Upload
lamkhuong
View
230
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Alasan Pemilihan Judul
Judul penelitian ini adalah “Kondisi Kelayakan Kerja Buruh Tetap
Berdasarkan Indikator International Labour Organization”. Secara teoretis, judul
penelitian erat kaitannya dengan bidang ilmu yang sedang digeluti oleh peneliti
sehingga aspek aktualitas dan orisinalitas menjadi alasan kuat yang mendukung
penelitian untuk dilakukan.
1.1.1 Aktualitas
Kelayakankerjamerupakansebuahisu yang hangatdibicarakan.Perumusan
agenda internasional yang dijalankan oleh International Labour Organization masih
cenderung mengukur kondisi kelayakan kerja dengan perspektif Negara Barat.
Dengan dirumuskannya penelitian ini, peneliti berharap mampu menjawab dan
mengkritisi model dan kondisi kelayakan kerja yang sesuai dengan karakter
masyarakat di Indonesia sebagai Negara berkembang. Selain itu, untuk mengetahui
hal-hal yang terkait dengan pelaksanaan kewajiban buruh dalam bekerja serta
mengetahui hak yang pantas diterima karena kondisinya selalu dinamis.
1.1.2 Orisinalitas
Orisinalitas merupakan salah satu hal yang dipertimbangkan dalam penelitian.
Peneliti dituntut untuk bersikap jujur dan tidak ber-plagiat dalam melakukan
publikasi karya. Penelitian tentang kondisikelayakan kerja buruh tetap sampai saat ini
masih belum banyak ditemukan, tetapi penelitian yang berkaitan dengan buruh sudah
banyak dilakukan seperti terlihat pada penjelasan di bawah ini.
2
Penelitian mengenai buruh telah dilakukan oleh beberapa peneliti seperti pada
penelitian“Pola Hubungan Kerja Persepsi Pertukaran Sosial: Studi Kasus Hubungan
Kerja antara Buruh dan Majikan di Pabrik Cerutu PTPN X Jember Jatim” oleh Joko
Mulyanto, tahun 2000. Penelitian tersebut mengidentifikasi factor penyebab buruh
mempertahankan hubungan kerja dengan imbalan yang memenuhi standar ketentuan
kerja.Ukuran imbalan sesuai dengan harapan para buruh sehingga mereka merasa
puas dan tetap melangsungkan hubungan kerja yang lebih simetris. Dengan demikian,
bentuk kepastian kerja para buruh diperkirakan dapat mempertahankan hubungan
sosialkerja. Kajian yang digunakan bersifat perorangan yang disebut dengan aktor.
Pengambilan informan menggunakan cara purposive sample dengan teknik snow ball.
Pengambilan data dengan wawancara mendalam dengan teknik observasi partisipan,
data yang digunakan adalah data primer dan sekunder. Teknik analisisnya adalah
analisis kualitatif.
Penelitian lain mengenai buruh juga ditulis oleh Rochana Erna (2006) yang
berjudul “Pola Hubungan Kerja Pengusaha Buruh: Studi Integrasi Pada Pabrik Tenun
PT Pismatex di Pekalongan”. Hasilnya adalah pola-pola hubungan kerja antara
pekerja dan pengusaha yang berkembang dalam dinamika integrasi dapat
diidentifikasi sebagai hubungan formal, hubungan vertikal, dan hubungan kekuasaan.
Hubungan antarsesama pekerja pada hakikatnya lebih menunjukkan relevansi sebagai
pola hubungan yang informal, horizontal, dan nonkekuasaaan. Pengambilan sampel
dengan cara purposive sample. Data dikumpulkan melalui kuesioner, wawancara
terstruktur, wawancara mendalam, dan observasi langsung. Ditelaah data sekunder
3
untuk memperoleh kedalaman analisis. Analisis data secara kualitatif dengan
menyajikan data secara rinci dan melakukan interpretasi teoretis.
Penelitian ini, “Kondisi Kelayakan Kerja Buruh Tetap” mengupas penerapan
kelayakan kerja yang ada di perusahaan tenun dan dari perspektif buruh yang
dilakukan secara purposive, yaitu sesuai dengan nama informan, dan ditetapkan
berdasarkan kriteria-kriteria yang telah ditentukan. Teknikpengumpulan data
dilakukandenganobservasi, wawancara, dandokumentasi.Kemudian data
dianalisisdengancarareduksi data, penyajian data, danpenarikankesimpulan.
1.1.3 Relevansi dengan Jurusan Pembangunan Sosial dan
Kesejahteraan
Jurusan Pembangunan SosialdanKesejahteraanFisipol UGM mempunyai tiga
konsentrasi yaitu social policy, community development, dan corporate social
responsibility. Konsentrasi yang sesuai dengan penelitian ini adalah community
development. Community Development adalah sebuah aktivitas yang mengubah
sesuatu yang powerless menjadi powerfull. Dalam hal ini buruh termasuk kaum
rentan yang layak untuk diubah menjadi berdaya. Hal tersebut merupakan konsentrasi
dari Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan yang semakin meningkatkan
perannya pada social protection, sebagai upaya praktis untuk peningkatan
kesejahteraan masyarakat melalui fokus skema perlindungan sosial.
