27
Laporan Kasus LUKA BAKAR Oleh dr. Harnalia Pohan Pembimbing dr. Feria Kowira RSUD Dr. Agoesdjam

Bab i Luka Bakar Lia

Embed Size (px)

DESCRIPTION

borang internsip puskesmasMaharita Pandikasari

Citation preview

Page 1: Bab i Luka Bakar Lia

Laporan Kasus

LUKA BAKAR

Oleh

dr. Harnalia Pohan

Pembimbing

dr. Feria Kowira

RSUD Dr. Agoesdjam

Ketapang

2015

Page 2: Bab i Luka Bakar Lia

BAB I

KASUS

A. IdentitasNama : Tn. DJenis kelamin : Laki-lakiUsia : 26 tahunAlamat : ketapang Agama : IslamPekerjaan : swasta Tanggal masuk RS : 11-09-2015

B. AnamnesisKeluhan Utama : Luka bakar pada wajah, leher kiri, tungkai atas kiri dan tungkai bawah kanan dan kiri sejak 15 menit SMRS.

Riwayat penyakit sekarang :Pasien datang dengan keluhan terkena rebusan yang berisi air dan minyak rebusan sop saat

sedang bekerja di dapur tanpa sengaja menyenggol panci tersebut yang mengenai muka dan kaki tangannya 15menit SMRS. Pingsan saat kejadian (-) Pasien mengeluh kesakitan dan dibawa ke RSUD Agoesdjam.

Riwayat penyakit dahulu:Penyakit jantung, paru, asma, dan alergi disangkal.Riwayat penyakit keluarga:Penyakit jantung, asma, dan alergi disangkal.Riwayat pemberian obat:Belum diobati luka bakarnya hanya di siram air.Riwayat pekerjaan, sosial, ekonomi, dan kejiwaan, gaya hidupBekerja swasta

C. Pemeriksaan Fisik Primary surveyAirway : BebasBreathing : spontan, 19x/ menitCirculation : tekanan darah 130/80 mmHg, N = 88x/menit, teratur, kedalaman cukup, akral hangat

Secondary surveyKepala : bentuk normocephalWajah : luka bakar di wajah dan leher bagian kiriRambut : warna hitam, distribusi merata dan tidak mudah dicabutMata : konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), dan pupil isokor 4mm/4mmTHT : kelainan (-), edema (-)

Page 3: Bab i Luka Bakar Lia

Paru : simetris, fremitus ka=ki, vesikuler +/+, rhonki (-/-), wheezing (- /-)Jantung : BJ I-II murni, murmur (-), gallop (-)Abdomen : Datar, lemas, NT (-), BU (+) normalEkstremitas : akral hangat, edema (-)BB : 50 kg

Status LokalisKepala : 0 %Muka-Leher : 4,5 % grade II superficialTrunkus anterior : 0 %Trunkus posterior : 0 %Ekstremitas atas dextra : 4,5 % grade II deep bulae pecahEkstremitas bawah dextra : 9 % grade II superficial bulae (+)Ekstremitas bawah sinistra : 9 % grade II superficial, bullae (+)

D. Pemeriksaan LaboratoriumPemeriksaan darah rutin dan kimia klinikHb: 14,8 g/dlEritrosit : 5,30 Juta/ulLeukosit : 13.500/ulTrombosit : 375.000/ulHematokrit : 44,4%GDS : 121 mg/dlSGOT : 35 IUSGPT : 30 IUUreum : 23 mg/dlKreatinin : 0,6 mg/dl

E. DiagnosisCombustio grade II-III dengan luas 27%

F. Terapi- IVFD RL 5400 ml

o Dalam 8 jam pertama dengan 2700 ml jumlah tetesan 112 tetes permenit

o Dilanjutkan dengan 2700 ml 56 tetes permenit untuk 16 jam berikutnya

- Ceftriaxone 2 x 1 gr- Ketorolac 3 x 30 mg- Ranitidin 2 x 1 gr- Injeksi ATS 1500 U (ST)/IM

Monitoring resusitasi- Urin (0,5-1 cc/kgBB/jam) = 25-50 cc/ jam.

- Rencana : o UPF Bedah

o Perawatan Luka

o Konsul ke bagian gizi

Page 4: Bab i Luka Bakar Lia

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi

Menurut R. Sjamsuhidajat dan Win de Jong, luka bakar adalah luka yang terjadi karena

terbakar api langsung maupun tidak langsung, juga pajanan suhu tinggi dan matahari, listrik, maupun

bahan kimia.

Luka bakar adalah luka yang terjadi karena terbakar api baik langsung maupun tidak

langsung, juga pajanan suhu tinggi dari matahari, listrik, maupun bahan kimia. Luka bakar karena api

atau akibat tidak langsung dari api, misalnya tersiram air panas, banyak terjadi pada kecelakaan

rumah tangga.

2.2. Etiologi

Luka bakar disebabkan oleh pengalihan energi dari suatu sumber panas kepada tubuh. Panas

dapat dipindahkan lewat hantaran atau radiasi elektromagnetik. Kulit dan mukosa saluran nafas atas

merupakan lokasi destruksi jaringan. Jaringan yang dalam, termasuk organ visera, dapat mengalami

kerusakan karena luka bakar elektrik atau kontak yang lama dengan agen penyebab (burning agent).

