Upload
others
View
4
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
45 Universitas Indonesia
BAB 2
LANDASAN TEORI
2.1 Metode Discounted Cash Flow
Dalam metode discounted cash flow, nilai dari suatu asset merupakan present
value dari expected cash flow asset tersebut yang kemudian didiskontokan (discounted
back) pada suatu nilai discount rate yang menggambarkan tingkat risiko dari expected
cash flow tersebut (Damodaran, 2006). Secara umum nilai dari suatu asset tersebut
digambarkan dengan rumus:
Value of asset =1 (2.1)
Dimana E(CFt) merupakan expected cash flow pada periode t, r adalah nilai
discount rate yang menggambarkan tingkat risiko dari expected cash flow tersebut dan n
adalah jumlah umur asset tersebut.
Expected cash flow dapat merupakan bentuk yang berbeda, misalkan dapat
berupa dividen, coupon/interest, maupun free cash flow. Sedangkan nilai r dalam hal ini
berupa nilai discount rate yang dapat berupa WACC (weighted average cost of capital)
perusahaan yang terdiri dari cost of equity dan cost of debt.
2.1.1 Cost of equity
Cost of equity merupakan tingkat pengembalian yang diharapkan oleh para
investor terhadap dana yang mereka investasikan di perusahaan tersebut. Salah satu
pendekatan yang banyak dipergunakan untuk melakukan estimasi cost of equity adalah
dengan menggunakan CAPM (Capital Asset Pricing Model). (Damodaran, 2006)
Secara umum persamaan CAPM adalah sebagai berikut:
ke = krf + β(km – krf) (2.2)
Dimana krf merupakan nilai risk-free rate, β merupakan systematic risk dari
ekuitas perusahaan dimana nilainya didapat dari hasil regresi return dari saham
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
46 Universitas Indonesia
perusahaan tersebut terhadap market return, (km – krf) merupakan nilai expected equity
risk premium.
Risk-free rate merupakan tingkat pengembalian bebas risiko atau tingkat
pengembalian yang diketahui secara pasti oleh para investor. Yang dimaksud dengan
investasi risk-free adalah (Damodaran, 2006) tidak ada default risk, atau harus ada
jaminan dari pemerintah. Di Indonesia referensi yang dapat digunakan adalah tingkat
SBI.
Nilai β merupakan nilai yang didapatkan dari hasil regresi historis return saham
perusahaan terhadap return market secara keseluruhan. Return market yang dapat
dijadikan referensi di Indonesia adalah return Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG).
Nilai β yang dipergunakan harus relevan dengan industri yang akan dilakukan valuasi,
misalkan PT.CI yang bergerak dibidang industri kimia dapat menggunakan nilai β dari
perusahaan industri sejenis yang listed di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Expected equity risk premium merupakan nilai yang dapat diestimasi dengan
menggunakan pendekatan country risk premiums. Alasan menggunakan country risk
premiums adalah masih terbatasnya data historis suatu negara. Secara umum
persamaan untuk melakukan estimasi expected equity risk premium adalah (Damodaran,
2006):
Equity risk premium = Base premium for mature equity market
+ Country premium (2.3)
2.1.2 Cost of debt
Cost of debt merupakan tingkat pengembalian yang harus dilunasi oleh
perusahaan terhadap hutang-hutangnya. Hutang yang dimaksud dapat berasal dari
pinjaman bank atau obligasi perusahaan. Secara umum, cost of debt ditetapkan dengan
variabel antara lain tingkatan biaya bunga saat ini, risiko bangkrutnya suatu perusahaan
(the default risk of the company), dan keuntungan pajak bagi perusahaan dengan adanya
hutang (the tax advantage associated with debt).
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
47 Universitas Indonesia
2.1.3 Weighted Average Cost of Capital (WACC)
WACC merupakan tingkat rata-rata tertimbang dari expected after-tax returns
dari sumber –sumber pendanaan perusahaan. WACC juga merupakan tingkat discount
rate yang dipergunakan untuk melakukan estimasi dari nilai perusahaan. Secara umum
rumus WACC adalah sebagai berikut:
WACC = kd.(1-T)wd + ke.we (2.4)
kd merupakan nilai cost of debt, ke merupakan nilai cost of equity, wd adalah rata-
rata tertimbang dari debt perusahaan yang dirumuskan sebagai D/(D+E), we adalah rata-
rata tertimbang dari equity perusahaan yang dirumuskan sebagai E/(D+E), dan T adalah
nilai tax-rate dari perusahaan.