Untuk meningkatkan peran Jurusan pada social protection, Jurusan memiliki
Pusat Kajian Social Protection and Decent Work (SECURE) yang bersikap fokus
terhadap jaminan sosial dan kelayakan kerja bagi para tenaga kerja. Dengan
demikian, dalam mewujudkan kondisi kelayakan kerja bagi buruh di pabrik tekstil,
4
peneliti berupaya menelaah penyebab adanya ketidaklayakan buruh di tempat kerja.
Dengan demikian, peneliti berharap agar berbagai kalangan dapat mengetahui cara
menyikapi kondisi kelayakan kerja yang pantas untuk buruh demi penciptaan decent
work yang sesuai dengan keadaan buruh.
5
1.2 Latar Belakang Masalah
Organisasi Ketenagakerjaan Internasional (OKI/ILO) dibentuk berdasarkan
Traktat Versailles pada tahun 1919 bersamaan dengan berdirinya Liga Bangsa-
Bangsa (LBB) setelah Perang Dunia I. Dalam perkembangannya, pada tahun 1945
ILO menjadi Badan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Sampai dengan
tahun 2001, anggota ILO berjumlah 174 negara.
Tujuandidirikannya ILO adalah untuk meningkatkan keadilan dan pemerataan
sosial serta perlakuan yang layak bagi masyarakat, khususnya kaum pekerja dan terus
berupaya mendorong terciptanya peluang bagi perempuan dan laki-laki untuk
memperoleh pekerjaan yang layak dan produktif, adil, aman, dan bermartabat.
Langkah-langkah yang dilakukanuntukmewujudkantujuantersebut ialahdengan
mempromosikan hak-hak di tempat kerja, mendorong terciptanya peluang kerja yang
layak, meningkatkan perlindungan sosial, dan memperkuat dialog untuk mengatasi
permasalahan-permasalahan yang terkait dengan dunia kerja.
Dalam Mukadimah Konstitusi ILO dinyatakan bahwa perdamaian abadi hanya
mungkin tercipta atas dasar keadilan sosial. Oleh karena itu, perlu adanya perbaikan
syarat-syarat kerja dan norma kerja serta upaya mengatasi masalah ketenagakerjaan
seperti pengangguran, kelayakan kerja, dan perlakuan yang baik pekerja di tempat
bekerja (ILO Publications, 2008).
Tugas utama ILO ialah merumuskan program internasional untuk memperbaiki
lapangan pekerjaan dan kehidupan para pekerja, seperti menyusun standar
ketenagakerjaan internasional untuk dijadikan pedoman bagi negara anggota dalam
membuat dan melaksanakan kebijakan ketenagakerjaan, khususnya dalam membuat
6
peraturan perundangan ketenagakerjaan. Hal-hal tersebut digunakan untuk
melaksanakan gagasan yang telah dibahas sebelumnya sebagaimana ILO merupakan
organisasi internasional satu-satunya yang beranggotakan tiga unsur, yaitu unsur
pemerintah, unsur pengusaha, unsur pekerja. Ketiga unsur tersebut memengaruhi
kebijakan dan program ILO. Indonesia sudah meratifikasi Konvensi Inti ILO pada
Juni 1999 dan Indonesia merupakan negara pertama di Asia yang meratifikasi ketujuh
Konvensi ILO (Kusyuniati, 2010).
Peran Dinas Tenaga Kerja sebagai pelaksana dari pemerintah dalam
meningkatkan kesejahteraan pekerja sangat dibutuhkan karena Dinas Tenaga Kerja
mengetahui kondisi lapangan dan merupakan kunci penerapan kelayakan kerja. Jika
dilihat di lapangan, pada umumnya pekerja di Indonesia kurang mendapatkan
kelayakan jika tidak diperjuangkan oleh pekerja itu sendiri. Oleh karena itu,
penelitian ini dilakukan berdasarkan ILO agar lebih jelas dan dapat melihat
kesesuaian penerapan kelayakan kerja di lapangan.
1.2.1 Kondisi Buruh dan Kelayakan Kerja di Indonesia
Pada era globalisasiini untuk meningkatkan kesejahteraan dilakukan berbagai
cara. Salah satunya dengan bekerja. Setiap tempat kerja mempunyai risiko yang
berbeda-beda, ada yang menjanjikandan ada yang tidak. Oleh karena itu, isu kerja
layak mulai dipermasalahkan. Pada awalnya, dikembangkan di negara Barat,
kemudian sedikit demi sedikit mulai masuk ke Asia Pasifik, termasuk Indonesia.