Berdasarkan penyebab luka bakar, luka bakar dibedakan atas beberapa jenis penyebab ;

1. Luka bakar karena api

2. Luka bakar karena bahan kimia

3. Luka bakar karena listrik, petir dan radiasi

4. Luka bakar karena sengatan sinar matahari.

5. Luka bakar karena air panas, tungku panas, udara panas

6. Luka bakar karena ledakan bom.

2.3. Patofisiologi

Akibat pertama luka bakar adalah syok hipovolemi dan neurogenik. Pembuluh kapiler yang

terpajan suhu tinggi rusak dan permeabilitas meninggi. Sel darah yang ada di dalamnya ikut rusak

sehingga dapat terjadi anemia. Meningkatnya permeabilitas menyebabkan edema dan menimbulkan

bula yang mengandung banyak elektrolit.

Hal itu menyebabkan berkurangnya volume cairan intravaskuler. Kerusakan kulit akibat luka

bakar menyebabkan kehilangan cairan akibat penguapan yang berlebihan, masuknya cairan ke bula

yang terbentuk pada luka bakar derajat II, dan pengeluaran cairan dari keropeng luka bakar derajat III.

Mekanisme utama akibat luka listrik adalah sebagai berikut:

Page 5: Bab i Luka Bakar Lia

1. Energi listrik menyebabkan kerusakan jaringan langsung, mengubah potensial sel membran

istirahat, dan tetany memunculkan otot. 

2. Konversi energi listrik menjadi energi panas, menyebabkan kerusakan jaringan besar dan

nekrosis coagulative.

3. Cedera mekanis dengan trauma langsung akibat jatuh atau kontraksi otot kekerasan.

Faktor-faktor yang menentukan derajat cedera termasuk besarnya energi yang disampaikan,

resistensi dari jaringan yang kontak dengan arus listrik, jenis arus, jalur arus, dan lamanya kontak.

Efek sistemik dan kerusakan jaringan secara langsung proporsional dengan besarnya arus yang.

Sengatan listrik diklasifikasikan sebagai tegangan tinggi (> 1000 volt) atau tegangan rendah

(<1000 volt). Sebagai aturan umum, tegangan tinggi dikaitkan dengan morbiditas dan kematian yang

lebih besar, meskipun cedera fatal dapat terjadi pada tegangan rendah. Tubuh memiliki tahanan yang

berbeda-beda. Secara umum, jaringan dengan cairan yang tinggi dan mengandung banyak elektrolit

mampu mengkonduksi listrik lebih baik. Tulang memiliki tahanan paling tinggi. Sedangkan jaringan

saraf memiliki tahanan paling rendah, dan bersama-sama dengan pembuluh darah, otot, dan selaput

lender juga memiliki tahanan yang rendah terhadap listrik.

Kulit memberikan tahanan “intermediate” dan merupakan faktor yang paling penting

menghambat aliran arus. Kulit adalah resistor utama terhadap arus listrik, dan derajat resistensi

ditentukan oleh ketebalan dan kelembaban. Ini bervariasi dari 1000 ohm untuk kulit tipis lembab

untuk beberapa ribu ohm untuk kulit kapalan kering.

Jalur arus menentukan jaringan yang berisiko dan apa jenis cedera yang dihasilkan. Arus listrik

yang melewati kepala atau dada lebih mungkin menghasilkan luka fatal. Arus transthoracic dapat

menyebabkan aritmia fatal, kerusakan jantung langsung, atau pernapasan. Transcranial arus dapat

menyebabkan cedera otak langsung, kejang, pernapasan, dan kelumpuhan.

Cedera electrothermal mengakibatkan edema jaringan. Meningkatnya permeabilitas kapiler

akibat terpajan suhu tinggi menyebabkan terjadinya perpindahan cairan yang berasal dari jaringan

interstisial yang mengawali terjadinya edema yang akan menghasilkan sindrom kompartemen.

Ekstremitas adalah struktur yang paling sering terlibat untuk pengembangan sindrom kompartemen.

Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi peningkatan tekanan interstitial pada

kompartemen osteofasial yang tertutup. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan

tekanan oksigen jaringan.

Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan lokal normal yang

menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan aliran darah kapiler dan nekrosis jaringan

lokal akibat hipoksia. Ketika tekanan dalam kompartemen melebihi tekanan darah dalam kapiler dan

menyebabkan kapiler kolaps. Pertama-tama sel akan mengalami oedem, kemudian sel akan berhenti

melepaskan zat-zat kimia sehingga menyebabkan terjadi oedem lebih lanjut dan menyebabkan

tekanan meningkat.Aliran darah yang melewati kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini

penghantaran oksigen juga akan terhenti. Terjadinya hipoksia menyebabkan sel-sel akan melepaskan

Page 6: Bab i Luka Bakar Lia

substansi vasoaktif yang meningkatkan permeabilitas endotel. Dalam kapiler-kapiler terjadi

kehilangan cairan sehingga terjadi peningkatan tekanan jaringan dan memperberat kerusakan disekitar

jaringan dan jaringan otot mengalami nekrosis.

