Upload
others
View
9
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
11
BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian
Pada bagian ini disajikan tentang gambaran umum tempat penelitian meliputi letak
geografis tempat penelitian dan keadaan umum tempat penelitian.
4.1.1 Letak Geografis Tempat Penelitian
Kelurahan Kutowinangun terletak di wilayah Kecamatan Tingkir, Salatiga.
Kelurahan ini memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut:
- Sebelah Utara : Kecamatan Pabelan, Kabupaten Semarang
- Sebelah Selatan : Kelurahan Gendongan, Kecamatan Tingkir
- Sebelah Barat : Kecamatan Sidorejo, Kota Salatiga
- Sebelah Timur : Kelurahan Sidorejo Kidul, Kecamatan Tingkir
Kelurahan Kutowinangun memiliki luas wilayah 293,750 ha dengan rincian : tanah
sawah sebesar 49,172 ha, tanah kering sebesar 225,009 ha, dan lainya sebesar 6,884
ha. Kelurahan tersebut terdiri dari 153 RT dan 14 lingkungan/RW. Adapun
lingkungan/RW yang dimaksud adalah sebagai berikut :
Tabel 4.1 Lingkungan Kelurahan Kutowinangun
Lingkungan/RW Nama Lingkungan Jumlah RT
RW I Kaliyoso 10
RW II Kaliyoso 14
RW III Kaliyoso 16
RW IV Pancuran 18
RW V Ngentak 16
RW VI Benoyo 15
RW VII Canden 11
RW VIII Butuh 12
RW IX Nanggulan 6
RW X Blondo Celong 5
RW XI Karang Duwet 13
RW XII Karang Duwet 4
RW XIII Karang Duwet 7
RW XIV Karang Duwet 6
Sumber : Data Potensi Kecamatan Tingkir 2013
4.1.2 Keadaan Umum Tempat Peneltian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Kutowinangun, Kecamatan Tingkir,
Salatiga, dengan memilih Lingkungan Karangduwet (RW XI) dan Lingkungan Canden
(RW VII). Berikut gambaran penjualan sayuran di tempat penelitian :
12
1. KPTT (Kursus Pertanian Taman Tani) di Lingkungan Karangduwet
KPTT memiliki kebun budidaya yang dibagi menjadi dua bagian, yaitu kebun
atas dan kebun bawah. Kebun atas untuk budidaya sayuran, jamur, tanaman
hias, pembibitan dan beberapa hewan ternak. Sedangkan kebun bawah untuk
budidaya sayuran. KPTT mempunyai sebuah tempat penjualan produk yang
buka pada hari Senin sampai dengan hari Sabtu mulai dari jam 08.00-15.00
untuk memasarkan produk hasil pertaniannya, seperti : susu, telur (ayam dan
itik), jamur, buah-buahan (pepaya, pisang, salak, alpukat), dan sayuran organik.
Harga sayuran organik ditawarkan sesuai dengan usahatani yang dilakukan,
dan relatif lebih mahal daripada sayuran nonorganik. Jika terdapat siswa
magang (PKL), mereka membantu dalam penjualan sayuran organik dengan
cara berkeliling di rumah penduduk.
2. Warung Sayuran Nonorganik di Lingkungan Karangduwet dan Canden
Sayuran nonorganik yang dipasarkan bukan dari hasil budidaya sendiri,
melainkan dibeli dari pasar pagi (Jendral Sudirman) dan Pasar Blauran. Harga
sayuran nonorganik di kedua warung tersebut lebih murah daripada sayuran
organik. Warung sayuran nonorganik di Lingkungan Karangduwet dan Canden
buka setiap hari mulai dari sekitar jam 06.00-17.00. Selain memasarkan
sayuran nonorganik, kedua warung tersebut juga menjual bahan pangan yang
lain seperti : tahu, tempe, pindang, bandeng, dan lain-lain.
4.2 Gambaran Umum Sampel Konsumen
Jumlah sampel konsumen yang diambil sebanyak 35 sampel memutuskan untuk
membeli sayuran organik, dan 35 sampel memutuskan untuk membeli sayuran
nonorganik. Berikut gambaran pembelian sayuran yang dilakukan oleh konsumen :
1. Membeli Sayuran Organik
Di Kelurahan Kutowinangun terdapat KPTT yang telah dipercaya konsumen
dengan produk sayuran organik. Pada umumnya, konsumen sayuran organik
memiliki motivasi pembelian yang tinggi terhadap sayuran organik, meskipun
memang belum bisa secara berkala (kontinyu) untuk membeli dan
mengkonsumsinya. Untuk mendapatkan sayuran organik, konsumen yang telah
menjadi pelanggan di KPTT dapat menghubungi karyawan KPTT yang
bertugas di tempat penjualan produk untuk memesan sayuran yang tersedia,
13
yang kemudian konsumen tersebut datang untuk mengambil pesanan. Beberapa
konsumen ada yang menggunakan kendaraan pribadi, adapula yang berjalan
kaki mengingat jarak tempuhnya yang dekat. Jika sayuran yang mereka cari
tidak tersedia, mereka memiliki alternatif membeli sayuran organik di tempat
lain seperti di Trukajaya dan supermarket.
