Upload
doancong
View
219
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
23
BAB 4
HASIL PERCOBAAN DAN PEMBAHASAN
Pada penelitian ini dikembangkan suatu model tikus stroke dengan cara menyuntikan darah
tikus autologus melalui arteri karotid kanan. Penyuntikan darah tikus autolog tersebut
bertujuan untuk meningkatkan tekanan pada aliran darah ke otak yang dapat berakibat
pecahnya pembuluh darah di otak dan menimbulkan pendarahan serta memicu terjadinya
stroke hemoragik. Metode lain yang dapat dilakukan adalah dengan memasukan darah tikus
atau zat lain ke dalam inti kaudatus kanan otak agar tekanan pada jaringan di daerah tersebut
meningkat dan akhirnya mengalami kerusakan jaringan. Keuntungan metode ini adalah otak
akan langsung mengalami pembengkakan akibat adanya penambahan cairan di dalam otak.
Tetapi karena keterbatasan alat, metode ini tidak dapat dilakukan sehingga dikembangkan
metode lain, yaitu penyuntikan darah tikus melalui arteri karotid umum. Pada penelitian ini
dilakukan tahap orientasi pembuatan model tikus stroke terlebih dahulu untuk melihat apakah
metode induksi stroke yang digunakan dapat membuat suatu model tikus stroke yang ditandai
dengan penurunan fungsi neurologis pada tikus sebelum metode induksi stroke tersebut
digunakan untuk menguji efek ekstrak tanaman.
Secara anatomi, otak manusia terbagi menjadi dua bagian hemisfer, yaitu hemisfer kiri dan
hemisfer kanan. Masing-masing hemisfer tersebut menerima pesan sensorik dan memberi
perintah motorik ke bagian tubuh yang berlawanan. Hemisfer kiri mempengaruhi kerja
motorik tubuh bagian kanan dan hemisfer kanan mempengaruhi kerja motorik tubuh bagian
kiri (Martini, 2001). Pada metode induksi stroke ini diharapkan penyuntikan darah melalui
arteri karotid kanan mempengaruhi hemisfer kanan sehingga fungsi motorik tubuh bagian kiri
terganggu yang dalam penelitian ini tampak berupa ptosis pada mata kanan serta adanya
penurunan fungsi tungkai pada uji perilaku. Ptosis pada mata kanan diduga timbul karena
adanya gangguan pada serabut saraf okulomotor, yaitu salah satu serabut saraf kranial yang
berada di tengah otak. Arteri ini merupakan salah satu cabang arteri karotid internal yang
24
mengalirkan darah ke mata (Martini, 2001). Hasil ptosis pada tahap orientasi pembuatan
model tikus stroke dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Persentase Tikus yang Mengalami Ptosis Mata Kanan pada Tahap Orientasi
Pembuatan Model Tikus Stroke
Kelompok N Persentase rata-rata tikus yang
mengalami ptosis pada hari ke-
1 3 5 7 14 28
Kontrol 3 0 0 0 0 0 0
Orientasi 4 100 100 100 100 100 100
Hasil pengamatan terhadap timbulnya stroke (Tabel 4.1) menunjukkan bahwa tikus mengalami
ptosis pada mata kanan hingga hari ke-28 setelah induksi stroke. Gambar ptosis yang terjadi
pada mata kanan setelah induksi stroke dapat dilihat pada Gambar 4.1.
Gambar 4.1 Ptosis pada mata kanan setelah tikus diinduksi stroke.
Selain timbulnya ptosis pada orientasi pembuatan model tikus stroke, ada beberapa parameter
uji yang dapat digunakan untuk menilai gangguan motorik dari fungsi tungkai pada tikus
stroke diantaranya forelimb placing test (FPT), forelimb use asymmetry test (FUAT), dan
corner turn test (CTT).
25
FPT dilakukan untuk mengetahui fungsi motorik tungkai kanan maupun tungkai kiri tikus
yang dilihat melalui penempatan tungkai kanan atau kiri pada suatu permukaan meja sebagai
respon terhadap stimulus yang diberikan pada bulu hidung kanan atau kirinya. Menurut teori,
tikus normal akan menempatkan tungkai yang sejajar dengan bagian otak yang diinduksi
stroke secara cepat pada permukaan meja tersebut dan tikus yang mengalami injury pada
otaknya akan mengalami gangguan dalam menempatkan tungkainya yang berseberangan
dengan bagian otak yang diinduksi stroke. Semakin kecil hasil FPT, berarti semakin
berkurangnya kemampuan tikus dalam menempatkan tungkainya pada permukaan meja ketika
diberi stimulus ,yang menunjukkan tingkat stroke. Karena pada model tikus stroke ini yang
diinduksi adalah hemisfer bagian kanan, maka tungkai yang diperkirakan mengalami
penurunan fungsi adalah tungkai kiri. Pada orientasi pembuatan model tikus stroke, FPT
dilakukan terhadap kelompok kontrol dan kelompok induksi yang hasilnya dapat dilihat pada
Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Hasil Forelimb Placing Test pada Tahap Orientasi Pembuatan Model Tikus Stroke
Kel No
Persentase penempatan tungkai kiri dan kanan pada hari ke-
1 3 5 7 14 28
Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka
Kontrol 1 100 100 100 100 100 100 90 90 100 100 100 90
2 90 100 100 100 100 100 100 100 90 100 100 100
3 100 90 100 100 100 90 100 100 90 90 100 100
Rata-
rata
96,7 96,7 100 100 100 96,7 96,7 96,7 93,3 96,7 100 96,7
Induksi 4 10 0 60 0 90 100 90 100 100 100 90 90
5 0 0 100 50 100 60 90 70 80 60 80 60
6 40 0 60 40 40 10 80 20 80 60 30 100
7 20 0 30 10 50 30 70 50 100 70 100 60
Rata-
rata
17,5b 0b 62,5b 25b 70a 50a 82,5a 60 90 72,5 75a 77,5
Keterangan : Ki = Kiri, Ka = Kanan; angka menyatakan persentase respon penempatan tungkai
terhadap 10 kali stimulus; statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05; c = p < 0,01
dibandingkan terhadap kontrol
Pada Tabel 4.1 dapat dilihat bahwa hasil FPT kelompok induksi pada hari ke-1, 3, dan 5
setelah induksi stroke, tikus mengalami penurunan fungsi tungkai, baik fungsi tungkai kiri
maupun tungkai kanan yang kebermaknaannya ditunjukkan pada Tabel 4.2 dibandingkan
terhadap kontrol. Hal ini menunjukkan bahwa pada stroke yang diinduksi dalam percobaan ini
tidak hanya mempengaruhi fungsi motorik tubuh bagian kiri saja, tetapi juga mempengaruhi
26
fungsi motorik tubuh bagian kanan. Hasil ini diduga diakibatkan oleh adanya kerusakan pada
hemisfer kiri dan kanan. Sedangkan grafik sebagai gambaran hasil rata-rata FPT pada tahap
orientasi pembuatan model tikus stroke dapat dilihat pada Gambar 4.2.