Gejala klinis yang umum ditemukan pada sindroma kompartemen meliputi :

1. Pain : Nyeri pada pada saat peregangan pasif pada otot-otot yang terkena.

2. Pallor : Kulit terasa dingin jika di palpasi, warna kulit biasanya pucat.

3. Parestesia : Biasanya terasa panas dan gatal pada daerah lesi.

4. Paralisis : Diawali dengan ketidakmampuan untuk menggerakkan sendi.

5. Pulselesness : Berkurang atau hilangnya denyut nadi akibat adanya gangguan perfusi arterial.

Selain itu panas yang dihasilkan oleh arus listrik akan merusak sarkolemma pada otot rangka dan

melibatkan kebocoran cairan intraseluler (myoglobin, creatinin kinase, kalium, fosfat dan asam urat)

dalam jumlah besar ke dalam plasma. Hal ini yang disebut rhabdomyolysis. Pada orang dewasa,

rhabdomyolysis mempunyai 3 ciri khas yaitu kelemahan otot, myalgia dan urin yang berwarna

kecoklatan gelap. Namun ketiga karakter ini terkadang jarang muncul bersamaan. Myoglobin hasil

dari kerusakan sel otot akan masuk ke aliran darah dan masuk ke ginjal. Myoglobin ini mudah

melewati glomerulus dan mudah di eksreksikan ke urin (myoglobinuria). Dengan demikian, terjadi

pengendapan mioglobin dalam tubulus ginjal yang akan mengakibatkan gagal ginjal akut.

Bila luas luka bakar kurang dari 20%, biasanya mekanisme kompensasi tubuh masih bisa

mengatasinya, tetapi bila lebih dari 20%, akan terjadi syok hipovolemik dengan gejala yang khas,

seperti gelisah, pucat, dingin, berkeringat, nadi kecil dan cepat, tekanan darah menurun dan produksi

urin yang berkurang. Pembengkakan terjadi pelan-pelan, maksimal terjadi setelah delapan jam. Pada

kebakaran ruang tertutup atau bila luka terjadi di wajah, dapat terjadi kerusakan mukosa jalan napas

karena gas, asap atau uap panas yang terisap.

Edema laring yang ditimbulkannya dapat menyebabkan hambatan jalan napas dengan gejala

sesak napas, takipnea, stridor, suara serak dan dahak berwarna gelap akibat jelaga. Setelah 12-24 jam,

permeabilitas kapiler mulai membaik dan terjadi mobilisasi serta penyerapan kembali cairan edema ke

pembuluh darah. Ini ditandai dengan meningkatnya diuresis.

Luka bakar sering tidak steril. Kontaminasi pada kulit mati, yang merupakan medium yang

baik untuk pertumbuhan kuman, akan mempermudah infeksi. Infeksi ini sulit diatasi karena

daerahnya tidak tercapai oleh pembuluh kapiler yang mengalami trombosis. Padahal, pembuluh ini

membawa sistem pertahanan tubuh atau antibiotik. Kuman penyebab infeksi pada luka bakar, selain

berasal dari dari kulit penderita sendiri, juga dari kontaminasi kuman saluran napas atas dan

kontaminasi kuman di lingkungan rumah sakit. Infeksi nosokomial ini biasanya sangat berbahaya

karena kumannya banyak yang sudah resisten terhadap berbagai antibiotik.

Bila luka bakar dibiopsi dan eksudatnya dibiak, biasanya ditemukan kuman dan terlihat invasi

kuman tersebut ke jaringan sekelilingnya. Luka bakar demikian disebut luka bakar septik. Bila

penyebabnya kuman Gram positif, seperti stafilokokus atau basil Gram negatif lainnya, dapat terjadi

Page 7: Bab i Luka Bakar Lia

penyebaran kuman lewat darah (bakteremia) yang dapat menimbulkan fokus infeksi di usus. Syok

sepsis dan kematian dapat terjadi karena toksin kuman yang menyebar di darah.

Bila penderita dapat mengatasi infeksi, luka bakar derajat II dapat sembuh dengan

meninggalkan cacat berupa parut. Penyembuhan ini dimulai dari sisa elemen epitel yang masih vital,

misalnya sel kelenjar sebasea, sel basal, sel kelenjar keringat, atau sel pangkal rambut. Luka bakar

derajat II yang dalam mungkin meninggalkan parut hipertrofik yang nyeri, gatal, kaku dan secara

estetik jelek. Luka bakar derajat III yang dibiarkan sembuh sendiri akan mengalami kontraktur. Bila

terjadi di persendian, fungsi sendi dapat berkurang atau hilang.

Pada luka bakar berat dapat ditemukan ileus paralitik. Pada fase akut, peristalsis usus

menurun atau berhenti karena syok, sedangkan pada fase mobilisasi, peristalsis dapat menurun karena

kekurangan ion kalium.

Stres atau badan faal yang terjadi pada penderita luka bakar berat dapat menyebabkan

terjadinya tukak di mukosa lambung atau duodenum dengan gejala yang sama dengan gejala tukak

peptik. Kelainan ini dikenal sebagai tukak Curling.

Inti dari permasalahan luka bakar adalah kerusakan endotel dan epitel akibat dan cedera

termis yang melepaskan mediator-mediator proinflamasi dan berkembang menjadi Systemic

Inflammatory Response Syndrome (SIRS), kondisi ini hampir selalu berlanjut dengan Mutli-system

Organ Dysfunction Syndrome (MODS). MODS terjadi karena gangguan perfusi jaringan yang

berkepanjangan akibat gangguan sirkulasi makro menjadi berubah orientasi pada proses perbaikan

perfusi (sirkulasi mikro) sebagai end-point dari prosedur resusitasi.

2.4. Pembagian Luka Bakar

Kriteria Berat Ringannya luka bakar dapat dipakai ketentuan berdasarkan American

Burn Association, yaitu sebagai berikut:

1. Luka bakar Ringan Luka bakar derajat II < 15% Luka bakar derajat II < 10% pada anak-anak Luka bakar derajat III< 2%

2. Luka Bakar Sedang Luka bakar derajat II 15-25% pada orang dewasa Luka bakar II 10-25% pada anak-anak Luka bakar derajat III< 10%

3. Luka Bakar Berat Luka bakar derajat II 25% atau lebih pada orang dewasa Luka bakar derajat II 20% atau lebih pada anak-anak Luka bakar derajat II 10% atau lebih Luka bakar mengenai tangan, wajah, telinga, mata, kaki dan genitalia/perinerium Luka bakar dengan cedera inhalasi, disertai trauma lain.

