33
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu, selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi tentang terjadinya wabah bisa juga berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi). Pada dasarnya wabah merupakan penyimpangan dari keadaan normal, karena itu wabah ditentukan dengan cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun). Sejarah dirintisnya metode investigasi wabah dimulai dengan adanya penemuan kuman cholera oleh John Snow sehingga ia terkenal dengan metode investigasi wabah cholera di London (1854). Disebuah fasilitas pelayanan kesehatan, dugaan terhadap suatu wabah mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya. Kluster kasus adalah kelompok kasus penyakit atau peristiwa kesehatan lain yang terjadi dalam rentang 1

BAB I-BAB III

Embed Size (px)

DESCRIPTION

epidemiologi wabah

Citation preview

Page 1: BAB I-BAB III

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Wabah merupakan peningkatan kejadian kasus penyakit yang lebih banyak

daripada keadaan normal di suatu area tertentu atau pada suatu kelompok tertentu,

selama suatu periode waktu tertentu. Informasi tentang terjadinya wabah biasanya

datang dari sumber-sumber masyarakat, yaitu laporan pasien, keluarga pasien, kader

kesehatan, atau warga masyarakat. Informasi tentang terjadinya wabah bisa juga

berasal dari petugas kesehatan, laporan kematian, laporan hasil pemeriksaan

laboratorium, atau media lokal (surat kabar dan televisi). Pada dasarnya wabah

merupakan penyimpangan dari keadaan normal, karena itu wabah ditentukan dengan

cara membandingkan jumlah kasus sekarang dengan rata-rata jumlah kasus dan

variasinya di masa lalu (minggu, bulan, tahun).

Sejarah dirintisnya metode investigasi wabah dimulai dengan adanya

penemuan kuman cholera oleh John Snow sehingga ia terkenal dengan metode

investigasi wabah cholera di London (1854). Disebuah fasilitas pelayanan kesehatan,

dugaan terhadap suatu wabah mungkin muncul ketika aktivitas surveilans rutin

mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang tidak biasa atau terjadinya peningkatan

jumlah kasus yang signifikan dari jumlah biasanya. Kluster kasus adalah kelompok

kasus penyakit atau peristiwa kesehatan lain yang terjadi dalam rentang waktu dan

tempat yang berdekatan. Didalam suatu kluster banyaknya kasus dapat melebihi

jumlah yang diperkirakan, umumnya jumlah yang diperkirakan tidak diketahui.

Beberapa penyakit menimbulkan manifestasi klinis ringan dan akan berhenti

dengan sendirinya (self-limiting diseases), misalnya flu biasa. Implikasinya tidak

perlu dilakukan investigasi wabah maupun tindakan spesifik terhadap wabah, kecuali

kewaspadaan. Tetapi wabah lainnya akan terus berlangsung jika tidak ditanggapi

dengan langkah pengendalian yang tepat. Sejumlah penyakit lain menunjukkan

virulensi tinggi, mengakibatkan manifestasi klinis berat dan fatal, misalnya flu

burung. Implikasinya, sistem kesehatan perlu melakukan investigasi wabah dan

mengambil langkah-langkah segera dan tepat untuk mencegah penyebaran lebih

lanjut penyakit itu.

1

Page 2: BAB I-BAB III

Langkah pencegahan kasus dan pengendalian wabah dapat dimulai sedini

mungkin setelah tersedia informasi yang memadai. Bila investigasi atau penyelidikan

wabah telah memberikan fakta yang jelas mendukung hipotesis tentang penyebab

terjadinya wabah, sumber agen infeksi, dan cara transmisi yang menyebabkan

wabah, maka upaya pengendalian dapat segera dimulai tanpa perlu menunggu

pengujian hipotesis.

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah berdasarkan latar belakang diatas adalah sebagai berikut :

1. Apa pengertian wabah?

2. Bagaimana kriteria wabah?

3. Penyakit apa saja yang bisa menjadi potensial wabah?

4. Bagaimana langkah-langkah penyelidikan wabah

5. Bagaimana pembuatan laporan wabah?

C. Tujuan Penyusunan

1. Menjelaskan tentang pengertian dari wabah.

2. Menjelaskan kriteria wabah.

3. Menyebutkan dan menjelaskan tentang penyakit potensial wabah.

4. Menjelaskan langkah-langkah penyelidikan wabah.

5. Menjelaskan pembuatan laporan wabah.

2

Page 3: BAB I-BAB III

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Wabah

Wabah atau epidemic berasal dari bahasa Yunani yaitu epi yang berarti pada,

dan demos yang berarti penduduk atau rakyat. Jadi epidemic diartikan sebagai hal-

hal yang terjadi pada penduduk. Wabah adalah istilah umum untuk menyebut

kejadian tersebarnya penyakit pada daerah yang luas dan pada banyak orang,

maupun untuk menyebut penyakit yang menyebar tersebut. Wabah dipelajari dalam

epidemiologi.

Secara umum wabah dapat diartikan juga sebagai kejadian penyakit melebihi

dari normal (kejadian yang biasa terjadi). Banyak definisi yang diberikan mengenai

wabah diantaranya :

1. Wabah adalah penyakit menular yang terjangkit dengan cepat, menyerang

sejumlah besar orang didaerah luas ( KBBI:1989 ).

2. Wabah adalah peningkatan kejadian kesakitan atau kematian yang telah meluas

secara cepat, baik jumlah kasusnya maupun daerah terjangkit (Depkes RI, Dirjen

P2MPLP : 1981).