(a) (b)
Gambar 4.2 Grafik persentase rata-rata penempatan tungkai kiri (a) dan kanan (b) forelimb
placing test (FPT).
Pada Gambar 4.2 dapat dilihat pula adanya kecenderungan peningkatan pada grafik
penempatan fungsi tungkai kanan maupun kiri hingga hari ke-14. Hal ini menunjukkan tikus
mengalami perbaikan fungsi tungkai tanpa bantuan obat apapun dalam waktu 14 hari.
Forelimb use asymmetry test (FUAT) dilakukan untuk mengetahui kecenderungan tikus dalam
menggunakan tungkai kanan maupun kirinya untuk menumpu badannya saat ketika tikus
berdiri dalam suatu silinder plastik transparan. Menurut teori, tikus yang telah diinduksi stroke
sebelumnya akan memiliki kecenderungan yang lebih besar dalam penggunaan tungkai tikus
yang sejajar dengan bagian otak yang mengalami injury dibandingkan dengan tungkai yang
berseberangan dengan bagian otak yang mengalami injury karena tungkai yang berseberangan
mengalami gangguan motorik akibat induksi stroke tersebut. Karena pada model tikus stroke
ini yang diinduksi adalah hemisfer bagian kanan, maka nilai FUAT diperoleh berdasarkan
penurunan fungsi tungkai kiri. Jika nilai FUAT positif, maka kecenderungan tikus
menggunakan tungkai kanannya lebih besar. Sedangkan bila nilai FUAT negatif, maka
kecenderungan tikus menggunakan tungkai kirinya lebih besar. Timbulnya stroke ditandai
dengan nilai FUAT positif setelah tikus diinduksi yang berarti mempengaruhi fungsi motorik
0
20
40
60
80
100
120
1 3 5 7 14 28
Per
sen
tase
ra
ta-r
ata
pen
emp
ata
n t
un
gk
ai
kir
i
Hari ke-
Kontrol Orientasi
0
20
40
60
80
100
120
1 3 5 7 14 28
Per
sen
tase
ra
ta-r
ata
pen
emp
ata
n t
un
gk
ai
ka
na
n
Hari ke-
Kontrol Orientasi
27
kiri sehingga kecenderungan tikus dalam menggunakan tungkai kanannya lebih besar. Hasil
FUAT pada orientasi pembuatan model tikus stroke dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Forelimb Use Asymmetry Test pada Tahap Orientasi Pembuatan Model
Tikus Stroke.
Kel No.
tikus
Persentase penggunaan tungkai pada hari ke-
1 3 5 7 14 28
Kontrol 1 0 -12,5 0 -25 -9,1 -20
2 0 -14,3 -33,3 0 0 0
3 0 0 -18,2 0 -11,1 0
Rata-
rata
0 -8,9 -17,2 -8,3 -6,7 -6,7
Induksi 4 0 33,4 100 33,3 0 0
5 0 11,1 100 20 0 11,1
6 0 11,1 0 25 47,7 37,5
7 0 0 18,8 37,5 61,1 33,3
Rata-
rata
0 13,9b
54,7 28,9a
27,1 20,5
Keterangan : - = Kecenderungan penggunaan tungkai kiri lebih besar, + = Kecenderungan
penggunaan tungkai kanan lebih besar; statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05;
c = p < 0,01 dibandingkan terhadap kontrol
Dari hasil FUAT pada Tabel 4.3, kelompok induksi menunjukkan kecenderungan penggunaan
tungkai kanan yang berbeda secara bermakna (p < 0,05) pada hari ke-3 dan berbeda tapi tidak
bermakna (p < 0, 1) pada hari ke-5. Tetapi secara umum, kelompok induksi memperlihatkan
adanya kecenderungan penggunaan tungkai kanan ketika berdiri dalam silinder hingga hari ke-
28 yang dapat dilihat dengan nilai FUAT positif. Hasil ini menunjukkan adanya penurunan
fungsi tungkai kiri sehingga kecenderungan tikus untuk menggunakan tungkai kiri sebagai
tumpuan ketika tikus berdiri dalam silinder berkurang yang ditandai adanya peningkatan
penggunaan tungkai kanan. Grafik yang menggambarkan hasil rata-rata FUAT pada tahap
orientasi pembuatan model tikus stroke ini dapat dilihat pada Gambar 4.3.
28
Gambar 4.3 Grafik persentase rata-rata penggunaan tungkai pada forelimb use asymmetry
test (FUAT).
Corner turn test (CTT) dilakukan untuk mengetahui persentase arah yang dipilih oleh tikus
untuk ke luar dari suatu sudut, dengan syarat tikus berada dalam keadaan berdiri (rearing)
pada saat ke luar. Tujuannya adalah untuk menentukan kecenderungan tikus dalam
menggunakan tungkainya untuk menumpu badan tikus ketika tikus keluar (tikus yang
membelok dengan posisi tidak berdiri tidak dihitung). Bila tikus membelok ke arah kanan,
berarti tungkai kanan yang digunakan untuk menumpu, dan begitu pula sebaliknya. Semakin
besar nilai CTT, maka semakin besar kecenderungan tikus untuk membelok ke arah kanan
yang berarti semakin besar kecenderungan tikus untuk menggunakan tungkai kanannya untuk
menumpu badannya dan hal ini memperkuat adanya gangguan pada tungkai kiri akibat induksi
stroke. Pada orientasi pembuatan model tikus stroke, CTT tidak dilakukan karena belum
tersedianya alat, sehingga penarikan kesimpulan hasil orientasi hanya berdasarkan FPT,
FUAT, dan ptosis.
Hasil akhir orientasi pembuatan model tikus stroke menujukkan bahwa terdapat perbedaan
bermakna (p < 0,05) dari data FPT yang menunjukkan penurunan fungsi kedua tungkai
kelompok induksi hingga hari ke-5 setelah induksi stroke, data FUAT menunjukkan adanya
kecenderungan penggunaan tungkai kanan yang berbeda bermakna (p < 0,05) pada hari ke-3
dan berbeda tapi tidak bermakna (p < 0,1) pada hari ke-7 setelah induksi stroke, dan seluruh
tikus kelompok induksi mengalami ptosis mata kanan hingga hari ke-28 setelah induksi stroke.
