Upload
sinta-susilawati
View
839
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Nilai budaya dari film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung Bramantyo
ini perlu kita kaji sebagai pengetahuan umum dan pembelajaran mengenai perbedaan
kebudayaan antara kebudayaan bangsa Timur dengan kebudayaan bangsa di Timur
Tengah.
Film Ayat – Ayat Cinta ini pun menarik ribuan sampai jutaan penonton di
seluruh Asia Tenggara. Bahkan di Malaysia, dalam waktu 3 hari pemutaran saja sudah
menyedot 1,5 juta penonton. Antusiasme penonton benar-benar luar biasa. Kebanyakan
dari penonton film tersebut adalah kaum wanita. Menurut penonton film ini, film Ayat –
Ayat Cinta yang di sutradarai oleh Hanung Bramantyo tersebut memiliki nilai moral dan
pesan yang sangat luar biasa bagi bangsa timur, terutama negara-megara yang mayoritas
penduduknya beragama Islam. Bahkan film ini membawa pengaruh positif bagi
kebanyakan penonton. Pengaruh positif itu adalah adanya peningkatan budaya
membaca, karena kebanyakan dari penonton film Ayat-Ayat Cinta tersebut, mereka
membaca novelnya terlebih dahulu sebelum mereka menonton filmnya. Selain itu,
banyak gadis muslimah yang awalnya tidak mengenakan jilbab, setelah menonton film
Ayat-Ayat Cinta mereka terinspirasi dan tumbuh kesadaran untuk berjilbab.
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai media pembelajaran
dalam kegiatan belajar–mengajar dalam penulisan karya ilmiah yang baik dan benar di
kalangan pelajar sekolah menengah atas. Selain itu pula, makalah ini dapat
dipergunakan sebagai salah satu sumber pengetahuan mengenai nilai-nilai keagamaan
serta pengaplikasiannya dalam agama Islam dan juga perbedaan kebudayan bangsa
Timur dengan kebudayaan bangsa di Timur Tengah.
Rumusan masalah yang di bahas pada makalah ini adalah :
1. Bagaimana nilai pendidikan dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung
Bramantyo?
2. Bagaimana nilai agama dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung
Bramantyo?
1
3. Bagaimana status sosial yang berlaku dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan
sutradara Hanung Bramantyo?
4. Bagaimana kebiasaan sehari-hari yang terjadi dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan
sutradara Hanung Bramantyo?
5. Bagaimana seni budaya dalam film Ayat – Ayat Cinta dengan sutradara Hanung
Bramantyo?
1.2 Tujuan Pembahasan
Dalam makalah penulis yang berjudul Nilai Budaya Film Ayat-Ayat Cinta
Sutradara Hanung Bramantyo, terdapat beberapa tujuan, yaitu :
1. Ingin mengetahui nilai pendidikan dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai
oleh Hanung Bramantyo
2. Ingin mengetahui nilai agama dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh
Hanung Bramantyo
3. Ingin mengetahui status sosial dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh
Hanung Bramantyo
4. Ingin mengetahui kebiasaan sehari-hari dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang
disutradarai oleh Hanung Bramantyo
5. Ingin mengetahui seni budaya dalam Film Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh
Hanung Bramantyo
1.3 Pembatasan Masalah
Pada makalah ini penulis hanya membatasi permasalahan yang membahas
tentang nilai budaya saja, meskipun ada unsur-unsur ekstrinsik yang lain dari Film
Ayat-Ayat Cinta dengan sutradara Hanung Bramantyo.
1.4 Teori
Dalam pembahasan suatu makalah atau karya ilmiah, teori merupakan suatu
bagian yang sangat penting. Dalam teori terdapat sumber-sumber yang diperlukan untuk
pembahasan suatu makalah atau karya ilmiah.
