74

bab 5 situasi sumber daya kesehatan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

i

Page 2: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

ii

Page 3: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

iii

KONTRIBUTOR PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

TAHUN 2014

Dinas Kesehatan Kabupaten Pacitan; Dinas Kesehatan Kabupaten Ponorogo; Dinas Kesehatan Kabupaten Trenggalek;

Dinas Kesehatan Kabupaten Tulungagung; Dinas Kesehatan Kabupaten Blitar; Dinas Kesehatan Kabupaten Kediri;

Dinas Kesehatan Kabupaten Malang; Dinas Kesehatan Kabupaten Lumajang; Dinas Kesehatan Kabupaten Jember;

Dinas Kesehatan Kabupaten Banyuwangi; Dinas Kesehatan Kabupaten Bondowoso;

Dinas Kesehatan Kabupaten Situbondo; Dinas Kesehatan Kabupaten Probolinggo;

Dinas Kesehatan Kabupaten Pasuruan; Dinas Kesehatan Kabupaten Sidoarjo; Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto;

Dinas Kesehatan Kabupaten Jombang; Dinas Kesehatan Kabupaten Nganjuk; Dinas Kesehatan Kabupaten Madiun;

Dinas Kesehatan Kabupaten Magetan; Dinas Kesehatan Kabupaten Ngawi; Dinas Kesehatan Kabupaten Bojonegoro;

Dinas Kesehatan Kabupaten Tuban; Dinas Kesehatan Kabupaten Lamongan; Dinas Kesehatan Kabupaten Gresik;

Dinas Kesehatan Kabupaten Bangkalan; Dinas Kesehatan Kabupaten Sampang;

Dinas Kesehatan Kabupaten Pamekasan; Dinas Kesehatan Kabupaten Sumenep; Dinas Kesehatan Kota Kediri;

Dinas Kesehatan Kota Blitar; Dinas Kesehatan Kota Malang; Dinas Kesehatan Kota Probolinggo;

Dinas Kesehatan Kota Pasuruan; Dinas Kesehatan Kota Mojokerto; Dinas Kesehatan Kota Madiun;

Dinas Kesehatan Kota Surabaya; Dinas Kesehatan Kota Batu;

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur;

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur :

Seksi Kesehatan Keluarga; Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus; Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang;

Seksi Pemberantasan Penyakit; Seksi Penyehatan Lingkungan; Seksi Promosi Kesehatan;

Seksi Gizi; Seksi Pencegahan, Pengamatan Penyakit dan Penanggulangan Masalah Kesehatan;

Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan; Seksi Pembiayaan Kesehatan;

Seksi Perencanaan, Pendayagunaan dan Pengembangan SDM Kesehatan; Sub Bagian Penyusunan Program;

Seksi Informasi dan Penelitian Pengembangan Kesehatan;

Page 4: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

i PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta‟ala, bahwa buku Profil

Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 ini dapat diterbitkan setelah beberapa lama

berproses dalam penyusunannya. Disadari sepenuhnya bahwa penyusunan buku Profil

Kesehatan ini masih memiliki beberapa kendala, khususnya dalam pengelolaan data dan

informasi di tingkat kabupaten/kota sebagai bahan dasar Profil Kesehatan.

Atas terbitnya Buku Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014, kami

memberikan apresiasi dan ucapan terima kasih kepada Kepala Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan jajarannya, pimpinan instansi lintas sektor, serta Tim Penyusun Profil

Kesehatan di lingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur yang telah berupaya

memberikan kontribusinya, serta kepada semua pihak yang telah membantu memberikan

data dan informasi guna penyusunan buku Profil Kesehatan ini.

Di tahun mendatang, kiranya Buku Profil Kesehatan dapat diterbitkan lebih awal

dengan memuat data dan informasi berkualitas, serta tetap memperhatikan kedalaman

analisa dan konsistensi datanya, sehingga buku Profil Kesehatan ini dapat dijadikan

rujukan penting dan utama dalam proses manajemen pembangunan kesehatan

khususnya di Jawa Timur.

Semoga Profil Kesehatan Jawa Timur Tahun 2014 ini dapat bermanfaat bagi semua

pihak, baik di lingkungan pemerintahan, akademisi, organisasi profesi, swasta serta

masyarakat umum yang membutuhkan informasi di bidang kesehatan. Kami tetap

mengharapkan kritik, saran atau masukan dari para pembaca guna penyempurnaan Profil

Kesehatan di masa datang.

Surabaya, Desember 2015

KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

dr. HARSONO Pembina Utama Madya

NIP. 19560703 198312 1 001

Page 5: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

ii PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR ISI

SAMBUTAN KEPALA DINAS KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR i

DAFTAR ISI ii

DAFTAR GAMBAR iv

DAFTAR TABEL vii

BAB I PENDAHULUAN 1

I.1 Latar Belakang 1

I.2 Sistematika Penyajian 2

BAB II GAMBARAN UMUM JAWA TIMUR 4

II.1 Kondisi Geografis dan Administrasi 4

II.2 Topografi 5

II.3 Hidrografi 6

II.4 Iklim 6

II.5 Kependudukan 7

BAB III SITUASI DERAJAT KESEHATAN 8

III.1 Angka Kematian (Mortalitas) 8

III.2 Angka/Umur Harapan Hidup (AHH/UHH) 11

III.3 Angka Kesakitan (Morbiditas) 13

III.4 Status Gizi Masyarakat 27

BAB IV SITUASI UPAYA KESEHATAN 29

IV.1 Pelayanan Kesehatan Dasar 29

IV.2 Pelayanan Kesehatan Rujukan dan Khusus 43

IV.3 Ketersediaan Obat 45

IV.4 Perbaikan Gizi Masyarakat 47

IV.5 Perilaku Masyarakat 51

Page 6: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

iii PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

IV.6 Pelayanan Jaminan Kesehatan Masyarakat 52

IV.7 Pelayanan Kesehatan Lingkungan dan Sanitasi Dasar 54

BAB V SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN 56

V.1 Sarana Kesehatan 56

V.2 Tenaga Kesehatan 61

V.3 Anggaran Kesehatan 62

BAB VI PENUTUP 64

LAMPIRAN

Page 7: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

iv PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur

Gambar 2.2 Peta Topografi Provinsi Jawa Timur

Gambar 2.3 Piramida Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 3.1 Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKI (per 100.000

Kelahiran Hidup) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.2 Proporsi Penyebab Kematian Ibu Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-

2014

Gambar 3.3 Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKB (per 1.000

Kelahiran Hidup) Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.4 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup Provinsi

Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 3.5 Perkembangan Capaian dan Target Renstra AHH (satuan Tahun)

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.6 Pemetaan Angka Harapan Hidup Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 3.7 Perkembangan Persentase CDR dan Success Rate TB Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.8 Perkembangan Kasus HIV, AIDS dan Jumlah Kematian per Tahun

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.9 Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Faktor Resiko Penderita, Provinsi

Jawa Timur Sampai Dengan Tahun 2013 dan Tahun 2014

Gambar 3.10 Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita, Provinsi

Jawa Timur Sampai Dengan Tahun 2014

Gambar 3.11 Persentase Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.12 Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan Provinsi Jawa Timur

Tahun 2009-2014

Page 8: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

v PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 3.13 Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan Provinsi Jawa Timur

Tahun 2009-2014

Gambar 3.14 Lokasi KLB Malaria di Kabupaten Sumenep Tahun 2014

Gambar 3.15 Perkembangan Kasus Campak Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-

2014

Gambar 3.16 Perkembangan Kasus Difteri dan Distribusi Kasus Difteri di

Kabupaten/Kota Tahun 2010-2014

Gambar 3.17 Perkembangan Kasus TN dan Kematian Akibat TN, Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Gambar 3.18 Perkembangan Persentase Status Gizi Balita BB/U Provinsi Jawa

Timur Tahun 2009-2014

Gambar 4.1 Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K1

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.2 Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.3 Perkembangan Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan oleh

Tenaga Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Desa dan Jumlah Bidan Tinggal di Desa

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Gambar 4.5 Perkembangan Persentase Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.6 Perkembangan Persentase Cakupan KN Lengkap Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.7 Perkembangan Persentase Neonatal Komplikasi Ditangani Provinsi

Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.8 Perkembangan Persentase Cakupan (Kunjungan) Bayi Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.9 Cakupan Peserta KB Aktif Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Gambar 4.10 Cakupan Peserta KB Baru Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Gambar 4.11 Perkembangan Cakupan Desa/Kelurahan UCI Provinsi Jawa Timur

Tahun 2010-2014

Page 9: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

vi PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.12 Perkembangan Hasil Program Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.13 Perkembangan Hasil Program UKGS (Perawatan Gigi) Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.14 Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di

Puskesmas Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Gambar 4.15 Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di

Rumah Sakit di Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2014

Gambar 4.16 Perkembangan Cakupan Pemberian Fe1 dan Fe3 pada Ibu Hamil

Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2014

Gambar 4.17 Perkembangan Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi dan Anak

Balita Provinsi Jawa Timur Tahun 2011-2014

Gambar 4.18 Cakupan Kepemilikan Jaminan Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Tahun 2014

Gambar 4.19 Cakupan Sanitasi Rumah Sehat di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Gambar 5.1 Perkembangan Persentase Strata Posyandu Provinsi Jawa Timur

Tahun 2010-2014

Page 10: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

vii PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Pencapaian Program Pemberantasan Penyakit Kusta Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Tabel 3.2 Pencapaian Hasil Kinerja Program DBD Provinsi Jawa Tahun 2014

Tabel 3.3 Pencapaian Hasil Kinerja Program Malaria Provinsi Jawa Timur Tahun

2010-2014

Tabel 4.1 Dukungan Dana APBD Provinsi dan APBN Kegiatan Kesehatan Ibu

dan Anak, Kesehatan Reproduksi serta Kesehatan Anak Remaja dan

Usia Lanjut Provinsi Jawa Timur Tahun 2010-2014

Tabel 4.2 Nilai Indikator Pemakaian Tempat Tidur Rumah Sakit di Provinsi Jawa

Timur Tahun 2012-2014

Tabel 4.3 Persentase Ketersediaan Obat per Kabupaten/Kota Provinsi Jawa

Timur Tahun 2014

Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan di Provinsi Jawa Timur

Tahun 2014

Tabel 5.2 Jumlah Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan di Provinsi Jawa

Timur Tahun 2010-2014

Tabel 5.3 Jumlah Tenaga Medis, Paramedis dan Tenaga Kesehatan Lainnya di

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Page 11: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

1 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 1 PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

Pembangunan kesehatan diarahkan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat

yang optimal. Dalam konstitusi organisasi kesehatan dunia yang bernaung di bawah

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), disebutkan bahwa salah satu hak asasi manusia

adalah memperoleh manfaat, mendapatkan dan atau merasakan derajat kesehatan

setinggi-tingginya, sehingga Kementerian Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi dan

Kabupaten/Kota dalam menjalankan kebijakan dan program pembangunan kesehatan

tidak hanya berpihak pada kaum tidak punya, namun juga berorientasi pada pencapaian

Millenium Development Goals (MDGs).

Dari 8 (delapan) agenda pencapaian MDGs, 5 (lima) di antaranya merupakan bidang

kesehatan, yakni terdiri dari memberantas kemiskinan dan kelaparan (Tujuan 1);

menurunkan angka kematian anak (Tujuan 4); meningkatkan kesehatan ibu (Tujuan 5);

memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya (Tujuan 6) dan melestarikan

lingkungan hidup (Tujuan 7).

Untuk mendukung keberhasilan pembangunan di bidang kesehatan tersebut, salah

satunya dibutuhkan adanya ketersediaan data dan informasi yang akurat bagi proses

pengambilan keputusan dan perencanaan program. Selain itu, Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan Pasal 17 Ayat 1 menyebutkan

bahwa pemerintah bertanggung jawab atas ketersediaan akses terhadap informasi,

edukasi dan fasilitas pelayanan kesehatan untuk meningkatkan dan memelihara derajat

kesehatan yang setinggi-tingginya. Pada Pasal 168 juga menyebutkan bahwa untuk

menyelenggarakan upaya kesehatan yang efektif dan efisien diperlukan informasi

kesehatan yang dilakukan melalui sistem informasi dan melalui kerjasama lintas sektor,

dengan ketentuan lebih lanjut akan diatur dengan Peraturan Pemerintah. Sedangkan

pada pasal 169 disebutkan pemerintah memberikan kemudahan kepada masyarakat

untuk memperoleh akses terhadap informasi kesehatan dalam upaya meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat.

Page 12: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

2 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Salah satu produk dari penyelenggaraan Sistem Informasi Kesehatan adalah Profil

Kesehatan Provinsi yang diharapkan dapat digunakan sebagai salah satu sarana untuk

memantau dan mengevaluasi pencapaian program. Profil Kesehatan merupakan salah

satu indikator dari Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun

2011-2014, yakni tersedianya buku Profil Kesehatan Indonesia, Provinsi dan

Kabupaten/Kota. Sejalan dengan penyusunan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur ini, di

tingkat Kabupaten/Kota juga disusun Profil Kesehatan Kabupaten/Kota sebagai salah

satu paket penyajian data/informasi kesehatan yang lengkap. Dengan kata lain,

penyusunan Profil Kesehatan disusun secara berjenjang, dimulai dari tingkat

Kabupaten/Kota, Provinsi hingga Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Profil Kesehatan berisi data/informasi derajat kesehatan, upaya kesehatan, sumber

daya kesehatan serta data/informasi lainnya yang menggambarkan kinerja sektor

kesehatan di suatu wilayah, baik pemerintah maupun swasta selama satu tahun.

Akhirnya dengan pembangunan yang intensif, berkeninambungan dan merata, serta

didukung dengan data/informasi yang tepat, maka diharapkan pembangunan di bidang

kesehatan dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, khususnya

masyarakat Jawa Timur.

I.2 SISTEMATIKA PENYAJIAN

Profil Kesehatan Provinsi Jawa Timur Tahun 2014 terdiri dari beberapa bagian, yakni

sebagai berikut :

Bab I Pendahuluan.

Bab ini berisi penjelasan latar belakang pembangunan kesehatan, maksud dan tujuan

penyusunan Profil Kesehatan serta sistematika penyajiannya.

Bab II Gambaran Umum.

Bab ini menyajikan gambaran umum Provinsi Jawa Timur meliputi keadaan geografis,

data kependudukan dan informasi umum lainnya.

Bab III Situasi Derajat Kesehatan.

Bab ini berisi uraian tentang berbagai indikator derajat kesehatan yang mencakup angka

kematian, angka/umur harapan hidup, angka kesakitan dan status gizi masyarakat.

Page 13: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

3 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Bab IV Situasi Upaya Kesehatan.

Bab ini menguraikan pelaksanaan program pembangunan di bidang kesehatan, yang

meliputi pelayanan kesehatan dasar, pelayanan kesehatan rujukan (dan penunjang),

pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi masyarakat serta pembinaan kesehatan

lingkungan dan sanitasi dasar.

Bab V Situasi Sumber Daya Kesehatan.

Bab ini menguraikan tentang sarana kesehatan, tenaga kesehatan, kefarmasian dan

perbekalan kesehatan, anggaran kesehatan dan sumber daya kesehatan lainnya.

Bab VI Penutup.