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 3 5 7 14 28Per
sen
tase
ra
ta-r
ata
pen
gg
un
aa
n t
un
gk
ai
Hari ke-
Kontrol Orientasi
29
Berdasarkan data tersebut, diputuskan untuk melakukan pengamatan uji perilaku hanya sampai
hari ke-7 setelah induksi stroke untuk mengetahui efek ekstrak pada model tikus stroke.
Walaupun tikus tidak hanya menunjukkan hasil penurunan fungsi tungkai kiri pada FPT tapi
juga disertai penurunan fungsi tungkai kanannya, penetapan model tikus stroke terutama
dilihat dari hasil CTT.
Oleh karena hasil orientasi menunjukkan bahwa pembuatan model tikus stroke dengan
menyuntikan darah autologus melalui arteri karotid kanan tikus ini berhasil membuat model
tikus stroke yang tergolong akut, maka diuji khasiat suatu sediaan obat tradisional dengan
nama dagang Averol® yang secara klinis terbukti berkhasiat menurunkan tekanan darah dan
kadar kolesterol. Averol®
merupakan obat tradisional dengan kandungan utama ekstrak air
daun belimbing wuluh yang diproduksi oleh sebuah industri kecil obat tradisional (IKOT).
Berdasarkan data dari IKOT tersebut, ekstrak air daun belimbing wuluh dibuat serbuk dengan
menambahkan aerosol agar perhitungan dosis dan kestabilan ekstrak selama penyimpanan
dapat terkontrol. Jika dihitung terhadap ekstrak yang terkandung dalam tiap kapsul Averol®,
maka dosis ekstrak air daun belimbing wuluh yang diuji dalam penelitian ini adalah 45 dan 90
mg/kg berat badan tikus yang setara dengan 1 dan 2 kapsul pemakaian Averol® pada manusia.
Ekstrak lain yang diuji pada model tikus stroke dalam penelitian ini adalah jus batang dan
buah nanas. Dosis jus batang dan buah nanas ditentukan berdasarkan perkiraan jumlah batang
dan buah nanas yang dikonsumsi masyarakat sehari-hari, kemudian dikonversikan ke dosis
untuk tikus. Dosis jus batang nanas yang diuji adalah dosis yang ekivalen dengan dosis 1
batang dan 2 batang nanas dengan hasil rendemen jus batang nanas adalah sebesar 46,2 %.
Dosis jus buah nanas yang diuji adalah dosis yang ekivalen dengan dosis ½ buah dan ¼ buah
nanas dengan dengan hasil rendemen jus buah nanas adalah sebesar 49,88 %.
Pada uji pengaruh ekstrak terhadap perilaku model tikus stroke, ekstrak uji diberikan setiap
hari selama 10 hari yang dimulai dari 3 hari sebelum induksi stroke dan dilanjutkan selama 4
hari setelah induksi stroke dan diamati parameter timbulnya stroke. Efek yang diamati
meliputi timbulnya ptosis serta uji perilaku tikus berdasarkan FPT, FUAT, dan CTT, seperti
pada tahap orientasi pembuatan model tikus stroke.
30
Tabel 4.4 Hasil Forelimb Placing Test pada Uji Efek Ekstrak terhadap Perilaku Tikus
Stroke
Kel No.
tikus
Persentase penempatan tungkai kanan dan kiri pada uji hari ke-
1 2 3 4 5 6 7
Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka
I 3 0
0 0
0 70 50 80 80 70 100 100 100 100 90
9 30
40
60 60 60 50 70 80 100 100 100 100 100 90
1 0 0 40 30 60 50 70 50 100 80 100 100 100 90
14 0 0 20 30 40 40 50 60 50 50 70 50 80 70
II 6 40
100
100
90
100 90
100 100 100 100 100 100 100 100 7 0
0
100 90
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
4 100
100
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 12 100
100
100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
III 22 0 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 19 0 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 42 80 70 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 24 0 0 100 100 80
100 90 90 100 100 100 100 90 100
43 50 70 100 100 100 90
100 100 90 90 100 90 100 100
IV 23 0 0 50 100 50 100 90 100 90 100 100 100 100 100
10 40 100 90 90 90 80 90 80 100 100 100 100 100 90
15 100 90 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
V 25 0 0 30 40 60 60 60 100 90 100 100 100 100 100 2 30 100 100 100 100 100 90 100 100 100 100 100 90 100 30 100 100 100 80 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
VI 28 0 0 0 0 60 80 80 100 90 100 100 100 100 100 16 20 60 80 100 90 100 100 100 100 100 100 100 100 100 26 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
VII 33 0 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 21 0 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 35 20 20 90 100 100 100 100 100 90 100 90 100 90 100
VIII
32 0 0 100 100 100 100 90 100 90 100 90 100 90 100 38 0 0 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 11 30 40 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Keterangan : Ki = Kiri, Ka = Kanan; angka menyatakan persentase respon penempatan tungkai pada
10 kali stimulus; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat
(45 mg/kg berat badan tikus), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun
belimbing (45 dan 90 mg/kg berat badan tikus), V dan VI = kelompok yang diberi jus
buah nanas (8,1 dan 4 mL/kg berat badan tikus), VII dan VIII = kelompok yang diberi
jus batang nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Data pada Tabel 4.4 merupakan data persentase awal yang kemudian diolah. Hasil persentase
rata-rata dan pengujian statistiknya dapat dilihat pada Tabel 4.5.