2. Membeli Sayuran Nonorganik
Konsumen sayuran nonorganik cenderung memiliki pendapat bahwa sayuran,
baik yang organik maupun nonorganik merupakan salah satu bahan pangan
yang harus dikonsumsi setiap harinya. Mereka lebih memilih kemudahan
dalam mendapatkan sayuran, dengan harga yang lebih murah. Konsumen
cenderung berjalan kaki untuk membeli sayuran nonorganik di tempat
langganan mereka (warung Karangduwet dan Canden), beberapa ada yang
menggunakan kendaraan pribadi. Jika sayuran yang mereka cari tidak tersedia,
mereka memiliki alternatif membeli sayuran dari pedagang sayuran keliling
dan pergi ke pasar.
Sedangkan berikut ini merupakan gambaran umum sampel konsumen yang
mengarah pada hasil penarikan sampel meliputi usia, jumlah pendapatan keluarga per
bulan, jumlah tanggungan keluarga, tingkat pendidikan formal, intensitas berhubungan
dengan kelompok acuan dan motivasi pembelian.
4.2.1 Usia
Usia responden yang dimaksud dalam hal ini adalah usia pada saat penelitian
ini dilakukan. Usia responden tersebar dalam berbagai golongan, yaitu antara 21
sampai 71 tahun. Distribusi responden menurut usia dapat dilihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2 Distribusi Responden Menurut Usia
Kelompok Usia
(tahun)
Responden Keputusan Pembelian
Jumlah
(orang) (%)
Sayuran
Nonorganik (%)
Sayuran
Organik (%)
≤ 25 3 4,28 3 8,57 0 0
26 – 35 15 21,43 6 17,14 9 25,71
36 – 45 22 31,43 10 28,57 12 34,29
46 – 55 21 30,00 11 31,43 10 28,57
56 – 65 8 11,43 5 14,29 3 8,57
> 65 1 1,43 0 0 1 2,86
Jumlah 70 100 35 100 35 100
Sumber : Analisis Data Primer 2014
14
Dari tabel 4.2 dapat dilihat bahwa jumlah responden terbanyak pertama
terdapat pada kelompok usia 36-45 tahun yaitu sebanyak 22 orang (31,43%), dan
jumlah responden terbanyak kedua terdapat pada kelompok usia 46-55 tahun yaitu
sebanyak 21 orang (30,00%), dengan perbedaan jumlah yang tidak terlalu jauh.
Responden yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik penyebarannya
merata mulai dari golongan usia ≤ 25 tahun sampai golongan usia 56-65 tahun, dan
tidak ada responden yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik pada
golongan usia > 65 tahun. Sebaliknya, responden yang memutuskan untuk membeli
sayuran organik penyebarannya merata mulai dari golongan usia 26-35 tahun sampai
> 65 tahun, dan tidak ada responden yang memutuskan untuk membeli sayuran
organik pada golongan usia ≤ 25 tahun.
4.2.2 Jumlah Pendapatan Keluarga per bulan
Jumlah pendapatan keluarga (rumah tangga) per bulan sampel sangat
bervariasi, mulai dari Rp 500.000,- sampai dengan yang tertinggi adalah Rp
6.500.000,- per bulan. Distribusi sampel menurut jumlah pendapatan keluarga per
bulan dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut.
Tabel 4.3 Distribusi Sampel Menurut Jumlah Pendapatan Keluarga per bulan
Kelompok Jumlah
Pendapatan (Rp)
Rata-Rata
Pendapatan
(Rp)
Sampel Keputusan Pembelian
Jumlah
(orang) (%)
Sayuran
Nonorganik (%)
Sayuran
Organik (%)
500.000 – 1.500.000 1.123.437,50 32 45,71 25 71,43 7 20,00
1.500.001 – 2.500.000 2.202.941,17 17 24,29 6 17,14 11 31,43
2.500.001 – 3.500.000 3.020.000,00 5 7,14 4 11,43 1 2,86
3.500.001 – 4.500.000 4.050.000,00 6 8,57 0 0,00 6 17,14
4.500.001 – 5.500.000 5.000.000,00 4 5,71 0 0,00 4 11,43
5.600.001 – 6.500.000 6.141.666,66 6 8,57 0 0,00 6 17,14
Jumlah 70 100 35 100 35 100
Sumber : Analisis Data Primer 2014
Dari tabel 4.3 dapat dilihat bahwa sampel terbanyak yang memutuskan untuk
membeli sayuran nonorganik terdapat pada kelompok jumlah pendapatan keluarga Rp
500.000,- sampai Rp 1.500.000,- per bulan, yaitu sebanyak 25 orang (71,43%), dan
tidak ada sampel yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik masuk ke
dalam kelompok jumlah pendapatan keluarga ≥ Rp 3.500.001 per bulan. Sebaliknya,
sampel yang memutuskan untuk membeli sayuran organik penyebarannya merata
dalam semua kelompok jumlah pendapatan. Sampel terbanyak yang memutuskan
untuk membeli sayuran organik adalah sampel pada kelompok jumlah pendapatan
15
keluarga Rp 1.500.001,- sampai Rp 2.500.000,- per bulan, yaitu sebanyak 11 orang
(31,43%).
