If you can't read please download the document
Upload
dohanh
View
218
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Bali adalah salah satu daerah tujuan wisata terbaik yang ada di
Indonesia bahkan dunia. Keindahan alam yang sangat beraneka ragam, mulai
dari laut serta karangnya sampai kepada keindahan panorama gunung yang
hijau dan juga keunikan budaya yang sangat menarik mulai dari cara hidup
masyarakat lokal sampai kepada tradisi adat istiadat masyarakat Bali. Semua
ini menjadi daya tarik bagi wisatawan yang berkunjung.Kekayaan ini menjadi
potensi yang sangat mendukung kemajuan kepariwisataan di Bali.Pariwisata
Bali mengalami pertumbuhan yang semakin meningkat dari tahun ke tahun.
Berdasarkan data yang diperoleh melalui Dinas Pariwisata Provinsi Bali
berikut diuraikan jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke Bali dari
tahun 2008 - 2014 sebagai berikut
Tabel 1.1
Kunjungan Wisatawan Mancanegara ke Bali dari Tahun 2009 - 2013
Tahun Jumlah Kunjungan
Wisatawan
Tingkat pertumbuhan (%)
2009 2.229.945
2010 2.493.058 11,80
2011 2.756.579 10,57
2012 2.892.019 4,91
2013 3.278.598 13,37
2014 3.766.638 14,78
Sumber : Dinas Pariwisata, Provinsi Bali 2014
Berdasarkan data di atas dapat dilihat bahwa jumlah kunjungan
wisatawan memiliki rata-rata pertumbuhan sebesar 10,78 % pertahun.Jumlah
kunjungan wisatawan tersebut membuktikan bahwa memang Bali memiliki
2
potensi pariwisata yang sangat besar, namun jika dilihat dari Peraturan
Daerah Provinsi Bali tentang tujuan pembangunan pariwisata yaitu dalam
Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 2 Tahun 2012 tentang kepariwisataan
budaya Bali tertulis bahwa,
pembangunan kepariwisataan Bali bertujuan untuk mendorong
pemerataan kesempatan berusaha dan memperoleh manfaat yang
sebesar-besarnya bagi kesejahteraan masyarakat sehingga terwujud
cita-cita kepariwisataan untuk Bali dan bukan Bali untuk
kepariwisataan. Pada pasal 4 juga dituliskan bahwa, tujuan dari
pembangunan pariwisata adalah untuk meningkatkan kesejahteraan
masyarakat Bali secara merata dan berkelanjutan; serta melestarikan
lingkungan alam Bali sebagai basis penyangga kehidupan masyarakat
dan kebudayaan Bali secara berkelanjutan.
Jika melihat tujuan dalam pasal 4, jumlah kunjungan wisatwan yang
begitu besar ini belum sepenuhnya memenuhi tujuan dari pembangunan
pariwisata, yaitu untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat Bali secara
merata dan berkelanjutan.Jumlah kunjungan ke tiap kabupaten yang ada di
Bali masih belum merata dan masih terjadi banyak ketimpangan dari
kabupaten yang satu terhadap kabupaten lainnya. Berikut diuraikan data
perbandingan jumlah kunjungan wisatawan kesetiap kabupaten yang ada di
Bali dari tahun 2009-2013
3
Tabel 1.2
Kunjungan Wisatawan per Kabupaten di Bal dari Tahun 2009 - 2013
Sumber : Badan Pusat Statistik, Provinsi Bali 2015
Berdasarkan data di atas , jumlah kunjungan wisatawan yang paling
banyak selama lima tahun terakhir adalah di Kabupaten Tabanan yaitu
sebanyak 18.226.972 wisatawan, urutan kedua adalah Kabupaten Gianyar,
yaitu sebanyak 7.861.511 dan kemudian yang ketiga Kabupaten Badung,
yaitu sebanyak 5.293.631 wisatawan sedangkan yang paling sedikit adalah
kabupaten Jembrana, yaitu hanya 526.564 wisatawan. Melalui perbandingan
data jumlah kunjungan wisatawan antar kabupaten di atas terlihat dengan
jelas adanya ketimpangan kunjungan wisatawan yang tidak merata di Bali.
Salah satu penyebabnya adalah tidak adanya pemetaan yang jelas mengenai
pasar wisatawan dan tanpa mempertimbangkan daya dukung alam dan
lingkungan serta eksistensi kebudayaan , produk yang ditawarkan, sistem
Kabupaten/
Kota
Tahun dan Jumlah Kunjungan Total Kunjungan
selama 5 (lima)
Tahun terakhir 2010 2011 2012 2013 2014
Denpasar 318.830 398.025 395.558 443.775 542.813 2.494.386
Badung 774.753 682.382 1.092.413 1.192.129 1.551.954 5.293.631
Gianyar 1.182.104 1.445.594 1.680.105 1.631.879 1.921.829 7.861.511
Bangli 425.905 541.504 548.152 616.637 647.607 2.779.805
Klungkung 100.819 505 286.648 298.979 328.313 1.015.264
Karangasem 351.343 418.026 462.233 461.515 423.740 2.116.857
Buleleng 571.869 529.616 743.196 638.147 666.776 3.149.604
Jembrana 72.181 89.496 98.859 134.093 131.935 526.564
Tabanan 3.334.883 3.709.389 4.503.653 4.915.516 4.763.531 18.226.972
4
pemasaran yang digunakan. Setiap destinasi sering menjadikan patokan
pembangunan pariwisata sebagai akselerasi dan produktivistas pembangun
daerah.Sistem kompensasi pun sangat memberikan keuntungan besar bagi
investor. Sebaliknya keterlibatan masyarakat sangat minim, semua ini
merupakan ciri dari pariwisata massal.
Sedangkan disisi lain, sangat bertentangan dengan pariwisata massal
adalah pariwisata minat khusus. Wisata minat khusus (Special Interest
Tourism) merupakan bentuk kegiatan dengan wisatawan individu, kelompok
atau rombongan kecil yang bertujuan untuk belajar dan berupaya
mendapatkan pengalaman tentang suatu hal di daerah yang dikunjungi. Saat
ini Pemerintahan Provinsi Bali sedang mengembangkan pariwisata minat
khusus melalui program Bali Mandara jilid II, yaitu berupa program
pengembangan desa wisata. Program ini dilakukan berdasarkan Peraturan
Daerah No 16 Tahun 2009 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi
Bali dimana dalam hal ini, pengembangan sektor pariwisata berlandaskan
kebudayaan dan Agama Hindu yang berbasis pemberdayaan masyarakat.
Dalam program tersebut ada 180 desa yang direncanakan dikembangkan oleh
pemerintah menjadi desa wisata. Berikut data mengenai sasaran desa wisata
dan jadwal pelaksanaan program di setiap kabupaten dalam program Bali
Mandara :
5
Tabel 1.3
Rekapitulasi Desa Wisata Di Lingkungan Dinas Pariwisata
Provinsi Bali Tahun 2014 - 2018
NO KABUPATEN/KOTA JUMLAH PENJADWALAN PROGRAM
2015 2016 2017 2018
1 Buleleng 33 5 6 5 6
2 Jembrana 13 2 2 2 0
3 Tabanan 32 4 3 3 6
4 Badung 10 1 2 2 0
5 Gianyar 30 4 3 4 4
6 Klungkung 13 3 2 2 3
7 Bangli 25 3 3 3 2
8 Karangasem 18 3 2 3 2
9 Denpasar 6 0 2 1 2
Jumlah 180 25 25 25 25
Sumber : Dinas Pariwisata Provinsi Bali, 2015
Berdasarkan data di atas, ada Sembilan kabupaten ataupun kota madya
yang menjadi sasaran dalam pengembangan desa wisata. Buleleng adalah
kabupaten yang memiliki desa wisata yang paling banyak. Kemudian
Kabupaten Tabanan dan Kabupaten Gianyar. Setiap desa memiliki jenis
wisata berbeda-beda yang akan dikembangkan berdasarkan potensi masing-
masing desa, berupa wisata alam, wisata budaya, ekowisata, dan agrowisata.
Salah satu jenis dari pariwisata minat khusus yaitu ekowisata.
Ekowisata adalah bentuk industri pariwisata berbasis lingkungan yang
memberikan dampak kecil bagi kerusakan lingkungan dan budaya lokal
sekaligus menciptakan peluang kerja dan menambah pendapatan serta
membantu kegiatan konservasi alam.Pada Tahun 1999 sebuah yayasan yang
bergerak di bidang lingkungan hidup dan pemberdayaan masyarakat
melakukan pemetaan terhadap potensi-potensi desa yang ada di Bali.
Berdasarkan hasil pemetaan tersebut di temukan empat desa yang memiliki
potensi ekowisata, yaitu Desa Pelaga (Badung), Desa Sibetan (Karangasem),
Desa Adat Tenganan (Karangasem), dan Desa Nusa Ceningan (Klungkung).
6
Setelah melihat potensi tersebut, keempat desa ini bersama-sama membentuk
Jaringan Ekowisata Desa (JED). JED ini bertujuan untuk mewujudkan
program ekowisata yang berbasis pada masyarakat dan lingkungan di
keempat desa tersebut serta sebagai bentuk komitmen dari keempat kelompok
masyarakat desa itu yang ingin menentukan masa depan dirinya sendiri,
budaya dan lingkungannya.
Dalam proses pengembangan desa ekowisata yang dilakukan oleh
JED ternyata sampai saat ini jumlah kunjungan wisatawan belum mencapai
target yang telah ditentukan. Sebagai contoh, di Desa Pelaga target jumlah
kunjungan yang telah ditentukan adalah sebanyak 10 wisatawan dalam sehari,
yang artinya dalam setahun dapat mencapai 3600 wisatawan. Sampai saat ini
jumlah kunjungan wisatawan yang datang ke desa Pelaga masih mencapai
200 wisatawan dalam satu tahun.Jumlah kunjungan yang datang ke Desa
Pelaga ini sangat timpang bila dibandingkan dengan jumlah wisatawan yang
datang ke Bali yang mencapai 3.278.598 wisatawan pada Tahun
2013.Berdasarkan hal tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai
karakteristik dan motivasi dan wisatawan di desa-desa yang tergabung dalam
JED. Dengan mengetahui karakteristik dan motivasi wisatawan yang
berkunjung ke desa-desa yang tergabung dalam JED , maka setiap destinasi
akan dapat diupayakan untuk semakin sesuai ataupun bisa memenuhi kriteria
motivasi wisatawan yang berkunjung sehingga dapat dilakukan upaya-upaya
yang bisa meningkatkan jumlah kunjungan wisatawan.
7
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, yang menjadi rumusan masalah
dalam penelitian ini adalah,Bagaimana karakteristik dan motivasi wisatawan
yang mengunjungi Desa Pelaga, DesaTenganan, Desa Sibetan sebagai desa
yang tergabung dalam jaringan ekowisata desa ( JED).
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, yang menjadi tujuan dari
penelitian ini adalah Untuk mengetahui karakteristik dan motivasi
wisatawan yang mengunjungi Desa Pelaga, Desa Tenganan, Desa Sibetan
sebagai desa yang tergabung dalam jaringan ekowisata desa ( JED), Bali.
1.4 Manfaat Penelitian
Dengan dilakukan penelitian ini diharapkan dapat memberikan
manfaat seperti :
1. Manfaat Akademik
Penelitian ini bermanfaat bagi mahasiswa untuk menambah
wawasan dan mengaplikasikan konsep konsep Pariwisata Alternatif
yang didapatkan di bangku kuliah, juga untuk menambah wawasan
berpikir mahasiswa dalam mengidentifikasi, menganalisa, dan
memecahkan masalah masalah kepariwisataan di masyarakat.
