Upload
drei
View
6
Download
4
Embed Size (px)
DESCRIPTION
public healt
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Merokok merupakan salah satu dari sekian banyak masalah kesehatan
masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan kematian.
Hampir semua orang tahu akan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok. Rokok
mengandung 4000 zat kimia yang berbahaya bagi kesehatan, seperti nikotin yang
bersifat adiktif dan tar yang bersifat karsinogenik, bahkan juga formalin. Rokok
adalah produk yang berbahaya dan adiktif yang berisi 4000 bahan kimia dimana
68 diantaranya karsinogenik. Zat berbahaya dalam rokok antara lain tar,
karbonmonoksida, sianida, arsen, formalin, dan nitrosamine. Melihat banyaknya
zat kima berbahaya yang terkandung dalam rokok, maka tidaklah aneh apabila
banyak dampak negative dari rokok yang timbul pada manusia. Dampak jangka
pendek yang timbul akibat merokok adalah batuk – batuk, mudah lelah, nafas
pendek, serta kurangnya kemampuan mencium bau dan mengecap rasa.
Sedangkan dampak jangka panjang yang dapat terjadi adalah kanker (bibir, lidah,
kerongkongan dan paru – paru), gangguan pernafasan, TBC, jantung, hipertensi,
osteoporosis, gangguan ginjal, gangguan kesuburan, kulit keriput dan laim – lain.1
Laporan WHO tahun 2013 menyebutkan sekitar 1,3 Milyar penduduk dunia
adalah perokok.1 WHO sebenarnya telah menyusun strategi pengendalian dalam
mengatasi masalah terkait rokok. Akan tetapi, masih banyak masyarakat yang
merokok. Tindakan merokok dapat menyebabkan timbulnya penyakit yang dapat
berujung pada kematian. Hal ini terjadi pada sekitar 6 juta orang per tahun. Lebih
dari 5 juta kematian terjadi pada perokok aktif dan lebih dari 6 ratus terjadi pada
perokok pasif. Merokok menjadi faktor resiko kematian paling tinggi di China. Di
Indonesia kematian 20% penduduk laki – laki dan 12% penduduk wanita akibat
penyakit terkait rokok.2
1
Konsumsi rokok di Indonesia menempati peringkat 4 di dunia dan peringkat
2 di Asia. Indonesia menempati peringkat 4 setelah China, Amerika Serikat, dan
Rusia. Prevalensi perokok di Indonesia adalah 57,2% pada laki – laki dan 5,1%
pada perempuan.2
Menurut riset kesehatan dasar tahun 2013, perilaku merokok penduduk 15
tahun keatas masih belum terjadi penurunan dari tahun 2007 ke 2013 bahkan
cenderung meningkat dari 34,2 persen tahun 2007 menjadi 36,3 persen tahun
2013. 64% laki – laki dan 2,1% perempuan masih menghisap rokok pada tahun
2013. Ditemukan 1,4% perokok umur 10-14 tahun, 9,9% perokok pada kelompok
tidak bekerja, dan 32,2% pada kelompok kuintil indeks kepemilikan terendah.
Sedangkan rata – rata jumlah rokok yang dihisap adalah sekitar 12,3 batang,
bervariasi dari yang terendah 10 batang di DI Yogyakarta dan tertinggi di Bangka
Belitung yaitu 18,3 batang.3
Produksi tembakau di Indonesia setiap tahun terus mengalami peningkatan
yang signifikan. Tercatat 300 juta milyar batang rokok diproduksi pada tahun
2011 atau mengkat sebesar 30 milyar batang dari tahun 2010 yaitu 270 milyar
batang. Indonesia belum mengakses Framework Convertion On Tobacco Control
(FCTC). Pengendalian tembakau di Indonesia mengalami perdepatan yang
panjang, mulai dari hak asasi seorang perokok, fatwa haram merokok di tempat
umum sampai pada dampak antirokok terhadap perekonomian dan tenaga kerja di
Indonesia.4
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan memahami
tentang strategi klinik perubahan perilaku merokok seseorang dengan cara
mendirikan klinik berhenti merokok. Dan untuk memenuhi persyaratan dalam
mengikuti kegiatan Kepanitraan Klinik Senior (KKS) di Departemen Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatra Utara.
