Upload
nguyennhan
View
216
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gamelan Jegog merupakan salah satu kesenian khas kabupaten Jembrana
yaitu, sebuah kabupaten yang terletak di ujung barat pulau Bali. Gamelan Jegog
adalah salah satu perangkat gamelan Bali yang berukuran besar dibuat dari bambu
berukuran besar1. Pada umumnya besar gamelan Jegog dilihat dari jumlah tungguhan,
serta ukuran yang digunakan. Wawancara dengan Bapak I Nyoman Ridia mengatakan
bahwa, gamelan Jegog pada awalnya disajikan sebagai sarana untuk mengumpulkan
warga masyarakat untuk melakukan kegiatan ”nyucuk” yaitu membuat atap rumah
dari ijuk. Dalam perkembangan berikutnya gamelan Jegog juga dipergunakan untuk
instrumental ( versi Genjor )1912-1945, mengiringi pencak silat ( versi Suprig )1945-
1965, dan selanjutnya kesenian ini dipergunakan untuk mengiringi tari-tarian ( versi
Jayus )1965-Sekarang. Dari ketiga versi yang ada diatas hanya versi yang ketiga yang
mengalami perkembangan yang sangat pesat, karena pada versi ini fungsi Gamelan
Jegog adalah sebagai sarana balih-balihan (profane)2.
1 Suwentra, I Ketut.Jegog Seni Pertunjukan Unggulan Kabupaten Jembrana.Denpasar
:Percetakan Plawa Sari,2000, p. 10 2 Sukerna I Nyoman,2001.Tesis Gamelan Jegog ansambel bambu di kabupaten Jembrana
Bali.Program Pasca Sarjana universitas Gadjah Mada Yogyakarta.p..5
2
Gamelan Jegog kemudian tumbuh subur sebagai seni kebanggaan masyarakat
Jembrana. Nilai-nilai luhur dari Jegog seperti pantang menyerah, memiliki jiwa
ksatria, persatuan dan kesatuan, membuat kesenian Jegog tetap berkelanjutan dan
berkembang seperti sekarang. Hal penting untuk diketahui, gamelan Jegog juga
dipandang sebagai salah satu identitas budaya dari masyarakat Jembrana dengan
kharakter yang khas dari masyarakatnya. Yang membedakan masyarakat Jembrana
dengan masyarakat lainnya yaitu, dinamis, adaptif, kompetitif, keras dan terbuka.
Karena sifat-sifat itulah di daerah Jembrana terdapat kompetisi kesenian Jegog yang
disebut dengan Jegog mebarung. Kompetisi ini adalah pertemuan dua sekeha Jegog
yang bersama-sama tampil untuk unjuk kekuatan, keindahan dan kekompakan untuk
menjadi yang terbaik.3
Gamelan Jegog seperti nafas keperkasaan masyarakat Jembrana saat
berkompetisi / mebarung merupakan suatu ajang bergengsi untuk merangsang
kreativitas dan upaya pelestarian kesenian Jegog agar tidak tenggelam oleh kemajuan
teknologi. Dalam mebarung masing-masing sekeha akan tampil semaksimal mungkin
untuk menunjukan permainan yang terbaik, berusaha mengalahkan lawan dengan
lagu / gending yang dikreasikan atau terobosan-terobosan gending yang bisa
menjadikan tim / sekehanya tampil beda dari sekeha yang lain. Dengan gerak-gerak
yang atraktif dari penabuh, sesekali bergaya seakan melumpuhkan permainan lawan,
3 Ni Made Arshiniwati., “Tesis Jegog Suar Agung Jembrana” Kajian Budaya Universitas
Udayana. Denpasar ,2002 p. 23
3
beradu kekuatan nafas, memukul bilah-bilah bambu dengan penuh semangat untuk
meraih sebuah kemenangan. Mebarung dilakukan dengan penuh semangat dan
pantang mundur yang menggelorakan para penabuh Jegog untuk memperoleh
kemenangan dengan permainan yang kompak, atraktif dan penuh semangat persatuan
dan disiplin dalam berlomba. Dua tim berhadap-hadapan dengan semangat
keperkasaan, beradu kekuatan nafas, beradu kelihaian mempertunjukan kebolehan
dengan cara dan gaya yang berbeda. Saat satu sekeha menghentak dengan irama yang
bergelora, sekeha tandingannya akan berusaha pula menunjukan jati diri mereka yang
tidak kalah semangatnya. Saling ejek berusaha membuat ciut nyali lawannnya,
kondisi itulah yang terdapat dalam mebarung.
1.2 Ide Garapan
Dari aktivitas mebarung tersebut muncul ide penggarap untuk mengangkat
kondisi dan situasi saat gamelan Jegog berkompetisi / mebarung ke dalam sebuah
karya seni. Berbagai suara-suara yang muncul dan bergelora dalam suasana
mebarung. Suara Jegog yang bergelora hingga akhir sebuah pertunjukan mebarung
yang penuh dengan pergolakan, saling sahut, saling isi, sama-sama atraktif untuk
memukul bilah bambunya masing-masing untuk sebuah kemenangan. Suara-suara
tersebut sangat menarik keinginan penggarap untuk mentranformasikan ke dalam
sebuah karya seni karawitan inovatif dengan mengambil judul ”mebarung”. Arti kata
mebarung adalah suatu aktivitas yang dilakukan antara satu sekeha dengan sekeha
lainnya dalam ajang kompetisi / mebarung yang dilakukan dalam waktu yang
4
bersamaan. Mebarung berasal dari kata ”barung” yang artinya perangkat / ansambel
gamelan. Sedangkan awalan ”ma” berarti melakukan suatu aktifitas4. Mebarung
dalam garapan ini memiliki arti melakukan kegiatan bertanding gamelan. Dalam
bahasa Indonesia pengucapan mebarung ditulis dengan mabarung, namun penata
disini menggunakan bahasa daerah bali dimana awalan ”ma” diucapkan dengan ”me”.
Dalam mebarung sangat menjunjung sportifitas, dengan penguasaan teknik-
teknik permainan dan keterampilan dalam menyajikan materi / gending yang
disajikan. Hal ini penggarap cermati dengan sering mengalaminya secara langsung.
Karena dibesarkan di Jembrana penggarap berkeinginan sekali mengungkapkan
kesenian mebarung ini ke dalam suatu garapan karya seni komposisi karawitan yang
inovatif. Alasannya adalah dalam mebarung yang merupakan ajang bergengsi bagi
masyarakat Jembrana. Titik tolak keinginan yang ingin dicapai dalam karya ini
adalah penampilan yang kompak, semangat membawakan pola tabuh yang harmonis
dengan semangat yang tinggi. Saat-saat tertentu satu sekeha bermain dengan tehnik
permainan yang keras, dengan waktu yang lama. Dengan permainan melodi yang
menghentak maupun lirih. Kemudian akan disambut oleh lawannya dengan
permainan yang berimbang, selaras dengan teknik-teknik permainan serta kreasi-
kreasi yang berbeda pula. Suara-suara yang mengelegar karena pukulan yang keras ke
bilah-bilah bambu yang besar, dalam pengolahannya ingin penggarap ungkapkan
dalam garapan seni karawitan inovatif melalui permainan melodi, tempo dan
4 I Wayan Warna,Dkk.1990.Kamus Bali-Indonesia.Denpasar:Dinas Pendidikan Dasar Propinsi Dati I
Bali,p.702
5
dinamika. Berbekal pengalaman dan secara langsung memainkan gamelan jegog,
maka timbul sebuah ide untuk mengangkat suasana mebarung tersebut ke dalam suatu
bentuk komposisi musik yang lahir dari pola tradisi namun telah dikembangkan
melalui sentuhan-sentuhan kreatif dalam pengolahannya sesuai dengan karya
komposisi kekinian. Ide yang ingin diungkapkan adalah sebuah keadaan mebarung
yang dilakukan oleh dua sekeha jegog yang berkompetisi untuk menjadi pemenang.