8
2. Manfaat Praktis
Penelitian ini bermanfaat bagi Pemerintah maupun swasta sebagai
pertimbangan dalam mengembangkan potensi ekowisata di Desa Pelaga
maupun Bali.
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika penulisan dari penelitian ini akan disusun dalam 5 bab dan
masing-masing akan diuraikan sebagai berikut :
BAB I : Pendahuluan
Terdiri atas latar belakang masalah, rumusan masalah,
tujuan penelitian, manfaat penelitian, serta sistematika
penulisan.
BAB II : Tinjauan Pustaka
Pada bab ini berisi tentang telaah hasil penelitian
sebelumnya dan deskripsi konsep yang terdiri dati tinjauan
tentang pariwisata, tinjauan tentang potensi pariwisata,
tinjauan tentang daya tarik wisata, tinjauan tentang
pariwisata alternatif , tinjauan tentang ekowisata, tinjauan
tentang karakteristik wisatawan, tinjauan tentang motivasi.
BAB III : Metode Penelitian
9
Berisi tentang lokasi, definisi operasional variabel (DOV),
jenis dan sumber data, metode pengumpulan data, metode
penentuan informan dan analisis data.
BAB IV : Hasil dan Pembahasan
Pada bab ini akan diberikan pemaparan mengenai hasil data
yang telah diolah serta pembahasannya, diantaranya
mengenai gambaran umum Desa Pelaga, Desa Sibetan,
Desa Tenganan, sejarah JED dalam setiap Desa,
karakteristik wisatawan secara geografi maupun demografi,
dan juga motivasi wisatawan.
BAB V : Simpulan dan Saran
Berisi tentang simpulan dan saran-saran, kemudian disertai
daftar pustaka dan lampiran-lampiran sebagai akhir dari
penulisan laporan ini.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Telaah Hasil Penelitian Sebelumnya
Pada penelitian sebelumnya dilakukan oleh Kwan (2010). Penelitian
ini berjudul Ecolodge Patrons Characteristic and Motivation :Study of
Belize. Penelitian ini di lakukan di Belize yaitu sebuah negara kecil di
Amerika Bagian Tengah. Pada tahun 2003, 54% area dari negara ini termasuk
dalam International Union for the Conservation of Nature. Negara ini
memiliki banyak candi arkeologi peninggalan dari suku Maya, dan juga
negara ini merupakan tempat pelestarian binatang langka Jaguar terbesar di
dunia. Dalam pengumpulan data penelitian ini menggunakan quesioner yang
dibagikan ke enam desa ekowisata di Belize. Untuk menganalisis motivasi
wisatawan di gunakan metode pengukuran Skala Likert. Pada setiap
pertanyaan dalam kuisioner diberikan lima pilihan alternatif yang memiliki
bobot yang berbeda. Dari hasil penelitian ditemukan bahwa karakteristik
mayoritas pengunjung berusia di antara 35-55 tahun, berlatar belakang
pendidikan tinggi, bekerja penuh waktu dan pensiunan. Berikutnya melalui
hasil penelitian juga didapatkan bahwa motivasi dari mayoritas wisatawan
adalah untuk mempelajari dan menjelajahi alam secara natural ataupun untuk
budaya dari negara lain. Internet, buku panduan perjalanan dan rekomendasi
dari teman merupakan tiga sumber informasi penting yang mempengaruhi
keputusan wisatawan dalam mengunjungi ekowisata ini. Kesamaan dalam
penelitian dengan penelitian ini terdapat dalam tujuan penelitian yaitu untuk
10
11
mengetahui karakter dan motivasi wisatawan. Sedangkan perbedaannya
adalah dalam metode pengumpulan datanya dan juga lokasi penelitiannya.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Cristin Jonsson (2008).
Penelitian ini berjudul Does Nationality, Gender and Age Affect Travel
Motivation? A case of Visitors to The Caribbean Island of Barbados.
Penelitian ini adalah tentang upaya pendalaman untuk mengetahui alasan
yang mendasari wisatawan mengambil keputusan untuk mengunjungi
destinasi. Pertama-tama dengan meneliti bahwa ada keberagaman motivasi
antar wisatawan yang berasal dari negara yang berbeda. Kemudian penelitian
ini juga menunjukkan bahwa terdapat perbedaan motivasi antara laki-laki dan
perempuan, antara wisatawan yang memiliki kalangan usia yang berbeda.
Penelitian ini berupaya melakukan pendekatan untuk memahami motivasi
wisatawan berdasarkan asal dan bagaimana hal ini bisa berkontribusi pada
persepsi wisatawan terhadap destinasi. Penelitian ini menggunakan kuisioner
dalam metode pengumpulan data. Dalam kuisioner tersebut di bagi menjadi
dua bagian. Bagian pertama adalah tentang demografi wisatawan seperti :
jenis kelamin, tingkat pendapatan wisatawan, kewarganegaraan,usia. Bagian
kedua dari kuisioner menggunakan 14 skala yang menggunakan Teori
Kozak(2002). Bagian ini untuk mengetahui faktor pushdan pullyang
memotivasi wisatawan mengambil keputusan untuk melakukan perjalanan
antar negara. Kesimpulan dari penelitian ini adalah bahwa motivasi dari
wisatawan sangat di pengaruhi oleh faktor pushdan pull. Faktor demografi
bukanlah menjadi faktor yang sangat mempengaruhi keputusan wisatawan
dalam melakukan perjalanan. Persamaan dengan penelitian ini adalah sama-
12
sama meneliti tentang karakteristik dari wisatawan dan juga motivasi
wisatawan dalam melakukan perjalanan, sedangkan perbedaannya terdapat
pada metodologi penelitian, teknik pengumpulan data, dan juga lokasi
penelitian nya.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Bashar Aref Mohhamad dan
Ahmad pada tahun 2010. Penelitian ini berjudul, An Analysis of Push and
Pull Travel Motivations of Foreign Tourist to Jordan. Penelitianini
dilakukandi Yordania, sebuah negara kecildi TimurTengahyang berbatasan
denganPalestina, Irak, Arab Saudi, danSuriah. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi faktor-faktor yang memotivasi wisatawan untuk datang
berkunjung ke negara Yordania. Penelitian ini menggunakan push and pull
factor motivation sebagai dasar penelitian. Survey dibagi menjadi empat
bagian, yaitu variabel demografis, push factor item, pull factor item, dan yang
terakhir kebutuhan dan keinginan wisatawandi tempat tujuan. Pertanyaan
demografisadalah usia, jenis kelamin, pekerjaan, kebangsaan, lama tinggaldan
teman perjalanan. Desain kuesioner diadaptasi dari karya peneliti sebelumnya
seperti Dann (1977, 1981); Uysal&Jurowski(1994); Hanqin & Lam(1999);
danKim&Lee(2002). Push factors yaitu terkait dengan keinginan intagible
wisatawan ,terdiri dari 25 pertanyaan dan dikelompokkan ke dalam delapan
dimensi. Demikian juga, Pull factors terdiri dari 26 pertanyaan , yang
merupakan potensi dan daya tarik dari destinasi.Push factors dan Pull factors,
dinilai dengan menggunakan skala Likert lima poin, dari 5=sangat penting
dan untuk1=tidak penting sama sekali. Hasil dari penelitian ini menunjukkan
prestige motivation adalah faktor pendorong yang paling besar
13
mempengaruhi kunjungan wisatawan sedangkan event and activity factor
adalah faktor penarik yang paling mempengaruhi kunjungan wisatawan ke
Yordania.
Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Valerianus Kulas, 2012.
Penelitian ini berjudul Potensi dan Karakteristik Wisatawan di Desa Wae
Rebo Sebagai Daya Tarik Pariwisata adi Kabupaten Manggarai Propinsi Nusa
Tenggara Timur. Penelitian ini membahas tentang potensi dan karakteristik
wisatawan di Desa Wae Rebo untuk dikembangkan sebagai pariwisata
budaya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan observsi
langsung ke Desa Wae Rebo, wawancara mendalam dengan tokoh adat, ketua
Lembaga Pariwisata Wae Rebo untuk mendapatkan informasi mengenai
budaya dan motivasi dan karakteristik wisatawan. Selain itu juga
menggunakan metode studi kepustakaan dan dokumentasi berupa
pengambilan gambar rumah adat, serta kehidupan masyarakat lokal. Hasil
dari penelitian ini menunjukkan adanya potensi yang begitu besar yang ada di
desa Wae Rebo, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud.
Karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Desa Wae Rebo adalah
mayoritas pekerja yaitu sebesar 94,85 % sedangkan 0,86% merupakan dari
kalangan pelajar. Dan motivasi wisatawan yang berkunjung di Desa Wae
Rebo sebesar 23,33 % adalah untuk melihat dan menikmati keindahan alam,
sedangkan sebesar 76,77% adalah untuk melihat kebudayaan yang dimiliki
oleh Desa Wae Rebo. Persamaan dengan penelitian ini adalah memakai
metodologi penilitian yang sama yaitu dengan wawancara mendalam.
14
Sedangkan perbedaannya yaitu pada rumusan masalah penelitian dan juga
lokasi penelitian.
2.2 Deskripsi Konsep
2.2.1 Tinjauan Tentang Pariwisata
Banyak definisi tentang pariwisata yang dikemukakan oleh para
ahli kepariwisataan dari berbagai negara. Diantaranya menurut Pendit (
2008:18), pariwisata adalah kepergian orang-orang sementara dalam
jangka waktu pendek ke tempat-tempat tujuan diluar tempat tinggal dan
tempat bekerja sehari-harinya serta kegiatan-kegiatan mereka selama
berada ditempat tujuan tersebut, termasuk kunjungan seharian atau
darmawisata atau ekskursi.
Pengertian pariwisata yang dimaksudkan dalam penelitian
iniadalah perjalanan atau perpindahan orang-orang ke suatu daerah
tujuan wisata dengan berbagai motif tujuan wisata, dengan berbagai
tujuan perjalanan untuk tinggal sementara tanpa memperoleh
penghasilan.
2.2.2. Tinjauan Tentang Potensi Pariwisata
Potensi adalah segala daya tarik yang dimiliki oleh suatu wilayah,
dalam hal ini objek wisata. Jadi potensi wisata pada hakekatnya
merupakan segala sesuatu yang menjadi andalan daya tarik suatu
tempat, agar dikunjungi wisatawan. Daya tarik tersebut ditonjolkan
sebagai atraksi wisata dan dipergunakan sebagai modal untuk
15
dieksploitasi guna kepentingan ekonomi tanpa melepas aspek sosial
budaya dari atraksi wisata itu sendiri. Dengan demikian potensi wisata
tersebut sifatnya atraksi yang dalam hal ini dapat dibedakan menjadi :
1. Sitte Attraction
Merupakan suatu lokasi yang bisa dijadikan objek wisata, seperti
tempat-tempat tertentu yang menarik.
2. Event Attraction
Merupakan suatu kejadian yang menarik untuk dijadikan moment
kepariwisataan, seperti pameran dan pesta kesenian (Yoeti, 1996 :
158)
2.2.3. Tinjauan Tentang Daya Tarik Wisata
Dalam Yoeti (1996), Mirioti mengungkapkan bahwa daya tarik
wisata adalah segala sesuatu yang terdapat di daerah tujuan wisata yang
merupakan daya tarik agar orang mau berkunjung antara lain :
1. Benda-benda yang tersedia di alam (Natural Amenities) berupa
iklim, bentuk pemandangan alam, flora dan fauna, sumber air
mineral dan pusat-pusat kesehatan seperti sumber air panas.
2. Hasil ciptaan manusia (Man Made Supply).
3. Tata cara hidup masyarakat (The way of life) berupa adat istiadat
dan kebiasaan hidup masyarakat.
