5
BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG Benign Prostatic Hyperplasia adalah suatu pembesaran kelenjar prostat yang sering ditemukan pada laki-laki dengan resiko umur dan hormon androgen. Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu istilah histopatologis yaitu terdapat hiperplasia sel-sel stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. BPH biasa dialami oleh sekitar 70% pria di atas 60 tahun. Di dunia diperkirakan penderita BPH mencapai 30 juta kasus. Oleh karena itulah dengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Office of Health Economic Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar 80.000 pada tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2031. Namun demikian, tidak semua penderita BPH berkembang menjadi penderita BPH bergejala. Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga 1

BAB I Eko Andaru

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I Eko Andaru

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Benign Prostatic Hyperplasia adalah suatu pembesaran kelenjar prostat yang sering

ditemukan pada laki-laki dengan resiko umur dan hormon androgen. Benign Prostatic

Hyperplasia (BPH) merupakan suatu istilah histopatologis yaitu terdapat hiperplasia sel-sel

stroma dan sel-sel epitel kelenjar prostat. BPH biasa dialami oleh sekitar 70% pria di atas 60

tahun. Di dunia diperkirakan penderita BPH mencapai 30 juta kasus. Oleh karena itulah

dengan meningkatnya usia harapan hidup, meningkat pula prevalensi BPH. Office of Health

Economic Inggris telah mengeluarkan proyeksi prevalensi BPH bergejala di Inggris dan

Wales beberapa tahun ke depan. Pasien BPH bergejala yang berjumlah sekitar 80.000 pada

tahun 1991, diperkirakan akan meningkat menjadi satu setengah kalinya pada tahun 2031.

Namun demikian, tidak semua penderita BPH berkembang menjadi penderita BPH bergejala.

Prevalensi BPH yang bergejala pada pria berusia 40-49 tahun mencapai hampir 15%. Angka

ini meningkat dengan bertambahnya usia, sehingga pada usia 50-59 tahun prevalensinya

mencapai hampir 25%, dan pada usia 60 tahun mencapai angka sekitar 43%. Angka kejadian

BPH di Indonesia yang pasti belum pernah diteliti, tetapi sebagai gambaran hospital

prevalence di dua rumah sakit besar di Jakarta yaitu RSCM dan Sumberwaras selama 3 tahun

(1994-1997) terdapat 1040 kasus (Emedicine, 2009).

Meskipun jarang mengancam jiwa, salah satu pokok permasalahannya adalah gejala-

gejala yang ditimbulkan pada pembesaran kelenjar prostat dirasakan sangat tidak nyaman

oleh pasien dan menganggu aktivitas sehari-hari, dikenal sebagai Lower Urinary Tract

Symptoms (LUTS) yang dibedakan menjadi : gejala obstrukstif (frekuensi, nokturia, urgensi,

disuria) dan gejala obstruktif (hesistancy, weak stream, intermittency, terminal dribbling,

1

Page 2: BAB I Eko Andaru

sensation of incomplete bladder emptying). Untuk menilai tingkat keparahan dari keluhan

pada saluran kemih sebelah bawah, WHO menganjurkan klasifikasi untuk menentukan berat

gangguan miksi yang disebut Skor Internasional Gejala Prostat atau I-PSS (International

Prostatic Symptom Score) (Nickel et al, 2004).

Sebuah penelitian dokter umum dan urologist Alf-One di Eropa, Asia, Amerika Latin,

Timur Tengah dan Kanada melaporkan adanya data signifikan mengenai gejala nyeri/tidak

nyaman ketika ejakulasi yang berhubungan dengan gejala LUTS yang lebih parah (p<0.001).

Laporan tersebut menyatakan ada 3700 pria seksual aktif menjawab pertanyaan DAN-PSS

sex yang berhubungan dengan nyeri ejakulasi. Nyeri ejakulasi dipertimbangkan sebagai

masalah serius untuk 88-91% bagi pria yang mengalaminya. 688 orang (18.6%) melaporkan

nyeri ejakulasi dan 609 (88%) diantaranya menganggapnya sebagai sebuah masalah (Nickel

et al, 2004).

Pada saat ini prevalensi penderita BPH lebih kearah terjadinya nyeri ejakulasi

sehingga peneliti beranggapan perlu adanya penelitian antara hubungan beratnya gejala

LUTS dengan keluhan nyeri ejakulasi di RS. Moewardi Surakarta.

1.2. RUMUSAN MASALAH

Adakah hubungan antara nyeri ejakulasi dengan tingkat keparahan gejala LUTS pada pasien dengan

klinis BPH di RS dr. Moewardi Surakarta ?

1.3. TUJUAN PENELITIAN

1. Tujuan Umum

Mengetahui adakah hubungan antara nyeri ejakulasi dengan tingkat keparahan gejala

LUTS pada pasien dengan klinis BPH.

2

Page 3: BAB I Eko Andaru

2. Tujuan Khusus

Mengetahui faktor-faktor yang mengakibatkan terjadinya nyeri ejakulasi pada

pasien BPH.

Mengetahui pentingnya gejala klinis nyeri ejakulasi pada pasien yang

didiagnosis klinis dengan BPH dengan penurunan fungsi ereksi dan ejakulasi

Mengetahui pentingnya nilai IPSS sebagai indikator tingkat keparahan gejala

LUTS pada pasien dengan klinis BPH.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

1. Manfaat Teoritis

Membuktikan pengaruh nyeri ejakulasi pada tingkat keparahan LUTS pada

pasien dengan klinis BPH

2. Manfaat Praktis

Setelah diketahui hubungan nyeri ejakulasi dengan tingkat keparahan gejala

LUTS, maka dapat dilakukan usaha-usaha pencegahan dan menurunkan

tingkat keparahan gejala LUTS pada pasien BPH yang ditandai dengan nyeri

ejakulasi

Langkah awal untuk menentukan tindakan dan terapi yang tepat untuk pasien

BPH dengan klinis nyeri ejakulasi.

Mencegah dan mengetahui pasien klinis BPH yang mempunyai resiko

penurunan fungsi ereksi dan ejakulasi.

3