Page 8: Bab i Luka Bakar Lia

2.5. Klasifikasi

2.5.1. Derajat Luka Bakar

Angka survival pasien berkaitan dengan faktor-faktor berikut ini : ukuran/kedalaman

luka, usia, ada tidaknya luka inhalasi, dan faktor komorbid pasien. Kedalaman luka bakar

umumnya dibagi dalam derajat.

Klasifikasi dari derajat luka bakar yang banyak digunakan di dunia medis adalah jenis

"Superficial Thickness", "Partial Thickness" dan "Full Thickness" dimana pembagian tersebut

didasarkan pada kedalaman luka bakar. Pengklasifikasian luka ini digunakan untuk panduan

pengobatan dan memprediksi prognosis. Kedalaman kerusakan jaringan akibat luka bakar

tergantung pada derajat panas sumber, penyebab dan lamanya kontak dengan tubuh

penderita.

Dalam Luka / Derajat

Jaringan Rusak

Klinis Tes Jarum Waktu Sembuh

Hasil

I Epidermis -sakit-merah-kering

Hiperalgesi

7 hari Normal

II.Dangkal

II.Dalam

-sebagian dermis. Folikel rambut dan kel keringat utuh

-hanya kel keringat utuh

-sakit-merah /kuning-basah-bula

idem

Hiperalgesi atau normal

Hipoalgesi

7-14 hari

14-21 hari

Normal, pucat berbintik

Pucat,depig-mentasi, rata, mengkilat, rambut(-), sikatrik hipertrofi

III Dermis seluruhnya

-tidak sakit-putih, coklat, hitam-kering

Analgesia > 21 hari Sikatrik hipertrofi

Page 9: Bab i Luka Bakar Lia

2.5.2. Luas Luka Bakar

Dikarenakan formula resusitasi berdasarkan berat badan dan persentasi luas permukaan tubuh

total, pasien harus ditimbang dan diperkirakan derajat luka bakarnya. Untuk mengukur luas

permukaan tubuh yang terbakar menggunakan “rule of nine”, dimana setiap regio anatomi yang

spesifik menggambarkan 9-18% dari luas permukaan tubuh. Area dari telapak tangan dan jari-jari

tangan digambarkan 1% dari luas permukaan tubuh seseorang.

Bayi dan anak-anak memiliki distribusi luas permukaan tubuh yang berbeda dengan dewasa,

dimana kepala yang lebih besar dan ekstermitas yang lebih pendek. Ketika memperkirakan luas

permukaan tubuh untuk anak usia dibawah 10 tahun menggunakan diagram Lund and Browder.

2.6. Diagnosis dan Pemeriksaan Penunjang

Semua luka bakar didiagnosa berdasarkan temuan pemeriksaan fisik dan juga pemeriksaan

laboratorium.

Gejala Klinis yang didapatkan pada pasien luka bakar antara lain :

1. Keracunan Karbon Monoksida (CO) : Ditandai dengan kekurangan oksigen dalam darah, lemas

binggung, mual, muntah, koma bahkan meninggal

2. Distress pernafasan : Ditandai dengan sesak, dan ketidakmampuan menangani sekresi

Page 10: Bab i Luka Bakar Lia

3. Cedera Pulmonal : Ditandai dengan pernafasan cepat atau sulit, krakles, stridor, dan batuk

4. Gangguan hematologik : Tanda yang ditemukan adalah kenaikan hematokrit, leukosit

meningkat, penurunan trombosit

5. Gangguan elektrolit : Tanda yang ditemukan adalah penurunan kalium, kenaikan natrium dan

klorida, serta kenaikan BUN

6. Gangguan ginjal : Tanda yang ditemukan adalah peningkatan keluaran urine dan mioglobinuria

7. Gangguan metabolik : Tanda yang ditemukan adalah hipermetabolisme dan kehilangan berat

badan

Khusus untuk luka bakar dengan trauma inhalasi adalah terdapat gejala seperti sesak napas,

takipnea, stridor, suara serak, dan dahak berwarna gelap (jelaga). Kecurigaan adanya trauma inhalasi

bila pada penderita luka bakar terdapat 3 atau lebih dari keadaan berikut :

1. Riwayat terjebak dalam rumah/ ruangan terbakar

2. Sputum tercampur arang

3. Luka bakar perioral, hidung, bibir, mulut atau tenggorokan.

4. Penurunan kesadaran.

5. Tanda distress napas, rasa tercekik, tersedak, malas bernapas dan adanya

6. Wheezing atau rasa tidak nyaman pada mata atau tenggorokan (iritasi mukosa)

7. Gejala distress napas/takipnea

8. Sesak atau tidak ada suara.

Pada pasien luka bakar juga dilakukan pemeriksaan penunjang:

1. Pemeriksaan darah rutin dan kimia darah

2. Urinalisis

3. Pemeriksaan keseimbangan elektrolit

4. Analisis gas darah

5. Radiologi – jika ada indikasi ARDS

6. Pemeriksaan lain yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis SIRS dan MODS

Pemeriksaan tambahan khusus untuk luka bakar inhalasi merupakan:

1. Kadar karboksihemoglobin (COHb)

Pada trauma inhalasi, kadar COHb 35-45% (berat), bahkan setelah 3 jam dari kejadian, kadar

COHb pada batas 20-25%. Bila kadar COHb lebih dari 15% setelah 3 jam kejadian

menunjukkan adanya bukti kuat terjadi trauma inhalasi.

