36
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah Badan hukum nirlaba dikenal sebagai badan hukum yang berorientasi pada pelayanan masyarakat dengan mengacu pada penyelesaian isu-isu dan permasalahan yang tengah terjadi dalam komunitas tertentu atau di masyarakat luas. Badan hukum nirlaba bersifat non-profit yang tidak bertujuan komersil atau bersifat tidak mencari keuntungan. Karakter dasar dari berbagai kegiatan di badan hukum nirlaba adalah kepentingan sosial dan sebagai agen perubahan di masyarakat. Salah satu contoh badan hukum nirlaba di Indonesia adalah yayasan. Nirlaba dalam konteks yayasan diartikan hanya sebagai istilah yang biasa digunakan sebagai sesuatu yang bertujuan sosial, kemasyarakatan atau kelestarian lingkungan yang tidak semata-mata untuk mencari keuntungan materi (uang). 1 Jika dilihat dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2004 tentang Yayasan (selanjutnya disebut UU Yayasan), istilah nirlaba tersebut tidak ditemukan. Istilah nirlaba ini digunakan sebagai mewakili dari suatu institusi atau lembaga yang tujuannya tidak diperuntukkan untuk mencari untung sebesar-besarnya seperti halnya badan usaha yang bergerak di bidang profit. Laju pertumbuhan badan hukum nirlaba dalam kehidupan masyarakat di Indonesia dapat dikatakan cukup revolusioner dengan berbagai alasan dan motivasi. 1 Hendra Nurtjahjo, 2004, Perkembangan Hukum Nirlaba di Indonesia, Ghalia, Jakarta, h. 85.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

  • Upload
    others

  • View
    6

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Badan hukum nirlaba dikenal sebagai badan hukum yang berorientasi pada

pelayanan masyarakat dengan mengacu pada penyelesaian isu-isu dan

permasalahan yang tengah terjadi dalam komunitas tertentu atau di masyarakat luas.

Badan hukum nirlaba bersifat non-profit yang tidak bertujuan komersil atau bersifat

tidak mencari keuntungan. Karakter dasar dari berbagai kegiatan di badan hukum

nirlaba adalah kepentingan sosial dan sebagai agen perubahan di masyarakat.

Salah satu contoh badan hukum nirlaba di Indonesia adalah yayasan. Nirlaba

dalam konteks yayasan diartikan hanya sebagai istilah yang biasa digunakan

sebagai sesuatu yang bertujuan sosial, kemasyarakatan atau kelestarian lingkungan

yang tidak semata-mata untuk mencari keuntungan materi (uang). 1 Jika dilihat

dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2001 Jo Undang-Undang Nomor 28

Tahun 2004 tentang Yayasan (selanjutnya disebut UU Yayasan), istilah nirlaba

tersebut tidak ditemukan. Istilah nirlaba ini digunakan sebagai mewakili dari suatu

institusi atau lembaga yang tujuannya tidak diperuntukkan untuk mencari untung

sebesar-besarnya seperti halnya badan usaha yang bergerak di bidang profit.

Laju pertumbuhan badan hukum nirlaba dalam kehidupan masyarakat di

Indonesia dapat dikatakan cukup revolusioner dengan berbagai alasan dan motivasi.

1 Hendra Nurtjahjo, 2004, Perkembangan Hukum Nirlaba di Indonesia, Ghalia, Jakarta, h.

85.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Di Bali, setiap tahunnya bermunculan badan hukum nirlaba dengan fokus

pelayanan yang beragam, mulai dari pendidikan, kesehatan, lingkungan, kesetaraan

gender dan juga disabilitas. Yayasan yang bergerak di bidang pemenuhan hak dan

akses bagi disabilitas merupakan salah satu jenis yayasan yang mengalami

perkembangan jumlah amat pesat.