Suatu daerah dapat dikatakan atau dikategorikan sebagai objek
dan daya tarik wisata harus memenuhi beberapa syarat, yaitu :
16
1. Something to see (sesuatu yang dapat dinikmati dengan indra
penglihatan), something to do (kegiatan yang dapat dilakukan), dan
something to buy (sesuatu yang dapat dibeli baik makanan atau
minuman maupun barang-barang kerajinan hasil tangan penduduk
setempat). Something to learn ( sesuatu hal baru yang dapat
dipelajari)
2. Amenities(fasilitas pendukung), Accessibilities (akses untuk
mencapai tempat tersebut), Atraction (atraksi yang ada) dan
Ancillary service (organisasi atau orang-orang yang mengurus
destinasi tersebut)
Daya tarik yang dimaksud dalam penelitian ini adalah segala
sesuatu yang terdapat di setiap desa berupa alam, aktivitas masyarakat
lokal, adat istiadat dan kebiasaan serta gaya hidup masyarakat lokal
yang mampu menarik wisatawan untuk mengunjungi kawasan ini.
2.2.4 Tinjauan Tentang Pariwisata Alternatif.
Menurut Wearing dan Neil (2000) dalam suwantoro
(2001:75)mengemukakan bahwa pariwisata alternatif didefenisikan
sebagai bentuk-bentuk pariwisata yang menaruh perhatian dan
konsisten terhadap alam, sosial dan nilai-nilai kemasyarakatan, serta
memberikan kesempatan wisatawan dan penduduk lokal untuk
berinteraksi dan menikmatinya secara positif dan saling tukar
pengalaman. Lebih lanjut Suwantoro (2001:85) mengatakan bahwa
pariwisata alternatif harus dipersepsikan sebagai suatu alat untuk
17
meningkatkan mutu baik kualitas hubungan antar manusia, kualitas
hidup penduduk setempat maupun kualitas lingkungan hidup.Cirri-ciri
yang harus menjadi perhatian dalam pengembangan pariwisata yang
bersifat alternative adalah skalanya kecil dan adanya keterlibatan
masyarakat lokal.
2.2.5. Tinjauan Tentang Ekowisata
Menurut Damanik (2006:37) ekowisata merupakan kegiatan
wisata yang menaruh perhatian besar terhadap kelestarian sumber daya
pariwisata. Menurut Masyarakat Ekowisata Internasional dalam
Damanik (2006), ekowisata sebagai perjalanan wisata alam yang
bertanggung jawab dengan cara mengkonservasi lingkungan dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal (rensonsible travel to
natural areas that conserves the environtment and improves the well-
being of local people) (TIES,2000)
2.2.6. Tinjauan Tentang Karakteristik Wisatawan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik lebih
berfokus pada karakter atau kekhasan dari wisatawan secara personal,
sesuai dengan aktivitas mereka berdasarkan umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan asal Negara atau kebangsaan. Dalam
Yoeti(1996), karakteristik wisatawan dibagi kedalam dua bagian yaitu :
1. Karakteristik Geografi
Karakteristik geografi lebih menekankan pada asal atau kebangsaan
dari wisatawaan tersebut
18
2. Karakteristik Sosio-Ekonomi dan Demografi
Pembagian berdasarkan karakteristik ini paling sering dilakukan
untuk kepentingan analisis pariwisata, perencanaan dan pemasaran,
karena sangat jelas definisinya dan relatif mudah pembagiannya
(Kotler, 1996). Yang disebut dalam karakteristik sosio-demografis
diantaranya adalah jenis kelamin, umur, tingkat pendidikan, pekerjaan.
Sering kali dalam setiap karakter dalam karakteristik sosio-ekonomi
dan demografi saling berkaitan antara karakter yang satu dengan
karakter yang lain meskipun secara tidak langsung. Contohnya jenis
kelamin wisatawan akan berpengaruh terhadap jenis wisata yang
dilakukan, misalnya seorang wisatawan pria akan lebih mampu dan
berani dalam mengikuti jenis wisata yang bersifat adventure, karena
jenis wisata ini membutuhkan kesiapan fisik dan juga keberanian.
Contoh lain tingkat pendidikan akan mempengaruhi pekerjaan dan
pastinya akan mempengaruhi jumlah penghasilan dari wisatawan.
Tingkat pendidikan juga akan mempengaruhi cara padang wisatawan
terhadap destinasi yang dikunjungi dan juga akan mempengaruhi
motivasi dari wisatawan tersebut. Pembagian wisatawan berdasarkan
karakteristik sosio-demografis ini paling nyata kaitannya dengan pola
berwisata mereka.
Karakteristik Sosio-Ekonomi menekankan kepada beberapa
variabel :
1. Umur : Dibagi dalam beberapa kelompok usia
2. Jenis kelamin : Laki-laki/perempuan
19
3. Tingkat pendidikan : Dibagi dalam beberapa tingkat
4. Pekerjaan : Ini akan berupa pertanyaan terbuka.
Namun akan bisa di klasifikasi lewat tipe industri tempat
wisatawan tersebut bekerja
2.2.6 Tinjauan Tentang Motivasi
Ada empat hal yang membentuk motivasi wisatawan menurut
Macintoch, Goeldener, dan Ritchie (suwena, 2010) yaitu :
1. Physical motivation
Orang-orang yang melakukan perjalananan dengan tujuan untuk
mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja
terus, untuk beristirahat, bersantai, melakukan kegiatan olahraga,
untuk mengembalikan gairah kerja
2. Cultural Motivation
Motivasi yang timbul karena ingin melihat dan menyaksikan
kebudayaan asing lain yang berbeda dengan budaya wisatawan
tersebut
3. Interpersonal Motivation
Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk mengunjungi keluarga
ataupun teman lama yang sudah lama tidak bertemu.
4. Status and Prestige Motivation
Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk memperlihatkan kepada
orang lain tentang jati dirinya, status atau derajat wisatawan
tersebut . Dalam motivasi ini terdapat keyakinan bahwa derajat
20
akan menjadi lebih tinggi bila sudah melakukan perjalanan wisata
ke suatu tempat.
21
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Banjar Kiadan, Desa Pelaga, Kecamatan
Petang Kabupaten Badung Bali, di Banjar Dukuh, Desa Sibetan, Kecamatan
Bebandem, Kabupaten Karangasem Bali, dan di Desa Tenganan, kecamatan
Manggis, Kabupaten Karangasem Bali.
3.2 Definisi Operasional Variabel
Untuk membatasi dan memperjelas permasalahan dalam penelitian ini,
maka secara operasional dapat dijelaskan pembatasan yang menjadi fokus
penelitian ini adalah:
3.2.1. Karakteristik Wisatawan
Dalam penelitian ini yang dimaksud dengan karakteristik lebih
berfokus pada karakter atau kekhasan dari wisatawan secara personal,
sesuai dengan aktivitas mereka berdasarkan umur, jenis kelamin,
pendidikan, pekerjaan, dan asal Negara atau kebangsaan.
1. Karakteristik Geografi
Karakteristik geografi lebih menekankan pada asal atau kebangsaan
dari wisatawaan tersebut.
2. Karakteristik Sosio-Ekonomi dan Demografi
21
22
Karakteristik sosio-Ekonomi menekankan kepada beberapa
variabel :
a. Umur : dibagi dalam beberapa kelompok usia
b. Jenis kelamin : laki-laki/perempuan
c. Tingkat pendidikan : dibagi dalam beberapa tingkat
d. Pekerjaan : ini akan berupa pertanyaan terbuka.
Namun akan bisa di klasifikasi lewat tipe industri tempat
wisatawan tersebut bekerja
3.2.2. Motivasi Wisatawan
Ada empat hal yangmembentuk motivasi wisatawan, oleh
Macintoch (1972) :
1. Physical motivation
Orang-orang yang melakukan perjalananan dengan tujuan untuk
mengembalikan keadaan fisik yang sudah lelah karena bekerja
terus, untuk beristirahat, bersantai, melakukan kegiatan olahraga,
untuk mengembalikan gairah kerja.
2. Cultural Motivation
Motivasi yang timbul karena ingin melihat dan menyaksikan
kebudayaan asing lain yang berbeda dengan budaya wisatawan
tersebut
23
3. Interpersonal Motivation
Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk mengunjungi keluarga
yang sudah lama tidak bertemu, baik itu teman lama.
4. Status and Prestige Motivation
Motivasi yang timbul dengan tujuan untuk memperlihatkan kepada
orang lain tentang jati dirinya, satus atau derajat wisatawan
tersebut. Dalam motivasi ini terdapat keyakinan bahwa derajat akan
menjadi lebih tinggi bila sudah melakukan perjalanan wisata ke
suatu tempat.
3.3 Jenis dan Sumber Data
3.3.1. Jenis Data
Adapun jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Data Kualitatif, yaitu data yang berupa informasi informasi yang
relevan dan tidak bernilai relevan atau nilainya bukan angka.
meliputi sejarah, potensi, keunikan Desa Pelaga,Sibetan dan
Tenganan maupun informasi lain
2. Data Kuantitatif, yaitu data yang berbentuk angka angka yang
dapat dihitung seperti jumlah kunjungan wisatawan ke Desa
3.3.2 Sumber Data
1. Data Primer, adalah data yang diperoleh secara langsung dari
sumber pertama yang ada di tempat penelitian melalui wawancara
langsung dengan pengelola yaitu manager JED,dan juga
koordinator JED di setiap desa.
24
2. Data Sekunder, adalah data yang diperoleh melaui buku atau
literatur yang relevan dan mempunyai sangkut paut atau ada
hubungan dengan penelitian hasil laporan skripsi, serta data resmi
dari JED.
3.4 Teknik Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah :
3.4.1 Observasi
Observasi yaitu pengumpulan data yang dilakukan dengan cara
pengamatan langsung ke kantor JED yang ada di Kerobokan , juga
pengamatan ke setiap desa yaitu Desa Pelaga, Sibetan dan tenganan
untuk mendapatkan gambaran yang jelas tentang objek yang diteliti
dibantu dengan pencatatan dan dokumentasi, mengenai situasi dan
kondisi.
3.4.2 Wawancara
Wawancara yaitu cara pengumpulan data dengan cara
mengadakan wawancara, menanyakan secara langsung kepada
informan pangkal dan informan kunci sesuai dengan kriteria yang
telah ditentukan dengan berpedoman pada daftar pertanyaan yang
telah disiapkan sebelumnya. Dalam penelitian ini, pertanyaan yang
diajukan disesuaikan dengan permasalahan yang dibahas.
Silalahi (2009) mengemukakan bahwa wawancara merupakan
salah satu teknik dalam pengumpulan data, untuk mendapatkan
informasi tentang isu-isu yang menarik minat peneliti.Teknik ini
25
digunakan oleh peniliti bila ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan pokok permasalahan yang harus diteliti selain itu juga
digunakan oleh peneliti untuk mengetahui hal-hal dari responden yang
lebih mendalam dan dalam jumlah responden yang sedikit/kecil.
Anggapan yang perlu dipegang oleh peneliti dalam
menggunakan metode interview adalah sebagai berikut:
1. Bahwa subyek (informan) adalah orang yang paling tahu tentang
dirinya sendiri.
2. Bahwa apa yang dinyatakan oleh subyek kepada peniliti adalah
benar dan dapat dipercaya.
3. Bahwa interpretasi subyek tentang pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan peneliti kepadanya adalah sama dengan apa yang
dimaksudkan oleh peneliti.
Wawancara yang dilakukan pada penelitian ini adalah
wawancara tidak terstruktur, yaitu wawancara yang bebas tanpa
menggunakan pertanyaan-pertanyaan yang telah disiapkan secara
sistematis dan lengkap yang digunakan dalam pengumpulan datanya.
Pedoman wawancara yang digunakan oleh penelitian ini hanya berupa
garis besar atau poin-poin saja yaitu seperti sejarah desa, sejarah
masuknya JED di Desa tersebut, paket yang ditawarkan,dan lain-lain.