2. Gas Darah

PaO2 yang rendah (kurang dari 10 kPa pada konsentrasi oksigen 50%, FiO2 = 0,5)

Page 11: Bab i Luka Bakar Lia

mencurigakan adanya trauma inhalasi. PaO2 biasanya normal pada fase awal, tetapi dapat

meningkat pada fase lanjut.

3. Foto Toraks

biasanya normal pada fase awal

4. Bronkoskopi Fiberoptik

Bila terdapat sputum berarang, edema mukosa, adanya bintik – bintik pendarahan dan ulserasi

5. Tes Fungsi paru

2.7. Penatalaksanaan

2.7.1. Penanganan Prehospital

Perhatian utama di lokasi kecelakaan adalah menghentikan proses pembakaran.

Pembakaran dan pakaian yang membara harus dipadamkan. Kemudian seperti dengan semua

pasien trauma, perhatian utama selama penilaian awal adalah pemeliharaan fungsi

kardiopulmonari.Patensi jalan nafas dan kecukupan ventilasi harus dijaga dan pemberian

oksigen tambahan yang diperlukan. Jika tidak adanya trauma mekanik yang terkait atau

kebutuhan untuk resusitasi kardiopulmonari, penempatan kanula intravena tidak diperlukan

jika transportasi ke fasilitas pengobatan dapat dicapai dalam waktu kurang dari 45 menit.

Penerapan es atau air dingin membasahi akan menghilangkan rasa sakit pada daerah luka

bakar derajat dua. Jika terapi dingin dimulai dalam waktu 10 menit dari pembakaran,

kandungan jaringan panas juga berkurang, dan kedalaman kecederaan termal dapat

berkurang. Jika terapi dingin digunakan, perawatan harus diambil perhatian untuk

menghindari hipotermia. Air dingin atau es hanya boleh digunakan pada pasien dengan luka

bakar kurang dari 10% dari permukaan tubuh dan pada waktu hanya untuk memproduksi

analgesia. Setelah es atau air dingin rendam dialihkan, pasien harus ditutup dengan kain

lembaran bersih dan selimut untuk melestarikan panas tubuh dan meminimalkan kontaminasi

luka bakar selama transportasi ke rumah sakit.

Pada pemeriksaan yang akan dilakukan penderita diwajibkan memakai sarung tangan yang

steril, bebaskan penderita dari baju yang terbakar, penderita luka bakar dapat pula mengalami

trauma lain, misalnya bersamaan dengan trauma abdomen dengan adanya internal bleeding

atau mengalami patah tulang punggung / spine. Mekanisme trauma perlu diketahui karena ini

penting, apakah penderita terjebak dalam ruang tertutup sehingga kecurigaan adanya trauma

inhalasi yang dapat menimbulkan obstruksi jalan napas. Kapan kejadiannya terjadi, serta

ditanyakan penyakit – penyakit yang pernah di alami sebelumnya.

Luka bakar diperiksa apakah terjadi luka bakar berat, luka bakar sedang atau ringan. Luka

bakar ditentukan luas luka bakar dengan menggunakan Rule of Nine. Kemudian kedalaman

luka bakar ditentukan dengan derajat kedalaman luka bakar.

Page 12: Bab i Luka Bakar Lia

2.7.2. Penanangan Intrahospital

Penanganan awal pada pasien luka bakar

Perawatan ada luka bakar dimulai dari tempat kejadian. Pasien harus dipisahkan dari

sumber kebakaran.Pemeriksaan awal fisik pada pasien yang terbakar harus focus pada

penilaian jalan nafas, evaluasi status hemodinamik, menentukan luas bagian yang terbakar

dan menilai dalamnya luka. Penilaian langsung dari jalan nafas selalu menjadi prioritas

utama. Terdapat penilaian dan penilaian sekunder pada pasien luka bakar, yaitu :

Penilaian Primer

A. Penanganan Airway dengan kontrol cervical

Menstabilisasi leher untuk kecurigaan fraktur cervical

Penting untuk mempertahankan jalan nafas yang paten. Menginspeksi jalan nafas apakah

ada benda asing ataupun edema. Jika pasien tidak dapat merespon kepada perintah verbal,

buka jalan nafasnya dengan chin lift dan jaw thrust.

Menjaga pergerakan cervical agar kepala tidak hiperfleksi dan hiperekstensi

Memberi Guedel jika terdapat hambatah jalan nafas. Pertimbangkan mengenai intubasi

segera.

B.Breathing dan ventilasi

Memberikan oksigen 100%

Melihat pergerakan dada dan memastikan ekspansi dada adekuat.

Mempalpasi apakah adasnya krepitasi ataupun fraktur rusuk

Mengauskultasi suara pernafasan

Memberikan ventilasi dari nasal ataupun sungkup ataupun intubasi bila perlu

Monitor laju pernafasan, perhatikan apabila laju <10 atau >20 per menit.

Memasangkan pulse oximeter

Mempertimbangkan adanya keracunan karbon monoksida.

C.Sirkulasi (Circulation)dengan kontrol perdarahan

Menginspeksi apakah ada perdarahan dan hentikan dengan tekanan langsung

Monitor dan mencatat denyut nadi perifer, kuat/lemah dan iramanya

Melakukan capillary blanching test ,normalnya kembali dalam 2 detik.

