34
BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah rumah sakit di selatan tenggara kota London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau benda – benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka yang serius. 1 Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat tinggal atau klub-klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di jalan raya dan 23% di dalam tempat tinggal dan klub-klub , 50% pasien sedang mabuk atau minum pada saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien tersebut adalah penganguran. Luka-luka yang disebabkan oleh pukulan (46%), tendangan (17%) bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%) sisanya disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab- penyebab lain yang tidak diketahui.1

BAB I Derajat Luka

Embed Size (px)

DESCRIPTION

derajat luka

Citation preview

Page 1: BAB I Derajat Luka

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Sejarah dan perkembangan Ilmu Forensik tidak dapat dipisahkan dari sejarah dan perkembangan hukum

acara pidana. Sebagaimana diketahui bahwa kejahatan yang terjadi di muka bumi ini sama usia tuanya

dengan sejarah manusianya itu sendiri. Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam kedokteran

Forensik. Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Dalam sebuah survey di sebuah

rumah sakit di selatan tenggara kota London dimana didapatkan 425 pasien yang dirawat oleh karena

kekerasan fisik yang disengaja. Beberapa jenis senjata digunakan pada 68 dari 147 kasus penyerangan di

jalan raya, terdapat 12 % dari penyerangan menggunakan besi batangan dan pemukul baseball atau

benda – benda serupa dengan itu, lalu di ikuti dengan penggunaan pisau 18%, terdapat nilai yang sangat

berarti dari kasus penusukan, sekitar 47% kasus yang masuk rumah sakit dan 90% mengalami luka yang

serius. 1

Hal yang harus dicatat bahwa terdapat 2 dari 3 penyerangan terjadi di dalam tempat tinggal atau klub-

klub dengan menggunakan pisau, kaca, dan bermacam-macam senjata. 40% kasus penikaman terjadi di

jalan raya dan 23% di dalam tempat tinggal dan klub-klub , 50% pasien sedang mabuk atau minum pada

saat sebelum waktu penyerangan, 27% pasien tersebut adalah penganguran. Luka-luka yang disebabkan

oleh pukulan (46%), tendangan (17%) bermacam-macam senjata (17%), pisau dan pecahan kaca (15%)

sisanya disebabkan oleh gigitan manusia dan penyebab-penyebab lain yang tidak diketahui.1

Jumlah kejahatan di Indonesia meningkat 15 persen pada 2006. Rata-rata orang terkena kejahatan pun

naik di tahun ini. Selama 2006, jumlah kejahatan meningkat dari 256.543 (tahun 2005) menjadi 296.119.

Inilah peningkatan kejahatan yakni sekitar 15,43 persen. Jumlah penduduk yang beresiko terkena

kejahatan rata-rata 123 orang per 100.000 penduduk Indonesia di 2006. Bila dibandingkan tahun 2005

terjadi kenaikan 1,65 persen.1,2

Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal 179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang

meminta keterangan ahli kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya.

Keterangan ahli tersebut adalah Visum et Repertum, dimana di dalamnya terdapat penjabaran tentang

keadaan korban, baik korban luka, keracunan, ataupun mati yang diduga karena tindak pidana.2,3

Bagi dokter yang bekerja di Indonesia perlu mengetahui ilmu kedokteran Forensik termasuk cara

Page 2: BAB I Derajat Luka

membuat Visum et Repertum. Seorang dokter perlu menguasai pengetahuan tentang mendeskripsikan

luka, tujuannya untuk mempermudah tugas-tugasnya dalam membuat Visum et Repertum yang baik

dan benar sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan

suatu tindak pidana. Pada kenyataannya dalam praktek, dokter sering mengalami kesulitan dalam

membuat Visum et Repertum karena kurangnya pengetahuan tentang luka. Padahal Visum et Repertum

harus di buat sedemikian rupa, yaitu memenuhi persyaratan formal dan material , sehingga dapat

dipakai sebagai alat bukti yang sah di sidang pengadilan.1,2,3

B. PERUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi luka?

2. Bagaimana klasifikasi luka?

3. Bagaimana dasar hukum luka terhadap kepentingan forensik?

4. Bagaimana menentukan luka berdasarkan waktu terjadinya?

C. TUJUAN PENULISAN

Dengan penyusunan referat ini kami berharap seorang dokter atau calon dokter mampu

mendeskripsikan luka secara benar sehingga mampu membuat Visum et Repertum yang baik dan benar

sehingga dapat digunakan sebagai alat bukti yang bisa meyakinkan hakim untuk memutuskan suatu

tindak pidana.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1. Definisi

Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh yang disebabkan oleh trauma benda tajam

atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan. 4

Luka adalah suatu gangguan dari kondisi normal pada kulit Didalam melakukan pemeriksaan terhadap

orang yang menderita luka akibat kekerasan, pada hakekatnya dokter diwajibkan untuk dapat

memberikan kejelasan dari permasalahan jenis luka yang terjadi, jenis kekerasan yang menyebabkan

luka, dan kualifikasi luka.1,4

Page 3: BAB I Derajat Luka

II.2. Etiologi 5

1. Luka karena kekerasan mekanik (benda tajam, tumpul, dan senjata api).

2. Luka karena kekerasan fisik (arus listrik, petir, suhu).

3. Luka karena kekerasan kimiawi (asam, basa, logam berat)

II.3. Klasifikasi Jenis Luka Berdasarkan Jenis Benda5,6,7

1. Jenis luka akibat kekerasan benda tumpul (blunt force injury).5,6

Benda tumpul bila mengenai tubuh dapat menyebabkan luka yaitu luka lecet, memar dan luka robek

atau luka robek atau luka terbuka. Dan bila kekerasan benda tumpul tersebut sedemikian hebatnya

dapat pula menyebabkan patah tulang.

a. Luka lecet (abrasion):

Luka lecet adalah luka yang superficial, kerusakan tubuh terbatas hanya pada lapisan kulit yang paling

luar/kulit ari. Walaupun kerusakan yang ditimbulkan minimal sekali, luka lecet mempunyai arti penting

di dalam Ilmu Kedokteran Kehakiman, oleh karena dari luka tersebut dapat memberikan banyak hal,

misalnya:

1) Petunjuk kemungkinan adanya kerusakan yang hebat pada alat-alat dalam tubuh, seperti hancurnya

jaringan hati, ginjal, atau limpa, yang dari pemeriksaan luar hanya tampak adanya luka lecet di daerah

yang sesuai dengan alat-alat dalam tersebut.

