Click here to load reader
Upload
sarah-joseph
View
216
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
GCFGCGFB
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang
Dewasa ini kebutuhan pangan asal hewan terus meningkat sejalan dengan pertambahan
penduduk, perkembangan ekonomi, perubahan gaya hidup serta kesadaran masyarakat akan
pentingnya arti kesehatan dan pemenuhan asupan nutrisi yang baik . Dengan jumlah penduduk
Indonesia sekitar 220 juta jiwa dan tingkat pertumbuhan 1,5 persen per tahun, menuntut
penyediaan pangan tennasuk produk hewani yang memadai baik dalam jumlah maupun kualitas .
Saat ini rataan konsumsi protein hewani masyarakat Indonesia masih dibawah angka standar
kecukupannya, dimana untuk daging baru tercapai sekitar 6,89 kg/ kapita/tahun, telur 67
butir/kapita/tahun dan susu 6 kg/kapita/tahun (DITJEN PETERNAKAN, 2006 ; POULTRY
INDONESIA on line, 2007) .
Jumlah ini masih sangat kecil jika dibandingkan dengan konsumsi protein hewani di
negara lain, bahkan negara ASEAN . Dengan demikian peluang untuk meningkatkan konsumsi
pangan hewani masih akan terus terjadi pada masa yang akan datang . Disamping peluang,
peningkatan konsumsi
pangan produk hewani tersebut juga merupakan tantangan dengan banyak ber-edarnya
produkproduk yang tidak memenuhi standar keamanan dan/atau kehalalan. Daging glonggongan,
daging ayam tiren (bangkai), pemalsuan/pencampuran daging sapi dengan celeng, daging impor
ilegal dan daging yang mengandung bahan kimia berbahaya merupakan contoh kasus yang saat
ini banyak ditemui . Maraknya peredaran produk hewani yang tidak aman ini dipicu oleh adanya
kecenderungan masyarakat untuk membeli produk berharga murah tanpa memperhatikan
kualitasnya .
Disamping itu penegakan terhadap pelaksanaan aturan-aturan yang terkait dengan
pengawasan pangan dalam rangka perlindungan masyarakat seperti UU No . 23 tahun 1992
tentang Kesehatan, UU No . 7 tahun 1996 tentang Pangan, UU No . 8 tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen serta PP No . 28 tahun 2004 tentang Keamanan, Mutu dan Gizi Pangan,
belum sepenuhnya dilakukan . Begitu juga dengan pemberian hukuman terhadap pelaku usaha
yang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/jasa yang tidak mengikuti ketentuan
berproduksi yang ASUH . Padahal produk yang tidak aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) dapat
membahayakan kesehatan masyarakat . Apalagi pangan produk hewani mempunyai sifat yang
berpotensi berbahaya (potentially hazardous foods) karena merupakan salah satu media
pembawa bibit penyakit dan sumber penyakit zoonosis (DITJEN PETERNAKAN, 2007) .
Oleh karena itu pengawasan peredaran pangan asal hewan harus menjadi perhatian.
Produk pangan hewani yang beredar di masyarakat harus terjamin keamanan dan kehalalaimya .
Keamanan pangan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah semata, tetapi juga produsen
dan konsumen/masyarakat . Peran pemerintah utamanya adalah membuat aturan dan
penegakannya . Sebenarnya produsen akan sangat takul bila ada aturan yang baik dan ditegakkan
tanpa pandang bulu.
Sering masyarakat, khususnya pelaku usaha mengabaikan Nomor Kontrol Veteriner (NKV).
Nomor Kontrol Veteriner merupakan bukti telah dipenuhinya persyaratan higiene-sanitasi
sebagai jaminan keamanan pangan asal hewan. Untuk mendapatkan NKV, diperlukan
berbagai persyaratan, yang banyak tidak dimengerti oleh pelaku usaha.
1.2 Tujuan pratikum
Untuk memenuhi tugas Kesehatan Masyarakat Veteriner (KESMAVET)
Dapat mengetahui alur atau proses pengeluaran NKV dengan tepat pada suatu
perusahaan pangan asal hewan
Dapat memahami proses dan alur pemasaran dari tempat produksi sampai pada
tempat pemasaran khususnya pasar tradisional
Mengetahui pentingnya NKV, Nomor Registrasi dan tanggal kadalwarsa suatu
produk pangan asal hewan