2.1.4 Kelebihan dan Kelemahan Metode DCF
Metode DCF dalam aplikasinya tidak terlepas dari kelebihan dan kekurangannya.
Hal inilah yang membuat terjadinya perkembangan valuasi dalam dunia keuangan, salah
satunya adalah real option analysis yang merupakan modifikasi dari metode DCF.
Menurut Mun (2006) terdapat kelebihan dari metode DCF yaitu:
• Jelas serta konsisten dalam decision criteria untuk seluruh proyek
• Terdapat factor time value of money serta struktur risiko yang sudah
terkandung didalamnya
• Mudah dalam menjelaskan kepada pihak manajemen.
Namun diantara kelebihan tersebut, metode DCF juga memiliki banyak kekurangan
seperti:
• Ketidakpastian dimasa yang akan datang membuat hasil dari metode
DCF yang statis menjadi kurang dinamis
• Proyek-proyek yang dinilai berdasarkan metode DCF bersifat lebih pasif,
padahal proyek-proyek tersebut harus secara rutin dikendalikan melalui
project life cycle.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
48 Universitas Indonesia
• Seluruh tingkat risiko diasumsikan sudah diwakilkan oleh factor discount
rate, padahal dalam kenyataannya tingkat risiko tersebut dapat berubah
tiap waktu
• Metode DCF mengasumsikan Cash flow dimasa depan dapat diramalkan
dengan tepat, padahal sangat sulit untuk melakukan estimasi cash flow
dimasa depan karena sangat berisiko.
2.2 Metode Real Option Analysis
Real options dalam metodenya menggunakan pendekatan financial option untuk
menganalisis real atau physical asset tersebut. Dengan demikian terdapat beberapa
persamaan metode dengan financial option. Namun tidak seluruh metode pada financial
option sama dengan metode real option karena terdapat beberapa perbedaan seperti
(Mun, 2006):
• Real options memiliki maturity yang lebih lama dibanding financial
options. Pada real options biasanya memiliki jangka waktu tahunan,
sedangkan financial options hanya memiliki jangka waktu bulanan.
• Nilai underlying asset pada real options dapat berupa free cash flow,
market demand, harga komoditas, dan sebagainya. Sedangkan pada
financial options yang menjadi nilai underlying asset adalah stock prices.
• Dalam teori financial options, para pemiliki options tidak dapat
memanipuasi stock prices untuk kepentingan mereka. Sedangkan dalam
real options karena beberapa strategic options dapat dibuat oleh para
manajemen, maka keputusan manajemen tersebut dapat meningkatkan
nilai dari proyek real options tersebut.
• Financial options biasanya memiliki nilai lebih kecil (biasanya dari
puluhan hingga ratusan dollar per option) dibanding real options yang
memiliki nilai besar (ratusan, jutaan, bahkan milliaran dollar per
strategic options).
Dalam beberapa kasus, real options juga terdapat beberapa persamaan dengan
financial options terutama dalam grafik payoff seperti pada gambar 2.1:
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
49 Universitas Indonesia
Gambar 2.1 Grafik Payoff option untuk kondisi long options
Sumber: (Bodie, Kane, & Marcus, 2008)
Gambar 2.1 menunjukkan grafik payoff pada kondisi long options. Sumbu X
merepresentasikan nilai dari underlying asset dan sumbu Y merepresentasikan nilai dari
strategic option. Nilai X adalah nilai exercise options yaitu nilai dimana option tersebut
digunakan haknya pada kondisi underlying asset tertentu. Nilai premium merupakan
harga option yang harus dibayar oleh para pengguna option.
Dalam grafik Long-Put posisi seorang pemegang put identik dengan
abandonment options dalam real options. Hal ini disebabkan abandonment option
membutuhkan suatu biaya set-up untuk melakukan abandon (identik dengan nilai
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
50 Universitas Indonesia
premium pada financial option). Jika nilai underlying asset tidak menurun untuk jangka
waktu tertentu maka nilai loss maksimum yang terjadi pada pemegang option adalah
sebesar biaya set-up tersebut. Jika nilai underlying value ternyata mengalami penurunan
tepat di harga strike price (X), maka nilai strategic option akan meningkat. Peningkatan
nilai strategic options ini tidak terbatas dan kelemahannya hanya terdapat pada biaya
premium yang harus dibayar pengguna options.
