7
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi pemerintahan yang sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan Budiono (Sidik et al, 2002), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi antara pusat dan daerah serta antar daerah. Adapun yang mendorong diberlakukannya otonomi daerah adalah dikarenakan tidak meratanya pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan ketimpangan antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu juga terdapat campur tangan dari pemerintah pusat di masa lalu mengakibatkan terhambatnya pengembangan yang dimiliki oleh daerah. Dalam UU No.12 tahun 2008, penyelenggaraan pemerintahan daerah yang efektif dengan memperhatikan prinsip demokrasi, persamaan, keadilan, dan kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia. Penyelenggaraan dan pengelolaan urusan pemerintah daerah tersebut mencakup pengelolaan terhadap keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik akan berdampak pada tingkat kemampuan keuangan daerah dan kemandirian

BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

a

Citation preview

Page 1: BAB I

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Kebijakan pemerintah Indonesia tentang Otonomi Daerah, yang

dilaksanakan secara efektif mulai tanggal 1 Januari 2002, merupakan kebijakan

yang dipandang sangat demokratis dan memenuhi aspek desentralisasi

pemerintahan yang sesungguhnya. Seperti dikemukakan oleh Menteri Keuangan

Budiono (Sidik et al, 2002), tujuan otonomi adalah untuk lebih meningkatkan

kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat, pengembangan kehidupan

berdemokrasi, keadilan, pemerataan, dan pemeliharaan hubungan yang serasi

antara pusat dan daerah serta antar daerah. Adapun yang mendorong

diberlakukannya otonomi daerah adalah dikarenakan tidak meratanya

pembangunan yang berjalan selama ini sehingga menyebabkan ketimpangan

antara pemerintah pusat dan daerah. Selain itu juga terdapat campur tangan dari

pemerintah pusat di masa lalu mengakibatkan terhambatnya pengembangan yang

dimiliki oleh daerah.

Dalam UU No.12 tahun 2008, penyelenggaraan pemerintahan daerah

yang efektif dengan memperhatikan prinsip demokrasi, persamaan, keadilan, dan

kepastian hukum dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Penyelenggaraan dan pengelolaan urusan pemerintah daerah tersebut mencakup

pengelolaan terhadap keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah yang baik

akan berdampak pada tingkat kemampuan keuangan daerah dan kemandirian

Page 2: BAB I

2

daerah. Dalam hal keuangan, otonomi daerah ini menuntut adanya suatu

pembaharuan di dalam manajemen keuangan daerah.

Pembaharuan dalam manajemen keuangan daerah ini diwujudkan dengan

disahkannya seperangkat undang-undang yang mengatur tentang pemerintahan

daerah serta hubungannya dengan pemerintah pusat. Undang-undang yang

mengatur tentang pemerintahan daerah yaitu UU No. 12 tahun 2008 yang

merupakan perubahan kedua atas UU No.32 serta UU No.33 tahun 2004 yang

mengatur tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan pemerintah

daerah, menjelaskan bahwa pemeritah pusat akan mentransfer dana perimbangan

kepada pemerintah daerah untuk pelaksanaan kewenangan pemerintah di

daerahnya. Tujuan dari transfer ini adalah unuk mengurangi kesenjangan fiskal

antar pemerintahan dan menjamin tercapainya standar pelayanan publik minimum

di seluruh daerah (Sidik et al, 2002).

Perimbangan keuangan pusat dan daerah serta pemerataan antar daerah

secara proporsional, demokratis, adil dan transparan dengan memerhatikan

potensi, kondisi dan kebutuhan daerah sejalan dengan kewajiban dan pembagian

kewenangan serta tata cara penyelenggaraan kewenangan tersebut, termasuk

pengelolaan dan pengawasan keuangannya (Indra Bastian:231).

Berdasarkan UU No. 33 tahun 2004 mengenai perimbangan keuangan

antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah dijelaskan bahwa :

“Perimbangan keuangan antara Pemerintah dan Pemerintah Daerah

adalah suatu sistem pembagian keuangan yang adil, proporsional,

demokratis transparan dan efisien dalam rangka pendanaan

penyelenggaraan Desentralisasi, dengan mempertimbangkan potensi,

kondisi, dan kebutuhan daerah, serta besaran pendanaan

penyelenggaraan Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan.”

Page 3: BAB I

3

Wujud dari perimbangan keuangan tersebut adalah adanya dana

perimbangan yang bersumber dari pendapatan APBN yang dialokasikan kepada

daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi (Kusumadewi dan Rachman, 2007:68). Dana perimbangan ini

terdiri dari Dana Alokasi Umum, Dana Alokasi Khusus, dan bagian daerah dari

bagi hasil pajak pusat. Masing-masing dana perimbangan memiliki fungsi yang

berbeda-beda, seperti yang dijelaskan dalam (Saragih, 2003:90) yaitu bahwa

dana bagi hasil berperan sebagai penyeimbang fiskal antara pusat dan daerah dari

pajak yang dibagihasilkan. Dana Alokasi Umum berperan sebagai pemerata fiskal

antardaerah di Indonesia dan Dana Alokasi Khusus berperan sebagai dana yang

didasarkan pada kebijakan yang bersifat darurat.