Monitor sirkulasi perifer apakah ada luka bakar sirkumferensial. Pertama-tama

mengangkat tungkai untuk mengurangi edema dan membantu aliran darah.

D.Disability : Status Neurologis

Page 13: Bab i Luka Bakar Lia

Memeriksa derajat kesadaran

Memeriksa respon pupil terhadap cahaya untuk reaksi dan ukuran

Memperhatikan apakah ada penurunan kesadaran – hypoxaemia, intoksikasi CO, syok,

alkohol, obat-obatan dan pengaruh analgesik.

E.Exposure dengan kontrol lingkungan

Melepas semua pakaian dan perhiasan

Menjaga agar pasien tetap hangat

Hipotermia dapat memberikan efek yang buruk terhadap pasien. Penting untuk menjaga

agar pasien tetap hangan , terutama ketika penanganan pertama pada periode

pendinginan.

Log roll pasien, melepas lapisan yang basah dan menilai bagian posterior tubuh apakah

terdapat luka bakar ataupun cedera lainnya.

F. Resusitasi Cairan (Fluid Resuscitation)

Resusitasi cairan diperlukan oleh pasien yang mempunyai luka bakar >10% untuk anak

anak dan >15% untuk dewasa

Estimasi daerah yang terkena luka bakar mengunakan rumus Rule of Nines.

Menginsersi 2 buah IV line pada daerah yang tidak terkena luka bakar

Menentukan berat badan pasien

Memberikan resusitasi cairan dengan rumus Modified Parkland Formula dan

menyesuaikannya dengan urine output.

Jika urine output 0,5 mL/kg/jam naikkan cairan IV 1/3 dari total cairan . Jika urine output

> 1mL/kg/jam pada orang dewasa atau >2ml/kg/jam pada anak-anak, kurangi cairan IV

1/3 dari total cairan .

Penilaian Sekunder

1. Telah menyelesaikan penilaian primer dan penilaian awal trauma

2. Melakukan evaluasi head to toe

3. Memeriksa apakah ada trauma lain selain luka bakar yang terlihat

4. Memakai papan ataupun penyangga sebelum memindahkan pasien

5. Memeriksa sejarah medis terdahulu, obat-obatan, alergi dan mekanisme cedera

Page 14: Bab i Luka Bakar Lia

6. Menetapkan akses intravena melalui kateter kateter perifer sebanyak 2 dan

memberikan cairan intravena

7. Melindungi luka dari lingkungan dengan aplikasi dressing bersih (clean dressing)

8. Menentukan perlunya transportasi. Menghubungi fasilitas penerima untuk instruksi

selanjutnya.

Resusitasi Cairan                              

Pemberian cairan intravena yang adekuat harus dilakukan, akses intravena yang

adekuat harus ada, terutama pada bagian ekstremitas yang tidak terkena luka bakar. Tujuan

utama dari resusitasi cairan adalah untuk menjaga dan mengembalikan perfusi jaringan tanpa

menimbulkan edema. Kehilangan cairan terbesar adalah pada 4 jam pertama terjadinya luka

dan akumulasi maksimum edema adalah pada 24 jam pertama setelah luka bakar. Prinsip dari

pemberian cairan pertama kali adalah pemberian garam ekstraseluler dan air yang hilang pada

jaringan yang terbakar dan sel-sel tubuh. Pemberian cairan paling sering dilakukan adalah

dengan Ringer Laktat untuk 48 jam setelah terkena luka bakar. Urin output yang adekuat

adalah 0.5 sampai 1.5mL/kgBB/jam.

Formula ParklandDalam 24 jam pertama diberikan cairan Ringer Laktat  4ml/kgBB/% luka bakar.

Contohnya pria dengan  berat 80 kg dengan luas luka bakar 25 % membutuhkan cairan : (25) X (80 kg) X (4 ml) = 8000 ml dalam 24 jam pertama

§  ½ jumlah cairan 4000 ml diberikan dalam 8 jam §  ½ jumlah cairan sisanya 4000 ml diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Formula Evans :NaCl 0,9 % : 1 X BB X % Luka bakarKoloid : 1 X BB X % Luka bakarDextrosa 5% : 2000 ml (untuk penggantian Insensible Water Loss)

IWL = (Insensible water loss) adalah kehilangan setiap hari yang tidak kita sadari. Kehilangan air dengan cara ini berlangsung lewat keringat dan pernapasan. Rata-rataIWL pada orang dewasa 2000 cc/hari. Pada pemberian cairan yang tepat, akan dicapai produksi urin 50 cc/jam. Pada anak-anak, pemberian Dekstrosa 5% sebagai pengganti IWL berdasarkan berat badannya. Untuk berat badan <10 kg penggantian IWL sebesar 100 ml/kgBB, berat badan 10-20 kg: 50 ml/kgBB, dan berat badan >20 kg: 25 ml/kgBB.

Formula BrookeDalam 24 jam petama diberikan :Koloid : 0,5 X BB X % Luka bakarRL : 1,5 X BB X % Luka bakarDextrosa 5 % : 2000 ml

Dalam 24 jam kedua diberikan :Koloid : 0,25 X BB X% Luka bakarRL : 0,75 X BB X Luka bakarDextrosa 5% : 2000 ml

Page 15: Bab i Luka Bakar Lia

Formula BaxterDalam 24 jam pertama berikan :RL : 4 X BB X % Luka bakarSetengah dari jumlah kebutuhan cairan total diberikan dalam 8 jam pertama, sisanya diberikan dalam 16 jam berikutnya.