Lampiran Data Profil Kesehatan

Page 14: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

4 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 2 GAMBARAN UMUM JAWA TIMUR

II.1 KONDISI GEOGRAFIS DAN ADMINISTRASI

Provinsi Jawa Timur terletak di bagian timur Pulau Jawa yang memiliki luas wilayah

daratan 47.959 km2 (sumber Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Timur). Jawa

Timur berada pada 111º0‟ hingga 114º4‟ Bujur Timur (BT) dan 7º12‟ hingga 8º48‟ Lintang

Selatan (LS) dengan batas wilayah sebagai berikut :

sebelah utara : Laut Jawa

sebelah selatan : Samudera Hindia

sebelah barat : Selat Bali

sebelah timur : Provinsi Jawa Tengah

Gambar 2.1 Peta Administrasi Provinsi Jawa Timur

Sumber : http://navperencanaan.com/appe/peta/viewmap?prov_code=jatim

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2013

Page 15: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

5 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Provinsi Jawa Timur memiliki 229 pulau, yang terdiri dari 162 pulau bernama dan 67

pulau tidak bernama, dengan panjang pantai sekitar 2.833,85 km. Pulau Madura

merupakan pulau terbesar yang saat ini sudah terhubung dengan wilayah daratan Jawa

Timur melalui jembatan „Suramadu‟. Di sebelah timur Pulau Madura terdapat gugusan

pulau-pulau, yang paling timur adalah Kepulauan Kangean dan yang paling utara adalah

Kepulauan Masalembu. Di bagian selatan Provinsi Jawa Timur, terdapat 2 (dua) pulau

kecil, yakni Nusa Barung dan Pulau Sempu. Sedangkan di bagian utara terdapat Pulau

Bawean yang berada 150 km sebelah utara Pulau Jawa. Kabupaten Banyuwangi memiliki

wilayah paling luas di antara kabupaten/kota lainnya di Provinsi Jawa Timur.

Secara administratif, Provinsi Jawa Timur terdiri dari 29 kabupaten, 9 kota, 662

kecamatan dan 8.505 desa/kelurahan (dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan

Tabel 1). Kabupaten Malang memiliki kecamatan terbanyak (33 kecamatan) dan

Kabupaten Lamongan dengan desa/kelurahan terbanyak (474 desa/kelurahan).

II.2 TOPOGRAFI

Gambar 2.2 Peta Topografi Provinsi Jawa Timur

Sumber : http://navperencanaan.com/appe/peta/viewmap?prov_code=jatim

Kementerian Dalam Negeri Republik Indonesia, 2013

Page 16: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

6 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Letak ketinggian wilayah di Provinsi Jawa Timur dari permukaan air laut terbagi

menjadi 3 (tiga) bagian yaitu :

Dataran tinggi (> 100 meter dari permukaan air laut) meliputi :

Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Blitar, Kabupaten Malang, Kabupaten

Bondowoso, Kabupaten Magetan, Kota Blitar, Kota Malang dan Kota Batu

Dataran sedang (45-100 meter dari permukaan air laut) meliputi :

Kabupaten Ponorogo, Kabupaten Tulungagung, Kabupaten Kediri, Kabupaten

Lumajang, Kabupaten Jember, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Madiun,

Kabupaten Ngawi, Kabupaten Bangkalan, Kota Kediri dan Kota Madiun.

Dataran rendah (< 45 meter dari permukaan air laut) meliputi :

Kabupaten Pacitan, Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Situbondo, Kabupaten

Probolinggo, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Mojokerto,

Kabupaten Jombang, Kabupaten Bojonegoro, Kabupaten Tuban, Kabupaten

Lamongan, Kabupaten Gresik, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pamekasan,

Kabupaten Sumenep, Kota Probolinggo, Kota Pasuruan, Kota Mojokerto dan Kota

Surabaya.

II.3 HIDROGRAFI

Provinsi Jawa Timur memiliki 2 (dua) sungai terpenting, yaitu Sungai Brantas dan

Sungai Bengawan Solo. Sungai Brantas memiliki mata air di daerah Malang dan sampai

di Mojokerto terpecah menjadi 2 (dua) yaitu Kali Mas dan Kali Porong yang keduanya

bermuara di Selat Madura. Sementara Sungai Bengawan Solo berasal dari Provinsi Jawa

Tengah dan bermuara di Kabupaten Gresik.

Di lereng Gunung Lawu di dekat perbatasan dengan Provinsi Jawa Tengah terdapat

Telaga Sarangan, yang merupakan sebuah danau alami. Selain itu, juga terdapat

bendungan di Provinsi Jawa Timur antara lain Bendungan Sutami dan Bendungan

Selorejo yang keduanya digunakan untuk irigasi, pemeliharaan ikan dan pariwisata.

II.4 IKLIM

Provinsi Jawa Timur memiliki iklim basah. Dibandingkan dengan wilayah Pulau Jawa

bagian barat, Jawa Timur pada umumnya memiliki curah hujan yang relatif lebih sedikit.

Curah hujan rata-rata 1.900 mm per tahun, dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu

rata-rata berkisar antara 21-34 ºC. Suhu di daerah pengunungan relatif lebih rendah dan

bahkan di daerah Ranu Pani (lereng Gunung Semeru) suhu mencapai minus 4 ºC, yang

menyebabkan turunnya salju lembut.

Page 17: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

7 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

II.5 KEPENDUDUKAN

Berdasarkan data hasil proyeksi Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, jumlah

penduduk Provinsi Jawa Timur tahun 2014 sebesar 38.610.202 jiwa dengan rincian

jumlah penduduk laki-laki 19.051.636 jiwa dan penduduk perempuan 19.558.566 jiwa.

Daerah dengan jumlah penduduk terbanyak adalah Kota Surabaya (2.833.924 jiwa),

sedangkan jumlah penduduk paling sedikit adalah Kota Mojokerto (124.719 jiwa).

Kepadatan penduduk di kota relatif lebih tinggi dibandingkan dengan kabupaten. Kota

Surabaya memiliki kepadatan penduduk tertinggi dengan 8.683,16 km/jiwa.

Gambar 2.3 Piramida Persentase Jumlah Penduduk Menurut Kelompok Umur

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Proyeksi Jumlah Penduduk Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur, 2014

Dari grafik piramida di atas, komposisi penduduk terbesar adalah kelompok umur 10-

14 tahun dan 15-19 tahun, masing-masing sebesar 8,02%. Sedangkan komposisi

penduduk paling sedikit adalah kelompok umur 70-74 tahun, yakni 2,06 %. (Data

kependudukan dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 2).

Page 18: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

8 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 3 SITUASI DERAJAT KESEHATAN

Situasi derajat kesehatan di Provinsi Jawa Timur digambarkan empat indikator

pembangunan kesehatan, yaitu Angka Kematian (Mortalitas), Angka/Umur Harapan

Hidup, Angka Kesakitan (Morbiditas) dan Status Gizi Masyarakat.

III.1 ANGKA KEMATIAN (MORTALITAS)

Peristiwa kematian pada dasarnya merupakan proses akumulasi akhir (outcome) dari

berbagai penyebab kematian langsung maupun tidak langsung. Kejadian kematian di

suatu wilayah dari waktu ke waktu dapat memberikan gambaran perkembangan derajat

kesehatan masyarakat, di samping seringkali digunakan sebagai indikator dalam

penilaian keberhasilan program pembangunan dan pelayanan kesehatan.

Data kematian di komunitas pada umumnya diperoleh melalui data survei kerena

sebagian besar kejadian kematian terjadi di rumah, sedangkan data kematian di fasilitas

kesehatan hanya memperlihatkan kasus rujukan. Perkembangan tingkat kematian di

tahun 2014 akan diuraikan di bawah ini.

III.1.1 ANGKA KEMATIAN IBU (AKI)

Angka Kematian Ibu (AKI) merupakan salah satu indikator dampak Kegiatan

Kesehatan Ibu dan Anak (KIA), di samping Angka Kematian Bayi (AKB). AKI dan AKB

merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah dan juga digunakan sebagai

salah satu pertimbangan dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Angka Kematian Ibu di Jawa Timur cenderung menurun tiga tahun terakhir. Hal ini

bisa dipahami mengingat selama ini telah dilakukan dukungan dari provinsi ke

kabupaten/kota berupa fasilitasi baik dari segi manajemen program KIA maupun sistem

pencatatan dan pelaporan, peningkatan klinis keterampilan petugas di lapangan serta

melibatkan multi pihak dalam pelaksanaan program KIA. Menurut MDG‟s tahun 2015,

target untuk AKI sebesar 102 per 100.000 kelahiran hidup. Pada tahun 2014, AKI Provinsi

Jawa Timur mencapai 93,52 per 100.000 kelahiran hidup. Angka ini mengalami

penurunan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 97,39 per 100.000 kelahiran hidup.

Page 19: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

9 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 3.1 Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKI (per 100.000 Kelahiran Hidup)

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Kabupaten/Kota Tahun 2010 - 2014

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan data pada Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 6. Kota Surabaya

memiliki angka tertinggi jumlah kematian ibu yakni 39 kematian, sedangkan Kota Batu

dan Kota Mojokerto memiliki angka terendah yakni 1 kematian.

Gambar 3.2 Proporsi Penyebab Kematian Ibu

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Kematian Ibu (LKI) Kabupaten/Kota

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 20: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

10 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Dilihat dari penyebab kematian ibu tahun 2013-2014, terjadi peningkatan pada faktor

Pendarahan dan infeksi, sedangkan faktor PE/E mengalami penurunan. Dari proporsi

tahun 2014, faktor PE/E masih menjadi faktor dominan (31,04%) penyebab kematian ibu

di Jawa Timur seperti digambarkan pada grafik 3.2 di atas.

III.1.2 ANGKA KEMATIAN BAYI (AKB)

Keadaan Angka Kematian Bayi (AKB) dan Angka Kematian Neonatal (AKN) yang

diperoleh dari laporan rutin relatif sangat kecil, sehingga data AKB yang dikeluarkan oleh

Badan Pusat Statistik (Provinsi Jawa Timur) diharapkan mendekati kondisi di lapangan.

Berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Jawa Timur Tahun 2011-

2013, AKB Provinsi Jawa Timur tahun 2013 sebesar 27,23 per 1.000 kelahiran hidup.

Namun, berdasarkan data yang direlease AKB Provinsi Jawa Timur tahun 2014 di bawah

target RENSTRA, namun masih di atas target MDGs yang ditetapkan.

Untuk mencapai target MDGs, dukungan lintas program dan lintas sektor serta

organisasi profesi yang terkait upaya peningkatan pelayanan kesehatan ibu dan bayi

sangat diharapkan.

Gambar 3.3 Perkembangan Capaian, Target Renstra dan MDGs AKB (per 1.000 Kelahiran Hidup)

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

Angka Kematian Bayi (AKB) di atas 26,66 per 1.000 kelahiran hidup masih

didominasi oleh kabupaten/kota wilayah timur dan utara, hal ini dapat disebabkan sosial

budaya serta ekonomi, tidak semata-mata karena ratio petugas kesehatan dengan

penduduk yang cukup besar, dan juga karena sarana/prasarana yang kurang berkualitas.

Page 21: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

11 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Jumlah kabupaten/kota yang memiliki AKB di atas angka provinsi adalah 20

kabupaten/kota (52,63 %). AKB tertinggi di Kabupaten Probolinggo yang mencapai 61,48

per 1.000 kelahiran hidup sedangkan terendah pada Kota Blitar sebesar 17,99 per 1.000

kelahiran hidup. Komposisi kedua kabupaten/kota tertinggi dan terendah tersebut masih

sama dengan tahun 2013.

Gambar 3.4 Pemetaan Angka Kematian Bayi per 1.000 Kelahiran Hidup

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

III.2 ANGKA/UMUR HARAPAN HIDUP (AHH/UHH)

Angka/Umur Harapan Hidup (AHH/UHH) secara definisi adalah perkiraan rata-rata

lamanya hidup yang akan dicapai oleh sekelompok penduduk dari sejak lahir. AHH dapat

dijadikan salah satu alat untuk mengevaluasi kinerja pemerintah pada keberhasilan

pembangunan kesehatan serta sosial ekonomi di suatu wilayah, termasuk di dalamnya

derajat kesehatan. Data AHH diperoleh melalui Survei Sosial Ekonomi Nasional

(Susenas) yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS).

Penduduk Indonesia diperkirakan akan mencapai 273,65 juta jiwa pada tahun 2025.

Pada tahun yang sama, AHH Nasional diperkirakan mencapai 73,7 tahun (sumber Badan

Perencanaan Pembangunan Nasional). Pada tahun 2014, berdasarkan data BPS Provinsi

Jawa Timur, AHH Provinsi Jawa Timur mencapai 70,43 tahun. Angka ini meningkat

dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 70,19 tahun. Perkembangan AHH Provinsi

Jawa Timur dapat dilihat di grafik berikut ini.

Page 22: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

12 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 3.5 Perkembangan Capaian dan Target Renstra AHH (satuan Tahun)

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan pemetaan, AHH dapat ditampilkan seperti gambar 3.7 di bawah ini,

dimana kabupaten/kota yang memiliki AHH di bawah angka provinsi didominasi oleh

wilayah timur dan wilayah utara Jawa Timur, seperti halnya persebaran AKB.

Gambar 3.6 Pemetaan Angka Harapan Hidup

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Badan Pusat Statistik Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2014, kabupaten/kota dengan AHH tertinggi adalah Kota Blitar sebesar

73,28 tahun yang diikuti Kabupaten Trenggalek sebesar 72,55 tahun dan Kota Mojokerto

sebesar 72,35 tahun. Sedangkan AHH terendah terdapat di Kabupaten Probolinggo

Page 23: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

13 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

sebesar 62,16 tahun yang diikuti Kabupaten Jember sebesar 63,58 tahun dan Kabupaten

Situbondo sebesar 63,81 tahun. Komposisi tiga kabupaten/kota yang memiliki angka

tertinggi dan terendah di tahun 2014 sama dengan tahun 2013 dan 2012.

III.3 ANGKA KESAKITAN (MORBIDITAS)

Selain menghadapi transisi demografi, Indonesia juga menghadapi transisi

epidemiologi yang menyebabkan beban ganda. Di satu sisi, kasus gizi kurang serta

penyakit-penyakit infeksi, baik re-emerging maupun new-emerging disease masih tinggi.

Namun di sisi lain, penyakit degeneratif, gizi lebih dan gangguan kesehatan akibat

kecelakaan juga meningkat. Masalah perilaku tidak sehat juga menjadi faktor utama yang

harus dirubah terlebih dahulu agar beban ganda masalah kesehatan teratasi.

Angka kesakitan (Morbiditas) pada penduduk berasal dari community based data

yang diperoleh melalui pengamatan (surveilans), terutama yang diperoleh dari fasilitas

pelayanan kesehatan melalui sistem pencatatan dan pelaporan rutin serta insidentil.

Sementara untuk kondisi penyakit menular, berikut ini akan diuraikan situasi beberapa

penyakit menular yang perlu mendapatkan perhatian, termasuk penyakit menular yang

dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I) dan penyakit yang memiliki potensi untuk menjadi

Kejadian Luar Biasa (KLB).