Dalam grafik selanjutnya, posisi seorang pemegang call identik dengan
expansion options dalam real options. Hal ini disebabkan expansion option
membutuhkan suatu biaya set-up untuk melakukan expansi (identik dengan nilai
premium pada financial option). Jika nilai underlying asset tidak meningkat untuk jangka
waktu tertentu maka nilai loss maksimum yang terjadi pada pemegang option adalah
sebesar biaya set-up tersebut (misal: biaya riset pemasaran). Jika nilai underlying value
ternyata cukup meningkat tepat di harga strike price (X), maka nilai strategic option juga
akan meningkat. Peningkatan nilai strategic options ini tidak terbatas dan kelemahannya
hanya terdapat pada biaya premium yang harus dibayar pengguna options.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
51 Universitas Indonesia
Gambar 2.2 Grafik Payoff option untuk kondisi short options
Sumber: (Bodie, Kane, & Marcus, 2008)
Gambar 2.2 merepresentasikan grafik payoff untuk pihak yang menerbitkan
(writer/seller) options. Penjelasannya merupakan kebalikan dari gambar 2.1, sebagai
contoh jika terdapat expansion options yang didasarkan pada kontrak, maka yang
membuat kontrak tersebut merepresentasikan grafik payoff pada gambar 2.2.
Selain itu terdapat juga dua terminologi dari option yaitu American options yang
dapat di exercise pada waktu kapanpun termasuk pada saat maturity dan European
options yang hanya dapat di exercise pada saat maturity dan tidak dapat di exercise
sebelum maturity.
Real options dapat dihitung dengan berbagai macam cara seperti penggunaan
path-dependet simulation, closed-form models (Black-Scholes), partial-differential
equations serta pendekatan binomial. Menurut jurnal (Block, 2007) metode yang paling
banyak dipergunakan adalah binomial lattice.
Alasan penggunaan metode binomial lattice adalah sangat mudah untuk
diimplementasikan serta mudah untuk dipresentasikan kepada pihak manajemen. Selain
itu metode binomial lattice juga dapat menyelesaikan berbagai macam terminologi dari
options seperti American dan European. Selain itu metode Black-Scholes juga
dipergunakan sebagai komplementer terhadap metode binomial lattice.
2.2.1 Jenis-jenis real options
Dalam perkembangannya, real options dapat dibagi menjadi delapan jenis
(Turvey, 2001) yaitu timing options, growth options, flexibility options, exit
options/abandonment options, learning options, hybrid options, compound options, dan
rainbow options.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
52 Universitas Indonesia
2.2.1.1 Timing options
Options ini terjadi apabila terdapat kesempatan untuk melakukan ekspansi.
Karena terdapat ketidak pastian dalam cashflow di masa depan, maka para manajer
dapat melakukan penundaan investasi hingga ketidakpastian tersebut dapat
diselesaikan dengan cara yang dapat dipertanggung jawabkan.
Dalam kasus ini para investor diberikan suatu hak namun bukan kewajiban
untuk melakukan investasi dimasa yang akan datang. Jika investasi dilakukan dengan
segera, nilai options tersebut berarti diexercise dibawah nilai sebenarnya dan para
manajer akan menghadapi seluruh ketidakpastian dari proyek yang sedang
dijalankannya.
2.2.1.2 Growth options
Growth options timbul akibat dari melakukan investasi yang menyediakan payoff
dalam uncertain markets yang belum terjadi. Options ini juga dapat timbul dari berbagai
kebijakan, sebagian besar akibat dari hasil exercise timing options.
2.2.1.3 Flexibility options
Fleksibilitas dapat berasal dari ketidakpastian mengenai multiple markets,
produk, dan bahkan human resources. Dalam suatu kondisi yang berisiko, sangat
dimungkinkan untuk mengalokasikan sumber daya dari satu produk ke produk lainnya
atau dari suatu market ke market lainnya. Dengan demikian flexibility options akan
memiliki nilai tinggi dalam keadaan ini.
2.2.1.4 Exit options/Abandonment options
Exit options merupakan keadaan dimana pihak pemegang options memiliki hak
untuk melakukan pembatalan proyek atau penutupan suatu usaha akibat dari ketidak
pastian dimasa yang akan datang. Hal ini dilakukan untuk mengurangi kerugian lebih
lanjut apabila terdapat penurunan nilai asset sepanjang proyek atau usaha tersebut
dijalankan.