Cara menghitung tetesan cairan dengan rumus : G : P : (Q X 3) G : Jumlah tetes per menit P : Jumlah cairan dalam cc

Q : Jam yang diperkirakan

Resusitasi nutrisi

Pada pasien luka bakar, pemberian nutrisi secara enteral sebaiknya dilakukan sejak

dini dan pasien tidak perlu dipuasakan. Bila pasien tidak sadar, maka pemberian nutrisi dapat

melalui naso-gastric tube (NGT). Nutrisi yang diberikan sebaiknya mengandung 10-15%

protein, 50-60% karbohidrat dan 25-30% lemak. Pemberian nutrisi sejak awal ini dapat

meningkatkan fungsi kekebalan tubuh dan mencegah terjadinya atrofi vili usus. Dengan

demikian diharapkan pemberian nutrisi sejak awal dapat membantu mencegah terjadinya SIRS

dan MODS.

Perawatan luka bakar

Umumnya untuk menghilangkan rasa nyeri dari luka bakar digunakan morfin dalam

dosis kecil secara intravena (dosis dewasa awal : 0,1-0,2 mg/kg dan ‘maintenance’ 5-20 mg/70

kg setiap 4 jam, sedangkan dosis anak-anak 0,05-0,2 mg/kg setiap 4 jam). Tetapi ada juga yang

menyatakan pemberian methadone (5-10 mg dosis dewasa) setiap 8 jam merupakan terapi

penghilang nyeri kronik yang bagus untuk semua pasien luka bakar dewasa. Jika pasien masih

merasakan nyeri walau dengan pemberian morfin atau methadone, dapat juga diberikan

benzodiazepine sebagai tambahan.

Terapi pembedahan pada luka bakar

Eksisi dini

Eksisi dini adalah tindakan pembuangan jaringan nekrosis dan debris (debridement)

yang dilakukan dalam waktu kurang dari 7 hari (biasanya hari ke 5-7) pasca cedera termis.

Dasar dari tindakan ini adalah:

a. Mengupayakan proses penyembuhan berlangsung lebih cepat. Dengan dibuangnya

jaringan nekrosis, debris dan eskar, proses inflamasi tidak akan berlangsung lebih lama

dan segera dilanjutkan proses fibroplasia. Pada daerah sekitar luka bakar umumnya terjadi

edema, hal ini akan menghambat aliran darah dari arteri yang dapat mengakibatkan

terjadinya iskemi pada jaringan tersebut ataupun menghambat proses penyembuhan dari

Page 16: Bab i Luka Bakar Lia

luka tersebut. Dengan semakin lama waktu terlepasnya eskar, semakin lama juga waktu

yang diperlukan untuk penyembuhan.

b. Memutus rantai proses inflamasi yang dapat berlanjut menjadi komplikasi – komplikasi

luka bakar (seperti SIRS). Hal ini didasarkan atas jaringan nekrosis yang melepaskan

“burn toxic” (lipid protein complex) yang menginduksi dilepasnya mediator-mediator

inflamasi.

c. Semakin lama penundaan tindakan eksisi, semakin banyaknya proses angiogenesis yang

terjadi dan vasodilatasi di sekitar luka. Hal ini mengakibatkan banyaknya darah keluar saat

dilakukan tindakan operasi. Selain itu, penundaan eksisi akan meningkatkan resiko

kolonisasi mikro – organisme patogen yang akan menghambat pemulihan graft dan juga

eskar yang melembut membuat tindakan eksisi semakin sulit.

d. Tindakan ini disertai anestesi baik lokal maupun general dan pemberian cairan melalui

infus. Tindakan ini digunakan untuk mengatasi kasus luka bakar derajat II dalam dan

derajat III. Tindakan ini diikuti tindakan hemostasis dan juga “skin grafting” (dianjurkan

“split thickness skin grafting”). Tindakan ini juga tidak akan mengurangi mortalitas pada

pasien luka bakar yang luas. Eksisi dini diutamakan dilakukan pada daerah luka sekitar

batang tubuh posterior. Eksisi dini terdiri dari eksisi tangensial dan eksisi fasial.

2.8. Prognosis

Prognosis dan penanganan luka bakar terutama tergantung pada dalam dan luasnya

permukaan luka bakar, dan penanganan sejak awal hingga penyembuhan. Selain itu faktor letak

daerah yang terbakar, usia dan keadaan kesehatan penderita juga turut menentukan kecepatan

penyembuhan.

Penyulit juga mempengaruhi prognosis pasien. Penyulit yang timbul pada luka bakar antara

lain gagal ginjal akut, edema paru, SIRS, infeksi dan sepsis, serta parut hipertrofik dan

kontraktur.

2.9. Komplikasi

Komplikasi yang bisa terjadi pada pasien dengan luka bakar antara lain adalah:

1.Sindroma Kebocoran Kapiler

Respon sistemik luka bakar yang luas ditandai dengan adanya inisiasi kebocoran

kapiler yang membutuhkan resusitasi cairan untuk stabilisasi hemodinamik. Kerusakan

kapiler yang luas yang disebabkan oleh luka bakar mengakibatkan ekstravasasi plasma ke

jaringan yang mengalami luka bakar, dengan akibat hipovolemia, hipertensi abdominal, dan

sindroma kompartemen ekstremitas. Sindroma kebocoran kapiler yang dapat diakibatkan oleh

luka bakar yang berat, mengakibatkan syok hipovolemik, terkait dengan perubahan kadar

Page 17: Bab i Luka Bakar Lia

plasma dari intravascular ke ruang ekstravaskular. Hal ini ditandai dengan trias hipotensi,

hemokonsentrasi, dan hipoalbuminemia. Penyebab hal ini adalah kebocoran cairan dan

makromolekul ke jaringan akibat dari respon inflamasi yang mengakibatkan peningkatan

permeabilitas kapiler dan peningkatan tekanan osmotik pada jaringan yang mengalami luka

bakar. Hal ini ditambah dengan koagulasi protein akibat luka bakar dapat mengakibatkan

hipoalbuminemia yang berat dan hiponatremia.