III.3.1 PENYAKIT MENULAR LANGSUNG

III.3.1.1 TUBERKULOSIS (TB)

Capaian indikator program, Provinsi Jawa Timur menempati urutan kedua di

Indonesia dalam jumlah penemuan penderita TB BTA positif kasus baru (di bawah Jawa

Barat). Akan tetapi dari angka penemuan kasus baru BTA positif (Case Detection

Rate/CDR), Provinsi Jawa Timur menempati urutan kedelapan dari 33 provinsi di

Indonesia. CDR pada tahun 2014 adalah 52%, dengan jumlah kasus TB BTA positif

sebanyak 21.036 penderita. Target CDR yang ditetapkan adalah minimal 70%. Dari sisi

kesembuhan penderita yang diobati, angka yang didapatkan adalah 85%. Angka tersebut

merupakan data pasien yang diobati pada tahun 2013 yang telah menyelesaikan

keseluruhan pengobatannya. Target kesembuhan yang ditetapkan adalah 85%.

Sedangkan angka keberhasilan (Success Rate) penderita TB BTA positif kasus baru di

Jawa Timur pada tahun 2014 sudah sebesar 91%, sedangkan taget yang ditetapkan

adalah lebih dari 90%.

Page 24: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

14 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Dengan succes rate >90%, menggambarkan semakin banyak masyarakat yang

menderita TB bisa disembuhkan. Mayoritas penderita TB adalah usia produktif, sehingga

dengan sembuhnya masyarakat dari penyakit TB berarti produktifitas mereka bisa

meningkat dan mereka bisa hidup secara normal di masyarakat. Maka impact-nya adalah

masyarakat Jawa Timur terbebas dari TB dan masalah-masalah sosial ekonomi yang

diakibatkan karena penyakit TB.

Gambar 3.7 Perkembangan Persentase CDR dan Success Rate TB

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010– 2014

Sumber : Laporan Program TB

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

III.3.1.2 KUSTA

Program Pemberantasan Penyakit Kusta di Provinsi Jawa Timur mulai dilaksanakan

pada tahun 1989 yang meliputi wilayah Gerbangkertasusila (Gresik, Bangkalan,

Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo dan Lamongan). Pada tahun 1994 mulai dikembangkan

seluruh kabupaten/kota dimana pada saat itu jumlah penderita Kusta yang diobati

sebanyak 11.427 dengan prevalensi rate 3,40 per 10.000 penduduk, sampai dengan

Desember tahun 2014 jumlah penderita yang diobati sebanyak 4.114 orang dengan

prevalensi rate 1,07 per 10.000 jumlah penduduk.

Penurunan ini merupakan dampak dari keberhasilan peningkatan cakupan MDT

(Multi Drug Therapy) coverage 100% pada unit pelayanan kesehatan (Puskesmas dan

RSUD) serta serta keberhasilan pengobatan (RFT rate) mencapai 90%. Setiap tahun

penderita Kusta yang dapat menyelesaikan pengobatan dengan MDT rata-rata 5.300

orang, sampai dengan Desember 2014 Program Pemberantasan Penyakit (P2) Kusta di

Page 25: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

15 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Provinsi Jawa Timur telah menyembuhkan 137.801 penderita Kusta. Untuk pencapaian

RFT rate di tingkat provinsi mencapai 90,3%, sedangkan pencapaian RFT rate sebesar >

90% ada di 24 kabupaten/kota.

Hasil dari intensifikasi kegiatan penemuan penderita terlihat dari penurunan

endemisitas (prevalensi rate) di beberapa kabupaten/kota. Pada tahun 2011 ada kegiatan

penemuan penderita baru secara intensif di 8 (delapan) kabupaten/kota maka

kabupaten/kota endemis menjadi 17 kabupaten/kota. Sedangkan untuk tahun-tahun

selanjutnya kabupaten/kota endemis berkurang menjadi 16 pada tahun 2012, 12

kabupaten/kota pada tahun 2013 dan 13 kabupaten/kota pada tahun 2014.

Untuk pencapaian program baik berdasarkan target Rencana Strategis, indikator

kinerja dari rencana kerja dan target program secara lengkap tergambar pada tabel

berikut :

Tabel 3.1 Pencapaian Program Pemberantasan Penyakit Kusta

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Program Kusta

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

No Indikator Program Target 2014

Pencapaian

2010 2011 2012 2013 2014

1 Prevalensi Rate / 10.000 penduduk

> 1 1,48 1,63 1,46 1,12 1,07

2 Penemuan Penderita Baru 4.600 4.653 5.284 4.807 4.132 4.110

3 Penderita Baru Usia Anak (0-14 tahun)

515 574 435 359 387

% Anak < 5 12 11 11 9 9

4 Penderita Baru yang Cacat 2

598 697 676 509 527

% Cacat 2 < 5 13 13 14 12 13

5 RFT Rate (%) ≥ 90 91 88 90 87 90

6 % Kabupaten/Kota yang Mencapai Target RFT Rate

80 78 89 73 67 63

Page 26: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

16 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

III.3.1.3 HUMAN IMMUNODEFICIENCY VIRUS (HIV) DAN ACQUIRED

IMMUNODEFICIENCY SYNDROME (AIDS)

Sampai dengan Desember 2014, jumlah kasus AIDS yang dilaporkan adalah 12.630

orang, dan 26.433 kasus HIV. Dari jumlah tersebut 3.058 (24,2%) diantaranya meninggal

dunia. Angka tersebut sesungguhnya jauh lebih kecil dibandingkan angka yang

sebenarnya terjadi, dan dari hasil estimasi sampai dengan tahun 2012 diperkirakan

jumlah ODHA di Jawa Timur mencapai 57.321 orang. Dan sejak September 2003,

Provinsi Jawa Timur ditetapkan sebagai wilayah dengan prevalensi HIV yang

terkonsentrasi bersama 5 (lima) provinsi lainnya, yaitu DKI Jakarta, Papua, Bali, Riau dan

Jawa Barat.

Secara teoritis WHO membagi tingkat epidemi HIV menjadi 3 tingkat, yaitu :

1. Tingkat epidemi HIV rendah (low level epidemic), dimana prevalensi HIV pada

kelompok risiko tinggi masih di bawah 5%.

2. tingkat epidemic HIV terkonsentrasi (concentrated level epidemic), dimana pada sub

populasi tertentu (kelompok risiko tinggi) seperti kelompok Pekerja Seks Komersial

(PSK), kelompok Injecting Drug Users/Use (IDU), kelompok Waria, Narapidana di

Lembaga Permasyarakatan dan sebagainya, prevalensi HIV sudah lebih dari 5%

secara konsisten (dalam beberapa tahun pengamatan) dan atau prevalensi HIV pada

ibu hamil masih di bawah 1%.

3. tingkat epidemic HIV meluas (generalized level epidemic), dimana pada wilayah

dengan tingkat epidemic HIV terkonsentrasi ditambah prevalensi HIV pada ibu hamil

sudah lebih dari 1%.

Berdasarkan waktu, maka nampak sekali pesatnya peningkatan jumlah penderita

HIV/AIDS dari waktu ke waktu. Kalau tahun 1989 hanya 1 orang penderita yang

dilaporkan maka mulai tahun 1999 meningkat tajam sekali dari tahun ke tahun dan

jumlahnya terus bertambah hingga Desember 2014.

Penambahan kasus AIDS dari tahun ke tahun sebagian besar berasal dari faktor

seksual. Sampai Desember 2014 secara kumulatif kasus AIDS yang dilaporkan sebanyak

12.630 kasus dimana 3.058 (24%) diantaranya sudah meninggal. Sedangkan Kasus HIV

yang ditemukan melalui VCT sebanyak 26.433 kasus. Dari 38 kabupaten/kota, semua

sudah melaporkan adanya kasus AIDS dan berdasarkan tempat asal penderita di seluruh

kabupaten/kota sudah ada kasus AIDS. Berdasarkan tempat tinggal, sebagian besar

ditemukan di Kota Surabaya, Kabupaten Sidarjo, Kota Malang, Kabupaten Pasuruan, Kab

Malang.

Namun sangat disadari bahwa kasus AIDS tersebut masih jauh lebih sedikit

dibandingkan kasus yang sesungguhnya mengingat tidak seluruh kasus AIDS yang ada

atau baru sebagian kecil yang dilaporkan (under reported).

Page 27: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

17 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Ditinjau dari cara penularan pada kasus AIDS dari data laporan Surveilans nampak

bahwa, faktor risiko yang tertinggi adalah heteroseksual 9.871 kasus, kemudian

penggunaan narkoba suntik (IDU) 1.673 kasus dan homoseksual 467 kasus yang selama

ini mendominasi sebagai faktor risiko. Dan yang perlu mendapat perhatian adalah kasus

AIDS sudah nampak penularan dari ibu ke janinnya 463 kasus.

Gambar 3.8 Perkembangan Kasus HIV, AIDS dan Jumlah Kematian per Tahun

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Program HIV/AIDS

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Gambar 3.9 Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Faktor Resiko Penderita

Provinsi Jawa Timur, Sampai Dengan Tahun 2013 dan 2014

Sumber : Laporan Program HIV/AIDS

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 28: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

18 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Dari segi jenis kelamin, kasus AIDS didominasi kelompok laki-laki sebesar 7.864

kasus (62,3 %) dan wanita sebesar 4.766 kasus (37,7 %). Namun proporsi perempuan

cenderung mengalami peningkatan secara tajam dari tahun ke tahun. Dan dari segi

kelompok umur, maka kasus AIDS didominasi oleh kelompok umur seksual aktif, yang

tertinggi adalah kelompok usia 25-29 tahun 2.854 kasus, disusul kelompok usia 30-34

tahun dengan 2.783 kasus, serta kelompok usia 35-39 tahun dengan 1.862 kasus.

Disamping itu kasus HIV sudah ada yang manifestasi menjadi AIDS di kalangan anak-

anak dengan 446 kasus usia 0-9 tahun.

Gambar 3.10 Proporsi Kasus AIDS Berdasarkan Jenis Kelamin Penderita

Provinsi Jawa Timur, Sampai Dengan Tahun 2014

Sumber : Laporan Program HIV/AIDS

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

III.3.1.4 PNEUMONIA

Pada tahun 2014, dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur, hanya 1 (satu)

kabupaten/kota yang telah mencapai target penemuan penderita Pneumonia. Sedangkan

yang lain masih belum mencapai target nasional sebesar 100%. Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada grafik cakupan penemuan penderita Pneumonia di Jawa Timur tahun

2014.

Page 29: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

19 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 3.11 Persentase Cakupan Penemuan Kasus Pneumonia

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Program Pneumonia

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Dari grafik terlihat mulai tahun 2007 sampai dengan tahun 2014, cakupan penemuan

Pneumonia di Jawa Timur belum pernah mencapai target nasional yang telah ditentukan.

Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari semua pihak, baik pelaksana program maupun

pengambil kebijakan serta masyarakat.

Dari 38 kabupaten/kota di Provinsi Jawa Timur hanya 1 (satu) kabupaten/kota yang

memenuhi target cakupan penemuan penderita Pneumonia balita, yaitu Kabupaten

Gresik. Beberapa kabupaten/kota yang sudah mendekati dengan capaian > 60% adalah

Kabupaten Bojonegoro, Kota Madiun, Kota Mojokerto, Kabupaten Mojokerto, Kabupaten

Tuban, Kota Pasuruan dan Kabupaten Bangkalan. Sedangkan untuk kabupaten/kota

lainnya masih belum bahkan masih jauh dari target nasional. Masih ada kabupaten/kota

yang capaiannya < 10% seperti : Kota Blitar, Kabupaten Sampang, Kabupaten Pacitan,

Kabupaten Probolinggo, Kota Probolinggo, Kabupaten Ngawi, Kabupaten Jombang,

Kabupaten Tulungagung dan Kabupaten Sumenep, yang perlu kerja keras dan komitmen

untuk meningkatkan capaian penemuan dan tatalaksana penderita secara cepat dan

tepat.

Page 30: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

20 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

III.3.1.5 DIARE

Cakupan pelayanan penyakit Diare dalam kurun waktu 6 (enam) tahun terakhir

cenderung meningkat, dimana pada tahun 2013 mencapai 118,39 %, dan sedikit menurun

pada tahun 2014 menjadi 106 %. Hal ini terjadi karena penurunan angka morbiditas dari

tahun 2012 yang sebesar 411/1.000 penduduk menjadi 214/1.000 penduduk pada tahun

2013. Kualitas tata laksana program Diare dari sisi pelaporan dalam kurun waktu 6

(enam) tahun terakhir belum seluruhnya mencapai target karena angka penggunaan

Oralit kurang dari 100 % dan angka penggunaan infus lebih besar dari 1 %.

Gambar 3.12 Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan

Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014

Sumber : Laporan Program Diare

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Dari grafik 3.11 di atas terlihat bahwa mulai tahun 2009 sampai dengan tahun 2014,

capaian penemuan kasus diare cenderung meningkat setiap tahunnya. Dan dari trend

pada gambar 3.12 di bawah, kasus Diare selama tahun 2009 – 2014, perlu diwaspadai

terjadinya peningkatan kasus pada bulan Februari, Juli, dan Nopember. Puncak kasus

terjadi awal tahun yaitu bulan Januari. Hal ini perlu mendapatkan perhatian dari semua

pihak, baik pelaksana program maupun pengambil kebijakan serta masyarakat.

Page 31: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

21 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 3.13 Cakupan Penemuan Kasus Diare per Bulan

Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014

Sumber : Laporan Program Diare

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

III.3.2 PENYAKIT MENULAR BERSUMBER BINATANG

III.3.2.1 DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Insiden rate (Incidence Rate) Provinsi Jawa Timur atau Angka Kesakitan Demam

Berdarah Dengue (DBD) pada tahun 2014 mengalami penurunan, yakni 39 per 100.000

penduduk pada tahun 2013 menjadi 24,1 per 100.000 penduduk pada tahun 2014. Angka

ini masih di bawah target nasional 51 per 100.000 penduduk. Meskipun mengalami

penurunan angka tersebut, di beberapa kabupaten/kota masih terjadi peningkatan jumlah

penderita DBD dibandingkan sebelumnya.

Tabel 3.2 Pencapaian Hasil Kinerja Program DBD

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Laporan Program DBD

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

No Indikator Satuan Target Realisasi

1 Angka Kesakitan (Incidence Rate) per 100.000 penduduk

52 24,1

2 Angka Kematian (Case Fatality Rate) persen ≤ 1 1,16

3 Angka Bebas Jentik (ABJ) persen ≥ 95 86

Page 32: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

22 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Dari tabel 3.2 di atas, angka kematian pada tahun 2014 berada di atas target, yakni

mencapai 1,16 %. Ini menunjukkan bahwa perlu peningkatan diagosa dini dan tata

laksana kasus DBD di rumah sakit serta sosialisasi tentang penyakit DBD perlu

ditingkatkan. Wilayah dengan Case Fatality Rate melebihi 1 % mencapai 17

kabupaten/kota (dari target 5 kabupaten/kota), serta rendahnya Angka Bebas Jentik (ABJ)

menunjukkan bahwa di sekitar rumah penduduk masih banyak ditemukan vektor penular

DBD, sehingga penularan DBD masih terus terjadi.

III.3.2.2 MALARIA

Hasil surveilans rutin Malaria sampai dengan tahun 2014, menginformasikan

terdapat penderita Malaria sebanyak 592 penderita, dan dari jumlah tersebut terdapat

penderita Malaria Indigenous (tertular setempat sebanyak 75 penderita). Penularan

setempat ini terjadi di Pulau Sadulang Besar dan Pulau Saular Kecamatan Sapeken

Wilayah Kabupaten Sumenep. Penularan setempat diduga berasal dari nelayan yang

datang dari daerah endemis Malaria di wilayah kepulauan Kalimantan. Penanganan

peningkatan penderita Malaria sudah dilakukan sesuai dengan standart penanganan

kejadian peningkatan penularan malaria setempat.