Indonesia merupakan negara berkembang yang mengadopsi berbagai aturan dan
syarat kerja layak melalui Kementrian Tenaga Kerja dan Transmigrasi.
7
Setelah era reformasi, gerakan pekerja telah memiliki ruang kebebasan yang
memadai untuk memperjuangkan aspirasi. Salah satunya adalah gerakan buruh.
Namun, ruang kebebasan yang memadai itu sering mengalami konflik hubungan
industrial sebagaimana menurut Rekson Silaban dalam Konferensi Serikat Buruh
Sejahtera Indonesia (KSBSI) menyampaikan hal berikut ini.
Pencapaian gerakan buruh saat ini tidak sebesar kebebasannya. Kondisi
kebebasan berserikat memiliki kapasitas yang lebih baik tetapi yang menjadi
kelemahan terletak pada konflik relasi industrial-perburuhan meningkat tajam.
Salah satu masalah utama yang menjadi pemicu konflik adalah masalah upah
dan kesejahteraan buruh. Jumlah kasus perselisihan antara buruh dan industrial
bertambah dari 3.993 kasus (tahun 2010) ke 4.242 kasus (tahun 2011),
berdasarkan data PHI dan Jamsostek, demikian menurut Rekson
Silababan.(http://nationalgeographic.co.id/berita/2012/04/persoalan-buruh-
indonesia-setelah-era-reformasi Diakses pada tanggal 7 Oktober 2012 pukul
21.20.15 WIB)
Kondisi buruh dan pekerja di Indonesia yang digambarkan pada kutipan di atas
dewasa ini belum memiliki kesejahteraan mapan yang bisa diamati dari penerapan
standar kerja layak. Hal itu mengakibatkan terjadinya berbagai bentuk kecurangan,
ekspoitasi, intimidasi, dan kekerasan di tempat kerja, yang dapat dilakukan oleh
antarpekerja, buruh, pengusaha, maupun penguasa dalam hubungan industrial. Tidak
mengherankan jika isu mengenai kesejahteraanburuh marak diperbincangkan di
berbagai elemen dan kalangan.
8
Dalam bahasan penelitian ini pekerja rentan dan belum memiliki kelayakan
kerja yang maksimal adalah buruh tetap. Buruh tetap memiliki kerentanan dalam hal
perlindungan sosial dan hak yang belum memadai. Oleh karena itu, kelompok buruh
tetap dilibatkan dalam penelitian sebagai informan untuk mengetahui keadaan dan
terciptanya kondisi keseimbangan kerja layak yang ada di dalam perusahaan.
Sebagai salah satu dampak buruh merasa tidak mendapatkan kelayakan kerja
di tempa kerja ialah mereka berunjuk rasadangiat melakukan berbagai aksi untuk
menuntut keinginandanhaknya. Menurut IMMC, jumlah unjuk rasa buruhmencapai
58,1% dari total 897 pemberitaan (terbagidalam 1413 isu) tentangburuh yang
munculsejak 26 April 2011hingga 26 April 2012.
Jadi, kalaukitalihatdari data monitoring IMMC tersebut, top offiveberitatentangburuh di Indonesia masihterkaitdenganpemenuhanhak-hakekonomimereka. Isuupahburuh, kesejahteraan, kenaikan BBMmerupakantigaisusentral yangberkaitandenganhajatekonomiparaburuh.Artinya, isusentralgerakanburuh diIndonesia adalahsoalkesejahteraanekonomimereka,” jelasMuhammad Farid,KoordinatorRiset Indonesia Media Monitoring Centre (IMMC:http://www.immcnews.com/analisa-hari-buruh/immc-demonstrasi-cara-favorit-buruh-suarakan-aspirasi.html. Diakses pada tanggal 13 Desember 2012pukul 22.16.04 WIB).
Begitu banyaknya buruh yang melakukan aksi akibat isu sentral soal
kesejahteraan ekonomi tidak hanya terjadi di kota-kota besar padat industri. Sebagai
gambaran, dinamika yang dialami buruh juga terjadi di Kabupaten Bantul Daerah
Istimewa Yogyakarta, dikemukakan adanya data yang menyatakan bahwa terhitung
pada bulan Oktober 2012 ada kasus mogok kerja/unjuk rasa di Kabupaten Bantul
seperti dikemukakan dalam tabel berikut.
