Upload
nurul-hilal
View
228
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan.• Pajak penghasilan badan diatur dalam Undang – undang No. 36 tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak penghasilan badan adalah jumlah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak badan usaha sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku atas penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.
Citation preview
BAB 24
PAJAK PENGHASILAN
RUANG LINGKUP
24.1 Bab ini mengatur akuntansi untuk pajak penghasilan.
Pajak penghasilan badan diatur dalam Undang – undang No. 36 tahun 2008 tentang
Pajak Penghasilan. Pajak penghasilan adalah pajak yang dikenakan terhadap subjek
pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam tahun pajak. Pajak
penghasilan badan adalah jumlah pajak yang dikenakan terhadap subjek pajak badan
usaha sesuai peraturan perundang – undangan yang berlaku atas penghasilan yang
diterima atau diperoleh dalam tahun pajak.
Ada keterkaitan antara pajak dan akuntansi bagi entitas ber-SAK ETAP:
a.Laba/ Rugi Versi Etap.
Besarnya utang pajak berangkat dari perhitungan laba/rugi yang disusun secara
akuntansi.
b. Koreksi Positif/ Negatif.
Wajib Pajak diwajibkan untuk melakukan penyesuaian/ koreksi positif/ negatif atas
laporan keuangan versi akuntansi sesuai dengan ketentuan UU Pajak Penghasilan.
Koreksi Positif merupakan koreksi atau penyesuaian yang mengakibatkan
penghasilan kena pajak atau laba fiskal meningkat. Sedangkan koreksi negatif
merupakan penyesuaian atau koreksi yang mengakibatkan penurunan penghasilan
kena pajak atau laba fiskal.
c.Laba/ Rugi versi Fiskal.
Setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi, kemudian wajib pajak melakukan
perhitungan berapakah laba/ rugi fiskal untuk menentukan berapa pajak penghasilan
terutang. Apabila dalam tahun pajak berjalan wajib pajak telah melakukan
pengangsuran pembayaran pajak melalui pihak ketiga maka angsuran tersebut dapat
mengurangi PPh Badan yang terutang. Sehingga dapat ditentukan berpa kurang/ lebih
bayarnya.
Apabila akuntansi memberikan kemudahan, begitu pula dengan perpajakan yang
mengatur kriteria sendiri tentang entitas yang tergolong kecil dan menengah yang
kriterianya tidak sama persis seperti pada SAK ETAP. Dalam ketentuan perpajakan
bagi entitas yang memiliki omzet <4,8 Milyar untuk perhitungan tarif telah diatur
berdasan PP 46 yang sifatnya final, dan untuk PPh Badannya mendaptkan fasilitas
sebesar 50% (Lima Puluh Persen) atau sebesar 12,5%.
24.2 Untuk tujuan ini, pajak penghasilan termasuk seluruh pajak domestik dan luar negeri
sebagai dasar penghasilan kena pajak. Pajak penghasilan juga termasuk pajak, misalnya
pemungutan dan pemotongan pajak, yang terutang oleh entitas anak, entitas asosiasi atau
joint venture atas distribusi ke entitas pelapor.
Berdasarkan UU PPh, yaitu pasal 31E dimana peredaran Bruto yang dimaksud dalam
Pasal 31E UU PPh merupakan penghasilan yang diterima atau diperoleh dari kegiatan
usaha sebelum dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih , dan memelihara
penghasilan baik yang berasal dari Indonesia maupun dari Luar Indonesia, meliputi:
a. Penghasilan yang dikenai PPh bersifat Final
b. Penghasilan yang dikenai PPh yang bersifat tidak Final
c. Penghasilan yang dikecualikan dari Objek Pajak.
Bunyi dari pasal 31E UU PPh:
“(1) Wajib Pajak badan dalam negeri dengan peredaran bruto sampai dengan Rp
50.000.000.000,00 (lima puluh miliar rupiah) mendapat fasilitas berupa pengurangan
tarif sebesar 50% (lima puluh persen) dari tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17
ayat (1) huruf b dan ayat (2a) yang dikenakan atas Penghasilan Kena Pajak dari bagian
peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000,00 (empat miliar delapan ratus juta
rupiah).
(2) Besarnya bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat
dinaikkan dengan Peraturan Menteri Keuangan.”
PENGAKUAN DAN PENGUKURAN
24.3 Entitas harus mengakui kewajiban atas seluruh pajak penghasilan periode berjalan dan
periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika jumlah yang telah dibayar untuk periode
berjalan dan periode sebelumnya melebihi jumlah yang terutang untuk periode tersebut,
entitas harus mengakui kelebihan tersebut sebagai aset.