Gambar 3.14 Lokasi KLB Malaria di Kabupaten Sumenep Tahun 2014

Sumber : Laporan Program Diare

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 33: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

23 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Tabel 3.3 Pencapaian Hasil Kinerja Program Malaria

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Program Malaria

Seksi Pemberantasan Penyakit, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan data tersebut diatas, Provinsi Jawa Timur sudah memenuhi sebagai

wilayah eliminasi Malaria, mengingat API sudah dibawah 1 per 1.000 penduduk. Tetapi

belum bisa dinyatakan daerah bebas Malaria bila dilihat dari kasus Indigenous masih

terdapat kasus di 3 (tiga) tahun terakhir. Wilayah Jawa Timur masih terdapat daerah

reseptif yang siap menularkan malaria setempat.

Sebaran penderita Malaria di Provinsi Jawa Timur terbanyak di wilayah Kabupaten

Pacitan, Kabupaten Trenggalek, Kabupaten Madiun, Kabupaten Malang, Kabupaten

Banyuwangi dan Kabupaten Sumenep. Untuk kabupaten/kota dengan 0 (nol) penderita

atau tidak menemukan penderita masih perlu dilakukan pembinaan pengendalian Malaria

terutama dalam diagnosis dini penemuan Malaria.

Pada tahun 2014 terdapat peristiwa penting dalam pengendalian Malaria di Provinsi

Jawa Timur, yaitu diterimakannya Sertifikat Eliminasi Malaria pada 34 kabupaten/kota di

Provinsi Jawa Timur, dan masih tersisa 4 (empat) kabupaten/kota yang belum menerima

sertifikat tersebut, yaitu Kabupaten Banyuwangi, Kabupaten Madiun, Kabupaten Pacitan

dan Kabupaten Trenggalek.

No Indikator Satuan 2010 2011 2012 2013 2014

1 Jumlah Sediaan Darah Diperiksa

ribuan 56,1 23,6 35,4 31,9 28,43

2 ABER persen 1.06 0,46 1,8 0,1 0,1

3 SPR persen - - 3.3 3,4 2,1

4 Penderita Malaria orang 947 1.222 1.074 1.070 592

5 API permil 0,18 0,24 0,2 0,028 0,015

6 Proporsi Plasmodium Falsiparum

persen 46,5 50,7 35.7 32,1 39,8

7 Proporsi Kasus Indigenous

persen 10.67 11,7 0,8 0,1 13,7

8 Proporsi Malaria Import persen 85.4 87,4 92,4 99,9 86,3

9 Desa HCI desa 2 2 2 1 1

Page 34: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

24 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

III.3.3 PENYAKIT YANG DAPAT DICEGAH DENGAN IMUNISASI (PD3I)

III.3.3.1 CAMPAK

Campak adalah penyakit yang disebabkan virus Morbili, yang disebarkan melalui

droplet bersin/batuk dari penderita. Gejala awal dari penyakit ini adalah demam, bercak

kemerahan, batuk-pilek, mata merah (conjunctivitis) yang kemudian menimbulkan ruam di

seluruh tubuh.

Kasus Campak mengalami peningkatan dari tahun 2009 sampai dengan tahun

2011. Pada tahun 2011 telah dilakukan “Kampanye Campak” untuk mengurangi kasus ini,

sehingga di tahun 2012 kasus Campak mengalami penurunan menjadi 1.085 kasus. Pada

tahun 2013, kasus Campak meningkat mencapai 2.529 dan pada tahun 2014 kembali

turun mencapai 762 kasus.

Grafik perkembangan kasus campak tampak fluktuatif dan membentuk siklus dua

tahunan. Untuk mencegah kenaikan kasus di tahun – tahun yang akan datang, diperlukan

peningkatan pembinaan secara terpadu, koordinasi dan kemitraan dengan organisasi

massa yang ada.

Campak dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 digambarkan dalam gambar

3.15 di bawah ini. Sedangkan data jumlah kasus Campak bisa dilihat di Lampiran Data

Profil Kesehatan Tabel 20.

Gambar 3.15 Perkembangan Kasus Campak

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Program Surveilans Campak

Seksi P3PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 35: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

25 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

III.3.3.2 DIFTERI

Difteri merupakan kasus “re-emerging disease” di Jawa Timur karena kasus Difteri

sebenarnya sudah menurun di tahun 1985, namun kembali meningkat di tahun 2005 saat

terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) di Kabupaten Bangkalan. Sejak saat itulah, penyebaran

Difteri semakin meluas dan mencapai puncaknya pada tahun 2012 sebanyak 955 kasus

dengan 37 kematian karena Difteri dan sudah tersebar di 38 kabupaten/kota (dapat dilihat

di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 21).

Pada tahun 2014, kasus Difteri mengalami penurunan menjadi 442 kasus dengan 9

kematian karena Difteri. Kota Surabaya memiliki kasus terbanyak, yakni 47 kasus, diikuti

Kabupaten Sidoarjo (37 kasus) dan Kabupaten Malang (35 kasus).

Upaya yang dilakukan untuk menekan kasus Difteri adalah dengan melakukan

imunisasi dasar pada bayi dengan vaksin Difteri-Pertusis-Tetanus dan Hepatitis B (DPT-

HB). Vaksin tersebut diberikan 3 (tiga) kali yaitu pada umur 2 bulan, 3 bulan dan 4 bulan.

Selain itu, karena terjadi lonjakan kasus pada umur anak sekolah maka imunisasi

tambahan Tetanus Difteri (TD) juga diberikan pada anak Sekolah Dasar (SD) dan

sederajat kelas 4-6 serta Sekolah Menengah Pertama (SMP).

Gambar 3.16 Perkembangan Kasus Difteri dan Distribusi Kasus Difteri di Kabupaten/Kota

Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Program Surveilans Difteri

Seksi P3PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 36: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

26 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

III.3.3.3 TETANUS NEONATORUM (TN)

Tetanus Neonatorum (TN) adalah penyakit yang disebabkan Clostridium Tetani pada

bayi (umur < 28 hari) yang dapat menyebabkan kematian. Penanganan Tetanus

Neonatorum tidak mudah, sehingga yang terpenting adalah upaya pencegahan melalui

pertolongan persalinan yang higienis dan imunisasi Tetanus Toxoid (TT) ibu hamil serta

perawatan tali pusat.

Gambar 3.17 Perkembangan Kasus TN dan Kematian Akibat TN

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Laporan Program Surveilans TN

Seksi P3PMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Seperti yang digambarkan pada grafik 3.16 di atas, TN mengalami peningkatan

kasus menjadi 33 kasus dengan kasus kematian 15 orang.

III.3.3.5 ACUTE FLACID PARALYSIS (AFP) NON POLIO

AFP merupakan kondisi abnormal ketika seseorang mengalami penurunan kekuatan

otot tanpa penyebab yang jelas kemudian berakibat pada kelumpuhan. Sedangkan Non

Polio AFP adalah kasus lumpuh layuh akut yang diduga kasus Polio sampai dibuktikan

dengan pemeriksaan laboratorium bukan kasus Polio. AFP Rate Non Polio dihitung

berdasarkan per 100.000 penduduk/populasi anak usia < 15 tahun. Di tahun 2014, angka

AFP Rate Non Polio Jawa Timur sebesar 2,83 (atau 254 kasus). Angka ini mengalami

Page 37: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

27 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

kenaikan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 2,46 (atau 222 kasus). Angka AFP

Rate pada tahun 2014 ini telah mencapai target nasional yang ditetapkan oleh

Kementerian Kesehatan RI sebesar minimal 2/100.000. Data jumlah kasus AFP Non Polio

dan AFP Rate Non Polio masing-masing kabupaten/kota dapat dilihat di Lampiran Data

Profil Kesehatan Tabel 18.

III.4 STATUS GIZI MASYARAKAT

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain Bayi

dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status gizi balita, anemia gizi besi pada ibu

dan pekerja wanita, serta Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY). Status gizi

balita merupakan salah satu indikator MDGs yang perlu mendapatkan perhatian dan akan

banyak dibahas (di samping BBLR) pada sub bagian berikut ini.

III.4.1 STATUS GIZI BALITA

Salah satu indikator kesehatan yang dinilai keberhasilan pencapaiannya dalam

MDGs adalah status gizi balita. Status gizi balita dapat diukur berdasarkan umur, berat

badan (BB), tinggi badan (TB). Ketiga variabel ini disajikan dalam bentuk tiga indikator

antropometri, yaitu : Berat Badan menurut Umur (BB/U), Tinggi Badan menurut Umur

(TB/U) dan Berat Badan menurut Tinggi Badan (BB/TB).

Gambar 3.18 Perkembangan Persentase Status Gizi Balita BB/U

Provinsi Jawa Timur Tahun 2009 – 2014

Sumber : Pemantauan Status Gizi (PSG) Tahun 2009, 2010, 2012, 2013 dan 2014

Seksi Gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 38: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

28 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Provinsi Jawa Timur, dalam hal ini Seksi Gizi Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

memiliki kegiatan Pemantauan Status Gizi (PSG) untuk mengukur ketiga indikator

tersebut. Adapun hasil PSG untuk indicator BB/U tahun 2009, 2010, 2012, 2013 dan 2014

disajikan pada gambar 3.17 di atas.

Prevalensi kurang gizi merupakan salah satu indikator MDGs dan Rencana Strategis

(Renstra) Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, diukur dari Berat Badan menurut Umur

(BB/U), yakni dari angka berat badan (BB) sangat kurang dan berat badan (BB) kurang.

Dan berdasarkan hasil PSG tahun 2014, Jawa Timur sudah berhasil mencapai angka di

bawah target MDGs (15,0%) dan Renstra (15,0%) yakni sebesar 12,3% (Berat Badan

Kurang 10,3% dan Berat Badan Sangat Kurang 2,0%).

Page 39: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

29 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 4 SITUASI UPAYA KESEHATAN

Untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, perlu dilakukan upaya pelayanan

kesehatan yang melibatkan masyarakat sebagai individu dan masyarakat sebagai bagian

dari kelompok atau komunitas. Upaya kesehatan mencakup upaya-upaya pelayanan

kesehatan, promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan, pemberantasan penyakit

menular, pengendalian penyakit tidak menular, penyehatan lingkungan dan penyediaan

sanitasi dasar, perbaikan gizi masyarakat, pengamanan sediaan farmasi dan alat

kesehatan, penanggulangan bencana dan sebagainya. Upaya kesehatan di Provinsi Jawa

Timur tergambar dalam uraian di bawah ini.

IV.1 PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Upaya pelayanan kesehatan dasar merupakan langkah awal dalam memberikan

pelayanan kesehatan kepada masyarakat. Dengan pelayanan kesehatan dasar yang

cepat, tepat dan efektif diharapkan dapat mengatasi sebagian masalah kesehatan

masyarakat. Pada uraian berikut dijelaskan jenis pelayanan kesehatan dasar yang

diselenggarakan di sarana pelayanan kesehatan.

IV.1.1 PELAYANAN KESEHATAN KELUARGA

Undang-Undang nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan bahwa

upaya kesehatan ibu ditujukan untuk menjaga kesehatan ibu sehingga mampu

melahirkan generasi yang sehat dan berkualitas, serta dapat mengurangi angka kematian

ibu sebagai salah satu indikator Renstra dan MDGs. Upaya kesehatan ibu sebagaimana

dimaksud pada Undang-Undang tersebut meliputi upaya promotif, preventif, kuratif dan

rehabilitatif.

Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) merupakan kegiatan prioritas mengingat

terdapat indikator dampak, yaitu Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi

(AKB) yang merupakan indikator keberhasilan pembangunan daerah, khususnya

pembangunan kesehatan. Indikator ini juga digunakan sebagai salah satu pertimbangan

dalam menentukan Indeks Pembangunan Manusia (IPM).

Page 40: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

30 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Untuk melihat kinerja kesehatan ibu dan anak, maka perlu untuk melihat secara

keseluruhan indikator kesehatan ibu dan anak, diantaranya :

IV.1.1.1 CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K1

Berdasarkan data Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA), capaian cakupan ibu hamil K1 Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 adalah 96,20

%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 95,07%. 4

(empat) Kabupaten/Kota memiliki capaian 100 % yaitu Kota Surabaya, Kabupaten

Lumajang, Kabupaten Lamongan, dan Kabupaten Sidoarjo. Terdapat penurunan

dibandingkan tahun 2013 bahwa terdapat sebanyak 7 (tujuh) kabupaten/kota yang

memiliki capaian 100 %. Capaian cakupan K1 terbesar dimiliki oleh Kota Surabaya yakni

sebesar 100,81 %. Dan sama seperti tahun 2013, Kota Blitar tetap memiliki cakupan

terendah di tahun 2014 yakni sebesar 87,96 %. Cakupan K1 per kabupaten/kota dapat

dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 29. Pada tahun 2012, cakupan K1

mengalami penurunan dikarenakan adanya perubahan data sasaran program, yakni

sasaran ibu hamil yang bersumber dari data estimasi BPS Provinsi Jawa Timur.

Gambar 4.1 Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K1

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 41: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

31 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

IV.1.1.2 CAKUPAN PELAYANAN IBU HAMIL K4

Capaian cakupan ibu hamil K4 Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 adalah 88,66

%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 87,35%.

Capaian cakupan ibu hamil K4 tertinggi dimiliki oleh Kota Madiun yakni sebesar 98,23 %

dan terendah dimiliki oleh Kabupaten Jember yakni sebesar 75,44 %. Cakupan ibu hamil

K4 per kabupaten/kota dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 29. Sama

halnya pada capaian cakupan ibu hamil K1, cakupan ibu hamil K4 pada tahun 2012 juga

mengalami penurunan dikarenakan sebab yang sama.

Gambar 4.2 Perkembangan Persentase Cakupan Pelayanan Ibu Hamil K4

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.3 CAKUPAN PERTOLONGAN PERSALINAN OLEH TENAGA KESEHATAN

Capaian cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan (Linakes) untuk

Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 mencapai 92,45 %. Angka ini mengalami

peningkatan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 92,04 %. Seperti yang ditunjukkan

gambar 4.3 di bawah ini, cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan

mengalami peningkatan dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014. Namun terdapat

pengecualian di tahun 2012 yang mengalami penurunan capaian. Salah satu

penyebabnya adalah karena perubahan sasaran Ibu Bersalin (Bulin) yang disesuaikan

dengan data sasaran BPS Provinsi Jawa Timur. Namun, dari sisi angka absolut (jumlah)

Page 42: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

32 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

capaian Jawa Timur mengalami kenaikan dibandingkan tahun sebelumnya, seperti yang

disajikan pada gambar 4.3.

Gambar 4.3 Perkembangan Persentase Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Pada tahun 2014, target untuk program ini adalah 95 %. Dengan kondisi ini, angka

cakupan Provinsi Jawa Timur masih belum mencapai target. Dari 38 Kabupaten/Kota, 10

Kabupaten/Kota telah mencapai target. Salah satu cara untuk mengatasi permasalahan

ini adalah dengan melakukan pemetaan dan pemantauan ibu hamil dengan melibatkan

multi pihak. Selain itu, peningkatan bidan di desa yang menempati desa, mengingat pada

tahun 2014, jumlah bidan yang tinggal di desa hanya mencapai 85 % dari 9.253 bidan.