9
Tabel1.1.Unjuk Rasa/Mogok di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
Menurut Kabupaten/Kota, Tenaga Kerja yang Terlibat dan Jam Kerja yang
Hilang
Oktober 2012
No. Kabupaten/Kota UnjukRasa/Mogok
(Kasus)
Tenaga Kerjayang Terlibat
Jam Kerjayang Hilang
1. Kota Yogyakarta - - -2. Kab. Kulon Progo - - -3. Kab. Sleman 1 17 74. Kab. Gunungkidul - - -5. Kab. Bantul 2 296 17
Jumlah 3 315 24Sumber : Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DIY
Jikadilihatdari data di atasdapatdigambarkanjumlahunjuk rasa di Bantulpadatahun
2012 sebanyak 2 kasus.Tenagakerja yang terlibatada 296
buruh.Kasustersebutsudahdicocokkandengancatatan yang ada di
DinasTenagaKerjaKabupatenBantulbahwa yang mengalamiperistiwaituadalah
Perusahaan TenunAgungSaputra Tex pada 15 Oktober 2012.Buruh di
perusahaanitumelakukanaksi unjuk rasa danmogokkerja sehingga ada 2 kasus.
Peristiwa tersebut, mendorong peneliti untuk melakukan penelitian di
Perusahaan TenunAgungSaputra Tex dengan buruh tetap sebagai informan. Karena
secara umum buruh tetap mendapatkan fasilitas dan hak yang lebih dari buruh kotrak.
Ada gambaran lain yang menunjukkan bahwa buruh kurang puas di tempat
kerja selain pengangkatan sebagai buruh dengan status kerja tetap. Aksi mogok kerja
juga dilakukan oleh buruh karena merasa kecewa. Perusahaan memberikan tunjangan
hari raya jauh dari ketentuan kepada buruh. Sebagaimana dikutip dalam Harian Jogja.
10
“...karyawan menuntut agar perusahaan memenuhi tuntutan merekamembayar kekurangan THR. Jika tidak, maka aksi mogok kerja akandilanjutkan, dan dilakukan dalam waktu yang lebih lama.” (Hari Atmajadalam Harian Jogja 18 September 2012)
Dua gambaran aksi mogok kerja dan unjuk rasa tersebut, jika diungkapkan
dan dijelaskan akan sangat panjang dan lebar karena permasalahan buruh di
perusahaan tersebut sangat banyak.
Peristiwa itu jika diamati tidak sesuai dengan penerapan Undang-Undang
Dasar 1945 Pasal 27, ayat 1 dan 2 bahwa “Segala warga Negara bersamaan
kedudukannya dalam hokum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hokum dan
pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Tiap-tiap warga Negara berhak atas
pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan.”
Sebagai upaya untuk menunjang kelayakan kerja buruh, salah satunya
diterapkan hubungan industrial yang baik. Hubungan industrial merupakan cara
peningkatan produktivitas, daya-saing, dan ketahanan hidup perusahaan. Hubungan
industrial dilaksanakan menurut ketentuan yang mengatur mengenai hak dan
kewajiban yang telah disepakati oleh karyawan dan pengusaha. Ketentuan itu tidak
boleh kurang dari standar minimal yang diatur dalam ketenagakerjaan. Misalnya;
ketentuan upah, tunjangan lembur, tunjangan kesehatan, dll.
Hubungan industrial yang ideal merupakan usaha perusahaan dalam
memenuhi aspek aman, harmonis, dan dinamis. Aman yang berarti menunjang
stabilitas tanpa gejolak atau tanpa konflik yang berarti sehingga tercipta
kelangsungan usaha. Harmonis berarti menunjang keserasian hubungan kerja sama
yang saling menguntungkan dan kemitraan yang baik. Dinamis berarti menunjang
11
peningkatan dan pembagian hasil-hasil usaha sebagai akibat dari hubungan yang
aman dan harmonis. Oleh karena itu, dengan adanya hubungan industrial yang baik,
diharapkan pelaksanaan UU Pasal 27 ayat 1 dan wacana tentang kelayakan kerja
dapat dipenuhi secara adil bagi kesejahteraan dan keselamatan buruh dalam bekerja
(Kertonegoro, 1999).
Penerapan hubungan industrial yang baik tidak lepas dari pendapat buruh di
tempat kerja karena dengan pendapat buruh, peneliti dengan mudah dapat mengetahui
keadaan penerapan kelayakan kerja, sehingga bisa dikritisi penerapan kelayakan kerja
di perusahaan.
12
1.3 Rumusan Masalah
1. Mengapa buruh kurang puas dengan kondisi kerja yang ada?
2. Bagaimana kondisi kelayakan kerja menurut perspektif kepuasan kerja
buruh di Perusahaan Tenun Agung Saputra Tex?
3. Bagaimana kesesuaian penerapan kelayakan kerja di Perusahaan Tenun
Agung Saputra Tex dengan indikator kelayakan kerja?
13
1.4 Tujuan dan Manfaat Penelitian
Penelitian pada dasarnya dilaksanakan untuk mengkaji dan memecahkan
masalah. Penentuan tujuan penelitian diperlukan agar penelitian yang dilakukan
mempunyai arah yang jelas dan sistematis. Tujuan penelitian merupakan jawaban atas
masalah-masalah yang telah dirumuskan. Adapun tujuan dan manfaat penelitian
adalah sebagai berikut.