Dalam makalah penulis, teori yang digunakan adalah unsur ekstrinsik yang
meliputi latar belakang pengarang, latar belakang penciptaan, latar belakang sosial
2
budaya, dan latar belakang sejarah. Namun, dalam makalah ini penulis hanya membahas
latar belakang sosial budaya, maka penulis akan menguraikan :
1. Pengertian unsur ekstrinisik
2. Pengertian nilai budaya
3. Jenis-jenis nilai budaya
4. Contoh dari jenis-jenis nilai budaya
Unsur ekstrinsik adalah unsur-unsur yang terdapat di luar karya sastra baik
berupa film, drama, sinetron ataupun novel. Sedangkan nilai budaya adalah nilai-nilai
kebudayaan yang mengandung unsur moral dan budaya dari sebuah karya sastra baik
dari film, drama, sinetron ataupun novel. Adapun jenis-jenis nilai budaya yaitu nilai
pendidikan, nilai agama, status sosial, kebiasaan sehari-hari dan seni budaya. Contoh
nilai pendidikan meliputi status pendidikan yang sedang dijalani atau pendidikan
terakhir. Contoh nilai agama meliputi agama/kepercayaan yang dianut oleh seseorang.
Contoh status sosial meliputi kedudukan atau jabatan dalam masyarakat. Contoh
kebiasaan sehari-hari meliputi kegiatan yang biasa dilakukan baik di waktu pagi, siang
ataupun malam hari. Contoh seni budaya meliputi adat-istiadat atau ciri khas budaya di
suatu daerah tertentu.
1.5 Sumber Data
Sumber yang digunakan penulis dalam pembahasan makalah yang berjudul
Nilai Budaya Film Ayat-Ayat Cinta Sutradara Hanung Bramantyo adalah film yang
berjudul Ayat-Ayat Cinta yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo dengan produser
Manooj Punjabi dan penulis naskahnya adalah Salmon Aristo dan Ginatri S serta rumah
produksi MD Entertainment. Sebagian dari tokoh-tokoh yang terdapat dalam film Ayat-
Ayat Cinta adalah Fedi Nuril yang mengisi tokoh sentral sebagai Fahri, Rianti
Cartwright sebagai Aisha, Carissa Putri sebagai Maria, Zaskia Adya Mecca sebagai
Noura, Melanie Putria sebagai Nurul, Rudi Wowor sebagai Bahadur.
1.6 Metode dan Teknik
Metode yang digunakan penulis dalam pembahasan makalah ini adalah metode
deskriptif, yaitu menggambarkan nilai budaya yang terdapat dalam film Ayat-Ayat
Cinta yang disutradarai oleh Hanung Bramantyo.
3
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam pembahasan sebuah makalah atau karya ilmiah berisi uraian-uraian dan
hasil pengamatan data yang dilakukan oleh penulis sebagai berikut : 1) Ringkasan
cerita, 2) Pembahasan nilai pendidikan, 3) Pembahasan nilai agama, 4) Pembahasan
status sosial, 5) Pembahasan kebiasaan sehari-hari, dan 6) Pembahasan seni budaya.
2.1 Ringkasan Cerita
Fahri adalah seorang pemuda Indonesia yang menuntut ilmu di di Universitas
Al-Azhar, Mesir. Syarat menjadi pelajar di Universitas Al-Azhar adalah harus dapat
menghapal Al-qur’an. Fahri yang merupakan pribadi yang sangat menjunjung tinggi
nilai-nilai keimanan dalam agama Islam tentu saja dia hapal Al-qur’an. Nilai-nilai
keimanan itulah yang dia dipraktikan dalam kehidupan sehari-hari. Meskipun ia tinggal
di sebuah rumah susun tanpa sanak keluarga dari Indonesia, namun dia tetap beruntung
karena mengenal sebuah keluarga yang begitu baik terhadapnya, keluarga Maria.
Maria adalah seorang gadis muda dengan mata yang indah, bulu mata yang
begitu menarik, kulit yang putih dan rambut pirang, karena seorang keturunan indo.
Walaupun Maria adalah seorang kristiani, tetapi Maria hapal beberapa surat dalam kitab
suci Al-qur’an. Salah satu surat yang paling dia hapal adalah surat Maryam. Karena
Maria seorang kristiani, dia kuliah di salah satu Universitas Kristen terkemuka di Mesir.