Wawancara tidak terstruktur dipilih agar mendapatkan informasi
tentang banyak isu yang ada di JED maupun di setiap desa. Selain itu
wawancara tidak terstruktur juga digunakan untuk mendapatkan
informasi yang lebih dalam tentang responden dan dapat lebih banyak
26
mendengarkan apa yang diceritakan oleh informan. Meskipun tidak
terstruktur tetapi setiap pertanyaan akan diajukan dengan tujuan yang
jelas sesuai dengan latar belakang penelitian.
Wawancara dilakukan secara face to face dan pada waktu responden
tidak sedang dalam keadaan sibuk dan juga di lokasi yang nyaman.hal
ini sangat berpengaruh terhadap jawaban yang diberikan responden,
sehingga wawancara dapat berjalan efektif dan efisien.
3.4.3 Studi Kepustakaan
Studi kepustakaan yaitu pengumpulan data dengan cara
mengumpulkan data dari literature, buku-buku atau referensi lainnya
yang menyangkut penelitian ini, dimana data yang diambil merupakan
data yang sifatnya mendukung bukan data utama.
3.5 Teknik Penentuan informan
Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini dengan cara
pengambilan purposive sampling. Purposive sampling dibagi menjadi dua
yaitu informan pangkal dan informan kunci. Informan pangkal dalam
penelitian ini adalah Koordinator JED Desa Pelaga, untuk mendapatkan
informasi mengenai potensi yang dimiliki Desa Pelaga., sedangkan informan
kunci adalah ketua Jaringan Ekowisata Desa ( JED). Penentuan informan
kunci purposive sampling adalah berdasarkan kompetensi nyata yang dimiliki
atau ahli dalam bidangnya, yang sangat berpengaruh dalam keakuratan data
yang dibutuhkan. Dalam penelitian ini, informan kunci yang di tentukan
27
adalah ketua Jaringan Ekowisata Desa. Adapun pemilihan informan
didasarkan pada :
1. Informan memiliki pengetahuan yang begitu luas terhadap potensi
ekowisata yang dimiliki Desa Pelaga.
2. Informan memiliki pengetahuan yang luas tentang kegiatan wisatawan di
Desa Pelaga
Selain purposive sampling, penelitian ini juga menggunakan accidental
sampling yang di tujukan bagi wisatawan, tujuannya adalah untuk mendapat
informasi mengenai motivasi wisatawan. Sampel akan diambil secara acak
dalam artian wisatawan yang datang diambil secara acak untuk diwawancara.
Menurut Silalahi (2009,253) untuk populasi kecil (dibawah 1000), peneliti
membutuhkan rasio pemilihan sampel sebesar 30 %. Dalam penelitian ini
jumlah kunjungan rata-rata dalam setahun adalah sebesar 176, 8 dan dalam
setiap bulan nya rata-rata kunjungan wisatawan adalah sebesar 15 wisatawan,
sehingga 30 % dari jumlah kunjungan merupakan ukuran yang cukup akurat.
3.6 Teknik Analisis Data
Penelitian ini menggunakan analisis data deskriptif kualitatif. Menurut
Silalahi (2009) analisis data kualitatif dilakukan apabila data empiris yang
diperoleh adalah data kualitatif berupa kumpulan wujud kata-kata dan bukan
rangkaian angka. Data ( dalam wujud kata-kata) mungkin telah dikumpulkan
dengan aneka macam cara observasi, wawancara, intisari dokumen, pita
rekaman dan biasanya diproses sebelum siap digunakan (melalui
pencatatan, pengetikan, penyuntingan, atau alih-tulis).
28
Analisis kualitatif Menurut Miles dam Huberman dalam Silalahi
(2009:339) disebutkan bahwa :
kegiatan analisis kualitatif terdiri dari tiga alur kegiatan yang terjadi
secara bersamaan, yaitu reduksi data, penyajian data dan penarikan
kesimpulan/verifikasi. Terjadi secara bersamaan berarti reduksi data,
penyajian data, dan penarikan kesimpulan/verifikasi sebagai sesuatu
yang jalin menjalin merupakan proses siklus dan interaktifpada saat
sebelum, selama, dan sesudah pengumpulan data dalam bentuk sejajar
untuk membangun wawasan umum yang disebut analisis.
Dalam proses reduksi data, kegiatan yang dimaksud adalah proses
pemilihan , penyederhanaan, pengabstrakan, mengubah data-data kasar yang
muncul dari catatan-catatan tertulis dilapangan. Kegiatan reduksi data terjadi
terus menerus selama penelitian atau selama pengumpulan data terjadi
tahapan reduksi yaitu membuat ringkasan, menelusuri tema, menulis memo,
penggolongan, pembuangan data yang tidak diperlukan. Dalam penelitian ini
kegiatan reduksi dilakukan semenjak pengumpulan data yaitu hasil
wawancara dengan manajer JED maupun dengan koordinator JED di setiap
desa.
Kemudian dalam alur kedua adalah penyajian data, yaitu sekumpulan
informasi tersusun yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan
dan pengambilan tindakan. Melalui data yan disajikan, akan lebih muda
melihat dan memahami apa yang sedang terjadi dan apa yang harus
dilakukan. Dan dalam alur yang terakhir yaitu kegiatan penarikan kesimpulan
/ verifikasi. Ketika melakukan kegiatan pengumpulan data, setelah dilakukan
proses reduksi dan penyajian data maka dalam penelitian ini akan dicoba
29
mengaitkan antara teori yang ada dengan data yang sudah melalui proses
reduksi,sehingga dapat ditarik kesimpulan yang di verifikasi dengan teori
yang ada.
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Desa Pelaga, Desa Sibetan, dan Desa Tenganan
a. Sejarah Desa Pelaga
Sejarah Desa Pelaga berdasarkan monografi Desa Pelaga, pada
jaman dahulu kala kira-kira pada abad IX, yaitu pada zaman
pemerintahan dari Jaya Pangus sebagai Raja Bali, berdirilah sebuah
Kerajaan Gegelang. Selain permaisuri raja juga mempunyai seorang selir.
Dari seorang selir sang raja menurunkan seorang putra tertua, sedangkan
dari permaisuri sang raja sendiri memiliki seorang putra yang lebih
muda. Keluarga sang raja pada waktu itu sangat bahagia hingga putra-
putra raja menginjak usia remaja. Melihat keadaan tersebut, sang raja
berkeinginan untuk mengangkat salah satu putranya untuk menggantikan
tahta ayahnya. Kemudian maksud tersebut sampailah kepada rakyat
Gegelang, sehingga timbulah keresahan- keresahan di masyarakat
Gegelang terhadap putra mana yang sebenarnya berhak menggantikan
tahta ayahnya.Masyarakat kerajaan Gegelang sendiri sebagian besar
cenderung untuk memilih putra raja dari permaisuri.
Berita itu kemudian sampai pula didengar oleh putra raja yang
pertama dan ia merasa tersinggung karena merasa disepelekan dan
diremehkan. Sebagai seorang putra raja, putra yang pertamalah yang
berhak menggantikan kedudukan ayahnya, tanpa memperhatikan
keturunan permaisuri atau keturunan selir.Putra raja pertama tetap
30
31
beranggapan bahwa dialah yang berhak menggantikan kedudukan
ayahnya sebagai Raja Gegelang. Untuk mewujudkan cita-cita tersebut
maka harus menyingkirkan penghalang yang ada, yaitu dengan cara
membunuh adiknya sendiri dari keturunan permaisuri.
Kemudian putra raja pertama memanggil mahapatih kerajaan
Gegelang untuk menyampaikan rencananya yang semula.Padahal
hubungan kakak dan adik sebagai putra-putra raja sangatlah akrab,
seolah-olah tidak ada niat jahat yang terkandung disalah satu pihak putra
raja.Pada saat yang telah ditentukan, maka mahapatih diperintahkan
untuk membunuh adiknya disebuah hutan.Mayat adiknya diseret dan
diletakkan disamping sebuah pohon kayu lebat serta dikuburi oleh daun-
daunan sehingga tidak terlihat.
Setelah beberapa hari putra raja kedua tidak kelihatan di Puri, raja
beserta permaisuri terus gelisah dan memuncak hingga menjadi suatu
kepanikan.Alkisah pada suatu hari ada seorang pemburu yang
kemalaman ditengah jalan.Pemburu menelusuri jalan yang sangat gelap
dan penuh dengan semak-semak. Pemburu itu terlihat payah, maka sang
pemburu memutuskan untuk tidur ditengah hutan. Pada saat menjelang
pagi hari pemburu bermimpi mendengar sabda dari Dewa penguasa
kuburan yang berbunyi hai pemburu dengarlah baik-baik sabdaku,
dimana sekarang rajamu sedang dalam keadaan bingung karena telah
kehilangan seorang putra yang disayanginya, hal tersebut dikarenakan
putra raja telah mati terbunuh disebuah hutan.Kejadian itu dapat kamu
ketahui dari kata-kata PA-RA-LA-GA yang artinya PA adalah putra Ida,
32
RA artinya Rekan Ida, LA artinya Lalang Duta, GA artinya Gegelang.
Dari kata PA-RA-LA-GA dapat disimpulkan, Putra sang raja dari
permaisuri telah mati terbunuh, yang dibunuh oleh kakaknya dari istri
selir sang raja dan pelakunya adalah seorang mahapatih yang bernama
Lalang Duta dan tempat pembunuhan terjadi di hutan alas Gegelang
(Bahasa Bali). Hanya itulah sabdaku dan segeralah pulang serta laporkan
pada raja. Maka sang pemburu bangun dari tidurnya dan bangkit
melaporkan mimpi tersebut kepada raja.
Mendengar cerita tersebut maka raja langsung memerintahkan pada
para punggawa Mahapatih Gegelang serta diikuti oleh Kerajaan
Gegelang pergi ke hutan guna mengecek kebenaran dari cerita sang
pemburu. Ternyata memang benar cerita sang pemburu itu menjadi
kenyataan. Putra sang raja ditemukan sudah menjadi mayat yang
ditimbuni daun-daun disebuah pohon lebat yang telah lapuk. Raja pun
bertambah murka kemudian memuncak menjadi naik pitam.Kemudian
raja mengamuk, melihat keadaan tersebut rakyat Gegelang tidak berani
mendekat.Sejak saat itu Kerajaan Gegelang mengalami kehancuran dan
kemusnahan dari keturunannya.Berdasarkan hal tersebut lama-kelamaan
dikalangan masyarakat sering membicarakan dua kata yaitu PA-RA-LA-
GA dari mulut ke mulut.Dari kata-kata tersebut kemudian meningkat
menjadi PARALAGA, selanjutnya berubah menjadi PELAGA yang
hingga saat ini wilayah Kerajaan Gegelang disebut sebagai wilayah
Pelaga. Kalau dihubungkan dengan wilayah Desa pelaga yang sekarang,
maka nama Gegelang pada saat ini masih dikenal oleh masyarakat, hal
33
ini menandakan bahwa dulu Pura Pucak Gegelang merupakan sebuah
pusat Kerajaan Gegelang, hal ini dapat dilihat dari pelinggih-pelinggih
yang ada di Pura Pucak Gegelang, yaitu jaba tengah terdapat pelinggih
pesinggahan Ratu Sakti sebagai Tameng-Dada sesuhunan di pura Pucak
Gegelang ( Maha Patih Langlang Duta) Di Jeroan : terdapat dua
pelinggih yaitu
1. Saren Kanginan dengan satu pelinggih, yang merupakan sebuah
meru tumpang tujuh.
2. Saren Kaleran dengan sebuah pelinggih yang merupakan sebuah
meru tumpang tiga.