Keberadaan yayasan-yayasan ini dilihat sebagai semacam jalan keluar dari

berbagai macam bentuk tekanan dan pembatasan baik pembatasan secara politik,

maupun keterbatasan secara ekonomi. Yayasan atau organisasi nirlaba juga

berperan kuat dalam menghadapi berbagai masalah yang tengah bergejolak

khususnya di Bali. Ketimpangan antara perkembangan pesat pariwisata Bali dengan

pemenuhan hak-hak dasar dari kaum disabilitas di Bali telah mulai dijembatani

melalui keberadaan yayasan atau organisasi nirlaba.

Sebagai sebuah laboratorium dan inkubator solusi dan inovasi yang mampu

mendukung pengetasan permasalahan sosial di Bali, yayasan sangat bergantung

pada sumber daya manusianya. Sumber daya manusia yang lebih dikenal sebagai

para pekerja sosial ini merupakan aset utama yayasan karena merekalah yang

menciptakan, mengembangan dan menjalankan berbagai program pelayanan sesuai

visi dan misi masing-masing yayasan. Para pekerja yayasan berasal dari berbagai

latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut

komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi pekerja yang sangat

fleksibel, tanpa menuntut jenjang pendidikan dan pengalaman kerja tertentu.

Namun, seiring perkembangan teknologi di era globalisasi ini, posisi-posisi yang

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

membutuhkan keterampilan tertentu seperti managerial atau medis, tetap diisi oleh

para pekerja yang memiliki keterampilan dan jenjang pendidikan tinggi.

Yayasan sebagai salah satu badan hukum sosial termasuk ke dalam

pengertian perusahaan menurut ketentuan umum dalam Undang-Undang No.13

tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut UU Ketenagakerjaan).

Pada ketentuan umum undang-undang tersebut disebutkan pengertian dari

perusahaan adalah:

a. setiap bentuk usaha yang berbadan hukum atau tidak, milik orang perseorangan,

milik persekutuan, atau milik badan hukum, baik milik swasta maupun milik

negara yang mempekerjakan pekerja/buruh dengan membayar upah atau

imbalan dalam bentuk lain;

b. usaha-usaha sosial dan usaha-usaha lain yang mempunyai pengurus dan

mempekerjakan orang lain dengan membayar upah atau imbalan dalam bentuk

lain.

Dari pengertian di atas maka yayasan sebagai salah satu badan hukum sosial tunduk

pada UU Ketenagakerjaan. Hubungan kerja yang terjadi adalah hubungan kerja

antara yayasan dalam hal ini diwakili oleh pengurus dengan pihak pekerja.

Sebagai salah satu badan hukum sosial yang tunduk pada UU

Ketenagakerjaan, maka yayasan wajib menjamin pemenuhan hak-hak para pekerja

yayasan. Sesuai Undang-Undang Ketenagakerjaan yang berlaku pada saat ini

disebutkan dengan jelas mengenai perlindungan terhadap penyandang cacat,

perlindungan terhadap perempuan, perlindungan terhadap waktu kerja,

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

keselamatan dan kesehatan kerja, juga perlindungan dalam hal pengupahan dan

dalam hal kesejahteraan.

Dalam Undang-Undang Dasar 1945 juga telah disebutkan bahwa Negara

telah menjamin bahwa setiap warga negaranya berhak memperoleh hak asasi. Salah

satunya adalah hak memperoleh pekerjaan seperti yang tercantum dalam Undang-

Undang Dasar 1945 Bab XA Pasal 28 D ayat (2) yang menyebutkan bahwa setiap

orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan

layak dalam hubungan kerja. Mengacu pada Pasal tersebut dapat terlihat dengan

jelas bahwa dalam hak dan perlindungan kerja merupakan hal mutlak yang harus

diberikan kepada setiap orang yang bekerja tanpa mengenal dikriminasi dan

membeda-bedakan seseorang atas dasar status, ras, agama maupun kondisi fisik

seseorang.2

Berkaitan dengan kondisi fisik seseorang, dikenal adanya istilah

penyandang cacat. Menurut Undang-Undang Negara Republik Indonesia Nomor 4

Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat (selanjutnya disebut UU Penyandang

Cacat), pada Bab I Pasal 1 disebutkan bahwa penyandang cacat adalah setiap orang

yang mempunya kelainan fisik dan/atau mental, yang dapat mengganggu atau

merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan secara selayaknya,

yang terdiri dari penyandang cacat fisik, penyandang cacat mental dan penyandang

cacat fisik dan mental.