1.4.1 Tujuan penelitian
a. Tujuan Operasional
Tujuan operasional dalam penelitian ini ialah untuk memberikan kontribusi bagi
pengembangan unsur keilmuan Jurusan Pembangunan Sosial dan Kesejahteraan
Fisipol UGM terutama pada ragam penelitian kerja layak dan konsentrasinya pada
kelompok rentan, seperti buruh, khususnya buruh tetap.
b. Tujuan Substansial
Tujuan substantial berkaitan dengan jawaban rumusan masalah penelitian, yaitu
untuk mengetahui pendapat buruh mengenai kondisi kelayakan kerja di perusahaan,
yang selanjutnya dikaitkan dengan kondisi dan penerapan kelayakan kerja yang
disesuaikan dengan indikator ILO bagi buruh tetap.
1.4.2 Manfaat Penelitian
a. Secara garis besar penelitian memberikan gambaran keadaan kelayakan kerja
buruh di perusahaan serta memungkinkan untuk melihat karakteristik kebijakan
yang diterapkan bagi buruh tetap di perusahaan.
b. Mampu memberikan deskripsi mengenai kerja layak bagi buruh dari pendapat
buruh, dapat mengembangkan konsep kerja layak yang lebih bervariasi sesuai
14
dengan beberapa jenis pekerja dan sesuai dengan kondisi kerja layak yang
diinginkan. Dengan demikian dapat dijadikan tambahan pengetahuan dan
bermanfaat sebagai acuan penelitian selanjutnya. Hasil penelitian ini diharapkan
dapat menginisiasi perlindungan pada pekerja rentan yang sangat erat dengan
keadaaan insecurity agar nilai tawar buruh dapat meningkat.
15
1.5 Kerangka Pemikiran
1.5.1 Kepuasan Kerja
Kepuasan kerja merupakan masalah yang cukup menarik dan penting karena
sudah terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan individu, industri, dan
masyarakat. Locke (1969) menerangkan bahwa kepuasan kerja seseorang bergantung
kepada discrepancy antara should be (expectation, needs, or value) dengan apa yang
menurut perasaan atau persepsinya telah diperoleh atau dicapai melalui pekerjaan.
Maka dari itu, orang akan merasa puas di tempat bekerja bila tidak ada perbedaan
antara apa yang diinginkan dengan persepsinya atas kenyataan karena batas minimum
yang diinginkan telah terpenuhi. Tiffin (1958) berpendapat bahwa kepuasan kerja
berhubungan erat dengan sikap dari karyawan terhadap pekerjaannya sendiri, situasi
kerja, kerja sama antara pimpinan dengan sesama karyawan. Menurut Wexley dan
Yulk (1977) yang disebut dengan kepuasan kerja adalah perasaan seseorang terhadap
pekerjaannya.
Pada dasarnya kepuasan kerja merupakan hal yang bersifat individual karena
setiap individu mempunyai tingkat kepuasan yang berbeda-beda sesuai dengan sistem
nilai-nilai yang berlaku pada dirinya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan
pada tiap-tiap individu. Semakin banyak aspek dalam pekerjaan yang sesuai dengan
keinginan individu tersebut, semakin tinggi tingkat kepuasan yang dirasakan;
demikian juga sebaliknya. (As’ad, 2004 : 103)
Beberapa faktor menurut Gilmer (1966) yang memengaruhi kepuasan kerja
adalah sebagai berikut.
16
a. Kesempatan untuk maju ialah ada tidaknya kesempatan untuk memperoleh
pengalaman dan peningkatan kemampuan selama kerja
b. Keamanan kerja. Faktor ini sering disebut sebagai penunjang kepuasan
kerja, baik bagi karyawan pria maupun wanita karena keadaan yang aman
sangat memengaruhi perasaan karyawan selama kerja.
c. Upah. Faktor upah sering menyebabkan ketidakpuasan. Jarang orang
mengekspresikan kepuasan kerjanya dengan sejumlah uang yang
diperolehnya.
d. Perusahaan dan manajemen. Perusahaan dan manajemen yang baik
mampu memberikan situasi dan kondisi kerja yang stabil. Faktor
menentukan kepuasan kerja karyawan.
e. Pengawasan. Pengawasan yang buruk dapat berakibat pada absensi
dan turn over.
f. Faktor intrinsik dari pekerjaan. Atribut yang ada pada pekerjaan
mensyaratkan ketrampilan tertentu. Sukar dan mudahnya serta kebanggaan
pada tugas akan meningkatkan atau mengurangi kepuasan.
g. Kondisi kerja merupakan kondisi tempat, ventilasi, penyinaran, kantin
dan tempat parkir.
h. Aspek sosial dalam pekerjaan merupakan salah satu sikap yang sulit
digambarkan, tetapi digambarkan sebagai faktor yang menunjang puas atau
tidak puas dalam kerja.
i. Komunikasi. Komunikasi yang lancar antarkaryawan dengan pihak
manajemen banyak digunakan sebagai alasan untuk menyukai jabatannya.
