BAB I p6

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1 Latar Belakang

Menua adalah suatu proses menghilangnya secara perlahan-lahan kemampuan jaringan untuk memperbaiki diri dan mempertahankan struktur dan fungsi normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap jejas dan memperbaiki kerusakan yang diderita. Ada yang menganalogikan menuanya manusia seperti ausnya suku cadang mesin yang bekerjanya sangat kompleks yang bagian-bagiannya saling mempengaruhi secara fisik / somatik. Yang jelas, proses menua itu merupakan kombinasi dari bermacam-macam faktor yang saling berkaitan.1.2 Batasan Masalah

a. Definisi geriatri dan gerodontologi

b. Klasifikasi batasan lansiac. Perubahan fisik dan psikologis pada lansia (teori proses menua)d. Pendekatan psikologis dalam penanganan pasien lansia

e. Cara komunikasi pada pasien lansia

f. Sifat-sifat penyakit sistemik yang sering terjadi pada lansia

Etiologi

Diagnosis

Pathogenesisg. Perubahan kondisi rongga mulut pada lansiah. Keterbatasan mobilitas pada lansia

1.3 Tujuan Penulisan

Ada beberapa tujuan yang ingin kami capai sebagai hasil dari penyusunan makalah ini, antara lain:

1. Mampu menjelaskan definisi geriatri dan gerodontologi .

2. Mengetahui batasan usia pada lansia3. Memahami perubahan fisik dan ppsikologis pada lansia (teori proses menua)4. Mengetahui sifat-sifat penyakit sistemik yang sering terjadi pada lansia.5. Mengetahui perubahan kondisi rongga mulut pada lansia

6. Mengetahui keterbatasan mobility yang dialami oleh lansia

1.4 Metode Penulisan

Pada pembuatan makalah ini kami menggunakan 2 metode, yaitu:

1. Metode Individu

Metode ini dilakukan dengan cara membagi tugas kepada setiap individu. Masing-masing individu mendapatkan tugas sesuai dengan kesepakatan anggota kelompok.

2. Metode Kelompok

Metode ini dilakukan untuk diskusi kelompok. Setiap individu mengumpulkan hasil kerjanya dan kemudian semua anggota kelompok berdiskusi dalam penyelesaian makalah ini.Dalam penyelesaian penyusunan makalah ini penulis menggunakan studi kepustakaan yaitu penulis mempelajari buku-buku yang berhubungan dengan penyakit jaringan keras gigi tetap lalu di analisis untuk dijadikan sebuah makalah.

BAB IIPEMBAHASAN

2.1 Definisi Geriatri dan Gerodontologi1Geriatri merupakan ilmu tentang merawat orang yang berusia lanjut terhadap penyakitnya. Dapat pula diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit pada lansia.Gerodontologi merupakan ilmu yang mempelajari proses penuaan seluruh komponen rongga mulut yang mencakup system stomatognati.2.2 Klasifikasi Batasan Lansia1. Menurut WHO, lanjut usia meliputi :

a. Usia pertengahan (middle age), usia 45 tahun - 59 tahun

b. Lanjut usia (elderly), usia 60 tahun - 74 tahun

c. Lanjut usia tua (old), usia 75 tahun 90 tahun

d. Usia sangat tua (very old), usia 90 tahun ke atas.22. Menurut prof. Dr. Ny. Sumiarti Ahmad Mohammad. Membagi periodisasi biologis perkembangan manusia sebagai berikut:

a. Usia 0 tahun 1 tahun = masa bayi

b. Usia 1 tahun 6 tahum = masa prasekolah

c. Usia 6 tahun 12 tahun = masa sekolah

d. Usia 10 20 tahun = masa pubertas

e. Usia 40 usia 65 tahun = masa setengah umur (prasenium)

f. Usia 65 tahun ke atas = masa lanjut usia (senium).23. Menurut UU No. 13/tahun 1998 tentang kesejahteraan lanjut usia yang berbunyi sebagai berikut:

BAB 1 pasal 1 ayat 2 yang berbunyi: lanjut usia adalah seseorang yang mencapai usia 60 tahun ke atas.24. Menurut DEPKES (2003) lansia diklasifikasikan sebagai berikut:

a. pralansia (prasenilis), seseorang yang berusia antara 45 tahun 59 tahun

b. lansia, seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih.