2 Majda El-Muhtaj, 2012, Hak Asasi Manusia Dalam Konstitusi Indonesia, Kencana Prenada

Media Group, Jakarta, h.94. ( Selanjutnya disebut Majda El-Muhtaj I)

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Dalam dasawarsa terakhir, sebutan penyandang cacat mengalami perubahan

menjadi penyandang disabilitas seiring dengan perubahan stigma di kalangan

penyandang disabilitas dan organisasi terkait, yang menganggap bahwa istilah cacat

merupakan istilah yang merendahkan kondisi dan kemampuan penyandang

disabilitas bersangkutan.3 Isu-isu disabilitas juga kian banyak dibicarakan

sehubungan dengan meningkatnya jumlah penyandang disabilitas di Indonesia.

Hampir di seluruh dunia diketahui bahwa 80 persen dari penyandang

disabilitas hidup di bawah garis kemiskinan.4 Sebagian besar dari mereka tinggal di

daerah pedesaan yang terpencil dan jauh dari pusat kota. Hal ini menyebabkan

penyandang disabilitas menghadapi kesulitan yang lebih besar dibandingkan

masyarakat pada umumnya sebab mereka memiliki hambatan dalam mengakses

layanan umum. Penyandang disabilitas seringkali tidak memiliki akses untuk

pendidikan yang layak, pelayanan kesehatan, dan kegiatan perekonomian.

Kurangnya akses dalam transportasi, bangunan, pendidikan, dan pekerjaan

merupakan beberapa contoh yang menjadi penghambat dalam kehidupan sehari-

hari para penyandang disabilitas. Para penyandang disabilitas juga memiliki

kemungkinan kecil untuk dipekerjakan dibandingkan dengan mereka yang tanpa

disabilitas. Selain itu ketika mereka dipekerjakan, seringkali mereka bekerja untuk

pekerjaan yang dibayar rendah dengan kemungkinan promosi yang sangat kecil

3Siradj Okta, Irwanto , 2010, Analisis Situasi Penyandang Disabilitas di Indonesia, FISIP

UI-AusAID, Jakarta, h. 2.

4UN Enable Fact sheet on Persons with Disabilities, diakses pada 28 September 2013,

tersedia pada http://www.un.org/disabilities/default.asp?id=18

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

serta kondisi kerja yang buruk.5 Banyak hak-hak para penyandang disabilitas yang

dilanggar dengan berbagai cara di seluruh dunia ini termasuk di Indonesia.6

Penyetaraan hak merupakan hal mutlak yang wajib dilakukan, termasuk

dalam penyamaan kesempatan dalam memperoleh pekerjaan, hak atas hasil

pekerjaan dan hak perlindungan selama melakukan pekerjaan. Jim Ife menyatakan:

“ In many cases they are simply claims for human rights that are denied to

particular groups: people with disabilities, for example, may find it

especially difficult to obtain employment, and hence the right to meaningful

work (recognised as a universal human right) takes on extra significance

for people with disabilities and is included as part of statement of their

specific rights. in this case the right itself is no different from the right of

other member of the population, but the point is that oppressive structures

and discourses mean that it is hard for this particular group to exercises

that right, and hence special provision needs to be made.” 7

Penyetaraan hak penyandang disabilitas dalam hal memperoleh pekerjaan

juga dijamin dalam Pasal 14 UU Penyandang Cacat yang telah mengatur adanya

kuota satu persen bagi penyandang disabilitas dalam ketenagakerjaan, artinya ada

kewajiban bagi perusahaan untuk mempekerjakan satu orang penyandang

disabilitas untuk setiap 100 orang pegawai. Dengan demikian, tak ada alasan bagi

perusahaan untuk menutup lapangan pekerjaan bagi penyandang disabilitas yang

mempunyai keinginan untuk bekerja dalam rangka meningkatkan taraf kualitas

kehidupannya.

