19
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Nilai budaya dari film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung Bramantyo ini perlu kita kaji sebagai pengetahuan umum dan pembelajaran mengenai perbedaan kebudayaan antara kebudayaan bangsa Timur dengan kebudayaan bangsa di Timur Tengah. Film Ayat – Ayat Cinta ini pun menarik ribuan sampai jutaan penonton di seluruh Asia Tenggara. Bahkan di Malaysia, dalam waktu 3 hari pemutaran saja sudah menyedot 1,5 juta penonton. Antusiasme penonton benar-benar luar biasa. Kebanyakan dari penonton film tersebut adalah kaum wanita. Menurut penonton film ini, film Ayat – Ayat Cinta yang di sutradarai oleh Hanung Bramantyo tersebut memiliki nilai moral dan pesan yang sangat luar biasa bagi bangsa timur, terutama negara-megara yang mayoritas penduduknya beragama Islam. Bahkan film ini membawa pengaruh positif bagi kebanyakan penonton. Pengaruh positif itu adalah adanya peningkatan budaya membaca, karena kebanyakan dari penonton film Ayat-Ayat Cinta tersebut, mereka membaca novelnya terlebih dahulu sebelum mereka menonton filmnya. Selain itu, banyak gadis muslimah yang awalnya tidak mengenakan jilbab, setelah menonton film Ayat-Ayat Cinta mereka terinspirasi dan tumbuh kesadaran untuk berjilbab. 1

Bab I, II, III, Daftar Pustaka

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Nilai budaya dari film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung Bramantyo

ini perlu kita kaji sebagai pengetahuan umum dan pembelajaran mengenai perbedaan

kebudayaan antara kebudayaan bangsa Timur dengan kebudayaan bangsa di Timur

Tengah.

Film Ayat – Ayat Cinta ini pun menarik ribuan sampai jutaan penonton di

seluruh Asia Tenggara. Bahkan di Malaysia, dalam waktu 3 hari pemutaran saja sudah

menyedot 1,5 juta penonton. Antusiasme penonton benar-benar luar biasa. Kebanyakan

dari penonton film tersebut adalah kaum wanita. Menurut penonton film ini, film Ayat –

Ayat Cinta yang di sutradarai oleh Hanung Bramantyo tersebut memiliki nilai moral dan

pesan yang sangat luar biasa bagi bangsa timur, terutama negara-megara yang mayoritas

penduduknya beragama Islam. Bahkan film ini membawa pengaruh positif bagi

kebanyakan penonton. Pengaruh positif itu adalah adanya peningkatan budaya

membaca, karena kebanyakan dari penonton film Ayat-Ayat Cinta tersebut, mereka

membaca novelnya terlebih dahulu sebelum mereka menonton filmnya. Selain itu,

banyak gadis muslimah yang awalnya tidak mengenakan jilbab, setelah menonton film

Ayat-Ayat Cinta mereka terinspirasi dan tumbuh kesadaran untuk berjilbab.

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai media pembelajaran

dalam kegiatan belajar–mengajar dalam penulisan karya ilmiah yang baik dan benar di

kalangan pelajar sekolah menengah atas. Selain itu pula, makalah ini dapat

dipergunakan sebagai salah satu sumber pengetahuan mengenai nilai-nilai keagamaan

serta pengaplikasiannya dalam agama Islam dan juga perbedaan kebudayan bangsa

Timur dengan kebudayaan bangsa di Timur Tengah.

Rumusan masalah yang di bahas pada makalah ini adalah :

1. Bagaimana nilai pendidikan dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung

Bramantyo?

2. Bagaimana nilai agama dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung

Bramantyo?

1

Page 2: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

3. Bagaimana status sosial yang berlaku dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan

sutradara Hanung Bramantyo?

4. Bagaimana kebiasaan sehari-hari yang terjadi dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan

sutradara Hanung Bramantyo?

5. Bagaimana seni budaya dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung

Bramantyo?