4.2.3 Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah tanggungan keluarga yang dimaksud adalah jumlah anggota keluarga
dalam satu rumah yang masih menjadi tanggungan sampel. Jumlah tanggungan
keluarga sampel berkisar antara 2 sampai 7 orang. Jumlah sampel terbanyak terdapat
dalam kelompok jumlah tanggungan keluarga 4-5 orang yaitu sebanyak 35 (50%),
dengan 19 sampel (54,29%) memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik, dan 16
sampel (45,71%) memutuskan untuk membeli sayuran organik.
Sampel yang mempunyai tanggungan keluarga mulai dari 2-5 orang cenderung
memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik. Akan tetapi perbedaan jumlah antara
sampel yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik dengan sampel yang
memutuskan untuk membeli sayuran organik tidak terlalu jauh. Pada kelompok jumlah
tanggungan keluarga 6-7 orang, tidak ada sampel yang memutuskan untuk membeli
sayuran nonorganik, melainkah terdapat 4 sampel (11,43%) yang memutuskan untuk
membeli sayuran organik. Distribusi sampel menurut jumlah tanggungan keluarga
dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut.
Tabel 4.4 Distribusi Sampel Menurut Jumlah Tanggungan Keluarga
Jumlah Tanggungan
Keluarga (jiwa)
Sampel Keputusan Pembelian
Jumlah
(orang) (%)
Sayuran
Nonorganik (%)
Sayuran
Organik (%)
2 – 3 31 44,29 16 45,71 15 42,86
4 – 5 35 50,00 19 54,29 16 45,71
6 – 7 4 5,71 0 0 4 11,43
Jumlah 70 100 35 100 35 100
Sumber : Analisis Data Primer 2014
4.2.4 Tingkat Pendidikan Formal
Salah satu faktor yang berpengaruh terhadap keputusan pembelian adalah
tingkat pendidikan formal. Distribusi responden menurut waktu menempuh pendidikan
formal dapat dilihat pada tabel 4.5.
16
Tabel 4.5 Distribusi Responden Menurut Waktu Menempuh Pendidikan Formal.
Waktu Menempuh
Pendidikan Formal
(tahun)
Responden Keputusan Pembelian
Jumlah
(orang) (%)
Sayuran
Nonorganik (%)
Sayuran
Organik (%)
0 1 1,43 1 2,86 0 0,00
1 – 6 10 14,29 7 20,00 3 8,57
7 – 9 19 27,14 15 42,86 4 11,43
10 – 12 24 34,29 10 28,57 14 40,00
> 12 16 22,85 2 5,71 14 40,00
Jumlah 70 100 35 100 35 100
Sumber : Analisis Data Primer 2014
Tabel 4.5 menunjukan bahwa dari 70 responden, diperoleh sebanyak 24
responden menempuh pendidikan setingkat SLTA (34,29%), 19 responden menempuh
pendidikan setingkat SLTP (27,14%), 16 responden menempuh pendidikan setingkat
akademi/perguruan tinggi, dan hanya 1 responden yang tidak pernah sekolah (1,43%).
Dari 35 responden yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik, jumlah
responden terbanyak terdapat pada tingkat pendidikan SLTP (7-9 tahun) yaitu
sebanyak 15 orang (42,86%). Sedangkan dari 35 responden yang memutuskan untuk
membeli sayuran organik, jumlah responden terbanyak terdapat pada kelompok tingkat
pendidikan SLTA (10-12 tahun) dan akademi/perguruan tinggi (>12 tahun), yang
keduanya memiliki jumlah yang sama yaitu masing-masing 14 orang (40%).
4.2.5 Intensitas Berhubungan dengan Kelompok Acuan
Kelompok acuan yang dimaksud dalam penelitian ini adalah anggota keluarga
dan teman dari responden, yang memberikan informasi mengenai sayuran organik dan
memberi saran untuk membelinya. Skala intensitas berhubungan dengan kelompok
acuan mengenai sayuran organik mulai dari tidak pernah sampai sangat sering.