1.3 Tujuan dan Manfaat Garapan
1.3.1 Tujuan Garapan
Penggarapan karya seni komposisi inovatif ini bertujuan untuk :
1. Berupaya turut serta melestarikan kesenian Jegog yang merupakan salah
satu identitas budaya masyarakat kabupaten Jembrana, melalui suatu
bentuk komposisi karawitan inovatif yang lahir dari pola-pola tradisi.
2. Membuat suatu garapan karya seni komposisi karawitan yang dapat
menggambarkan suasana Jegog mebarung dengan pola permainan
kekinian yang mengolah unsur-unsur musik seperti melodi, tempo dan
dinamika.
1.3.2 Manfaat Garapan
Manfaat dari garapan “mebarung” adalah :
- Memberikan tambahan pengalaman dan wawasan untuk
berkreativitas dalam karawitan Bali.
6
- Membantu menambah kreativitas seni karawitan dalam
merefleksikan suasana hati ke dalam sebuah garapan musik dengan
merespon peristiwa sekitar melalui proses pengamatan dan
pengalaman.
- Mengukur kemampuan diri dalam mengaplikasikan hasil belajar
sekaligus mengevaluasi kemampuan dalam mempertunjukan
kepada masyarakat.
- Meningkatkan apresiasi masyarakat umum terhadap komposisi
karawitan inovatif yang digarap.
- Berupaya melestarikan serta mengembangkan kreativitas dengan
media ungkap gamelan Jegog melalui berbagai bentuk garapan
komposisi karawitan.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup dalam penciptaan sebuah komposisi karawitan inovatif
sangatlah penting. Batasan-batasan / ruang lingkup perlu mendapat perhatian karena
merupakan acuan dalam proses berkarya. Untuk menghindari salah penafsiran dalam
garapan ini maka penata membatasi dan memperjelas hal – hal yang berkaitan dengan
garapan agar terdapat kesamaan pandangan dalam menyimak karya komposisi musik
ini. Sebagaimana sudah dipaparkan dalam bagian awal tulisan ini, garapan ini
berjudul ”mebarung” yang bertemakan kehidupan sosial masyarakat Jembrana dalam
budayanya yang memiliki jiwa kompetitif. Keinginan untuk mewujudkan judul dan
7
tema diatas menjadi sebuah karya musik akan digarap melalui konsep karya. Konsep
karya merupakan sebuah rancangan pemikiran untuk mencapai sebuah ide yang akan
dituangkan dalam garapan. Garapan ini adalah sebuah komposisi yang berbentuk
tradisi inovatif maksudnya adalah penata masih menggunakan pola-pola tradisi dari
teknik , tempo , dinamika namun mengadakan pembaharuan dalam hal struktur / pola
lagu, teknik maupun dinamika yang di campur menggunakan pola-pola musik barat
yang ditata secara apik untuk mewujudkan sebuah komposisi karawitan yang
memiliki bobot estetika. Media ungkap yang dipergunakan adalah dua barung
Gamelan Jegog yang memiliki nada dasar / basic tone yang sama, yaitu :
• Enam buah Kancil
• Enam buah Suir
• Empat buah Celuluk
• Dua buah Undir
• Dua buah Jegog
Ruang lingkup dalam garapan ini dapat diuraikan sebagai berikut :
1. Garapan ini adalah sebuah garapan komposisi karawitan yang
berbentuk karawitan inovatif, dengan durasi waktu antara dua belas
sampai lima belas menit, dengan mengangkat tema dari kehidupan
sosial masyarakat kabupaten Jembrana yaitu ”mebarung”.
8
2. Garapan ini memiliki empat bagian yang berbeda-beda yaitu proses
awal sebelum ajang mebarung dimulai hingga berakhirnya ajang
kompetisi tersebut. Adapun garapan ini dibagi menjadi empat bagian
yaitu :
Pertama :
Bagian awal disajikan dengan permainan tabuh secara bersama-sama yang
menggunakan pola lagu memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa agar
pertunjukan berjalan dengan aman sukses dan lancar.
Kedua :
Bagian kedua ini disajikan dengan permainan tabuh secara bersama-sama
yang disajikan dengan nuansa lirih / melakukan sebuah pemanasan ( warming
up ).
Ketiga :
Bagian ketiga ini disajikan dengan dimulainya tantangan lewat lagu oleh
sekeha Jegog satunya kemudian diladeni oleh sekeha jegog lainnya yang
disajikan melalui penataan secara apik dan kompak dan diakhiri dengan
keadaan “mebarung” secara utuh.
Keempat :
Bagian keempat disajikan dengan kalahnya satu sekeha dan mengikuti alunan
melody dari sekeha tandingannya kemudian melakukan conversation dengan
saling bersahut-sahutan dan berakhir dengan keadaan damai. Bagian ini
dilakukan secara bersama-sama.
9
1.5 Konsep Garapan
Sebuah konsep karya adalah hal yang sangat penting untuk dicermati karena
merupakan suatu acuan dalam membangun sebuah karya seni. Konsep karya
merupakan sebuah rancangan pemikiran untuk mencapai sebuah ide yang akan
dituangkan dalam garapan. Garapan ini adalah sebuah komposisi yang berbentuk
tradisi inovatif maksudnya adalah penata masih menggunakan pola-pola tradisi dari
teknik , tempo , dinamika namun mengadakan pembaharuan dalam hal struktur / pola
lagu, teknik maupun dinamika yang di campur menggunakan pola-pola kekinian yang
ditata secara apik untuk mewujudkan sebuah komposisi karawitan yang memiliki
bobot estetika. Dalam hal ini penggarap berpatokan pada karya seni tradisi yang
inovatif. Tradisi karena penggarap menggunakan Gamelan Jegog sebanyak dua
barung. Gamelan Jegog memiliki laras pelog empat nada yaitu : Ndong ( 4 ), Ndeng
( 5 ), Ndung ( 7 ) dan Ndaing ( 2 ). Instrumentasi yang dipergunakan adalah :
• Enam buah Kancil
• Enam buah Suir
• Empat buah Celuluk
• Dua buah Undir
• Dua buah Jegog
10
Konsep garapan terdiri dari empat bagian yang terdiri dari bagian
pertama,bagian kedua, ketiga, keempat serta beberapa penyalit untuk menyambung
bagian yang satu dengan lainnya. Penggarap juga melakukan beberapa pembaharuan
melalui teknik pukulan yang lahir dari pola tradisi namun tidak terikat oleh pakem-
pakem tradisional. Komposisi ini mengembangkan teknik / gagebug bermain pola
lagu, struktur dan juga beberapa ornamentasi gending yang disesuaikan dengan
kebutuhan lagunya yang tidak terlepas dari beberapa konsep garapan seperti
kelangen, keindahan, nafas garapan dan rangsangan awal. Bernafaskan pada pola-
pola kekebyaran yang ditransfer ke dalam barungan Jegog. Dengan penyusunan pola-
pola atau motif elemen gending menjadi satu kesatuan yang utuh dalam satu garapan
seni karawitan inovatif. Penataan media ungkapnya yaitu dengan meletakkan kedua
barungan Jegog secara berdampingan sehingga menimbulkan kesan bertanding.
Urutan terdepan barungan Jegog adalah Kancil yang diapit oleh kancil kanan dan kiri.
Kemudian dibelakangnya terdapat suir, kemudian dibelakang bagian kanan dan kiri
terdapat celuluk kanan dan celuluk kiri di urutan paling belakang terdapat Dua buah
jegog dengan diapit oleh undir. Tempat pertunjukan bisa dilaksanakan di dalam
panggung ( indoor ) atau di luar panggung ( outdoor ).Penata menggunakan properti
tumbuhan bambu yang dipasang di tengah bagian belakang stage, daun-daun kering
yang berguguran dan tehnik tata lampu yang akurat. Pada saat awal tabuh dibunyikan,
dengan suasana gelap gulita kemudian pelan pelan pencahayaan menjadi terang. Pada
saat mebarung terjadi, daun-daun bambu yang kering berjatuhan karena terlalu
kerasnya suara yang dihasilkan oleh kedua barungan jegog tersebut.