2.2.1.5 Learning options
Learning options timbul akibat dari pelaksanaan investasi yang tidak terlalu
besar untuk melakukan uji coba terhadap nilai investasi yang lebih besar lagi. Nilai
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
53 Universitas Indonesia
options ini akan menjadi tinggi untuk suatu produk baru dan tahapan awal inovasi
daripada suatu produk yang sudah dalam tahapan mature karena masih sedikit
informasi mengenai new market tersebut.
Solusi dari permasalahan ini adalah membentuk suatu options melalui tahapan-
tahapan incremental dari produk baru tersebut. Sebagai contoh, pada tahapan awal riset
pemasaran mungkin mengindikasikan adanya kekurangan dalam penerimaan produk
baru tersebut di masyarakat. Dengan demikian terdapat dua macam kebijakan yaitu
menurunkan biaya advertising untuk menghindari kerugian lebih jauh atau mungkin saja
pasar yang ada terlalu besar dari asumsi awal yang diharapkan. Dua kebijakan tersebut
merupakan penggabungan dari option to abandon (jika ternyata pasar tidak menerima
produk baru tersebut) serta growth options (jika ternyata pasar tersebut ternyata lebih
besar dan dapat menghasilkan keuntungan).
2.2.1.6 Hybrid options
Hybrid options merupakan options yang memiliki banyak jenis. Alasan terdapat
adanya hybrid options karena setiap proyek memiliki ciri khas dalam hal options yang
dipergunakan. Apabila tiap-tiap proyek menggunakan options yang berbeda maka nilai
dari proyek tersebut menghasilkan nilai yang lebih besar dibandingkan jika beberapa
proyek hanya memiliki satu jenis option.
2.2.1.7 Compound options
Compound options terjadi apabila hasil exercise dari suatu option menghasilkan
suatu option lainnya. Sebagai contoh, dalam R&D yang banyak menghabiskan dana
untuk melakukan perkembangan proyek (learning options) dapat menghasilkan jenis
growth options pada tahapan selanjutnya.
2.2.1.8 Rainbow options
Rainbow options terjadi apabila suatu investasi menghadapi berbagai macam
sumber dari ketidapastian secara bersamaan. Ketidakpastian ini dapat menghasilkan
konflik satu sama lainnya, membuat options yang dapat menghasilkan mutually
exclusive.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
54 Universitas Indonesia
2.2.3 Black-Scholes (Closed-form models)
Metode Black-Scholes merupakan jenis closed-form solution dan awal dari
beberapa cara untuk melakukan penilaian dalam options. Secara umum metode ini
memiliki rumus (Copeland & Antikarov, 2001):
C0 = S0.N(d1) – X.e-rf.T
.N(d2) (2.5)
Dimana :
S0 = Nilai dari underlying asset (misal: harga saham saat ini).
N(d1) = Distribusi normal kumulatif dari variansi normal (d1).
N(d2) = Distribusi normal kumulatif dari variansi normal (d2).
X = Nilai exercise prices.
T = Jangka waktu options tersebut diberlakukan (maturity date).
rf = Risk-free rate.
e = Nilai base of natural logarithms, = 2.1728…
dan d2 = d1 - σ
σ = Volatilitas
Dalam penggunaan metode Black-Scholes perlu diperhatikan asumsi-asumsi yang
dipergunakan yaitu (Copeland & Antikarov, 2001):
1. Options tersebut hanya dapat di-exercise pada saat maturity (European
Options).
2. Hanya terdapat satu sumber ketidakpastian.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
55 Universitas Indonesia
3. Options tersebut hanya contingent terhadap single underlying risky asset.
4. Underlying assets tersebut tidak membayarkan dividen.
5. Variance return dari underlying asset memiliki nilai yang konstan tiap waktunya.
6. Nilai dari exercise price telah diketahui dan bernilai konstan.
Berdasarkan asumsi-asumsi tersebut diatas, maka terdapat keterbatasan dalam
menilai options menggunakan metode Black Scholes. Sebagai contoh, pada kasus ini
abandonment options lebih mengandung terminologi dari American Options karena
proyek yang mengandung real option dapat di abandon kapan saja tanpa harus
menunggu maturity dari kontrak options tersebut. Selain itu intuisi dari metode Black
Scholes sangat sulit untuk diterjemahkan dalam forum manajemen perusahaan karena
sangat mengandung perhitungan matematika kalkulus yang rumit.