c. lansia beresiko tinggi, seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih, atau seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.

d. Lansia ptonsial, lansia yang masih mampu melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau jasa.

e. Lansia tidak potensial, lansia yang tidak berdaya mencari nafkah, sehingga hidupnya bergantung kepada orang lain.12.3 Perubahan Fisik dan Psikologis Pada Lansia (Teori Proses Menua)31. Teori biologis penuaan

Terjadi kekacauan pada beberapa molekul target. Kemungkinan penuaan adalah hasil dari beberapa kejadian bebas yang termasuk program merusak secara genetic, perubahan genetic random dan kerusakan lingkungan.

2. Teori genetika. Teori error

Menyatakan bahwa penuaan berhubungan dengan akumulasi progresif kesalahan metabolic pada makromolekul. Pada penuaan, DNA, RNA dan sintesis protein dipertimbangkan berhubungan. Karena metabolism seluler, interaksi seluler, jaringan dan banyak fungsi hidup bergantung pada kualitas protein, akumulasi kesalahan produksi makromolekul ini cukup mengganggu fungsi kerja sel.

b. Mutasi somatic

Asumsi dasar hipotesis ini adalah kehadiran mutasi spontan padda garis pertumbuhan sel , yang dapat terjadi juga pada sel somatic. Karena mutasi menyebabkan beberapa perubahan pada fungsi sel dan jaringan, jumlah sel yang cukup yang membawa mutasi dapat mempengaruhi fungsi jaringan atau organ.

c. Redodancies

Medvedev menyatakan bahwa penuaan berasal dari kehilangan informasi genetic beberapa genom yang unik dan tidak berulang. Pengulangan beberapa genom, jumlah yang ditahan, dipostulatkan tidak hanya sebagai simpanan evalusioner, tetapi juga simpanan untuk mengurangi kadar penuaan.

d. Penuaan yang diprogram secara genetic

Teori ini konsisten dengan probabilitas alami proses penuaan dan dapat mengakomodasi komponen random. Disini disamakan antara proses penuaan dengan proses yang meliputi perkembangan organisme, dimana penuaan adalah kelanjutan perkembangan.

e. Teori disposable soma

Dalam teori ini, fungsi sel somatic organisme, soma menyediakan kendaraan untuk garis tumbuh untuk menjamin reproduksi. Pertukaran antara terlalu banyak atau terlalu sedikit sumber ke soma. Sumber yang terlalu sedikit tidak akan mengizinkan organisme untuk bertahan dalam waktu yang cukup untuk menjamin potensial reproduktif. Sumber yang terlalu banyak akan dengan mudah bertambah dan yang telah dicurahkan ke garis pertumbuhan yang menghasilkan penurunan potensial reproduktif.

3. Teori non-genetik

a. Teori imunologi

Dengan penuaan, system imun tidak dapat membedakan molekul normal dan molekul yang tidak normal dengan baik, dan sel abnormal dapat berproliferasi dan diambil alih oleh reaksi autoimun. Pada penuaan sistem imun seiring dengan hubungan usia kehilangan kemampuan untuk respon imun disebut immunosenescence. b. Teori radikal bebas

Postulat teori ini menyatakan bahwa radikal bebas yang berkombinasi dengan molekul-molekul penting akan menyebabkan kerusakan pada DNA dan struktur seluler lain. Reaksi ini berkontribusi terhadap penuaan dan penyakit yang berhubungan dengan usia.

c. Teori cross-linking

Penuaan disebabkan oleh molekul-molekul yang tidak dapat bermobilisasi secara irreversible sebagai fisiologis. Ini dipercaya dapat dihasilkan perubahan dan menyebabkan penuaan.

d. Teori metabolic

Peningkatan rata-rata metabolic dapat menyebabkan penggunaan yang lebih besar pada organism yang menyebabkan jangka hidup yang lebih singkat.