5International Labour Office, 2013,Mempromosikan Pekerjaan Layak bagi Semua Orang:

Membuka Kesempatan Pelatihan dan Kerja bagi penyandang Disabilitas, ILO Publication, Jakarta,

h.4. (selanjutnya disebut International Labour Office I )

6Action on Disability and Development, diakses pada 28 September 2013,

http://www.add.org.uk/disability_facts.asp 7 Jim Ife, 2008, Human Rights And Social Work, Cambrige University Press, Port Melbourne,

p.13.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Terjaminnya kesamaan hak dan kedudukan penyandang disabilitas dalam

dunia kerja seperti yang telah diatur dalam Pasal 5 UU Penyandang Cacat, ternyata

tidak disertai dengan pelaksanaannya di lapangan. Dalam bidang ketenagakerjaan

masih banyak yang menganggap bahwa penyandang disabilitas sama dengan tidak

sehat, sehingga tidak dapat diterima sebagai pekerja karena syarat untuk menjadi

pekerja salah satunya adalah sehat jasmani dan rohani. Disabilitas tidaklah dapat

dijadikan alasan untuk mengebiri atau mengeliminasi para penyandang disabilitas

dalam memperoleh hak atas pekerjaan atau hak-haknya selama bekerja,8

sebagaimana hal ini juga ditegaskan dalam Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999

tentang Hak Asasi Manusia (selanjutnya disebut UU HAM). Selain itu, masalah

aksesibilitas bagi penyandang disabilitas juga masih banyak terjadi di berbagai

tempat dan bidang kehidupan. Banyak fasilitas umum yang belum ramah terhadap

mereka. Begitupun di dalam dunia kerja. Masih sangat minim pemberian fasilitas

kerja yang menunjang dan mempermudah kinerja dari penyandang disabilitas

tersebut seperti tidak adanya jalur bagi pengguna kursi roda dan tidak adanya kamar

mandi khusus untuk penyandang disabilitas pada sebuah gedung. Kondisi-kondisi

tersebut tentunya sangat menghambat akses dan partisipasi para penyandang

disabilitas tersebut di berbagai bidang pekerjaan.

Cara pandang yang salah terhadap penyandang disabilitas dan minimnya

fasilitas yang diberikan untuk menjamin kelancaran pekerjaan para penyandang

disabilitas di dunia pekerjaan memperlihatkan bahwa masih lemahnya penyetaraan

8Majda El-Muhtaj, 2009, Dimensi-Dimensi HAM Mengurai Hak Ekonomi, Sosial, dan

Budaya,Rajawali Pers, Jakarta, h.275. ( Selanjutnya disebut Majda El-Muhtaj II)

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

dan pemenuhan hak bagi penyandang disabilitas dalam dunia kerja, meskipun telah

ada perlindungan hukum dari beberapa undang-undang dan peraturan pemerintah.

Penyandang disabilitas juga masih terbukti sulit untuk meraih kesempatan dalam

dunia kerja. Jika pun ada yang mempekerjakan penyandang disabilitas, hal tersebut

belum dapat dipastikan apakah segala hak para penyandang disabilitas dalam dunia

kerjanya telah terpenuhi. Hal ini berkaitan dengan status para penyandang

disabilitas yang dianggap sebagai kaum minoritas sehingga mereka hanya

dipandang sebelah mata dan hak-hak mereka pun tidak jarang dilupakan.