Distribusi responden menurut jumlah skor variabel intensitas berhubungan dengan
kelompok acuan dapat dilihat pada tabel 4.6 berikut.
Tabel 4.6 Distribusi Responden Menurut Jumlah Skor Intensitas Berhubungan dengan
Kelompok Acuan
Variabel Skor
Jawaban
Responden Keputusan Pembelian
Jumlah
(orang) (%)
Sayuran
Nonorganik (%)
Sayuran
Organik (%)
Intensitas
Berhubungan dengan
Kelompok Acuan
4 – 7 41 58,57 28 80,00 13 37,14
8 – 11 16 22,86 5 14,29 11 31,43
12 – 15 11 15,71 2 5,71 9 25,71
16 – 20 2 2,86 0 0,00 2 5,71
Jumlah 70 100 35 100 35 100
Sumber : Analisis Data Primer 2014
17
Tabel 4.6 menunjukan bahwa responden terbanyak terdapat pada kelompok
jumlah skor 4-7, dengan sebanyak 28 responden (80,00%) memutuskan untuk membeli
sayuran nonorganik, dan sebanyak 13 responden (37,14%) memutuskan untuk
membeli sayuran organik. Responden yang memutuskan untuk membeli sayuran
organik penyebarannnnya merata di semua kelompok jumlah skor. Terdapat 2
responden (5,71%) yang memutuskan untuk membeli sayuran organik dengan jumlah
skor tertinggi yaitu 16-20, dan tidak ada responden dalam jumlah skor tersebut yang
memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik. Responden yang mempunyai jumlah
skor yang tinggi cenderung memutuskan untuk membeli sayuran organik.
4.2.6 Motivasi Pembelian
Indikator untuk motivasi pembelian meliputi kebiasaan konsumsi keluarga,
kebiasaan membeli di lokasi yang dipilih, meningkatkan kesehatan, dan mendapatkan
manfaat (nutrisi) yang lebih. Skala jawaban untuk motivasi pembelian sayuran mulai
dari sangat tidak setuju sampai sangat setuju.
Hasil penelitian menunjukan tidak ada responden baik yang memutuskan untuk
membeli sayuran nonorganik maupun yang memutuskan untuk membeli sayuran
organik masuk ke dalam kelompok jumlah skor 4-7 dan 8-11. Responden terbanyak
yang cenderung memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik terdapat pada
kelompok jumlah skor 12-15, yaitu 18 orang (51,43%). Sedangkan responden
terbanyak yang cenderung memutuskan untuk membeli sayuran organik terdapat pada
kelompok jumlah skor yang tinggi yaitu pada jumlah skor 16-20, sebanyak 24 orang
(68,57%). Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.7 mengenai distribusi
responden menurut jumlah skor variabel motivasi (alasan) pembelian.
Tabel 4.7 Distribusi Responden Menurut Jumlah Skor Motivasi (Alasan) Pembelian
Variabel Skor
Jawaban
Responden Keputusan Pembelian
Jumlah
(orang) (%)
Sayuran
Nonorganik (%)
Sayuran
Organik (%)
Motivasi (Alasan)
Pembelian
4 – 7 0 0,00 0 0,00 0 0,00
8 – 11 0 0,00 0 0,00 0 0,00
12 – 15 29 41,43 18 51,43 11 31,43
16 – 20 41 58,57 17 48,57 24 68,57
Jumlah 70 100 35 100 35 100
Sumber : Analisis Data Primer 2014
18
4.3 Hasil Komputasi
Hasil analisis memperoleh gambaran mengenai keputusan konsumen dalam
melakukan pembelian sayuran organik. Dari hasil analisis dan pengujian komputasi
diperoleh nilai koefisien regresi parsial dan nilai signifikansinya, sehingga dapat
disimpulkan apakah Ho diterima atau ditolak. Dapat dilihat pada Tabel 4.8 mengenai
pengujian hipotesis dengan regresi linier berganda logistik dan nilai signifikansinya.
Tabel 4.8 Hasil Pengujian Komputasi
No Variabel Nilai Parameter
Dugaan Signifikansi
Nilai Odds
Ratio Keterangan
1 X1_Usia 0,062 0,180 1,063 Tidak Signifikan
2 X2_JmlPendptnKel 0,001 0,010* 1,001 Signifikan
3 X3_JmlTanggnKel 0,352 0,297 1,421 Tidak Signifikan
4 X4_TngktPendknFrml 0,377 0,043* 1,458 Signifikan
5 X5_IntensBerhub 0,486 0,001* 1,627 Signifikan
6 X6_MotivasiPemb 0,471 0,045* 1,601 Signifikan
Konstan -21,946 0,002 0,000
Keterangan : (*) parameter dugaan signifikan pada tingkat kepercayaan 95%
Sumber : Analisis Data Primer 2014
Hasil pengujian komputasi yang ditampilkan pada Tabel 4.8 terlihat variabel-
variabel bebas (Xi) yang berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y) adalah
jumlah pendapatan per bulan (X2), tingkat pendidikan formal (X4), intensitas
berhubungan dengan kelompok acuan (X5) dan motivasi pembelian (X6). Sedangkan
variabel-variabel bebas (Xi) yang tidak berpengaruh nyata terhadap variabel terikat (Y)
adalah usia (X1) dan jumlah tanggungan keluarga (X3).