2
1.3. Manfaat penulisan
Beberapa manfaat yang terdapat dari penulisan makalah ini adalah :
1. Untuk lebih memahami mengenai strategi klinik perubahan prilaku merokok
seseorang dengan cara mendirikan klinik berhenti merokok.
2. Sebagai bahan informasi dan pengetahuan untuk pembaca mengenai perubahan
prilaku merokok dengan mendirikan klinik berhenti merokok.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Rokok
Rokok adalah hasil olahan tembakau yang terbungkus, dihasilkan dari
tanaman Nicotiana Tabacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau
sintetisnya yang mengandung nikotin dan tar dengan atau tanpa bahan tambahan.
Salah satu argumen tentang konsumsi tembakau adalah bahwa perokok
sendirilah yang membuat keputusan untuk membeli rokok berdasarkan
pengetahuan yang cukup yang telah dimilikinya. Argumen ini didasarkan pada
teori ekonomi yang mengatakan bahwa konsumen mempunyai hak tentang
bagaimana membelanjakan uangnya atas dasar pengetahuan tentang biaya dan
manfaat yang akan diperoleh dari pembelian tersebut dan bahwa konsumen
sendirilah yang akan menanggung beban akibat pembeliannya. Kedua asumsi ini
tidak berlaku bagi konsumen produk tembakau dan berbeda dalam tiga hal dengan
produk konsumen lainnya.
Konsumen tidak sepenuhnya sadar akan resiko penyakit dan
kematian dini akibat keputusannya membeli rokok tembakau. Ini merupakan
biaya terbesar yang harus dibayar. Beberapa faktor penyebab, antara lain karena
tenggang waktu 20 – 25 tahun sejak orang mulai merokok dan timbulnya gejala
penyakit.
Sebagian besar perokok pemula adalah remaja yang belum
mempunyai kemampuan untuk menilai dengan benar informasi dampak merokok.
Tidak kalah pentingnya adalah kecenderungan perokok pemula untuk
menyepelekan biaya yang kelak akan ditanggung akibat adikasi nikotin. Mereka
menganggap bahwa biaya tersebut disebabkan karena kelemahan perokok dewasa
untuk memutuskan berhenti merokok ketika masih remaja. Mereka tidak
menyadari efek adiktif nikotin yang sangat kuat yang akan mengikat dan
menyebabkan orang sulit berhenti merokok.
4
Orang lain menanggung beban akibat pembelian dan konsumsi rokok oleh
perokok. Disamping dampak fisik dan ekonomi pada bukan perokok, dampak
ekonomi yang harus ditanggung oleh keluarga perokok adalah biaya rutin yang
haruys dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan adiksinya dan biaya sakit akibat
merokok. Pada keluarga miskin, beban ekonomi ini dilakukan dengan
mengalihkan pengeluaran makanan, pendidikan dan kesehatan untuk membeli
rokok. Beban tidak langsung pada keluarga miskin adalah hilangnya produktifitas
pencari nafkah utama karena sakit atau kematian dini yang berdampak pada
turunnya pendapatan keluarga.5
2.2 Perilaku dan Alasan Orang Merokok
Berbagai alasan yang dapat mendorong seseorang untuk merokok. Hal ini
harus dipahami oleh dokter dan juga orang yang akan menjalani program berhenti
merokok. Alasan yang berperan secara berbeda pada masyarakat yang berbeda
adalah sebagai berikut :
- Seseorang khawatir tidak diterima di lingkungannya kalau ia tidak merokok. Ini
bisa dilihat pada kalangan remaja.
- Ingin tahu. Rasa ingi tahu yang besar sangat mendorong seseorang untuk
merokok.
- Untuk kesenangan
- Mengatasi ketegangan. Ini merupakan alasan yang paling sering dikemukakan
dan sama seringnya untuk laki – laki dan perempuan, baik yang muda ataupun
yang lebih tua
- Demi pergaulan
- Tradisi. Ini berlaku untuk etnis tertentu.