2) Petunjuk perihal jenis dan bentuk permukaan dari benda tumpul yang menyebabkan luka, seperti :

a. Luka lecet tekan pada kasus penjeratan atau penggantungan, akan tampak sebagai suatu luka lecet

yang berwarna merah-coklat, perabaan seperti perkamen, lebarnya dapat sesuai dengan alat penjerat

dan memberikan gambaran/cetakan yang sesuai dengan bentuk permukaan dari alat penjerat, seperti

jalianan tambang atau jalinan ikat pinggang. Luka lecet tekan dalam kasus penjeratan sering juga

dinamakan “jejas jerat”, khususnya bila alat penjerat masih tetap berada pada leher korban.

b. Di dalam kasus kecelakaan lalu lintas dimana tubuh korban terlindas oleh ban kendaraan, maka luka

lecet tekan yang terdapat pada tubuh korban seringkali merupakan cetakan dari ban kendaraan

tersebut, khususnya bila ban masih dalam keadaan yang cukup baik, dimana “kembang” dari ban

tersebut masih tampak jelas, misalnya berbentuk zig-zag yang sejajar. Dengan demikian di dalam kasus

tabrak lari, informasi dari sifat-sifat luka yang terdapat pada tubuh korban sangat bermanfaat di dalam

penyidikan.

c. Dalam kasus penembakan, yaitu bila moncong senjata menempel pada tubuh korban, akan

Page 4: BAB I Derajat Luka

memberikan gambaran kelainan yang khas yaitu dengan adanya “jejas laras”, yang tidak lain merupakan

luka lecet tekan. Bentuk dari jejas laras tersebut dapat memberikan informasi perkiraan dari bentuk

moncong senjata yang dipakai untuk menewaskan korban.

d. Di dalam kasus penjeratan dengan tangan (manual strangulation), atau yang lebih dikenal dengan

istilah pencekikan, maka kuku jari pembunuh dapat menimbulkan luka lecet yang berbentuk garis

lengkung atau bulan sabit; dimana dari arah serta lokasi luka tersebut dapat diperkirakan apakah

pencekikan tersebut dilakukan dengan tangan kanan, tangan kiri atau keduanya. Di dalam penafsiran

perlu hati-hati khususnya bila pada leher korban selain didapatkan luka lecet seperti tadi dijumpai pula

alat penjerat; dalam kasus seperti ini pemeriksaan arah lengkungan serta ada tidaknya kuku-kuku yang

panjang pada jari-jari korban dapat memberikan kejelasan apakah kasus yang dihadapi itu merupakan

kasus bunuh diri atau kasus pembunuhan, setelah dicekik kemudian digantung.

e. Dalam kasus kecelakaan lalu-lintas dimana tubuh korban bersentuhan dengan radiator, maka dapat

ditemukan luka lecet tekan yang merupakan cetakan dari bentuk radiator penabrak.

3) Petunjuk dari arah kekerasan, yang dapat diketahui dari tempat dimana kulit ari yang terkelupas

banyak terkumpul pada tepi luka; bila pengumpulan tersebut terdapat di sebelah kanan maka arah

kekerasan yang mengenai tubuh korban adalah dari arah kiri ke kanan. Di dalam kasus-kasus

pembunuhan dimana tubuh korban diseret maka akan dijumpai pengumpulan kulit ari yang terlepas

yang mendekati ke arah tangan, bila tangan korban dipegang; dan akan mendekati ke arah kaki bila kaki

korban yang dipegang sewaktu korban diseret.

Gambar 1. Luka lecet jenis geser akibat kecelakaan lalu lintas.

Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id

b. Luka memar (contusion)

Luka memar adalah suatu keadaan dimana terjadi pengumpulan darah dalam jaringan yang terjadi

sewaktu orang masih hidup, dikarenakan pecahnya pembuluh darah kapiler akibat kekerasan benda

tumpul. Bila kekerasan benda tumpul yang mengakibatkan luka memar terjadi pada daerah dimana

jaringan longgar, seperti di daerah mata, leher, atau pada orang yang lanjut usia, maka luka memar yang

tampak seringkali tidaka sebanding dengan kekerasan, dalam arti seringkali lebih luas; dan adanya

jaringan longgar tersebut memungkinkan berpindahnya “memar” ke daerah yang lebih rendah,

berdasarkan gravitasi.

Page 5: BAB I Derajat Luka

Salah satu bentuk luka memar yang dapat memberikan informasi mengenai bentuk dari benda tumpul,

ialah apa yang dikenal dengan istilah “perdarahan tepi” (marginal haemorrhages), misalnya bila tubuh

korban terlindas ban kendaraan, dimana pada tempat yang terdapat tekanan justru tidak menunjukkan

kelainan, kendaraan akan menepi sehingga terbentuk perdarahan tepi yang bentuknya sesuai dengan

bentuk celah antara kedua kembang ban yang berdekatan.

Hal yang sama misalnya bila seseorang dipukul dengan rotan atau benda yang sejenis, maka akan

tampak memar yang memanjang dan sejajar yang membatasi darah yang tidak menunjukkan kelainan;

darah antara kedua memar yang sejajar dapat menggambarkan ukuran lebar dari alat pengukur yang

mengenai tubuh korban.

Gambar 2. Luka memar akibat gigitan (Bite mark)

Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id

c. Luka robek, retak, koyak (laceration)

Luka robek atau luka terbuka yang disebabkan oleh kekerasan benda tumpul dapat terjadi bila

kekerasan yang terjadi sedemikian kuatnya hingga melampaui elastisitas kulit atau otot, dan lebih

dimungkinkan bila arah dari kekerasan tumpul tersebut membentuk sudut dengan permukaan tubuh

yang terkena benda tumpul. Dengan demikian bila luka robek tersebut salah satu tepinya terbuka ke

kanan misalnya, maka kekerasan atau benda tumpul tersebut datang dari arah kiri; jika membuka ke

depan maka kekerasan benda tumpul datang dari arah belakang. Pelukisan yang cermat dari luka

terbuka akibat benda tumpul dengan demikian dapat sangat membantu penyidik khususnya sewaktu

dilakukannya rekonstruksi; demikian pula sewaktu dokter dijadikan saksi di meja hakim.

Luka robek atau luka terbuka akibat kekerasan benda tumpul dapat dibedakan dengan luka terbuka

akibat kekerasan benda tajam, yaitu dari sifat-sifatnya serta hubungan dengan jaringan sekitar luka.

Luka robek mempunyai tepi yang tidak teratur, terdapat jembatan-jembatan jaringan yang

menghubungkan kedua tepi luka, akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasannya di daerah

yang berambut, di sekitar luka robek ssring tampak adanya luka lecet atau luka memar.

Oleh karena luka pada umumnya mendatangkan rasa nyeri yang hebat dan lambat mendatangkan

kematian, maka jarang dijumpai kasus bunuh diri dengan membuat luka terbuka dengan benda tumpul.

Page 6: BAB I Derajat Luka

Gambar 3. Luka robek pada tungkai akibat kecelakaan lalu lintas

Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id

2. Jenis luka akibat benda tajam.5,7

Benda-benda yang dapat mengakibatkan luka seperti ini adalah benda yang memiliki sisi tajam, baik

berupa garis maupun runcing, yang bervariasi dari alat-alat seperti golok, pisau, dan sebagainya hingga

keeping kaca, gelas, logam, sembilu bahkan tepi kertas atau rumput.5,7

Putusnya atau rusaknya continuitas jaringan karena trauma akibat alat/senjata yang bermata tajam dan

atau berujung runcing. Luka akibat benda tajam pada umumnya mudah dibedakan dari luka yang

disebabkan oleh benda tumpul dan dari luka tembakan senjata api.7

Pada kematian yang disebabkan oleh benda tajam, walaupun tetap harus dipikirkan kemungkinan

karena suatu kecelakaan; tetapi pada umumnya karena suatu peristiwa pembunuhan atau peristiwa

bunuh diri.

a. Luka iris / luka sayat (incised wound)

Adalah luka karena alat yang tepinya tajam dan timbulnya luka oleh karena alat ditekan pada kulit

dengan kekuatan relatif ringan kemudian digeserkan sepanjang kulit.