1.2 Tujuan Pembahasan

Dalam makalah penulis yang berjudul Nilai Budaya Film Ayat-Ayat Cinta

Sutradara Hanung Bramantyo, terdapat beberapa tujuan, yaitu :

1. Ingin mengetahui nilai pendidikan dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai

oleh Hanung Bramantyo

2. Ingin mengetahui nilai agama dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh

Hanung Bramantyo

3. Ingin mengetahui status sosial dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh

Hanung Bramantyo

4. Ingin mengetahui kebiasaan sehari-hari dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang

disutradarai oleh Hanung Bramantyo

5. Ingin mengetahui seni budaya dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh

Hanung Bramantyo

1.3 Pembatasan Masalah

Pada makalah ini penulis hanya membatasi permasalahan yang membahas

tentang nilai budaya saja, meskipun ada unsur-unsur ekstrinsik yang lain dari Film

Ayat-Ayat Cinta dengan sutradara Hanung Bramantyo.

1.4 Teori

Dalam pembahasan suatu makalah atau karya ilmiah, teori merupakan suatu

bagian yang sangat penting. Dalam teori terdapat sumber-sumber yang diperlukan untuk

pembahasan suatu makalah atau karya ilmiah.

Dalam makalah penulis, teori yang digunakan adalah unsur ekstrinsik yang

meliputi latar belakang pengarang, latar belakang penciptaan, latar belakang sosial

2

Page 3: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

budaya, dan latar belakang sejarah. Namun, dalam makalah ini penulis hanya membahas

latar belakang sosial budaya, maka penulis akan menguraikan :

1. Pengertian unsur ekstrinisik

2. Pengertian nilai budaya

3. Jenis-jenis nilai budaya

4. Contoh dari jenis-jenis nilai budaya

Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di luar karya sastra baik

berupa film, drama, sinetron ataupun novel. Sedangkan nilai budaya adalah nilai-nilai

kebudayaan yang mengandung unsur moral dan budaya dari sebuah karya sastra baik

dari film, drama, sinetron ataupun novel. Adapun jenis-jenis nilai budaya yaitu nilai

pendidikan, nilai agama, status sosial, kebiasaan sehari-hari dan seni budaya. Contoh

nilai pendidikan meliputi status pendidikan yang sedang dijalani atau pendidikan

terakhir. Contoh nilai agama meliputi agama/kepercayaan yang dianut oleh seseorang.

Contoh status sosial meliputi kedudukan atau jabatan dalam masyarakat. Contoh

kebiasaan sehari-hari meliputi kegiatan yang biasa dilakukan baik di waktu pagi, siang

ataupun malam hari. Contoh seni budaya meliputi adat-istiadat atau ciri khas budaya di

suatu daerah tertentu.

1.5 Sumber Data

Sumber yang digunakan penulis dalam pembahasan makalah yang berjudul

Nilai Budaya Film Ayat-Ayat Cinta Sutradara Hanung Bramantyo adalah film yang

berjudul Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dengan produser

Manooj Punjabi dan penulis naskahnya adalah Salmon Aristo dan Ginatri S serta rumah

produksi MD Entertainment. Sebagian dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam film Ayat-

Ayat Cinta adalah Fedi Nuril yang mengisi tokoh sentral sebagai Fahri, Rianti

Cartwright sebagai Aisha, Carissa Putri sebagai Maria, Zaskia Adya Mecca sebagai

Noura, Melanie Putria sebagai Nurul, Rudi Wowor sebagai Bahadur.

1.6 Metode dan Teknik

Metode yang digunakan penulis dalam pembahasan makalah ini adalah metode

deskriptif, yaitu menggambarkan nilai budaya yang terdapat dalam film Ayat-Ayat

Cinta yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo.

3

Page 4: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

BAB II

PEMBAHASAN

Dalam pembahasan sebuah makalah atau karya ilmiah berisi uraian-uraian dan

hasil pengamatan data yang dilakukan oleh penulis sebagai berikut : 1) Ringkasan

cerita, 2) Pembahasan nilai pendidikan, 3) Pembahasan nilai agama, 4) Pembahasan

status sosial, 5) Pembahasan kebiasaan sehari-hari, dan 6) Pembahasan seni budaya.

2.1 Ringkasan Cerita

Fahri adalah seorang pemuda Indonesia yang menuntut ilmu di di Universitas

Al-Azhar, Mesir. Syarat menjadi pelajar di Universitas Al-Azhar adalah harus dapat

menghapal Al-qur’an. Fahri yang merupakan pribadi yang sangat menjunjung tinggi

nilai-nilai keimanan dalam agama Islam tentu saja dia hapal Al-qur’an. Nilai-nilai

keimanan itulah yang dia dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun ia tinggal

di sebuah rumah susun tanpa sanak keluarga dari Indonesia, namun dia tetap beruntung

karena mengenal sebuah keluarga yang begitu baik terhadapnya, keluarga Maria.