Data pada Gambar 4.4 menunjukkan perbandingan antara jumlah desa dengan jumlah

bidan yang tinggal di desa. Dan dari jumlah bidan yang ada (15.094), hanya 70,7 % yang

telah mengikuti APN. Bila keterampilan ini dimiliki oleh lebih banyak bidan, diharapkan

pelayanan yang diberikan kepada ibu bersalin akan lebih berkualitas.

Page 43: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

33 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.4 Perbandingan Jumlah Desa dan Jumlah Bidan Tinggal di Desa

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.4 CAKUPAN KOMPLIKASI KEBIDANAN DITANGANI

Berdasarkan data Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak

(KIA), 4 (empat) kabupaten/kota masih di bawah target Provinsi (80%) dan 14

kabupaten/kota memiliki cakupan di bawah cakupan Provinsi, yakni 91,48 %. Untuk itu

perlu penguatan Puskemas PONED agar cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani

dapat mencapai target yang telah ditentukan. Kabupaten/Kota yang belum memenuhi

target pada umumnya karena kelengkapan tim PONED sudah tidak lengkap, sedangkan

simulasi PONED perlu untuk segera dilakukan agar tetap dapat melakukan penanganan

Komplikasi Kebidanan.

Jika dilihat dari perkembangan cakupan komplikasi kebidanan ditangani dari tahun

2010 sampai dengan 2014, Jawa Timur mengalami kenaikan dikarenakan karena adanya

perubahan definisi operasional (DO) dari maternal komplikasi ditangani menjadi

komplikasi kebidanan ditangani, serta dikarenakan menurunnya fungsi Puskesmas

PONED yang disebabkan karena adanya mutasi tim PONED atau promosi ke Puskesmas

yang bukan PONED. Trend perkembangan cakupan komplikasi kebidanan ditangani

disajikan pada gambar 4.5 di bawah ini.

Page 44: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

34 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.5 Perkembangan Persentase Cakupan Komplikasi Kebidanan Ditangani

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.5 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL (KN) LENGKAP

Cakupan Kunjungan Neonatal (KN) Lengkap sebagai salah satu program Kesehatan

Anak juga memiliki kasus yang sama dengan indikator-indikator program Kesehatan Ibu

terkait perubahan sasaran. Tahun 2014 masih terdapat 10 kabupaten/kota yang belum

mencapai target 95% dan capaian cakupan terendah dimiliki oleh Kabupaten Pacitan

(90,79 %) dan capaian cakupan terbesar dimiliki oleh Kota Mojokerto (104,97 %). Namun,

pada tahun 2014, cakupan KN Lengkap mengalami peningkatan menjadi 97,42 %. Angka

ini telah mencapai target (95 %) dan mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2013.

Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan angka cakupan indikator ini adalah

dengan fasilitasi, baik dari segi manajemen program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

maupun pencatatan dan pelaporan, peningkatan klinis keterampilan petugas di lapangan

serta melibatkan multi pihak dalam pelaksanaan program dimaksud. Kabupaten/Kota

yang belum mencapai target diharapkan melakukan pelayanan neonatal yang berkualitas

dengan memulai pemetaan serta pemantauan mulai ibu hamil serta melakukan pelayanan

AnteNatal Care (ANC) yang berkualitas.

Page 45: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

35 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.6 Perkembangan Persentase Cakupan KN Lengkap

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.6 CAKUPAN NEONATAL KOMPLIKASI DITANGANI

Pada tahun 2014, Angka cakupan Neonatal Komplikasi yang tertinggi terdapat pada

Kota Kediri dengan angka 110,88 sedangakan yang terendah adalah Kabupaten Sidoarjo

dengan angka 39,56. Terdapat 9 (Sembilan) kabupaten/kota yang belum mencapai target

(77 %) pada tahun 2014 yaitu Kabupaten Lumajang, Kabupaten Probolinggo, Kabupaten

Banyuwangi, Kabupaten Pamekasan, Kabupaten Sumenep, Kabupaten Mojokerto,

Kabupaten Bangkalan, Kabupaten Gresik dan Kabupaten Sidoarjo. Untuk itu, perlu

dilakukan upaya untuk menvalidasi kembali fungsi Puskesmas PONED bagi 9 (Sembilan)

kabupaten/kota dimaksud. Hal ini, mengingat banyaknya Tim PONED yang sudah tidak

lengkap karena mutasi atau promosi ke Puskesmas bukan PONED.

Angka Provinsi Jawa Timur untuk cakupan neonatal komplikasi ditangani adalah

80,75%. Jika dilihat dari perkembangan cakupan indikator ini, terdapat peningkatan setiap

tahun. Seperti yang tersaji pada gambar 4.7.

Page 46: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

36 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.7 Perkembangan Persentase Cakupan Neonatal Komplikasi Ditangani

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.7 CAKUPAN (KUNJUNGAN) BAYI

Target pelayanan bayi paripurna selama 5 (lima) tahun telah tercapai. Pelayanan bayi

ini berkaitan erat dengan cakupan KN Lengkap. Cakupan (kunjungan) bayi Provinsi Jawa

Timur pada tahun 2014 mencapai 95,43 %, dan hanya 3 (tiga) kabupaten/kota belum

mencapai target yang ditentukan (90 %). Kabupaten/kota tersebut adalah Kota Blitar,

Kabupaten Jember dan Kabupaten Situbondo. Angka cakupan kunjugan bayi tertinggi

pada tahun 2014 terdapat pada Kabupaten Bojonegoro dengan angka 106,23 dan yang

terendah terdapat pada Kota Blitar dengan angka 80,95. Bagi kabupaten/kota yang belum

mencapai target perlu dilakukan upaya peningkatan pelayanan yang berkualitas pada

bayi paripurna yang sudah mendapatkan ASI Eksklusif, vitamin A serta pelayanan lainnya

sehingga diharapkan pada tahun 2015 semua kabupaten/kota dapat memberikan

pelayanan kepada bayi secara berkualitas.

Angka cakupan Kunjungan Bayi Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 yaitu 95.43 %.

Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat trend peningkatan sejak tahun 2010 seperti

yang tersaji pada gambar 4.8 di bawah ini.

Page 47: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

37 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.8 Perkembangan Persentase (Cakupan)Kunjugan Bayi

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Pemantauan Wilayah Setempat (PWS) Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.1.8 PELAYANAN KELUARGA BERENCANA (KB)

Cakupan peserta KB Aktif pada tahun 2014 Provinsi Jawa Timur mencapai 72,80 %.

Angka ini mengalami penurunan dibandingkan tahun 2013 yang mencapai 73,48 %. Hal

ini dapat disebabkan oleh kurangnya kesadaran masyarakat akan pentingnya KB atau

sistem pelaporan yang kurang tepat.

Gambar 4.9 Cakupan Peserta KB Aktif

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2014

Page 48: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

38 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Sedangkan untuk KB Baru mengalami peningkatan dari 12,25 % pada tahun 2013

menjadi 14,70 % pada tahun 2014. Cakupan KB Aktif dan KB Baru masing-masing

kabupaten/kota tersaji pada gambar di bawah ini.

Gambar 4.10 Cakupan Peserta KB Baru

Menurut Kabupaten/Kota Tahun 2014

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2014

IV.1.1.9 DUKUNGAN DANA APBD DAN APBN UNTUK PROGRAM KESEHATAN

KELUARGA

Sebagai program prioritas, program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) mendapatkan

dukungan dana dari APBD Provinsi Jawa Timur dan APBN, seperti yang tersaji pada

tabel 4.1 di bawah ini. Harapan ke depan, dengan dukungan dana yang memadai

diharapkan target MDG‟s goal 4 dan 5 pada tahun 2015 dapat tercapai, dengan secara

terus-menerus melakukan kegiatan yang terintegrasi dan komprehensif bersama mitra

terkait.

Tabel 4.1 Dukungan Dana APBD Provinsi dan APBN Kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak, Kesehatan

Reproduksi serta Kesehatan Anak Remaja dan Usia Lanjut

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Kegiatan Tahun APBD Provinsi

(Rp.) APBN (Rp.)

Kesehatan Ibu dan Anak

2010 2.800.000.000 8.323.912.000

2011 2.850.000.000 2.912.774.000

2012 2.728.655.000 3.598.958.000

Page 49: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

39 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Sumber : Laporan

Seksi Kesehatan Keluarga, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.1.3 PELAYANAN IMUNISASI

Pelayanan imunisasi merupakan bagian dari upaya pencegahan dan pemutusan

mata rantai penularan pada Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I).

Indikator yang digunakan untuk menilai keberhasilan program imunisasi adalah angka

UCI (Universal Child Immunization).

Pada awalnya UCI dijabarkan sebagai tercapainya cakupan imunisasi lengkap

minimal 80% untuk tiga jenis antigen yaitu DPT3, Polio dan Campak. Namun sejak tahun

2003, indikator perhitungan UCI sudah mencakup semua jenis antigen, yakni BCG 1

(satu) kali, DPT 3 (tiga) kali, HB 3 (tiga) kali, Polio 4 (empat) kali dan Campak 1 (satu)

kali. Adapun sasaran program imunisasi ádalah bayi (0-11 bulan), ibu hamil, Wanita Usia

Subur (WUS) dan murid SD.Upaya peningkatan kualitas imunisasi dilaksanakan melalui

kampanye, peningkatan skill petugas imunisasi, kualitas penyimpanan vaksin dan

sweeping sasaran.

Cakupan desa/kelurahan UCI di Jawa Timur tahun 2014 sebesar 87,50 %. Angka ini

mengalami penurunan dibandingkan tahun 2014 (yakni 87,50%). Adapun trend capaian

cakupan desa/kelurahan UCI dari tahun 2010 sampai dengan tahun 2014 disajikan pada

gambar 4.16 di bawah ini.

2013 2.220.000.000 3.728.309.000

2014 1.500.000.000 6.087.514.000

Kesehatan Reproduksi

2010 800.000.000 1.723.963.000

2011 500.000.000 621.631.000

2012 500.000.000 586.602.000

2013 360.000.000 881.620.000

2014 350.000.000 1.230.824.000

Kesehatan Anak Remaja dan Usia Lanjut

2010 900.000.000 1.220.672.000

2011 1.520.000.000 533.584.000

2012 550.000.000 770.123.000

2013 420.000.000 811.081.000

2014 1.000.000.000 1.207.487.000

Page 50: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

40 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 4.11 Perkembangan Cakupan Desa/Kelurahan UCI

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Profil Kesehatan Kabupaten/Kota Tahun 2010 – 2014

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota

IV.1.4 PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Kesadaran masyarakat tentang kesehatan gigi dan mulut mengalami peningkatan, di

tahun 2013 yang mendapatkan tindakan tumpatan gigi tetap sebesar 166.998 orang, dan

di tahun 2014 sebesar 166.968 orang. Sedangkan tindakan pencabutan gigi tetap

mengalami peningkatan yakni pada tahun 2013 sebesar 216.502 orang dan tahun 2014

sebesar 201.922 orang.

Sedangkan pemeriksaan gigi terhadap anak SD/MI melalui program Usaha

Kesehatan Gigi Sekolah (UKGS) terhadap kesehatan gigi dan mulut semakin meningkat

sehubungan dengan jumlah murid SD/MI mengalami peningkatan. Di tahun 2013 jumlah

murid SD/MI sebanyak 6.011.009 anak dan ditahun 2014 sebanyak 2.623.594 anak. Pada

tahun 2013 yang memerlukan perawatan gigi sebanyak 575.284 anak dan di tahun 2014

sebanyak 462.832 anak. Jadi, jumlah murid yang memerlukan perawatan mengalami

penurunan sebesar 112.452 anak. Dari kegiatan UKGS tersebut, jumlah murid yang

memerlukan perawatan dan di rujuk untuk mendapatkan perawatan di Puskesmas

semakin menurun. Data tahun 2013 murid yang mendapatkan perawatan sebanyak

390.391 anak terhadap yang memerlukan perawatan sebanyak 575.284 anak.

Sedangkan, tahun 2014 yang mendapatkan perawatan sebanyak 305.400 anak terhadap

yang memerlukan perawatan sebanyak 462.832 anak. Oleh karenanya, diperlukan

Page 51: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

41 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

kerjasama antara petugas kesehatan dengan pihak sekolah untuk meningkatakan

pengetahuan dan kesehatan tentang pentingnya kesehatan gigi.

Gambar 4.12 Perkembangan Hasil Program Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Gambar 4.13 Perkembangan Hasil Program UKGS (Perawatan Gigi)

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 52: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

42 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

IV.1.5 KUNJUNGAN PELAYANAN KESEHATAN DASAR

Sebagian besar sarana pelayanan di Puskesmas dipersiapkan untuk memberikan

pelayanan kesehatan dasar bagi penderita melalui pelayanan rawat jalan dan rawat inap

bagi Puskesmas dengan dlengkapi tempat tidur (Puskesmas perawatan). Sementara

rumah sakit yang dilengkapi dengan berbagai fasilitas merupakan sarana rujukan bagi

Puskesmas terhadap kasus-kasus yang membutuhkan penanganan lebih lanjut melalui

perawatan rawat inap, disamping tetap menyediakan pelayanan rawat jalan bagi

masyarakat yang langsung datang ke rumah sakit.

Pada tahun 2013 jumlah masyarakat yang telah memanfaatkan pelayanan

Puskesmas sebanyak 24.605.285 orang untuk rawat jalan dan 512.386 orang untuk rawat

inap. Sedangkan pada tahun 2014 jumlah masyarakat yang telah memanfaatkan

pelayanan Puskesmas sebanyak 20.579.633 orang untuk rawat jalan dan 528.595 orang

untuk rawat inap. Angka perbandingan pemanfaatan Puskesmas oleh masyarakat dalam

mencari pertolongan kesehatan pada tahun 2010 sampai dengan 2014 terlihat pada

gambar 4.14 dibawah ini.

Gambar 4.14 Perkembangan Jumlah Kunjungan Rawat Jalan dan Rawat Inap di Puskesmas

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Seksi Kesehatan Dasar dan Penunjang,

Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Berdasarkan angka dan gambar tersebut, menunjukkan bahwa terjadi penurunan

kunjungan rawat jalan dan peningkatan kunjungan rawat inap di Puskesmas, dari tahun

2013 ke 2014 yakni pada kunjungan rawat jalan menurun sebesar 4.025.652 jiwa dan

Page 53: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

43 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

kunjungan rawat inap meningkat sebesar 16.209 jiwa. Hal ini menunjukan bahwa

keberadaan Puskesmas masih sangat dibutuhkan oleh masyarakat, baik yang

memerlukan pelayanan rawat jalan maupun bagi masyarakat yang memerlukan rawat

inap. Di samping itu, Puskesmas juga semakin memberikan pelayanan yang berkualitas,

antara lain dengan memenuhi standar input,proses maupun output. Standar input yang

harus ada di Puskesmas adalah SDM yang mempunyai kompetensi, sarana prasarana

yang memenuhi standar serta sistem manajemen yangmemenuhi standar.Sedangkan

standar proses adalah setiap pelayanan harus mempunyai Standar Operasional Prosedur

(SOP)di masing-masing pelayanan. Standar outputnya adalah hasil capaian kinerja dari 6

(enam) upaya program pokok dan upaya pengembangan. Jika standar-standar tersebut

terpenuhi, maka akan dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk berkunjung ke

Puskesmas.