Gambar 4. Luka Iris

Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id

b. Luka tusuk (stab wound)

Luka akibat alat yang berujung runcing dan bermata tajam atau tumpul yang terjadi dengan suatu

tekanan tegak lurus atau serong pada permukaan tubuh. Contoh: belati, bayonet, keris, clurit, kikir,

tanduk kerbau

Selain itu, pada luka tusuk , sudut luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah

berupa pisau bermata satu atau bermata dua.

Gambar 5. Luka tusuk

Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id

Page 7: BAB I Derajat Luka

c. Luka bacok (chop wound)

Adalah luka akibat benda atau alat yang berat dengan mata tajam atau agak tumpul yang terjadi dengan

suatu ayunan disertai tenaga yang cukup besar. Contoh : pedang, clurit, kapak, baling-baling kapal.

Gambar 6. Luka bacok

Dikutip dari: www.fk.uwks.ac.id

d. Luka akibat benda yang mudah pecah (kaca)

Kekerasan oleh benda yang mudah pecah (misalnya kaca), dapat mengakibatkan luka-luka campuran;

yang terdiri atas luka iris, luka tusuk, luka lecet.

Pada daerah luka atau sekitarnya biasanya tertinggal fragmen-fragmen dari benda yang mudah pecah

itu. Jika yang menjadi penyebabnya adalah kaca mobil maka luka-luka campuran yang terjadi hanya

terdiri atas luka lecet dan luka iris saja, sebab kaca mobil sengaja dirancang sedemikian rupa sehingga

jika pecah akan terurai menjadi bagian-bagian kecil.

3. Luka akibat tembakan senjata api

Luka tembak masuk (LTM) jarak jauh hanya dibentuk oleh komponen anak peluru, sedangkan LTM jarak

dekat dibentuk oleh komponen anak peluru dan butir-butir mesiu yang tidak habis terbakar. LTM jarak

sangat dekat dibentuk oleh komponen anak peluru, butir mesiu, jelaga dan panas/api. LTM

tempel/kontak dibentuk oleh seluruh komponen tersebut di atas (yang akan masuk ke saluran luka) dan

jejas laras. Saluran luka akan berwarna hitam dan jejas laras akan tampak mengelilingi luka tembak

masuk sebagai luka lecet jenis tekan, yang terjadi sebagai akibat tekanan berbalik dari udara hasil

ledakan mesiu.

Gambaran LTM jarak jauh dapat ditemukan pada korban yang tertembak pada jarak yang dekat/sangat

dekat, apabila di atas permukaan kulit terdapat penghalang misalnya pakaian yang tebal, ikat pinggang,

helm dan sebagainya sehingga komponen-komponen butir mesiu yang tidak habis terbakar, jelaga dan

api tertahan oleh penghalang tersebut.

Pada tempat anak peluru meninggalkan tubuh korban akan ditemukan luka tembak kleuar (LTK). LTK

umumnya lebih besar dari LTM akibat terjadinya deformitas anak peluru, bergoyangnya anak peluru dan

terikutnya jaringan tulang yang pecah keluar dari LTK.

LTK mungkin lebih kecil dari LTM dari LTM bila terjadi pada luka tembak tempel/kontak, atau pada anak

Page 8: BAB I Derajat Luka

peluru yang telah kehabisan tenaga pada saat akan keluar meninggalkan tubuh. Di sekitar LTK mungkin

pula dijumpai daerah lecet bila pada tempat keluar tersebut terdapat benda yang keras, misalnya ikat

pinggang, atau korban sedang bersandar pada dinding.7,8

4. Jenis luka akibat suhu / temperatur

a) Benda bersuhu tinggi.

Kekerasan oleh benda bersuhu tinggi akan dapat menimbulkan luka bakar yang cirinya amat tergantung

dari jenis bendanya, ketinggian suhu serta lamanya kontak dengan kulit. Api, benda padat panas atau

membara dapat mengakibatkan luka bakar derajat I, II, III atau IV. Zat cair panas dapat mengakibatkan

luka bakar tingkat I, II atau III. Gas panas dapat mengakibatkan luka bakar tingkat I, II, III atau IV.

b) Benda bersuhu rendah.

Kekerasan oleh benda bersuhu dingin biasanya dialami oleh bagian tubuh yang terbuka; seperti misalnya

tangan, kaki, telinga atau hidung.

Mula-mula pada daerah tersebut akan terjadi vasokonstriksi pembuluh darah superfisial sehingga

terlihat pucat, selanjutnya akan terjadi paralise dari vasomotor kontrol yang mengakibatkan daerah

tersebut menjadi kemerahan. Pada keadaan yang berat dapat menjadi gangren.

5. Luka akibat trauma listrik

Sengatan oleh benda bermuatan listrik dapat menimbulkan luka bakar sebagai akibat berubahnya energi

listrik menjadi energi panas. Besarnya pengaruh listrik pada jaringan tubuh tersebut tergantung dari

besarnya tegangan (voltase), kuatnya arus (ampere), besarnya tahanan (keadaan kulit kering atau

basah), lamanya kontak serta luasnya daerha terkena kontak.

Bentuk luka pada daerah kontak (tempat masuknya arus) berupa kerusakan lapisan kulti dengan tepi

agak menonjol dan disekitarnya terdapat daerah pucat dikelilingi daerah hiperemis. Sering ditemukan

adanya metalisasi.

Pada tempat keluarnya arus dari tubuh juga sering ditemukannya luka. Bahkan kadang-kadang bagian

dari baju atau sepatu yang dilalui oleh arus listrik ketika meninggalkan tubuh juga ikut terbakar.

Tegangan arus kurang dari 65 voltase biasanya tidak membahayakan, tetapi tegangan antara 65-1000

volt dapat mematikan. Sedangkan kuat arus (ampere) yang dapat mematikan adalah 100 mA.

Kematian tersebut terjadi akibat fibrilasi ventrikel, kelumpuhan otot pernapasan atau pusat pernapasan.

Sedang faktor yang sering memperngaruhi kefatalan adalah kesadaran seseorang akan adanya arus

listrik pada benda yang dipegangnya. Bagi orang-orang tidak menyadari adanya arus listrik pada benda

Page 9: BAB I Derajat Luka

yang dipegangnya biasanya pengaruhnya lebih berat dibanding orang-orang yang pekerjaannya setiap

hari berhubungan dengan listrik.

