penelitian sebelumnya didapati bahwa kerentanan terhadap kerusakan

Universitas Sumatera Utara

Page 9: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

fibrosit tipe IV dapat menyebabkan perubahan ambang batas pendengaran

yang bermakna. Gambaran histopatologi pada tikus yang terpapar bising

menunjukkan bahwa terjadi hilangnya sel-sel spiral ganglion, yang

merupakan badan sel dari saraf aferen di koklea, yang bersinaps dengan

sel-sel rambut dalam (inner hair cells). Intinya, paparan bising pada usia

muda dapat meningkatkan risiko terjadinya presbikusis seiring dengan

bertambahnya usia seseorang (Kujawa dan Liberman, 2006).

d. Genetik

Disebut-sebut bahwa genetik berperan penting dalam menentukan

kerentanan seseorang terhadap faktor-faktor lingkungan seperti bising,

obat-obat ototoksik dan bahan-bahan kimia, serta stress. Pada penelitian

lain didapati bahwa terdapat beberapa gen yang mengalami mutasi pada

penderita presbikusis, yaitu gen GJB2 dan gen SLC26A4. Selain itu,

didapati bahwa orang-orang yang mengalami dua mild mutations pada gen

GJB2 akan terjadi peningkatan risiko berkembangnya presbikusis dini

(Roland, 2014 dan Rodriguez-Paris, dkk, 2008).

2.3.3 Patofisiologi Klinik

Tanda utama dari presbikusis adalah terjadinya penurunan sensitivitas

ambang batas pendengaran pada suara berfrekuensi tinggi. Perubahan ini dapat

terjadi pada dewasa muda, tetapi terutama secara jelas terjadi pada orang-orang

dengan usia 60 tahun ke atas. Seiring bertambahnya usia, penurunan sensitivitas

ini akan mencapai ke suara dengan frekuensi yang rendah pula. Pada kebanyakan

kasus presbikusis dijumpai terjadinya kehilangan sel rambut luar (outer hair cell)

pada koklea bagian basal (Soesilorini, 2011).

Faktor lainnya seperti genetik, usia, serta ototoksik dapat memperberat

proses penurunan fungsi pendengaran seseorang. Pada penelitian yang dilakukan

oleh Mills dkk, didapati bahwa terjadi penurunan fungsi pendengaran yang

berkaitan dengan faktor usia secara signifikan pada hewan-hewan yang tinggal di

Universitas Sumatera Utara

Page 10: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

tempat yang bising. Kedua faktor ini sama-sama berperan dalam menyebabkan

terjadinya kerusakan koklea dalam menerima suara dengan frekuensi tinggi

(Soesilorini, 2011).

2.3.4 Klasifikasi

Berdasarkan perubahan patologi yang terjadi, Schuknecht menggolongkan

prebikusis menjadi 4 jenis, yaitu:

a. Sensorik

Pada presbikusis jenis ini dapat dijumpai lesi yang terbatas pada

koklea. Dijumpai adanya atrofi pada organ corti, serta berkurangnya

jumlah sel-sel rambut dan sel-sel penunjang di koklea.

b. Neural

Pada jenis neural, dijumpai berkurangnya sel-sel neuron pada

koklea serta pada jaras auditorik.

c. Metabolik (strial prebycusis)

Presbikusis dengan jenis metabolik dapat terjadi sebagai akibat

terjadinya atrofi stria vaskularis yang akhirnya menyebabkan

terganggunya fungsi sel serta keseimbangan biokimia / bioelektrik pada

koklea.

d. Mekanik (cochlear presbycusis)

Presbikusis koklear terjadi akibat perubahan gerakan mekanik pada

duktus koklearis. Selain itu, dijumpai pula atrofi ligamen spiralis serta

kekakuan pada membran basalis.

Menurut penelitian, prevalensi presbikusis terbanyak adalah presbikusis

dengan jenis metabolik dengan persentase sebesar 34,6%. Berikutnya adalah jenis

neural sebesar 30,7%, mekanik 22,8%, dan sensorik sebesar 11,9% (Suwento dan

Hendarmin, 2007).