11
BAB II
KAJIAN SUMBER
Untuk mendapatkan karya seni yang sempurna dan sesuai dengan nilai-nilai
karawitan bali, maka komposisi karawitan ini didukung oleh beberapa kajian sumber
yaitu sumber tertulis, audio visual serta wawancara.
2.1 Sumber Pustaka
Sebuah buku yang berjudul Estetika Sebuah Pengantar karangan A.AM
Djelantik, penerbit Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MSPI) Bandung tahun
1999. Buku ini memberikan penjelasan tentang ilmu keindahan / estetika dalam
intrumental. Pada halaman 62 dalam buku ini penata mendapatkan sebuah pernyataan
tentang proses sublimasi. Yaitu sebuah pengendapan yang terjadi dari proses suatu
garapan dimana sikap menolak tersebut bisa menjadi diterima oleh masyarakat.
Manfaat yang penata dapatkan dari buku ini adalah penata menggunakan pola lagu
dengan memainkan panggul dengan memukul wadah gamelan sambil memainkan
kaki.
Sebuah buku yang berjudul Pengetahuan Karawitan Bali karangan I.W.M
Aryasa, dkk.Penerbit Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Denpasar Tahun
1984-1985. Buku ini banyak memberikan gambaran mengenai Jegog dengan sifat
kompetisinya yang memiliki laras pelog 4 nada yaitu ndong, ndeng, ndung dan
ndaing.
12
Buku yang ketiga adalah Creating Through Dance yang diterjemahkan oleh
Y.Sumandio Hadi. Buku ini banyak menjelaskan tentang bagaimana proses
penciptaan sebuah tari, namun menurut penata buku ini bisa juga digunakan sebagai
landasan untuk membuat suatu rancangan garapan dari awal hingga akhir. Dijelaskan
juga bahwa tahapan-tahapan yang sangat penting dalam proses kreativitas tersebut
adalah : eksplorasi, improvisasi, dan forming.
Buku karangan I Ketut Suwentra yang berjudul Jegog Seni Pertunjukan
Unggulan Kabupaten Jembrana pada tahun 2000 penerbit percetakan plawa sari
Denpasar. Buku ini menguraikan penyusunan laras 4 nada barungan Jegog dan
membahas tentang perkembangan, bentuk, serta instrumentasi yang digunakan
penggarap.
Sebuah tesis oleh Ni Made Arshiniwati yang berjudul Jegog ’Suar Agung’
Jembrana kesinambungan dan perubahannya dalam perspektif budaya pada tahun
2002 dalam rangka program studi magister S2 Kajian Budaya Universitas Udayana
Denpasar. Dalam tesis ini didapatkan konsep identitas budaya kabupaten Jembrana
yaitu kesenian Jegog dengan ajang kompetisi yang disebut dengan Jegog Mebarung
dan nilai-nilai luhur dari Jegog Mebarung.
13
2.2 Sumber Audio visual / Discografy
Selain sumber pustaka, ada beberapa sumber yang digunakan sebagai acuan
untuk menggarap “jegog mebarung” yaitu :
Sebuah rekaman CD yang berjudul Gamelan Jegog by Suar Agung yang
direkam pada tahun 2006 oleh Ricks dan Maharani record Denpasar. Dalam rekaman
ini penata mendapat masukan mengenai bentuk-bentuk gending tradisi yang mudah
dicerna yang ingin penata garap dengan mengaplikasi proses belajar di ISI Denpasar.
Sebuah VCD yang berjudul Megaliticum Kuantum yang direkam oleh televisi
swasta pada tahun 2005. Sebagai penata karawitan adalah Bapak I Nyoman Windha
dan Indra Lesmana. Dalam rekaman VCD ini penata mendapat masukan mengenai
teknik memukul bilah bambu jegog dengan pola baru.
2.3 Wawancara
Wawancara dengan Bapak I Ketut Suwentra, seorang seniman Jegog asal
Kabupaten Jembrana yang dilakukan di rumahnya di Jalan Sandat Gang III no 6 pada
tanggal 25 januari 2007. Dalam wawancara ini penata banyak mendapatkan support /
dukungan serta masukan-masukan untuk menggarap komposisi lagu dengan
menggunakan dua barung gamelan Jegog.
Wawancara dengan I Nyoman Sutama , seorang komposer muda yang berasal
dari desa penyaringan Negara yang bertempat tinggal di jalan Nangka utara .Dalam
wawancara pada tanggal 15 januari 2007 tersebut penata banyak mendapatkan
masukan tentang garap musikalnya, porsi-porsi gending yang harus dibagi secara rata
14
serta cara meracik adonan gending agar bisa dirasakan nikmat oleh para penikmat
seni.
Wawancara dengan Bapak I Made Sidia . Seorang pengajar / dosen ISI
denpasar di bidang seni pertunjukan. Wawancara yang dilakukan pada tanggal 30
januari 2007 bertempat di Puskom ISI Denpasar, penata banyak mendapatkan
masukan untuk garap musikal, penampilan pada waktu pertunjukan serta efek-efek
yang bisa dihasilkan oleh tehnik pencahayaan dan Background panggung.
15
BAB III
PROSES KREATIVITAS
Sebuah karya seni tidak akan tercipta begitu saja tanpa adanya proses
kreativitas dari seniman pendukungnya. Proses ini diperlukan keseriusan dan
kesungguhan dari senimannya untuk melakukan penggarapan suatu karya seni.
Begitu juga dengan penggarapan komposisi musik mebarung ini, dalam usaha
penggarapannya melalui tiga tahapan yang diambil dari bukunya Alma M. Hawkins
yang berjudul Creating Through Dance, University of California Los Angeles.5
Disebutkan dalam buku tersebut bahwa dalam proses penggarapan karya seni dapat
dilakukan melalui tahapan : penjajagan (eksplorasi), percobaan (improvisasi), dan
pembentukan (forming). Adapun penjabarannya adalah sebagai berikut :
3.1 Eksplorasi / penjajagan.
Tahapan ini merupakan tahapan awal dari proses penggarapan karya seni.
Tahapan ini penata melakukan pemikiran dengan merenung untuk mengeluarkan
sebuah ide. Hasil pemikiran tersebut muncul sebuah ide untuk membuat sebuah karya
seni yang memberikan ciri masyarakat Jembrana dengan jiwa kompetitifnya. Jegog
mebarung adalah sebuah ide yang menarik untuk menggambarkan semangat dan jiwa
5 Alma M Hawkins (diterj).Y.Sumandiyo Hadi, Creating Through Dance, Mencipta Lewat Tari.
Yogyakarta : Institut Seni Indonesia Yogyakarta. 1990.hal 62
16
masyarakat Jembrana. Berjiwa kompetitif dan menjunjung tinggi semangat sportifitas
sangat menarik keinginan penggarap untuk menuangkan ke dalam suatu karya seni
yang memiliki ciri khas kedaerahan dan kharakter masyarakat Jembrana.
Tahap eksplorasi ini sudah dimulai sejak bulan Januari tahun 2007, Karena
ingin menggarap kesenian Jegog mebarung maka instrumentasi yang dipergunakan
adalah gamelan Jegog, Adapun jenis tungguhan Jegog terdiri dari Tiga Barangan,
Tiga Kancil, Tiga Suir, Dua Celuluk / Kuntung, Dua Undir, dan Satu Jegog.
kemudian dilakukanlah penjajagan dengan mencoba formasi baru yaitu : Tiga Suir,
Tiga Kancil, Dua Celuluk, Satu Undir dan Satu Jegog.