Dana Alokasi Umum merupakan dana yang bersumber dari pendapatan

APBN yang dialokasikan dengan tujuan pemerataan kemampuan keuangan antar

daerah untuk mendanai kebutuhan daerah dalam rangka pelaksanaan

desentralisasi, demikian juga halnya dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD)

merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli

daerah. Optimalisasi penerimaan Pendapatan Asli Daerah hendaknya didukung

upaya Pemerintah Daerah dengan meningkatkan kualitas layanan publik

(Mardiasmo, 2002).

Menurut Halim (2009) permasalahan yang dihadapi daerah pada

umumnya berkaitan dengan penggalian sumber-sumber pajak dan retribusi daerah

yang merupakan salah satu komponen dari PAD masih belum memberikan

konstribusi signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Hal

Page 4: BAB I

4

tersebut dapat mengakibatkan kehilangan penerimaan yang sangat berarti bagi

daerah.

Menurut Bambang Prakosa (2004:102) adanya transfer Dana Alokasi

Umum (DAU) bagi Pemda merupakan sumber pendanaan pelengkap dalam

melaksanakan kewenangannya, sedangkan kekurangan pendanaan diharapkan

dapat digali melalui sumber pendanaan sendiri yaitu PAD. Namun kenyatannya,

transfer dari pemerintah pusat merupakan sumber dana utama pemerintah daerah

untuk membiayai operasi utamanya sehari-hari atau belanja daerah, yang oleh

pemerintah daerah dilaporkan diperhitungkan dalam APBD. Harapan pemerintah

pusat dana transfer tersebut dapat digunakan secara efektif dan efisien oleh

pemerintah daerah untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Terdapat perbedaan respon yang ditimbulkan oleh Dana Alokasi Umum

dan Pendapatan Asli atas Dana Alokasi Umum itu sendiri, seperti yang

diungkapkan oleh Saragih (2003:110) yaitu bahwa berbagai penafsiran tersebut

diantaranya :

a. Dana Alokasi Umum merupakan hibah yang diberikan pemerintah pusat

tanpa ada pengembalian.

b. Dana Alokasi Umum tidak perlu dipertanggungjawabkan karena DAU

merupakan konsekuensi dari penyerahan kewenangan atau tugas-tugas

umum pemerintahan ke daerah.

c. Dana Alokasi Umum harus dipertanggungjawabkan, baik ke masyarakat

lokal maupun ke pusat, karena Dana Alokasi Umum berasal dari dana

APBN.

Dalam penelitian yang dilakukan oleh Bambang Prakosa (2004), yang

melakukan penelitian pada Kabupaten/Kota di Jawa Tengah dan DIY. Hasilnya

menunjukan bahwa sandaran Pemda untuk menentukan jumlah Belanja Daerah

suatu periode berbeda. Dalam tahun bersamaan, PAD lebih dominan daripada

Page 5: BAB I

5

DAU, tetapi untuk satu tahun kedepan, DAU lebih dominan. Munculnya berbagai

bentuk peraturan daerah tentang pajak dan retribusi daerah mungkin merupakan

indikasi untuk “mengimbangi” pendapatan yang bersumber dari Pempus (salah

satunya DAU). (Prakosa, 2004)

Penelitian ini mengacu pada penelitian yang telah dilakukan oleh Elsa

Yulitasari (2012) yaitu Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah pada

Pemerintah Daerah Kota Bandung menggunakan periode 2001-2010 sedangkan

penulis bermaksud meneliti Pengaruh DAU dan PAD terhadap Belanja Daerah

menggunakan periode 2006-2010 dengan sampel Kabupaten Sumedang.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka peneliti mengambil judul

“Pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi Umum (DAU)

terhadap Belanja Daerah (Studi pada Pemerintahan Kabupaten

Sumedang)”.

1.2 Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian yang dikemukakan diatas,

maka dapat diidentifikasi suatu rumusan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap Belanja

Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2003-2012.

2. Bagaimana pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja

Daerah Kabupaten Sumedang tahun 2003-2012.

Page 6: BAB I

6

3. Bagaimana pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana Alokasi

Umum (DAU) secara simultan terhadap Belanja Daerah Kabupaten

Sumedang tahun 2003-2012.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) terhadap

Belanja Daerah Kabupaten Sumedang.

2. Untuk mengetahui pengaruh Dana Alokasi Umum (DAU) terhadap

Belanja Daerah Kabupaten Sumedang.

3. Untuk mengetahui pengaruh Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan Dana

Alokasi Umum (DAU) terhadap Belanja Daerah Kabupaten Sumedang .

1.4 Kegunaan Penelitian

Dengan adanya penelitian ini, penulis berharap agar terdapat kegunaan

untuk berbagai pihak, diantaranya :

1. Bagi Penulis

Dengan adanya penelitian ini diharapkan dapat memperluas pengetahuan

dan wawasan peneliti tentang masalah pendapatan asli daerah, dana

alokasi umum dan pengaruhnya terhadap belanja daerah.

Page 7: BAB I

7

2. Bagi pemerintahan

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi dalam membuat

kebijakan terutama untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) di

Kabupaten Sumedang.

3. Bagi pihak lain.

Hasil dari penelitian ini dapat dijadikan bahan referensi rujukan bagi

peneliti yang akan melakukan penelitian yang sejenis.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian

Untuk memperoleh data dan menjawab masalah yang sedang diteliti, penulis

mengadakan penelitian dengan mengambil data di Badan Pusat Statistik

Provinsi Jawa Barat yang berlokasi di Jl. PHH. Mustapa No. 43, Bandung

40124. Adapun waktu penelitian dilakukan dari bulan Juli 2013 sampai

dengan selesai November 2013.