Peninggalan tertulis dari Pucak Gegelang ini masih disimpan di
banjar Pangsaan dan Negara dalam keadaan yang sudah rapuh ( rusak ).
( Sumber: Profil Pembangunan Desa Pelaga tahun 2009 )
b. Sejarah Desa Sibetan
Tidak ada sumber yang jelas mengenai sejarah Desa Sibetan Banjar
Dukuh secara pasti dan belum ada monografi secara tertulis mengenai
sejarah Desa Sibetan Banjar Dukuh seperti yang dapat ditemui di Desa
Pelaga. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak
Sujana, beliau adalah kordinator JED untuk Desa Sibetan Banjar Dukuh.
Sekitar 500 tahun yang lalu seorang dukun sakti yang bernama Jero
Dukuh Sakti membuka sebuah lahan hutan menjadi pemukiman. Nama
Dukun tersebutlah asal nama Banjar Dukuh. Jero Dukuh tersebut juga
yang pertama kali menanam empat jenis tanaman yang sampai saat in
menjadi tanaman khas dan menjadi mata pencaharian warga Desa
34
Sibetan Banjar Dukuh. Tanaman tersebut adalahSalak, Wani, Jaka
Muding (sejenis palm seperti enau yang satu-satunya hanya ada di Bali),
dan sumaga bali ( Jeruk Bali), Pura Batur dan batu yang menjadi Tempat
pertapaan Jero Dukuh Sakti masih ada sampai saat ini dan menjadi
sebagai salah satu lokasi yang sering dikunjungi wisatawan.
(Sumber : Penelitian 2015)
c. Sejarah Desa Tenganan
Secara pasti tidak ada yang tau tentang sejarah berdirinya Desa
Tenganan, hal tersebut disebabkan oleh terjadinya kebakaran di Desa
Tenganan pada tahun 1841. Kebakaran tersebut menurut masyarakat
Desa Tenganan pada awalnya bukan disebabkan oleh api tetapi hanya
oleh asap yang berasal dari salah satu tempat yang kemudian asap
tersebut menyebar kebangunan yang lain sampai akhirnya hampir seluruh
bangunan yang ada di desa terbakar habis, hanya beberapa bangunan
yang tersisa. Kejadian kebakaran itu terjadi pada siang hari sehingga
tidak ada masyarakat yang meninggal namun segala prasasti yang ada
dan juga segala benda-benda sejarah mengenai Desa tenganan juga ikut
terbakar habis, sehingga masyarakat sudah tidak mengetahui lagi sejarah
tentang berdirinya Desa Tenganan yang merupakan salah satu desa tertua
yang ada di Bali. Setelah terjadi kebakaran pada tahun 1841, kemudian
pada tahun berikutnya 1842 Desa Tenganan kembali dibangun.
Masyarakat juga kembali membuat hukum adat dan peraturan-peraturan
adat untuk di ikuti masyarakat.
35
Sejarah tentang berdirinya Desa Tenganan berikut adalah sejarah
yang sesuai dengan ingatan masyarakat desa dimana secara turun
temurun diceritakan kepada setiap generasi. Asal berdirinya Desa
Tenganan pada awalnya adalah ketika Raja Bali kehilangan seekor kuda
kesayangannya. Kemudia sang raja memerintahkan orang-orang untuk
mencari kuda itu kemanapun dalam keadaan hidup ataupun mati.
Kemudian seseorang yang bernama Wong Peneges akhirnya menemukan
kuda raja tersebut dalam keadaan sudah mati. Wong Peneges inilah yang
menjadi leluhur orang tenganan pendiri Desa Tenganan. Wong Peneges
atas jasanya itu, maka ia dihadiahi oleh raja sesuatu yang tidak dapat
dinilai dengan uang, yaitu raja memberikan tanah kepada Wong Peneges
seluas sejauh mana bangkai kuda tersebut masih tercium. Leluhur orang
tenganan tersebut adalah seorang yang bijaksana sehingga dia memotong
bangkai kuda tersebut menjadi banyak bagian dan menjadi sangat luas
mencapai 917,2 Ha. Setiap potongan kuda itu sampai saat ini masih ada
berupa potongan batu. Setiap tempat itu dianggap masyarakat sebagai
tempat yang suci. Demikianlah sejarah berdirinya Desa Tenganan,
meskipun tahun pasti berdirinya tidak diketahui secara pasti namun ada
beberapa versi cerita menyebutkan bahwa Desa Tenganan berdiri pada
abad ke-8 dan ada juga versi yang menyebutkan berdiri pada abad ke-11.
(Sumber : Penelitian 2015)
36
4.1.1 Sejarah Masuknya JED di Desa Pelaga, Desa Sibetan dan Desa
Tenganan
a. Desa Pelaga
Pada tahun 1999 Yayasan Wisnu yaitu sebuah yayasan yang
bergerak di bidang lingkungan hidup dan pemberdayaan
masyarakat melakukan pemetaan terhadap beberapa desa di Bali ,
yang dilihat memiliki potensi untuk dikembangkan. Yayasan
Wisnu menemukan empat desa yang memiliki potensi dan bersedia
untuk dikembangkan dan Desa Pelaga Banjar Kiadan merupakan
salah satu desa tersebut.
Yayasan Wisnu melakukan pertemuan-pertemuan dengan
beberapa masyarakat dan melakukan sosialisasi.Maksud dan tujuan
dari yayasan tersebut yaitu keinginan untuk mengembangkan
agrowisata di desa itu.Pada saat itu mata pencaharian masyarakat di
Desa Pelaga Banjar Kiadan adalah petani, sehingga mereka belum
mengenal dan memahami konsep-konsep agrowisata yang
dimaksud.Yayasan Wisnu mencoba membuat program yang
partisipatif artinya melibatkan masyarakat secara langsung.Program
tersebut dibahas bersama dengan masyarakat secara langsung
sehingga aspirasi masyarakat juga tersalurkan.Dari program-
program yang telah disusun, masyarakat di undang ke Jogjakarta
untuk membahas program tersebut secara detail.Pertemuan tersebut
menghasilkan gagasan mengenai pendirian JED, yaitu Jaringan
Ekowisata Desa, dimana ekowisata adalah pengembangan
pariwisata yang berbasis masyarakat, berwawasan lingkungan dan
37
bertanggung jawab terhadap keberlanjutannya.Dalam
perkembangannya masyarakat diajak untuk melakukan pelatihan-
pelatihan yang fasilitasi oleh JED. Pelatihan-pelatihan tersebut
diantaranya adalah pelatihan TOT(Traning of Trainer). Pelatihan
ini bertujuan untuk melatih pelatih artinya beberapa anggota
masyarakat yang dianggap mampu dilatih untuk nantinya juga akan
melatih masyarakat yang lain. Pelatihan ini dianggap efektif karena
bukan hanya melatih masyarakat untuk memahami juga dilatih
untuk memiliki kemampuan melatih, sehingga kedepan masyarakat
mampu menambah tenaga-tenaga ahli dengan mandiri.Pelatihan
yang juga dilakukan adalah CO (Community Organizing), yaitu
untuk melatih masyarakat dalam kemampuan beroganisasi dengan
baik dengan membangun sistem yang tertata, artinya setiap
kelompok-kelompok masyarakat dilatih berdasarkan bagiannya
masing-masing.misalnya untuk paket tracking menjadi tanggung
jawab kelompok masyarakat A, untuk paket makan menjadi
tanggung jawab kelompok masyarakat B, untuk penginapan
menjadi tanggung jawab kelompok masyarakat C,dan lain-lain.
Sehingga semua bisa berjalan berkesinambungan.Pelatihan yang
juga dilakukan adalah PRA (Participatory Ruler Appraisal), yaitu
melatih masyarakat untuk mampu mengajak orang lain untuk mau
terlibat dan berpartisipasi dalam memberikan pendapat maupun
masukan-masukan hal ini dianggap penting untuk proses
pengembangan. Setelah pelatihan-pelatihan tersebut JED mulai
beroperasi sejak tahun 2000 sampai saat ini.JED juga sangat
38
transparan kepada masyarakat mengenai hasil penjualan paket, dan
persentase pembagian keuntungan.
b. Desa Sibetan
Pengembangan ekowisata di Desa Sibetan Banjar Dukuh,
berbeda dengan di Desa Pelaga, Banjar Kiadan yang langsung di
kembangkan oleh Yayasan Wisnu Pendiri JED.Pada tahun 1997
sebuah yayasan yang bernama Yayasan Agro Wisata Dewata
(YASTADEWA) pertama kali memasuki Desa Sibetan Banjar
Dukuh.Setelah melihat potensi yang dimiliki Desa Sibetan Banjar
Dukuh, yayasan tersebut menjadikan Desa Sibetan Bajar Dukuh
sebagai Desa agrowisata. Mereka mencoba memperkenalkan
agrowisata terhadap masyarakat desa tentang potensi yang mereka
miliki dan cocok untuk dijadikan sebagai desa agrowisata. Pada
saat itumata pencaharian yangdimiliki oleh masyarakat adalah
sebagai petani sehingga mereka jugabelum memahami dan belum
mengenal konsep-konsep agrowisata yang dimaksudkan oleh
Yayasan Agro Wisata Dewata.
Melihat keadaan masyarakat yang belum memahami konsep
agrowisata , Yayasan Agrowisata Dewata pada saat itu membuat
perencanaan dan konsep-konsep yang bisa diterapkan di Desa
Sibetan Banjar Dukuh. Saat itu beberapa fasilitas dibangun untuk
mendukung perkembangan desa yaitu membangun balai bengong(
lokasi untuk mengadakan pertemuan masyarakat) dan juga
39
fasilitas-fasilitas lain. Namun dalam membuat perencanaan tersebut
yayasan Yastadewa tidak partisifatif terhadap masyarakat, artinya
masyarakat tidak dilibatkan secara langsung dalam membuat
perencanaan, Yastadewa membuat sendiri perencanaan dan
konsep-konsep sesuai dengan keinginan mereka yang menurut
mereka baik untuk perkembangan desa, dan konsep yang mereka
bentuk itu di serahkan kepada masyarakat untuk dilakukan.
Program ini hanya berjalan kurang lebih dua tahun.Hal ini
disebabkan oleh masyarakat tidak disertakan secara langsung
dalam membuat perencanaan.Banyak kekurangan yang masih
terjadi dalam program-program Yastadewa, baik dari sistem
keuangan yang kurang melibatkan secara langsung masyarakat
dalam membuat anggaran, maupun laporan keuangan yang
transparan. Pada saat itu kegiatan agrowisata yang dilakukan
Yastadewa dibiayai oleh sebuah yayasan yang bernama KEHATI (
keanekaragaman Hayati). Yayasan ini bergerak dibidang
keberlangsungan hayati yang ada di Indonesia.