Berbagai alasan itu kemudian mendorong seseorang untuk merokok dan
didukung dengan dukungan contohnya dari orangtua, iklan rokok, ketidak tahuan
5
akan bahaya merokok untuk kesehatan, harga rokok yang masih terjangkau, dan
tidak adanya kebijakan publik yang membatasi kebebasan merokok.5
Hasil penelitian Aditya Tarupay tahun 2013 menyimpulkan bahwa proses
seseorang merokok memang awalnya dari coba – coba dengan tahap sembunyi –
sembunyi maupun bergabung dengan teman sebaya yang sudah mulai merokok
terlebih dahulu. Teman memiliki andil yang cukup besar dan turut andil dalam
membantu mendapatkan rokok dengan cara menawarkan rokok. Wawancara
yang dilakukan peneliti dengan menanyakan pengaruh iklan terhadap keputusan
merokok dan melanjutkan merokok juga memiliki hasil yang kuat. Iklan rokok
secara tidak langsung melaui reklame rokok yang banyak terdapat dijalan,
kegiatan yang diseponsori rokok, pemberian sampel, dan iklan komersil rokok di
film. Keluarga juga mempengaruhi seseorang untuk merokok dengan cara
kurangnya pengawasan dari orang tua sehingga seseorang merasa bebas merokok.
Pengetahuan yang masih kurang tentang kandungan rokok dan bahaya rokok bagi
kesehatan masih terbatas pada informasi umum tentang rokok.1
Perilaku merokok dilihat dari berbagai sudut pandang yang sangat
merugikan baik untuk diri sendiri maupun orang – orang disekelilingnya. Perilaku
selain disebabkan faktor – faktor dari dalam diri juga disebabkan oleh faktor
lingkungan. Faktor – faktor individual dapat berupa krisis psikologis yang terjadi
dalam diri individu tersebut, munculnya kondisi kebingungan pada remaja tahap
usia 15 – 18 tahun yang menyebabkan mereka menjadi lebih mudah terjerumus
pada prilaku menyimpang merokok, atau pengaruh emosi yang menyebabkan
seorang individu mencari relaksasi karena merokok dianggap dapat memudahkan
berkonsentrasi, memperoleh pengalaman yang menyenangkan, dan mengurangi
ketegangan dan stres.6
Ada 4 tahap dalam perilaku merokok sehingga menjadi perokok yaitu :
1. Tahap Preparatory. Seseorang mendapatkan gambaran yang
menyenangkan mengenai merokok dengan cara mendengar, melihat, atau
dari hasil bacaan. Hal – hal ini menumbulkan minat untuk merokok.
6
2. Tahap Initiation. Tahap perintisan merokok yaitu tahap apakah seseorang
akan meneruskan ataukah tidak terhadap perilaku merokok.
3. Tahap Becoming a smoker. Apabila seseorang telah mengkonsumsi rokok
sebanyak 4 batang perhari maka mempunyai kecenderungan menjadi
perokok.
4. Tahap Maintenance of smoking. Tahap ini merokok sudah menjadi salah
satu bagian dari cara pengaturan diri. Merokok dilakukan untuk
memperoleh efek fisiologi yang menyenangkan.7
Tidak ada yang memungkiri adanya dampak negatif dari perilaku merokok
tetapi perilaku merokok bagi kehidupan manusia merupakan kegiatan yang
“fenomenal”. Artinya, meskipun sudah diketahui akibat negatif merokok tetapi
jumlah perokok buakn semakin menurun tetapi semakin meningkat dan usia
merokok semakin bertambah muda.
Disisi lain, saat pertama kali mengkonsumsi rokok, gejala – gejala yang
mungkin terjadi adalah batuk – batuk, lidah terasa getir dan perut mual. Namun
demikian, sebagian dari para pemula tersebut mengabaikan perasaan tersebut,
biasanya berlanjut menjadi kebiasaan, dan akhirnya menjadi ketergantungan.
Ketergantungan ini dipersepsikan sebagai kenikmatan yang memberikan kepuasan
psikologis. Gejala ini dapat dijelaskan dari konsep ketergantungan rokok. Artinya,
perilaku merokok merupakan perilaku yang menyenangkan dan bergeser menjadi
aktifitas yang bersifat obsesif. Hal ini disebabkan nikotin adalah adiktif, jika
dihentikan secara tiba – tiba dapat menimbulkan stress.7
Informasi perilaku penggunaan tembakau dalan Riskesdes tahun 2013
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu perilaku merokok dan perilaku penggunaan
tembakau dengan mengunyah. Hal tersebut dikarenakan efek samping yang
ditimbulkan akibat merokok dan dengan metode mengunyah tembakau berbeda.