4.3.1 Uji Validitas dan Realibilitas
Dari hasil pengujian, menunjukan setiap butir pertanyaan variabel intensitas
berhubungan dengan kelompok acuan (X5) dan variabel motivasi pembelian (X6)
mempunyai nilai r hitung > r tabel. Maka dapat dikatakan valid.
Dari hasil pengujian Cronbach’s Alpha, nilai Cronbach’s Alpha untuk variabel
intensitas berhubungan dengan kelompok acuan (X5) > 0,60. Maka dapat dikatakan
reliabel. Sedangkan nilai Cronbach’s Alpha untuk variabel motivasi pembelian (X6) <
0,60, maka dapat disimpulkan cukup reliabel untuk suatu tujuan penelitian.
4.3.2 Uji Multikolinieritas
Dari hasil pengujian menunjukan nilai VIF dari masing-masing variabel bebas
tidak lebih besar dari 10, sehingga dapat disimpulkan tidak terjadi multikolinieritas.
19
4.3.3 Pengujian Secara Keseluruhan ( Overall Test)
Dari hasil analisis overall test didapat nilai signifikansi (p-value) sebesar 0,000
(Model) dimana nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Hal ini berarti Ho ditolak.
Sehingga, dapat dinyatakan bahwa pada tingkat kepercayaan 95% terdapat minimal
satu variabel bebas (Xi) yang berpengaruh terhadap variabel terikat (Y), dan model
regresi logistik ini dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut.
4.3.4 Pengujian Secara Individu (Partial Test)
Dari tabel Nilai Statistik Uji Wald, diketahui bahwa terdapat 4 variabel bebas
yang memiliki nilai statistik Wald (W2) > nilai Chi-square tabel (3,84), dan nilai
signifikansinya < 0,05. Sehingga dapat disimpulkan Ho : ditolak atau variabel tersebut
berpengaruh nyata terhadap variabel terikat Y (keputusan pembelian). Variabel-
variabel bebas tersebut adalah jumlah pendapatan per bulan (X2), tingkat pendidikan
formal (X4), intensitas berhubungan dengan kelompok acuan (X5) dan motivasi
pembelian (X6). Sedangkan variabel usia (X1) dan jumlah tanggungan keluarga (X3)
memiliki nilai statistik Wald (W2) < nilai Chi-square tabel (3,84), dan nilai
signifikansinya > 0,05, sehingga Ho : diterima. Artinya, variabel usia (X1) dan jumlah
tanggungan keluarga (X3) secara individu tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan
pembelian sayuran.
4.3.5 Uji Kesesuaian dan Kelayakan (Goodness Of Fit)
Untuk melakukan uji kelayakan model regresi logistik pada penelitian ini,
digunakan beberapa uji statistik yaitu Hosmer and Lemeshow Test, Nagelkerke R
Square dan Classification plot.
1. Uji Hosmer Lemeshow
Hasil uji Hosmer and Lemeshow Test menunjukan nilai signifikansi 0,937 yang
nilainya jauh di atas 0,05. Maka keputusan Ho : diterima pada tingkat kepercayaan
95%. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa model regresi logistik yang
digunakan telah cukup mampu menjelaskan data.
2. Uji Nagelkerke R Square
Berdasarkan hasil model summary, nilai Nagelkerke R square adalah sebesar
0,738. Artinya, kontribusi variabel bebas (independent) terhadap variabel terikat
(dependent) adalah sebesar 73,8%.
20
3. Uji Classification plot
Adapun tabel Classification plot dapat ditunjukkan bahwa model regresi
logistik yang digunakan telah cukup baik, karena mampu menebak dengan benar
87,1% kondisi yang terjadi. Artinya, dari 70 observasi, ada 61 observasi yang tepat
pengklasifikasiannya oleh model regresi logistik. Sehingga model ini sudah cukup
layak digunakan.
4.4 Pembahasan
4.4.1 Pengaruh Usia (X1) Terhadap Keputusan Konsumen dalam Membeli
Sayuran Organik
Hasil analisis dan pengujian komputasi menunjukan bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,180 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, maka
usia (X1) tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan konsumen dalam membeli
sayuran organik pada tingkat kepercayaan 95%.