Pada tanggal 10 Januari 2007 diajukan proposal garapan kepada Jurusan
Karawitan ISI Denpasar, kemudian menentukan pendukung garapan. Pendukung
yang digunakan adalah sekeha Jegog Suar Agung dimana penata adalah salah satu
anggotanya. Setelah menentukan pendukung , penata mulai membuat konsep lagu,
motif demi motif dicatat dengan menggunakan notasi ding-dong. Akhirnya dalam
proses ini didapatkanlah beberapa pola / motif lagu walaupun tidak semuanya akan
terpakai dalam garapan.
3.2 Improvisasi / Percobaan.
Tahap yang kedua adalah tahap percobaan dalam proses penggarapan. Dalam
tahapan ini penata melakukan latihan sendiri dengan menggunakan tingklik /
gamelan kecil dan direkam dengan menggunakan alat perekam untuk membuat suatu
pola atau motif lagu. Melalui proses ini akan memudahkan untuk menuangkan materi
17
kepada para pendukung nantinya. Kadang kala proses ini dilakukan secara silih
berganti dengan tahap pembentukan , karena tidak sesuai dengan keinginan penata
maka dilakukan lagi improvisasi untuk mencari bentuk yang akan digunakan dalam
garapan.
Kemudian pada tanggal 3 Maret 2007 dilakukan upacara Nuasen yaitu hari
baik dalam memulai suatu kegiatan. Tujuan upacara Nuasen adalah untuk memohon
keselamatan dan kelancaran dalam proses penggarapan karya seni. Sehabis
melakukan upacara tersebut penata langsung menuju gedung ”Lata mahosadhi”/
Pusdok untuk melakukan percobaan dengan memainkan gamelan Jegog. Tanpa
disadari, ada satu melodi yang lahir pada saat itu juga yang penata yakini dan
gunakan dalam komposisi lagu mebarung.
Pada sore harinya penata langsung menuju ke Negara untuk melakukan
pertemuan dengan para pendukung untuk memulai latihan bagian pertama.
Latihanpun berjalan dengan serius dan lancar. Disamping itu diberikan juga
penjelasan kepada para pendukung, mengenai ide dari karya seni ini, yang nantinya
para pendukung dapat menjiwai dan bertanggung jawab terhadap hasil garapan.
Dalam proses ini ada kalanya penata mengalami tekanan mental dimana dalam
proses, mengalami suatu kekosongan dalam pemikiran. Padahal materi sudah dicatat
maupun direkam namun ada kejanggalan-kejanggalan yang sangat mempengaruhi
proses penuangan materi. Dengan kesabaran dan tetap minta petunjuk dari-Nya maka
tekanan itu menjadi hilang dan membuahkan hasil yang sesuai dengan keinginan.
18
Setelah latihan bagian pertama agak dikuasai, maka disepakati lagi latihan keesokan
harinya untuk mendapatkan hasil yang diinginkan .
Keesokan harinya dilanjutkan lagi latihan bagian pertama agar benar-benar
sesuai dengan keinginan. Latihan berikutnya dilanjutkan lagi tiga hari kemudian
untuk melanjutkan bagian yang kedua. Setelah mencari-cari dan mengingat lagi apa
yang sudah pernah dibuat, penata kembali memberikan tambahan lagu untuk bagian
yang kedua yang dilakukan berkali-kali untuk mendapatkan hasil yang sesuai. Pada
bagian ini penata juga mengalami kebuntuan untuk mengisi ornamentasi maupun
penyambungan dari lagu bagian satu ke bagian kedua, maka dengan kesabaran dan
dilakukan berkali-kali akhirnya menemukan bentuk yang sesuai oleh keinginan
penata.
Pada tanggal 15 April 2007 kembali penata mengajak pendukung untuk
memantapkan latihan bagian yang ketiga, walaupun dalam keadaan pikiran yang
kosong namun penata dengan penuh kesabaran mengajak para pendukung semuanya
untuk ikut bertanggung jawab secara fisik maupun mental terhadap garapan ini
nantinya. Akhirnya latihanpun bisa berjalan seperti yang diinginkan walaupun tidak
sesuai dengan keinginan yang diharapkan. Keesokannya kembali penata melakukan
latihan untuk mencari bentuk yang sesuai dalam garapan ini. Sambil melakukan
latihan berulang-ulang penata juga memasukan beberapa ornamentasi untuk membuat
lagu menjadi lebih hidup. Pada tanggal 16 April 2007 penata memberikan pemaparan
kepada para pendukung untuk mewujudkan bagian ketiga. Dan latihanpun dimulai
dengan melanjutkan bagian ketiga dengan serius. Latihan pun berjalan dengan lancar
19
walaupun hasilnya kurang begitu pas, kembali penata untuk mengajak pendukung
latihan di hari berikutnya.
Latihan berikutnya dilakukan pada hari minggu tanggal 22 April 2007
bertempat di yayasan Suar Agung Negara yang terletak di banjar Sangkar Agung.
Penata kembali mengajak pendukung untuk melakukan latihan dari awal sampai
akhir. Sambil mengingat-ingat beberapa motif gending yang sudah pernah di
cobakan dalam garapan ini, penata juga melakukan beberapa penambahan
ornamentasi gending untuk menonjolkan permainan dalam sebuah lagu. Pada bagian
ketiga ini penata mencoba menuangkan pola – pola untuk membuat suatu tantangan
yang diladeni oleh lawannya. Latihan dapat berjalan dengan lancar dan baik, para
pendukung dapat membawakan gending yang dibawakan dengan intuisi musik yang
indah.
3.3 Forming / Pembentukan.
Pada tahapan yang ketiga yaitu pembentukan. Pada tahapan ini penata
mengumpulkan seluruh pendukung dan melakukan proses pembentukan sesuai
dengan rencana dan keinginan. Struktur lagu dipastikan dan disusun sesuai dengan
rencana dan siap untuk dipentaskan. Latihanpun dimulai dari awal sampai akhir
dengan serius. Setelah latihan dilakukan secara berulang-ulang secara tidak langsung
para pendukungpun mulai memahami dan merasakan lagu yang dibentuk sesuai
dengan pola dan struktur yang telah dipastikan. Selama latihan dilakukan disisipi pula
penekanan-penekanan yang membuat lagu menjadi enak didengar, seperti mengatur
20
keras lirihnya lagu, cepat lambatnya tempo serta aksen / angsel yang mengatur
jalannya lagu. Seiring latihan berjalan saran-saran dari pembimbingpun dilaksanakan
untuk menambah bobot dalam karya ini. Walaupun tidak semua saran bisa
dilaksanakan namun penata dapat menangkap maksud dan tujuan dari pembimbing
yang mengarahkan dan memberikan masukan secara positif terhadap garapan ini.
Setelah secara keseluruhan bagian awal dan bagian akhir terbentuk secara
kasar, sehari sebelum mengadakan bimbingan, kembali penata mengajak para
pendukung untuk melakukan latihan yang lebih serius untuk memantapkan garapan.
Pada tanggal 14 Mei 2007, diadakan proses bimbingan karya oleh pembimbing
utama. Hasil dari bimbingan ini adalah pada bagian ketiga agar lebih menekankan
permainan melodi yang menonjolkan kesan mebarung. Keesokan harinya apa yang
menjadi hasil bimbingan dari pembimbing utama dilaksanakan untuk menambah
permainan melodi agar menonjolkan kesan mebarung. Pada tahapan pembentukan ini,
garapan komposisi mebarung dapat terwujud dengan waktu latihan kurang lebih dua
bulan, namun belum mencapai hasil yang sempurna,hasil ini hanya berupa komposisi
lagu tanpa ada gerak-gerak dari pemain jegog. Gerak-gerak ini akan ditata pada tahap
penyempurnaan.