2.4 Pendekatan Psikologis dalam Penanganan Pasien Lansia4a. Pendekatan fisik

Perawatan yang memperhatikan kesehatan obyektif, kebutuhan, kejadian-kejadian yang dialami pasien semasa hidupnya, perubahan fisik pada organ tubuh, tingkat kesehatan yang masih bisa dicapai dan dikembangkan, dan penyakit yang dapat dicegah.

b. Pendekatan psikis

Dokter hendaknya memiliki kesabaran dan ketelitian dalam memberikan kesempatan dan waktu yang banyak untuk menerima berbagai bentuk keluhan agar pasien merasa puas. Dokter harus selalu memegang prinsip triple S yaitu sabar, simpatik dan service.c. Pendekatan sosial

Mengdakan kegiatan semacam diskusi kecil, tukar pikiran dan bercerita. Memberikan kesempatan untuk berkumpul bersama dengan sesama lansia dan itu berarti telah menciptakan sosialisasi mereka.

d. Pendekatan spiritual.

Pendekatan melalui hal-hal yang bersifat keagamaan atau rohani.2.5 Cara Komunikasi Pada Lansia5Komunikasi adalah pertukaran informasi antara dua atau lebih manusia, atau dengan kata lain pertukaran ide dan pikiran (Kozier dan Erb,1995). Dalam komunikasi terhadap lansia dibutuhkan ketrampilan, hal ini dikarenakan lansia mengalami berbagai penurunan diantaranya penurunan fungsi pendengaran.

Berikut teknik- teknik komunikasi dengan lansia:

a. Teknik komunikasi dengan penggunaan bahasa yang baik.

Kecepatan dan tekanan suara harus disesuaikan dengan kebutuhan lansia. Sebaiknya berbicara dengan lansia harus pelan, jangan terlalu cepat. Jika pendengarannya sudah agak berkurang maka sebaiknnya berbicaralah dengan suara yang lebih keras, tapi harus hati-hati juga karena tekanan suara yang tidak tepat dapat merubah arti pembicaraan sehingga menimbulkan salah persepsi.

Berikan kesempatan baginya untuk berbicara dan hindarilah mendominasi pembicaraan. Pembicara sebaiknya mendorong lansia untuk berperan aktif.

Ubahlah topik pembicaran dengan menggunakan objek sekitar jika pasien sudah tidak interest lagi.

Gunakanlah kata-kata yang sederhana dan kalimat yang mudah dipahami.

b. Teknik komunikasi nonverbal

1. Perilaku : ramah tamah, sopan dan menghormati, cegah supaya tidak acuh tak acuh.2. Kontak mata : tetap jaga kontak mata.

3. Expresi wajah : mereflexsikan perasaan yang sebenarnya.

4. Postur dan tubuh : mengangguk, gerakan tubuh yang tepat, meletakan kursi dengan tepat.

5. Sentuhan : memegang tangan, menjabat tangan.

c. Teknik untuk meningkatkan komunikasi dengan lansia.

1. Memulai kontak saling memperkenalkan nama dan berjabat tangan.

2. Menyentuh tangannya untuk mengucapkan pesan-pesan verbal dan merupak metode primer yang non verbal.

3. Jelaskan tujuan dari wawancara dan hubungan dengan intervensi keperawatan yang akan diberikan.

4. Mulai pertanyaan tentang topik-topik yang tidak mengancam.

5. Gunakan pertanyaan terbuka dan belajar mendengar yang efektif.

6. Secara periodic mengklarifikasi pesan.

7. Mempertahankan kontak mata dan mendengar yang baik dan mendorong untuk berfokus pada informasi.

8. Jangan berespon yang menonjolkan rasa simpati.

9. Bertanya tentang keadaan mental merupakan pertanyaan yang mengancam dan akan mengakiri interview.10. Minta izin bila ingin bertanya secara formal.

Selain teknik komunikasi yang baik lingkungan komunikasi juga harus diperhatikan. Lingkungan komunikasi yang baik antara lain:

Posisi duduk berhadapan

Penerangan yang cukup

Kurangi keramaian dan kebisingan

Ketika berkomunikasi dengan lansia kita harus mencoba untuk mengerti, dan kita harus mendengarkan apa yang dia katakan.