3. Wabah adalah kejadian berjangkitnya suatu penyakit menular dalam masyarakat

yang jumlah penderitanya meningkat secara nyata melebihi daripada keadaan

yang lazim pada waktu tertentu dan daerah tertentu serta dapat menimbulkan

malapetaka (UU No 4. Tahun 1984).

4. Wabah adalah terdapatnya penderita suatu penyakit tertentu pada penduduk suatu

daerah, yang nyata jelas melebihi jumlah biasa (Benenson : 1985).

5. Wabah adalah timbulnya kejadian dalam suatu masyarakat, dapat berupa

penderita penyakit, perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, atau kejadian

lain yang berhubungan dengan kesehatan, yang jumlahnya lebih banyak dari

keadaan biasa (Last 1981).

Dari sudut epidemiologi wabah berarti suatu peningkatan kejadian kesakitan

atau kematian suatu penyakit di suatu tempat tertentu yang melebihi keadaan

biasanya. Tinjauan definisi menurut UU No 4. Tahun 1984 dapat mencakup 3 hal

berikut :

3

Page 4: BAB I-BAB III

1. Penyakit menular

Yang dimaksud penyakit menular adalah penyakit yang disebabkan oleh

mikroorganisme atau produk toksinnya, yang ditularkan dari penderita atau

reservoirnya kepada manusia lain yang rentan

2. Keadaan yang lazim

Jumlah penderita suatu penyakit menular dalam suatu masyarakat atau wilayah

sangat bervariasi tergantung dari penyebab penyakitnya, sifat-sifat penduduk yang

terserang serta lingkungan dimana penyakit itu terjangkit. Pada umumnya jumlah

penderita penyakit menular di suatu wilayah diamati dalam suatu kurun waktu

tertentu (mingguan, bulan, atau tahunan).

3. Peningkatan jumlah penderita

Suatu wabah dapat terbatas pada lingkup kecil tertentu (disebut outbreak, yaitu

serangan penyakit) lingkup yang lebih luas (epidemi) atau bahkan lingkup global

(pandemi).

a. Outbreak

Suatu episode dimana terjadi dua atau lebih penderita suatu penyakit yang

sama dimana penderita tersebut mempunyai hubungan satu sama lain.

b. Epidemi

Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit) yang

ditemukan pada suatu daerah tertentu dalam waktu yang singkat frekuensinya

meningkat.

c. Pandemi

Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit), frekuensinya

dalam waktu singkat meningkat tinggi dan penyebarannya telah mencakup

wilayah yang luas.

d. Endemi

Keadaan dimana suatu masalah kesehatan (umumnya penyakit), frekuensinya

pada wilayah tertentu menetap dalam waktu lama berkenaan dengan adanya

penyakit yang secara normal biasa timbul dalam suatu wilayah tertentu.

4

Page 5: BAB I-BAB III

B. Klasifikasi Wabah

Menurut penyebabnya, penyakit yang menimbulkan wabah digolongkan menjadi :

1. Toxin, terdiri dari:

a. Enterotoxin (Stapylococcus aureus)

b. Exotoxin (Clostridium botolinum)

c. Endotoxin

2. Infeksi

a. Virus

b. Bakteri

c. Protozoa

d. Cacing

3. Toxin Biologis

a. Racun jamur, Plankton, racun ikan, racum tumbuhan.

b. Afla toxin

4. Toxin Kimia

a. Zat kimia organik : logam berat (Hg).

b. Gas beracun: CO2, CO.

C. Pembagian Wabah Menurut Sifatnya

1. Cosmmon Source Epidemic/ Point Source Epidemic

Adalah suatu letusan penyakit yang disebabkan oleh terpaparnya sejumlah

orang dalam suatu kelompok secara menyeluruh dan terjadi dalam waktu yang

relatif singkat. Adapun Common Source Epidemic itu berupa keterpaparan umum,

biasa pada letusan keracunan makanan, polusi kimia di udara terbuka. Dapat

ditandai oleh :

a. Timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang cepat.

b. Masa inkubasi yang pendek.

c. Episode penyakit merupakan episode tunggal.

d. Waktu munculnya penyakit jelas.

e. Lenyapnya penyakit dalam waktu yang cepat.

2. Propagated/ Progresive Epidemic atau Contagious disease epidemic

Bentuk epidemi dengan penularan dari orang ke orang sehingga waktu lebih

lama dan masa tunas yang lebih lama pula. Propagated atau progressive epidemic

5

Page 6: BAB I-BAB III

terjadi karena adanya penularan dari orang ke orang baik langsung maupun

melalui vector, relatif lama waktunya dan lama masa tunas, dipengaruhi oleh

kepadatan penduduk serta penyebaran anggota masyarakat yang rentan serta

morbilitas dari penduduk setempat, masa epidemi cukup lama dengan situasi

peningkatan jumlah penderita dari waktu ke waktu sampai pada batas minimal

anggota masyarakat yang rentan, lebih memperlihatkan penyebaran geografis

yang sesuai dengan urutan generasi kasus. Ditandai oleh :

a. Timbulnya gejala penyakit (onset penyakit) yang pelan.

b. Masa inkubasi yang panjang.

c. Episode penyakit yang bersifat majemuk.

d. Waktu munculnya penyakit tidak jelas.

e. Lenyapnya penyakit dalam waktu yang lama.