Perokok hispa menimbulkan polusi pada perokok pasif dan lingkungan sekitarnya,
sedangkan mengunyah tembakau hanya berdampak pada dirinya sendiri.7
7
Menurut survei rata – rata proporsi perokok saat ini di Indonesia adalah
29,3%. Proporsi perokok saat ini terbanyak di Kepulauan Riau dengan perokok
setiap hari 27,2% dan kadang – kadang merokok 3,5%. Proporsi terbanyak
perokok aktif setiap hari pada umur 30-34 tahun sebesar 33,4%, umur 35-39 tahun
32,2%, sedangkan proporsi perokok setiap hari pada laki – laki lebih banyak
dibandingkan perokok perempuan (47,5% banding 1,1%). Berdasarkan jenis
pekerjaan petani/nelayan/buruh adalah proporsi perokok aktif setiap hari yang
terbesar (44,5%) dibandingkan kelompok pekerjaan lainnya. Proporsi perokok
setiap hari tampak cenderung menurun pada kuintil indeks kepemilikan yang lebih
tinggi.3
2.3 Program dan Strategi berhenti Merokok
Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur
kesejahteraan yang harus di wujudkan sesuai dengan cita – cita bangsa Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Pancasila dan Pembukaan Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Dalam kaitan pencapaian tujuan bidang
kesehatan, konsumsi rokok merupakan epidemi yang mengancam kelangsungan
generasi di Indonesia. Konsumsi rokok meningkat secara pesat dari tahun
ketahun. Perokok mempunyai resiko lebih tinggi 2-3 kali lipat untuk terkena
penyakit jantung koroner dari pada penyakit kanker paru. Menurut penelitian
Ratnawulan tahun 2015, Penyakit jantung koroner adalah penyakit dengan angka
mortalitas yang tinggi baik di negara maju maupun negara berkembang.
Kebiasaan dan rutinitas yang merugikan memiliki kekuatan untuk merusak
kesehatan seseorang seperti kebiasaan merokok yang merupakan contoh
kebiasaan untuk memudahkan seseorang terkena penyakit kardiovaskular. Pada
penelitiannya yang menggunakan studi deskriptif analitik dengan pendekatan
potong lintang/cross-sectional, Ratna menilai perilaku merokok berdasarkan lama
merokok, tipe merokok, dan jenis rokok. Dari hasil penelitiannya menunjukan
bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara perilaku merokok dan kejadian
8
penyakit jantung koroner berdasarkan lama merokok (P=0,010), tipe perokok
(P=0,014) dan jenis rokok yang dihisap (P=0,001). Dengan kesimpulan adalah
terdapatnya hubungan yang signifikan antara lama merokok, tipe merokok dan
jenis rokok yang dihisap dengan kejadian penyakit jantung koroner.8 Konsumsi
rokok membunuh satu orang setiap 10 detik. Konsumsi rokok di Indonesia telah
sampai pada situasi yang mengkhawatirkan. Dampak yang ditimbulkan tridak
hanya merugikan kesehatan perokok dan orang lain yang terpapar asap rokok,
tetapi mengancam ekonomi keluarga masyarakat miskin.
Oleh sebab itu, upaya pengendalian dampak konsumsi rokok di Indonesia
harus dilaksanakan secara komprehensif sebagai tanggung jawab bersama antara
pemerintah dan masyarakat sehingga derajat kesehatan masyarakat yang setinggi
– tingginya dapat terwujud. Untuk itu, perlu dibuat kebijakan pengendalian
dampak konsumsi rokok dalam bentuk peta jalan Pengendalian Dampak
Konsumsi Rokok Bagi Kesehatan yang menjadi acuan bersama dalam penyusunan
dan pengembangan program dan kegiatan upaya pengendalian dampak konsumsi
rokok oleh semua pemangku kepentingan.
Upaya pengendalian dampak konsumsi rokok bagi kesehatan di Indonesia,
saat ini memiliki kekuatan berupa Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan
Bahan yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan
serta Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 28 Tahun 2013 tentang Pencantuman
Peringatan Kesehatan Dan Informasi Kesehatan Pada Kemasan Produk
Tembakau. Selain itu kebijakan dalam penyediaan dana bagi pengendalian
tembakau yang diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2007
tentang Cukai dan pengaturan pajak rokok yang tertuang dalam Undang-Undang
Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, juga
merupakan kekuatan yang dimiliki pemerintah.