Universitas Sumatera Utara

Page 11: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

2.3.5 Derajat Ketulian

Derajat penurunan fungsi pendengaran dapat dihitung dengan

menggunakan indeks Fletcher, yaitu:

𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴 𝐷𝐷𝐷𝐷𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐴𝐷𝐷 =𝐴𝐴𝐷𝐷 500𝐻𝐻𝐻𝐻 + 𝐴𝐴𝐷𝐷 1000𝐻𝐻𝐻𝐻 + 𝐴𝐴𝐷𝐷 2000𝐻𝐻𝐻𝐻 + 𝐴𝐴𝐷𝐷4000𝐻𝐻𝐻𝐻

4

Dalam menentukan derajat penurunan fungsi pendengaran juga dapat

diketahui hanya dari hantaran udaranya saja (AC / air conduction). Penentuan ini

dilakukan menurut International Standard Organization, yaitu:

a. 0-25 dB : Normal

b. 26-40 dB : Tuli ringan

c. 41-55 dB : Tuli sedang

d. 56-70 dB : Tuli sedang berat

e. 71-90 dB : Tuli berat

f. >90 dB : Tuli sangat berat (WHO,2014)

2.3.6 Diagnosis

Penegakan diagnosis gangguan pendengaran pada lanjut usia dapat

dilakukan dengan beberapa pemeriksaan seperti:

*Otoskopik

Pada pemeriksaan otoskopik akan dijumpai penampakan membran timpani yang

suram, serta kekakuan / berkurangnya mobilitas dari membran timpani pada tuli

konduktif.

Tekniknya dengan : Pasien duduk dengan posisi badan condong ke depan dan

kepala lebih tinggi sedikit dari kepala pemeriksa untuk memudahkan melihat liang

telinga dan membran timpani. Atur lampu kepala supaya fokus dan tidak

mengganggu pergerakan, kira kira 20-30 cm di depan dada pemeriksa dengan

sudut kira kira 60 derajat, lingkaran focus dari lampu, diameter 2-3 cm.

Untuk memeriksa telinga, harus diingat bahwa liang telinga tidak lurus. Untuk

meluruskannya maka daun telinga ditarik ke atas belakang , dan tragus ditarik ke

Universitas Sumatera Utara

Page 12: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

depan. Pada anak, daun telinga ditarik ke bawah. Dengan demikian liang telinga

dan membran timpani akan tampak lebih jelas. Liang telinga dikatakan lapang

apabila pada pemeriksaan dengan lampu kepala tampak membran timpani secara

keseluruhan (pinggir dan reflex cahaya) Seringkali terdapat banyak rambut di

liang telinga, atau liang telinga sempit (tak tampak keseluruhan membran timpani)

sehingga perlu dipakai corong telinga. Pada anak oleh karena liang telinganya

sempit lebih baik dipakai corong telinga. Kalau ada serumen, bersihkan dengan

cara ekstraksi apabila serumen padat, irigasi apabila tidak terdapat komplikasi

irigasi atau di suction bila serumen cair. Untuk pemeriksaan detail membran

timpani spt perforasi, hiperemis atau bulging dan retraksi, dipergunakan otoskop.

Otoskop dipegang seperti memegang pensil. Dipegang dengan tangan kanan

untuk memeriksa telinga kanan dan dengan tangan kiri bila memeriksa telinga

kiri. Supaya posisi otoskop ini stabil maka jari kelingking tangan yang memegang

otoskop ditekankan pada pipi pasien. Untuk melihat gerakan membran timpani

digunakan otoskop pneumatic. (Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007)

*Tes Penala

Pemeriksaan ini merupakan tes kualitatif. Penala terdiri dari 1 set (5 buah) dengan

frekuensi 128 Hz, 256 Hz, 512 Hz, 1024 Hz dan 2048 Hz. Pada umumnya dipakai

3 macam penala : 512 Hz, 1024 Hz, 2048 Hz. Jika akan memakai hanya 1 penala,

digunakan 512 Hz. Untuk mempermudah interpretasi secara klinik, di pakai tes

Rinne, tes Weber, dan tes Schwabach.

• Tes Rinne, ialah tes untuk membandingkan hantaran melalui udara dan

hantaran melalui tulang pada telinga yang di periksa.

Cara pemeriksaannya: penala digetarkan, tangkainya diletakkan di

prosesus mastoid, setelah tidak terdengar penala dipegang di depan telinga

kira-kira 2 ½ cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak

terdengar disebut Rinne negatif (-).

• Tes Weber, ialah tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang

telinga kiri dengan telinga kanan.

Universitas Sumatera Utara

Page 13: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

Cara pemeriksaannya: penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di

garis tengah kepala (di verteks, dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah

gigi seri atau di dagu). Apabila bunyi penala terdengar lebih keras pada

salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga tersebut. Bila tidak

dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras disebut

Weber tidak ada lateralisasi.