Pertemuan Fahri dan Maria berawal ketika Fahri pindah ke sebuah rumah satu
lantai di bawah rumah Maria. Sejak itu mereka saling mengenal walaupun mereka
belum begitu akrab. Fahri begitu kagum terhadap Maria yang selalu menutup auratnya
walaupun Maria tidak mengenakan jilbab. Selain itu, Maria adalah gadis yang pintar,
apalagi dalam hapalan Al-qur’annya. Dia juga wanita yang lembut, sopan dan sangat
beretika.
Suatu hari, saat Fahri tengah berada di luar rumah susun dan berjalan hendak
berangkat mengaji ke Musthafawiyah, Maria memanggil Fahri dari kamarnya. Dia
menitip jus mangga kesukaannya dengan memberikan uang kepada Fahri lewat
keranjang yang dia turunkan dari kamarnya. Begitulah kebiasaan wanita Mesir. Ketika
4
mereka sedang tidak ingin keluar dari rumahnya untuk membeli sesuatu pada pedagang
yang lewat, mereka menurunkan keranjang kecil dari rumahnya yang telah berisi
sejumlah uang untuk pembayaran, lalu pedagang itu akan memberikan barang yang
diinginkan oleh pembelinya.
Fahri begitu kaget ketika dia telah selesai mengaji seperti biasanya, Ustad Jamal
yakni guru mengajinya bertanya kapan dia akan menikah. Ustad Jamal hendak
menjodohkan Fahri dengan keponakannya. Fahri diajak untuk ta’aruf, yaitu salah satu
kebiasaan di Mesir sebelum menikah, keluarga kedua pasangan mengadakan
ta’aruf(perkenalan). Fahri menyetujui untuk melakukan ta’aruf di rumah Ustad Jamal
beberapa hari kemudian.
Suatu waktu lewat tengah malam, terdengar suara keributan dan teriakan
seorang wanita di rumah susun itu. Meskipun teriakan dan tangisan gadis itu begitu
histeris, namun tak ada seorang pun yang berani keluar rumah karena mereka tahu
keributan itu berasal dari keluarga Bahadur yang sedang menyiksa anaknya, Noura.
Namun, Fahri adalah pemuda yang sangat lembut perasaannya. Tetapi, tidak mungkin
dia yang menolong Noura, karena dia berpikir hal itu hanya akan mengundang fitnah
terhadap dirinya. Akhirnya, Fahri menghubungi Maria lewat handphone-nya dan Maria
menuruti kata-kata Fahri untuk menolong Noura dan menyembunyikan Noura di rumah
temannya Maria.
Tiba saatnya dimana Fahri menyetujui untuk melakukan ta’aruf dengan seorang
wanita yang akan dijodohkannya. Fahri pergi ke Musthafawiyah terlebih dahulu untuk
bertemu dengan Ustad Jamal lalu pergi ke rumahnya. Ketika wanita yang hendak
dijodohkan dengannya masuk ke ruang tamu Ustad Jamal, Fahri yang tengah duduk di
ruangan itu langsung melihat ke arah wanita itu. Ketika wanita tersebut membuka
cadarnya, Fahri merasa kaget sekali karena wanita itu pernah ia temui sebelumnya di
kereta bawah tanah ketika suatu saat dia pulang dari Musthafawiyah. Aisha nama
wanita bercadar itu.
Saat Fahri menyetujui untuk menikah dengan Aisha dan mereka telah
menetapkan tanggal pernikahannya serta membuat undangan pernikahan. Nurul yang
merupakan seorang mahasiswi dari Indonesia dan telah mengenal Fahri cukup lama
merasa sangat sedih bahkan sikapnya terhadap Fahri menjadi berubah karena ternyata
Nurul menyukai Fahri. Di sisi lain, Fahri yang menganggap Maria sebagai sahabatnya,
5
dia ingin Maria dapat menghadiri pernikahannya, namun saat Fahri mendatangi rumah
Maria, rumahnya kosong, karena Maria sedang pergi ke rumah neneknya bersama
keluarganya.