31
Tabel 4.5 Hasil Rata-rata Forelimb Placing Test pada Uji Efek Ekstrak terhadap Perilaku
Tikus Stroke
Kel Persentase rata-rata penggunaan tungkai kanan dan kiri pada uji hari ke-
1 2 3 4 5 6 7
Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka Ki Ka
I 7,5 10 30 30 57,5 47,5 67,5 67,5 80 82,5 92,5 87,5 95 85
II 60 75 100b 95
b 100
b 97,5
b 100
b 100
b 100 100 100 100 100 100
b
III 26 28 100c 100
c 96
c 98
c 100
c 100
c 98 98 100 98 98 100
c
IV 46,7 63,3 80 96,7 80 93,3 93,3 93,3 96,7 100 100 100 100 96,7
V 43,3 66,7 76,7 73,3 86,7 86,7 83,3 100 96,7 100 100 100 96,7 100
VI 40 53,3 60 66,7 83,3 93,3 93,3 100 96,7 100 100 100 100 100
VII 6,7 6,7 96,7 100 100 100 100 100 96,7 100 96,7 100 96,7 100
VIII 10 13,3 100 100 100 100 96,7 100 96,7 100 96,7 100 96,7 100
Keterangan : Ki = Kiri, Ka = Kanan; angka menyatakan persentase respon penempatan tungkai pada
10 kali stimulus; statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05; c = p < 0,01
dibandingkan terhadap kontrol; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam
asetil salisilat (45 mg/kg berat badan tikus), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak
air daun belimbing (45 dan 90 mg/kg berat badan tikus), V dan VI = kelompok yang
diberi jus buah nanas (8,1 dan 4 mL/kg berat badan tikus), VII dan VIII = kelompok
yang diberi batang nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Berdasarkan hasil rata-rata forelimb placing test (FPT) pada Tabel 4.5, tampak bahwa semua
hewan uji kelompok kontrol, pembanding, maupun uji sudah mengalami stroke pada hari ke-1
setelah induksi stroke. Pada kelompok pembanding yang diberi asam asetil salisilat, perbaikan
fungsi tungkai kanan maupun kiri mulai terjadi pada hari ke-2, 3, 4, dan 7 setelah induksi
stroke. Hampir semua dosis ekstrak yang diuji dapat mempercepat perbaikan fungsi tungkai
pada hari ke-7 setelah induksi stroke, tetapi hanya ekstrak air daun belimbing wuluh dosis 45
mg/kg berat badan tikus yang menunjukkan adanya perbedaan yang sangat bermakna (p <
0,01) dalam perbaikan fungsi tungkai pada hari ke-2 sampai dengan hari ke-4 dan hari ke-7
setelah induksi stroke. Grafik persentase rata rata penempatan tungkai kiri yang diperkirakan
mengalami stroke dapat dilihat pada Gambar 4.4.
32
Gambar 4.4 Grafik persentase rata-rata penempatan tungkai kiri pada forelimb placing test.
Karena pada FPT tahap orientasi pembuatan model tikus stroke menghasilkan penurunan
fungsi tidak hanya pada tungkai kiri saja tetapi juga diikuti oleh penurunan fungsi tungkai
kanan, maka dapat dilihat pula grafik persentase rata rata penempatan tungkai kanan pada
Gambar 4.5.
Gambar 4.5 Grafik persentase rata-rata penempatan tungkai kanan pada forelimb placing test.
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7
Pre
sen
tase
ra
ta-r
ata
pen
emp
ata
nn
tu
ng
ka
i k
iri
Hari ke-
Kontrol Pembanding
Averol 45 mg/kg berat badan tikus Averol 90 mg/kg berat badan tikus
Buah nanas 8,1 mL/kg berat badan tikus Buah nanas 4 mL/kg berat badan tikus
Batang nanas 2,7 mL/kg berat badan tikus Batang nanas 5,5 mL/kg berat badan tikus
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7
Per
sen
tase
ra
ta-r
ata
pen
emp
ata
n t
un
gk
ai
ka
na
n
Hari ke-
Kontrol Pembanding
Averol 45 mg/kg berat badan tikus Averol 90 mg/kg berat badan tikus
Buah nanas 8,1 mL/kg berat badan tikus Buah nanas 4 mL/kg berat badan tikus
Batang nanas 2,7 mL/kg berat badan tikus Batang nanas 5,5 mL/kg berat badan tikus
33
Kemudian dilakukan forelimb use asymmetry test (FUAT) yang data awalnya dapat dilihat
pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Forelimb Use Asymmetry Test pada Uji Efek Ekstrak terhadap Perilaku
Tikus Stroke
Kel No.
tikus
Persentase penggunaan tungkai pada hari ke-
1 2 3 4 5 6 7
I 3 0 0 0 0 0 0 0
9 0 0 50 0 0 33,3 40
1 0 0 33,3 25 0 0 0
14 0 0 0 66,7 20 50 25
II 6 50 0 16,7 -36,4 33,3 23 -33,3
7 0 0 14,8 27,3 25 0 12,5
4 0 16,7 -33,3 5,6 21,1 0 0
12 0 50 60 20 0 -14,3 -23,5
III 22 0 0 -12,5 0 0 16,7 0
19 0 0 33,3 50 33,3 16,7 25
42 0 22,2 33,3 25 16,7 20 -50
24 0 37,5 -14,8 25 0 -50 -16,7
43 0 42,9 33,3 11,1 10 14,3 -33,3
IV 23 0 0 0 16,7 37,5 -50 18,2
10 0 33,3 21,2 16,7 14,3 0 -50
15 0 0 50 20 21,1 28,5 0
V 25 0 50 0 0 50 50 -8,3
2 0 0 33,3 33,3 33,3 33,3 0
30 0 18,2 75 33,3 20 11,1 16,7
VI 28 0 0 33,3 0 0 0 25
16 0 -20 -50 0 -50 33,3 -50
26 0 50 33,3 0 0 0 50
VII 33 0 -25 12,5 0 0 16,7 50
21 0 0 33,3 50 0 12,5 33,3
35 0 0 33,3 9,5 30 35,7 50
VIII 32 0 50 50 33,3 25 0 9,1
38 0 -50 0 33,3 11,1 20 33,3
11 0 50 33,3 33,3 33,3 20 40
Keterangan : Angka menyatakan kecenderungan penggunaan tungkai; - = Kecenderungan
penggunaan tungkai kiri lebih besar, + = Kecenderungan penggunaan tungkai kanan
lebih besar; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (45
mg/kg berat badan tikus), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun
belimbing (45 dan 90 mg/kg berat badan tikus), V dan VI = kelompok yang diberi jus
buah nanas (8,1 dan 4 mL/kg berat badan tikus), VII dan VIII = kelompok yang diberi
jus batang nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
34
Tabel 4.6 menunjukkan penurunan kecenderungan tikus untuk menggunakan tungkai kanan
maupun kirinya pada kegiatan eksplorasi dalam silinder hanya terjadi pada hari ke-1 setelah
induksi stroke yang ditunjukkan dengan hasil 0%. Sedangkan pada hari ke-2 sampai hari ke-7