Pada tahun 1999 kemudian Yayasan Wisnu (yayasan yang
melatar belakangi berdirinya JED) kemudian masuk ke Desa
Sibetan.Merekamengadakan pertemuan langsung dengan
masyarakat dalam membuat program-program dan perencanaan
terkait dengan potensiyang dimiliki Desa.Kemudian program-
program tersebut dibuatkan dalam bentuk proposaluntuk diajukan
kembali ke Yayasan Kehati yang membantu dalam pendanaan
40
program tersebut. Melalui hasil pertemuan-pertemuan itu
masyarakat desa juga membuat Strategy Plan dan untuk membahas
Strategy Plan tersebut pada tahun 2001, masyarakat desa diundang
ke Hotel Jayakarta di Yogyakarta.Pertemuan ini juga diikuti oleh
Desa Pelaga dan juga Desa tenganan.Hasil pertemuan tersebut
melahirkan program ekowisata desa, yaitu kegiatan pariwisata yang
berbasis masyarakat, berwawasan lingkungan dan bertanggung
jawab dalam keberlanjutannya.Itulah yang menjadi cikal bakal
berdirinya JED.Hasil pembahasan di Yogjakarta kamudian
ditindaklanjuti oleh masyarakan dengan mengadakan pelatihan-
pelatihan yang dibutuhkan sama seperti yang di Desa Pelaga yaitu
pelatihan TOT(Traning of Trainer), CO(Community Organizing),
dan juga PRA (Participatory Ruler Appraisal). Kemudian juga
masyarakat melakukan pemetaan pada Desa Sibetan seperti yang
dilakukan di Desa Pelaga.Pada tahun 2000 JED mulai launching
sampai saat ini.
c. Desa Tenganan
Desa tenganan pada dasarnya telaheksis menjadi daya tarik
wisata sejak tahun 1980 bahkan jauh sebelum berdirinya JED. Desa
ini menjadi daya tarik wisata diawali oleh beberapa peneliti asal
Belanda yang datang ke Desa Tenganan pada tahun 1933, secara
tidak langsung setiap orang yang melakukan penelitian di Desa
Tenganan akan melakukan promosi tentang Desa Tenganan ke
negara asal mereka. Sejak saat itu, banyak kunjungan-kunjungan
41
dari wisatawan mancanegara yang ingin melihat keadaan Desa
Tenganan. Masyarakat setempat khususnya pemuda mulai
memanfaatkan peluang tersebut. Banyak agen perjalanan wisata
yang berdatangan membawa tamu mereka dengan memanfaatkan
pemuda setempat sebagai guide lokal, wisatawan dibawa mengikuti
jalur tracking yang sudah ada sejak saat itu. Namun penanganan
yang dilakukan belum secara professional dikarenakan pemahaman
mengenai pariwisata yang masih terbatas.
Pada tahun 1999 Yayasan Wisnu melakukan pemetaan di
Desa Tenganan seperti hal yang sama di Desa Pelaga dan Desa
Sibetan. Para pemuda setempat yang pada saat itu aktif menangani
tamu diajak untuk belajar tentang pengelolaan desa wisata dengan
lebih serius. Pada saat itu, dikarenakan adanya peraturan dan
hukum adat yang cukup ketat mengenai budaya luar yang masuk
ke dalam Desa Tenganan maka pemuda terlebih dahulu diskusi
dengan pemuka adat dan tokoh-tokoh penting di Desa Tenganan,
dan setelah didiskusikan mereka setuju untuk mempelajari sistem
pengelolaan secara professional bersama Yayasan Wisnu.
Pemuda Desa Tenganan pada saat itu juga mengikuti
pertemuan di Yogjakarta bersama dengan perwakilan dari Desa
Sibetan dan DesaPelaga .Disana mereka juga pertama kali
memahami konsep ekowisata desa yang sampai saat ini.sehingga
mereka juga mengikuti program-program pelatihan seperti
TOT(Traning of Trainer), CO(Community Organizing), maupun
42
PRA (Participatory Ruler Appraisal).Mengingat sejarah Desa
Tenganan yang sudah menjadi daya tarik wisata bahkan sebelum
JED berdiri. Hal itu menyebabkan banyak agen-agen wisata yang
tetap membawa tamunya ke Desa Tenganan. Berbeda dengan desa
lain yang sumber masuknya wisatawan ke desa hanya melalui JED,
tetapi di Desa Tenganan banyak travel agen yang juga membawa
wisatawan ke Desa Tenganan tanpa melalui JED. Namun demikian,
wisatawan yang datang menggunakan agen-agen lain itu tidak
dapat merasakan paket ekowisata selengkap yang ditawarkan JED.
Sebab pemahaman melalui pelatihan-pelatihan yang dilakukan
terhadap desa menghasilkan penanganan yang berbeda juga
terhadap tamu, paket yang ditawarkan juga lebih menarik karena
wisatawan dapat melihat secara utuh keseluruhan pola hidup
masyarakat yang menarik.
4.1.2Kondisi Geografis
a. Desa Pelaga
Desa Pelaga secara administratif termasuk wilayah
Kecamatan Petang, Kabupaten Badung. Desa Pelaga terletak pada
ketinggian berkisar antara 650-1.110 meter di atas permukaan laut.
Desa Pelaga memiliki luas wilayah 3545,20 ha. Lokasi ini dapat
ditempuh dengan jalan darat, jarak dari kota Denpasar 47 km atau 1
jam perjalanan dan terletak 15 km dari kota Kecamatan Petang.
Desa ini terletak diantara dua daerah tujuan wisata, yaitu objek
wisata Bedugul dan objek wisata Kintamani.
43
Secara geografis Desa Pelaga memiliki batas-batas wilayah
adalah sebagai berikut :
1. Sebelah Utara : Hutan lindung milik negara / Pucak Mangu.
2. Sebelah Selatan : Batas buatan (pal beton).
3. Sebelah Timur : Sungai Bangkung
4. Sebelah Barat : Pangkung Cengkedek
Di dalam buku profil Desa Pelaga disebutkan bahwa desa
administratif Desa Pelaga yang sekarang ini merupakan gabungan
dari dua desa administratif yaitu Desa Pelaga dan Desa Tiyingan.
Keadaan ini berlangsung dari tahun 1937 sampai tahun 1957,
setelah tahun 1957 dua desa tersebut bergabung menjadi satu desa
administratif yaitu Desa Pelaga yang ditunjang oleh delapan banjar
dinas, delapan banjar adat dan delapan desa adat. Pada tahun 2007
banjar dinas Auman Mekar menjadi satu banjar dinas persiapan
serta ditetapkan definitif banjar yaitu Banjar dinas Bukit Munduk
Tiying. Adapun nama-nama banjar dinas seperti Dusun/Banjar
Dinas Pelaga, Dusun/Banjar Dinas Kiadan, Dusun/Banjar Dinas
Nungnung, Dusun/Banjar Dinas Tinggan, Dusun/Banjar Dinas
Bukian, Dusun/Banjar Dinas Semanik, Dusun/Banjar Dinas
Tiyingan, Dusun/Banjar Dinas Auman, Dusun/Banjar Dinas Bukit
Munduk Tiying. Desa Pelaga selain memiliki sembilam banjar
dinas juga dibagi menjadi delapan banjar adat dimana masing-
masing banjar adat mempunyai Tri kahyangan Jagat ( Pura Puseh,
Pura baleagung dan Pura Dalem).
44
b. Desa Sibetan
Desa Sibetan terletak di Kecamatan Bebandem, Kabupaten
Karangasem. Desa Sibetan terletak pada ketinggian 400 sampai
600 meter diatas permukaan laut dan luas wilayah Desa Sibetan
adalah 146,9 ha. Lokasi Banjar Dukuh, Desa Sibetan dapat di
tempuh dengan menggunakan jalur darat dari Kabupaten Karang
Asem dengan jarak tempuh 25 km, dari Kecamatan Bebandem
dengan jarak tempuh 12 km, dari pusat Desa Sibetan dengan jarak
tempuh 5 km.
Secara geografis desa ini memiliki batas-batas wilayah
sebagai berikut:
1. Sebelah utara berbatasan dengan Desa Karang Anyar
2. Sebelah tiur berbatasan dengan Desa Telaga dan Pengautan
3. Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Selumbung
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Duda Timur.
c. Desa Tenganan
Desa Tenganan terletak di Kecamatan Manggis, Kabupaten
Karang Asem.Desa Karang Asem terletak pada ketinggian 50
meter sampai 70 meter diatas permukaan laut. Luas wilayan Desa
Tenganan adalah 917,2 hektar. Lokasi Desa Tenganan dapat di
tempuh dengan jarak 65 km dari Kota Denpasar dan 3 km dari
Candi Dasa. Secara Geografis, batas-batas wilayah yang dimiliki
oleh Desa Tenganan adalah sebagai berikut :
45
1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Macang
2. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Pesedahan
3. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Bungaya, Desa
Timrah, Desa Asak dan Desa Bug-Bug
4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Ngis
4.1.3 Kondisi Iklim Desa
a. Desa Pelaga
Keadaan alam Desa Pelaga merupakan desa yang cukup
lembab, dengan temperature rata-rata 20 C sampai dengan 30 C,
dengan curah hujan rata-rata 1.471 cm per tahun.Arah angin yang
datang dari arah Tenggara membawa musim kemarau yang
biasanya terjadi pada bulan April sampai dengan Oktober
sedangkan dari arah Barat Laut membawa curah hujan yang terjadi
pada bulan Oktober sampai dengan bulan April.
b. Desa Sibetan
Desa Sibetan terletak di daerah dataran tinggi sehingga
menjadikan desa ini sehingga curah hujan di desa ini cukup tinggi
mencapai 1.567 mm sampai 20.000 mm pertahun. Kelembaban
udara dengan temperature rata-rata sekitar 20 sampai 30 C
c. Desa Tenganan
Desa Tenganan berada tidak jauh dari Pantai Candidasa,
hanya saja lokasi Desa yang tepat di bawah bukit menjadikan cuaca
di Desa ini tidak panas.Temperatur rata-rata di Desa Tenganan
46
mencapi 25 - 30 .Curah hujan di desa ini mecapai 200mm-
225mm per tahun.
4.1.4 Kependudukan
a. Desa Pelaga
Jumlah penduduk Desa Pelaga setiap tahunnya cenderung
bertambah sedangkan luas wilayah tetap, sehingga kepadatan
penduduk terus meningkat.Jumlah penduduk mempunyai pengaruh
yang sangat penting dalam pertumbuhan dan pembangunan
disegala bidang.Penduduk merupakan sumber daya manusia dan
sebagai salah satu faktor penentu dalam keberhasilan
pembangunan.Jumlah penduduk Desa Pelaga sampai akhir Tahun
2009 sebanyak 5.885 orang.
(sumber : Profil Pembangunan Desa Pelaga 2009)
b. Desa Sibetan
Hasil sensus penduduk terakhir yang dilakukan pada Tahun
2013 jumlah penduduk Desa Sibetan, Banjar Dukuh sebanyak 567
orang. Jumlah kepala keluarga di Desa Sibetan Banjar Dukuh
adalah 154 KK Banjar Dinas dan 127 KK Banjar Adat. Terjadi
perbedaan jumlah KK pada Banjar dinas dan Banjar Adat
disebabkan oleh beberapa penduduk yang tinggal di daerah itu
tidak terdaftar sebagai anggota Banjar Dukuh, namun mereka
termasuk dalam penghitungan di Banjar Dinas.
47
c. Desa Tenganan
Sampai dengan tahun 2013 penduduk Desa Tenganan
berjumlah 680 warga, dan 230 KK, namun jumlah penduduk setiap
tahun bertambah. Sistem banjar adat di desa ini berbeda dengan
desa lain yang ada di bali, banjar adat di Desa Tenganan hanya ada
1, yaitu Banjar Adat Tenganan sedangkan banjar dinas di bagi
menjadi lima banjar, yaitu Banjar Pengeringsingan, Banjar Tukad,
Banjar Kangin, Banjar Kauh, dan Banjar Gumung yang berfungsi
dalam urusan administrasi masyarakat.