Baru saja Fahri menikah beberapa waktu lalu dengan Aisha, Fahri di tangkap
oleh polisi karena penuduhan pemerkosaan terhadap Noura. Padahal Fahri tidak pernah
menyentuh Noura, walaupun hanya sekedar berjabat tangan. Di saat itu pula Maria telah
kembali ke rumahnya, dan Maria merasa sangat sedih begitu mengetahui rumah Fahri
telah kosong karena Fahri pindah ke rumah istrinya, Aisha.
Aisha yang begitu kebingungan menghadapi permasalahan ini, dia hendak
meminta bantuan Ustad Jamal untuk membebaskan Fahri, karena Noura pernah
mengirim surat kepada Fahri melewati Ustad Jamal dimana isi surat tersebut
menjelaskan mengenai semua peristiwa malam mengenaskan saat Noura diusir dari
rumah Bahadur. Namun, sayang Ustad Jamal telah meninggal dan surat dari Noura pun
tidak ditemukan oleh istri Ustad Jamal di rumahnya.
Satu-satunya saksi yang dapat membantu membebaskan Fahri saat itu adalah
Maria. Namun, Maria pun sedang terbaring koma di rumah sakit akibat kecelakaan.
Aisha yang begitu ingin membebaskan Fahri dari penjara, dia meminta Fahri datang ke
rumah sakit untuk menikahi Maria agar Maria dapat disentuh oleh Fahri, karena Aisha
tahu Fahri tidak akan berani menyentuh wanita yang bukan muhrimnya. Fahri menolak
pernikahan itu, tapi Aisha memaksanya. Akhirnya Fahri menikahi Maria dan
menemaninya dengan harapan Maria akan sadar sebelum Fahri kembali ke penjara.
Namun, Maria belum sadar-sadar juga sedangkan Fahri harus menghadapi persidangan
keesokan harinya.
Saat semua saksi memberatkan Fahri sebagai tersangka pemerkosaan terhadap
Noura dan hakim akan memberikan keputusan bahwa Fahri akan dijatuhi hukuman
sesuai apa yang dituduhkan padanya, tiba-tiba saja Maria datang bersama seorang
wanita yang mendorong kursi rodanya. Maria yang membawa bukti-bukti kuat
meyakinkan hakim dan seluruh orang yang ada di persidangan itu bahwa bukan Fahri
yang melakukan perbuatan hina itu. Kesaksian Maria tidak dapat dibantah lagi oleh
Noura karena Maria adalah orang yang menolong Noura pada malam itu, dan akhirnya
Noura mengaku bahwa Noura di suruh memfitnah Fahri oleh ayah tirinya, Bahadur,
yang telah melakukan perbuatan hina itu pada Noura.
6
Akhirnya, Fahri dibebaskan dari penjara dan kesehatan Maria pun mulai
membaik, juga Aisha pun sedang mengandung anak dari Fahri. Saat Aisha di rawat di
rumah sakit karena usia kandungannya sudah mendekati kelahiran, saat itu pula Maria
di rawat di rumah sakit karena penyakitnya yang semakin parah. Suatu malam Maria
bermimpi bertemu dengan Ibunda Maryam, sosok yang diceritakan dalam surat Maryam
yang dia hapal dan selalu di bacakan olehnya. Ketika terbangun, dia meminta agar
Aisha dan Fahri membimbingnya untuk masuk Islam, lalu Maria berwudhu dan kembali
tidur. Namun, di tidurnya yang kali ini Maria tidak bangun lagi untuk selama-lamanya.
Maria meninggal dalam keadaan Islam.
2.2 Nilai Budaya
Nilai budaya adalah nilai yang terdapat di luar karya sastra yang meliputi nilai
pendidikan, nilai agama, status sosial, kebiasaan sehari-hari, dan seni budaya. Nilai
budaya dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo adalah sebagai
berikut :
2.2.1 Nilai Pendidikan
Nilai pendidikan terbagi atas dua jenis yaitu nilai pendidikan umum dan nilai
pendidikan tersirat. Nilai pendidikan umum yaitu pendidikan yang telah atau sedang di
jalani oleh seseorang atau pelaku cerita dalam sebuah karya ilmiah, baik film, sinetron,
drama ataupun novel. Sedangkan nilai pendidikan tersirat meliputi nilai moral, etika,
dan tingkah laku yang terdapat dalam sebuah karya ilmiah, baik film, sinetron, drama
ataupun novel.