3. Mix Source Epidemic

Yang dimaksud disini adalah suatu keadaan wabah yang disamping ditemukan

gejala-gejala dari wabah bentuk pertama juga ditemukan gejala-gejala dari wabah

bentuk kedua.

D. Kriteria Kerja Wabah

Kepala wilayah/daerah setempat yang mengetahui adanya tersangka wabah

diwilayahnya atau tersangka penderita penyakit yang dapat menimbulkan wabah,

wajib seera melakukan tindakan-tindakan penanggulangan seperlunya, dengan

bantuan unit kesehatan setempat, agar tidak berkembang menjadi wabah (UU No. 4

dan PerMenKes 560/ MenKes/ Per/ VIII/ 1989).

Suatu kejadian penyakit atau keracunan dapat dikatakan wabah apabila memenuhi

kriteria sebagai berikut :

1. Timbulnya suatu penyakit menular yang sebelumnya tidak ada/tidak dikenal.

2. Peningkatan kejadian penyakit/kematian terus-menerus selama tiga kurun waktu

berturut-turut menurut jenis penyakitnya (jam, hari, minggu).

3. Peningkatan kejadian penyakit/kematian, dua kali atau lebih dibandingkan dengan

periode sebelumnya (jam, minggu, bulan, tahun).

4. Jumlah penderita baru dalam suatu bulan menunjukan kenaikan dua kali atau

lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dalam tahun sebelumnya.

6

Page 7: BAB I-BAB III

5. Angka rata-rata perbulan selama satu tahun menunjukan kenaikan dua kali lipat

atau lebih dibandingkan dengan angka rata-rata perbulan dari tahun sebelumnya.

6. Case fatality rate (CFR) suatu penyakit dalam suatu kurun waktu tertentu

menunjukan kenaikan 50% atau lebih, dibandingkan dengan CFR dari periode

sebelumnya.

7. Proportional rate (PR) penderita dari suatu periode tertentu menunjukan kenaikan

dua kali atau lebih dibandingkan periode,kurun waktu atau tahun sebelumnya.

8. Beberapa penyakit khusus menetapkan kriteria khusus : cholera dan demam

berdarah dengue.

a. Setiap peningkatan kasus dari periode sebelumnya (pada daerah endemis).

b. Terdapat satu atau lebih penderita baru dimana pada periode 4 minggu

sebelumnya daerah tersebut dinyatakan bebas dari penyakit yang bersangkutan.

9. Beberapa penyakit yang di alami 1 atau lebih penderita.

a. Keracunan makanan

b. Keracunan pestisida

Penyakit yang dapat menimbulkan wabah (Permenkes RI No.

560/Menkes/Per/VIII/1989) :

1. Kholera

a. Berak-berak mendadak disertai muntah-muntah, tinja mengucur seperti air

sehingga dalam waktu singkat tubuh kekurangan cairan (dehidrasi).

b. Pemeriksaan laboratorium pada muntahan menunjukkan adanya kuman

cholera (vibrio cholera) dan dalam darah terdapat zat antinya.

2. Demam kuning

a. Demam tinggi mendadak, kulit kuning, sakit kepala, lemah/lesu, mual,

muntah, denyut nadi lemah dan lambat, seringkali disertai dengan perdarahan

berupa mimisan, perdarahan mulut, muntah darah, berak darah.

b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya virus demam

kuning atau zat antinya.

3. Tifus bercak

a. Demam ± 2 minggu, sakit kepala, menggigil, badan lemah, kadang-kadang

selama masa demam ditemukan bercak-bercak merah menimbul pada kulit.

7

Page 8: BAB I-BAB III

b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya zat anti terhadap

tifus bercak wabah I (Rickettsia prowazeki).

4. Campak

a. Panas tinggi, sakit kepala, batuk pilek dan conjungtivitis fotophoby yang

berakhir lebih kurang setelah 3-7 hari. Masa timbulnya bercak-bercak merah

(rash) pada kulit sesudah kira-kira 3 hari panas. Mula-mula timbul pada

belakang telinga menyebar ke seluruh muka, dada dan anggota badan

lainnya. Bercak bertahan selama 4-6 hari.

b. Pemeriksaan laboratorium pada lendir konjungtiva dan tenggorokan

menunjukkan adanya virus campak, dan pada darah terdapat virus campak

atau zat antinya.

5. Difteri

a. Panas lebih kurang 380, adanya pseudomembran putih keabu-abuan, tak

mudah lepas dan mudah berdarah. Letak pseudomembran bisa di faring,

laring atau tonsil, sakit waktu menelan, leher membengkak seperti leher sapi

disebabkan karena pembengkakan kelenjar leher dan sesak nafas disertai

bunyi (stridor).

b. Pemeriksaan laboratorium pada jaringan luka menunjukkan adanya kuman

difteri.

6. Rabies

a. Demam tinggi, sakit kepala hebat, kelumpuhan mulai dari tungkai menjalar

ke atas, sulit menelan, takut air (hydrophobia), sulit bernafas, kesadaran

menurun, terjadi beberapa minggu sampai satu tahun setelah digigit anjing,

kucing, kera, atau hewan penular rabies lainnya yang menderita rabies.

b. Pemeriksaan laboratorium pada otak dan kelenjar air liur hewan yang

menggigit, dan pada air liur, air mata serta jaringan otak penderita

menunjukkan adanya virus rabies.

7. Influenza

Demam, perasaan dingin dan ingusan 1-6 hari, sering kali disertai sakit kepala,

sakit pada otot-otot dan batuk. Pemeriksaan laboratorium pada darah

menunjukkan adanya virus influenza atau zat antinya.