6. Luka akibat petir

Petir terjadi karena adanya loncatan arus listrik di awan yang tegangannya dapat mencapai 10 mega Volt

dengan kuat arus sekitar 100.000 A ke tanah. Luka-luka karena sambaran petir pada hakekatnya

merupakan luka-luka gabungan akibat listrik, panas dan ledakan udara. Luka akibat panas berupa luka

bakar dan luka akibat ledakan udara berupa luka-luka yang mirip dengan akibat persentuhan dengan

benda tumpul.

Dapat terjadi kematian akibat efek arus listrik yang melumpuhkan susunan syaraf pusat, menyebabkan

fibrilasi ventrikel. Kematian juga dapat terjadi karena efek ledakan atau efek dari gas panas yang

ditimbulkannya. Pada korban mati sering ditemukan adanya arborescent mark (percabangan pembuluh

darah terlihat seperti percabangan pohon), metalisasi benda-benda dari logam yang dipakai,

magnetisasi benda-benda dari logam yang dipakai. Pakaian korban terbakar atau robek-robek.9

7. Jenis luka akibat zat kimia korosif

Zat-zat kimia korosif dapat menimbulkan luka-luka apabila mengenai tubuh manusia.

Ciri-ciri lukanya amat tergantung dari golongan zat kimia tersebut, yaitu :

(a) Golongan Asam.

Termasuk zat kimia korosif dari golongan asam antara lain :

• Asam mineral, antara lain : H2SO4, HCl dan NO3.

• Asam organik, antara lain : asam oksalat, asam formiat dan asam asetat.

• Garam mineral, antara lain : AgNO3 dan Zinc Chlorida.

• Halogen, antara lain : F, Cl, Ba dan J.

Cara kerja zat kimia korosif dari golongan ini sehingga mengakibatkan luka, ialah:

• Mengekstraksi air dari jaringan.

• Mengkoagulasi protein menjadi albuminat.

• Mengubah hemoglobin menjadi acid hematin.

Ciri-ciri dari luka yang terjadi akibat zat-zat asam korosif tersebut di atas ialah:

• Terlihat kering.

• Berwarna coklat kehitaman, kecuali yang disebabkan oleh nitric acid berwarna kuning kehijauan.

• Perabaan keras dan kasar.

Page 10: BAB I Derajat Luka

(b) Golongan Basa.

Zat-zat kimia korosif yang termasuk golongan basa antara lain :

• KOH

• NaOH

• NH4OH

Cara kerja dari zat-zat tersebut sehingga menimbulkan luka ialah:

• Mengadakan ikatan dengan protoplasma sehingga membentuk alkaline albumin dan sabun.

• Mengubah hemoglobin menjadi alkaline hematin.

Ciri-ciri luka yang terjadi sebagai akibat persentuhan dengan zat-zat ini :

• Terlihat basah dan edematus

• Berwarna merah kecoklatan

• Perabaan lunak dan licin.

II.4. Petunjuk Deskripsi Luka dan Lokasi 3

Dalam mendeskripsikan luka terbuka harus mencakup jumlah, lokasi, bentuk, ukuran, dan sifat luka.

Sedangkan untuk luka tertutup, sifat luka tidak perlu dicantumkan dalam pendeskripsian luka. Untuk

penulisan deskripsi luka jumlah, lokasi, bentuk, ukuran tidak harus urut tetapi penulisan harus selalu

ditulis diakhir kalimat.

Deskripsi luka meliputi :

1. Jumlah luka.

2. Lokasi luka, meliputi:

a. Lokasi berdasarkan regio anatomiknya.

b. Lokasi berdasarkan garis koordinat atau berdasarkan bagian-bagian tertentu dari tubuh. Menentukan

lokasi berdasarkan garis koordinat dilakukan untuk luka pada regio yang luas seperti di dada, perut,

penggung. Koordinat tubuh dibagi dengan menggunakan garis khayal yang membagi tubuh menjadi dua

yaitu kanan dan kiri, garis khayal mendatar yang melewati puting susu, garis khayal mendatar yang

melewati pusat, dan garis khayal mendatar yang melewati ujung tumit. Pada kasus luka tembak harus

selalu diukur jarak luka dari garis khayal mendatar yang melewati kedua ujung tumit untuk kepentingan

rekonstruksi. Untuk luka di bagian punggung dapat dideskripsikan lokasinya berdasarkan garis khayal

yang menghubungkan ujung bawah tulang belikat kanan dan kiri.

Page 11: BAB I Derajat Luka

Gambar 7. Koordinat Tubuh

Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum

3. Bentuk luka, meliputi :

a. Bentuk sebelum dirapatkan

b. Bentuk setelah dirapatkan

4. Ukuran luka, meliputi sebelum dan sesudah dirapatkan ditulis dalam bentuk panjang x lebar x tinggi

dalam satuan sentimeter atau milimeter.

Contoh :

Gambar 8. Deskripsi Luka Dengan Ukuran Kecil

Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum

Gambar 9. Deskripsi Luka Dengan Ukuran Lebar

Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum

Gambar 10. Deskripsi Luka Dengan Ukuran Panjang

Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum

5. Sifat-sifat luka, meliputi :

a. Daerah pada garis batas luka, meliputi :

Batas (tegas atau tidak tegas)

Tepi (rata atau tidak rata)

Sudut luka (runcing atau tumpul)

b. Daerah di dalam garis batas luka, meliputi:

Jembatan jaringan (ada atau tidak ada)

Tebing (ada atau tidak ada, jika ada terdiri dari apa)

Dasar luka

c. Daerah di sekitar garis batas luka, meliputi :

Page 12: BAB I Derajat Luka

Memar (ada atau tidak)

Lecet (ada atau tidak)

Tatoase (ada atau tidak)

Gambar 11. Bagian-bagian Luka

Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum

Contoh Beberapa Deskripsi Macam-Macam Luka :

1. Luka Iris

Pada pemeriksaan ditemukan luka.

Jumlahnya: Satu.

Lokasinya: Di perut kanan atas, ujung pertama sepuluh sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh

dan lima sentimeter di atas garis mendatar yang melewati pusat sedang ujung kedua lima belas

sentimeter dari garis tengah tubuh dan empat sentimeter di atas garis mendatar yang melewati pusat.

Bentuknya: Sebelum dirapatkan terbuka dan ketika ditautkan rapat serta membentuk garis lurus (atau

sedikit lengkung) yang arahnya miring.

Ukurannya: Sebelum ditautkan panjang lima sentimeter, lebar dua sentimeter dan dalamnya satu

sentimeter. Ketika dirapatkan panjang luka menjadi lima koma tiga sentimeter.

Sifatnya: Garis batas luka bentuknya teratur, tepi rata dan kedua sudutnya runcing. Tebing luka rata dan

terdiri atas jaringan kulit, jaringan ikat, lemak serta otot. Jembatan jaringan tidak ada. Dasar luka terdiri

atas jaringan otot. Daerah di sekitar garis batas luka tidak didapati memar

Gambar 12. Luka iris

Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology

2. Luka Tusuk

Pada pemeriksaan ditemukan luka.

Jumlahnya: Satu.

Letaknya: Di dada bagian kanan atas, sepuluh sentimeter sebelah kanan garis tengah tubuh dan tujuh

sentimeter di atas garis mendatar yang melewati puting susu.