Dengan demikian diperlukan suatu metode lain yang dapat dipergunakan untuk
menilai suatu options, diantaranya adalah metode binomial lattice. Metode Black-
Scholes masih dapat dipergunakan sebagai pendekatan terhadap hasil yang didapat dari
metode binomial lattice atau dengan kata lain kedua metode ini saling
berkomplementer.
2.2.4 Metode Forecasting
Pada dasarnya metode forecasting terbagi menjadi dua bagian (Wilson, 2007)
seperti yang digambarkan pada gambar 2.3:
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
56 Universitas Indonesia
Gambar 2.3 Metode Forecasting
Sumber : Business Forecasting 9th
Editon E Hanke & W. Wichern
Sedangkan untuk memilih metode forecasting yang tepat maka dapat
menggunakan tabel 2.1 sebagai referensi (E.Hanke & W.Wichern, 2007). Karena jumlah
data yang diobservasi berjumlah 6 (tahun) semakin meningkat maka untuk melakukan
forecasting cashflow perusahaan dapat menggunakan metode moving averages.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
57 Universitas Indonesia
Tabel 2.1 Referensi penggunaan metode forecasting
Method Pattern of Data
Time
Horizon
Type of
Model
Minimal
data
Naïve
Stationary, Trended,
Seasonal Short
Time
Series 1
Simple Averages Stationary Short
Time
Series 30
Moving Averages Stationary Short
Time
Series 4 to 20
Exponential smoothing Stationary Short
Time
Series 2
Sumber : Business Forecasting 9th
Editon E Hanke & W. Wichern
2.2.5 Simulasi Monte Carlo
Untuk menentukan nilai volatilitas dalam real options analysis diperlukan suatu
simulasi yang dapat mewakili parameter-parameter yang mempengaruhi volatilitas dari
free cash flow tersebut, salah satunya adalah simulasi Monte Carlo.
Simulasi Monte Carlo merupakan suatu random number generator yang dapat
berguna untuk melakukan forecasting, estimasi, dan risk analysis (Mun, 2006). Simulasi
tersebut memperhitungkan berbagai macam scenario dari sebuah model dengan
menggunakan probabilitas distribusi yang sudah ditentukan dari variable-variable
ketidakpastian dan mempergunakan nilai tersebut untuk model tersebut. Tahapan-
tahapan dalam melakukan simulasi Monte Carlo adalah sebagai berikut:
1. Menentukan asumsi parameter yang akan terjadi bagi perusahaan selama lima
tahun mendatang.
2. Menentukan asumsi jenis distribusi yang digunakan.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
58 Universitas Indonesia
3. Menentukan output forecast.
4. Menjalankan simulasi.
2.2.5.1 Probabilitas Distribusi untuk Simulasi Monte Carlo
Dalam simulasi Monte Carlo terdapat beberapa jenis probabilitas distribusi yang
dapat digunakan seperti triangle distribution dan uniform distribution.
Triangular Distribution
Triangular Distribution mendeskripsikan pada situasi dimana nilai minimum, maksimum,
serta most likely sudah dapat diketahui. Sebagai contoh, penjualan mobil per bulan
dapat kita tentukan nilai minimum, maksimum, serta jumlah yang sering terjual dengan
menggunakan referensi dari data historis. Terdapat tiga kondisi dalam triangular
distribution yaitu:
1. Nilai minimum dari suatu variabel adalah tetap (fixed).
2. Nilai maksimum dari suatu variabel adalah tetap (fixed).
3. Nilai most likely berada diantara nilai maksimum dan minimum, sehingga
membentuk suatu segitiga.
Secara matematis, nilai untuk triangular distribution adalah:
(2.6)
(2.7)
(2.8)
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
59 Universitas Indonesia
(2.9)
Gambar 2.4 Probabilitas distribusi – triangular distribution
Sumber: Program Crystall Ball
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
60 Universitas Indonesia
Uniform Distribution
Dalam uniform distribution seluruh nilai berada diantara minimum dan maksimum dan
memiliki probabilitas kejadian yang sama untuk muncul. Terdapat tiga kondisi dalam
uniform distribution yaitu:
1. Nilai minimum adalah tetap (fixed)
2. Nilai maximum adalah tetap (fixed)
3. Seluruh nilai yang berada pada nilai minimum dan maksimum memiliki peluang
yang sama untuk muncul.