Dari hasil penelitian di lapangan, ditemukan bahwa hanya sedikit dari sekian

banyak perusahaan yang memperkerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas.

Kondisi yang memprihatinkan ini kemudian mendorong berkembangnya beberapa

badan hukum nirlaba yang umum disebut yayasan, yang bergerak di bidang

pemberdayaan penyandang disabilitas di Bali. Beberapa yayasan di Bali yang

memiliki tenaga kerja berkebutuhan khusus atau dengan disabilitas tersebut antara

lain Yayasan Pusat Penyandang Cacat (Puspadi) Bali, Yayasan So Rehab Bali dan

Yayasan Bunga Bali. Yayasan-yayasan tersebut merupakan badan hukum nirlaba

atau badan hukum non-profit yang memiliki misi sosial dan program pelayanan

yang dijalankan tidak untuk mencari keuntungan. Dengan demikian, pada

umumnya yayasan-yayasan tersebut memiliki sumber pendanaan dan bantuan yang

berasal dari sumbangan para donatur dan sponsor.

Puspadi Bali merupakan badan hukum nirlaba yang telah berdiri sejak tahun

1999. Tujuan didirikannya yayasan ini adalah untuk membantu para penyandang

disabilitas mencapai kemakmuran melalui rehabilitasi, pendidikan dan

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

pemberdayaan. Puspadi Bali menyediakan layanan bantuan berupa pembuatan alat

bantu gerak seperti kaki palsu dan sepatu reposisi serta pendistribusian kursi roda

adaptif. Yayasan ini juga memiliki program pelatihan siap kerja khusus bagi

penyandang disabilitas usia produktif untuk membantu mereka mendapatkan

kesempatan magang di beberapa perusahaan di sekitar Kota Denpasar dan

Mangupura.

Yayasan Puspadi Bali yang telah terdaftar secara resmi di Kementerian

Hukum dan HAM dengan Nomor : AHU – 5479.AH.01.04.Tahun 2013 yang

didirikan dan dipimpin oleh Bapak I Nengah Latra merupakan yayasan yang hampir

80% dari karyawannya adalah penyandang disabilitas fisik. Para penyandang

disabilitas fisik inilah yang membuat berbagai alat bantu gerak tersebut dan

mendistribusikannya kepada para penerima manfaat di berbagai pelosok daerah di

Bali dan Nusa Tenggara. Hal ini pun sesuai dengan slogan Puspadi Bali yaitu “For

Us, By Us”.

Mempertimbangkan produk yang dihasilkan oleh para pekerja di Yayasan

Puspadi Bali, aspek keterampilan dan pengetahuan akan anatomi tubuh manusia

memang sangat diperlukan guna menghasilkan produk yang baik dan bukannya

mencelakai penerima manfaat. Untuk itulah, Yayasan Puspadi Bali menyediakan

dukungan bagi para penyandang disabilitas fisik yang bekerja di yayasan tersebut

dan sebagian besar dari mereka merupakan lulusan sekolah dasar, melalui

pelaksanaan pelatihan hingga beasiswa ke perguruan tinggi.

Keselamatan kerja bagi para penyandang disabilitas di Puspadi Bali juga

diberikan dalam bentuk akses bagi para pengguna kursi roda seperti jalur kursi roda

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

atau ramp, kamar mandi khusus untuk penyandang disabilitas, akses ruangan yang

sangat mudah dijangkau bagi pengguna kursi roda dan tongkat serta fasilitas

penunjang lainnya seperti meja dan kursi yang dipilih untuk memastikan

keamanaan para pekerja di Puspadi Bali. Kesehatan selama bekerja juga tidak luput

dari perhatian managemen Puspadi Bali dengan menyediakan jas pelindung dan

masker selama bekerja.