setelah induksi stroke, sebagian besar data menunjukkan nilai yang positif tetapi secara
statistik tidak bermakna. Hasil persentase rata-rata dari FUAT dan pengujian statistiknya dapat
dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Rata-rata Forelimb Use Asymmetry Test pada Uji Efek Ekstrak terhadap
Perilaku Tikus Stroke
Kel Persentase rata-rata penggunaan tungkai pada hari ke-
1 2 3 4 5 6 7
I 0 0 20,8 22,9 5 20,8 16,3
II 12,5 16,7 14,4 4,1 19,9 2,2 -11,1
III 0 20,5 15 22,2 12 3,5 -1,7
IV 0 11,1 23,8 17,8 24,3 -7,2 -10,6
V 0 22,7 36,1 22,2 34,4 31,5 2,8
VI 0 10 5,6 0 -16,7 11,1 8,3
VII 0 -8,3 26,4 19,8 10 21,6 44,4
VIII 0 16,7 27,8 33,3 23,2 13,3 27,5
Keterangan : Angka menyatakan kecenderungan penggunaan tungkai; - = Kecenderungan
penggunaan tungkai kiri lebih besar, + = Kecenderungan penggunaan tungkai
kanan lebih besar; statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05; c = p < 0,01
dibandingkan terhadap kontrol; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang
diberi asam asetil salisilat (45 mg/kg berat badan tikus), III dan IV = kelompok
yang diberi ekstrak air daun belimbing (45 dan 90 mg/kg berat badan tikus), V
dan VI = kelompok yang diberi jus buah nanas (8,1 dan 4 mL/kg berat badan
tikus), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus batang nanas (2,7 dan 5,5
mL/kg berat badan tikus)
Data FUAT menunjukkan belum adanya perbaikan fungsi tungkai kiri tikus pada kelompok uji
maupun pembanding, tetapi kecenderungan tikus dalam mengggunakan tungkai kanannya
pada kelompok uji maupun pembandung pun tidak bermakna secara statistik. Hal ini
menunjukkan belum ada perbaikan fungsi tungkai kiri secara signifikan yang ditandai dengan
kecenderungan penggunaan tungkai kanan yang relatif masih lebih besar. Grafik yang
menggambarkan persentase rata-rata dari FUAT dapat dilihat pada Gambar 4.6.
35
Gambar 4.6 Grafik persentase rata-rata penggunaan tungkai pada forelimb use asymmetry test.
Kemudian dilakukan corner turn test yang hasil persentasenya dapat dilihat pada Tabel 4.8
yang menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada hari ke-4 dan ke-5 pada semua
kelompok uji.
-20
-10
0
10
20
30
40
50
1 2 3 4 5 6 7
Per
sen
tasi
ra
ta-r
ata
peg
gu
na
an
tu
ng
ka
i
Hari ke-
Kontrol Pembanding
Averol 45 mg/kg berat badan tikus Averol 90 mg/kg berat badan tikus
Buah nanas 8,1 mL/kg berat badan tikus Buah nanas 4 mL/kg berat badan tikus
Batang nanas 2,7 mL/kg berat badan tikus Batang nanas 5,5 mL/kg berat badan tikus
36
Tabel 4.8 Hasil Corner Turn Test pada Uji Efek Ekstrak terhadap Perilaku Tikus Stroke
Kel No.
tikus
Persentase kecenderungan tikus membelok ke
kanan pada hari ke-
1 2 3 4 5 6 7
I 3 0 0 20 40 40 40 50
9 10 50 40 40 40 20 40
1 0 40 40 40 40 20 20
14 0 50 40 50 50 50 40
II 6 10 20 20 10
10 10 10
7 0 10 10 10 10 20 10
4 0 20 20 10 10 0 0
12 0 30 20 20
20
20 10
III 22 0 0
0 0 0 0 0 19 0 20
0 10 10 0 10
42 0 10 30
20 10 10 10 24 0 20 10 20 20 20 0
43 0 10 10 20 20 10 10
IV 23 0 0 0 0 0 0 0
10 0 20 10 0 0 20 20
15 0 10 10 0 10 0 0
V 25 0 0 10 10 10 10 10
2 10 10 10 10 30 20 20
30 0 10 10 0 10 20 20
VI 28 0 0 10 0 0 0 30
16 0 10 0 0 20 20 10
26 0 20 10 20 20 20 30
VII 33 0 0 0 0 0 0 0
21 0 0 30 0 0 10 0
35 0 20 10 20 20 20 30
VIII 32 0 0 0 10 0 10 0
38 0 0 20 10 10 10 20
11 0 10 0 0 0 0 10
Keterangan : Angka menyatakan kecenderungan tikus membelok ke arah kanan untuk ke luar dari
sudut; - =; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (45
mg/kg berat badan tikus), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun
belimbing (45 dan 90 mg/kg berat badan tikus), V dan VI = kelompok yang diberi jus
buah nanas (8,1 dan 4 mL/kg berat badan tikus), VII dan VIII = kelompok yang diberi
jus batang nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Data pada Tabel 4.8 merupakan data persentase awal yang kemudian diolah. Hasil persentase
rata-rata dan pengujian statistiknya dapat dilihat pada Tabel 4.9.
37
Tabel 4.9 Hasil Rata-rata Corner Turn Test pada Uji Efek Ekstrak terhadap Perilaku Tikus
Stroke
Kel Persentase kecenderungan tikus membelok ke kanan
pada hari ke-
1 2 3 4 5 6 7
I 2,5 35 35 42,5 42,5 32,5 37,5
II 2,5 20 17,5 12,5b 12,5
b 12,5 7,5
b
III 0 15 12,5b 17,5
c 15
c 10
b 7,5
c
IV 0 10 6,7b
0b
3,3b
6,7 6,7b
V 3,3 6,7 10b
6,7b
16,7b
16,7 16,7
VI 0 10 6,7b
6,7b
13,3b
13,3 23,3
VII 0 6,7 13,3 6,7b
6,7b
10 10
VIII 0 3,3 6,7b
6,7b
3,3b
6,7b
10b
Keterangan : Angka menyatakan kecenderungan tikus membelok ke arah kanan untuk ke luar dari
sudut; statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05; c = p < 0,01 dibandingkan
terhadap kontrol; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat
(45 mg/kg berat badan tikus), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun
belimbing (45 dan 90 mg/kg berat badan tikus), V dan VI = kelompok yang diberi jus
buah nanas (8,1 dan 4 mL/kg berat badan tikus), VII dan VIII = kelompok yang diberi
jus batang nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Hasil corner turn test menunjukkan adanya perbedaan bermakna (p < 0,05) persentase tikus
yang membelok ke arah kanan untuk ke luar dari sudut pada hari ke-3, 4, 5, dan 7 setelah
induksi stroke pada semua kelompok uji, kecuali kelompok jus buah nanas dosis 8,1 dan 4
mL/kg berat badan tikus serta kelompok jus batang nanas dosis 2,7 mL/kg berat badan tikus.