8. Tifus Perut

8

Page 9: BAB I-BAB III

Demam tinggi terus menerus 1 minggu atau lebih, badan lemah, sakit kepala,

sembelit kadang-kadang diare, permukaan lidah kotor dan pinggirnya merah,

disertai dengan kesadaran menurun. Pemeriksaan laboratorium pada darah, air

seni, tinja atau sumsum tulang menunjukkan kuman salmonella typhi dan pada

darah terdapat kenaikan kadar zat antinya.

9. Encephalitis

a. Panas tinggi, kejang-kejang, kesadaran menurun dan reflek patologis positif.

b. Pemeriksaan lab darah atau cairan serebrospinal menunjukkan adanya virus/

kuman atau zat antinya.

10. Pes

a. Demam tinggi mendadak, disertai pembengkakan kelenjar (bubo) dilipat paha

atau ketiak, atau leher, batuk darah mendadak (tanpa didahului sakit batuk).

b. Pemeriksaan laboratorium pada darah, cairan bubo, sputum atau usap

tenggorok menunjukkan adanya kuman pes (Yersinia pestis).

11. Demam bolak-balik

a. Demam 2-9 hari diikuti masa tanpa demam 3-4 hari yang berulang-ulang 2-

10 kali. Kadang-kadang selama masa masa demam ditemukan bercak-bercak

merah dikulit.

b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya virus kuman

demam bolak-balik (Borellia recurrentis).

12. DBD

a. Demam mendadak 2-7 hari tanpa penyebab yang jelas, lemah, lesu atau

gelisah, nyeri ulu hati, hati membesar, dan disertai perdarahan dikulit berupa

bintik merah (petechiae), ruam, lebam. Kadang-kadang berak darah, muntah

darah, kesadaran menurun, dan renjatan (shock).

b. Pemeriksaan lab pada darah menunjukkan adanya pengentalan darah

(hemokonsentrasi) dan kekurangan sel pembekuan darah (trombosit), dan

ditemukan virus dengue atau zat antinya.

13. Polio

a. Panas, ingusan, batuk, lemas, muntah, diare. Panas menurun kemudian timbul

kelemahan/ kelumpuhan anggota gerak (lengan/kaki), biasanya asimetris.

b. Pemeriksaan laboratorium pada tinja atau lendir tenggorokan menunjukkan

adanya virus polio dan pada darah terdapat zat antinya.

9

Page 10: BAB I-BAB III

14. Pertusis

a. Batuk beruntun, pada akhir batuk anak menarik nafas panjang dan terdengar

suara “hup” (whoop) khas, biasanya disertai muntah. Serangan batuk lebih

sering pada malam hari. Anak mengeluarkan riak liat dan kental. Akibat

batuk yang dapat terjadi perdarahan konjungtiva atau edema periorbital.

Lamanya batuk 1-3 bulan (batuk 100 hari).

b. Pemeriksaan laboratorium pada lendir tenggorokan menunjukkan adanya

kuman pertusis (Bordetella pertusis).

15. Malaria

a. Demam, berkeringat, dingin, menggigil, yang berulang setiap 1-3 hari, sakit

kepala hebat, badan lemah, muka pucat, sering disertai mual, muntah dan

nyeri otot. Kadang-kadang limpa membesar, kejang dan kesadaran menurun.

b. Pemeriksaan laboratorium pada darah menunjukkan adanya parasit malaria.

16. Hepatitis

a. Demam, badan lemas, mual, selaput mata kuning, air seni berwarna seperti

air the kental.

b. Pemeriksaan laboratorium pada darah/ tinja menunjukkan adanya virus

hepatitis dan darah juga terdapat antigen virus tersebut.

17. Meningitis

Panas, kaku kuduk, kejang-kejang, kesadaran menurun, reflek patologis positif.

Pemeriksaan laboratorium pada LCS.

18. Anthrax

a. Tipe kulit

Kulit melepuh (vesikel) tanpa sebab yang jelas atau tukak (ulkus) dengan

pinggir menonjol dan bagian tengahnya berwarna merah tua-kehitaman,

kadang-kadang disertai demam tinggi.

b. Tipe gastrointestinal

Sakit perut hebat terjadi beberapa jam sesudah makan daging hewan yang

menderita penyakit anthrax (Bacillus anthracis).

19. Diare

Penyakit yang ditandai dengan bertambahnya frekuensi buang air besar/defekasi

(lebih 3 kali sehari) disertai adanya perubahan bentuk atau kondisi tinja dari

penderita.

10

Page 11: BAB I-BAB III

20. Keracunan

a. Penderita jatuh sakit mendadak dengan gejala pusing, mual/muntah, dan

kejang (cramp) perut atau usus, kadang-kadang disertai adanya kejang otot

serta gejala khas keracunan lainnya.

b. Pada pemeriksaan laboratorium tinja atau muntahan menunjukkan adanya

penyebab keracunan dan konsentrasinya melebihi ambang normal.