4.2. Karakteristik Wisatawan yang berkunjung ke Desa Pelaga, Desa
Sibetan, DesaTenganan
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan ke tiga desa tersebut yaitu
Desa Pelaga, Desa Sibetan, dan Desa Tenganan, juga berdasarkan survey
yang dilakukan di kantor JED yang ada Kerobokan, Denpasar , kemudian
juga berdasarkan data yang di peroleh dari customer data base yang dimiliki
oleh Jaringan Ekowisata Desa ( JED), maka diperoleh jumlah kunjungan
wisatawan yang berkunjung berdasarkan karakteristiknya adalah sebagai
berikut :
48
4.2.1 Berdasarkan Karakteristik Geografi
a. Desa Pelaga
Wisatawan yang mengunjungi Desa Pelaga Banjar Kiadan
berasal dari berbagai negara. Berikut adalah negara-negara asal
wistawan yang pernah melakukan kunjungan wisata ke Desa
Pelaga: Amerika Serikat, Australia, Thailand, Jepang, German,
Canada, Belanda, Inggris, Perancis, Norwegia, Belgia, Filipina,
Italia, Singapura, Malaysia, Kamboja, China,Polandia, Timorleste,
Finlandia, Korea. Berikut adalah data kunjungan wisatawan
berdasarkan karakteristik geografi dari Tahun 2009-2013:
Tabel 4.1
Karakteristik Geografi Wisatawan Desa Pelaga
Tahun Jumlah Kunjungan
(Orang)
Persentase
(%)
2009 113 12,78
2010 162 18,32
2011 186 21,04
2012 209 23,64
2013 214 24,20
Total Kunjungan 884 100
Sumber :HasilPenelitian 2014
Berdasarkan data dari tabel diatas, total kunjungan wisatawan
ke Desa Pelaga dari tahun 2009-2013 berjumlah 884, berikut
adalah data asal negara wisatawanyang paling banyak mengunjungi
Desa Pelaga dari tahun 2009-2013 :
49
Tabel 4.2
Kunjungan Wisatawan Terbanyak Berdasarkan asal Negara
Tahun Negara Jumlah
Kunjungan
(Orang)
Persentase
(%)
2009 Prancis 28 24,7
2010 Prancis 52 32,09
2011 Indonesia 63 33,8
2012 Indonesia 84 40,1
2013 Korea 58 27,1
Sumber :HasilPenelitian 2014
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2009 jumlah kunjungan
wisatawan terbanyak berasal dari negara Perancis dengan total
kunjungan sebesar 28, dan pada tahun 2010 jumlah wisatawan
terbanyak masih berasal dari Negara Perancis yaitu sebanyak 52
wisatawan, sedangkan pada tahun 2011 dan 2012 jumlah
kunjungan wisatawan terbanyak adalah wisatawan domestik yaitu
wisatawan Indonesia dengan jumlah kunjungan sebanyak 63
wisatawan, pada tahun 2011 dan 84 wisatawan pada tahun 2012,
kemudian pada tahun 2013 jumlah kumjungan wisatawan
terbanyak berasal dari Negara Korea sebanyak 58 wisatawan.
Sesuai dengan hasil wawancara yang di lakukan dengan
koordinator JED dan juga melihat customer data base yang ada,
wisatawan terbanyak berasal dari Benua Eropa pada tahun 2009
dan 2010.Mereka merupakan wisatawan yang datang secara
individual bukan dalam kelompok. Mereka berkunjung dalam
rangka merayakan bulan madu dan untuk menikmati keindahan
alam dan juga kebudayaan yang ada di Desa Ekowisata Pelaga.
Berbeda dengan tahun 2011 dan 2012 pengunjung terbanyak
50
adalah wisatawan domestik, mereka datang secara berkelompok
dalam mengikuti berbagai program dan tujuan tertentu, misalnya
melakukan studi banding.
b. Desa Sibetan
Wisatawan yang mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh
berasal dari berbagai negara di seluruh dunia. Negara-negara asal
wisatawan tersebut yaitu Australia, Jepang, USA, Belgia, Hawai,
Inggris, Norwegia, Malaysia, New Zealand, Singapura, Perancis,
Estonia, Thailand, Canada, Jerman, Belanda, Finlandia, Spanyol,
Timor Leste, Taiwan. Berikut adalah data kunjungan wisatawan
berdasarkan karakteristik geografu dari tahun 2009-2013:
Tabel 4.3
Karakteristik Geografi Wisatawan Desa Sibetan
Tahun Jumlah
Kunjungan
(Orang)
Persentase
(%)
2009 42 32,6
2010 26 12,5
2011 35 16,8
2012 31 14,9
2013 48 23,1
Total
Kunjungan
208 100
Sumber : HasilPenelitian 2014
Berdasarkan data pada tabel di atas, total kunjungan
wisatawan ke Desa Sibetan Banjar Dukuh dari tahun 2009 2013
berjumlah 208 wisatawan. Berikut adalah data asal negara
wisatawanyang paling banyak mengunjungi Desa Sibetan dari
tahun 2009-2013 :
51
Tabel 4.4
Kunjungan Wisatawan Terbanyak Berdasarkan asal Negara
Tahun Negara Jumlah
Kunjungan
(Orang)
Persentase
(%)
2009 Australia 8 19,04
2010 Prancis 10 38, 4
2011 Amerika 14 40
2012 Finlandia 6 19,3
2013 Timor Leste 10 20,8
Sumber :HasilPenelitian 2014
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2009 jumlah kunjungan
wisatawan yang paling banyak berasal dari Negara Australia yaitu
sebanyak 8 orang dari total kunjungan 2009 sebesar 68 wisatawan.
Pada tahun 2010 wisatawan yang paling banyak mengunjungi
Desa Sibetan berasal dari Negara Perancis sebanyak 10 orang dari
total wisatawan 2010 sebanyak 26 orang. Pada tahun 2011 jumlah
kunjungan wisatawan yang paling banyak berasal dari Negara
Amerika sebanyak 14 orang total dari jumlah kunjungan wisatawan
pada tahun 2011 sebesar 35 orang. Pada tahun 2012, jumlah
kunjungan wisatawan yang paling banyak berasal dari Negara
Finlandia, dan pada tahun 2013 jumlah kunjungan wisatawan yang
paling banyak berkunjung berasal dari Negara Timor Leste
sebanyak 10 orang wisatawan dari total kunjungan 2013 sebanyak
48 orang wisatawan.
Jenis wisatawan yang mengunjungi Desa Sibetan Banjar
Dukuh, hampir sama dengan jenis wisatawan yang berkunjung ke
Desa Pelaga, hanya saja jika dilihat secara geografis wisatawan
52
yang mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh mayoritas berasal
dari negara-negara di luar Asia, yaitu australia, Perancis, Amerika,
dan Finlandia dan kebanyakan wisatawan tersebut datang secara
individu, mereka memang memiliki keinginan untuk menikmati
alam yang ada di Desa Sibetan. sedangkan pada tahun 2013 jumlah
kunjungan terbanyak berasal dari Negara Timor Leste dan mereka
datang secara berkelompok yaitu untuk mengikuti program-
program dari organisasi maupun perusahaan tempat mereka
bekerja.
c. Desa Tenganan
Wisatawan yang mengunjungi Desa Tenganan juga berasal
dari berbagai negara di seluruh dunia. Negara asal wisatawan yang
pernah melakukan kunjungan negara ke Desa Tenganan yaitu
Australia, Jepang, Jerman, Amerika Serikat, Kanada, Perancis,
Singapura, Hawai, Belgia, Norwegia, Malaysia, Thailand, Timor
Leste, Belanda, China, Finlandia, Swiss, Taiwan, dan Korea.
Berikut adalah data kunjungan wisatawan ke Desa Tenganan,
Berdasarkan karakteristik geografi dari tahun 2008 2013:
53
Tabel 4.5
Karakteristik Geografi Wisatawan di Desa Tenganan
Tahun Jumlah Kunjungan
(Orang)
Persentase
(%)
2009 164 28,7
2010 68 11,9
2011 94 16,4
2012 124 21,7
2013 121 21,1
Total Kunjungan 571 100
Sumber : HasilPenelitian 2014
Berdasarkan tabel di atas, total kunjungan wisatawan ke Desa
Tenganan dari tahun 2009-2013 bejumlah 571 wisatawan. Berikut
adalah data asal negara wisatawanyang paling banyak mengunjungi
Desa Tenganan dari tahun 2009-2013 :
Tabel 4.6
Kunjungan Wisatawan Terbanyak Berdasarkan asal Negara
Tahun Negara Jumlah
Kunjungan
(Orang)
Persentase
(%)
2009 Norwegia 27 16,4
2010 Timor Leste 10 14,7
2011 Thailand 31 32,9
2012 Indonesia 83 66,9
2013 Indonesia 60 49,5
Sumber :HasilPenelitian 2014
Berdasarkan tabel di atas, pada tahun 2009 wisatawan yang
paling banya mengunjungi Desa Tenganan berasal dari Negara
Norwegia yaitu sebanyak 571 orang. Pada tahun 2010 wisatawan
paling banyak berkunjung berasal dari Negara Timor Leste yaitu
54
sebanyak 10 orang, kemudian pada tahun 2011 wisatawan yang
paling banyak mengunjungi Desa Tenganan berasal dari Negara
Thailand berjumlah 31 orang. Namun pada tahun 2012 dan 2013
wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan adalah
wisatawan domestik, yaitu warga Indonesia yang berasal dari luar
Pulau Bali.
Berbeda dengan desa lain, di Desa Tenganan setiap tahunnya
wisatawan yang paling banyak melakukan kunjungan wisata baik
itu Negara Asia maupun di luar Asia adalah dalam bentuk
berkelompok, meskipun wisatawan yang datang secara individual
tetap ada. Hal ini dikarenakan jenis paket yang disediakan di Desa
Tenganan tidak menyediakan paket overnight (menginap di desa)
bagi wisatawan yang berkunjung. Sesuai dengan hukum adat yang
berlaku di desa, selain masyarakat asli Desa Tenganan tidak ada
yang boleh menginap di desa tersebut.Hal ini dilakukan untuk
menjaga budaya lokal agar tidak terpengaruh dengan budaya
asing.Oleh sebab peraturan tersebut, wisatawan yang datang
kebanyakan dalam kelompok dan mengikuti paket yang dapat
dihabiskan dalam waktu satu hari saja.
4.2.2 Berdasarkan Karakteristik Sosio-demografi
Dari data yang diperoleh melalui buku tamu Desa Ekowisata
Pelaga dan juga hasil wawancara langsung dengan wisatawan,
karakteristik wisatawan yang berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaga
berdasarkan sosio demografi wisatawan adalah sebagai berikut :
55
4.2.2.1 Berdasarkan Jenis Kelamin
a. Desa Pelaga
Tabel 4.7
Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Jumlah Persentase
(%)
1 Laki-laki 15 60
2 Wanita 10 40
Total 25 100
Sumber: Hasil Penelitian 2014
Adapun pembahasan dari data diatas adalah :
Persentase total wisatawan Pria adalah 60 % dan
persentase wisatawan wanita adalah 40 % . Wisatawan pria
maupun wanita yang berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaga
adalah mereka yang masih lajang dan ada juga yang sudah
berkeluarga.
Data tersebut menunjukkan bahwa wisatawan yang
paling banyak berkunjung ke Desa Ekowisata Pelaga adalah
laki-laki. Hal ini dipengaruhi oleh jenis kegiatan wisata
ditawarkan adalah adventure,yaitu mengelilingi desa dan
perkebunan milik masyarakat. Kegiatan ini membutuhkan
stamina yang cukup, Sehingga wisatawan pria akan lebih
tertarik dibanding wisatawan wanita. Disamping itu
wisatawan pria pada umumnya lebih berani dibanding
wisatwan wanita untuk tinggal bersama-sama dengan warga
setempat, sehingga wisatawan wanita yang memilih untuk
56
mengunjungi dan tinggal di rumah-rumah warga biasanya
selalu bersama pasangannya ataupun bersama rombongan.
b. Desa Sibetan
Tabel 4.8
Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Jumlah Persentase
(%)
1 Laki-laki 15 55,5
2 Wanita 12 44,4
Total 27 100
Sumber: Hasil Penelitian 2014
Pembahasan dari diatas adalah :
Persentase dari jumlah wisatawan pria yang
mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh adalah 55,5% dari
total wisatawan, dan persentase jumlah wisatawan wanita
adalah 44,4% dari jumlah total wisatawan yang berkunjung.