9
2.4 Klinik Berhenti Merokok
Klinik berhenti merokok adalah salah satu program pemerintah yang dibuat
sebagai upaya untuk membantu perokok untuk berhenti merokok. Klinik berhenti
merokok biasanya melakukan pelatihan bagi petugas puskesmas dan
penyelenggaraan layanan klinik berhenti merokok dengan pendekatan konseling.
Menurut penelitian Dewi Susanti di kabupaten Purwakarta, Klinik berhenti
merokok telah didirikan sejak bulan juli tahun 2010 sebanyak 5 klinik yang
bertempat di puskesmas. Ini sesuai dengan Keputusan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten Purwakarta No : 944/235/Promkes, tentang Penetapan Puskesmas
Dengan Klinik Berhenti Merokok di Lingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten
Purwakarta Tahun 2010. Upaya pendirian Klinik Berhenti Merokok ini bertujuan
untuk menurunkan angka kesakitan dan angka kematian akibat merokok dengan
cara mengubah perilaku masyarakat untuk hidup sehat, menurunkan angka
perokok, dan mencegah perokok pemula. Tim Klinik Berbenti Merokok terdiri
dari dokter umum, petugas Promosi Kesehatan, perawat, dan bidan.10
Pendirian Klinik Berhenti Merokok didasari oleh berbagai aspek
pendukung, seperti :
- Pembiayaan/Anggaran. Ini merupakan satu instrumen penting di dalam
manajemen suatu program karena merupakan bagian dari fungsi
manajemen.
- Perencanaan. Perencanaan merupakan suatu proses diagnosis penyebab
masalah, penetapan prioritas masalah dan alokasi sumber daya yang ada
untuk mencapai tujuan.
- Sosialisasi tentang keberadaan KBM. Sosialisasi bisa dilakukan kapan dan
dimana saja. Media promosi kesehatan dapat digunakan juga sebagai alat
untuk melakukan sosialisasi, karena dapat mempermudah penyampaian
informasi kepada sasaran. Media yang digunakan berupa media cetak seperti
leafleat, poster, dan brosur yang disebarkan ke masyarakat.
- Pembagian tugas pokok dan fungsi pelaksana di KBM harus jelas.
10
- Harus adanya koordinasi yang baik antara dinas kesehatan dengan
puskesmas, koordinasi antara petugas KBM di puskesmas, dan koordinasi
antara dinas kesehatan maupun puskesmas dengan lintas sektor yang terkait
dengan program KBM. Koordinasi dengan sektor lain selain sektor
kesehatan sangat perlu karena masalah kesehatan merupakan dampak dari
semua sektor sektor pembangunan. Pertimbangan lain perlunya keterlibatan
sektor lain dalam pembangunan kesehatan adalah bahwa kesehatan itu
sesuatu yang kompleks, yang dipengaruhi oleh banyak faktor, yakni faktor
internal dan eksternal. Faktor internal yang menentukan kesehatan
seseorang atau masyarakat adalah perilaku dan herediter, sedangkan faktor
eksternal adalah lingkungan, baik lingkungan fisik maupun non fisik seperti
sosial, budaya, ekonomi, politik.
- Sarana dan Prasarana khusus yang disediakan untuk menunjang kelancaran
pelaksanaan kegiatan KBM di puskesmas harus jelas. Seperti , alat – alat,
tempat atau ruangan khusus, serta obat – obatan harus tersedia.
- Evaluasi. Evaluasi perlu untuk mengetahui apakah program yang sudah
dilakukan telah berjalan sesuai dengan yang diharapkan. Pada fase evaluasi
dilihat apakah perencanaan dan implementasi yang telah dilakukan dapat
dilanjutkan, selain itu evaluasi diperlukan sebagai alat bantu untuk membuat
perencanaan selanjutnya.10
Tahapan – tahapan yang harus dilakukan saat berada di Klinik Berhenti
Merokok, yaitu:
- Mengisi Identitas
- Mengisi Data Konseling
- Melakukan Konseling. Metode konseling yang telah dikembangkan yaitu
Quit Tobacco Indonesia. Metode tersebunt langkah – langkahnya :
o Ask (menggali tanda – tanda vital selain pengukuran atau
pemeriksaan fisik), misalnya status rokok, riwayat rokok,
keinginan berhenti merokok.