Kelompok jus buah nanas dosis 8,1 dan 4 mL/kg berat badan tikus menunjukkan perbedaan
bermakna pada hari ke-3, 4, dan 5 setelah induksi stroke. Kelompok jus batang nanas dosis 2,7
mL/kg berat badan tikus menunjukkan perbedaan bermakna pada hari ke-4 dan ke-5 setelah
induksi stroke. Dari semua ekstrak yang diuji, hanya ekstrak air daun belimbing wuluh dosis
45 mg/kg berat badan tikus yang menunjukkan perbedaan (p < 0,05) persentase tikus yang
membelok ke arah kanan untuk ke luar dari sudut dari hari ke-3 sampai hari ke-7 setelah
induksi stroke. Grafik persentase rata-rata corner turn test dapat dilihat pada Gambar 4.7.
38
Gambar 4.7 Grafik persentase rata-rata kecenderungan tikus membelok ke kanan pada
corner turn test.
Hasil pengamatan terhadap timbulnya ptosis menunjukkan asam asetil salisilat yang
digunakan sebagai pembanding tidak memperbaiki ptosis sampai pengamatan hari ke-7 setelah
induksi stroke. Walaupun tidak bermakna secara statistik, tapi kelompok yang diberi ekstrak
air daun belimbing wuluh dosis 45 mg/kg berat badan tikus dan jus buah nanas dosis 2,7 dan
5,5 ml/kg berat badan tikus menunjukkan adanya perbaikan pada hari ke-6 dan ke-7 setelah
induksi stroke. Begitu pula dengan kelompok ekstrak air daun belimbing wuluh dosis 90
mg/kg berat badan tikus dan jus batang nanas dosis 8 dan 4 ml/kg berat badan menunjukkan
adanya perbaikan ptosis pada hari ke-7 setelah induksi stroke. Hasil pengamatan ptosis dapat
dilihat pada Tabel 4.10.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
1 2 3 4 5 6 7
Per
sen
tase
ra
ta-r
ata
ara
h k
an
an
ya
ng
dip
ilih
tik
us
un
tuk
kel
ua
r d
ari
su
du
t
Hari ke-
Kontrol Pembanding
Averol 45 mg/kg berat badan tikus Averol 90 mg/kg berat badan tikus
Buah nanas 8,1 mL/kg berat badan tikus Buah nanas 4 mL/kg berat badan tikus
Batang nanas 2,7 mL/kg berat badan tikus Batang nanas 5,5 mL/kg berat badan tikus
39
Tabel 4.10 Persentase Tikus yang Mengalami Ptosis pada Uji Efek Ekstrak terhadap Tikus
Stroke
Kel Persentase tikus yang mengalami ptosis pada pengamatan hari
ke-
1 2 3 4 5 6 7
I 100 100 100 100 100 100 100
II 100 100 100 100 100 100 100
III 100 100 100 100 100 80 80
IV 100 100 100 100 100 100 66, 7
V 100 100 100 100 100 66,7 66, 7
VI 100 100 100 100 100 66,7 66, 7
VII 100 100 100 100 100 100 66, 7
VIII 100 100 100 100 100 100 66, 7
Keterangan : Angka menyatakan tikus yang mengalami ptosis; I = kelompok kontrol, II = kelompok
yang diberi asam asetil salisilat (45 mg/kg berat badan tikus), III dan IV = kelompok
yang diberi ekstrak air daun belimbing (45 dan 90 mg/kg berat badan tikus), V dan VI
= kelompok yang diberi jus buah nanas (8,1 dan 4 mL/kg berat badan tikus), VII dan
VIII = kelompok yang diberi jus batang nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Dari keempat parameter yang dievaluasi (FPT, FUAT, CTT, dan pengamatan ptosis) dapat
disimpulkan bahwa hanya ekstrak air daun belimbing dosis 45 mg/kg berat badan tikus yang
dapat memperbaiki fungsi motorik tikus stroke karena memberikan hasil pada FPT dan CTT
yang bermakna dan hilangnya ptosis pada hari ke-6 dan ke-7 setelah induksi stroke.
Untuk melihat pengaruh ekstrak dalam mencegah stroke, dilakukan uji efek antiagregasi
platelet dan antitrombosis. Tiga parameter yang diamati pada pengujian efek antiagregasi
platelet, yaitu waktu pendarahan, waktu koagulasi, dan inhibisi agregasi platelet dengan
mengukur serapan plasma mencit sebelum dan setelah induksi agregasi platelet. Waktu
pendarahan ditentukan untuk melihat pengaruh bahan uji terhadap proses pembentukan
sumbat hemostatik sementara, yaitu proses hemostasis yang terjadi pada fase platelet. Waktu
mulai keluarnya darah ketika luka sampai terbentuknya sumbat hemostatik sementara disebut
waktu pendarahan (Martini, 2001). Waktu pendarahan yang semakin panjang setelah
pemberian bahan uji merupakan hasil yang diharapkan yang menunjukkan efek inhibisi
agregasi platelet. Waktu pendarahan setelah pemberian ekstrak pada mencit uji dapat dilihat
pada Tabel 4.11, Gambar 4.8 dan Gambar 4.9.
40
Tabel 4.11 Waktu Pendarahan Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Uji
Kel Waktu pendarahan
(detik)
Persentase perubahan
waktu pendarahan
terhadap kontrol
I 110,4 ±16,682 0
II 1027,2 ±503,058c 830,4
III 151,8 ±28,630 37,5
IV 95,6 ±21,385 13,4
V 476,4 ±115,598c 331,5
VI 193,2 ±89,776 75,0
VII 333,2 ±73,053a 201,8
VIII 281 ±96,979 154,8
Keterangan : Statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05; c = p < 0,01 dibandingkan terhadap
kontrol; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65
mg/kg berat badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun
belimbing (65 dan 130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi
jus batang nanas (4 dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang
diberi buah nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Bila dilihat dari persentase perubahan waktu pendarahan mencit terhadap kontrol setelah
pemberian ekstrak uji selama 7 hari, hanya kelompok pembanding dan jus batang nanas dosis
4 mL/kg berat badan mencit yang menunjukkan peningkatan waktu pendarahan yang berbeda
bermakna (p < 0,01) terhadap kontrol, dan jus buah nanas dosis 11,7 mL/kg berat badan
mencit yang menunjukkan peningkatan waktu pendarahan yang berbeda (p < 0,1) terhadap
kontrol. Data waktu pendarahan ini menunjukkan bahwa jus batang nanas dosis 4 mL/kg berat
badan mencit yang ekivalen dengan dosis 1 batang nanas mempunyai kekuatan yang
sebanding dengan asam asetil salisilat (aspirin) dalam memperpanjang waktu pendarahan.