Page 13: BAB I Derajat Luka

Bentuknya: Berupa luka tembus seperti celah dan ketika ditautkan rapat serta membentuk garis lurus

yang arahnya mendatar.

Ukurannya: Sebelum dirapatkan panjangnya dua koma lima sentimeter, lebar nol koma enam

sentimeter dan dalamnya belum dapat ditentukan pada pemeriksaan luar sebab luka menembus dinding

dada. Ketika dirapatkan panjangnya menjadi dua koma tujuh sentimeter.

Sifatnya: Garis batas luka bentuknya teratur dan simetris, tepinya rata serta kedua sudutnya runcing.

Tebing luka rata terdiri atas kulit, jaringan ikat, jaringan lemak dan otot. Tidak ditemukan ada-nya

jembatan jaringan dan dasar luka tidak terlihat pada pemeriksaan luar. Di sekitar garis batas luka tidak

ada memar.

Gambar 13. Luka Tusuk

Dikutip dari: Color Atlas of Forensic Pathology

3. Luka Tembak Masuk

Pada pemeriksaan ditemukan luka.

Jumlahnya: Satu.

Lokasinya: Di perut bagian kanan atas, delapan sentimeter di sebe¬lah kanan dari garis tengah tubuh

dan setinggi seratus sepuluh sentimeter dari tumit. (Pada luka tembak selalu diukur setinggi berapa

sentimeter dari tumit guna kepentingan rekonstruksi).

Bentuknya: Terdiri atas dua bagian, yaitu bagian luar berupa cincin lecet dan bagian dalamnya berupa

lubang. Posisi lubang terhadap cincin lecet konsentris (atau episentris).

Ukurannya: Diameter cincin lecet sebelas milimeter dan diameter lubang sembilan milimeter.

Sifatnya: Garis batas luar dari cincin lecet bentuknya teratur (bulat) serta tepinya tak rata dan garis batas

lubang bentuknya juga teratur serta tepi-nya tidak rata.

Tebing luka tak rata, berbentuk silinder dan terdiri atas jaringan kulit, jaringan ikat, otot dan tulang.

Dasar cincin lecet adalah jaringan ikat sedang dasar lubang tidak dapat ditentukan pada pe-meriksaan

luar sebab menembus dinding perut. Daerah di sekitar cincin lecet terlihat memar ber-warna merah

kebiruan, jelaga dan tatoase.

Gambar 14. Contoh Deskripsi Luka Tembak

Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum

Page 14: BAB I Derajat Luka

Gambar 15. Deskripsi Luka Tembak Masuk

Dikutip dari: Petunjuk Praktikum Pembuatan Visum Et Repertum

Gambar 16. Luka Tembak Masuk

Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology

4. Memar (Kontusi)

Pada pemeriksaan ditemukan memar.

Jumlahnya: Dua buah.

Lokasinya: Memar pertama di sisi luar dari lengan bawah kiri, sepuluh sentimeter dari garis pergelangan

tangan. Memar kedua di pipi kiri, lima sentimeter sebelah kiri dari garis tengah tubuh dan lima

sentimeter sebelah bawah dari garis mendatar yang melewati kedua mata.

Bentuknya: Tidak teratur.

Ukurannya: Memar di lengan kiri tiga sentimeter kali empat sen¬timeter dan memar di pipi tiga

sentimeter kali tiga sentimeter.

Sifatnya: Garis batas memar tidak begitu tegas dan ben¬tuknya tidak teratur.

Daerah di dalam garis batas luka terlihat sedikit menonjol (bengkak), terdiri atas kulit yang masih utuh.

Di sekitar memar tidak ditemukan kelainan.4

Gambar 17. Kumpulan luka gores dan memar

Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology

Gambar 18. Luka memar seminggu pada payudara

Dikutip dari: A Color Atlas of Forensic Pathology

II.5. WAKTU TERJADINYA KEKERASAN 5,7,8

Waktu terjadinya kekerasan merupakan hal yang sangat penting bagi keperluan penuntutan oleh

Page 15: BAB I Derajat Luka

penuntut umum, pembelaan oleh penasehat hukum terdakwa serta untuk penentuan keputusan oleh

hakim. Dalam banyak kasus informasi tentang waktu terjadinya kekerasan akan dapat digunakan sebagai

bahan analisa guna mengungkapkan banyak hal, teerutama yang berkaitan dengan alibi seseorang.

Masalahnya ialah, tidak seharusnya seseorsng dituduh atau dihukum jika pada saat terjadinya tindak

pidana ia berada di tempat yang jauh dari tempat kejadian perkara.

Dengan melakukan pemeriksaan yang teliri akan dapat ditentukan :

Luka terjadi ante mortem atau post mortem

Umur luka

a. Luka ante mortem atau post mortem

Jika pada tubuh jenazah ditemukan luka maka pertanyaannya ialah luka itu terjadi sebelum atau

sesudah mati. Untuk menjawab pertanyaan tersebut perlu dicari ada tidaknya tanda-tanda intravital.

Jika ditemukan berarti luka terjadi sebelum mati dan demikian pula sebaliknya.

Tanda intravital itu sendiri pada hakekatnya merupakan tanda yang menunjukkan bahwa :

1. Jaringan setempat masih hidup ketika terjadi trauma.

Tanda-tanda bahwa jaringan yang terkena trauma masih dalam keadaan hidup ketika terjadi trauma

antara lain :

a. Retraksi jaringan.

Terjadi karena serabut-serabut elastis di bawah kulit terpotong dan kemudian mengkerut sambil

menarik kulit di atasnya. Jika arah luka memotong serabut secara tegak lurus maka bentuk luka akan

menganga, tetapi jika arah luka sejajar dengan serabut elastis maka bentuk luka tidak begitu menganga.

b. Retraksi vaskuler.

Bentuk retraksi vaskuler tergantung dari jenis trauma, yaitu :

1. Pada trauma suhu panas, bentuk reaksi intravitalnya berupa:

Eritema (kulit berwarna kemerahan)

Vesikel atau bulla

2. Pada trauma benda keras dan tumpul, bentuk intravital berupa :

- Kontusio atau memar.

c. Retraksi mikroorganisme (infeksi)

Jika tubuh dari orang masih hidup mendapat trauma maka pada daerah tersebut akan terjadi aktivitas

biokimiawi berupa :

Kenaikan kadar serotinin (kadar maksimal terjadi 10 menit sesudah trauma).

Page 16: BAB I Derajat Luka

Kenaikan kadar histamine (kadar maksimal terjadi 20-30 menit sesudah trauma)

Kenaikan kadar enzime yang terjadi beberapa jam sesudah trauma sebagai akibat dari mekanisme

pertahanan jaringan.

2. Organ dalam masih berfungsi saat terjadi trauma

Jika organ dalam (jantung atau paru) masih dalam keadaan berfuungsi ketika terjadi trauma maka

tanda-tandanya antara lain :

a. Perdarahan hebat (profuse bleeding)

Trauma yang terjadi pada orang hidup akan menimbulkan perdarahan yang banyak sebab jantung masih

bekerja terus-menerus memompa darah lewat luka.Berbeda dengan trauma yang terjadi sesudah mati

sebab keluarnya darah secara pasif karena pengaruh gravitasi sehingga jumlah lukanya tidak banyak.