17
Adanya kesediaan pihak atasan untuk mau mendengar, memahami, dan
mengakui pendapat ataupun prestasi karyawannya sangat berperan dalam
menimbulkan rasa puas terhadap kerja.
j. Fasilitas. Fasilitas yang diberikan perusahaan, seperti rumah sakit,
cuti, dana pensiun, atau perumahan merupakan standar suatu jabatan dan
apabila dapat dipenuhi, akan menimbulkan rasa puas.
1.5.2 Kelayakan Kerja
Kelayakan kerja merupakan pilar utama perusahaan sebagai upaya
peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Kelayakan kerja juga
melibatkan kesempatan kerja yang produktif dan memberikan pendapatan yang adil,
memberikan keamanan di tempat kerja dan perlindungan sosial bagi pekerja dan
keluarganya, mengikuti organisasi, dan terlibat dalam keputusan-keputusan yang
memengaruhi kehidupan mereka.
Dalam rangka meneliti kelayakan kerja, peneliti memberikan batasan-batasan
terhadap lingkup penelitian yang telah dilakukan. Menurut ILO, pengertian umum
kelayakan kerja adalah sebagai berikut.
Opportunities for women and men to obtain decent and productive work inconditions of freedom, equity, security and human dignity.
Kesempatan bagi perempuan dan laki-laki untuk mendapatkan kondisi kerjayang layak dan produktif dalam kondisi bebas, setara, terjamin, danbermartabat.”(ILO, Decent Work: Report of the Director General,International Labour Conference, 87th dalam Richard Anker “MeasuringDecent Work with Statistical Indicators”. 2002).
18
Dalam konsep mengenai kerja layak, definisi ditambahkan oleh ILO sebagai berikut.
Decent work involves opportunities for work that is productive and delivers afair income; provides security in the workplace and social protection forworkers and their families; offer better prospect for personal developmentand encourages social integration; give people the freedom to express theirconcern to organize and to practicipate in decisions that effect their lives; andguarantees equal opportunities and equal treatment for all.
Pekerjaan yang layak melibatkan peluang untuk pekerjaan yang produktif danmemberikan pendapatan yang adil; menyediakan keamanan ditempat kerjadan perlindungan sosial bagi pekerja dan keluarganya; menawarkan prospekyang lebih baik untuk pengembangan pribadi dan mendorong integrasi sosial;memberikan orang kebebasan untuk mengekspresikan keprihatinan merekauntuk mengatur dan untuk berpartisipasi dalam keputusan yangmempengaruhi kehidupan mereka, dan menjamin persamaan kesempatan danperlakuan yang sama bagi semua.
Dari konsep kelayakan kerja, dapat dijelaskan indikatoryang dapat
memengaruhi pengukuran perubahan baik secara langsung maupun tidak. Adapun
indikator kelayakan kerja menurut ILO (2006) adalah sebagai berikut.
1. Penciptaan Lapangan Kerja ( Promoting Employment )
Pekerjaan merupakan komponen yang paling penting dari decent work,
bahkan bila tidak ada pekerjaan, tidak akan ada wacana tentang decent work.
Pekerjaan merupakan suatu keadaan yang berhubungan dengan perekonomian, yang
menghasilkan kesempatan bagi investasi, kewirausahaan, pengembangan keahlian
pekerja, penciptaan pekerjaan, dan kehidupan yang berkesinambungan. Pekerjaan
yang layak tidak hanya mengacu pada tuntutan upah pekerjaan, tetapi mencakup
macam-macam pekerjaan, seperti pekerjaan sendiri (self-employment), serta upah
bekerja di berbagai sektor, misalnya sektor informal dan formal, serta pekerjaan
rumah. Hal ini juga mengacu pada pekerjaan tetap, part-time, pekerjaan sampingan,
19
dan pekerjaan yang dilakukan oleh laki-laki, perempuan, atau anak-anak. Dipastikan
bahwa pekerja memiliki kesempatan yang sama di tempat kerja, meningkatkan
prospek pekerjaan, dan upaya mereka mempertahankan pekerjaan dan kesempatan
untuk maju.
2. Perlindungan Sosial ( Social Protection)
Dipastikan bahwa perusahaan mempunyai perlindungan bagi buruh tetap,
sistem yang digunakan oleh perusahaan, dan bagaimana perusahaan dapat menjamin
perlindungan yang layak bagi buruh, seperti diadakannya layanan kesehatan dan
pembayaran asuransi. Perlindungan kerja memberikan keamanan terhadap kerentanan
dalam bekerja, seperti sakit dalam bekerja, kebutuhan persalinan, kecelakaan kerja,
mempertimbangkan nilai-nilai keluarga, memperbolehkan waktu bebas, dan istirahat
yang cukup. Perlindungan berhubungan dengan lingkungan sekitar, seperti adanya
kemiskinan, bencana alam, dan konflik sipil. Perlindungan sosial juga memacu
pekerja untuk meningkatkan produktivitas dan partisipasi pekerja karena dengan
adanya persamaan perlakuan antara laki-laki dan perempuan bahwa semua
mendapatkan fasilitas yang aman sehingga dapat bekerja dan berkompetisi secara
sehat.