Maria adalah seorang gadis muda dengan mata yang indah, bulu mata yang

begitu menarik, kulit yang putih dan rambut pirang, karena seorang keturunan indo.

Walaupun Maria adalah seorang kristiani, tetapi Maria hapal beberapa surat dalam kitab

suci Al-qur’an. Salah satu surat yang paling dia hapal adalah surat Maryam. Karena

Maria seorang kristiani, dia kuliah di salah satu Universitas Kristen terkemuka di Mesir.

Pertemuan Fahri dan Maria berawal ketika Fahri pindah ke sebuah rumah satu

lantai di bawah rumah Maria. Sejak itu mereka saling mengenal walaupun mereka

belum begitu akrab. Fahri begitu kagum terhadap Maria yang selalu menutup auratnya

walaupun Maria tidak mengenakan jilbab. Selain itu, Maria adalah gadis yang pintar,

apalagi dalam hapalan Al-qur’annya. Dia juga wanita yang lembut, sopan dan sangat

beretika.

Suatu hari, saat Fahri tengah berada di luar rumah susun dan berjalan hendak

berangkat mengaji ke Musthafawiyah, Maria memanggil Fahri dari kamarnya. Dia

menitip jus mangga kesukaannya dengan memberikan uang kepada Fahri lewat

keranjang yang dia turunkan dari kamarnya. Begitulah kebiasaan wanita Mesir. Ketika

4

Page 5: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

mereka sedang tidak ingin keluar dari rumahnya untuk membeli sesuatu pada pedagang

yang lewat, mereka menurunkan keranjang kecil dari rumahnya yang telah berisi

sejumlah uang untuk pembayaran, lalu pedagang itu akan memberikan barang yang

diinginkan oleh pembelinya.

Fahri begitu kaget ketika dia telah selesai mengaji seperti biasanya, Ustad Jamal

yakni guru mengajinya bertanya kapan dia akan menikah. Ustad Jamal hendak

menjodohkan Fahri dengan keponakannya. Fahri diajak untuk ta’aruf, yaitu salah satu

kebiasaan di Mesir sebelum menikah, keluarga kedua pasangan mengadakan

ta’aruf(perkenalan). Fahri menyetujui untuk melakukan ta’aruf di rumah Ustad Jamal

beberapa hari kemudian.

Suatu waktu lewat tengah malam, terdengar suara keributan dan teriakan

seorang wanita di rumah susun itu. Meskipun teriakan dan tangisan gadis itu begitu

histeris, namun tak ada seorang pun yang berani keluar rumah karena mereka tahu

keributan itu berasal dari keluarga Bahadur yang sedang menyiksa anaknya, Noura.

Namun, Fahri adalah pemuda yang sangat lembut perasaannya. Tetapi, tidak mungkin

dia yang menolong Noura, karena dia berpikir hal itu hanya akan mengundang fitnah

terhadap dirinya. Akhirnya, Fahri menghubungi Maria lewat handphone-nya dan Maria

menuruti kata-kata Fahri untuk menolong Noura dan menyembunyikan Noura di rumah

temannya Maria.

Tiba saatnya dimana Fahri menyetujui untuk melakukan ta’aruf dengan seorang

wanita yang akan dijodohkannya. Fahri pergi ke Musthafawiyah terlebih dahulu untuk

bertemu dengan Ustad Jamal lalu pergi ke rumahnya. Ketika wanita yang hendak

dijodohkan dengannya masuk ke ruang tamu Ustad Jamal, Fahri yang tengah duduk di

ruangan itu langsung melihat ke arah wanita itu. Ketika wanita tersebut membuka

cadarnya, Fahri merasa kaget sekali karena wanita itu pernah ia temui sebelumnya di

kereta bawah tanah ketika suatu saat dia pulang dari Musthafawiyah. Aisha nama

wanita bercadar itu.

