Upload
arikuruz
View
86
Download
8
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kunyit putih (Kaempferia rotunda L.) merupakan salah satu tanaman yang
memiliki fungsi sebagai obat, salah satu penyakit yang dapat disembuhkan adalah
kanker. Kunyit putih memiliki senyawa turunan flafonoid dan kurkumin, senyawa ini
bertindak sebagai antioksidan. American Institute of Cancer melaporkan antioksidan
yang dimiliki oleh kunyit putih dapat mencegah kerusakan DNA yang menjadi
pemicu timbulnya kanker (Anida, 2010).
Respon masyarakat untuk kembali ke pengobatan herbal cukup baik. Dewasa
ini rata-rata kebutuhan bahan baku kunyit untuk industri kosmetik atau jamu
tradisional yang ada di Indonesia antara 1,5-6 ton/bulan. Tingkat kebutuhan pasar dari
tahun ke tahun semakin meningkat dengan persentase peningkatan 10%-25% per
tahunnya. Melihat dari kebutuhan rata-rata industri jamu dan kosmetik yang ada di
dalam negeri, suplai dan permintaan terhadap kunyit tidak seimbang, apalagi untuk
memenuhi permintaan pasar luar negeri (Amirullah, 2008).
Usaha untuk meningkatkan produksi kunyit putih belum banyak, umumnya
petani masih mengandalkan sistem penanaman dengan tumpang sari. Budidaya
kunyit putih dengan cara vegetataif yaitu melalui pemisahan anakan membutuhkan
waktu yang lama dan hasilnya sedikit. Penggunaan bahan produksi berupa rimpang
2
akan sangat merugikan jika digunakan dalam jumlah banyak, karena akan sulit
mendapatkan tanaman yang seragam dan jika rimpang terserang penyakit maka
rimpang induk tidak tersedia lagi. Salah satu budidaya yang dapat menghasilkan
banyak anakan baru dalam waktu relatif singkat dan bebas dari penyakit adalah
dengan cara kultur jaringan.
Kultur jaringan adalah membudidayakan tumbuhan melalui jaringan tertentu
dari tanaman yang akan dibudidaya dengan berbagai perlakuan. Teori dasar kultur
jaringan adalah kemampuan totipotensi dari sel tumbuhan, sehingga tumbuh menjadi
tanaman kecil yang memiliki sifat sama dengan induknya. Perbanyakan tanaman
dengan kultur jaringan dapat dilakukan dengan menggunakan bagian tumbuhan yang
masih muda, salah satunya adalah tunas. Pada bagian tersebut masih bersifat
embriogenik, jaringan meristemnya aktif membelah membentuk sel-sel baru.
Penambahan ZPT untuk setiap jenis tanaman yang berbeda memerlukan jenis
ZPT dan konsentrasi yang berbeda pula, yang dapat memungkinkan pertumbuhan
eksplan tidak langsung seperti terbentuk kalus atau menghambat pertumbuhan organ
atau terjadi browning. Tunas yang ditanam dalam medium dapat tumbuh karena di
dalam medium terdapat unsur hara dan zat pengatur tumbuh (ZPT) yang dibutuhkan
oleh tunas. Konsentrasi unsur hara dan zat pengatur tumbuh (ZPT) berfungsi untuk
menginduksi pertumbuhan dan sebagai faktor penentu keberhasilan kultur jaringan
(Alfaqirilallah, 2009).
3
Organogenesis in vitro merupakan fenomena kompleks meliputi interaksi
sinergis yang halus di seluruh kesatuan faktor, fisik maupun kimia. Hingga kini
belum ada formula umum yang dapat diterapkan untuk seluruh jaringan (Yusnita,
2003).
Medium Murashige dan Skoog (MS) merupakan medium yang memiliki
kisaran pemakaian yang paling luas (Muslimin, 2009). Medium MS termasuk media
kultur yang komposisi unsur hara mikro dan makronya lebih lengkap dibandingkan
media dasar lainnya, seperti Vacin Went (VW) dan Gamborg (B-5). Pemberian air
kelapa digunakan untuk mendorong pertumbuhan jaringan, sedangkan ZPT untuk
diferensiasi sel (Abidin, 1990).
Zat pengatur tumbuh yang sering digunakan adalah auksin dan sitokinin.