Penjabaran dari ketiga bagian proses kreativitas yang diambil dari bukunya
Alma M.Hawkin sangatlah tepat dilakukan untuk menciptakan sebuah karya seni,
namun penata tambahkan dengan melakukan satu tahapan lagi, agar garapan yang
diciptakan memiliki suatu bobot estetis. Tahapan tersebut adalah tahapan
Penyempurnaan.Tahapan ini adalah tahapan akhir dari proses kreativitas, yaitu
21
sebuah tahapan yang dilakukan untuk memberikan suatu keputusan akhir dari proses
awal sampai akhir. Intinya dalam jangka waktu dua bulan , penata dapat
merampungkan sebuah garapan musik melalui proses penjajagan, percobaan dan
pembentukan. Adapun tahapan yang keempat ini dapat dijabarkan sebagai berikut :
Memberikan rasa theatrikal. Maksudnya adalah penata memberikan nuansa
live concert, dimana dalam garapan mebarung ini menampilkan keadaan yang
sebenarnya dalam kompetisi jegog mebarung yang dilakukan di daerah Jembrana.
Misalnya dengan memberikan gerak kepada para pemain, saling ejek, bersorak sorai
ingin menunjukan yang terbaik.
Memberikan nuansa estetika. Maksudnya adalah dengan melakukan
pengaturan cepat lambatnya tempo, ngumbang ngisep ( keras lirih ), dinamika serta
permainan melodi yang dilakukan secara tepat dan akurat.
Penjiwaan . Setelah memberikan nuansa theater, rasa estetika dalam bermain
musik, penata juga mengajak para pemain agar bisa memberikan ”jiwa” dalam
garapan mebarung ini. Dengan menjiwai garapan ini maka komposisi musik
mebarung akan tampak hidup dan memiliki bobot estetis dalam sebuah karya seni.
22
Tabel I
Proses Kreativitas
Keterangan : Eksplorasi dilakukan pada bulan Januari 2007.Improvisasi dilakukan pada bulan Februari 2007.Forming dilakukan pada bulan maret 2007. Sedangkan pada bulan april dan mei dilakukan latihan dengan intensitas yang cukup padat. Ujian TA Dilaksanakan pada awal bulan Juni 2007.
Proses Kreativitas
Januari 2007
Februari 2007
Maret 2007
April 2007
Mei 2007
Juni 2007
Minggu 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 Eksplorasi Perenungan Ide Penjajagan Improvisasi Percobaan Diminusi Augmentasi Repetisi Forming Pembentukan Penyempurnaan
Ujian T A
23
BAB IV
WUJUD GARAPAN
Komposisi musik mebarung ini adalah sebuah komposisi musik yang lahir
dari pola tradisi namun diberikan suatu nuansa estetis secara apik dan akurat. Kesan-
kesan inovatif diharapkan dapat terjadi melalui pengolahan – pengolahan melodi,
tempo, ritme / irama dan dinamika. Penataan juga dilakukan dalam hal penyajian
garapan. Disamping garapan ini bisa dinikmati dengan cara mendengar juga dapat
dinikmati secara visual / ditonton. Menurut A.A. M Djelantik dalam bukunya yang
berjudul estetika sebuah pengantar, ada beberapa rasa estetis yang bersifat umum
seperti Unity ( keutuhan, kekompakan dan kerapian), intensity ( kekuatan, keyakinan,
kesungguhan), Complexity ( kerumitan) yang dipergunakan sebagai acuan untuk
mewujudkan karya komposisi yang memiliki bobot estetis dan berkualitas.
Penjabaran nilai-nilai estetis tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Unity (Keutuhan, kekompakan, kerapian)
Unity yang dimaksud disini adalah keutuhan dari karya yang indah, bersih,
tidak kotor / cacat. Maksudnya garapan dengan durasi 12 sampai 14 menit ini dalam
penyajiannya tidak terlalu lebih dan tidak kurang. Dari bagian pertama, bagian kedua,
bagian ketiga dan bagian keempat semuanya terkait dan saling berhubungan dengan
nuansa dan suasana garapan.
24
b. Intensity (Keyakinan,kesungguhan,kekuatan)
Intensity yang dimaksud disini adalah Di dalam penyajian garapan dilakukan
dengan sebuah keyakinan, kesungguhan dengan menggunakan kekuatan. Dalam
garapan ini dibutuhkan sebuah kekuatan yang sungguh-sungguh dilakukan dengan
baik dan indah.
c.Complexity
Dalam penggarapan karya seni memang dibutuhkan suatu kerumitan agar
memperkaya motif-motif lagu dalam penyajian garapan seni. Kerumitan dalam
garapan ini ditunjukan dengan suatu permainan yang seimbang, dengan mengatur dua
buah barungan Jegog yang ditata secara apik.
4.1 Struktur Garapan
Struktur atau susunan garapan dalam garapan “mebarung”, antara bagian
pertama dan bagian akhir sangat terkait, karena menggambarkan suasana yang
diinginkan dalam garapan ini. Adapun penggambaran masing-masing bagian tersebut
dapat dipaparkan sebagai berikut :
- Bagian Pertama
Bagian ini adalah bagian awal dari garapan yang dimulai dengan pembukaan
dengan memukul nada “ndung” pada instrumen kancil. Kemudian dilanjutkan dengan
pola tabuh “truntungan”, yang maknanya memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa
agar dalam permainan / penyajian tabuh ini diberikan keselamatan, kelancaran dan
25
kesuksesan.Dalam bagian ini para pemain akan mencangkupkan tangan diatas kepala
agar benar-benar menunjukan sikap sembah subakti kepada Tuhan yang menciptakan
alam semesta. Pada bagian ini pola tabuh yang sama diulang sebanyak dua kali agar
menunjukan ngumbang ngisep . Disamping itu juga penata ingin menunjukan suasana
khusuk dengan menyajikan lagu yang menunjukan suasana spiritual.
- Bagian Kedua
Bagian yang kedua merupakan lanjutan dari bagian pertama yang menunjukan
suasana pemanasan sebelum bertanding. Pada bagian ini juga dilakukan permainan-
permainan dengan memukul wadah (bagian tengah) gamelan dan memainkan kaki
agar menunjukan suasana pemanasan yang dilakukan sebelum kompetisi
dimulai.Pada bagian ini lagu dimainkan secara bersama-sama dengan saling bersahut-
sahutan.
-Bagian Ketiga
Pada bagian ketiga ini dimulailah sebuah tantangan oleh salah satu sekeha dan
diladeni oleh sekeha lainnya, yang mengakibatkan emosi terjadi dengan memukul
bilah- bambunya masing-masing. Dengan mempertahankan melodinya masing-
masing kedua sekeha akan saling menunjukan kekompakannya, mengatur keras
lirihnya lagu yang dimainkan. Bersorak sorai sambil mengacungkan panggulnya
sambil mengejek permainan lawannya masing-masing. Pada bagian ini penata ingin
menunjukan suasana mebarung yang asli seperti yang sudah ada di negara Jembrana,
namun ada suatu perbedaan yang terjadi yaitu mebarung yang penata ungkapkan
adalah mebarung yang berakhir dengan damai.
26
-Bagian keempat
Pada bagian terakhir ini salah satu sekeha kalah dengan menghentikan
permainannya kemudian menyusul mengikuti permainan lawannya dan saling
bersahut-sahutan dengan menunjukan pola permainan yang kompak, semangat dan
seimbang dengan satu harapan dan tujuan yaitu mebarung yang berakhir dengan
damai.
4.2 Instrumentasi
Seperti sudah diuraikan pada bab pendahuluan, instrumentasi yang
dipergunakan adalah dua buah barungan gamelan Jegog yang memiliki nada dasar
(basic tone) yang sama .Agar menunjukan suasana yang berbeda, barungan satu
menggunakan Gamelan Jegog dengan warna dasar merah dan barungan yang lainnya
tanpa warna cat atau menggunakan warna coklat (kayu).