2.6 Sifat-Sifat Penyakit Sistemik Yang Sering Terjadi Pada Lansia4Pada pasien lansia insidensi penyakit kronis semakin besar. Sebanyak 80% penduduk berusia di atas 65 tahun memiliki salah satu bentuk gangguan kesehatan yang kronis. 2.6.1 EtiologiPenyakit sistemik pada lansia umumnya lebih bersifat endogen daripada eksogen. Hal ini disebabkan karena menurunnya berbagai fungsi alat tubuh karena proses menua. Sel sel parenkim banyak diganti oleh sel-sel penyangga (jaringan fibrotik), produksi hormone yang menurun, produksi enzim menurun dsb. Produksi zat-zat untuk daya tahan tubuh seorang lansia akan menurun, oleh karena itu, faktor penyebab infeksi (eksogen) akan lebih mudah hinggap. Etiologi penyakit lansia sering kali tersaembunyi, sehingga untuk diagnosa perlu diamati tanda-tanda dan gejala penyakitnya

2.6.2 Diagnosis Penyakit jantung

Penyakit jantung merupakan jenis penyakit sistemik kronis yang paling umum menimpa pasien lansia,mengenai kurang lebih 50% kelompok Lansia diatas 65 tahun. Penyumbatan saluran pembuluh darah oleh deposit lemak (atherosklerosis) dan pengerasan dinding pembuluh darah (arteriosklerosis) tidak saja menggganggu aliran darah ke oto-otot jantung, tetapi juga meningkatkan jumlah pekerjaan yang harus dilaksanakan oleh jantung untuk memompa darah yang mengandung oksigen ke seluruh bagian tubuh. Gejala kelainan jantung berupa nyeri pada dada, pembengkakan tungkai bawah, nafas yang pendek dan kelelahan yang berlebihan.

Diabetes Melitus

Diabetes melitus adalah penyakit yang sangat sering didapati pada pasien lansia. Bentuknya biasanya lebih ringan dibandingkan (hildhood form) dan sering tidak terdeteksi. Meskipun penyakit ini biasanya dalam stadium rendah da masih dapat diirawat, tetapi cenderung dapat memperparah keadaan penyakit degenerative lainnya termasuk pembuluh dara, mata, ginjal, dan kelainan neurologic. Gejala umum yang palling sering adalah keringnya rongga mulut, perasaan haus dan banyak urin. Penyakit diabetes yang tidak terkontrol menurunkan batas ambang resistensi terhadap stress semua jaringan rongga mulut dan proses penyembuha menjadi sangat lambat.keadaan xerostomia pada pasien DM disebabkan oleh gangguan fungsi kele njar saliva. Jumlah produksi saliva berkurang sehingga mukosa terasa kering, hipersensitifterhadap rangsangan, mudah teriritasi dan mengalami infeksi oleh kerja bakteri dan jamur. Osteoporosis

Insidensi osteoporosis dapat mencapai 50% pada pasien lansia, hal ini juga mempengaruhi tulang alveolus. Resorbsi lingir alveolus adalah gejala yang sering terlihat apabila daerah ini secara berketerusan menerima tekanan/beban basis gigi tiruan. Cirri-ciri adanya osteoporosis terlihat adanya resorbsi masa skeletal secara merata. Kehilangan tulang terutama bersifat endosteal dan sedikit pada permukaan periosteal. Kejadian osteoporosis sering dikaitkan denganpenggunaan terapi kortikosteroid yang terlalu lama, asupan kalsium yang rendah, dan tidur yang menahun. Ketidakpadatan tulang skeletal juga diasosiasikan dengan thyrotoxicosis, chusings syndrome, diabetes mellitus, dan penyakit lever. Gejala klinis osteoporosis antara lain adanya sakit pada punggung (back pain), postur bongkok, dan hilangnya berat badan.

Hipertensi

Etiologi:

Terjadi perubahan pada :

Elastisitas dinding aorta menurun

Katup jantung menebal dan menjadi kaku

Kemampuan jantung memompa darah menurun sehingga menyebabkan menurunnya volume dan kontraksi.

Kehilangan elastisitas pembuluh darah

Keturunan , kebiasaan hidup.