IV.2 PELAYANAN KESEHATAN RUJUKAN DAN KHUSUS

Berdasarkan Undang-Undang (UU) Nomor44 Tahun2009,rumah sakit merupakan

institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan

secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat inap,rawat jalan dan gawat

darurat.Dan berdasarkanPeraturan Menteri Kesehatan RI 856/Menkes/SK/IX/2009

klasifikasi pelayanan gawat darurat terdiri dari :

- Gawat darurat level IV sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas A

- Gawat darurat level III sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas B

- Gawat darurat level II sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas C

- Gawat darurat level I sebagai standar minimal untuk rumah sakit kelas D

Jumlah pelayanan gawat darurat rumah sakit pemerintah di Jawa Timur sebanyak

54 rumah sakit dari 66 rumah sakit pemerintah di Jawa Timur (81,82 %), hal ini

disebabkan kurangnya sumber daya manusia terlatih kegawatdaruratan di rumah

sakit.Menurut standar Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO)

perbandingan jumlah penduduk dan tempat tidur yang tersedia adalah 1:1000, sedang

menurut standar Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 228 SK III Tahun 2002

perbandingan jumlah penduduk dan tempat tidur yang tersedia adalah 1:1500. Selama

periode tahun 2012-2014 jumlah tempat tidur (TT) semakin meningkat, sehingga

diharapkan bisa menampung kebutuhan TT rawat inap seluruh daerah di Jawa Timur.

Kapasitas tempat tidur yang mencukupi akan menunjang mutu pelayanan. Jumlah tempat

tidur (TT) yang tersebar di seluruh rumah sakit di Jawa Timur tahun 2013 sebanyak

33.578 TT dan meningkat di tahun 2014 menjadi 170.985.

Page 54: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

44 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Dalam kurun tahun 2010-2014, rumah sakit di Jawa Timur mengalami peningkatan

dalam hal rata-rata pemanfaatan tempat tidur. Pada tahun 2010 rata-rata nilai Bed

Occupancy Rate (BOR)58,19%, tahun 2011 rata-rata nilai Bed Occupancy Rate (BOR)

Jawa Timur adalah sebesar 64%, tahun 2012 rata-rata BOR Jawa Timur sebesar 70,27%,

dan 2013 mengalami sedikit penurunan menjadi 64,65%. Sedangkan pada tahun 2014

mengalami penurunan menjadi 54.6%, angka tersebut tidak memenuhi standar yang

ditetapkan Kementerian Kesehatan RI antara 60-85%. Selain itu, untuk rata-rata lama

hari perawatan/Length of Stay (LOS) Jawa Timur pada tahun 2011 adalah 3,9 hari, tahun

2012 mengalami peningkatan menjadi adalah 4 hari, tahun 2013 menjadi 5,20 hari, dan

tahun 2014 menjadi 4,08 hari. Berikut ini adalah nilai indikator pemakaian tempat tidur

dari rumah sakit di Provinsi Jawa Timur.

Tabel 4.2 Nilai Indikator Pemakaian Tempat Tidur Rumah Sakit

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2012 – 2014

Indikator 2012 2013 2014

Standar Kementerian Kesehatan

RI

BOR 70,27% 64,65% 54.6% 60-85%

BTO 48 kali 58,01 kali 47.9 kali 40-50 kali

TOI 3,6 hari 3,45 hari 3,5 hari 1-3 hari

ALOS 4 hari 5,20 hari 4,08 hari 6-9 hari

NDR 21 23,25 24,6 kurang dari 25/1000

penderita keluar

GDR 39,7 38,99 50,2 tidak lebih dari 45/1000

penderita keluar

Sumber :

Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Angka pemanfaatan tempat tidur seperti di atas adalah salah satu indikator yang

mudah untuk memantau bagaimana mutu sebuah pelayanan rumah sakit. Secara umum

mutu pelayanan rumah sakit di Jawa Timur mengalami penurunan pada tahun 2014 jika

dibandingkan tahun 2013.

Page 55: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

45 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

IV.3 KETERSEDIAAN OBAT

Capaian Kinerja Dari Indikator Persentase Ketersediaan Obat Dan Vaksin Tersebut

Berkat Upaya Yang Dilakukan, Dicapai Melalui Pengelolaan Obat Yang Baik Mulai Dari

Perencanaan, Pengadaan, Penyimpanan, Distribusi Dan Penggunaan Yang Tertuang

Dalam Kegiatan Pengadaan Obat Dan Perbekalan Kesehatan Yaitu Pengadaan Obat

Dan Alkes Habis Pakai Yang Terdiri Dari:

1. Pengadaan obat untuk pengobatan masal dan bakti sosial dan poli sebanyak 39

jenis.

2. Pengadaan obat untuk buffer tingkat Provinsi sebanyak 89 jenis.

3. Pengadaan obat untuk KLB dan penanggulangan bencana 6 jenis.

Tabel 4.3 Persentase Ketersediaan Obat per Kabupaten/Kota

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

NO. KABUPATEN/KOTA KETERSEDIAAN OBAT (%)

1 Kabupaten Pacitan 173%

2 Kabupaten Ponorogo 86%

3 Kabupaten Trenggalek 174%

4 Kabupaten Tulungagung 142%

5 Kabupaten Blitar 211%

6 Kabupaten Kediri 940%

7 Kabupaten Malang 143%

8 Kabupaten Lumajang 323%

9 Kabupaten Jember 130%

10 Kabupaten Banyuwangi 164%

11 Kabupaten Bondowoso 162%

12 Kabupaten Situbondo 337%

13 Kabupaten Probolinggo 115%

14 Kabupaten Pasuruan 144%

15 Kabupaten Sidoarjo 248%

16 Kabupaten Mojokerto 97%

17 Kabupaten Jombang 146%

18 Kabupaten Nganjuk 266%

19 Kabupaten Madiun 292%

20 Kabupaten Magetan 92%

Page 56: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

46 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

NO. KABUPATEN/KOTA KETERSEDIAAN OBAT (%)

21 Kabupaten Ngawi 218%

22 Kabupaten Bojonegoro 106%

23 Kabupaten Tuban 176%

24 Kabupaten Lamongan 110%

25 Kabupaten Gresik 127%

26 Kabupaten Bangkalan 1572%

27 Kabupaten Sampang 108%

28 Kabupaten Pamekasan 196%

29 Kabupaten Sumenep 69%

30 Kota Kediri 225%

31 Kota Blitar 280%

32 Kota Malang 184%

33 Kota Probolinggo 237%

34 Kota Pasuruan 80%

35 Kota Mojokerto 152%

36 Kota Madiun 645%

37 Kota Surabaya 669%

38 Kota Batu 186%

Berdasarkan Tabel 4.3 di atas dan gambar 4.15 di bawah ini dapat dikatakan hampir

seluruh wilayah di Provinsi Jawa Timur telah memenuhi ketersediaan obat yang di

butuhkan. Namun masih ada 5 (lima) kabupaten/kota yang persentase ketersediaan

obatnya masih dibawah 100% yaitu Kabupaten Ponorogo dengan 86 %, Kabupaten

Magetan dengan 92%, Kabupaten Mojokerto dengan 97%, Kota Pasuruan dengan 80%,

dan Kabupaten Sumenep dengan 69%.

Perhitungan persentase ketersediaan dihitung dari jumlah item obat yang terpenuhi

selama 12 bulan atau lebih dibandingkan total item yang dihitung (144 item). Apabila

dilihat dari penyediaan obat yang menggunakan perhitungan 18 bulan yang terdiri dari

perhitungan kebutuhan obat dalam 1 tahun (12 bulan) ditambah penyangga (6 bulan)

seharusnya semua kabupaten/kota mempunyai tingkat kecukupan 100%, akan tetapi

beberapa kabupaten masih sekitar 80 %dan sebagian besar 90-99,9% kemungkinan

karena adanya perhitungan perencanaan yang cenderung besar sehingga dalam

menghitung ketersediaan yaitu jumlah obat yang tersedia (yang merupakan jumlah sisa

stok dan total penggunaan) dibandingkan dengan kebutuhan (dalam perencanaan)

Page 57: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

47 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

menjadi lebih kecil atau kemungkinan karena kondisi fluktuasi penyakit, geografis dan

pola kebiasaan sehari-hari penduduk.

Beberapa hal lain yang dapat menyebabkan persentase obat belum mencapai target

100% antara lain karena ketersediaan obat dipasaran kosong dikarenakan proses

pengadaan di daerah hampir dilaksanakan bersamaan waktunya, serta terjadinya

kejadian bencana dan Kejadian Luar Biasa (KLB) yang tidak bisa terprediksi sebelumnya.

Gambar 4.15 Pemetaaan Ketersediaan Obat di Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Laporan

Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

IV.4 PERBAIKAN GIZI MASYARAKAT

Masyarakat di Jawa Timur dan di Indonesia pada umumnya masih dihadapkan pada

masalah gizi ”ganda”, yaitu masalah Gizi Kurang dalam bentuk : Kurang Energi Protein

(KEP), Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY), Anemia Gizi Besi (AGB) dan

Kurang Vitamin A (KVA), serta masalah Gizi Lebih yang erat kaitannya dengan penyakit-

penyakit degeneratif. Berbagai upaya perbaikan gizi telah dilakukan di Jawa Timur dalam

upaya menanggulangi masalah gizi kurang tersebut, sedangkan untuk masalah gizi lebih,

masih dilakukan secara individu.

IV.4.1 PENCAPAIAN PENIMBANGAN BALITA (D/S)

Partisipasi masyarakat dalam perbaikan gizi bagi balita dapat ditunjukkan dari

indikator jumlah balita yang ditimbang dibagi jumlah sasaran balita (D/S). Tahun 2014, di

Page 58: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

48 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Jawa Timur angka D/S tercatat sebesar 77,75% (Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel

47). Pencapaian ini lebih tinggi dibanding dengan pencapaian tahun 2013 sebesar

74,87%. Peningkatan angka D/S ini disebabkan oleh karena adanya peningkatan kinerja

petugas kesehatan yang bersinergi dengan stakeholder yang ada di masyarakat,

terutama peran Tim Penggerak PKK.

Berdasarkan data pada Lampiran Profil Kesehatan Tabel 47, bahwa pencapaian D/S

di Jawa Timur hampir semua kabupaten/kota pencapaiannya di atas 60%, kecuali Kota

Probolinggo. Kota Probolinggo termasuk wilayah yang penduduknya banyak yang

bergerak di bidang industri, sehingga orang tua sibuk mencari nafkah dan kurang

memperhatikan anaknya termasuk dalam penimbangan di Posyandu. Selain itu di daerah

ini juga berkembang sangat pesat program PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) yang

belum terintegrasi dengan kegiatan Posyandu.

Dibandingkan tahun sebelumnya, pencapaian angka D/S meningkat sebesar 2,88%.

Keadaan ini cukup menggembirakan, akan tetapi jika dibandingkan dengan target tahun

2014 (85 %), maka pencapaian ini belum memenuhi target, yakni masih kurang 7,25 %.

Hal ini harus menjadi perhatian bagi para pengelola gizi karena target pada tahun 2015

ditetapkan sebesar 85%. Jika tidak ada kegiatan-kegiatan terobosan yang memberi daya

tarik tersendiri kepada ibu dan balita, maka dikhawatirkan kegiatan ini akan berjalan di

tempat dan pada tahun 2015 tidak akan memenuhi target yang ditetapkan. Untuk itu perlu

dilakukan kegiatan terobosan, seperti meningkatkan integrasi dengan PAUD (Pendidikan

Anak Usia Dini). Selain itu, pada tahun 2013 dan dilanjutkan tahun 2014 dan 2015 di

Jawa Timur sedang diupayakan terbentuknya sekitar 10.000 Taman Posyandu, yaitu

Posyandu dengan memberikan tambahan kegiatan berupa Bina Keluarga Balita (BKB)

dan Stimulasi Dini Intervensi Deteksi Tumbuh Kembang (SDIDTK). Untuk itu para

petugas gizi di lapangan perlu memanfaatkan kesempatan ini untuk mengungkit

pencapaian angka D/S, sehingga pada tahun 2015 dapat mencapai target yang sudah

ditetapkan.

IV.4.2 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN GAKY

Masalah Gangguan Akibat Kekurangan Yodium (GAKY) di Jawa Timur masih

merupakan masalah gizi yang perlu mendapatkan penanganan secara serius mengingat

dampaknya terhadap kualitas sumberdaya manusia. Kekurangan Yodium dapat

menyebabkan masalah Gondok dan Kretinisme serta mengakibatkan penurunan

kecerdasan.

Upaya penanggulangan GAKY di Jawa Timur dilaksanakan melalui optimalisasi

pemanfaatan garam ber-Yodium serta penyuluhan tentang bahan makanan alami sumber

Page 59: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

49 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Yodium. Berdasarkan hasil monitoring garam di desa dapat ditentukan kategori suatu

desa dikatakan “desa baik” apabila dari 26 sampel yang diperiksa, maksimal hanya 2

sampel yang tidak mengandung Yodium. Pada tahun 2011 dan 2012, di Jawa Timur tidak

dilakukan monitoring garam ber-Yodium. Hal ini disebabkan karena alokasi yang terbatas

dan difokuskan untuk kegiatan prioritas yang lain. Sedangkan pada tahun 2013 mulai

dilaksanakan lagi kegiatan tersebut dan masih terus dilanjutan hingga tahun 2014. Hasil

dari kegiatan tersebut, persentase masyarakat yang mengkonsumsi garam ber-Yodium

mengalami peningkatan, yaitu dari 85,3 % pada tahun 2010 menjadi 86,9 % pada tahun

2014. Namun jika dibandingkan dengan tahun 2013 maka tidak ada perubahan

presentase masyarakat yang mengkonsumsi garam ber-Yodium pada tahun 2014.

IV.4.3 PENCEGAHAN DAN PENANGGULANGAN ANEMIA GIZI BESI

Upaya pencegahan dan penanggulangan Anemia Gizi Besi dilaksanakan melalui

pemberian Tablet Tambah Darah (TTD) yang diprioritaskan pada ibu hamil, karena

prevalensi Anemia pada kelompok ini cukup tinggi. Di samping itu, kelompok ibu hamil

merupakan kelompok rawan yang sangat berpotensi memberi kontribusi terhadap

tingginya Angka Kematian Ibu (AKI).

Gambar 4.16 Perkembangan Cakupan Pemberian Fe1 dan Fe3 pada Ibu Hamil

Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 – 2014

Sumber : Seksi Gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Untuk mencegah Anemia Gizi pada ibu hamil dilakukan suplementasi TTD dengan

dosis pemberian sehari sebanyak 1 (satu) tablet (60 mg Elemental Iron dan 0,25 mg

Asam Folat) berturut-turut minimal 90 hari selama masa kehamilan. Pada tahun 2014,

Page 60: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

50 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

persentase cakupan ibu hamil di Jawa Timur yang mendapatkan TTD sebanyak 30 tablet

sebesar 92,66 % dan yang mendapat 90 tablet sebesar 85,80 % (Lampiran Data Profil

Kesehatan Tabel 32).

Jika dibandingkan dengan target 2014, pencapaiannya belum memenuhi target, yaitu

sebesar 93 %. Gambaran perbandingan pencapaian tahun 2011 sampai dengan tahun

2014 dapat dilihat pada gambar 4.16 di atas.

Khusus untuk pencapaian cakupan pemberian Fe3, target yang ditetapkan MDGs

sebesar 95 % pada tahun 2014. Hal ini berarti masih ada kesenjangan sebesar 9,2 %.