Adapun intrumentasi yang dipergunakan adalah :
-Jegog Merah :
Satu Tungguhan Jegog
Satu Tungguhan Undir
Dua Tungguhan Celuluk/Kuntung
Tiga Tungguhan Kancil
Tiga Tungguhan Suir
-Jegog Coklat :
Satu Tungguhan Jegog
27
Satu tungguhan Undir
Dua Tungguhan Celuluk/Kuntung
Tiga Tungguhan Kancil
Tiga Tungguhan Suir
Kalau kedua barungan Jegog disatukan maka instrumentasi yang dipergunakan adalah
1. Dua Tungguh Jegog.
2. Dua Tungguh Undir.
3. Empat Tungguh Celuluk/Kuntung.
4. Enam Tungguh Suir.
5. Enam Tungguh Kancil
4.3 Fungsi Instrumentasi
Kebutuhan untuk menghasilkan suara / musikalitas yang muncul dari kedua
barungan tersebut sudah maksimal dengan penempatan instrumen yang digunakan
dalam karya ini. Adapun fungsi dari masing-masing instrumen tersebut adalah :
a. Jegog
Fungsi tungguhan Jegog adalah sebagai penghasil suara rendah dengan
memangku melodi dasar agar lagu menjadi enak untuk didengar.
b. Undir
Fungsi tungguhan Undir adalah sebagai penghasil suara rendah pula namun
dengan motif pukulan yang lebih banyak dan juga memangku melodi agar tidak lepas
dari tempo yang disepakati.
28
c. Celuluk/Kuntung
Fungsi tungguhan Celuluk / Kuntung adalah sebagai pembawa melodi pokok
dan juga sebagai penyambung melodi antara bagian satu dan bagian yang lain.
Disamping itu pula sebagai jembatan untuk menyatukan tempo antara barungan jegog
yang satu dengan yang lainnya. Suara yang dihasilkan adalah suara yang normal
(tidak tinggi / tidak rendah).
d.Suir.
Fungsi tungguhan Suir adalah sebagai penghasil suara tinggi, dan pemberi
ornamen gending agar lagu terdengar lebih sempurna.
e. Kancil.
Fungsi tungguhan Kancil adalah sebagai pemberi ornamen gending, pemberi
tanda (aksen) pada lagu dan juga sebagai pemimpin yang bertanggung jawab terhadap
jalannya lagu.
29
4.4 Teknik permainan
Lontar prakempa menyebutkan bahwa istilah umum yang dipergunakan untuk
teknik menabuh gamelan bali disebut dengan gegebug6. Gegebug merupakan suatu
hal yang pokok dalam gamelan Bali dan berhubungan erat dengan instrumentasi.
Adapun teknik bermain dalam menabuh gamelan Jegog memiliki beberapa perbedaan
dengan menabuh gamelan lainnya. Menabuh gamelan Jegog dilakukan dengan posisi
berdiri sedangkan untuk tungguhan undir dan jegog duduk diatas gamelan tersebut.
Teknik permainannya adalah pada tungguhan kancil dan suir terdiri dari kancil patus
yang terletak ditengah dan diapit oleh dua kancil pengapit, yaitu kancil pengapit
kanan dan kancil pengapit kiri. Adapun kancil patus menggunakan pola paketan yang
polos / on beat dan kancil pengapit menggunakan pola nyangsih / off beat. Begitu
pula tungguhan suir terdiri dari suir patus yang terletak ditengah-tengah dan diapit
oleh suir pengapit kiri dan suir pengapit kanan Adapun suir patus menggunakan pola
paketan yang polos / on beat dan suir pengapit menggunakan pola nyangsih / off
beat. Pukulan yang polos dan nyangsih apabila dipadukan menimbulkan bunyi yang
disebut dengan ubit-ubitan7.Sedangkan fungsi tungguhan celuluk / kuntung, undir
dan jegog sebagai pembawa melodi dasar dari setiap materi sajian.
6 I Made Bandem, Prakempa sebuah lontar Gamelan Bali. Denpasar ; Akademi Seni Tari Indonesia
Denpasar. 1986 hal 27. 7 ____________, Ubit-Ubitan sebuah tehnik permainan Gamelan Bali;Ditjen Pendidikan Tinggi
Depdikbud.Denpasar.1991 hal 14
30
Tehnik memainkan instrumen celuluk / kuntung, undir dan jegog disebut dengan
matingkadan8 yang dilakukan dalam satu instrumen. Hanya dalam tehnik
penyajiannya pola garap dalam instrumen Jegog menggunakan tempo yang lebih
jarang.
4.5 Sistem notasi
Notasi adalah cara penulisan gending atau lagu dengan menggunakan
lambang nada yang berupa angka, huruf, maupun gambar.9 Tujuan dari adanya notasi
adalah sebagai syarat secara tafsiran tentang garapan atau lagu yang dinotasikan.
Pada karya ini yang ditulis adalah notasi bali / ding dong yang sudah biasa
dipergunakan di kampus dan di masyarakat. Simbul notasi ini diambil dari pengangge
aksara Bali, karena gamelan jegog memiliki laras pelog empat nada maka penulisan
notasi dilakukan dengan menyebutkan keempat nada jegog yaitu ( 4 ) tedong,( 5
)taleng, ( 7 ) Suku, ( 2 ) pepet , wujud simbul-simbul tersebut dapat dibaca melalui
tabel dibawah ini.
8 I Nyoman Sukerna,2001.Tesis Gamelan Jegog ansambel bambu di kabupaten Jembrana
Bali.Program Pasca Sarjana universitas Gadjah Mada Yogyakarta.hal.141 9 I Wayan M Ariyasa. 1983. Pengetahuan Karawitan Bali. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan
Direktorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Hal 24.
31
Tabel 2
Penganggening Aksara Bali dibaca dalam Laras Pelog Empat Nada.
No Simbul Nama Aksara Dibaca
1 4 Tedong Ndong
2 5 Taleng Ndeng
3 7 Suku Ndung
4 2 Pepet Ndaing
32
Tabel 3 Simbul-simbul suara masing-masing Instrumen
No Instrumen Simbul Dibaca
1 Jegog J Jegog 2 Undir U Undir 3 Celuluk / Kuntung C Celuluk 4 Suir S Suir 5 Kancil K Kancil 6 Memukul wadah gamelan T Tak 7 Memainkan Kaki K Jug
Keterangan : “Tak” Adalah suara yang dihasilkan dari memukul wadah gamelan di bagian tengah dengan menggunakan panggul. “Jug” Adalah suara yang dihasilkan dari memainkan kaki diatas lantai.
Selain penggunaan simbul-simbul suara diatas juga dilengkapi dengan simbul-
simbul dalam pencatatan / penotasian gambelan Bali. Adapun simbul-simbul tersebut
adalah :
a. Tanda titik . Tanda titik adalah tanda untuk menentukan jumlah ketukan
b. Tanda Ulang [….]
Tanda ini merupakan tanda yang terdiri dari dua garis vertikal diletakan
didepan dan dibelakang kalimat lagu yang mendapat pengulangan.
33
c.Garis nilai .. .. Garis nilai adalah garis yang ditempatkan secara horizontal diatas simbul
nada maupun suara nada yang lainya,yang menunjukan nilai nada
maupun nilai suara dalam satu ketukan.
d.Singkatan nama-nama alat
Untuk memudahkan sistim penotasian maka nama-nama instrumen
disingkat menjadi :
J = Jegog
U = Undir
C = Celuluk
S = Suir
Kc = Kancil
T = Memukul wadah gamelan bagian tengah
K = Memainkan kaki diatas lantai atau tanah.