Perdarahan pada luka intravital dibagi 2, yaitu :

Perdarahan internal :

Mudah dibuktikan karena darah tertampung dirongga badan (rongga perut, rongga panggul, rongga

dada, rongga kepala dan kantong perikardium) sehingga dapat diukur pada waktu otopsi.

Perdarahan eksternal :

Darah yang tumpah di tempat kejadian, yang hanya dapat disimpulkan jika pada waktu otopsi

ditemukan tanda-tanda anemis (muka dan organ-organ dalam pucat) disertai tanda-tanda limpa melisut,

jantung dan nadi utama tidak berisi darah.

b. Emboli udara.

Terdiri atas emboli udara venosa (pulmoner) dan emboli udara arterial (sistemik). Emboli udara venosa

terjadi jika lumen dari vena yang terpotong tidak mengalami kolap karena terfiksir dengan baik, seperti

misalnya vena jugularis eksterna atau subclavia. Udara akan masuk ketika tekanan di jantung kanan

negatif. Gelembung udara yang terkumpul di jantung kanan dapat terus menuju ke daerah paru-paru

sehingga dapat mengganggu fungsinya.

Emboli arterial dapat terjadi sebagai kelanjutan dari emboli udara venosa pada penderita foramen ovale

persisten atau sebagai akibat dari tindakan pneumotorak artifisial atau karena luka-luka yang menembus

paru-paru. kematian dapat terjadi akibat gelembung udara masuk pembuluh darah koroner atau otak.

c. Emboli lemak.

Emboli lemak dapat terjadi pada trauma tumpul yang mengenai jaringan berlemak atau trauma yang

mengakibatkan patah tulang panjang. Akibatnya jaringan jaringan lemak akan mengalami pencairan dan

kemudian masuk kedalam pembuluh darah vena yang pecah menuju atrium kanan, ventrikel kanan dan

Page 17: BAB I Derajat Luka

dapat terus menuju daerah paru-paru.

d. Pneumotorak

Jika dinding dada menderita luka tembus atau paru-paru menderita luka, sementara paru-paru itu

sendiri tetap berfungsi maka luka berfungsi sebagai ventil. Akibatnya, udara luar atau udara paru-paru

akan masuk ke rongga pleura setiap inspirasi.

Semakin lama udara yang masuk ke rongga pleura semakin banyak yang pada akhirnya akan

menghalangi pengembangan paru-paru sehingga pada akhirnya paru-paru menjadi kolap.

e. Emfisema kulit krepitasi

Jika trauma pada dada mengakibatkan tulang iga patah dan menusuk pau-paru maka pada setiap

ekspirasi udara, paru-paru dapat masuk ke jaringan ikat di bawah kulit. Pada palpasi akan terasa ada

krepitasi disekitar daerah trauma. Keadaan seperti ini tidak mungkin terjadi jika trauma terjadi sesudah

orang meninggal.

b) Umur Luka 5,9,10

Untuk mengetahui kapan kapan terjadi kekerasan, perlu diketahui umur luka. Tidak ada satupun metode

yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan (baik pada korban hidup atau mati)

dilakukan mengingat adanya faktor individual, penyulit (misalnya infeksi, kelainan darah, atau penyakit

defisiensi).

Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk memperkirakannya, yaitu dengan melakukan :

1. Pemeriksaan Makroskopik.

Pemeriksaan dengan mata telanjang atas luka dapat memperkirakan berapa umur luka tersebut. Pada

korban hidup, perkiran dihitung dari saat trauma sampai saat diperiksa dan pada korban mati, mulai dari

saat trauma sampai saat kematiannya.

Pada kekerasan dengan benda tumpul, umur luka dapat diperkirakan dengan mengamati perubahan-

perubahan yang terjadi. Mula-mula akan terlihat pembengkakan akibat ekstravasai dan inflamasi,

berwarna merah kebiruan. Sesudah 4 sampai 5 hari warna tersebut berubah menjadi kuning kehijauan

dan sesudah lebih dari seminggu menjadi kekuningan. Pada luka robek atau terbuka dapat diperkirakan

umurnya dengan mengamati perubahan-perubahannya. Dalam selang waktu 12 jam sesudah trauma

akan terjadi pembengkakan pada tepi luka. Selanjutnya kondisi luka akan didominasi oleh tanda-tanda

inflamasi dan disusul tanda penyembuhan.

2. Pemeriksaan mikroskopik

Perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik pada korban mati. Selain berari guna bagi penentuan

intravitalitas luka, juga dapat menentukan umur luka secara lebih teliti dengan mengamati perubahan-

Page 18: BAB I Derajat Luka

perubahan histologiknya.

Menurut Walcher, Robertson dan hodge, infiltrasi perivaskular dari lekosit polimorfnuklear dapat dilihat

dengan jelas pada kasus dengan periode-periode survival sekitar 4 jam atau lebih. Dilatasi kapiler dan

marginasi sel lekosit mungkin dapat lebih dini lagi, bahkan beberapa menit sesudah trauma.

Pada trauma dengan iinflamasi aseptik, proses eksudasi akan mencapai puncaknya dalam waktu 48 jam.

Epitelisasi baru terjadi hati ketiga, sedang sel-sel fibroblas mulai menunjukkan perubahan reaktif sekitar

15 jam sesudah trauma. Tingkat proliferasi tersebut serta pembentukan kapiler-kapiler baru sangat

variatif, biasanya jaringan granulasi lengkap dengan vaskularisasinya akan terbentuk sesudah 3 hari.

Serabut kolagen yang baru juga mulai terbentuk 4 atau 5 hari sesudah trauma.

Pada luka-luka kecil, kemungkinan jaringan parut tampak pada akhir minggu pertama. Biasanya sekitar

12 hari sesudah trauma, aktivitas sel-sel epitel dan jaringan di bawahnya mengalami regresi. Akibatnya

jaringan epitel mengalami atrofi, vaskularisasi jeringan di bawahnya juga berkurang diganti serabut-

serabut kolagen. Sampai beberapa minggu sesudah penyembuhannya, serabut elastis masih lebih

banyak dari jaringan yang tidak kena trauma.

Perubahan histologik dari luka sangat dipengaruhi oleh ada tidaknya infeksi karena infeksi akan

menghambat proses penyembuhan luka.

3. Pemeriksaan histokemik

Perubahan morfologik dari jaringan hidup yang mendapat trauma adalah akibat dari fenomena

fungsional yang sejalan dengan aktifitas enzim, yaitu protein yang berfungsi sebagai katalisator reaksi

biologik.

Pemeriksaan histokemik ini didasarkan pada reaksi yang dapat dilihat dengan pemeriksaan mikroskopik

dengan menambahkan zat-zat tertentu.