Serupa dengan Yayasan Puspadi Bali yang berlokasi di Denpasar, Yayasan

So Rehab Bali di Kabupaten Buleleng yang juga telah terdaftar resmi di Dinas

Sosial Provinsi Bali dengan Nomor : 466.3/91/DINSOS/2010 dan Yayasan Bunga

Bali dengan Nomor pendaftaran pada Dinas Sosial Provinsi Bali :

466.3/945/DINSOS/2010 yang terletak di Denpasar dan Bangli juga memiliki

tenaga kerja berkebutuhan khusus atau dengan disabilitas. Ketiga yayasan tersebut

sama-sama memiliki tujuan untuk membantu para penyandang disabilitas

memperoleh akses kesehatan dan pendidikan serta tidak terisolasi dari masyarakat.

Sebagai organisasi yang bergerak di bidang disabilitas, tentu fasilitas dan

aksesibilitas telah diperhitungkan dengan sangat baik. Tak hanya itu, pelatihan

penunjang keterampilan juga menjadi prioritas pihak pengelola yayasan.

Pemaparan kondisi kerja di berbagai yayasan tersebut memang

memperlihatkan bahwa para penyandang disabilitas yang bekerja di tempat-tempat

tersebut telah mendapat sarana yang sesuai dan mendukung pekerjaan para

penyandang disabilitas tersebut. Namun dalam dunia kerja, fasilitas yang baik dan

lengkap tentunya bukan satu-satunya tolak ukur keadilan dalam pekerjaan dan

pemenuhan hak-hak dalam bekerja. Terdapat beberapa aspek penting lainnya yang

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

perlu dikaji lebih mendalam seperti jaminan keselamatan kerja, pembayaran gaji

sesuai dengan upah minimum regional serta sistem pengelolaan tenaga kerja yang

meliputi jam kerja, jam istirahat, sistem komunikasi dan yang lainnya.

Dalam penjaminan keselamatan dan kesejahteraan kerja, hal mendasar yang

wajib diberikan adalah jaminan sosial ketenagakerjaan yang diselenggarakan oleh

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan BPJS

Kesehatan. Pengaturan program kepesertaan BPJS adalah wajib melalui Undang-

Undang No.24 Tahun 2011 tentang BPJS (selanjutnya disebut UU BPJS). Dengan

demikian setiap badan yang menyediakan lapangan kerja wajib mengikutsertakan

tenaga kerja dalam program publik BPJS yang menjamin perlindungan bila ada

kecelakaan kerja, kematian dan jaminan pemeliharaan kesehatan.

Pemenuhan atas pemberian gaji sesuai upah minimum regional dan

penerapan sistem pengelolaan tenaga kerja yang baik dan sesuai ketentuan hukum

yang berlaku juga patut diperhatikan. Yayasan yang memperkerjakan para

penyandang disabilitas wajib menjamin bahwa setiap tenaga kerja yang bekerja

mendapat gaji yang telah diatur pemerintah setempat. Selain itu, pihak yayasan juga

wajib menjamin bahwa sistem pengelolaan tenaga kerja yang diterapkan pengurus

yayasan tidak bertentangan dengan hukum. Kemudian perlu juga dilakukan

promosi terhadap keselamatan dan kesehatan kerja termasuk pencegahan

kecelakaan, pencegahan penularan penyakit dan pengadaan fasilitas kesejahteraan.

Semua pekerja berhak atas perlindungan yang sama sepanjang mereka terlibat

dalam kerja, tanpa menghiraukan status hubungan kerja mereka terlebih lagi

keterbatasan fisik mereka selama bekerja.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Status yayasan sebagai badan hukum nirlaba yang mengemban misi sosial