Salah satu golongan auksin sintetik adalah 2,4 Dichlorophenoxyacetic (2,4-D). Peran
fisiologi auksin adalah pemanjangan sel yang berakibat pemanjangan batang (Heddy,
1986). Fungsi dari hormon auksin untuk mempercepat pertumbuhan akar, batang,
perkecambahan, membantu dalam proses pembelahan sel, mempercepat pemasakan
buah, mengurangi jumlah biji dalam buah (Tirta, 2007). Golongan sitokinin alami
dapat diperoleh dari air kelapa. Sitokinin berperan merangsang pembelahan sel,
merangsang pembentukan tunas pada batang maupun pada kalus, menghambat efek
dominansi apikal (Nurhayati, 2009).
Arang aktif berguna untuk menyerap racun atau senyawa inhibitor yang
disekresikan oleh plantlet ke dalam media. Menurut Fridborg et al. (1978) didalam
4
Widiastoety dan Marwoto (2004), arang aktif dapat menyerap senyawa fenol yang
keluar dari jaringan tanaman yang terluka pada saat inisiasi. Disamping itu, arang
aktif dapat mengurangi pencoklatan media akibat pemanasan tinggi setelah
sterilisisasi (Madhusudhanan & Rahiman, 2000 dalam Widiastoety & Marwoto,
2004).
1.2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian diatas, maka identifikasi masalah yang perlu dikaji adalah:
1. Adakah kombinasi medium Murahige dan Skoog, 2,4-D, air kelapa, dan arang
aktif yang terbaik untuk organogenesis eksplan tunas kunyit putih (Kaempferia
rotunda L.).
2. Kombinasi medium manakah yang menunjukan waktu organogenesis paling
cepat.
1.3 Maksud dan Tujuan
Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh ZPT terhadap
organogenesis yang terjadi pada tunas kunyit putih yang dikultur dalam medium
Murashige dan Skoog (MS) dengan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D yang
dikombinasikan dengan air kelapa dan karbon aktif.
Adapun tujuannya untuk mendapatkan kombinasi konsentrasi yang terbaik
bagi organogenesis pada eksplan tunas kunyit putih, sehingga menghasilkan banyak
5
bibit kunyit putih yang terbebas dari penyakit serta menghemat waktu dan biaya
produksi.
1.4 Kegunaan Penelitian
Harapan dari penelitian ini adalah dapat memberikan informasi dan
pengetahuan mengenai pemanfaatan penggunaan zat pengatur tumbuh, penambahan
bahan organik, dan arang aktif dalam upaya meningkatkan pertumbuhan eksplan
tunas kunyit putih, sehingga di dapatkan medium yang cocok untuk perbanyakan
bibit kunyit putih.
1.5 Kerangka Pemikiran
Prinsip teknik kultur jaringan adalah sel tanaman mempunyai sifat totipotensi
yaitu kemampuan sel untuk tumbuh dan berkembang membentuk tanaman lengkap
dalam medium aseptik yang mengandung unsur hara dan zat pengatur tumbuh yang
sesuai.
Tunas merupakan bagian tumbuhan yang masih muda dan memiliki banyak
jaringan meristem, jaringan ini bersifat embrionik yaitu sel-selnya selalu membelah.
Dibandingkan dengan bagian tumbuhan yang lain seperti daun atau akar, kultur
jaringan menggunakan tunas lebih mudah dan lebih cepat terjadinya pembentukan
organ atau kalus.
6
Keberhasilan penanaman secara kultur jaringan dipengaruhi oleh komposisi,
konsentrasi ZPT, dan lingkungan yang steril. Medium Murashige dan Skoog,
merupakan medium yang memiliki komposisi unsur yang lebih lengkap dibandingkan
medium yang lainnya. Zat pengatur tumbuh digunakan untuk membantu
pertumbuhan organogenesis, beberapa ZPT yang sering digunakan adalah auksin dan
sitokinin.
Setiap hormon mempengaruhi respon pada banyak bagian tumbuhan. Respon
itu bergantung pada spesies, bagian tumbuhan, fase perkembangan, konsentrasi
hormon, interaksi antar hormon yang diketahui, dan berbagai faktor lingkungan. Jadi
jaringan yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda terhadap zat kimia
yang berbeda (Salisbury dan Roos, 1995).