2.2.1.1 Nilai Pendidikan Umum
Nilai pendidikan umum yang terdapat dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara
Hanung Bramantyo yaitu pemeran utama dalam film ini, Fahri, merupakan seorang
mahasiswa dari Indonesia. Hal ini terbukti pada saat adegan film dimana Fahri
menunjukkan kartu mahasiswanya sebagai salah satu mahasiswa Universitas Al-Azhar
pada salah seorang warga Mesir ketika terjadi perkelahian perbedaan pendapat lalu
Fahri melerai perkelahian tersebut.
7
2.2.1.2 Nilai Pendidikan Tersirat
Nilai pendidikan tersirat yang terdapat pada Film Ayat-Ayat Cinta sutradara
Hanung Bramantyo yaitu moral pemeran utama, Fahri, selalu menghargai wanita dan
menjaga hubungan baik dengan orang lain, baik yang dikenal olehnya ataupun belum
pernah dia kenal sebelumnya. Selain itu, tokoh Maria yang menghargai kebudayaaan di
Mesir yakni berpakaian tertutup walaupun dia bukan seorang muslim, serta tingkah
lakunya yang sopan dan beretika juga merupakan nilai pendidikan yang terisrat dalam
Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo.
2.2.2 Nilai Agama
Nilai agama adalah nilai-nilai yang terdapat di luar karya sastra yang meliputi
nilai dan norma, kerohanian dan keagamaan dalam aplikasi kehidupan sehari-hari.
Dalam makalah penulis, penulis menilai sikap Fahri yang selalu menjaga etika tentang
bagaimana memperlakukan wanita dan sikap Maria yang selalu menjaga etika sebagai
wanita serta ketulusan dan keikhlasan Aisha sebagai seorang istri merupakan contoh
dari nilai agama yang terkandung dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung
Bramantyo.
2.2.3 Nilai Status Sosial
Status sosial adalah status/jabatan/kedudukan/perilaku seseorang dalam hidup
bermasyarakat. Fahri memang seorang mahasiswa Universitas Al-Azhar di Mesir,
namun dia juga adalah seorang penterjemah beberapa buku. Peran Fahri sebagai seorang
mahasiswa dan juga penterjemah buku merupakan status sosial yang diperolehnya
dalam hidup bermasyarakat yang terdapat dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara
Hanung Bramantyo. Contoh lain dalam hal perilaku bisa di lihat pada keluarga Maria.
Meskipun keluarga Maria adalah seorang Kristiani, sedangkan di Mesir bermayoritas
Islam, namun mereka tidak pernah memandang perbedaan agama ketika mereka
menolong orang yang sedang dalam kesulitan.
2.2.4 Nilai Kebiasaan Sehari-hari
Kebiasaan sehari-hari adalah kegiatan rutin yang dikerjakan seseorang di setiap
harinya. Kebiasaan tokoh utama dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung
8
Bramantyo ini yaitu Fahri adalah mengaji ke Musthafawiyah sepulang dari kuliahnya.
Lalu malam harinya dia bekerja di kamarnya dengan menterjemahkan buku-buku.
Selain itu pula, kebiasaan para wanita Mesir yang menurunkan keranjang dari kamarnya
agar bisa berhubungan dengan orang yang berada di lantai bawah kamarnya merupakan
kebiasaan sehari-hari yang di tonjolkan dalam Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung
Bramantyo.
2.2.5 Nilai Seni Budaya
Seni Budaya adalah kebudayaan yang dimiliki oleh suatu bangsa, dimana
kebudayaan itu cenderung selalu berbeda dengan kebudayaan yang dimiliki oleh
bangsa yang lainnya. Dari Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo kita
dapat mengetahui bahwa ternyata kebudayaan yang ada di Mesir berbeda dengan
kebudayaan yang ada di Indonesia. Salah satu bentuk kebudayaan yang dimaksud
adalah dalam sistem/tata cara pernikahan. Jika di Indonesia pada saat akad nikah
mempelai wanita berada di samping mempelai pria, maka di Mesir mempelai wanita
berada di lantai atas dari mesjid itu bersama keluarga dan para tamu undangan wanita
yang lain sedangkan mempelai lelakinya berada di lantai bawah ditemani oleh para
saksi dan tamu undangan lelaki yang lainnya untuk melakukan ijab kabul.