Mula-mula luka atau bagian dari luka dipotong dengan menyertakan jaringan di sekitarnya, kira-kira

setengah inci. Separo dari potongan itu difiksasi dengan mengunakan formalin 10% di dalam refrigerator

dengan suhu 4 derajat celcius sepanjang malam untuk membuktikan adanya aktifitas esterase dan

fosfatase. Separonya lagi dibekukan dengan isopentane dengan menggunakan es kering guna

mendeteksi adanya adenosine triphosphatase dan aminopeptidase.

Peningkatan aktifitas adenosine triphosphatase dan esterase dapat dilihat lebih dini setengah jam

setelah trauma. Peningkatan aktifitas aminopeptidase dapat dilihat sesudah 2 jam, sedang peningkatan

acid phosphatase alkali phophatase sesudah 4 jam.

Page 19: BAB I Derajat Luka

4. Pemeriksaan biokemik

Meskipun pemeriksaan histokemik telah banyak menolong, tetapi reaksi trauma yang ditunjukkan masih

memerlukan waktu yang relatif panjang, yaitu beberapa jam sesudah trauma. Padahal yang sering

terjadi, korban mati beberapa saat sesudah trauma sehingga belum dapat dilihat reaksinya dengan

metode tersebut. Oleh sebab itu perlu dilakukan pemeriksaan biokemik.

Histamin dan serotinin merupakan zat vasoaktif yang bertanggung jawab terhadap terjadinya inflamasi

akut, terutama pada stadium awal trauma. Penerapannya bagi kepentingan forensik telah diplubikasikan

pertama kali pada tahun 1965 oleh Vazekas dan Viragos-Kis. Mereka melaporkan adanya kenaikan

histamin bebas pada jejas jerat antemortem pada kasus gantung. Oleh peneliti lain kenaikan histamin

terjadi 20-30 menit sesudah trauma, sedang serotonin naik setelah 10 menit.

II.6. Akibat Trauma 9,11,12

1. Aspek Medik

Berdasarkan prinsip inersia (principle of inertia) dari Galileo Galilei, setiap benda akan tetap pada bentuk

dan ukurannya sampai ada kekuatan luar yang mampu merubahnya. Selanjutnya Isaac Newton dengan 3

buah hukumnya berhasil menemukan metode yang dapat dipakai untuk mengukur dan menghitung

energi.

Dengan dasar-dasar tadi maka dapat diterangkan bagaimana suatu energi potensial dalam bentuk

kekerasan berubah menjadi energi kinetik yang mampu menimbulkan luka, yaitu kerusakan jaringan

yang dapat disertai atau tidak disertai oleh diskontinuitas permukaan kulit.

Konsekuensi dari luka yang ditimbulkan oleh trauma dapat berupa :

1. Kelainan fisik / organik.

Bentuk dari kelainan fisik atau organik ini dapat berupa :

- Hilangnya jaringan atau bagian dari tubuh.

- Hilangnya sebagian atau seluruh organ tertentu.

2. Gangguan fungsi dari organ tubuh tertentu.

Bentuk dari gangguan fungsi ini tergantung dari organ atau bagian tubuh yang terkena trauma. Contoh

dari gangguan fungsi antara lain lumpuh, buta, tuli atau terganggunya fungsi organ-organ dalam.

3. Infeksi.

Seperti diketahui bahwa kulit atau membrana mukosa merupakan barier terhadap infeksi. Bila kulit atau

membrana tersebut rusak maka kuman akan masuk lewat pintu ini. Bahkan kuman dapat masuk lewat

daerah memar atau bahkan iritasi akibat benda yang terkontaminasi oleh kuman. Jenis kuman dapat

Page 20: BAB I Derajat Luka

berupa streptococcus, staphylococcus, Eschericia coli, Proteus vulgaris, Clostridium tetani serta kuman

yang menyebabkan gas gangren.

4. Penyakit.

Trauma sering dianggap sebagai precipitating factor terjadinya penyakit jantung walaupun hubungan

kausalnya sulit diterangkan dan masih dalam kontroversi.

5. Kelainan psikik.

Trauma, meskipun tidak menimbulkan kerusakan otak, kemungkinan dapat menjadi precipitating factor

bagi terjadinya kelainan mental yang spektrumnya amat luas; yaitu dapat berupa compensational

neurosis, anxiety neurosis, dementia praecox primer (schizophrenia), manic depressive atau psikosis.

Kepribadian serta potensi individu untuk terjadinya reaksi mental yang abnormal merupakan faktor

utama timbulnya gangguan mental tersebut; meliputi jenis, derajat serta lamanya gangguan. Oleh sebab

itu pada setiap gangguan mental post-trauma perlu dikaji elemen-elemen dasarnya yang terdiri atas

latar belakang mental dan emosi serta nilai relatif bagi yang bersangkutan atas jaringan atau organ yang

terkena trauma. Secara umum dapat diterima bahwa hubungan antara kerusakan jaringan tubuh atau

organ dengan psikosis post trauma didasrkan atas :

- Keadaan mental benar-benar sehat sebelum trauma.

- Trauma telah merusak susunan syaraf pusat.

- Trauma, tanpa mempersoalkan lokasinya, mengancam kehidupan seseorang.

- Trauma menimbulkan kerusakan pada bagian yang struktur atau fungsinya dapat mempengaruhi emosi

organ genital, payudara, mata, tangan atau wajah.

- Korban cemas akan lamanya waktu penderitaan.

- Psikosis terjadi dalam tenggang waktu yang masuk akal.

- Korban dihantui oleh kejadian (kejahatan atau kecelakaan) yang menimpanya.

2. Aspek Yuridis 9,12

Jika dari sudut medik, luka merupakan kerusakan jaringan (baik disertai atau tidak disertai diskontinuitas

permukaan kulit) akibat trauma maka dari sudut hukum, luka merupakan kelainan yang dapat

disebabkan oleh suatu tindak pidana, baik yang bersifat intensional (sengaja), recklessness (ceroboh),

atau negligence (kurang hati-hati). Untuk menentukan berat ringannya hukuman perlu ditentukan lebih

dahulu berat ringannya luka.

Kebijakan hukum pidana didalam penentuan berat ringannya luka tersebut didasarkan atas

pengaruhnya terhadap :

Page 21: BAB I Derajat Luka

- Kesehatan jasmani.

- Kesehatan rohani.

- Kelangsungan hidup janin di dalam kandungan.

- Estetika jasmani

- Pekerjaan jabatan atau pekerjaan mata pencaharian.

- Fungsi alat indera :

1. Luka ringan.

Luka ringan adalah luka yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan

jabatan atau mata pencahariannya.

2. Luka sedang.

Luka yang mengakibatkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata

pencahariannya untuk sementara waktu.