Data juga menunjukkan jus buah nanas dosis 11,7 mL/kg berat badan mencit yang ekivalen
dengan dosis ½ buah nanas dapat memperpanjang waktu pendarahan juga walaupun
kekuatannya lebih rendah daripada aspirin.
41
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Gambar 4.8 Grafik waktu pendarahan mencit setelah pemberian ekstrak uji.
Waktu pendarahan mencit yang bertambah lama setelah pemberian ekstrak uji diduga terjadi
karena penghambatan pembentukan sumbat hemostatik sementara. Pembentukan sumbat
hemostatik sementara/primer ini terjadi karena adanya penempelan platelet pada jaringan ikat
di daerah luka yang membentuk agregat (Martini, 2001). Dengan dihambatnya penempelan
platelet tersebut, maka waktu pendarahan meningkat dan efek ini yang diduga terjadi oleh
kedua ekstrak tersebut dan asam asetil salisilat.
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Gambar 4.9 Grafik persentase perubahan waktu pendarahan mencit setelah pemberian
ekstrak uji.
110.4
1027.2
151.8 95.6
476.4
193.2333.2 281.3
0
200
400
600
800
1000
1200
I II III IV V VI VII VIII
Wa
ktu
Pen
da
rah
an
(det
ik)
Kelompok
830.435
37.5 13.406
331.522
75
201.812 154.801
0
200
400
600
800
1000
II III IV V VI VII VIII
Per
sen
tase
Per
ub
ah
an
Wa
ktu
Pen
da
rah
an
Kelompok
42
Waktu koagulasi juga dievaluasi untuk melihat pengaruh ekstrak uji terhadap proses
pembentukan sumbat hemostatik sekunder, yaitu proses hemostasis fase koagulasi. Selama
fase koagulasi, aktivasi dari suatu proenzim umumnya membentuk suatu enzim yang
mengaktivasi proenzim kedua dan seterusnya dalam suatu reaksi berantai. Tahapan dalam fase
koagulasi menyebabkan perubahan fibrinogen menjadi protein fibrin yang tidak larut. Platelet
terperangkap di dalam suatu struktur yang sangat berserabut, membentuk bekuan darah yang
menutup bagian yang terluka. Waktu koagulasi yang semakin panjang setelah pemberian
ekstrak uji merupakan efek yang diharapkan dari suatu agen antiagregasi platelet. Waktu
koagulasi setelah pemberian ekstrak pada mencit uji dapat dilihat pada Tabel 4.14, Gambar
4.10 dan Gambar 4.11.
Tabel 4.12 Waktu Koagulasi Mencit Setelah Pemberian Ekstrak Uji
Kel Waktu koagulasi
(detik)
Persentase perubahan
waktu koagulasi
terhadap kontrol
I 165 ±15,668 0
II 146,6 ±13,240 11,2
III 188,4 ±25,165 -14,2
IV 109,8 ±33,184 33,5
V 91,2 ±24,844 44,7
VI 77,4 ±22,367 53,1
VII 84 ±18,588 49,1
VIII 89,2 ±20,620 45,9
Keterangan : statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05; c = p < 0,01 dibandingkan terhadap
kontrol; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg
berat badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65
dan 130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas
(4 dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah
nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Bila dilihat dari persentase perubahan waktu koagulasi mencit terhadap kontrol setelah
pemberian ekstrak uji selama 7 hari, ternyata hanya kelompok ekstrak air daun belimbing
wuluh dosis 65 mg/kg berat badan mencit menunjukkan bahwa ekstrak uji memperpanjang
43
waktu koagulasi walaupun tidak berbeda bermakna dibandingkan terhadap kontrol. Sedangkan
waktu koagulasi pada kelompok asam asetil salisilat tidak memperpanjang waktu koagulasi.
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Gambar 4.10 Grafik waktu koagulasi mencit setelah pemberian ekstrak uji.
Meningkatnya waktu koagulasi darah menunjukkan adanya hambatan dalam proses
pembentukan sumbat hemostatik sekunder, yaitu proses hemostasis fase koagulasi, tahap akhir
pembekuan darah. Pada tahap ini, yang berperan adalah platelet, faktor plasmatik, dan faktor
jaringan yang keseluruhannya disebut sebagai faktor pembekuan darah (Martini, 2001).
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Gambar 4.11 Grafik persentase perubahan waktu koagulasi mencit setelah pemberian
ekstrak uji.
165146.6
188.4
109.891.2
77.4 84 89.2
0
50
100
150
200
I II III IV V VI VII VIII
Wa
ktu
Ko
ag
ula
si
(det
ik)
Kelompok
11.2 14.2
33.5
44.753.1
49.1 45.9
0
10
20
30
40
50
60
II III IV V VI VII VIII
Per
sen
tase
Per
ub
ah
an
Wa
ktu
Ko
ag
ula
si
Kelompok
44
Pada uji efek inhibisi agregasi platelet, pengukuran serapan plasma bertujuan untuk melihat
aktivitas platelet sebelum dan setelah pemberian larutan adenosin difosfat (ADP). ADP
merupakan penginduksi utama agregasi, perubahan bentuk, dan sekresi platelet. ADP
menyebabkan agregasi platelet melalui pengikatan pada protein reseptor yang terdapat pada
membran platelet. Platelet yang teraktivasi akan melepaskan isi granul yang akan
meningkatkan 33 agregasi dengan platelet yang lain. Aktivitas platelet tersebut dapat terlihat
dari perubahan serapan plasma yang diukur secara spektrofotometri pada panjang gelombang
600 nm. Setelah pemberian ADP, serapan plasma akan menurun karena platelet dalam plasma
mulai membentuk agregat kemudian mengendap sehingga kekeruhan plasma berkurang.