E. Tujuan Investigasi Wabah/ KLB

1. Tujuan umum penyelidikan Wabah/ KLB

a. Upaya penanggulangan dan pencegahan

b. Surveilans (lokal, nasional, dan internasional)

c. Penelitian

d. Pelatihan

e. Menjawab keingintahuan masyarkat

f. Pertimbangan program

g. Kepentingan politik dan hukum

h. Kesadaran masyarakat

2. Tujuan khusus penyelidikan Wabah/ KLB

a. Memastikan diagnosa

b. Memastikan bahwa terjadi Wabah/ KLB

c. Mengidentifikasi penyebab Wabah/ KLB

d. Mengidentifikasi sumber penyebab

e. Rekomendasi : cepat dan tepat

f. Mengetahui jumlah korban dan populasi rentan, waktu dan periode KLB, serta

tempat terjadinya KLB (variabel orang, waktu dan tempat)

F. Langkah- langkah Investigasi Wabah

Langkah yang dilakukan pada investigasi wabah adalah :

1. Identifikasi dan verifikasi diagnosis kasus baru.

11

Page 12: BAB I-BAB III

Lakukan identifikasi asus dengan melakukan surveilans secara prospektif

terhadap kasus baru dengan melakukan pemantuan hasil laboratorium, hasil

catatan medis pasien, dan laporan dari pengelola pelayanan kesehatan.

2. Tentukan definisi kasus.

Definisi kasus harus dilakukan pada awal investigasi yang akan digunakan untuk

mengidentifikasi orang-orang yang telah terinfeksi. Definisi kasus dengan

menggunakan criteria epidemiologic, klinis, dan laboratorium untuk

menggambarkan dan memgklasifikasikan kasus, serta digunakan untuk

membatasi kasus berdasarkan waktu, tempat dan orang secara spesifik. Dari

definisi kasus, kita dapat mengklasifikasikan kasus menjadi possible (mungkin),

probable (memiliki kemungkinan besar), dan definite (pasti).

3. Tinjau ulang temuan klinis dan laboratorium.

Apabila wabah yang terjadi termasuk dalam golongan penyakit infeksi, hasil

temuan secara klinis dan laboratorium perlu di tinjau ulang pada awal

pelaksanaan investigasi. Tindakan mengkaji ulang bertujuan untuk menentukan

arah apakah kasus benar-benar terinfeksi atau hanya infeksi palsu (hasil

laboratorium menunjukan adanya kekeliruan diagnosis).

4. Konfirmasikan adanya epidemik.

Kegiatan selanjutnya dalam melaksanakan investigasi wabah adalah

menginformasikan keberadaan adanya epidemic. Konfiramsi dapat dilakukan

dengan membandingkan apakah angka insidensi atau jumlah kasus berada diatas

nilai endemic atau nilai yang diperkirakan. Kemudian, bandingkan peningkatan

kasus yang terjadi dengan criteria suatu kejadian dikategorikan sebagai wabah.

5. Pencarian literatur.

Ketika wabah terjadi, baik yang dicuriagi memiliki etiologi infeksius ataupun

non-infeksius, tahap awal yang harus dilakukan adalah melakukan pencarian

literatur atau sumber lain untuk memperoleh informasi yang berkaitan dengan

kasus, seperti faktor resiko, sumber, reservoir, dan cara penular. Dasar

dilakukannya pencarian literatur adalah untuk merumuskan definisi kasus,

membuat hipotesis mengenai faktor resiko, mekanisme pajanan dan penularan,

serta mengembangkan tindakan pencegahan dan pengendalian.

6. Konsultasi dengan laboratorium.

12

Page 13: BAB I-BAB III

Jika wabah termasuk etiologi infeksius, petugas laboratorium harus diberitahu

secepat mungkin tentang kemungkinan terjadinya wabah dan di instruksikan

untuk menyimpan serum dan semua agen isolasi yang dicurigai sesuai ketentuan

yang berlaku untuk penelitian di masa mendatang.

7. Melaporkan ke pihak yang berkepentingan.

Pengelola fasilitas dan para pengambil kebijakan perlu diberitahu secepat

mungkin terjadinya wabah terutama apabila wabah tersebut menyebabkan

mortalitas atau morbiditas yang signifikan.

8. Bentuk tim pelaksana investigasi.

Dalam melakasanakan investigasi perlu dibentuk tim, yang terdiri dari petugas

pengendali infeksi, tim penyakit menular, manajemen mutu, manajemen resiko,

laboratorium, apotik, petugas kesehatan, jasa pelayanan dan administrasi, dll

sesuai kebutuhan.

9. Menentukan adanya bantuan pihak luar.

Tim investigasi seharusnya memutuskan apakah perlu bantuan dari pihak luar

atau tidak. Apakah pelaksanaan investigasi luas yang melibatkan suatu studi

penelitian kasus control atau kohort, tim investigasi sebaiknya mencari bantuan

pada ahli metodologi dan statistic yang terlatih. Apabila wabah yang terjadi

merupakan kondisi yang tidak biasa atau suatu penyakit dengan tingkat

morbiditas dan mortalitas yang tinggi atau sumber umum wabah dihubungkan

dengan suatu produk yang tersedia secara komersial (makanan dan obat-obatan),

maka departemen kesehatan setempat atau pusat dapat memberikan bantuan

dalam melaksanakan investigasi.

10. Memulai tindakan pengendalian awal.

Tujuan uama investigasi wabah adalah menghentikan wabah, dan dengan

demikian tindakan pengendalian seharusnya telah diketahui dan dilaksanakan

sedini mungkin untuk memperkecil morbiditas, mortalitas serta kerugian yang

diakibatkan adanya wabah. Pengedalian yang dilaksanakan disesuaikan dengan

sifat dan besar permasalahan yang terjadi.