3. Hak-Hak di Tempat Kerja (Right at Work)
Dipastikan bahwa kontribusi yang telah diberikanolehpengusaha kepada
parapekerja tetap terkait dengan hak yang pantas diberikan sebagai imbalbalik atas
kewajiban yang telah dilaksanakan oleh para pekerja seperti mendapatkan kepastian
martabat, kesetaraan perlakuan, kebebasan, representasi dan partisipasi, dan
menyuarakan pendapat. Dalam praktiknya pekerja bisa mendapatkan upah, cuti
20
hamil, sakit, waktu istirahat, waktu bekerja, fasilitas. dan perlindungan dari kerja
paksa. Semua pekerja berhak atas perlindungan yang sesuai dengan payung hukum,
seperti undang-undang dan perjanjian internasional.
4. Tata kelola dan Dialog Sosial (Social Dialogue and Tripartism)
Setiap pekerjaan pasti mempunyai hambatan, tantangan, ataupun keluhan.
Dialog sosial merupakan sarana untuk membela kepentingan pekerja,
memprioritaskan pekerja untuk terlibat dalam negosiasi dan diskusi dengan aktor-
aktor lain dalam sistem produksi yang didasari pada otoritas publik mengenai
kebijakan sosial dan ekonomi. Hal ini juga digunakan untuk memastikan adanya
serikat pekerja buruh dan jalinan yang baik pada interaksi atau komunikasi antara
para buruh dengan perusahaan atau dengan pengurus yang berhubungan dengan
sistem produksi sehingga dapat berfungsi juga sebagai upaya untuk memberdayakan
yang lemah dalam perekonomian untuk membawa keseimbangan posisi tawar yang
lebih baik (ILO Geneva, 2006).
1.5.3 Konsep Buruh Tetap
Peneliti menggunakan istilah buruh bukan karyawan maupun pekerja karena
menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2004), buruh merupakan orang yang
bekerja dengan mendapatkan upah berdasarkan hari masuk kerja. Sedangkan
karyawan adalah pekerja. Pekerja adalah orang yang bekerja dan mendapatkan upah
yang dibayar tiap-tiap harian maupun mingguan sama halnya dengan buruh. Akan
tetapi, penggunaan istilah buruh menurut peneliti lebih tepat karena buruh merupakan
orang yang bekerja dengan mendapatkan upah dan lebih banyak digunakan khalayak
21
umum karena bekerja di perusahaan. Mengingat peneliti melakukan penelitian di
Perusahan Tenun Agung Saputra Tex.
Buruh tetap adalah buruh yang sudah mengalami pengangkatan dari buruh
kontrak sebagai karyawan perusahaan. Merujuk pada Undang-Undang No. 13 tahun
2003 dan kepadanya diberikan kepastian akan keberlangsungan masa kerjanya. Status
buruh dapat dilihat dari perjanjian kerjanya. Perjanjian kerja menurut Undang-
Undang No. 13 Tahun 2003 didefiniskan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian
antara pekerja dengan pengusaha/pemberi kerja yang memuat syarat-syarat kerja,
hak, dan kewajiban para pihak. Dalam Undang-undang ini perjanjian kerja dapat
dibuat secara tertulis maupun lisan (Basir, 2009 : 1).
Sumber lain menyatakan bahwa buruh tetap adalah buruh yang menerima atau
memperoleh penghasilan dalam jumlah tertentu secara teratur. Termasuk anggota
dewan komisaris dan anggota dewan pengawas yang secara teratur dan terus-menerus
ikut mengelola kegiatan perusahaan secara langsung, serta pegawai yang bekerja
berdasarkan kontrak untuk suatu jangka waktu tertentu sepanjang pegawai yang
bersangkutan bekerja penuh (full time) dalam pekerjaan tersebut. (Peraturan Menteri
Keuangan No.252/PMK.03/2008, 2008 : 3).
Penciptaan lapangan kerja untuk buruh tetap ini berlangsung lebih dahulu jika
dibandingkan dengan buruh kontrak. Buruh tetap bisa mendapatkan hak yang lebih
pantas jika dibandingkan dengan hak yang diperoleh oleh buruh kontrak. Secara
umum, pengertian buruh tetap merupakan pekerja yang bekerja tidak ada batasan
jangka waktu lamanya bekerja, masa percobaan maksimal 3 bulan, masa kerja
dihitung sejak masa percobaan. Jika terjadi pemutusan hubungan kerja bukan karena
22
pelanggaran berat atau karyawan mengundurkan diri maka buruh tetap mendapatkan
uang pesangon, uang penghargaan masa kerja (bagi yang bekerja minimal 3 tahun),
dan uang pengganti hak sesuai dengan UU yang berlaku.