2. Sepsis

Definisi terbaru untuk sepsis dan infeksi memiliki kriteria yang rutin ditemukan pada

pasien dengan luka bakar yang luas bahkan tanpa infeksi maupun sepsis (demam, takikardi,

takipnea, leukositosis). Para ahli baru-baru ini mengembangkan definisi standard untuk sepsis

dan diagnosa terkait infeksi pada pasien dengan luka bakar. Pasien dengan luka bakar yang

luas, memiliki temperatur baseline yang di reset ke 38,5oC, dan takikardi serta takipnea dapat

menetap selama berbulan-bulan. Pajanan berulang terhadap mediator inflamasi, dapat

berakibat pada perubahan signifikan pada jumlah leukosit, yang mengakibatkan angka

leukositosis merupakan indikator yang lemah bagi diagnosa sepsis. Gunakan petunjuk lain

sebagai tanda-tanda infeksi atau sepsis seperti peningkatan kebutuhan cairan, penurunan

platelet counts lebih dari 3 hari setelah luka bakar, perubahan status neurologis, perburukan

status pulmoner, dan terganggunya fungsi renal. Istilah systemic inflammatory response

syndrome tidak dapat diaplikasikan pada pasien karena pasien dengan luka bakar masif ada

dalam kondisi stimulasi sistem inflamasi kronis. Infeksi apapun pada pasien harus

dipertimbangkan apakah berasal dari kateter vena sentral sampai dibuktikan kemungkinan

lainya. Kateter sentral harus diubah ke lokasi yang baru setiap tiga hari untuk meminimisasi

infeksi saluran darah. Meskipun antibiotik sistemik sebagai profilaksis tidak disarankan pada

luka akibat pajanan suhu, terapi antimikroba topikal terbukti efektif. Terapi antibiotik

sistemik harus sesuai dengan kultur dan diberikan untuk jangka waktu sependek mungkin.

DAFTAR PUSTAKA

Page 18: Bab i Luka Bakar Lia

1. Sjamsuhidajat R, de Jong W., editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2005; hal. 73-5

2. Sukasah C.L. Luka Bakar, Departemen Bedah. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2009. pg 21 – 24

3. Kartohatmodjo S., dalam Luka Bakar (Combustio); pg 16 – 184. Bongard. F.S, Sue. D.Y, Vintch. J.R.E. in Current Diagnosis & Treatment: Critical Care 3rd

Edition. 2008. McGraw-Hill:Lange.5. Hettiaratchy.S, Dziewulski. ABC OF BURNS. BMJ 2004; 329: 504-6.6. Edlich.R.F, in Thermal Burns. 2010. Accessed from :www.emedicine.medscape.com/

article/1278244.7. David S. Perdanakusuma. 2006. Penanganan Luka Bakar. Airlangga University Press. 8. Barret, PJ. Initial Management and Resucitation. Principle and Practice of Burn Surgery.

New York : Marcel Dekker; 20059. Connolly,S. Emergency Assessment and Management of Severe Burn. Clinical Practice

Guidelines : Burn Patient Management. New South Wales : Agency for Clinical Innovation; 2011

10. Hall J.B., Schmidt G.A., Wood L.D.H., in Principles of Critical Care. In : Burns: Resucitation Phase (0 to 36 hours). 3rd edition. pg 1457-1466.

11. American College of Surgeon Committee of Trauma,2004.Advanced Trauma Life Support Seventh Edition.Indonesia: IkabiBarret-Nerin, JP & Herndon, DN. Principles and Practise of Burn Surgery. New York: Marcel Dekker, 2005.

12. Igneri, P & Gratton, J. FAHC Burn Care Manual. Fletcher Allen Halth Care &The University of Vermont. 2008

13. Prelack, K., Dylewski, M., & Sheridan, RL. Review: Practical Guidelines for Nutritional Management of Burn Injury and Recovery. Burns 33 (2007)

14. Tyler, M., Ghosh, S. Burns. Dalam: Bailey & Love’s Short Practice of Surgery 26th Ed. Taylor & Francis Group, LLC.2013. Hal: 385.

15. Sudjatmiko, G., Luka Bakar. Dalam: Petunjuk Praktis Ilmu Bedah Plastik Rekonstruksi Edisi Kedua. Yayasan Khazanah Kebajikan.2010. Hal: 107.

16. Brunicardi, F. C., Andersen, D. K., Et al. Burns. Dalam: Schwartz’s Principles of Surgery Ninth Edition. The McGraw-Hill Companies, Inc.2010. Bab 8.

17. Pal, N., 2013. Emergency Escharotomy. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/80583-overview#a03 [Accessed : 14 Mei 2014]

18. New Zealand National Burn Service. 2013. Available from : http://www.nationalburnservice.co.nz/pdf/escharotomy-guidelines.pdf [Accessed : 14 Mei 2014]

19. Grande, Donald, J., 2013. Skin Grafting. Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1129479-overview#a03 [Accessed 14 Mei 2014]

20. Management of Burns and Scalds in Primary care, June 2007 Edition, ACC, New Zealand