11. Mencari kasus tambahan.

Pada investigasi wabah, pencarian kasus baik secara retrospektif maupun

prospektif harus dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus tambahan. Pencarian

dapat dilakukan untuk mendeteksi adanya kasus tambahan. Pencarian dapat

13

Page 14: BAB I-BAB III

dilakukan dengan meninjau kembali laporan laboratorium, arsip surveilans, data

rekam medis, dan laporan dari dinas kesehatan setempat. Pencarian dapat pula

dilakukan dengan menghubungi semua fasilitas kesehatan, agar segera

melapokan apabila menemukan kasus baru.

Jika penyakit memiliki masa inkubasi yang sangat panjang maka dapat

dilakukan surveilans secara aktif untuk menemukan adanya kasus-kasus baru.

Apabila penyakit asimtomatik (tanpa gejala) maka perlu di adakan uji infeksi

dengan pemeriksaan laboratorium untuk mendeteksi adanya kasus baru. Selain

itu, buatlah formulir pengumpulan data untuk mengumpulkan informasi dari

setiap kasus, elemen data yang dicantumkan tergantung pada penyakit, kondisi

atau kejadian yang diteliti.

Format pengumpulan data perlu dirancang dengan cermat agar dapat mencakup

semua informasi yang diperlukan untuk menentukan apakah suatu kasus sesuai

dengan definisi kasus, dapat menghindari waktu yang terbuang untuk

mengumpulkan terlalu banyak informasi,dan menghindarkan data yang hilang

apabila dibutuhkan untuk analisis selanjutnya.

12. Menjelaskan hubungan wabah berdasarkan orang, tempat, dan waktu. Setelah

data terkumpul, tim invesitgasi dapat melakukan analisis secara deskrifptif

berdasarkan variable orang, tempat, dan waktu.

Orang: harus mengenali orang dan karakteristik yang berkaitan dengan

penyakit yang sedang di investigasi. Semua kasus ditabulasikan menurut

kelompok usia, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, dan cirri terkait

lainnya. Populasi yang berisiko harus ditentukan, jika memungkinkan dapat di

hitung Attack Rate (AR) dan Case Fatality Rate (CFR).

Tempat: dengan mengggunakan peta titik yaitu dot map dan, tandai setiap

(lokasi kasus dan lokai pajanan (lokasi saat terpapar faktor penyebab terjadinya

penyakit). Sumber terjadinya penyakit, faktor iklim dan topologi yang

memungkinkan terjadinya penyakit juga dikaji. Pengelompokan kejadian harus

ditentukan dengan menghubungkan tempat tinggal, tempat kerja, dan

kemungkinan munculnya kembal kasus. Apakah setiap kasus ada saat terjadi

pajanan? Lokasi sumber-sumber zat kimia, polutan, dan media infeksi harus

dipastikan.

14

Page 15: BAB I-BAB III

Waktu: waktu mulai terjadinya penyakit perlu dicatat untuk masing-masing

kasus, meliputi tanggal, dan jam mulai terjadinya penyakit. Waktu terjadinya

kasus pada setiap kejadian wabah dipastikan harus dicatat karena digunakan

untuk mmbuat kurva epidemic. Begitu juga dengan masa inkubasi, yang akan

digunakan untuk menentukan pengaruh waktu dalam perjalanan penyakit dan

puncak serta lembah pada kurva epidemik serta pengaruh waktu terhadap cara

dan media penularan. Kronologis peristiwa, tahapan kejadian, mata rantai

kejadian yang terkait dengan waktu dan ditribusi waktu mulai terkena penyakit

harus dipastikan dan ditandai pada bagian dan grafik. Dari informasi kurva

epidemik, tentukan sifat perjalanan penyakit, pastikan apakah kelompok

memang tepajan dan terinfeksi pada dalam waktu yang sama atau berbeda.

13. Menggambar kurva epidemik.

Kurva epidemik adalah grafik (histogram) yang digambar dengan menempatkan

data mengenai jumlah kasus pada sumbu Y dan tanggal mulai terjadinya kasus

(onset) pada sumbu X. kurva epidemik yang disusun secara tepat tepat

digunakan untuk membedakan antara wabah setempat (point sources epidemic)

dan wabah yang meluas (propagated epidemic).

14. Evaluasi masalah.

Data dan informasi yang ada harus ditinjau untuk menentukan sifat alami

penyakit atau masalah kesehatan yang dihadapi, apabila abah termasuk penyakit

infeksius, maka identitas dan karakteristik organisme yang menimbulkan

penyakit perlu di analisa lebih lanjut. Apabila wabah disebabkan oleh organism

tertentu yang berhubungan dengan air dan larutan, maka informasi ini dapat

digunakan untuk membantu tim investigasi untuk menjadi reservoir air dengan

mengevaluasi faktor risiko seperti obat-obatan danlarutan yang diencerkan

dengan air. Data dan informasi yang didapatkan harus ditinjau kembali untuk

mencari bukti adanya penyebaran dari orang ke orang atau suatu sumber

reservoir lainnya.

15. Menentukan kebutuhan uji diagnostik lain.

Tim investigasi harus menentukan kebutuhan uji diagnostik lainnya, terutama

bagi penyakit nfeksi yang terjadi tanpa gejala dan tanda. Untuk menentukan

orang tersebut telah terinfeksi sebagai akibat adanya pajanan selama wabah.

Misalnya, ketika meneyelidiki wabah penyakit campak sering kali dilakukan uji

15

Page 16: BAB I-BAB III

serologik untuk mengidentifikasi orang yang rentan sehingga mereka dapat di

imunisasi untuk mencegah terjadinya infeksi dan penularan penyakit lebih

lanjut.

