10
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan (neurosa) dan gangguan jiwa berat (psikosis). Psikosis ada dua jenis yaitu psikosis organik, dimana didapatkan kelainan pada otak dan psikosis fungsional tidak terdapat kelainan pada otak. Psikosis salah satu bentuk gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu gejala psikosis yang dialami penderita gangguan jiwa adalah yang merupakan gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Kecemasan merupakan gangguan kesehatan jiwa ringan, kecemasan berbahaya ketika berada pada tingkatan panik atau ketakutan. Ada berbagai macam tingkat 1

BAB I

Embed Size (px)

DESCRIPTION

skripsi

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Gangguan jiwa dibagi menjadi dua bagian besar, yaitu gangguan jiwa ringan

(neurosa) dan gangguan jiwa berat (psikosis). Psikosis ada dua jenis yaitu

psikosis organik, dimana didapatkan kelainan pada otak dan psikosis

fungsional tidak terdapat kelainan pada otak. Psikosis salah satu bentuk

gangguan jiwa merupakan ketidakmampuan untuk berkomunikasi atau

mengenali realitas yang menimbulkan kesukaran dalam kemampuan seseorang

berperan sebagaimana mestinya dalam kehidupan sehari-hari. Salah satu gejala

psikosis yang dialami penderita gangguan jiwa adalah yang merupakan

gangguan persepsi dimana pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya

tidak terjadi. Kecemasan merupakan gangguan kesehatan jiwa ringan,

kecemasan berbahaya ketika berada pada tingkatan panik atau ketakutan. Ada

berbagai macam tingkat kecemasan tetapi ketika kecemasan menimpa pada diri

seseorang maka harus segera dipikirkan cara untuk mengatasinya. (Davison, et

al, 2006).

Menurut Kaplan, Sadock, dan Grebb (2010) kecemasan adalah respon

terhadap situasi tertentu yang mengancam, dan merupakan hal yang normal

terjadi menyertai perkembangan, perubahan, pengalaman baru atau yang belum

pernah dilakukan, serta dalam menemukan identitas diri dan arti hidup. Namun

cemas yang berlebihan, apalagi yang sudah menjadi gangguan akan

menghambat fungsi seseorang dalam kehidupannya.

1

2

Kecemasan masih menjadi salah satu masalah gangguan kesehatan jiwa

yang masih banyak terjadi, baik di negara-negara maju maupun di negara

berkembang seperti di Indonesia. Gangguan kecemasan di Amerika Serikat

menjadi salah satu masalah psikiatrik yang sering terjadi. Tercatat setiap

tahunnya lebih dari seperempat penduduk Amerika Serikat (23 juta jiwa)

mengalami kecemasan. Kecemasan mempengaruhi sekitar 40 juta orang

dewasa Amerika usia 18 tahun dan lebih tua (sekitar 18%) pada tahun tertentu.

Dalam survey yang dilakukan di Amerika Serikat pasien yang mengalami

serangan panik rata-rata dalam satu tahun melakukan 37 kali kunjungan di

Rumah Sakit (NIMH, 2010).

Angka kecemasan semakin meningkat, prevalensi keadaan kecemasan

(anxietas) di Indonesia berkisar antara 2-5% dari populasi umum atau 7-16%

dari semua penderita gangguan jiwa (Pietra, 2001). Prevalensi tertinggi untuk

kecemasan dan depresi terdapat di Provinsi Jawa Barat (20,0%), terendah di

Provinsi Kep.Riau (5,1%) (Yuke, 2010).

Menurut Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2007, prevalensi gangguan

mental emosional berupa depresi dan cemas pada penduduk Indonesia sebesar

11,6 persen dari populasi orang remaja saat ini. Berarti dapat diketahui bahwa

jumlah populasi remaja di Indonesia kurang lebih 150.000.000 ada 1.740.000

orang yang mengalami gangguan mental emosional. Angka prevalensi ini

cenderung akan mengalami kenaikan seiring dengan pertambahan usia.

(Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 2008).

3

Datangnya ansietas tidak terduga tergantung dari stressor yang

mempengauruhi. Ansietas sering terjadi oleh para mahasiswa diantaranya

ketika mahasiswa akan menghadapi situasi yang sulit atau keadaan yang

dirasakan sangat mengganggu ketenangannya. Beberapa keadaan yang

membuat mahasiswa sering merasa tidak nyaman atau ansietas adalah

banyaknya tugas, serta beban tugas kuliah yang sangat berat (Hersen &

William Sledge 2012).

Stresor atau penyebab kecemasan pada mahasiswa dapat bersumber dari

kehidupan akademiknya, terutama dari tuntutan eksternal dan tuntutan dari

harapannya sendiri. Tuntutan eksternal dapat bersumber dari tugas-tugas

kuliah, beban pelajaran, tuntutan orang tua untuk berhasil di kuliahnya, dan

penyesuaian sosial di lingkungan kampusnya. Tuntutan ini juga termasuk

kompetensi perkuliahan dan meningkatnya kompleksitas materi perkuliahan

yang semakin lama semakin sulit. Tuntutan dari harapan mahasiswa dapat

bersumber dari kemampuan mahasiswa dalam mengikuti pelajaran (Heiman &

Kariv, 2005).