Saat Fahri menyetujui untuk menikah dengan Aisha dan mereka telah

menetapkan tanggal pernikahannya serta membuat undangan pernikahan. Nurul yang

merupakan seorang mahasiswi dari Indonesia dan telah mengenal Fahri cukup lama

merasa sangat sedih bahkan sikapnya terhadap Fahri menjadi berubah karena ternyata

Nurul menyukai Fahri. Di sisi lain, Fahri yang menganggap Maria sebagai sahabatnya,

5

Page 6: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

dia ingin Maria dapat menghadiri pernikahannya, namun saat Fahri mendatangi rumah

Maria, rumahnya kosong, karena Maria sedang pergi ke rumah neneknya bersama

keluarganya.

Baru saja Fahri menikah beberapa waktu lalu dengan Aisha, Fahri di tangkap

oleh polisi karena penuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Padahal Fahri tidak pernah

menyentuh Noura, walaupun hanya sekedar berjabat tangan. Di saat itu pula Maria telah

kembali ke rumahnya, dan Maria merasa sangat sedih begitu mengetahui rumah Fahri

telah kosong karena Fahri pindah ke rumah istrinya, Aisha.

Aisha yang begitu kebingungan menghadapi permasalahan ini, dia hendak

meminta bantuan Ustad Jamal untuk membebaskan Fahri, karena Noura pernah

mengirim surat kepada Fahri melewati Ustad Jamal dimana isi surat tersebut

menjelaskan mengenai semua peristiwa malam mengenaskan saat Noura diusir dari

rumah Bahadur. Namun, sayang Ustad Jamal telah meninggal dan surat dari Noura pun

tidak ditemukan oleh istri Ustad Jamal di rumahnya.

Satu-satunya saksi yang dapat membantu membebaskan Fahri saat itu adalah

Maria. Namun, Maria pun sedang terbaring koma di rumah sakit akibat kecelakaan.

Aisha yang begitu ingin membebaskan Fahri dari penjara, dia meminta Fahri datang ke

rumah sakit untuk menikahi Maria agar Maria dapat disentuh oleh Fahri, karena Aisha

tahu Fahri tidak akan berani menyentuh wanita yang bukan muhrimnya. Fahri menolak

pernikahan itu, tapi Aisha memaksanya. Akhirnya Fahri menikahi Maria dan

menemaninya dengan harapan Maria akan sadar sebelum Fahri kembali ke penjara.

Namun, Maria belum sadar-sadar juga sedangkan Fahri harus menghadapi persidangan

keesokan harinya.

Saat semua saksi memberatkan Fahri sebagai tersangka pemerkosaan terhadap

Noura dan hakim akan memberikan keputusan bahwa Fahri akan dijatuhi hukuman

sesuai apa yang dituduhkan padanya, tiba-tiba saja Maria datang bersama seorang

wanita yang mendorong kursi rodanya. Maria yang membawa bukti-bukti kuat

meyakinkan hakim dan seluruh orang yang ada di persidangan itu bahwa bukan Fahri

yang melakukan perbuatan hina itu. Kesaksian Maria tidak dapat dibantah lagi oleh

Noura karena Maria adalah orang yang menolong Noura pada malam itu, dan akhirnya

Noura mengaku bahwa Noura di suruh memfitnah Fahri oleh ayah tirinya, Bahadur,

yang telah melakukan perbuatan hina itu pada Noura.

6

Page 7: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

Akhirnya, Fahri dibebaskan dari penjara dan kesehatan Maria pun mulai

membaik, juga Aisha pun sedang mengandung anak dari Fahri. Saat Aisha di rawat di

rumah sakit karena usia kandungannya sudah mendekati kelahiran, saat itu pula Maria

di rawat di rumah sakit karena penyakitnya yang semakin parah. Suatu malam Maria

bermimpi bertemu dengan Ibunda Maryam, sosok yang diceritakan dalam surat Maryam

yang dia hapal dan selalu di bacakan olehnya. Ketika terbangun, dia meminta agar

Aisha dan Fahri membimbingnya untuk masuk Islam, lalu Maria berwudhu dan kembali

tidur. Namun, di tidurnya yang kali ini Maria tidak bangun lagi untuk selama-lamanya.

Maria meninggal dalam keadaan Islam.