Auksin merupakan salah satu hormon tumbuh yang tidak terlibat dari proses
pertumbuhan dan perkembangan suatu tanaman. Berdasarkan hasil studi tentang
pengaruh auksin terhadap perkembangan sel, menunjukkan bahwa auksin dapat
meningkatkan permaeabilitas sel terhadap air, meyebabkan pengurangan tekanan
pada dinding sel, meningkatkan sintesis protein, meningkatkan plastisitas, dan
pengembangan dinding sel (Alfaqirilallah, 2009).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Agus terhadap kayu cendana
kombinasi 1 mg/L zeatin dengan 1 mg/L 2,4-D membentuk tunas tunggal dengan
presentase 11,11% dan tinggi tunas kumulatif 0,18 mm. Penelitian Winarto (2009)
terhadap antera Anthurium andreanum menggunakan MS dengan 0,25 mg/L 2,4-D,
7
0,02 mg/L NAA, 1,5 mg/L TDZ dan 0,75 mg/L BAP memberikan hasil terbaik untuk
bakal tunas dengan waktu 8,3-8,5, jumlah bakal tunas per eksplan 10,3-10,8, dan
tinggi bakal tunas 0,7-0,78 mm.
Berdasarkan penelitian Bakti (2007) mengenai organogenesis jahe selama 6
minggu, penambahan 0 mg/L 2,4-D menghasilkan tunas dengan rata-rata 2,42,
sedangkan penambahan 1 mg/L 2,4-D menghasilkan tunas dengan jumlah tunas rata-
rata 3,00. Penambahan 0 mg/L 2,4-D menghasilkan inokulum berakar tertinggi
(48,21%) dengan jumlah akar rata-rata 4,19, sedangkan penambahan 20 mg/L 2,4-D
menghasilkan inokulum berakar terendah 1,79% dengan jumlah akar rata-rata 1,00.
Tunas adventif dan tunas aksilar pada eksplan jahe dapat diinduksi dengan
baik melalui penggunaan medium MS dengan penambahan 1 mg/L NAA.
Konsentrasi NAA yang terlalu tinggi, yaitu 10 mg/L, 20 mg/L mengakibatkan
pertumbuhan tunas jahe rendah (Bakti, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian Hernanto (2008) pada miggu ke-12 setelah
tanam, jumlah akar, tunas, dan kalus Anthurium plowmanii (gelombang cinta)
terbanyak berasal dari medium MS ditambahkan 1 ml/L kinetin dan 1 ml/L NAA.
Jumlah daun terbanyak muncul dari medium MS yang ditambahkan 2 ml/L kinetin
dan 0,1 NAA.
Menurut Wu (1990, dalam Sugiri 2006) ovari pisang yang dikulturkan melalui
media MS dengan penambahan 9,3 µM kinetin, 0,54 µM NAA, dan 0,1 M sukrosa
akan membentuk kalus. Kalus pisang (Musa paradisiaca L.) dapat tumbuh dengan
8
cepat pada medium MS dengan penambahan 0,8 mg/L NAA dan 9 mg/L kinetin yaitu
11 hari. Pemberian 0,4 mg/L NAA dan 6 mg/L kinetin pada medium MS membuat
eksplan dapat bertahan lebih lama dan tidak mudah terkontaminasi (Nisa, 2005).
Menurut Gunawan (1991, dalam Hidayat, 2001) pembentukan akar akan lebih
mudah diinduksi pada medium dengan kisaran konsentrasi 0,0186-0,93 mg/L NAA,
sedangkan untuk pertumbuhan pucuk perlu ditambahkan 0,5 mg/L NAA. Inisiasi
tunas adventif terjadi pada budidaya kulit umbi yang ditanam pada media yang
mengandung 0,5 mg/L NAA dengan konsentrasi BAP yang bervariasi (Sumber:
Hussey, 1978 dalam Hidayat, 2007). Berdasarkan penelitian Suseno (2010) mengenai
pengaruh ZPT NAA dan BAP terhadap pertumbuhan pule pundak, jumlah daun dan
tunas terbanyak diperoleh dari penambahan medium MS dengan 1 mg/L BAP dan 0,5
mg/L NAA.