3. Luka berat.

Luka yang sebagaimana diuraikan di dalam pasal 90 KUHP, yang terdiri atas:

a. Luka atau penyakit yang tidak dapat diharapkan akan sembuh dengan sempurna. Pengertian tidak

akan sembuh dengan sempurna lebih ditujukan pada fungsinya. Contohnya trauma pada satu mata yang

menyebabkan kornea robek. Sesudah dijahit sembuh, tetapi mata tersebut tidak dapat melihat.

b. Luka yang dapat mendatangkan bahaya maut. Dapat mendatangkan bahay maut pengertiannya

memiliki potenis untuk menimbulkan kematian, tetapi sesudah diobati dapat sembuh.

c. Luka yang menimbulkan rintangan tetap dalam menjalankan pekerjaan jabatan atau mata

pencahariannya. Luka yang dari sudut medik tidak membahayakan jiwa, dari sudut hukum dapat

dikategorikan sebagai luka berat. Contohnya trauma pada tangan kiri pemain biola atau pada wajah

seorang peragawati dapat dikategorikan luka berat jika akibatnya mereka tidak dapat lagi menjalankan

pekerjaan tersebut selamanya.

d. Kehilangan salah satu dari panca indera. Jika trauma menimbulkan kebutaan satu mata atau

kehilangan pendengaran satu telinga, tidak dapat digolongkan kehilangan indera. Meskipun demikian

tetap digolongkan sebagai luka berat berdasarkan butir (a) di atas.

e. Cacat besar atau kudung.

f. Lumpuh.

g. Gangguan daya pikir lebih dari 4 minggu lamanya. Gangguan daya pikir tidak ahrus berupa kehilangan

kesadaran tetapi dapat juga berupa amnesia, disorientasi, anxietas, depresi atau gangguan jiwa lainnya.

h. Keguguran atau kematian janin seorang perempuan. Yang dimaksud dengan keguguran ialah

Page 22: BAB I Derajat Luka

keluarnya janin sebelum masa waktunya, yaitu tidak didahului oleh proses sebagaimana umumnya

terjadi seorang wanita ketika melahirkan. Sedang, kematian janin mengandung pengertian bahwa janin

tidak lagi menunjukkan tanda-tanda hidup. tidak dipersoalkan bayi keluar atau tidak dari perut ibunya.

II.7. Kualifikasi Luka 5,9,13

Pengertian kualifikasi luka disini semata-mata pengertian Ilmu Kedokteran Forensik sesuai dengan Kitab

Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90.

Pasal 351

(1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana

denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.

(2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling

lama lima tahun.

(3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.

(4) Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.

(5) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352

(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak menimbulkan

penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian, diancam, sebagai

penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak

empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu

terhadap orang yang bekerja padanya, atau menjadi bawahannya.

(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 90

Luka berat berarti:

(1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak memberi harapan akan sembuh sama sekali, atau yang

menimbulkan bahaya maut

(2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan pencarian;

(3) Kehilangan salah satu pancaindera;

(4) Mendapat cacat berat;

(5) Menderita sakit lumpuh;

Page 23: BAB I Derajat Luka

(6) Terganggunya daya pikir selama empat minggu lebih;

(7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.

BAB III

PENUTUP

III.1 Kesimpulan

Luka pada Ilmu Kedokteran Forensik merupakan salah satu bagian terpenting. Luka bisa terjadi pada

korban hidup maupun korban mati. Luka bisa terjadi akibat kekerasan mekanik, kekerasan fisik, &

kekerasan kimiawi. Luka dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis benda, yaitu akibat kekerasan benda

tumpul, akibat benda tajam, akibat tembakan senjata api, akibat benda yang muda pecah, akibat

suhu/temperatur, akibat trauma listrik, akibat petir, dan akibat zat kimia korosif.

Selain itu luka bisa diketahui waktu terjadinya kekerasan, apakah luka terjadi antemortem atau

postmortem. Terkadang dari luka kita bisa mengetahui umur luka. Walaupun belum ada satupun

metode yang digunakan untuk menilai dengan tepat kapan suatu kekerasan dilakukan mengingat

adanya berbagai macam faktor yang mempengaruhinya; seperti faktor infeksi, kelainan darah, atau

penyakit defisiensi.

Dari deskripsi luka kita sebagai dokter juga dapat membantu pihak hukum untuk menentukan kualifikasi

luka sesuai dengan KUHP Bab XX pasal 351 dan 352 serta Bab IX pasal 90. Yang pada tindak pidana untuk

menentukan hukuman yang diberikan kepada pelaku kekerasan dengan melihat deskripsi luka yang kita

buat. Oleh karena itu diharapkan kita sebagai calon dokter yang nantinya sebagai dokter di masyarakat

umum akan banyak menemukan kasus kekerasan yang menyebabkan luka baik pada korban hidup

maupun korban mati, bisa mendeskripsikan luka sebaik-baiknya dalam Visum et Repertum.

III.2 Saran

1. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter mampu mendiskripsikan luka sehingga mampu membuat

Visum et Repertum yang baik dan benar.

2. Sebaiknya seorang dokter atau calon dokter tidak hanya mempelajari ilmu kedokteran tetapi juga

mengetahui hukum kesehatan.

Page 24: BAB I Derajat Luka

DAFTAR PUSTAKA

1. Herlambang, Penggalih Mahardika. Mekanisme Biomolekuler Luka Memar [online]. 2010. Available at:

http://sibermedik.files.wordpress.com/2008/10/biomol-memar_rev.pdf. [cited : 03 Juni 2010].

2. Wales J. Visum et Repertum. [online]. 2010. Available at :

Http://Id.Wikipedia.Org/Wiki/Visum_Et_Repertum. [cited : 04 Juni 2010].

3. Dahlan, Sofwan. Pembuatan Visum Et Repertum. Badan Penerbit Universitas Diponegoro. Semarang :

2003.

4. Sjamsuhidajat, Wim de Jong. Luka, 2004 Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah, Ed.2, Jakarta, Penerbit Buku

Kedokteran EGC. 2004.

Page 25: BAB I Derajat Luka

5. Dahlan, Sofwan. Traumatologi. 2004 Dalam: Ilmu Kedokteran Forensik.. Badan Penerbit Universitas

Diponegoro.Semarang.2004. Hal 67-91.

6. Apuranto, Hariadi. Luka tumpul [online]. 2010 [cited: 09 Juni 2010]. Available at:

www.fk.uwks.ac.id/elib/Arsip/Departemen/.../LUKA%20TUMPUL.pdf (cited : 09 Juni 2010).

7. Apuranto, Hariadi. Luka tajam [online]. 2010. Available at : www.fk.uwks.ac.id/elib/.../LUKA

%20AKIBAT%20BENDA%20TAJAM.pdf [cited : 09 Juni 2010]

8. Budiyanto, Arif. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Fakultas Kedokteran Universitas

Indonesia. Jakarta : 1997. Hal 37-54.

9. Idries, Abdul Mun'im. 1997. Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik. Binarupa Aksara: Jakarta 1997. Hal

85-129.

10. Turner Ralph. Forensik science. [online]. 2009. Available at : http://www.Portalkriminal.Com/Index.

[cited : 16 Desember 2009].

11. Anonim. 2010. http://www.freewebs.com/patofisiologi-luka/index.htm [cited : 07 Juni 2010).

12. Anonim. 2010. http://ayumi.inube.com/blog/34039/forensic-electric trauma/ [cited : 07 Juni 2010].