2.3 Hasil Pembahasan
Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini memiliki keunggulan
dalam pengambilan setting yang dilakukan di Mesir. Pengambilan setting ini merupakan
suasana baru dalam dunia perfilman Indonesia, karena biasanya film-film Indonesia
hanya mengambil setting tempat di Indonesia saja.
Namun, Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini pun kurang
terasa begitu memuaskan sehingga kurang dinikmati oleh para penontonnya. Hal ini
dikarenakan para penonton Film Ayat-Ayat Cinta ini sudah membaca novelnya terlebih
dahulu, sehingga ketika ada beberapa potongan cerita yang di kurangi atau di
tambahkan mereka menginginkan alur cerita dalam Film Ayat-Ayat Cinta ini sama
dengan apa yang ada dalam novelnya.
Di sisi lain, Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini pun
memiliki dampak positif bagi kebanyakan penonton film ini. Salah satu dampak positif
9
yang dimaksud adalah meningkatnya minat baca mulai dari kalangan pelajar sampai
dengan orang tua. Selain itu, banyak pula wanita-wanita muda yang terinspirasi untuk
berhijab setelah menonton Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini.
Pembuatan film ini pun memberi manfaat pada Indonesia karena berhasil menjalin
kerjasama dengan Mesir, sehingga fotocopy kaset Film Ayat-Ayat Cinta sutradara
Hanung Bramantyo ini pun terjual laris tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia
Tenggara. Meskipun ada beberapa beberapa adegan yang menunjukkan kekerasan
dalam film dan sikap-sikap negatif yang lainnya seperti adegan memfitnah dsb, namun
tetap saja dari film ini kita dapat mengetahui beberapa kebudayaan Mesir yang berbeda
dengan kebudayaan negara kita, Indonesia, sehingga setidaknya pengetahuan kita
bertambah.
10
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini menceritakan tentang
kisah bagaimana seorang lelaki seharusnya memperlakukan wanita dan bagaimana
seharusnya kita bersikap dalam kehidupan sehari-hari. Sikap Fahri yang selalu
menerapkan nilai-nilai keimanan dalam kehidupannya perlu kita ikuti, apalagi sikap
Maria yang sopan, lembut, dan beretika serta sikap Aisha yang tulus dan ikhlas juga
merupakan sikap-sikap yang perlu kita teladani sebagai orang yang beragama.
Pada film Ayat-Ayat Cinta Sutradara Hanung Branamtyo ini terdapat nili-nilai
budaya yang meliputi nilai pendidikan, agama, status sosial, kebiasaan sehari-hari dan
seni budaya yang dapat dijadikan sebagai ilmu pengetahuan dan sebagian yang lainnya
yang bernilai positif dapat pula diteladani untuk selanjutnya diterapkan dalam
kehidupan sehari-hari oleh kita sebagai makhluk sosial yang hidup bermasyarakat.
3.2 Saran dan Himbauan
Film Ayat-Ayat Cinta sutradara Hanung Bramantyo ini dinilai penulis perlu
ditonton oleh berbagai kalangan karena film ini mengandung nilai-nilai moral yang
sangat tinggi. Dari film ini pun, penulis berpendapat bahwa sebaiknya dunia perfilman
di Indonesia harus lebih banyak yang mengandung nilai-nilai moral dengan persentase
yang cukup tinggi dibandingkan dengan perfilman yang hanya mengandung unsur
hiburan saja.
11
DAFTAR PUSTAKA
Keraf, Gorys, 1980. Komposisi. Ende : Nusa Indah
Widyamartaya, 1995. Kreatif Mengarang. Yogyakarta : Kanisius
Eneste, Pamusuk, 1995. Buku Pintar Penyuntingan Naskah. Jakarta : Obor
Bramantyo, Hanung, 2007. Ayat-Ayat Cinta. Kairo : MD Entertainment
12