34
NOTASI LAGU KOMPOSISI KARAWITAN MEBARUNG. Bagian I K 7.7.77777777777.777777.77777….77 Vokal bersama ( lirih ) Om Om Om Awighnam Astu Namo Shidam
U 2.7. 2.57 5427 ..2.7. J
2.5745.. 2.22.. 2.22 .5.7.. 4.57.. 5.27.5 5 x
.4.. 4..4.5..5..5.7 ..7..7.2..2.22..2.
35
22. 5
Transisi 7.2.7.5.7.2..5.55. .5.557.4545
[ 77777777557777755
77777777777775555 3x 77772222555577772 ]
Transisi
22.5.5.722.5.5.72. 2 x 45.45.54.54.45. [ 7777777777775555
7777777777775555 3x
77772222555577772 ] Transisi
22.5.5.722.5.5.725252
36
27.57.54 2. 2.57247257 ..2.2. 57247257.. 574572..724524 .
7245.2457.4572..2754.7542.5427 457.5. 4.45.45.54.54.457
Bagian II
7.7.5.5.7.7.5.5. 8x
[tttkk.tttttkkkk] 3x tttkk.tttttkk 77.5.5.755.4.4.5444444 7. 2.7.2.5.4.4.4. 4 x
7.2.7.2.45.72
2...2...2...2.45.72 4 x
37
555.555.5555..777.777.7777
4. 5. 7. 4. 5. 72 7 . 4. 5. 72.2..2..2..2.2
44.45.457....... 77777777555555557777777755555555 7777777555555557777777 77.5. 5.755.4. 4.544444.4 77227722554444447722772255444444 7722772.45.72 ...2...2...2.45.72
Transisi
257.745.524.472 257.745.524.472
38
4.5457..4.5457.4.5.7.2.. 5.7572..5.7572 ....5 7.7.4.4.7.7.4.4.7.4.7.4.7.4.5.7.
2.2. 5.5.2.2.5.5.2. . . . . . .. . . . . 5 7.7.4.4.7.7.4.4.7.4.7.4.7.4.5.7.2. 2.
5.5.2.2.5.5.2.2.5.2. 5.2.5.4.5. 774477447474745722.75.4.5.2.2.72
7572... 7545... 7457... 4572
4.4.5.5.7.7.2.2.4.4.5.5.77
bagian III mebarung
JK
555777555222777.4754.4
39
5.5.2.2.7.7.4.4. JM BSM
444777222.5...447722.5
4.4.7.7.2.2.5.5.
JK
7. 7. 7. 7.7.54.5..2.2.2.2.2.7.4.5.
7.7.7.7.7.4.5.7.2.2.2.2.2.7.4.5.
JM
7. 77.57572.22.72757. 7. 77.4
.4.7.5.7.4.7
7.7.7.7.7.54.5..2.2.2.2.25252
[ 7. 2.4.2.7.2.4.2.] Bagian IV
7.7.4.4.7.7.4.4.7.4.7.4.7.
4.5.7.2.2.5.5.2.2.5.5.2.
40
5.2.5.2.7.4.5.
774477447474745722.75.4.5.2.2.72.
22.. 22.22.2
7. 5. 2. 7.5.4 22.7527572572472452542..
52452542. . 52452542. 2
41
4.6 Setting Alat dan Tempat Pementasan
Garapan komposisi musik dengan judul mebarung ini di pentaskan di stage
Natya Mandala Institut Seni Indonesia ( ISI ) Denpasar yaitu sebuah stage yang
berbentuk procenium yaitu stage yang posisi penonton dari arah depan. Instrumentasi
yang dipergunakan diatur sedemikian rupa dengan tujuan selain enak didengar juga
enak dipandang. Properti yang mendukung garapan ini adalah pohon-pohon bambu,
beserta daun-daun bambu yang kering. Adapun penempatan masing-masing
instrumen adalah sebagai berikut :
Back ground Black layer
42
DEPAN
4.7 Lighting
Lighting / Tata lampu merupakan hal yang sangat penting dan mendukung di
dalam setiap pementasan karya seni. Walaupun seting instrumen dan penampilan
yang prima tanpa didukung oleh lighting maka karya seni tersebut tidak akan bagus.
Dalam garapan komposisi musik mebarung ini menggunakan tata lampu / lighting
yang telah disediakan di stage Natya Mandala yaitu :
Bagian pertama suasana gelap gulita, seiring dengan dimulainya nada ndung
pada kancil, pencahayaan menjadi semakin terang dengan warna kuning dengan
fokuskan seorang pemain agar kelihatan bahwa pertunjukan dimulai dengan
memohon kepada Tuhan agar diberikan keselamatan, kelancaran dan kesuksesan.
Bagian kedua menggunakan lampu yang terang agar mengambarkan suasana
pemanasan sebelum kompetisi dimulai.
Bagian ketiga pada saat mebarung dimulai menggunakan warna (general /
merah) agar menggambarkan suasana saling emosi.
Bagian yang terakhir menggunakan tata lampu dengan cahaya yang terang.
Agar dapat mendukung ending garapan dan memberikan kesan damai.
4.8 Tata Kostum
43
Dalam penampilan garapan jegog mebarung ini selain dituntut untuk
menyajikan keutuhan dan keharmonisan karya yang penting diperhatikan adalah tata
kostum untuk para pemain. Karena garapan ini adalah mebarung, penata
menggunakan dua jenis kostum yang berbeda antara barungan pemain jegog satu
dengan barungan pemain jegog lainya.Adapun kostum yang dipergunakan dalam
barungan gamelan Jegog Merah adalah:
-Udeng / destar warna hitam kombinasi merah
-Perpaduan Baju warna biru tua kombinasi merah.
-Saput Endek warna merah.
-Kain / kamen bercorak endek warna gelap.
Sedangkan untuk kostum pemain dalam barungan gamelan Jegog Kayu adalah :
-Udeng / destar bermotif batik coklat dengan warna dasar gelap.
-Tanpa menggunakan baju.
-Saput bermotif batik coklat dengan warna dasar gelap.
- Kain / Kamen bermotif batik dengan warna dasar merah hati.
44
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab-bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan, yaitu garapan mebarung adalah sebuah komposisi musik yang
melukiskan keadaan dua barung gamelan jegog pada saat berkompetisi. Dengan
menggunakan dua barungan jegog sebagai media ungkapnya sekiranya mampu
mencerminkan keadaan gamelan Jegog dalam keadaan berkompetisi.
Dalam mewujudkan garapan ini upaya yang dilakukan antara lain melakukan
eksplorasi tentang suara - suara yang dihasilkan dalam jegog mebarung di daerah
jembrana, disamping itu juga menggunakan sumber dari buku, sumber Diskografi
dengan tujuan untuk menghasilkan karya yang berkualitas.
Garapan ini adalah sebuah garapan musik yang menggambarkan suasana
jegog mebarung yang menjadi identitas budaya masyarakat Jembrana. Penggambaran
garapan ini dapat dibagi menjadi empat bagian yaitu :
1.Suasana khusuk dengan memohon kepada Tuhan agar diberikan
kesuksesan dan kelancaran dalam pementasan ini.
45
2.Suasana pemanasan dengan memulai melakukan pemanasan sambil
bermain kaki dan tangan.
3.Suasana memanas yang dilakukan karena salah satu sekeha melakukan
tantangan dan diladeni oleh lawannya dan terjadilah mebarung dengan
semangat sportifitas.
4.Salah satu sekeha kalah, kemudian mengikuti call and respon dari
sekeha tandingannya.
Keempat bagian ini memiliki karakter musikal yang berbeda-beda sesuai
dengan suasana yang diinginkan.
5.2 Saran saran
Selama proses terjadi hingga karya ini terwujud banyak sekali pengalaman
pengalaman yang harus diperhatikan, oleh karena itu penata ingin menyampaikan
beberapa hal yang terkait dengan penggarapan karya seni, khususnya kepada para
seniman, lembaga seni maupun calon-calon sarjana seni yang telah mempersiapkan
tugas akhir di Institut Seni Indonesia Denpasar.