Tidak adanya pengaruh secara nyata usia terhadap keputusan konsumen dalam
membeli sayuran organik, karena alasan yang pertama, responden pada penelitian ini
baik yang memiliki rentang usia muda maupun tua memiliki kesadaran untuk menjaga
kesehatan dengan mengkonsumsi sayuran, mengingat sayuran merupakan salah satu
bahan pangan yang harus dikonsumsi oleh setiap tingkatan umur untuk memelihara
fungsi tubuh secara sehat. Alasan yang kedua, lokasi penjualan sayuran organik dan
nonorganik dekat dengan rumah penduduk, sehingga tidak menutup kemungkinan
dalam satu lokasi terdapat banyak tingkatan usia (muda sampai tua) yang membeli
sayuran tersebut, baik organik maupun nonorganik.
4.4.2 Pengaruh Jumlah Pendapatan Keluarga per Bulan (X2) Terhadap
Keputusan Konsumen dalam Membeli Sayuran Organik
Hasil analisis dan pengujian komputasi menunjukan bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,010 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, maka
jumlah pendapatan keluarga (X2) berpengaruh nyata terhadap keputusan konsumen
dalam membeli sayuran organik pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai parameter
dugaan (B) sebesar 0,001, dan nilai odds ratio (Exp B) sebesar 1,001. Hal ini
menunjukan terdapat kecenderungan yang kuat bahwa semakin tinggi jumlah
pendapatan keluarga (X2), maka semakin tinggi peluang konsumen untuk memutuskan
21
membeli sayuran organik. Keputusan konsumen dalam membeli sayuran organik lebih
banyak terjadi pada konsumen yang memiliki jumlah pendapatan keluarga yang lebih
tinggi, dengan nilai odds ratio sebesar 1,001, yang berarti bahwa peluang keputusan
konsumen dalam membeli sayuran organik lebih tinggi 1,001% dibandingkan dengan
konsumen yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik jika jumlah
pendapatannya meningkat 1%.
Terdapat pengaruh secara nyata jumlah pendapatan keluarga per bulan terhadap
keputusan pembelian sayuran organik, karena konsumen yang memiliki jumlah
pendapatan keluarga yang lebih tinggi akan mampu untuk memenuhi kebutuhan yang
lebih baik, yaitu dalam hal ini adalah membeli sayuran organik sebagai salah satu
bahan pangan yang bermutu baik. Jika mengacu pada tabel 4.3, menunjukan bahwa
sampel yang memutuskan untuk membeli sayuran organik penyebarannya merata pada
semua kelompok jumlah pendapatan, dan cenderung memiliki jumlah pendapatan yang
lebih tinggi jika dibandingkan dengan sampel yang memutuskan untuk membeli
sayuran nonorganik. Hal ini sesuai dengan pendapat Sarwono, 2005 dalam Fazrina,
dkk (2013) yang mengemukakan bahwa pendapatan yang tinggi memungkinkan orang
untuk melaksanakan kegiatan atau kebutuhan lainnya yang lebih baik karena cukupnya
dana yang mereka miliki. Dan pendapat Suhardjo, dkk 1989 dalam Fazrina, dkk
(2013), bahwa pendapatan merupakan penentu utama yang berhubungan dengan
kualitas makanan.
4.4.3 Pengaruh Jumlah Tanggungan Keluarga (X3) Terhadap Keputusan
Konsumen dalam Membeli Sayuran Organik
Hasil analisis dan pengujian komputasi menunjukan bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,297 yang berarti nilai tersebut lebih besar dari 0,05. Dengan demikian, maka
jumlah tanggungan keluarga (X3) tidak berpengaruh nyata terhadap keputusan
konsumen dalam membeli sayuran organik pada tingkat kepercayaan 95%.
Tidak adanya pengaruh secara nyata jumlah tanggungan keluarga terhadap
keputusan konsumen dalam membeli sayuran organik, karena dalam penelitian ini,
baik sampel yang memiliki jumlah tanggungan keluarga banyak atau sedikit umumnya
melakukan pembelian sayuran (dalam memenuhi konsumsi sayuran untuk keluarga)
dengan jumlah pembelian yang tidak jauh berbeda, yaitu membeli sayuran antara 1
sampai 2 jenis sayuran di setiap melakukan pembelian 2 sampai 3 hari sekali (contoh :
22
membeli sayuran jenis daun dan biji, membeli sayuran jenis buah dan bunga), dan
mengkonsumsi sayuran tersebut hampir setiap hari. Umumnya, sayuran yang sering
mereka beli dan konsumsi merupakan sayuran jenis daun (seperti sawi bakso, sawi
sendok, daun singkong, kangkung, bayam, adas, kenikir, kubis, selobor, dan lain-lain),
dan membelinya sebanyak 1 sampai 2 ikat di setiap melakukan pembelian, dimana
sayuran tersebut mudah didapat dan banyak tersedia baik itu di tempat penjualan
sayuran organik maupun nonorganik.