Mahasiswa kedokteran dilaporkan memiliki stressor yang tinggi atau penuh

dengan kecemasan dan ketika dibandingkan dengan populasi umum,

mahasiswa kedokteran lebih banyak mengalami tekanan, depresi, dan

kecemasan (Mahajan & Jadon, 2010).

4

Penelitian mengenai prevalensi kecemasan pada mahasiswa kedokteran

telah dilakukan pada beberapa universitas. Penelitian di Amerika Utara yang

dilakukan terhadap 100 mahasiswa menunjukkan bahwa prevalensi kecemasan

pada mahasiswa adalah 38% (Shannone, 1999). Penelitian sejenis dilakukan

oleh Firth (2004) pada salah satu fakultas kedokteran di Inggris. Penelitian

yang melibatkan 165 partisipan tersebut menunjukkan prevalensi kecemasan

pada mahasiswa fakultas kedokteran adalah 31,2%. Sementara itu, tiga

penelitian yang dilakukan di Asia menunjukkan hasil sebagai berikut: (1)

prevalensi kecemasan mahasiswa fakultas kedokteran Pakistan dengan 161

partisipan adalah 30,84% (Shah, Hasan, Malik, & Sreeramareddy, 2010). (2)

prevalensi kecemasan mahasiswa fakultas kedokteran Thailand dengan 686

partisipan adalah 61,4% (Saipanish, 2003). (3) prevalensi kecemasan

mahasiswa fakultas kedokteran Malaysia dengan 396 partisipan adalah 41,9%

(Sherina, 2004).

Selain itu, penelitian juga dilakukan di Amerika Serikat dan Kanada

menunjukkan prevalensi kecemasan pada mahasiswa kedokteran adalah 43%

(tahun 2006). Prevalensi kecemasan pada mahasiswa kedokteran Lithuania

adalah 43% (tahun 2008), Republik Makedonia tahun 2008 (65,5%), Saudi

Arabia tahun 2009 (29%), Mesir tahun 2008 (33,6%), Pakistan tahun 2008

(43,7%), Indonesia tahun 2010 pada Fakultas Kedokteran Universitas

Airlangga (45%) (Haryono, 2011).

5

Berdasarkan masa pendidikan di fakultas kedokteran terbagi menjadi

praklinik (perkuliahan) dan klinik (koasistensi). Untuk memperoleh gelar

dokter, seseorang mahasiswa kedokteran memerlukan waktu yang panjang,

dewasa ini seorang mahasiswa kedokteran diharuskan menempuh 5 sampai 6

tahun bahkan lebih untuk menjadi seorang dokter.

Selama 3,5 tahun pertama mahasiswa kedokteran dibekali pengetahuan

dasar tentang dunia kedokteran, kemudian selama 2 tahun mereka harus

mampu menerapkan teori ilmu kedokteran di masyarakat. Dalam hal ini

mahasiswa koasisten diharuskan bersikap profesional selayaknya seorang

dokter. Sehingga nantinya menjadi dokter profesional yang sesuai dengan

kebutuhan masyarakat, yang arif dan kompetitif. Dalam menjalani pendidikan

koasisten, kenyataanya mahasiswa kedokteran yang sedang menjalankan

koasisten banyak mengalami tekanan. Tekanan yang dialami oleh mahasiswa

koasisten dapat bersumber dari dalam diri maupun dari luar. Tekanan dari

dalam diri dapat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan maupun pengalaman.

Tekanan dari luar dapat muncul dari dosen pembimbing, dokter pembimbing

atau dokter senior maupun antar rekan sejawat. Akibatnya mahasiswa

koasistensi cenderung mengalami kecemasan (Zuhriyah, 2011).

Berdasarkan uraian diatas, peneliti tertarik melakukan penelitian untuk

mengetahui adakah perbedaan tingkat kecemasan antara mahasiswa preklinik

dan ko-asisten Fakultas Kedokteran Universitas Halu Oleo.

6

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dari latar belakang tersebut, maka rumusun masalah

dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.

1. Bagaimana tingkat kecemasan mahasiswa preklinik FK UHO?

2. Bagaimana tingkat kecemasan mahasiswa ko-asisten FK UHO?

3. Apakah ada perbedaan tingkat kecemasan antara mahasiswa preklinik dan

ko-asisten FK UHO?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk menganalisis tingkat kecemasan mahasiswa FK UHO.

2. Tujuan khusus

a. Untuk menganalisis tingkat kecemasan mahasiswa preklinik FK UHO.

b. Untuk menganalisis tingkat kecemasan mahasiswa ko-asisten FK UHO.

c. Untuk menganalisis perbedaan tingkat kecemasan mahasiswa preklinik

dan ko-asisten FK UHO.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Teoritis

Untuk memperluas wawasan tentang ilmu pengetahuan khususnya

Kedokteran Jiwa dan memberikan data ilmiah tentang perbedaan tingkat

kecemasan antara mahasiswa preklinik dan ko-asisten FK UHO.

7

2. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Pembimbing

Akademik (PA), psikiater, psikolog, mahasiswa, orang tua dan berbagai

pihak yang terkait guna membantu kelancaran proses belajar mengajar

mahasiswa dalam menyelesaikan studi.