16. Rumuskan hipotesis sementara.

Salah satu tujuan wabah adalah adalah untuk menentukan mengapa individu

tertentu dalam populasi terjangkit suatu penyakit. Hal ini dilakukan dengan

mengumpulkan informasi tentang faktor risiko yang memungkinkan (terjadinya

paparan) dan merumuskan hipotesis. Hipotetsis dirumuskan terkait dengan

faktor yang mungkin menyebabkan wabah, seperti reservoir, sumber, dan cara

penularan penyakit.

17. Melakukan tindakan pengendalian.

Tindakan pengendalian harus diterapkan secepat mungkin sepanjang proses

pelaksanaan investigasi. Pada wabah penyakit menular dengan etiologi yang

sudah diketahui, intervensi pencegahan didasarkan pada karakteristik agen

penyebab, termasuk sumber, reservoir dan cara penularan yang paling

memungkinkan. Tindakan pengendalian yang diidentifikasi dapat berbentuk

sederhana, seperti penekananpada personal hygiene, seperti mencuci tangan,

sanitasi lingkungan, dan membatasi kontak akan mebantu mengendalikan

wabah. Untuk penyakit noninfeksius, tindakan pengendalian berdasarkan pada

sifat yang alami penyakit.

18. Mengevaluasi efektivitas tindakan pengendalian.

Aktivitas surveilans perlu dilanjutkan untuk menentukan apakah ada kasus baru

yang terjadi. Apabila didapat kasus baru maka tindakan pengendalian yang perlu

dievaluasi kembali dan diperlukan suatu investigasi yang lebih luas.

19. Uji hipotesis secara satatistik.

Dalam investigasi secara luas, diperlukan bantuan uji statistik untuk menguji

hipotesis yang akan menjelaskan kemungkinan penyebab terjadinya wabah.

Banyak investigasi yang tidak mencapai tahap pengujian hipotesis, yaitu jika

pengendalian berfungsi dengan baik dan situasi yang terjadi tidak membutuhkan

penelitian lebih lanjut. Tahap ini merupakan tantangan terbesar dalam

pelaksanaan investigasi wabah, tim investigasi perlu teliti dalam meninjau

16

Page 17: BAB I-BAB III

temuan klinis, laboratorium dan data epidemiologi yang telah didapatkan serta

membuat hipotesis faktor risiko dan pajanan mana yang secara logis telah

menyebabkan terjadinya penyakit. Hipotesis kemudian di uji secara statistik

asosiasi dan signifikansi disesuaikan dengan data yang didapatkan, untuk

membandingkan populasi yang sakit (terkena pajanan) dan populasi yang tidak

sakit (sebagai control/pembanding) berkaitan dengan pajanan faktor risiko yang

memungkinkan. Perbandingan dilakukan dengan melaksanakan penelitian,

dengan rancangan kasus kasus control atau kohort.

20. Analisis dan investigasi lebih lanjut.

Tim investigasi harus beruasaha untuk menemukan kasus tambahan dengan

melakukan pencarian kasus baik secara retrospektif maupun prospektif.

Surveilas secara kontinu perlu dilakukan untuk menilai efektivitas tindakan

pengendalian yang diterapkan. Tim investigasi juga perlu meninjau temuan

sampai pada tahap ini, serta merumuskan dan menguji hipotesis tambahan sesuai

kebutuhan. Hasil semua uji laboratorium dan uji diagnostik tambahan perlu

dicatat dan dianalisis secara hati-hati dan teliti oleh tim investigasi.

21. Menyiapkan dan mendistribusikan laporan tertulis.

Tim investigasi harus mendokumentiasikan setiap tindakan dan

mengorganisasikan temuan pada setiap tahap investigasi. Laporan sementara

perlu dipersiapkan dan didistribusikan sesuai kebutuhan. Ketika investigasi

secara keseluruhan telah selesai, harus dibuat suatu laporan akihir dan

dikirimkan ke departemen kesehatan dan departemen terkait lainnya, bidang

atau unit lainnya. Laporan akhir investigasi seharusnnya mengikuti format

ilmiah pada umumnya meliputi pendahuluan/latar belakang, metode, hasil,

diskusi, an ringkasan/rekomendasi, serta mencakup nama dan gelar orang yang

menyiapkan dan menerimanya.

Contoh format laporan akhir investigasi dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Bagian Uraikan/Beri penjelasan (Jika tersedia)

1. Pendahuluan/latar belakang

Wabah serupa yang sebelumnya telah dilaporkan; cara wabah tersebut telah dideteksi; siapa yang melakukan investigasi; jenis fasilitas dan area tempat wabah terjadi.

17

Page 18: BAB I-BAB III

2. Metodea. Metode laboratorium

b. Metode epidemiologik

c. Metode statistik

Jenis media yang digunakan; metode untuk mengumpulkan specimen; system identifikasi dan penggolongan yang digunakan untuk mikroorganisme yang telah di isolasi; uji serologi atau uji lainnya yang digunakan.Jenis penelitian yang digunakan; antara lain penelitian kasus control atau kohort); definisi kasus (possible, probable, definite; asimtomatik vs simtomatik); cara kelompok kasus dan kontrol diseleksi; sumber pengumpulan data (antara lain: rekam medis pasien atau penghuni, data surveilans pengendalian infeksi, data manajemen mutu, arsip laboratorium, laporan petugas pelanyanan kesehatan, arsip departemen kesehatan, survey telepon atau tertulis, wawancara dengan pasien, petugas atau pengunjung).