2.2 Nilai Budaya

Nilai budaya adalah nilai yang terdapat di luar karya sastra yang meliputi nilai

pendidikan, nilai agama, status sosial, kebiasaan sehari-hari, dan seni budaya. Nilai

budaya dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo adalah sebagai

berikut :

2.2.1 Nilai Pendidikan

Nilai pendidikan terbagi atas dua jenis yaitu nilai pendidikan umum dan nilai

pendidikan tersirat. Nilai pendidikan umum yaitu pendidikan yang telah atau sedang di

jalani oleh seseorang atau pelaku cerita dalam sebuah karya ilmiah, baik film, sinetron,

drama ataupun novel. Sedangkan nilai pendidikan tersirat meliputi nilai moral, etika,

dan tingkah laku yang terdapat dalam sebuah karya ilmiah, baik film, sinetron, drama

ataupun novel.

2.2.1.1 Nilai Pendidikan Umum

Nilai pendidikan umum yang terdapat dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara

Hanung Bramantyo yaitu pemeran utama dalam film ini, Fahri, merupakan seorang

mahasiswa dari Indonesia. Hal ini terbukti pada saat adegan film dimana Fahri

menunjukkan kartu mahasiswanya sebagai salah satu mahasiswa Universitas Al-Azhar

pada salah seorang warga Mesir ketika terjadi perkelahian perbedaan pendapat lalu

Fahri melerai perkelahian tersebut.

7

Page 8: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

2.2.1.2 Nilai Pendidikan Tersirat

Nilai pendidikan tersirat yang terdapat pada Film Ayat-Ayat Cinta sutradara

Hanung Bramantyo yaitu moral pemeran utama, Fahri, selalu menghargai wanita dan

menjaga hubungan baik dengan orang lain, baik yang dikenal olehnya ataupun belum

pernah dia kenal sebelumnya. Selain itu, tokoh Maria yang menghargai kebudayaaan di

Mesir yakni berpakaian tertutup walaupun dia bukan seorang muslim, serta tingkah

lakunya yang sopan dan beretika juga merupakan nilai pendidikan yang terisrat dalam

Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo.

2.2.2 Nilai Agama

Nilai agama adalah nilai-nilai yang terdapat di luar karya sastra yang meliputi

nilai dan norma, kerohanian dan keagamaan dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.

Dalam makalah penulis, penulis menilai sikap Fahri yang selalu menjaga etika tentang

bagaimana memperlakukan wanita dan sikap Maria yang selalu menjaga etika sebagai

wanita serta ketulusan dan keikhlasan Aisha sebagai seorang istri merupakan contoh

dari nilai agama yang terkandung dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung

Bramantyo.

2.2.3 Nilai Status Sosial

Status sosial adalah status/jabatan/kedudukan/perilaku seseorang dalam hidup

bermasyarakat. Fahri memang seorang mahasiswa Universitas Al-Azhar di Mesir,

namun dia juga adalah seorang penterjemah beberapa buku. Peran Fahri sebagai seorang

mahasiswa dan juga penterjemah buku merupakan status sosial yang diperolehnya

dalam hidup bermasyarakat yang terdapat dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara

Hanung Bramantyo. Contoh lain dalam hal perilaku bisa di lihat pada keluarga Maria.

Meskipun keluarga Maria adalah seorang Kristiani, sedangkan di Mesir bermayoritas

Islam, namun mereka tidak pernah memandang perbedaan agama ketika mereka

menolong orang yang sedang dalam kesulitan.

2.2.4 Nilai Kebiasaan Sehari-hari

Kebiasaan sehari-hari adalah kegiatan rutin yang dikerjakan seseorang di setiap

harinya. Kebiasaan tokoh utama dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung

8

Page 9: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

Bramantyo ini yaitu Fahri adalah mengaji ke Musthafawiyah sepulang dari kuliahnya.

Lalu malam harinya dia bekerja di kamarnya dengan menterjemahkan buku-buku.

Selain itu pula, kebiasaan para wanita Mesir yang menurunkan keranjang dari kamarnya

agar bisa berhubungan dengan orang yang berada di lantai bawah kamarnya merupakan

kebiasaan sehari-hari yang di tonjolkan dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung

Bramantyo.