Sebenarnya rendahnya cakupan Fe ini lebih disebabkan karena adanya under-reporting

saja, sebab cakupan K1 yang mensyaratkan harus sudah diberi tablet Fe1 dan cakupan

K4 yang mensyaratkan harus sudah diberi Fe3, sudah cukup tinggi.

IV.4.4 PEMBERIAN KAPSUL VITAMIN A PADA BAYI DAN BALITA

Cakupan pemberian kapsul vitamin A di Jawa Timur tahun 2014 pada bayi sebesar

99,91 %, anak balita sebesar 91.09% dan pada balita sebesar 96,36 % (Lampiran Data

Profil Kesehatan Tabel 44). Cakupan tersebut telah memenuhi target tahun 2014 sebesar

85%. Gambaran cakupan pemberian kapsul vitamin A pada bayi dan anak balita selama 4

(empat) tahun terakhir dapat dilihat pada gambar 4.23 di bawah ini.

Gambar 4.17 Perkembangan Cakupan Pemberian Vitamin A pada Bayi dan Anak Balita

Provinsi Jawa Timur Tahun 2011 – 2014

Sumber : Seksi Gizi, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 61: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

51 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

IV.4.5 CAKUPAN ASI EKSKLUSIF

ASI Eksklusif adalah pemberian ASI saja tanpa makanan dan minuman lain sampai

bayi berusia 6 bulan, kemudian pemberian ASI harus tetap dilanjutkan sampai bayi

berusia 2 (dua) tahun walaupun bayi sudah makan.

Berdasarkan data dari Kabupaten/Kota diketahui bahwa cakupan bayi yang

mendapat ASI Eksklusif di Jawa Timur tahun 2014 sebesar 72,89 % (Lampiran Data Profil

Kesehatan Tabel 39). Cakupan tersebut mengalami peningkatan dibandingkan dengan

tahun 2013 (68,48 %). Hal ini sangat dipengaruhi oleh faktor pemahaman atau Definisi

Operasional (DO) yang berubah pada awal tahun 2010. Sampai awal tahun 2010

pemahaman ASIEksklusif oleh pelaksana gizi di lapangan adalah murni bayi yang berusia

6 bulan yang hanya mendapat ASI saja. Sedangkan pengertian ASIEksklusif menurut

Kementerian Kesehatan RI maupun World Health Organization (WHO), adalah bayi yang

berusia 0-6 bulan yang masih diberi ASI saja pada saat didata. Artinya, bila ada bayi yang

berumur 0 bulan atau 1 bulan dan seterusnya sampai 5 bulan masih diberi ASI saja, maka

pada saat itu dia dicatat sebagai bayi 0-6 bulan yang eksklusif, sehingga angkanya jelas

jauh lebih tinggi dibanding dengan yang murni 6 bulan eksklusif.

IV.5 PERILAKU MASYARAKAT

Menurut teori Blum, salah satu faktor yang berperan penting dalam menentukan

derajat kesehatan adalah perilaku, karena ketiga faktor lain seperti lingkungan, kualitas

pelayanan kesehatan maupun genetika kesemuanya masih dapat dipengaruhi oleh

perilaku. Banyak penyakit yang muncul juga disebabkan karena perilaku yang tidak sehat.

Perubahan perilaku tidak mudah untuk dilakukan, namun mutlak diperlukan untuk

meningkatkan derajat kesehatan masyarakat. Untuk itu, upaya promosi kesehatan harus

terus dilakukan agar masyarakat berperilaku hidup bersih dan sehat. Penerapan perilaku

hidup bersih dan sehat harus dimulai dari unit terkecil masyarakat yaitu rumah tangga.

IV.5.1 PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT

Persentase rumah tangga yang ber-Perilaku Hidup Bersih dan Sehat(PHBS)

didapatkan dari jumlah rumah tangga yang melaksanakan 10 indikator PHBS dibagi

dengan rumah tangga yang dipantau. Sepuluh indikator tersebut adalah :

1. Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan,

2. Bayi diberi ASI Eksklusif,

Page 62: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

52 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

3. Balita ditimbang setiap bulan,

4. Menggunakan air bersih,

5. Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun,

6. Menggunakan jamban sehat,

7. Memberantas jentik di rumah sekali seminggu,

8. Makan sayur dan buah setiap hari,

9. Melakukan aktifitas fisik setiap hari,

10. Tidak merokok di dalam rumah.

Hasil kegiatan pemantauan Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS) melalui hasil

survey PHBS tatanan Rumah Tangga tahun 2014 menunjukkan bahwa Rumah Tangga

yang ber PHBS 50,6%. Hal tersebut bila dibanding tahun 2013 sebesar 49,05%

mengalami kenaikan sebesar 1,55 %. Dari hasil kegiatan survei PHBS prioritas

masalahnya adalah merokok dalam rumah dan ASI eksklusif.

IV.6 PELAYANAN JAMINAN KESEHATAN MASYARAKAT

IV.6.1 JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN PRA BAYAR

Tahun 2014 merupakan awal tahun pelaksanaan program Jaminan Kesehatan

Nasional (JKN) yang telah berlangsung sejak tanggal 1 januari 2014. Meskipun

Jamkesmas sudah berakhir, Namun berakhirnya program Jamkesmas bukan berarti

jaminan kesehatan bagi masyarakat miskin dan tidak mampu berakhir karena kesadaran

akan pentingnya jaminan perlindungan sosial terus berkembang baik di kalangan

masyarakat maupun pemerintah. Sesuai amanat pada perubahan UUD 1945 Pasal 34

ayat 2, yang menyatakan bahwa negara mengembangkan Sistem Jaminan Sosial bagi

seluruh rakyat Indonesia. Disamping itu dengan ditetapkannya Undang-Undang Nomor 40

Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) pada tahun 2004 dan

Undang-Undang Nomor 24 tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial

(BPJS) pada tahun 2011, maka direncanakan tepat pada 1 Januari 2014 BPJS kesehatan

yang merupakan transformasi dari PT, ASKES (Persero) secara resmi menjadi lembaga

yang mengelola program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Pada tahap awal

kepesertaan JKN mencakup peserta Jamkesmas 2013 (PPLS 2011), Askes PNS,

TNI/Polri, peserta Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek) dan peserta mandiri yang

diharapkan pada tahun 2019 Indonesia dapat mencapai Universal Coverage Insurance

(UCI).

Fakta di lapangan menggambarkan bahwa pola pembiayaan pelayanan kesehatan

fee for service dimana masyarakat membayar kepada penyediapelayanan kesehatan

Page 63: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

53 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

setiap selesai mendapatkan pelayanan kesehatan saat ini masih menjadi pilihan utama

masyarakat. Padahal pola pembiayaan fee for service jelas akan membebani masyarakat

dikarenakan kejadian sakit demikian pula besar dana yang harus disediakan ketika

berada dalam kondisi sakitmerupakan suatu hal yang tidak dapat diprediksi dari awal.

Memperhatikan hal tersebut maka sudah seharusnya pola pembiayaan kesehatan dari

feefor service harus dialihkan ke arahprospective payment atau pola pembiayaan

kesehatan prabayar.

Sampai dengan akhir tahun 2014 dari berbagai sumber data yang berhasil dihimpun,

diperoleh data status kepemilikan masyarakat Provinsi Jawa Timur dalam program

jaminan kesehatan untuk program Jaminan Kesehatan sebanyak 19.614.605 jiwa

(50.84%), PBI Pusat (1.85%), PNS (3,48%), Badan Usaha (3.33%), TNI/Polri (0,98%),

Peserta mandiri (1,9%), Jamkesda (1,83%) Pejabat Negara Non PNS (0,01 %), Bukan

Pekerja (2,13%) Jamkesda Integrasi JKN (0,88%). Kondisi tersebut dapat dilihat dalam

bentuk gambar diagram di bawah ini :

Gambar 4.18 Cakupan Kepemilikan Jaminan Kesehatan

Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Seksi Pembiayaan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

PBI Pusat36,29%

TNI/POLRI0,98%

PNS3,48%

Badan Usaha3,33%

Peserta Mandiri 1,9%Jamkesda

1,83%

Pejabat Negara/Peg.

Pemr Non PNS0,01%

Bukan Pekerja2,13%

Jamkesda Integrasi JKN

0,88%

Belum Tercover 49,16%

CAKUPAN KEPEMILIKANJAMINAN KESEHATAN

PROV. JAWA TIMUR 2014Juml Pddk : 38.581.964 JiwaTercover Jamkes : 19.614.605 (50,84%)

Page 64: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

54 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Dari diagram di atas dapat diperoleh gambaran bahwa sampai dengan akhir tahun

2014 masyarakat Jawa timur yang telah tercover dalam program jaminan kesehatan

sebanyak 50.84% sedang masyarakat yang masih belum tercover dalam jaminan

kesehatan sebesar 49.16%. Padahal kepesertaan masyarakat dalam jaminan kesehatan

secara prospectif payment merupakan salah satu indikator penting untuk kemandirian

masyarakat di bidang kesehatan dan merupakan indikator keberhasilan dalam

mewujudkan pembangunan kesehatan yang merata dan berkeadilan bagi seluruh

masyarakat.

IV.7 PELAYANAN KESEHATAN LINGKUNGAN DAN SANITASI DASAR

Untuk memperkecil resiko terjadinya penyakit atau gangguan kesehatan sebagai

akibat dari lingkungan yang kurang sehat, telah dilakukan berbagai upaya untuk

meningkatkan kualitas lingkungan. Beberapa indikator yang menggambarkan kondisi

lingkungan antara lain rumah sehat, TUPM, air bersih dan sarana sanitasi dasar seperti

pembuangan air limbah, tempat sampah dan kepemilikan jamban serta sarana

pengolahan limbah di sarana pelayanan kesehatan.

Dalam upaya peningkatan kondisi penyehatan lingkungan dan sanitasi dasar di Jawa

Timur telah berjalan kegiatan Sanitasi Total Berbasis Masyarakat (STBM) yang terdiri dari

5 pilar, yaitu :

1. Peningkatan akses jamban,

2. Cuci tangan pakai sabun,

3. Pengolahan air minum dan makanan skala rumah tangga,

4. Pengolahan limbah skala rumah tangga,

5. Pengolahan sampah skala rumah tangga.

IV.7.1 RUMAH SEHAT

Rumah Sehat adalah bangunan rumah tinggal yang memenuhi syarat kesehatan

yaitu memiliki jamban sehat, tempat pembuangan sampah, sarana air bersih, sarana

pembuangan air limbah, ventilasi baik, kepadatan hunian rumah sesuai dan lantai rumah

tidak dari tanah.

Pada tahun 2014 telah dilakukan pembinaan rumah sehat pada 2.583.959 rumah

atau 15,93% dari jumlah rumah yang ada di Jawa Timur, dari pembinaan tersebut tercatat

1.510.523 rumah dinyatakan sehat atau 58,5% dari jumlah yang di bina. Sehingga tahun

2014 terdapat 5.774.140 atau 35,6 % dari seluruh rumah yang ada di Jawa Timur telah

Page 65: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

55 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

menjadi rumah yang memnuhi syarat atau rumah sehat. Cakupan tertinggi rumah sehat

adalah Kabupaten Jember dengan cakupan 95,39%. Sedangkan cakupan terendah

ditempati oleh Kabupaten Sumenep dengan cakupan 4,2 %. Namun secara keseluruhan

masing-masing Kabupaten/Kota mengalami peningkatan.

Untuk meningkatakan cakupan rumah sehat di Jawa Timur, telah dilakukan

pemberdayaan masyarakat dengan menggunakan metode partisipatory. Metode tersebut

menggantikan pemberian stimulan yang tahun kemarin masih diberikan kepada warga

kurang mampu dan resiko tinggi penyakit berbasis lingkungan. Hal ini membuktikan

bahwasanya masyarakat sudah mulai mengetahui bahwa rumah/hunian yang sehat tidak

harus mewah.

Gambar 4.19 Cakupan Sanitasi Rumah Sehat

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

Sumber : Seksi Penyehatan Lingkungan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 66: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

56 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 5 SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN

Sumber daya kesehatan merupakan salah satu pendukung di segala level pelayanan

kesehatan. Dan dengan terpenuhinya sumber daya kesehatan, diharapkan juga dapat

meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan sehingga derajat kesehatan masyarakat

akan terjaga. Pada bab ini, situasi sumber daya kesehatan akan menyajikan gambaran

sarana kesehatan, tenaga kesehatan dan anggaran kesehatan.

V.1 SARANA KESEHATAN

Penyediaan sarana kesehatan melalui Rumah Sakit, Puskesmas, Puskesmas

Pembantu, Posyandu, Polindes, Rumah Bersalin, Balai Pengobatan Klinik dan sarana

kesehatan lainnya diharapkan dapat menjangkau masyarakat terutama masyarakat di

pedesaan agar mendapatkan pelayanan kesehatan dengan mudah dan bermutu. Adapun

kondisi sarana kesehatan di Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 dapat digambarkan

berikut ini.

V.1.1 PUSKESMAS DAN JARINGANNYA

Puskesmas merupakan ujung tombak pelayanan kesehatan sampai ditingkat

Kecamatan. Sampai dengan tahun 2014, jumlah Puskesmas di Provinsi Jawa Timur

masih sama dengan tahun 2013, yakni sebanyak 960 unit. Adapun jumlah Penduduk

Jawa Timur berdasarkan proyeksi penduduk yang dikeluarkan Badan Pusat Statistik

Provinsi Jawa Timur tahun 2014 sebesar 38.610.202 jiwa. Dengan demikian. rasio

Puskesmas terhadap jumlah penduduk adalah 1 : 40.219, dengan pengertian bahwa 1

(satu) Puskemas melayani 40.219 penduduk. Kondisi tersebut menunjukan bahwa jumlah

Puskesmas di Provinsi Jawa Timur masih kurang dari target nasional, yakni 1:30.000.

Page 67: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

57 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas dan pendekatan akses pelayanan

kesehatan kepada masyarakat, pemerintahan Provinsi Jawa Timur melakukan terobosan

(program ICON) yaitu :

1. Puskesmas PLUS (Penyedia Layanan Unggulan Spesialis).

Puskesmas PLUS diprioritaskan untuk Puskesmas PONED dengan tambah

jadwal kunjungan dokter spesialis kandungan dan spesilais anak, 2 (dua) kali

seminggu yaitu sekali kunjungan untuk dokter spesialis kandungan dan sekali untuk

kunjungan dokter spesialis anak. Hal ini merupakan hasil kerjasama antara Rumah

Sakit Umum (RSU) Kabupaten/Kota atau dokter spesialis yang praktek mandiri

(swasta) dengan Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota. Program Puskesmas PLUS

bertujuan mendekatkan pelayanan spesialis ke masyarakat, diharapkan dapat

menurunkan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB) di Jawa

Timur

2. Puskesmas Pembantu yang melayani Gawat Darurat dan Observasi (Pustu

Gadarsi).

Adalah Puskesmas Pembantu (Pustu) yang dilengkapi oleh alat kesehatan

sesuai dengan kebutuhan Gadar dan Observasi. Tenaga kesehatan yang berada di

Pustu tersebut mendapatkan pembekalan ketrampilan tentang Gawat Darurat.

Dengan adanya Pustu Gadarsi diharapkan dapat menurunkan angka kematian

akibat kecelakaan maupun penyakit lain.