Diagniosis :

Menurut Dokhaeni (2001), manifestasi klinis pada penderita hipertensi antara lain:

Mengeluh sakit kepala

Kelelahan

Sesak nafas

Gelisah

Mual muntah

2.6.3 Patogenesis1. Diabetes melitus

2. OsteoporosisTulang terdiri atas sel dan matriks. Terdapat dua sel yang penting pada pembentukan tulang yaitu osteoclas dan osteoblas. Osteoblas berperan pada pembentukan tulang dan sebaliknya osteoklas pada proses resorpsi tulang. Matriks ekstra seluler terdiri atas dua komponen, yaitu anorganik sekitar 30-40% dan matrik inorganik yaitu garam mineral sekitar 60-70 %. Matrik inorganik yang terpenting adalah kolagen tipe 1 ( 90%), sedangakan komponen anorganik terutama terdiri atas kalsium dan fosfat, disampinh magnesium, sitrat, khlorid dan karbonat. Dalam pembentukan massa tulang tersebut tulang akan mengalami perubahan selama kehidupan melalui tiga fase: Fase pertumbuhan, fase konsolodasi dan fase involusi. Pada fase pertumbuhan sebanyak 90% dari massa tulang dan akan berakhir pada saat eepifisi tertutup. Sedangkan pada tahap konsolidasi yang terjadi usia 10-15 tahun. Pada saat ini massa tulang bertambah dan mencapai puncak ( peak bone mass ) pada pertengahan umur tiga puluhan. Serta terdapat dugaan bahwa pada fase involusi massa tulang berkrang ( bone Loss ) sebanyak 35-50 tahun. Secara garis besar patofisiologi osteoporosis berawal dari Adanya massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang. Massa puncak tulang yang rendah ini diduga berkaitan dengan faktor genetic, sedangkan faktor yang menyebabkan penurunan massa tulang adalah proses ketuaan, menopause, faktor lain seperi obat obatan atau aktifitas fisik yang kurang serta faktor genetik. Akibat massa puncak tulang yang rendah disertai adanya penurunan massa tulang menyebabkan. Densitas tulang menurun yang merupakan faktor resiko terjadinya fraktur.

Kejadian osteoporosis dapat terjadi pada setiap umur kehidupan. Penyebabnya adalah akibat terjadinya penurunan bone turn over yang terjadi sepanjang kehidupan. Satu dari dua wanita akan mengalami osteoporosis, sedangkan pada laki-laki hanya 1 kasus osteoporsis dari lebih 50 orang laki-laki. Dengan demikian insidensi osteoporosis pada wanita jauh lebih banyak daripada laki-laki. Hal ini di duga berhubungan dengan adanya fase masa menopause dan proses kehilangan pada wanita jauh lebih banyak. Gambar diatas menunjukan bahwa terjadi percepatan pertumbuhan tulang , yang mencapai massa puncak tulang pada usia berkisar 20 30 tahun, kemudian terjadi perlambatan formasi tulang dan dimulai resorpsi tulang yang lebih dominan. Keadan ini bertahan sampai seorang wanita apabila mengalami menopause akan terjadi percepatan resorpsi tulang, sehingga keadaan ini tulang menjadi sangat rapuh dan mudah terjadi fraktur. Setelah usia 30 tahun, resorpsi tulang secara perlahan dimulai akhirnya akan lebih dominan dibandingkan dengan pembentukan tulang. Kehilanga massa tulang menjadi cepat pada beberapa tahun pertama setelah menopause dan akan menetap pada beberapa tahun kemudian pada masa postmenopause. Proses ini terus berlangsung pada akhirnya secara perlahan tapi pasti terjadi osteoporosis. Percepat osteoporosis tergantung dari hsil pembentukan tulang sampai tercapainya massa tulang puncak.

Massa tulang puncak ini terjadi sepanjang awal kehidupan sampai dewasa muda. Selama ini, tulang tidak hanya tumbuh tetapi juga menjdai solid. Pada usia rata rata 25 tahun tulang mencapai pembentuk massa tulang puncak. Walaupun demikian massa puncak tulang ini secara individual sangat bervariasi dan pada umumnya pada laki-laki lebih tinggi dibanding pada wanita. Massa puncak tulang ini sangatlah penting, yang akan menjadi ukuran seseorang menjadi risiko terjadinya fraktur pada kehidupannya. Apabila massa puncak tulang ini rendah maka akan mudah terjadi fraktur kan saja, tetapi apabila tinggi makan akan terlindung dari ancaman fraktur.