Wisatawan yang berkunjung ke Desa Sibetan kebanyakan
adalah wisatawan lajang.
Dari data di atas terlihat bahwa jumlah yang paling
banyak mengunjungi Desa Sibetan adalah laki-laki.Hal
yang sama juga terjadi dengan yang ada di Desa Pelaga
Banjar Kiadan, yaitu persentase tersebut dipengaruhi oleh
jenis kegiatan wisata yang ditawarkan adalah berupa
adventureyaitu, melakukan kegiatan tracking di Banjar
Dukuh untuk melihat langsung perkebunan milik
masyarakat dan melihat keindahan alam yang ada di Desa
57
Sibetan Banjar Dukuh. Di Desa Sibetan juga wisatawan di
ijinkan untuk tinggal di rumah-rumah warga. Dalam hal ini
wisatawan pria pada umumnya akan lebih berani jika
dibandingkan dengan wisatawan wanita. Kebanyak wanita
yang memilih paket untuk tinggal di rumah masyarakat
adalah jika mereka tinggal bersama dengan teman
seperjalanannya, namun pada wisatawan pria hal tersebut
tidak terlalu berpengaruh meskipun hanya sendiri.
c. DesaTenganan
Tabel 4.9
Berdasarkan Jenis Kelamin
No. Jenis kelamin Jumlah Persentase
(%)
1 Laki-laki 7 36,8
2 Wanita 12 63,1
Total 19 100
Sumber: Hasil Penelitian 2014
Pembahasan data diatas adalah :
Persentase dari jumlah wisatawan pria yang
mengunjungi Desa Tenganan adalah 36% dari total jumlah
wisatawan yang datang sedangkan persentase jumlah
wisatawan wanita adalah 63,1% dari keseluruhan total
jumlah wisatawan yang datang.
Data tersebut menunjukkan bahwa di desa persentase
jumlah wisatawan yang paling mengunjungi adalah
wisatawan wanita, ini berbeda dengan di desa yang lain. Hal
tersebut di Pengaruhi oleh kegiatan wisata yang dilakukan
58
di Desa Tenganan berbeda dengan yang ada di desa lain.
Wisatawan diajak untuk mengelilingi desa dan melihat
semua kebudayaan masyarakat lokal yang masih cukup
steril dari pengaruh budaya luar, bentuk kegiatan wisata ini
tidak membutuhkan staminaseperti melakukan tracking di
alam. Selain itu di Desa Tenganan terdapat satu kebudayaan
unik yang tidak dimiliki desa lain, yaitu orang asing diluar
masyarakat setempat tidak di perbolehkan untuk menginap
di Desa Tenganan baik itu wisatawan lokal maupun
wisatawan asing. Hal ini diberlakukan sesuaiperaturan adat
desa dengan tujuan untuk memproteksi masyarakat dari
pengaruh budaya luar, peraturan tersebut kemungkinan
berpengaruh pada jumlah kunjungan wisatawan yang
didominasi oleh wisatawan wanita, berbeda dengan didesa
sebelumnya dimana wisatawan pria pada umumnya akan
lebih berani untuk menginap di desa meskipun hanya
sendiri , namun di desa ini wisatawan wanita akan
cenderung lebih berani meskipun hanya sendiri sebab tidak
ada tujuan untuk menginap.
Hasil studi yang dilakukan TIES (The International
Ecotourism Society) mengenai pemetaan karakteristik sosio-
demografis di berbagai negara, berdasarkan jenis kelamin,
sebesar 50 % ekowisatawan adalah wisatawan perempuan,
meskipun distribusinya berbeda berdasarkan kegiatan
wisata, yang artinya ekowisata bukan lagi dominasi kaum
laki-laki, kepedulian dan kebutuhan pada lingkungan alam
juga menjadi karakteristik perempuan (Damanik, 2006).
59
Secara keseluruhan, Karakterisitik sosio-demografis
berdasarkanjenis kelamin di JED sebesar 52,1 % adalah
wisatawan laki-laki, yang artinya saat ini persentase jumlah
kunjungan perempuan di JED tidak jauh berbeda dengan
hasil penelitian yang dilakukan TIES.
4.2.2.2 Berdasarkan Umur
a. Desa Pelaga
Tabel 4.10
Berdasarkan Umur Wisatawan
No
Usia
(Tahun)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 10 20 10 40
2 20 30 8 32
3 30 40 4 16
4 40 50 1 4
5 50 ke atas 2 8
Total 25 100
Sumber : Hasil Penelitian 2014
Sesuai data di atas, pengunjung dengan usia (10 20
tahun) merupakan jumlah wisatawan paling banyak
mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga sebesar 40 % dari
total keseluruhan kunjungan.Kemudian jumlah pengunjung
dengan usia (2030 tahun) merupakan jumlah paling
banyak kedua yaitu sebesar 32 %. Kunjungan dengan usia
(3040 tahun) semakin menurun yaitu sebesar 16 %.
Pengunjung dengan usia (40-50 tahun) adalah yang paling
60
sedikit yaitu 4 % sedangkan usia (50-tahun ke atas) hanya
sebesar 8 % dari total seluruh kunjungan.
Berdasarkan jumlah kunjungan di atas dapat terlihat
bahwa wisatawan yang paling banyak mengunjungi Desa
Ekowisata Pelaga adalah wisatawan yang masih muda.
Karena jenis wisata yang disuguhkan di Desa Ekowisata
Pelaga adalah berupa aktivitas adventure yang
membutuhkan tenaga yang energik. Wisatawan akan diajak
mengelilingi desa dan juga daerah perkebunan yang ada di
desa tersebut. Namun demikian jenis aktivitas yang
demikian tidak menutup kemungkinan wisatawan yang
cukup tua untuk mengikuti jenis wisata yang disuguhkan.
b. Desa Sibetan
Tabel 4.11
Berdasarkan Umur Wisatawan
No
Usia
(Tahun)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 10 20 3 11,1
2 20 30 6 22,2
3 30 40 8 29,6
4 40 50 4 14,8
5 50 ke atas 6 22,2
Total 27 100
Sumber : Hasil Penelitian 2014
Sesuai dengan data di atas , wisatawan dengan usia
antara 30 40 tahun merupakan wisatawan yang paling
61
banyak mengunjungi Desa Sibetan Banjar Dukuh yaitu
sebesar 29,6 % dan paling banyak kedua adalah wisatawan
dengan usia antara 20 sampai 30 tahun dan wisatawan
dengan usia diatas 50 tahun sebanyak 22,2 persen. dalam
usia 40 sampai 50 tahun mencapai 14,98 % dan kisaran usia
antara 10 sampai 20 tahun adalah 11,1 %.
Persentasi jumlah kunjungan berdasarkan usia di atas
terlihat bahwa wisatawan yang paling banyak mengunjungi
Desa Sibetan adalah usia yang masih muda atau masih
dalam usia produktif. Hal tersebut dapat disebabkan karena
jenis kegiatan wisata di berupa aktivitas tracking di daerah
perkebunan milik warga bahkan saat ini sudah ada paket
cycling mengelilingi Desa Sibetan Banjar Dukuh. Kegiatan-
kegiatan tersebut membutuhkan tenaga yang cukup.
Wisatawan dengan usia antara 17 sampai 30 tahun masih
cukup bugar dan kuat untuk melakukan jenis wisata yang
disuguhkan. Oleh sebab itu, wisatawan yang paling banyak
mengunjungi desa ini adalah wisatawan yang masih dalam
usia produktif.
c. Desa Tenganan
Tabel 4.12
Berdasarkan Umur Wisatawan
No
Usia
(Tahun)
Jumlah
(orang)
Persentase
(%)
1 10 20 2 10,5
62
2 20 30 3 15,7
3 30 40 3 15,7
4 40 50 6 31,5
5 50 ke atas 5 26,3
Total 19 100
Sumber : Hasil Penelitian 2014
Berdasarkan data di atas, wisatawan dengan usia 40
sampai 50 tahun adalah wisatawan yang paling banyak
mengunjungi Desa Tenganan yaitu mencapai 31,5 %.
Kemudian wisatawan pada usia 50 tahun keatas mencapai
26,3 %. Pada usia antara 30 sampai 40 tahun dan usia antara
20 sampai 30 tahun mencapai 15,7 %, dan yang paling kecil
adalah wisatawan dengan usia antara 10 sampai 20 tahun
yaitu 10,5 %.
Sesuai dengan persentase di atas dapat dilihat bahwa
usia yang paling banyak mengunjungi Desa Tenganan,
adalah wisatawan berusia menengah/produktif. Hal ini
dapat disebabkan oleh jenis wisata yang ditawarkan di Desa
Tenganan yang kemungkinan besar lebih menarik minat
wisatawan dengan usia tersebut. Paket tracking yang
ditawarkan di Desa Tenganan adalah mengelilingi desa dan
melihat kehidupan masyarakat serta kebudayaan mereka
yang unik. Wisatawan juga diajak untuk melihat pembuatan
kain Gringsing yaitu sejenis kain handmade yang satu-
satunya hanya ada di Indonesia. Wisatawan juga diajak
63
untuk menulis di daun lontar sambil mempertunjukkan hasil
karya masyarakat yang ada di Desa Tenganan. Jenis paket
wisata tersebut tidak membutuhkan tenaga yang banyak,
dan juga jenis wisata ini di desa ini adalah wisata budaya.
Sehingga wisatawan pada usia yang lebih tua akan lebih
tertarik untuk menikmati jenis wisata yang ada di desa ini.
Hasil studi mengenai karakteristik sosio-demografis
berdasarkan usia wisatawan yang dilakukan oleh TIES,
wisatawan ekowisata pada umumnya berusia
menengah/produktif atau berkisar antara 35-34 tahun,
meskipun ada variasi usia berdasarkan jenis kegiatan
wisata. Di ketiga desa yang tergabung dalam JED,
wisatawan dengan usia produktif atau berkisar antara 20-30
tahun adalah wisatawan yang paling banyak berkunjung
yaitu sebesar 23,9 %, namun jumlah wisatawan dengan usia
menengah/produktif juga hampir sebanding dengan usia
produktif yaitu sebesar 21,1 %, yang artinya hasil penelitian
TIES tersebut masih sesuai dengan karakteristik
ekowisatawan di JED.
64
4.2.2.3 Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wisatawan
a. Desa Pelaga
Tabel 4.13
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wisatawan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
(Orang)
Persentase
(%)
1 SD / Elemetary School - -
2 SMP / Junior High
School
- -
3 SMA / Senior High
School
- -
4 University 25 100
Total 25 100
Sumber : Hasil Penelitian 2014
Berdasarkan data di atas semua wisatawan yang
mengunjungi Desa Ekowisata Pelaga adalah wisatawan yang
memiliki tingkat pendidikan lulusan universitas maupun
sedang duduk dibangku kuliah. Tingkat pendidikan
wisatawan mempengaruhi motivasi wisatawan dalam
memilih destinasi yang dikunjungi. Mereka akan memilih
destinasi tidak hanya untuk berlibur melainkan juga
mendapat kesempatan untuk belajar.
Cara pandang wisatawan terhadap destinasi yang
mereka kunjungi juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan
wisatawan tersebut. Wisatawan akan datang bukan hanya
sekedar berlibur saja, mereka akan mempelajari kebudayaan
lokal yang ada di Desa Ekowisata Pelaga, mereka akan juga
65
akan mempelajari cara hidup masyarakat. Banyak dari
wisatawan yang datang ke Desa Ekowisata Pelaga memang
dengan tujuan untuk belajar dan melihat langsung gaya hidup
masyarakat disana
b. Desa Sibetan
Tabel 4.14
Berdasarkan Tingkat Pendidikan Wisatawan
No Tingkat Pendidikan Jumlah
(