3. Pengembangan Fungsi Polindes menjadi Ponkesdes.

Merupakan perluasan fungsi pelayanan Pondok Bersalin Desa (Polindes)

menjadi Pondok Kesehatan Desa (Ponkesdes) yang memberikan pelayanan

kesehatan dasar dengan menempatkan tenaga perawat. Tenaga kesehatan yang

berada di Ponkesdes terdiri dari 1 (satu) orang Bidan yang sudah ada sebelumnya

dan 1 (satu) orang perawat. Keberadaan Ponkesdes ini, diharapkan pelayanan

kesehatan dasar yang ada di desa menjadi optimal dengan adanya pembagian

tugas dan fungsi antara Bidan dan Perawat.

V.1.2 RUMAH SAKIT

Jumlah rumah sakit di Jawa Timur mengalami peningkatan setiap tahun, dengan

harapan, dengan bertambahnya jumlah rumah sakit maka juga diiringi dengan

peningkatan jumlah Tempat Tidur (TT) dan bisa menampung serta memenuhi kebutuhan

masyarakat Jawa Timur untuk mendapatkan pelayanan kesehatan. Rumah sakit sebagai

Page 68: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

58 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

salah satu penyelenggara pelayanan kesehatan telah mengalami banyak kemajuan, di

mana salah satunya dapat dilihat dari jumlah rumah sakit yang semakin bertambah.

Jumlah rumah sakit di Jawa Timur cenderung meningkat, pada tahun 2012 terdapat 344

rumah sakit, pada tahun 2013 terjadi penambahan jumlah rumah sakit yaitu sebanyak

355 rumah sakit dan pada tahun 2014 menjadi 371 rumah sakit.

Tabel 5.1 Jumlah Rumah Sakit Berdasarkan Kepemilikan

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

No. Jenis Kepemilikan 2014

1. Rumah Sakit Umum Pemerintah 56

2. Rumah Sakit Khusus Pemerintah 14

3. Rumah Sakit Umum Swasta 160

4. Rumah Sakit Khusus Swasta 99

5. Rumah Sakit TNI/Polri 27

6. Rumah Sakit BUMN 15

Total 371

Sumber :

Seksi Kesehatan Rujukan dan Khusus, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

V.1.3 UPAYA KESEHATAN BERSUMBERDAYA MASYARAKAT (UKBM)

Upaya Kesehatan Bersumberdaya Masyarakat (UKBM) adalah suatu upaya

kesehatan yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh dan bersama masyarakat, guna

memberdayakan masyarakat dan memberikan kemudahan kepada masyarakat dalam

memperoleh pelayanan kesehatan dasar.

V.1.3.1 POSYANDU

Jumlah Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) di Jawa Timur tahun 2010 sampai

dengan tahun 2014 menunjukkan kenaikan, akan tetapi tidak menunjukkan perubahan

yang signifikan. Pada akhir tahun 2014 jumlah balita sebanyak 3.009.546 jiwa, sedangkan

jumlah Posyandu yang ada sebanyak 46.179 pos. Jadi rasio jumlah Posyandu dengan

jumlah balita adalah 1:67. Jika dibandingkan dengan standar Posyandu, untuk 1

Posyandu melayani 68 Balita, berarti angka tersebut sudah memenuhi standar yang

ditetapkan. Sehingga jumlah Posyandu di Jawa Timur untuk tahun-tahun mendatang

dimungkinkan tidak terjadi lonjakan yang besar.

Page 69: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

59 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

Gambar 5.1 Perkembangan Persentase Strata Posyandu

Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

Sumber : Seksi Promosi Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Secara kualitas, berdasarkan tingkat perkembangan Posyandu PURI (Purnama-

Mandiri) dari tahun ke tahun menunjukkan peningkatan khususnya dalam lima tahun

terakhir mulai dari 50,29 %; 54,07 %; 60,28 %; 62,37 %; dan 66,12% pada tahun 2014,

sehingga terdapat kenaikan 3,75 % dari tahun 2013 ke 2014. Peningkatan kualitas

Posyandu tersebut disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain meningkatnya kinerja

Tim Pokjanal Posyandu dari tingkat provinsi, kabupaten/kota sampai dengan kecamatan.

Selain itu, kinerja aktivitas dan peran serta kader Posyandu sebagai pelaksana kegiatan

juga semakin meningkat. Di Jawa Timur, peningkatan kualitas Posyandu dituangkan

dalam peningkatan layanan Holistik Integratif dengan inovasi yang disebut Taman

Posyandu yaitu Posyandu berstrata Purnama atau Mandiri dengan tambahan layanan

stimulasi pendidikan oleh PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini) dan parenting edukasi oleh

BKB (Bina Keluarga Balita).

V.1.3.2 DESA/KELURAHAN SIAGA AKTIF

Suatu Desa dan Kelurahan Siaga bisa menjadi Desa dan Kelurahan Siaga Aktif jika

memenuhi 8 (delapan) kriteria berdasarkan Pedoman Desa dan Kelurahan Siaga Aktif

Keputusan Menteri Kesehatan RI. Nomor 1519/Menkes/SK/X/2010.

Tahapan Desa Siaga Aktif di Jawa Timur tahun 2014 yaitu Strata Pratama sejumlah

4.584 (55,94 %), Madya 2.717 (33,16 %), Purnama 793 (9,68 %) dan Mandiri 100 (1,22

%). Dibandingkan dengan data tahun 2013, Strata Pratama mengalami penurunan,

sedangkan Strata Madya, Purnama dan Mandiri mengalami kenaikan persentase.

Page 70: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

60 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

V.1.4 SARANA FARMASI DAN PERBEKALAN KESEHATAN

Dalam rangka meningkatkan cakupan sarana pelayanan kesehatan terutama terkait

ketersediaan sarana produksi, distribusi dan pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan,

salah satu cara adalah dengan melihat jumlah sarana distribusi bidang kefarmasian dan

alat kesehatan.

Sarana Farmasi dan perbekalan kesehatan tergolong menjadi 3 (tiga) kategori antara

lain:

a. Sarana produksi, meliputi: Industri Farmasi, Industri Obat Tradisional (IOT),

Industri Ektrak Bahan Alam (IEBA), Usaha Kecil Obat Tradisional (UKOT), Industri

Kosmetika, Industri Alat Kesehatan, Industri Perbekalan Kesehatan Rumah

Tangga (PKRT), Pangan Industri Rumah Tangga (P-IRT).

b. Sarana distribusi, meliputi: Pedagang Besar Farmasi (PBF), penyalur alat

Kesehatan (PAK), cabang penyalur alat kesehatan (cabang PAK), sub penyalur

alat kesehatan (sub PAK).

c. Sarana pelayanan kefarmasian, meliputi: apotek dan toko obat.

Sarana Farmasi dan Perbekalan di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 sampai dengan

tahun 2014 seperti terlihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 5.2 Jumlah Sarana Farmasi dan Perbekalan Kesehatan

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2010 – 2014

No. Jenis Sarana

Jumlah Sarana

2010 2011 2012 2013 2014

1. Pedagang Besar Farmasi (PBF) 492 503 348 373 385

2. Industri Farmasi 45 45 46 47 46

3. Penyalur Alat Kesehatan (PAK) 51 86 167 252 298

4. IOT - 15 15 15 17

5. Apotek 2.676 3.047 3.085 3.339 3.583

6. Toko Obat - 342 374 433 442

Sumber :

Seksi Kefarmasian dan Perbekalan Kesehatan, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 71: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

61 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

V.2 TENAGA KESEHATAN

Sumber daya manusia kesehatan merupakan bagian penting dari upaya peningkatan

pembangunan kesehatan bangsa. Pada pelaksanaannya, pemerintah memegang

peranan dalam mengatur perencanaan, pengadaan, pendayagunaan, pembinaan dan

pengawasan mutu tenaga kesehatan. Menurut Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32

Tahun 1996, Tenaga Kesehatan yang merupakan bagian dari SDM Kesehatan terdiri dari

tenaga medis, tenaga keperawatan, tenaga kefarmasian, tenaga kesehatan masyarakat,

tenaga gizi, tenaga keterapian fisik dan tenaga keteknisian medis. Bahasan dalam profil

ini hanya pada tenaga medis yang terdiri dari dokter spesialis, dokter umum dan dokter

gigi termasuk dokter gigi spesialis dan tenaga keperawatan yang terdiri dari bidan dan

perawat. Jumlah tenaga medis dan paramedis digambarkan seperti pada table 5.3 di

bawah ini.

Tabel 5.3 Jumlah dan Rasio Tenaga Medis, Paramedis dan Tenaga Kesehatan Lainnya

di Provinsi Jawa Timur Tahun 2014

No. Jenis Tenaga Kesehatan Jumlah

1. Dokter Spesialis 4.761

2. Dokter Umum 6.032

3. Dokter Gigi 2.232

4. Bidan 16.652

5. Perawat 31.830

6. Apoteker 1.685

7. Tenaga Teknis Kefarmasian 4.646

8. Kesehatan Masyarakat 1.448

Sumber :

Seksi P3SDMK, Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur

Page 72: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

62 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

V.3 ANGGARAN KESEHATAN

Pembiayaan program dan kegiatan bidang kesehatan di Jawa Timur diperoleh dari

berbagai sumber, diantaranya APBD yaitu APBD Provinsi maupun APBD

Kabupaten/Kota; APBN yaitu dana Dekonsentrasi, Tugas Pembantuan (TP), dan Bantuan

Operasional Kesehatan (BOK), serta Bantuan Luar Negeri (BLN). Untuk dana jaminan

kesehatan masyarakat (baik jamkesmas dasar maupun rujukan) dan jaminan persalinan

pada tahun 2014 ini tercatat dalam APBD masing-masing kabupaten/kota.

Anggaran kesehatan di Provinsi Jawa Timur yang tercatat oleh Dinas Kesehatan

Provinsi Jawa Timur bersumber dari APBD Kabupaten/Kota, APBD Provinsi dan BLN

pada tahun 2014 adalah sebesar Rp. 12.478.133.483.832,-. Adapun proporsi anggaran

kesehatan yang bersumber dari dana APBD kabupaten/kota sebesar 75,33%, APBD

Provinsi 21,42%, APBN 3,08% dan Bantuan Luar Negeri (BLN) 0,16%.

Anggaran kesehatan bersumber APBD kabupaten/kota dan APBD Provinsi Jawa

Timur pada tahun 2014 adalah sebesar Rp.12.072.926.904.359,- atau 96.75% dari

anggaran kesehatan secara keseluruhan. Persentase ini meningkat cukup besar

dibandingkan dengan alokasi pada sumber anggaran yang sama di tahun 2013. Baik

anggaran kesehatan bersumber APBD Kabupaten/Kota maupun APBD Provinsi

keduanya menunjukkan peningkatan yang cukup signifikan dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan mengamanatkan kepada

pemerintah provinsi dan kabupaten/kota untuk mengalokasikan minimal 10% APBD untuk

belanja langsung kesehatan atau belanja program. Masing-masing kabupaten/kota

bervariasi dalam mewujudkan amanat Undang-Undang ini. Secara rata-rata, persentase

anggaran kesehatan kabupaten/kota terhadap total APBD kabupaten/kota adalah 9 %.

Meskipun rata-rata persentase terhadap APBD di bawah 10 %, namun anggaran

kesehatan di beberapa kabupaten/kota sudah melebihi 10%, seperti Kabupaten

Bojonegoro, Kabupaten Jember, Kabupaten Jombang, Kabupaten Lamongan, Kabupaten

Lumajang, Kabupaten Nganjuk, Kabupaten Pasuruan, Kabupaten Probolinggo,

Kabupaten Sidoarjo, Kabupaten Situbondo, Kota Blitar, Kota Kediri, Kota Mojokerto, Kota

Probolinggo dan Kota Surabaya. Di tingkat provinsi, besar anggaran APBD kesehatan

Provinsi Jawa Timur terhadap total APBD Provinsi Jawa Timur pada tahun 2014 adalah

Rp 2.672.903.043.325,- (14,22%), dengan persentase belanja langsungnya adalah

11,84% dari APBD Provinsi. Hal ini menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Jawa Timur

(baik Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur, RS Provinsi Jawa Timur dan UPT yang ada

dilingkungan Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur) telah mengalokasikan minimal 10%

APBD provinsi untuk belanja langsung kesehatan atau belanja program sesuai dengan

amanat Undang-Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan. Namun demikian

Page 73: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

63 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

apabila dilihat detil kegiatan, maka anggaran kesehatan di Provinsi Jawa Timur lebih

banyak digunakan untuk kegiatan pelayanan rujukan kuratif dan rehabilitatif.

Anggaran kesehatan bersumber APBN tahun 2014 adalah sebesar

Rp.384.735.155.000,- menurun 31,38% dibandingkan alokasi tahun 2013 sebesar Rp.

560.675.684.000,-. Hal ini dikarenakan adanya efisiensi penganggaran dari Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia. Alokasi APBN ini digunakan untuk kegiatan Program Bina

Gizi dan KIA, Program Pembinaan Upaya Kesehatan, Program Penyehatan penyakit dan

Penyehatan Lingkungan, Program Kefarmasian dan Alat Kesehatan, Program

Pengembangan dan Pemberdayaan Sumberdaya Manusia Kesehatan, dan Program

Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis Lainnya Kementerian Kesehatan

Data anggaran kesehatan dapat dilihat di Lampiran Data Profil Kesehatan Tabel 81.

Page 74: bab 5 situasi sumber daya kesehatan

64 PROFIL KESEHATAN PROVINSI JAWA TIMUR

BAB 6 PENUTUP

Penyediaan data dan informasi di bidang kesehatan yang berkualitas sangat

diperlukan sebagai masukan dalam proses pengambilan keputusan di lingkungan

pemerintahan, organisasi profesi, akademisi, swasta dan pihak terkait lainnya. Di bidang

kesehatan, data dan informasi juga merupakan sumber daya strategis bagi pimpinan dan

organisasi dalam penyelengaraan Sistem Informasi Kesehatan (SIK).

Namun, sangat disadari bahwa saat ini Sistem Informasi Kesehatan masih belum

optimal dalam pemenuhan kebutuhan data dan informasi. Terlebih dalam masa

desentralisasi (atau otonomi daerah) ini dimana proses pengumpulan data dan informasi

dari kabupaten/kota atau lintas sektor relatif lebih sulit. Hal ini berimplikasi pada kualitas

data dan informasi yang disajikan dalam Buku Profil Kesehatan ini masih belum sesuai

dengan harapan. Walaupun demikian, Buku Profil Kesehatan ini diharapkan dapat

memberikan gambaran keadaan kesehatan masyarakat Jawa Timur dan capaian kinerja

pelayanan kesehatan yang telah dilakukan beserta aspek-aspek pendukung lainnya.

Buku Profil Kesehatan sering kali belum mendapatkan apresiasi yang layak, karena

belum dapat menyajikan data dan informasi kesehatan sesuai yang diharapkan oleh

pihak-pihak yang berkepentingan dan yang membutuhkan. Oleh karena itu, perlu adanya

terobosan dan ide-ide baru dalam mekanisme penyusunan, baik dimulai dari masa

pengumpulan data, proses validasi data serta dalam tahap analisa data, yang nantinya

akan menghasilkan suatu publikasi data dan informasi pembangunan kesehatan, serta

dapat membawa manfaat bagi dunia kesehatan di Jawa Timur dan Indonesia pada

umumnya.