Makin kecil selisih serapan plasma sebelum dan setelah induksi dengan ADP, makin kecil
penurunan intensitas kekeruhan plasma yang menunjukkan semakin rendahnya tingkat
agregasi platelet dan semakin besar efek antiagregasi platelet ekstrak uji. Serapan plasma
mencit akibat pemberian ekstrak uji dapat dilihat pada Tabel 4.13
Tabel 4.13 Serapan Plasma Mencit pada Uji Efek Antiagregasi Platelet
Kel Serapan plasma Persentase
inhibisi
agregasi
platelet
Awal Setelah
penambahan
ADP
Selisih Persentase
agregasi platelet
I 0,288 ±0,089 0,261 ±0,089 0,027 ±0,014 9,375 ±6,371 0
II 0,361 ±0,236 0,315 ±0,190 0,046 ±0,049 12,74 ±9,056 -6,5
III 0,313 ±0,062 0,213 ±0,073 0,100 ±0,061 31,949 ±19,103 -222,9
IV 0,409 ±0,176 0,378 ±0,159 0,031 ±0,027 7,579 ± 5,022 23,2
V 0,368 ±0,159 0,328 ±0,138 0,040 ±0,026 10,869 ±4,600 -7,7
VI 0,441 ±0,041 0,374 ±0,058 0,067 ±0,035 15,193 ±8,333 -57
VII 0,423 ±0,112 0,346 ±0,149 0,077 ±0,057 18,203 ±0,057 -108,9
VIII 0,249 ±0,019 0,220 ±0,028 0,029 ±0,019 11,647 ±7,893 -20,5
Keterangan : statistika pengujian: a = p < 0,1; b = p < 0,05; c = p < 0,01 dibandingkan terhadap
kontrol; I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg
berat badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65
dan 130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas
(4 dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah
nanas (2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
45
Hasil pengukuran serapan plasma menunjukkan bahwa baik pembanding maupun ekstrak uji
tidak menunjukkan adanya perbedaan bermakna pada persentase selisih serapan plasma yang
dibandingkan dengan kontrol. Grafik perubahan plasma platelet dapat dilihat pada Gambar
4.12.
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Gambar 4.12 Grafik persentase perubahan serapan plasma pada uji efek antiagregasi
platelet.
Sedangkan grafik yang menggambarkan persentase inhibisi agregasi platelet ekstrak yang
diinduksi oleh ADP dapat dilihat pada Gambar 4.13.
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Gambar 4.13 Grafik persentase inhibisi agregasi platelet pada uji antiagregasi platelet.
9.8 10.5
31.7
7.510.6
15.420.5
0
5
10
15
20
25
30
35
II III IV V VI VII VIII
Per
sen
tase
Per
ub
ah
an
Pla
sma
Kelompok
-6.6
-222.9
23.2
-7.7 -57.0
-109.0
-20.5
-250
-200
-150
-100
-50
0
50
II III IV V VI VII VIII
Per
sen
tase
In
hib
isi
ag
reg
asi
pla
tele
t
Kelompok
46
Pada pengujian efek antitrombosis, data penelitian menunjukkan bahwa asam asetil salisilat
memberikan proteksi trombosis yang paling besar (80%) diikuti oleh jus buah nanas dosis 5,8
mL/kg berat badan mencit (60%), dan jus batang nanas 4 mL/kg berat badan mencit (40%).
Efek antitrombosis kedua ekstrak uji tidak meningkat dengan meningkatnya dosis ekstrak uji.
Data ini menunjukkan bahwa untuk berkhasiat antitrombosis, diperlukan dosis tertentu kedua
ekstrak. Asam asetil salisilat selain berkhasiat dalam menginhibisi agregasi platelet, juga
mempunyai efek antitrombosis (Majerus, 2001). Data antitrombosis dapat dilihat pada Tabel
4.14 dan Gambar 4.14.
Tabel 4.14 Persentase Proteksi Trombosis pada Uji Efek Antitrombosis Ekstrak Uji
Kel Jumlah
hewan
uji
Jumlah hewan yang mengalami efek Persentase
proteksi Mati Tipe Paralisis Normal
1 2 3
I 5 - 4 - - 1 20
II 5 - 1 - - 4 80
III 5 - 3 1 - 1 20
IV 5 - 3 1 - 1 20
V 5 - 2 1 - 2 40
VI 5 - 2 2 - 1 20
VII 5 - 4 - - 1 20
VIII 5 - 2 - - 3 60
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus); paralisis tipe 1 = bila mencit mengalami
inkoordinasi ringan, ritme napas cepat, dan gerakan lambat; paralisis tipe 2 = bila
mencit mengalami inkoordinasi, posisi tubuh bertumpu hanya pada satu sisi, sikap
tubuh tidak normal, dan mencit mengalami apnea; paralisis tipe 3 = bila mencit
mengalami paralisis flasid, tidak memberikan respon ketika diberi stimulus, sikap
tubuh tidak normal, kaki belakang meregang, abdomen dan kepala menempel pada
meja
Dari seluruh data pengujian efek antiagregasi platelet, terlihat bahwa esktrak air daun
belimbing wuluh dosis 45 mg/kg berat badan tikus yang memberikan efek pada pengujian
pengaruh ekstrak terhadap tikus stroke tidak menunjukkan efek antiagregasi platelet pada
47
mencit, tetapi mempunyai efek proteksi trrombosis. Dari tipe efek yang diperoleh ini diduga
ekstrak air daun belimbing wuluh memperbaiki fungsi tungkai pada uji perilaku model tikus
stroke tidak melalui mekanisme antiagregasi platelet. Dari data antiagregasi platelet juga dapat
dilihat bahwa jus batang nanas dosis 4 mL/kg berat badan mencit memperpanjang waktu
pendarahan dan memiliki efek antitrombosis serta ekstrak air daun belimbing wuluh dosis 130
mg/kg berat badan mencit memiliki efek antitrombosis. Walaupun pengaruh jus batang nanas
terhadap perilaku model tikus stroke tidak terlihat secara signifikan, tapi tidak menutup
kemungkinan jus batang nanas dapat mengurangi resiko timbulnya stroke yang terlihat dari
efek antiagregasi platelet yang dimiliki oleh batang nanas.
Keterangan : I = kelompok kontrol, II = kelompok yang diberi asam asetil salisilat (65 mg/kg berat
badan mencit), III dan IV = kelompok yang diberi ekstrak air daun belimbing (65 dan
130 mg/kg berat badan mencit), V dan VI = kelompok yang diberi jus batang nanas (4
dan 8 mL/kg berat badan mencit), VII dan VIII = kelompok yang diberi jus buah nanas
(2,7 dan 5,5 mL/kg berat badan tikus)
Gambar 4.14 Grafik persentase proteksi trombosis pada uji efek antitrombosis ekstrak uji.
20
80
20 20
40
20 20
60
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
I II III IV V VI VII VIII
Per
sen
tase
Pro
tek
si T
rom
bo
sis
Kelompok