Uji statistic yang digunakan.

3. Hasil Temuan penelitian (fakta saja tanpa pembahasan); mungkin juga meliputi table kasus dan faktor risiko, kurva epidemik, dan peta (area map atau spot map) sesuai kebutuhan.

4. Pembahasan Interpretasi dan pembahasan temuan

5. Ringkasan/rekomendasi Ringkasan temuan dan rekomendasi

6. Distribusi laporan Catatan nama dan gelar orang yang telah diberi laporan

7. Pengarang Catatan nama dan gelar orang yang menyiapkan laporan.

G. Kegiatan Penanggulangan Wabah

Untuk dapat melakukan penanggulangan wabah banyak kegiatan yang harus

dilakukan. Untuk suatu Puskesmas, kegiatan tersebut secara sederhana dapat

dibedakan atas empat macam, yaitu:

18

Page 19: BAB I-BAB III

1. Menetapkan terjangkitnya keadaan wabah

Merupakan kegiatan pertama yang harus dilakukan. Untuk dapat menetapkan

terjangkit atau ridaknya wabah tersebut, perlu dilakukan pengumpulan data,

penganalisaan data, dan penarikan kesimpulan. Agas kesimpulan tersebut sesuai

dengan keadaan yang sebenarnya perlu dimiliki suatu pedoman pengambilan

kesimpulan. Pedoman yang dimaksud dikenal dengan nama Nilai Batas Keadaan

Wabah.

2. Melaksanakan penanganan keadaan wabah

Apabila telah dibuktikan adanya wabah, kegiatan selanjutnya yang perlu

dilakukan adalah melaksanakan penanganan wabah. Untuk ini ada tiga hal yang

harus dilakukan yakni :

a. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada penderita

b. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan kepada masyarakat

c. Kegiatan-kegiatan yang ditujukan terhadap lingkungan

3. Menetapkan berakhirnya keadaan wabah

Cara menetapkan berakhirnya keadaan wabah adalah sama dengan menetapkan

terjangkitnya wabah, yakni melakukan pengumpulan data, penganalisaan data,

dan penarikan kesimpulan. Penarikan kesimpulan disini juga memanfaatkan

Nilai Batas Keadaan Wabah yang telah ditetapkan.

4. Pelaporan wabah

Pada dasarnya laporan wabah tersebut meliputi laporan terjangkitnya keadaan

wabah, laporan penanganan wabah serta laporan berakhirnya keadaan wabah.

Semua laporan ini dipersiapkan oleh Puskesmas untuk dikirimkan ke Dinas

Kesehatan Tingkat II.Adanya laporan seperti ini dipandang penting dalam

rangka penyusunan rencana-rencana dan pelaksanaan rencana kerja

penanggulangan wabah itu sendiri.

Ruang lingkup penanggulangan wabah di Indonesia masih terbatas pada

penyakit menular. Jika ditinjau dari sudut program kesehatan masyarakat, maka

ada tidaknya penyakit menular di suatu Negara merupakan petunjuk dari maju

atau tidaknya program kesehatan masyarakat di Negara tersebut. Lazimnya jika

penyakit menular banyak ditemukan ini berarti program kesehatan masyarakat

belum maju dan demukian juga sebaliknya.

19

Page 20: BAB I-BAB III

GambarAlur Pelaporan Wabah

H. Faktor Yang Mempengaruhi Timbulya Wabah

1. Herd immunity yang rendah

Adalah daya tahan masyarakat terhadap penyebran penyakit infeksi karena

sebagian besar anggota masyarakat memiliki kekebalan terhadap penyakit

infeksi tersebut. Dalam keadaan tertentu herd immunity ini bisa menurun

sehingga terjadi wabah.

2. Patogenesity

Adalah kemampuan bibit penyakit untuk dapat menimbulkan suatu penyakit.

3. Lingkungan yang buruk

Adalah seluruh kondisi yang terdapat disekitar mikroorganisme tetapi

mempengaruhi kehidupan atau perkembangan mikroorganisme tersebut.

20

Page 21: BAB I-BAB III

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Wabah adalah suatu keadaan ketika dimana kasus penyakit atau peristiwa yang

lebih banyak daripada yang diperkirakan dalam suatu periode waktu tertentu di area

tertentu atau diantara kelompok tertentu. Dan dugaan terhadap suatu wabah mungkin

muncul ketika aktivitas surveilans rutin mendeteksi adanya suatu kluster kasus yang

tidak biasa atau terjadinya peningkatan jumlah kasus yang signifikan dari jumlah

biasanya dan diperlukan upaya evaluasi pada suatu masalah yang potensial atau

memulai investigasi.

Pengungkapan adanya wabah yang sering dilakukan atau didapatkan adalah

dengan deteksi dari analisis data surveilans rutin atau adanya laporan petugas,

pamong, atau warga yang cukup peduli. Alasan dilakukannya penyelidikan adanya

kemungkinan wabah adalah :

1. Mengadakan penanggulangan dan pencegahan

2. Kesempatan mengadakan penelitian dan pelatihan

3. Pertimbangan Program

4. Kepentingan Umum, Politik dan Hukum

B. Saran

Investigasi wabah adalah peristiwa yang lebih banyak dari biasanya, misalnya

wabah DBD.  Mencegah lebih baik daripada mengobati, maka dari itu investigasi

wabah dilakukan untuk mencegah KLB yang bisa saja terjadi di kemudian hari.

21