4.4.4 Pengaruh Tingkat Pendidikan Formal (X4) Terhadap Keputusan
Konsumen dalam Membeli Sayuran Organik
Hasil analisis dan pengujian komputasi menunjukan bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,043 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, maka
tingkat pendidikan formal (X4) berpengaruh secara nyata terhadap keputusan
konsumen dalam membeli sayuran organik pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai
parameter dugaan (B) sebesar 0,377, dan nilai odds ratio (Exp B) sebesar 1,458. Hal
ini menunjukan terdapat kecenderungan yang kuat bahwa semakin tinggi tingkat
pendidikan formal, maka semakin tinggi peluang konsumen untuk memutuskan
membeli sayuran organik. Keputusan konsumen dalam membeli sayuran organik lebih
banyak terjadi pada konsumen yang memiliki tingkat pendidikan formal yang lebih
tinggi, dengan nilai odds ratio sebesar 1,458, yang berarti bahwa peluang keputusan
konsumen dalam membeli sayuran organik lebih tinggi 1,458% dibandingkan dengan
konsumen yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik jika tingkat
pendidikan formal meningkat 1%.
Mengacu pada tabel 4.5 menunjukan bahwa responden terbanyak yang
memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik adalah responden yang menempuh
pendidikan setingkat SLTP, sedangkan responden terbanyak yang memutuskan untuk
membeli sayuran organik adalah responden yang menempuh pendidikan setingkat
SLTA dan akademi/perguruan tinggi. Terdapat pengaruh secara nyata tingkat
pendidikan formal terhadap keputusan pembelian sayuran organik, karena tingkat
pendidikan secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pikir
seseorang, yang kemudian akan mempengaruhi dalam pemilihan produk. Responden
yang memiliki tingkat pendidikan yang lebih tinggi, mempunyai ilmu pengetahuan dan
wawasan yang luas, serta memiliki pemahaman yang lebih baik dalam menerima
23
informasi mengenai sayuran organik. Mereka lebih berorientasi pada cara hidup yang
lebih sehat dengan cara mengkonsumsi sayuran organik. Hal ini sesuai dengan
pendapat Sumarwan, 1993 dalam Nugroho (2009) bahwa makin tinggi tingkat
pendidikan seseorang, maka makin mudah ia dapat menerima informasi dan inovasi
baru yang dapat merubah pola konsumsinya.
4.4.5 Pengaruh Intensitas Berhubungan dengan Kelompok Acuan (X5)
Terhadap Keputusan Konsumen dalam Membeli Sayuran Organik
Hasil analisis dan pengujian komputasi menunjukan bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,001 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, maka
intensitas berhubungan dengan kelompok acuan (X5) berpengaruh secara nyata
terhadap keputusan konsumen dalam membeli sayuran organik pada tingkat
kepercayaan 95%. Nilai parameter dugaan (B) sebesar 0,486, dan nilai odds ratio (Exp
B) sebesar 1,627. Hal ini berarti jika intensitas berhubungan dengan kelompok acuan
(mengenai sayuran organik) semakin tinggi, maka peluang konsumen untuk
memutuskan membeli sayuran organik akan semakin tinggi pula. Keputusan konsumen
dalam membeli sayuran organik lebih banyak terjadi pada konsumen yang intensitas
berhubungan dengan kelompok acuannya lebih tinggi, dengan nilai odds ratio sebesar
1,627, yang berarti bahwa peluang keputusan konsumen dalam membeli sayuran
organik lebih tinggi 1,627% dibandingkan dengan konsumen yang memutuskan untuk
membeli sayuran nonorganik jika intensitas berhubungan dengan kelompok acuan
meningkat 1%.
Terdapat pengaruh secara nyata intensitas berhubungan dengan kelompok
acuan terhadap keputusan pembelian sayuran organik, karena kelompok acuan yang
meliputi keluarga dan teman ini telah memberikan secara langsung informasi, pendapat
dan saran untuk membeli sayuran organik mulai dari harga, manfaat dan kelebihan,
dan lokasi penjualan, sehingga responden dapat terpengaruh untuk membelinya. Dalam
penelitian ini, responden lebih intensif mendapat informasi mengenai sayuran organik
dari teman daripada anggota keluarga. Sedangkan anggota keluarga responden lebih
intensif memberi saran kepada responden untuk membeli sayuran organik.
Mengacu pada tabel 4.6, responden yang memutuskan untuk membeli sayuran
organik cenderung mempunyai jumlah skor yang lebih tinggi (lebih intensif
mendapatkan informasi, pendapat dan saran untuk membeli sayuran organik)
24
dibandingkan responden yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik.