2.2.5 Nilai Seni Budaya

Seni Budaya adalah kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa, dimana

kebudayaan itu cenderung selalu berbeda dengan kebudayaan yang dimiliki oleh

bangsa yang lainnya. Dari Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo kita

dapat mengetahui bahwa ternyata kebudayaan yang ada di Mesir berbeda dengan

kebudayaan yang ada di Indonesia. Salah satu bentuk kebudayaan yang dimaksud

adalah dalam sistem/tata cara pernikahan. Jika di Indonesia pada saat akad nikah

mempelai wanita berada di samping mempelai pria, maka di Mesir mempelai wanita

berada di lantai atas dari mesjid itu bersama keluarga dan para tamu undangan wanita

yang lain sedangkan mempelai lelakinya berada di lantai bawah ditemani oleh para

saksi dan tamu undangan lelaki yang lainnya untuk melakukan ijab kabul.

2.3 Hasil Pembahasan

Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini memiliki keunggulan

dalam pengambilan setting yang dilakukan di Mesir. Pengambilan setting ini merupakan

suasana baru dalam dunia perfilman Indonesia, karena biasanya film-film Indonesia

hanya mengambil setting tempat di Indonesia saja.

Namun, Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini pun kurang

terasa begitu memuaskan sehingga kurang dinikmati oleh para penontonnya. Hal ini

dikarenakan para penonton Film Ayat-Ayat Cinta ini sudah membaca novelnya terlebih

dahulu, sehingga ketika ada beberapa potongan cerita yang di kurangi atau di

tambahkan mereka menginginkan alur cerita dalam Film Ayat-Ayat Cinta ini sama

dengan apa yang ada dalam novelnya.

Di sisi lain, Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini pun

memiliki dampak positif bagi kebanyakan penonton film ini. Salah satu dampak positif

9

Page 10: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

yang dimaksud adalah meningkatnya minat baca mulai dari kalangan pelajar sampai

dengan orang tua. Selain itu, banyak pula wanita-wanita muda yang terinspirasi untuk

berhijab setelah menonton Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini.

Pembuatan film ini pun memberi manfaat pada Indonesia karena berhasil menjalin

kerjasama dengan Mesir, sehingga fotocopy kaset Film Ayat-Ayat Cinta sutradara

Hanung Bramantyo ini pun terjual laris tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia

Tenggara. Meskipun ada beberapa beberapa adegan yang menunjukkan kekerasan

dalam film dan sikap-sikap negatif yang lainnya seperti adegan memfitnah dsb, namun

tetap saja dari film ini kita dapat mengetahui beberapa kebudayaan Mesir yang berbeda

dengan kebudayaan negara kita, Indonesia, sehingga setidaknya pengetahuan kita

bertambah.

10

Page 11: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini menceritakan tentang

kisah bagaimana seorang lelaki seharusnya memperlakukan wanita dan bagaimana

seharusnya kita bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Sikap Fahri yang selalu

menerapkan nilai-nilai keimanan dalam kehidupannya perlu kita ikuti, apalagi sikap

Maria yang sopan, lembut, dan beretika serta sikap Aisha yang tulus dan ikhlas juga

merupakan sikap-sikap yang perlu kita teladani sebagai orang yang beragama.

Pada film Ayat-Ayat Cinta Sutradara Hanung Branamtyo ini terdapat nili-nilai

budaya yang meliputi nilai pendidikan, agama, status sosial, kebiasaan sehari-hari dan

seni budaya yang dapat dijadikan sebagai ilmu pengetahuan dan sebagian yang lainnya

yang bernilai positif dapat pula diteladani untuk selanjutnya diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari oleh kita sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat.

3.2 Saran dan Himbauan

Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini dinilai penulis perlu

ditonton oleh berbagai kalangan karena film ini mengandung nilai-nilai moral yang

sangat tinggi. Dari film ini pun, penulis berpendapat bahwa sebaiknya dunia perfilman

di Indonesia harus lebih banyak yang mengandung nilai-nilai moral dengan persentase

yang cukup tinggi dibandingkan dengan perfilman yang hanya mengandung unsur

hiburan saja.

11

Page 12: Bab I, II, III, Daftar Pustaka

DAFTAR PUSTAKA

Keraf, Gorys, 1980. Komposisi. Ende : Nusa Indah

Widyamartaya, 1995. Kreatif Mengarang. Yogyakarta : Kanisius

Eneste, Pamusuk, 1995. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta : Obor

Bramantyo, Hanung, 2007. Ayat-Ayat Cinta. Kairo : MD Entertainment

12