Faktor faktor yang menentukan tidak tercapainya massa tulang puncak sampai saai ini belum dapat dimengerti sepenuhnya tetapi diduga terdapat beberapa faktor yang berperan, yaitu genetik, asupan kalsium, aktifitas fisik, dan hormon seks. Untuk memelihara dan mempertahan massa puncak tulang adalah dengan diet, aktifitas fisik, status reproduktif, rokok, kelebiham konsumsi alkohol, dan beberapa obat.

Remodelling Tulang

Di dalam Tulang yang mengalami osteoporosis akan ditemukan struktur padat dan rongga tulang berkurang. Penipisan dinding luar tulang lebih nyata dan keadaan ini meningkatkan resiko fraktur. Hilangnya massa tulang juga tampak pada tulang berongga. Aktivitas remodeling tulang ini melibatkan faktor sistemik dan faktor lokal. Faktor sistemik adalah Hormonal hormonal yang berkainan dengan metabolisme Calsium, seperti Parat hormone, Vitamin D, Calcitonin, estrogen, androgen, growth hormon, dan hormon tiroid. Sedangkan faktor lokal adalah Sitokin dan faktor pertumbuhan lain. Dalam proses remodeling tulang atau bone turnover, intinya adalah terjadinya pergerakan ion kalsium. Ion kalsium yang berada dalam osteoklas akan dilepaskan kemudian oleh osteoblas akan digunakan sebagai bahan baku tulang di dalam osteocyte dan pada akhirnya berperan dalam pembentukan tulang baru. Artinya metabolisme kalsium inilah yang mempunyai peranan dominan dalam proses pembentukan tulang.

Seperti diketahui, asupan kalsium yang normal berkisar 1000 1500 mg / hari, dan akan diekskresikan juga tidak jauh berbeda dengan asupan tersebut, melalui faeces ( 800 mg ) dan urine (200 mg). Dalam perjalanannya Kasium akan mempunyai peran penting dalam remodeling tulang, yaitu sebanyak 300 500 mg yang berasal dari kalsium ekstra seluler sebanyak 900 mg. Artinya dalam proses remodeling tulang. Kalsium tersebut diperlukan kadar antara 300- 500 mg. Jumlah inilah yang akan ditambahkan dalam asupan kalsium dari luar, jadi berkisar 1000 1500 mg, sehingga kalsium serum berada dalam keadaan homeostatis ( seimbang ).

Dalam mempertahankan keseimbangan kalsium serum ini, dua hormon secara langsung berhubungan dengan metabolisme Kalsium, yaitu hormon paratiroid dan calsitonin. Adanya peningkatan asupan kalsium / kalsium darah makan akan merangsang calsitonin, upaya ini untuk menekan proses resorpsi tulang, dan sebaliknya. Sedangkan dengan adanya kalsium yang rendah maka hormon paratiroid akan meningkat sehingga proses remodeling tulang tetap berjalan dalam keadaan seimbang. Apabila kalsium plasma meningkat maka akan meningkatkan formasi tulang dan meningkatkan Calsitonin dari sel parafolikuler kelenjar thyroid. Dengan adanya calsitonin, maka proses resopsi tulang ditekan. Dan sebaliknya keadaan kalsium darah yang rendah akan meningkatkan sekresi hormon paratiroid dan akan meningkatkan proses resopsi tulang serta peningkatan absorpsi kalsium di intestinal. Mekanisme ini adalah upaya kalsium didalam darah tetap dalam keadaan stabil. Jadi hormon paratiroid berperan dalam meningkatkan resorpsi kalsium, menurunkan resorpsi fosfat di intestinal, dan meningkatkan sintesis vitamin D ( 1,25 (OH) 2 D di ginjal. Selain itu hormon ini juga dapat meningkatkan aktifitas osteoclast yang menyebabkan proses resorpsi tulang meningkat.

Peran vitamin D dalam mekanisme burn turn-over tulang melalui peningkatan absorpsi kalsium dan fosfat di intestinal. Melalui mekanisme ini maka vitamin D berperan dalam menyediakan cadangan kadar kalsium dan fosfat untuk proses mineralisasi tulang sehingga mempertinggi resorpsi tulang. Secara pathofisiologi, viatmin D mempunyai peran penting pada kelainan tulang. Dalam mempertahankan intergritas mekanisme dan struktur tulang diperlukan proses remodelling tulang yang konstan, yaitu respon terhadap keadaan baik fisiologis maupun patologis yang terjadi selama kehidupan. Adanya kebutuhan asupan kalsium dan vitamin D yang meningkat terutama.