Semakin tinggi intensitas berhubungan dengan kelompok acuan mengenai sayuran
organik, maka semakin tinggi pula responden untuk terpengaruh membeli dan
mengkonsumsinya. Hal ini sesuai dengan pendapat Dasipah, dkk (2010) bahwa
kelompok acuan merupakan salah satu faktor yang memiliki pengaruh langsung
terhadap seseorang untuk memilih suatu produk, dalam hal ini adalah sayuran organik.
4.4.6 Pengaruh Motivasi Pembelian (X6) Terhadap Keputusan Konsumen
dalam Membeli Sayuran Organik
Hasil analisis dan pengujian komputasi menunjukan bahwa nilai signifikansi
sebesar 0,045 yang berarti nilai tersebut lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian, maka
motivasi pembelian (X6) berpengaruh secara nyata terhadap keputusan konsumen
dalam membeli sayuran organik pada tingkat kepercayaan 95%. Nilai parameter
dugaan (B) sebesar 0,471, dan nilai odds ratio (Exp B) sebesar 1,601. Hal ini berarti
jika motivasi pembelian sayuran organik semakin tinggi, maka peluang konsumen
untuk memutuskan membeli sayuran organik akan semakin tinggi pula. Keputusan
konsumen dalam membeli sayuran organik lebih banyak terjadi pada konsumen yang
memiliki motivasi pembelian sayuran organik yang lebih tinggi, dengan nilai odds
ratio sebesar 1,601, yang berarti bahwa peluang keputusan konsumen dalam membeli
sayuran organik lebih tinggi 1,601% dibandingkan dengan konsumen yang
memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik jika motivasi pembelian sayuran
organik meningkat 1%.
Terdapat pengaruh secara nyata motivasi pembelian terhadap keputusan
pembelian sayuran organik, karena motivasi pembelian yang meliputi kebiasaan
konsumsi keluarga, kebiasaan membeli di lokasi yang dipilih, meningkatkan
kesehatan, dan mendapatkan manfaat (nutrisi) yang lebih, merupakan salah satu faktor
yang mendorong konsumen untuk memutuskan membeli sayuran organik. Jika
seseorang mempunyai motivasi yang tinggi terhadap produk tertentu, maka seseorang
itu akan terdorong untuk berperilaku menguasai produk tersebut, dalam penelitian ini
yang dimaksud menguasai adalah memutuskan untuk membeli dan mengkonsumsi
sayuran organik.
Mengacu pada tabel 4.7, responden yang cenderung memutuskan untuk
membeli sayuran organik mempunyai jumlah skor yang lebih tinggi dibandingkan
25
responden yang memutuskan untuk membeli sayuran nonorganik. Tidak ada responden
baik yang memutuskan untuk membeli sayuran organik maupun nonorganik yang
memiliki jumlah skor yang rendah antara 4-11. Menurut konsumen sayuran
nonorganik, semua orang ingin meningkatkan kesehatan dengan asupan gizi yang
cukup terutama untuk sayuran. Selain itu, sayuran yang mereka beli akan tetap dicuci
bersih sebelum dimasak atau dikonsumsi langsung. Sehingga menurut sebagian dari
mereka, sama saja jika membeli sayuran nonorganik atau organik, dan mereka lebih
memilih lokasi penjualan sayuran nonorganik yang sudah menjadi langganan mereka.
Sedangkan bagi konsumen sayuran organik, mereka lebih meyakini bahwa sayuran
yang mereka beli lebih sehat, lebih aman dikonsumsi karena terbebas dari pestisida
kimia meskipun nantinya tetap akan dicuci bersih, serta sayuran organik lebih banyak
mengandung nutrisi. Oleh karena tidak menggunakan pestisida kimia, rasa dari
sayuran organik dirasa konsumen lebih enak, renyah dan lebih berserat dibandingkan
sayuran nonorganik meskipun pada umumnya tampilan sayuran organik tidak secantik
sayuran nonorganik. Mengkonsumsi sayuran organik juga menjadi kebiasaan
konsumsi keluarga, meskipun belum bisa sepenuhnya dilakukan secara berkala
(kontinyu). Responden sebagai konsumen sayuran organik juga memilih lokasi
penjualan yang sudah menjadi langganan mereka, yaitu KPTT.
Hal ini sesuai dengan pendapat Setiadi (2008) yang mendefinisikan motivasi
konsumen adalah keadaan di dalam pribadi seseorang yang mendorong keinginan
individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan guna mencapai suatu tujuan. Selain itu
menurut Muhaimin (2010), bahwa semakin tinggi pengetahuan konsumen mengenai
manfaat produk dan kandungan gizinya, maka semakin tinggi pengaruh konsumen
untuk membeli atau mengkonsumsi produk tersebut. Produk yang dimaksud dalam hal
ini adalah sayuran organik.