Setiap buruh maupun pekerja yang bekerja di tempat kerja berhak
mendapatkan kelayakan kerja.Kelayakan kerja merupakan konsep sebagai pilar utama
perusahaan untuk peningkatan kesejahteraan dan pengentasan kemiskinan. Kelayakan
kerja juga melibatkan kesempatan kerja yang produktif dan memberikan pendapatan
yang adil, memberikan keamanan di tempat kerja dan perlindungan sosial bagi
pekerja dan keluarganya, mengikuti organisasi, dan terlibat dalam keputusan-
keputusan yang memengaruhi kehidupan mereka.
Perusahaan bisa memberikan kelayakan atau ketidaklayakan kerja kepada
buruh. Hal itu bisa diamati melalui berbagai cara. Salah satu caranya adalah dengan
melihat kepuasan kerja buruh di perusahaan. Kepuasan kerja itu bisa diamati dari
persfektif buruh terhadap kelayakan kerja di perusahaan. Antara kepuasan kerja dan
kelayakan kerja jelas memiliki hal yang berbeda. Seperti yang telah disampaikan
sebelumnya bahwa kepuasan dalam penelitian merupakan teori dan kelayakan kerja
merupakan konsep. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif. Teori dalam
penelitian kualitatif digunakan sebagai petunjuk sebelum penelitian lebih jauh
dilakukan dan sekaligus sebagai pembanding (dalam pembahasan/analisis hasil
penelitian) untuk memahami fenomena yang diteliti, sehingga fungsinya mirip-mirip
dengan hasil penelitian yang sudah dilakukan terhadap fenomena yang diteliti.Untuk
itu, diperlukan teori sebagai penghubung antara teori kepuasan dan konsep kelayakan.
23
Kedua hal tersebut (teori kepuasan dan konsep kelayakan kerja) menurut
peneliti menggunakan teori Herzberg 1966 tentang two factor theory. Dua faktor itu
dinamakan faktor pemuasyang disebut dengan satisfier atau intrinsic motivation dan
faktor pemelihara yang disebut dengan disatisfier atau extrinsic motivation. Faktor
intrinsic merupakan fakor pendorong seseorang untuk berprestasi yang bersumber
dari dalam diri seseorang tersebut (kondisi intrinsik) antara lain: prestasi yang diraih,
tanggungjawab, peluang untuk maju, kepuasan kerja, serta pengembangan karir.
Sedangkan faktor selanjutnya disebut juga hygiene factor merupakan faktor
yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan untuk memelihara keberadaan
karyawan sebagai manusia, pemeliharaan ketentraman dan kesehatan. Faktor ini juga
disebut dissatisfier (sumber ketidakpuasan) yang merupakan tempat pemenuhan
kebutuhan tingkat rendah yang dikualifikasikan ke dalam faktor ekstrinsik, meliputi:
kompensasi/upah, keamanan dan keselamatan kerja, kondisi kerja, status, prosedur
perusahaan, serta hubungan interpersonal di antara teman sejawat dengan atasan, dan
dengan bawahan.
Kesimpulan teori dua faktor bahwa terdapat faktor pemuas yang berkaitan
dengan perasaan positif pekerja terhadap pekerjaan sehingga membawa kepuasan
kerja, dan yang kedua faktor yang dapat mengakibatkan ketidakpuasan kerja.
Kepuasan kerja adalah motivasi utama yang berkaitan dengan pekerjaan itu sendiri.
Sebaliknya ketidakpuasan pada dasarnya berkaitan dengan memuaskan anggota
organisasi dan menjaga mereka tetap dalam organisasi dan itu berkaitan dengan
lingkungan.
24
Bagan 1.1 Kerangka Berfikir Penelitian
Keterangan : Alur dan fokus penelitian
Banyaknya ketidakpuasanburuh di tempat kerja
Adapun aksimogok kerja
maupun unjuk ditempat kerja
Perusahaan berusahamenerapkan indikator ILOyang merupakan pilar utamaperusahaan sebagai upayapeningkatan kesejahteraan.
Buruh mempunyaipandangan tentangkelayakan kerjamenurut sudut pandangmasing-masing.Indikator ILO digunakan untuk menilai
perusahaan dalam memberikan kelayakankerja di tempat kerja kepada buruh yangdiperkuat oleh pendapat / sudut pandangburuh dalam menilai kelayakan kerja diperusahaan.
Pada kenyataannyaperusaahaan kurangmemaksimalkan indikatordalam kelayakan kerjauntuk buruh di PerusahaanTenun Asatex.
Perusahaan tetapmelakukan proses produksidan kurang memaksimalkanusaha dalam memenuhiindikator kelayakan kerjaILO.