11
o Advise (menasehati perokok agar berhenti dengan pendekatan
personal). Nasehat ini harus jelas, sungguh – sungguh diucapkan
dan diungkapkan secara pribadi
o Assess (menentukan keinginan untuk berhenti, sehingga berhentu
merokok dapat terwujud)
o Assist (membantu pasien pada saat berhenti) dengan cara
membantu pasien dengan rencana berhenti, membuat pemecahan
masalah, membuat dorongan sosial sebagai bagian dari
pengobatan, merekomendasikan penggunaan obat – obat yang
dianggap dapat membantu berhenti merokok, dan memberikan
materi tambahan yang diperlukan.
o Arrange (merancang tindak lanjut), yaitu mendorong pasien untuk
melakukan pertemuan tindak lanjut, menggali gejala pemutusan
ketagihan, menggali dukungan dan hambatan dan mempertahankan
status berhenti merokok.11
- Melakukan sesi tanya jawab
- Menjadwalkan kunjungan berikutnya
- Mengambil obat
12
BAB III
KESIMPULAN
Merokok merupakan salah satu dari sekian banyak masalah kesehatan
masyarakat karena dapat menimbulkan berbagai penyakit bahkan kematian.
Berbagai alasan dapat mendorong seseorang untuk merokok. Bahkan perilaku
merokok ini sebagian besar dipengaruhi oleh faktor lingkunga. Perilaku merokok
sebenarnya tidak hanya merugikan perokoknya sendiri, tapi juga merugikan orang
lain disekitarnya sehingga pemerintah membuat peraturan untuk pengendalian
dampak konsumsi rokok dan juga program dan strategi berhenti merokok dengan
mendirikan klinik berhenti merokok di beberapa tempat.
Klinik berhenti merokok ini merupakan program pemerintah dalam
membantu perokok untuk berhenti merokok. Klinik berhenti merokok ini didasari
berbagai aspek pendukung seperti : pembiayaan, perencanaan, sosialisasi tentang
keberadaan KBM, pembagian tugas pokok dan fungsi pelaksana di KBM,
koordinasi yang baik, sarana dan prasarana khusus, serta evaluasi.
13
DAFTAR PUSTAKA
1. Tarupay.A., Ibnu.I.F., Rachman.W.A. Perilaku merokok mahasiswi di
kota makassar. Fakultas Kesehatan Masyarakat, Unhas. 2013
2. Zaenabu.L. Hubungan antara pengetahuan tentang bahaya rokok
dengan tindakan merokok pada siswa SMA N 8. Surakarta. 2014
3. Riset Kesehatan Dasar. 2013. Badan penelitian dan pengembangan
kesehatan kementerian kesehatan RI. Tentang Penggunaan Tembakau
4. Supriyadi.A. Kawasan tanpa rokok sebagai perlindungan masyarakat
terhadap paparan asap rokok untuk mencegah penyakit terkait rokok.
Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas Dian Nuswantoro.
Semarang. 2014
5. Djanun.S.Z. Program berhenti merokok. Departemen Farmakologi dan
terapeutik. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2008
6. Astuti.K. Gambaran perilaku merokok pada remaja dikabupaten bantul.
Fakultas psikologi universitas mercu buana. Yogyakarta. 2012
7. Komalasari.D. Faktor – faktor penyebab perilaku merokok pada remaja.
Universitas Islam Indonesia
8. Afriyanti.R. Hubungan antara perilaku merokok dengan kejadian
penyakit jantung koroner. Fakultas Kedokteran Sam Ratulangi. Manado.
2015
9. Menteri Kesehatan Republik Indonesia. Peraturan Menteri Kesehatan
Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2013.[ internet] 2013 [diakses
pada 22 agustus 2015] diperoleh dari
http://pppl.depkes.go.id/_asset/_regulasi/78_PMK%20No.%2040%20ttg
%20Roadmap%20Pengendalian%20Rokok%20(1).pdf
10. Susanti.D. Evaluasi hambatan penyelenggaraan klinik berhenti merokok
di Kabupaten Purwakarta. 2010
14
11. Rahayu.R.N.B. Pengaruh metode 5As terhadap sikap merokok. Program
Studi Kedokteran Keluarga. Universitas Debelas Maret. Surakarta. 2010
15