Dalam hal mengatur pajak penghasilan, SAK-ETAP menggunakan konsep pajak
terutang. SAK-ETAP mengakui beban pajak penghasilan untuk tahun berjalan sebesar
kewajiban pajak periode berjalan dan periode sebelumnya yang belum dibayar. Jika
jumlah yang telah dibayar untuk periode berjalan dan periode sebelumnya melebihi
jumlah yang terutang untuk periode tersebut, entitas harus mengakui kelebihan tersebut
sebagai aset, yaitu PPh lebih bayar. Dan ini berbeda dengan SAK IFRS yang
menggunakan konsep pajak tangguhan, dimana beban pajak penghasilan perusahaan
tidak hanya berupa jumlah seluruh pajak penghasilan periode berjalan, dan periode
sebelumnya yang belum dibayar, tetapi juga termasuk pajak tangguhan.
PENGUNGKAPAN
24.4 Entitas harus mengungkapkan secara terpisah komponen-komponen utama beban pajak
penghasilan.
DISKUSI
Perlakuan Pajak atas Perusahaan Daerah Air Minum
Berdasarkan Undang-Undang No. 28 Tahun 2007 Tentang Ketentuan Umum dan Tata cara
Perpajakkan dan Undang- Undangg No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, PDAM A
tergolong sebagai subjek pajak dalam negeri dan wajib pajak badan. Selain itu PDAM A wajib
menghitung, menyetor dan melaporkan jumlah pajak yang terhutang atas penghasilan yang
diterimanya pada negara seperti perusahaan publik lainnya. Adapun rinciannya sebagai berikut :
Menghitung Pajak Penghasilan
PDAM A tergolong sebagai usaha kecil menengah sehingga menggunakan SAK ETAP
sebagai pedoman pembuatan laporan keuangan tetapi jika dilihat dari jumlah pendapatan
yang dihasilkan dalam suatu periode melebihi Rp 4.800.000.000 sehingga dalam
perhitungan pajak penghasilan terhutangnya menggunakan dasar hukum UU No. 36 Tahun
2008 Tentang Pajak Penghasilan Pasal 17. Tarif pajak yang dikenakan atas penghasilan
berseih setelah dikurangi biaya yang diakui perusahaan adalah 25 persen (%). Berikut
rincian skema perhitungan pajak penghasilan terhutang:
Pendapatan Usaha xxx
(-) Beban Usaha (xxx)
(+/-) Pendapatan (Beban) Lain-Lain xxx
= Laba (Rugi) Sebelum Pajak xxx
(*) Tarif Pajak Ps. 17 xxx
= Pajak Penghasilan Terhutang xxx
(-) Kredit Pajak (xxx)
= Pajak Penghasilan Lebih /Kurang Bayar xxx
Menyetor dan Melaporkan Pajak Penghasilan
PDAM A menyetor jumlah pajak penghasilan kurang bayar sesuai hasil perhitungan
menggunakan form Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Badan kepada Kantor Pelayanan
Pajak. PDAM A akan menerima 3 dokumen terkait penyetoran dan pelaporan tersebut,
yaitu :
a. Surat Setoran Pajak
b. Tanda Terima SPT Tahunan
c. Bukti Penerimaan Negara
Berdasarkan Undang-undang No. 34 Tahun 2000 Tentang Perubahan Atas UU No.18 Tahun
1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah maka PDAM A juga memberikan
kontribusi pajak sebesar 10 persen (%) atas pengambilan atau pemanfaatan air permukaan
dan kontribusi pajak sebesar 20% atas pemanfaat atau pengambilan air tanah.
Pajak Penghasilan PDAM
PDAM merupakan subjek pajak dalam negeri dengan Nomor Pokok Wajib Pajak. Selain
merupakan subjek pajak PDAM juga tergolong sebagai wajib pajak badan yang mengakui
kewajiban pajaknya atas penghasilan yang diperoleh sebagai pendapatan air dan non air.
Atas pendapatan dan beban baik yang diperoleh dari usaha maupun non usaha tersebut maka
PDAM A menghitung pajak penghasilan terhutang yang didasarkan pada penghasilan neto
sebesar Rp 485.071.820. Berdasarkan Laporan Laba Rugi ditunjukkan bahwa pajak
penghasilan terhutang PDAM A sebesar Rp 61.787.949. Didukung oleh data Surat Setoran
Pajak PDAM A telah melunasi pajak penghasilan terhutang dengan setoran sebesar Rp
61.788.000.
Pajak Penghasilan PDAM
Jika dilihat dari deskripsi data maka dapat dihitung beban penyusutan aset tetap PDAM A
sebagai berikut.
Berdasarkan beban penyusutan tersebut maka terdapat perubahan total beban usaha menjadi
Rp 5.120.222.549 yang sebelumnya adalah sebesar Rp 5.007.878.521. Terdapat kenaikan
beban penyusutan sebesar Rp 112.344.028. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan tarif
penyusutan secara komersial dan fiskal. Berikut adalah koreksi fiskal sesuai perubahan beban
usaha tersebut.