Secara matematis, nilai untuk uniform distribution adalah:
(2.10)
(2.11)
(2.12)
(2.13)
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
61 Universitas Indonesia
Gambar 2.5 Probabilitas distribusi – uniform distribution
Sumber: Program Crystall Ball
2.2.6 Binomial Lattice
Dalam perhitungan dengan menggunakan metode binomial lattice diperlukan
beberapa parameter input dasar yaitu nilai present value dari underlying asset (S),
present value dari cost of the option (X), volatility of tha natural logarithm of the
underlying free cash flow returns dalam persen (σ), maturity (T), risk-free rate atau rate
of return dari riskless assets (rf), dan continuous dividend outflow (b). (Mun, 2006)
Metode binomial lattice juga memerlukan dua perhitungan tambahan yaitu up
and down factor (u dan d) serta perhitungan risk-neutral probabilities (p) yang diberikan
oleh rumus (Mun, 2006):
(2.14)
(2.15)
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
62 Universitas Indonesia
(2.16)
2.2.6.1 Perhitungan underlying asset dengan binomial lattice
Untuk menggambarkan penggunaan binomial lattice dalam membentuk
underlying asset lattice diperlukan persamaan (2.14) dan persamaan (2.15). Dengan
demikian perlu ditentukan berapa step lattice yang akan digunakan serta nilai volatilitas
yang didapatkan.
Step lattice dapat berupa jangka waktu kontrak option tersebut berlaku, dalam
kasus tesis ini option berlaku selama lima tahun sehingga terdapat lima step lattice.
Sedangkan nilai volatilitas berasal dari hasil simulasi Monte Carlo.
S0.u5
S0.u4
S0.u3 S0.u
4.d
S0.u2 S0.u
3.d
S0.u S0.u2.d S0.u
3.d
2
So S0.u.d S0.u.d
S0.d S0.u.d2 S0.u
2.d
3
S0.d2 S0.u.d
3
S0.d3 S0.u.d
4
S0.d4
S0.d5
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
63 Universitas Indonesia
Year 0 Year 1 Year 2 Year 3 Year 4 Year 5
Gambar 2.6 Underlying asset lattice (Binomial 5-steps lattice)
Sumber: (Mun, 2006)
Gambar 2.6 merupakan underlying asset lattice untuk jangka waktu lima tahun
seperti yang akan dipergunakan dalam pembahasan pada bab-bab selanjutnya. Jenis
lattice tersebut adalah recombining lattice yaitu pada saat tahun ke dua, node yang
berada ditengah-tengah (S0.u.d) merupakan perkalian dari S0.u dan S0. d pada tahun
pertama.
Nilai volatilitas sangat berpengaruh terhadap binomial lattice, apabila nilai
volatilitas sangat besar maka semakin besar pula nilai yang terdapat dalam lattice di
setiap tahunnya. Sedangkan apabila tidak ada volatilitas (σ = 0) maka binomial lattice
akan menghasilkan nilai yang sama dengan metode DCF.
2.2.6.2 Perhitungan option valuation dengan binomial lattice
Untuk menjelaskan perhitungan option valuation dengan binomial lattice dapat
mempergunakan contoh sederhana yang terdapat dalam buku (Mun, 2006) sebagai
berikut:
Terdapat European financial call option dengan nilai underlying asset sebesar $100, nilai
strike price sebesar $100, memiliki nilai maturity selama satu tahun, risk-free rate
sebesar 5% dan nilai volatilitas sebesar 25%.
Dengan menggunakan 5-step binomial approach untuk jangka waktu satu tahun
didapatkan:
(2.17)
(2.18)
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
64 Universitas Indonesia
(2.19)
Karena menggunakan 5-step binomial approach untuk jangka waktu satu tahun
maka nilai step size (δt) adalah 1/5 = 0.2 .Langkah selanjutnya adalah mencari nilai
underlying asset dengan referensi gambar 2.6.
174.90
156.39
139.85 139.85
125.06 125.06
111.83 111.83 111.83
$100.00 100.00 100.00
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
65 Universitas Indonesia
89.42 89.42 89.42
79.96 79.96
71.50 71.50
63.94
57.18
Step 0 Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5
Gambar 2.7 Contoh dari Underlying asset lattice (Binomial 5-steps lattice)
Sumber : (Mun, 2006)
Dengan demikian dengan nilai volatilitas sebesar 25%, nilai stock price akan
berada antara $57.18 hingga $174.9. Apabila tidak terdapat nilai volatilitas maka nilai
stock price akan tetap berada pada $100.