Dalam mewujudkan karya seni bukanlah hal yang mudah, untuk itu
dibutuhkan kesiapan mental yang kuat, kesabaran dan keyakinan. Disamping itu pula
peralatan, tempat dan lain sebagainya harus diperhatikan dan diperhitungkan secara
matang.
46
Bagi para seniman pencipta, penentuan ide serta konsep yang matang
sebelum melakukan proses penggarapan merupakan sebuah modal utama untuk
meraih keberhasilan dalam berkarya.
Kepada lembaga seni khususnya Institut Seni Indonesia. Dengan
menampilkan garapan dengan barungan Jegog, diharapkan diberikan kelas khusus
kepada para mahasiswa untuk lebih mengenal barungan jegog , mengingat gamelan
Jegog sudah semakin memiliki daya tarik di kancah nasional maupun internasional.
47
DAFTAR PUSTAKA
Aryasa, I Wayan. M 1983, Pengetahuan Karawitan Bali. Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
Arshini, Ni Made.2002; Jegog Suar Agung Jembrana .Program Studi Magister (S2)
Tesis Kajian Budaya Universitas Udayana.
Bandem, I Made, 1986, Prakempa Sebuah Lontar Gambelan Bali. Denpasar;
Akademi Seni Tari Indonesia.
_____________, 1991;Ubit-ubitan Sebuah Tehnik Permainan Gamelan Bali;
Denpasar;Ditjen Pendidikan Tinggi Depdikbud.
Djelantik, A.A.M, 1990,Pengantar Dasar Ilmu Estetika Jilid I Estetika instrumental
Denpasar; Sekolah Tinggi Seni Indonesia Denpasar.
Hawkins, Alma.M (diterjemahkan oleh Y.Sumandio Hadi), 1990,Creating Through
Dance. Yogyakarta;Institut Seni Indonesia Yogyakarta.
Suwentra, I Ketut.2000,Jegog Seni Pertunjukan Unggulan Kabupaten Jembrana
Bali .Percetakan Plawa Sari Denpasar.
48
Sukerna, I Nyoman.2001, Ansambel Bambu di Kabupaten Jembrana Bali,
Instrumentasi, Musikalitas dan Perkembangannya. Program Pasca Sarjana
Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.
Tim Penyusun , 1989;Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka, Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan.
____________ 2006; Buku Pedoman Tugas Akhir Fakultas Seni Pertunjukan
Denpasar. Institut Seni Indonesia Denpasar.
49
Lampiran 1
DAFTAR NARASUMBER
1. Nama : I Ketut Suwentra, SST
Umur : 56 Tahun
Pekerjaan : Seniman Jegog
Alamat : Desa Sangkar Agung Negara Kabupaten Jembrana
2. Nama : I Nyoman Ridia
Umur : 67 tahun
Pekerjaan : Seniman Jegog
Alamat : Desa Sangkar Agung Negara Kabupaten Jembrana
3. Nama : I Nyoman Sutama, SSKar
Umur : 43 Tahun
Alamat : Desa Penyaringan Negara Kabupaten Jembrana.
Pekerjaan : Seniman.
50
Lampiran 2
DAFTAR NAMA PENDUKUNG
Kancil Jegog coklat : I Made Sumberdana
I Nengah Sucita
Suir : I Kadek Wiwik Hartawan
I Ketut Pariyasa
I Wayan Suarma
Celuluk/Kuntung : I Made Subandiyasa
I Made Dwi
Undir : Heather Lee Sansky
Jegog : A.A Ketut Suardika
I Gede Suardika
Kancil Jegog Merah : I Putu Boby Agus Dharma
Manuelle
I Gede Agustino
Suir : I Gede Kusuma Rantawan
I Komang Gede Rudiarta
I Kadek Rai Bawa
Celuluk : I Ketut Udiyana
: I Made Suryantha
Undir : I Nyoman Darsana
Jegog : I Ketut Tongki
51
I Made Darmawan
Lampiran 3
FOTO-FOTO LATIHAN DAN PERTUNJUKAN MEBARUNG.
Foto 1
Latihan dengan khusuk dan serius di Sangkar Agung Negara
Dok. Putu Sumiarsa,Negara
52
Foto 2
Mendapat Bimbingan dan mohon doa restu untuk memulai latihan awal dari Bapak I
Nyoman Ridia seorang tokoh Jegog dan seniman tua di desa Sangkar Agung
Kabupaten Jembrana.
Dok. Putu Sumiarsa,Negara
53
Foto 3
“neh, tolih awak jani……….” Begitulah yang tergumam dalam benak pemain Jegog
kayu, karena merasa ditantang oleh Jegog Merah.
Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar
54
Foto 4
Jegog Merahpun tidak mau kalah dengan gaya dan pukulan yang keras dan dahsyat.
Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar
55
Foto 5
Kondisi di saat Jegog mebarung yang hingar bingar dengan suara melodi dari
masing-masing tim untuk menjadi yang terbaik.
Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar
56
Foto 6
Ekspresi disaat memimpin dua barungan Jegog, Dalam pementasan Jegog Mebarung.
Dok. UKM Fotografi ISI Denpasar
57
Lampiran 4
Staff Produksi
Ujian Sarjana Seni Fakultas Seni Pertunjukan ISI
Denpasar tahun akademik 2006/2007
1. Pelindung : Prof.Dr.I Wayan Rai.S.,MA
2. Penasehat : 1. Drs. I Ketut Murdana,M.Sn
2. I Gede Arya Sugiartha, SSKar.,M.Hum
3. Drs.I Made Subrata.,M.Si
4. I Wayan Suweca.,SSKar.,M.Mus
3. Penanggung Jawab : I Ketut Sariada, SST
4. Ketua Pelaksana : I Komang Sudirga, SSn.,M.Hum
5.Wakil ketua : 1. Ida Ayu Trisnawati, SST.,M.Si
2. Anak Agung Ketut Oka Adnyana, SST
6.Sekretaris : I Gusti Ayu Sri Yuntriati,BA
7. Stage Manager : Dra.Ni Wayan Mudiasih., M.Si
7.1 Asisten Stage Manager : Drs. Rinto Widyarto.,M.Si
7.2 Stage Crew : 1. Ida Bagus Nyoman Mas,SSKar (koordinator)
2. Pande Gde Mustika,SSKar.,M.Si
3. I Wayan Suena, SSn
4. I Ketut Budiana, SSn
5. I Ketut Mulyadi, SSn
58
6. I Kadek Widnyana, SSP
7. I Wayan Budiarsa.,SSn
8. I Wayan Sutirta.,SSn
9. I Nyoman Kariasa.,SSn
10. I Made Mawan.,SSn
11. Senat Mahasiswa FSP
8. Pagelaran
8.1 Operator lighting, Sound System
dan rekaman audio visual : 1. I Gusti Ngurah Sudibya,SST
2. I Made Lila Sardana
3. I Nyoman Tri Sutanaya
4. I Ketut Agus Darmawan, A.Md
5. I Ketut Sadia Kariyasa
6. I Made Rai Karyasa
7. Ida Bagus Candra
8.2 Protokol : 1.A.A Ngurah Sri Mayun Putri,SST
2. Ni Putu Tisna Andayani, SS
3. Nyoman Lia Susanthi, SS
8.3 Penanggung Jawab Tari : I Ketut Darsana,SST.,M.Hum
Gusti Ayu Ketut Suandewi,SST.,M.Si
8.4 Penanggung Jawab Karawitan : I Ketut Garwa,SSn.,MSn
I Wayan Suharta,SSkar.,Msi
8.5 Penanggung Jawab Pedalangan : Dewa Ketut Wicaksana, SSP.,M.Hum
I Made Marajaya,SSP.,MSi