3. Hipertensi

Baik TDS maupun TDD meningkat sesuai dengan meningkatnya umur. TDS meningkat secara progresif sampai umur 70-80 tahun, sedangkan TDD meningkat samapi umur 50-60 tahun dan kemudian cenderung

menetap atau sedikit menurun. Kombinasi perubahan ini sangat mungkin mencerminkan adanya pengakuan pembuluh darah`dan penurunan kelenturan (compliance) arteri dan ini mengakibatkan peningkatan tekanan nadi sesuai dengan umur.4 Scperti diketahui, takanan nadi merupakan predictok terbaik dari adanya perubahan struktural di dalam arteri. Mekanisme pasti hipertensi pada lanjut usia belum sepenuhnya jelas. Efek utama dari ketuaan normal terhadap sistem kardiovaskuler meliputi perubahan aorta dan pembuluh darah sistemik. Penebalan dinding aorta dan pembuluh darah besar meningkat dan elastisitas pembuluh darah menurun sesuai umur. Perubahan ini menyebabkan penurunan compliance aorta dan pembuluh darah besar dan mengakibatkan pcningkatan TDS. Penurunan elastisitas pembuluh darah menyebabkan peningkatan resistensi vaskuler perifer. Sensitivitas baroreseptor juga berubah dengan umur.

Perubahan mekanisme refleks baroreseptor mungkin dapat menerangkan adanya variabilitas

tekanan darah yang terlihat pada pemantauan terus menerus. Penurunan sensitivitas baroreseptor jugamenyebabkan kegagalan refleks postural, yang mengakibatkan hipertensi pada lanjut usia sering terjadi hipotensi ortostatik. Perubahan keseimbangan antara vasodilatasi adrenergik vasokonstriksi adrenergik akan menyebabkan kecenderungan vasokontriksi dan selanjutnya mengakibatkan pcningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan tekanan darah. Resistensi Na akibat peningkatan asupan dan penurunan sekresi juga berperan dalam terjadinya hipertensi. Walaupun ditemukan penurunan renin plasma dan respons renin terhadap asupan garam, sistem renin-angiotensin tidak mempunyai peranan utama pada hipertensi pada lanjut usia. Perubahanperubahan di atas bertanggung jawab terhadap penurunan curah jantung (cardiac output), penurunan denyut jantung, penurunan kontraktilitas miokard, hipertrofi ventrikcl kiri, dan disfungsi diastolik. Ini menyebabkan penurunan fungsi ginjal dengan penurunan perfusi ginjal dan laju filtrasi glomerulus.

2.7 Perubahan Kondisi Rongga Mulut Pada Lansia3Perubahan yang terjadi di dalam rongga mulut lansia adalah :1. Perubahan pada gigi geligi dan jaringan penunjang

Pada manula, email menjadi datar, radiopak, sementum menjadi menebal, dentin hanya tertinggal sekondari dentin, dan ausnya permukaan gigi menjadi atrisi, abrasi dan erosi. Pada jaringan periodonsium terjadi deposisi sementum, resesi gingiva, dan seiring bertambah umur attachment gingiva di daerah leher gigi akan terlihat turun ke daerah apeks sehingga terlihat memanjang. Pada tulang alveolar terjadi semakin sedikit densitas dan resorbsi semakin meningkat.

2. Perubahan membran mukosa

Pada membran mukosa terjadi atropi pada membran mukosa epithelium menipis. Gambaran klinis yang dapat dilihat pada mukosa tampak mengkilap, licin (tidak ada stippling), mudah mengalami iritasi dan pembengkakan dapat timbul perdarahan bila terkena trauma serta elastisitas berkurang. Di daerah palatum terjadi keratinisasi dan gusi berkurang dan juga keratinisasi pada daerah pipi dan bibir sedangkan vermilion border dari bibir menyempit dan sering terlihat lesi pada sudut mulut dengan adanya intervensi candidiasis symptom seperti kekurangan vitamin.