Penelitian Sudrajad (2008) terhadap perbanyakan tanaman Kaempferia
rotunda L. menggunakan ZPT auksin NAA dengan konsentrasi yang berbeda-beda
yaitu 0; 0,15; 0,15; 0,75; 1 mg/L memberikan pengaruh yang nyata terhadap
pertumbuhan jumlah tunas dan akar. Pengaruh terhadap pertumbuhan akar dapat
terlihat selama 30 hari, sedangkan konsentrasi yang menghasilkan rata-rata jumlah
akar dan tunas terbaik adalah 1 mg/L NAA. Pemberian NAA dengan konsentrasi
yang sama terhadap pertumbuhan Curcuma mangga Val et Zyp. menunjukan bahwa
konsentrasi yang memberikan rata-rata hasil yang tebaik terhadap jumlah tunas akar
adalah 0,25 mg/L (Sudrajad, 2009).
9
Air kelapa biasa digunakan untuk bahan membuat minuman atau obat alami.
Selain itu air kelapa mengandung ZPT alami auksin dan sitokinin yaitu zaetin. Zat
pengatur tumbuh ini mempunyai peranan dalam proses pembelahan sel. Air kelapa
mengandung komponen aktif, misalnya mio-inositol, leukoantosianin dan sitokinin.
Air kelapa dapat digunakan sebagai zat yang dapat memacu pertumbuhan serta
pembungaan anggrek yang dikembangkan secara kultur jaringan (Alfaqirilallah,
2009). Pemberian 150 ml/L air kelapa dengan penambahan 0,01 atau 0,1 mg/L NAA
pada medium MS dapat memperbanyak jumlah dan panjang akar Drosera omissa
(Sukamto, 2000).
Berdasarkan komposisi yang terkandung di dalam air kelapa, terutama adanya
zat tumbuh sitokinin, penambahan air kelapa dalam media kultur dapat membantu
mendorong pertumbuhan, baik pertumbuhan plantlet, daun dan akar. Air kelapa dari
jenis kelapa genjah hijau dan genjah kuning mempunyai pengaruh positif terhadap
pertumbuhan plantlet anggrek Dendrobium (Suryanto, 2009). Hasil penelitian lainnya
menyatakan bahwa air kelapa sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan anggrek
dalam peningkatan pertumbuhan protocorm like bodies (plds) (Widiastoety &
Anggraeni Santi, 1994 dalam Suryanto, 2009 ).
Konsentrasi 10% (setara dengan 100 ml/L) air kelapa dalam medium MS
memberikan respon inisiasi dan multipikasi pucuk terbaik pada Ricinus communis L.
Penambahan BAP, kinetin, dan air kelapa juga berpengaruh tehadap pertumbuhan
10
nodus, jumlah pucuk aksiler, dan panjang tanaman R. communis (hijau maupun
merah) (Prihatin, 2007).
Hasil penelitian Sugiawan (2004) kombinasi 200 ml/L air kelapa dengan 3
cc/L fish emulsion berpengaruh baik terhadap pertumbuhan jumlah daun, sedangkan
kombinasi 100 ml/L air kelapa dengan 3,5 cc/L fish emulsion berpengaruh baik
terhadap pertumbuhan jumlah akar anggrek Dendrobium macophyllum.
Arang aktif dapat mengadsorpsi persenyawaan toksik yang dapat menghambat
pertumbuhan kultur, mengadsorpsi ZPT sehingga mencegah pertumbuhan kalus yang
tidak diinginkan dan merangsang perakaran. Secara tidak langsung pemberian karbon
aktif membantu organogenesis pada eksplan. Pemberian 0,5 g/L arang aktif pada
medium MS yang ditanam tunas Tabat barito (Ficus deltoidea Jack) yang telah
diberikan 20 ppm paclobutrazol berpengaruh terhadap lama penyimpanan akar di
dalam botol, yaitu 22 minggu (Oktiani, 2010). Pemberian NAA 0,5 ml/L dan arang
aktif 2 gr/L pada medium setengah MS dapat menumbuhkan batang dan daun pada
eksplan jarak pagar (Purwati, 2008).
1.6 Metodelogi Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode eksperimental dan hasil dihitung dengan
presentase, masing-masing kombinasi diulang 4 kali. Parameter yang diamati adalah
jumlah organ yang tumbuh, waktu inisiasi tumbuhnya organ dari masing-masing
11
perlakuan, panjang atau tinggi organ yang tumbuh, serta keadaan organ yang diamati
secara visual sebagai data deskriptif.
1.7 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan dari bulan Juli sampai dengan Oktober 2010, di
Laboratorium Kultur Jaringan Jurusan Biologi Universitas Padjadjaran, Jatinangor.