• Tes Schwabach, ialah membandingkan hantaran tulang orang yang

diperiksa dengan pemeriksa yang pendengarannya normal.

Cara pemeriksaannya: penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada

prosesus mastoideus sampai tidak terdengar bunyi. Kemudian tangkai

penala segera dipindahkan pada prosesus mastoideus telinga pemeriksa

yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih dapat mendengar

disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat mendengar,

pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada

prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat

mendengar bunyi disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan

pemeriksa kira-kira sama-sama mendengarnya disebut dengan Schwabach

sama dengan pemeriksa.

Tes Rinne Tes Weber Tes Schwabach Diagnosis

Positif tidak ada

lateralisasi

sama dengan

pemeriksa

Normal

Negatif lateralisasi ke

telinga yang sakit

memanjang Tuli konduktif

Positif lateralisasi ke

telinga yang sehat

memendek Tuli Sensorineural

Catatan : Pada tuli konduktif <30 dB, Rinne bisa masih positif.

(Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007)

*Audiometri Nada Murni

Pemeriksaan dilakukan dengan menggunakan audiometer, dan hasil

pencatatannya disebut sebagai audiogram. Sebagai sumber suara digunakan nada

Universitas Sumatera Utara

Page 14: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

murni (pure tone) yaitu bunyi yang hanya terdiri dari 1 frekuensi. Pemeriksaan

dilakukan pada ruang kedap suara, dengan menilai hantaran suara melalui udara

(air conduction) melalui headphone pada frekuensi 125, 250, 5000, 1000, 2000,

4000 dan 8000 Hz. Hantaran suara melalui tulang (bone conduction) diperiksa

dengan memasang bone vibrator pada prosesus mastoid yang dilakukan pada

frekuensi 500, 1000, 2000, 4000 Hz. Intensitas yang biasa digunakan antara 10-

100 dB (masing-masing dengan kelipatan 10), secara bergantian pada kedua

telinga. Suara dengan intensitas terendah yang dapat didengar dicatat pada

audiogram untuk memperoleh informasi tentang jenis dan derajat ketulian.

Pendengaran Normal

AC dan BC sama atau kurang dari 25 dB

AC dan BC berimpit, tidak ada gap

Universitas Sumatera Utara

Page 15: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

Tuli Sensorineural

AC dan BC lebih dari 25 dB

AC dan BC berimpit (tidak ada gap)

Contoh : Presbikusis

Tuli Konduktif

BC normal atau kurang dari 25 dB

AC lebih dari 25 dB

Antara AC dan BC terdapat gap

Universitas Sumatera Utara

Page 16: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

Tuli Campur

AC dan BC lebih dari 25 dB

Antara AC dan BC terdapat gap

(Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007)

*Audiometri Tutur (Speech Audiometry)

Pada tes ini di pakai kata-kata yang sudah disusun dalam silabus (suku kata).

Monosilabus = satu suku kata

Bisilabus = dua suku kata

Kata-kata ini disusun dalam daftar yang disebut : Phonetically balance word LBT

(PB, LIST).

Pasien diminta untuk mengulangi kata-kata yang didengar melalui kaset tape

recorder. Pada tuli perseptif koklea, pasien sulit untuk membedakan bunyi S, R,

N, C, H, CH, sedangkan pada tuli retrokoklea lebih sulit lagi. Misalnya pada tuli

perseptif koklea, kata “kadar” didengarnya “kasar”, sedangkan kata “pasar”

didengarnya “padar”.

Apabila kata yang betul : speech discrimination score :

90 - 100 % : berarti tuli pendengaran normal

75 - 90 % : tuli ringan

60 - 75 % : tuli sedang

Universitas Sumatera Utara

Page 17: BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gangguan Pendengaran 2.1.1 …repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/61915/4/Chapter II.pdf · Kerusakan telinga oleh obat-obatan, suara keras / bising

50 - 60 % : kesukaran mengikuti pembicaraan sehari-hari

<50 % : tuli berat

Guna pemeriksaan ini ialah untuk menilai kemampuan pasien dalam pembicaraan

sehari-hari, dan menilai untuk pemberian alat bantu dengar (hearing aid).

Istilah :

- SRT (speech reception test) = kemampuan untuk mengulangi kata-kata

yang benar sebanyak 50 %, biasanya 20-30 dB di atas ambang

pendengaran.

- SDS (speech discrimination scor) = skor tertinggi yang dapat dicapai

oleh seseorang pada intensitas tertentu.

(Soetirto, Hendarmin, dan Bashiruddin, 2007)

Universitas Sumatera Utara