3. TMJ

Pada TMJ terjadi perubahan degeneratif dimana terjadi tendensi lebih datar dari permukaan artikular ditandai dengan pengurangan ukuran (reduksi) dari condil mandibula dikarenakan pergerakan dari TMJ.

4. Saliva

Seiring dengan pertambahan usia sekresi saliva akan menurun selama proses menua. Kadang-kadang hal ini diperberat dengan adanya penyakit tertentu atau pemakaian obat yang lama pada pasien radioterapi.

2.8 Keterbatasan Mobilitas Pada Lansia6Mobilitas adalah pergerakan yang memberikan kebiasaan dan kemandirian bagi seseorang. Imobilitas adalah tingkat aktivitas yang kurang dari mobilitas optimal. Imobilitas sering terjadi pada lansia. Gangguan mobilitas fisik: suatu keadaan keterbatasan kemampuan pergerakan fisik secara mandiri yang dialami seseorang.

Batasan karakteristik:

Ketidakmampuan untuk bergerak dengan tujuan didalam lingkungan termasuk mobilitas ditempat tidur

Keengganan untuk melakukan pergerakan

Keterbatasan rentang gerak

Penurunan kekuatan, pengendalian/massa otot

Mengalami pembatasan pergerakan, termasuk protokol-protokol mekanis dan medis

Gangguan koordinasi

Faktor-faktor yang mempengaruhi mobilisasi

1. Sistem Neuromuskular, meliputi sistem sistem otot, skeletal, sendi, ligament, tendon, kartilago, dan saraf

2. Gaya hidup

3. Ketidakmampuan

4. Tingkat energi

5. Tingkat perkembangan

Mobilisasi/kemampuan seseorang untuk bergerak bebas merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Tujuan mobilisasi adalah memenuhi kebutuhan dasar (termasuk melakukan aktifitas hidup sehari-hari dan aktifitas rekreasi), mempertahankan diri (melindungi diri dari trauma), mempertahankan konsep diri, mengekspresikan emosi dengan gerakan tangan non-verbal. Imobilisasi adalah suatu keadaan dimana individu mengalami keterbatasan gerak fisik.

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan1. Geriatri merupakan ilmu tentang merawat orang yang berusia lanjut terhadap penyakitnya. Dapat pula diartikan sebagai cabang ilmu kedokteran yang mempelajari tentang penyakit pada lansia.2. Gerodontologi merupakan ilmu yang mempelajari proses penuaan seluruh komponen rongga mulut yang mencakup system stomatognati.3. Ada banyak teori yang mengungkapkan tentang proses menua itu sendiri diantaranya : teori biologis, teori genetik, dan teori non-genetik.4. Adanya mutasi somatik yang beruntun secara berantai hingga pada suatu waktu kesalahan-kesalahan yang terjadi dapat meledak sebagai katastrop.5. Adanya kerusakan sel, jaringan dan organ tubuh akibat radikal bebas yang dapat terbentuk dalam badan sendiri. Tubuh sendiri sebetulnya dapat menangkal hal ini dalam bentuk enzim.6. Adanya kerusakan sistem imun tubuh, berbentuk sebagai proses hetero-imunitas maupun auto-imunitas.7. Peristiwa menua akibat metabolisme badan sendiri, antara lain karena kalori yang berlebihan atau kurang aktivitas dan sebagainya.DAFTAR PUSTAKA

1. Maryam RS, Ekasarai MF, Rosidawati, Jubaedi A, Batubara I. Mengenal usia lanjut dan perawatannya. Jakarta : Salemba Medika ; 2008.2. http://subhankadir.wordpress.com/2007/08/20/9/3. Geriatric Dentistry. Aging and Oral Health. Athena S. Papas, Neissen C. Linda. Mosby. St. Louis. 1991. 4. www.one.indoskripsi.com5. http://kategorilanjutusia.com/komunikasilansia, penulis : Drs. H. Zainuddin Sri Kuntjoro, MPsi. Jakarta, 16 April 2002 6. Ref: Craven, R.F Himle C.J (2000). Fundamental of Nursing: Concepts, Process, Practice, (Fifth edition). California: Addison, Wesley Publishing.21