Setelah mendapatkan nilai-nilai dalam underlying asset, langkah selanjutnya
adalah mencari nilai option valuation untuk European call option tersebut.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
66 Universitas Indonesia
(A)
(D) 74.90
57.39 (B)
(E) 41.83 39.85
29.17 26.05
(F) 19.61 16.23 11.83
12.79 9.79 6.05 (C)
5.77 3.10 0.00
1.59 0.00
0.00 0.00
0.00
0.00
Step 0 Step 1 Step 2 Step 3 Step 4 Step 5
Gambar 2.8 Contoh dari Option valuation lattice (Binomial 5-steps lattice)
Sumber : (Mun, 2006)
Pada node (A) nilai $74.9 didapatkan dari nilai maksimum antara membiarkan
option tersebut expired tanpa diexercise = $0 dengan apabila option tersebut di exercise
atau digambarkan dengan symbol MAX[$174.9 - $100,0]. Hal yang sama berlaku untuk
node (B) dan (C). Untuk node (C) karena MAX[$89.4 - $100,0] atau ternyata nilai stock
price jatuh ke nilai $89.4, maka call option tidak akan diexercise = $0.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
67 Universitas Indonesia
Setelah itu nilai (D) didapatkan dengan cara backward induction dengan rumus
(Mun, 2006):
[(p)up + (1 – p)down]exp[(-riskfree)(δt)] (2.20)
Dengan menggunakan nilai risk-neutral probability yang telah diperhitungkan
sebelumnya yaitu 0.5169, maka nilai (D) adalah:
[(p)up + (1 – p)down]exp[(-riskfree)(δt)]
[(0.5169)74.9 + (1 – 0.5169)39.8]exp[(-0.05)(0.2)] = $57.39 (2.21)
Dengan cara yang sama maka node (E) didapatkan sebesar:
[(0.5169)41.8 + (1 – 0.5169)16.2]exp[(-0.05)(0.2)] = $29.17 (2.22)
Langkah backward induction dilakukan hingga mencapai node (F) yang mencerminkan
nilai option pada time 0 yaitu sebesar $12.79.
2.3 Hambatan dalam Aplikasi Real Options
Walaupun metode real options merupakan tools yang dapat membantu
perusahaan dalam menghadapi ketidakpastian di masa depan, metode ini masih
terdapat beberapa macam hambatan seperti yang dijelaskan pada tabel 2.2 (Block,
2007).
Tabel 2.2 Hambatan dalam Aplikasi Real Options
Kurangnya dukungan dari top management 42.7%
Metode DCF masih merupakan metode yang sudah
terbukti pemakaiannya
25.6%
Membutuhkan perhitungan yang rumit 19.5%
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008
68 Universitas Indonesia
Terlalu berlebihan dalam mengambil risiko 12.2%
Total 100%
Sumber: Jurnal Are “Real Options” Actually used in the Real World?” (2007)
Dukungan dari pihak top management sangat penting dalam aplikasi real option.
Hal ini berhubungan dengan komitmen manajemen dalam menjalankan kontrak options
sesuai dengan kondisi yang benar-benar dibutuhkan oleh perusahaan. Selain itu masalah
decision-making yang merupakan tugas dari pihak top management merupakan kunci
utama dalam menjalankan kontrak options tersebut.
Metode DCF merupakan metode lama yang sudah banyak dipergunakan oleh
perusahaan-perusahaan dalam melakukan valuasi perusahaan, sedangkan real options
analysis merupakan metode baru yang masih membutuhkan waktu dalam pembuktian
aplikasnya. Oleh karena itu wajar jika masih banyak yang meragukan metode baru ini
sehingga banyak pihak yang menunggu koreksi lebih lanjut terhadap real option
Perhitungan real options yang rumit juga merupakan salah satu alasan
hambatan aplikasi real options. Metode black-scholes maupun binomial memerlukan
analisis perhitungan yang sebenarnya sederhana dalam pemakaiannya namun banyak
pihak perusahaan yang menganggap tidak praktis akibat dari penggunaan rumus-rumus
yang terlalu rumit.
Dalam real options analysis terkadang terlalu berlebihan dalam menilai suatu
proyek maupun perusahaan, sehingga banyak yang berpendapat bahwa metode ini
dapat membawa perusahaan terlalu over-investment terhadap perusahaan.
Valuasi business..., Arjo Baroto, FE UI, 2008