Koreksi fiskal tersebut menunjukkan bahwa terdapat selisih penghasilan kena pajak secara
komersial yaitu sebesar Rp 575.716.420 dan fiskal yaitu Rp 372.727.792. Hal ini juga
menunjukkan ada selisih sebesar Rp 202.988.628. Selisih tersebut timbul atas koreksi
negatif sebesar Rp 202.988.628 yang terdiri atas koreksi negatif atas kenaikan beban
penyusutan sebesar Rp 112.344.029 dan pendapatan bunga deposito sebesar Rp
90.644.599. Atas penghasilan kena pajak secara fiskal tersebut maka berikut perhitungan
pajak penghasilan terhutang.
Pendapatan usaha PDAM A pada tahun 2013 menunjukkan Rp 5.492.950.341. Hal ini
berarti pendapatan usaha yang dihasilkan melebihi Rp 4.800.000.000 sehingga dalam
menghitung pajak penghasilan terhutang PDAM A sebagai BUMN menggunakan tarif
pasal 17 ayat 2a UU No. 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan yaitu 25 %. Selain itu
PDAM A juga memperoleh fasilitas pengurang tarif 50 % sesuai dengan UU yang berlaku
yaitu pasal 31 E ayat 1 UU No. 36 tahun 2008. Pajak penghasilan terhutang PDAM sebesar
Rp 52.468.549. Jika dilihat pada tabel perhitungan pajak penghasilan maka terdapat lebih
bayar dari jumlah pajak penghasilan terhutang sebelumnya sebesar yaitu Rp 9.319.400.
Atas perhitungan pajak penghasilan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa perhitungan
pajak penghasilan badan terhutang PDAM A tidak sesuai dengan UU No. 36 Tahun 2008
Tentang Pajak Penghasilan.
PDAM menyetor pajak penghasilan terhutang pada tanggal 29 April 2013 dengan
menggunakan Surat Setoran Pajak sebesar Rp 61.788.000. Hal ini menunjukkan bahwa
PDAM A menyetorkan pajak penghasilan terhutang sebelum batas pelaporan Surat
Pemberitahuan yaitu bulan april tahun 2014. Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa
dalam menyelesaikan kewajiban menyetor pajak penghasilan terhutang PDAM A telah
sesuai dengan Undang – Undang No. 36 Tahun 2008.
PDAM A melaporkan Surat Pemberitahuan tahunan badan 2013 atas perhitungan dan
penyetoran pajak penghasilan tahun berjalan pada tanggal 28 Agustus 2014 sesuai dengan
tanda penerimaan Surat Pemberitahuan Tahunan tahun 2013. Batas waktu pelaporan Surat
Pemberitahuan tahunan badan adalah akhir bulan keempat tahun berjalan sesuai undang -
undang pajak penghasilan yang berlaku. Hal ini menunjukkan bahwa PDAM A terlambat
melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Badan tahun 2013. Oleh karena itu dapat
disimpulkan bahwa dalam memenuhi kewajiban melaporkan terkait pajak penghasilan
PDAM A tidak seusai dengan Undang – Undang No. 36 Tahun 2008.
Kesimpulan
Perhitungan pajak penghasilan terhutang PDAM A tidak sesuai dengan Undang – Undang
No. 36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan karena pendapatan deposito tidak dikoreksi
dan terdapat perbedaan beban penyusutan secara fiskal dan komersial.
Penyetoran pajak penghasilan terhutang PDAM A sesuai Undang – Undang No. 36 Tahun
2008 Tentang Pajak Penghasilan karena disetor sebelum batas penyampaian SPT Tahunan
Badan.
Pelaporan SPT Tahunan Badan 2013 PDAM A tidak sesuai dengan Undang – Undang No.
36 Tahun 2008 Tentang Pajak Penghasilan karena disetor melewati batas penyampaian SPT
Tahunan Badan yaitu april 2014.
REFERENSI
SAK - Entitas Tanpa Akuntabilitas Publik (2009)
Paskahyati (2014). Perlakuan Akuntansi atas Pendapatan dan Pajak Penghasilan PDAM. Tax &
Accounting Review. Volume. 4, No.1.
http://www.jtanzilco.com/blog/detail/81/slug/aspek-pajak-penghasilan-bagi-entitas-ber-sak-etap
https://maskokilima.wordpress.com/2012/01/16/laporan-keuangan-berdasarkan-sak-etap-dalam-
spt-tahunan-pph/
SAK – ETAP
BAB 24. PAJAK PENGHASILAN
Disusun Oleh:
NAMA : NURUL HILAL
NIM : 1401103030041
PPAkUNIVERSITAS SYIAH KUALADARUSSALAM, BANDA ACEH
2015