sering membuat pihak-pihak terkait yang berhubungan dengan ketenagakerjaan

lupa akan pentingnya pengawasan terhadap sistem pengelolaan sumber daya

manusia yang bekerja untuk badan hukum nirlaba tersebut. Terlebih lagi, apabila

badan hukum nirlaba tersebut bergerak dalam bidang disabilitas dan

memberdayakan para penyandang disabilitas tersebut dengan memberi kesempatan

kepada mereka untuk bekerja, maka peninjauan ulang akan pemenuhan dan

penjaminan atas hak dalam dunia kerja sering terabaikan. Untuk memperkecil

kemungkinan pengurangan akan hak dalam dunia kerja yang dihadapi para

penyandang disabilitas di Bali serta menjamin tak adanya diskriminasi maka

pengawasan dan penelaahan lebih mendalam mengenai pemberian hak dan fasilitas

kerja merupakan hal mutlak yang wajib dilakukan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka masalah yang

menjadi bahasan penelitian ini adalah:

1. Bagaimanakah perlakuan terhadap tenaga kerja penyandang disabilitas dalam

badan hukum nirlaba di Bali?

2. Bagaimanakah upaya pihak yayasan dan Pemerintah Provinsi Bali dalam

pemenuhan hak penyandang disabilitas sebagai tenaga kerja badan hukum

nirlaba?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Ruang Lingkup penelitian merupakan bingkai penelitian, yang

menggambarkan batas penelitian, mempersempit permasalahan, dan membatasi

areal penelitian.9 Untuk mencegah agar isi dan uraian tidak menyimpang dari

pokok-pokok permasalahan, maka perlu diberikan batasan-batasan mengenai ruang

lingkup masalah yang akan dibahas.

Pembatasan dari ruang lingkup masalah ini yaitu peneliti hanya akan

membahas mengenai bentuk pemenuhan dan penjaminan hak para penyandang

disabilitas yang bekerja di badan hukum nirlaba di Bali. Serta upaya-upaya yang

dilakukan oleh pihak yayasan dan dinas terkait di Pemerintah Provinsi Bali dalam

menjamin pemenuhan hak dan penyelenggaraan sistem kerja yang sesuai dengan

hukum yang berlaku juga akan termasuk dalam lingkup permasalahan yang akan

dibahas dalam penelitian ini.

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian meliputi tujuan umum dan tujuan khusus.

1.4.1 Tujuan Umum

Penelitian ini dimaksudkan untuk mengembangkan pemikiran yang

konseptual tentang hak-hak penyandang disabilitas dan pemberian fasilitas kerja

yang menunjang mereka dalam bekerja, mengingat sering terabaikannya

pengawasan terhadap perusahaan, yayasan atau badan usaha lainnya yang memiliki

tenaga kerja berkebutuhan khusus atau dengan disabilitas.

9 Bambang Suggono, 2005, Metodelogi Penelitian Hukum, Cet.7, PT. Raja Grafindo Persada,

Jakarta, h.111.

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui bentuk pemenuhan hak penyandang disabilitas dalam

dunia kerja badan hukum nirlaba yang dilakukan oleh pihak yayasan di Bali.

2. Untuk mengetahui upaya pihak yayasan dan dinas terkait di Pemerintah

Provinsi Bali dalam menjamin pemenuhan hak dan penyelenggaraan sistem

kerja yang sesuai dengan hukum yang berlaku.

1.5 Manfaat Penelitian

1.5.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi pemahaman dan pengembangan

wawasan terhadap pengetahuan di bidang hukum ketenagakerjaan khususnya di

bidang hak pekerja penyandang disabilitas.

1.5.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat berguna sebagai informasi untuk para

pendiri pelaku usaha maupun pendiri yayasan dan juga para penyandang disabilitas

itu sendiri dalam pemberian hak-haknya yang harus dipenuhi dan diberikan di

tempatnya bekerja.

1.6 Orisinalitas Penelitian

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil penelitian

tentang “Pemenuhan Hak Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas Pada Badan

Hukum Nirlaba di Bali “, belum pernah ada yang melakukan penelitian

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

sebelumnya. Akan tetapi pernah ada yang meneliti yang terkait tentang tenaga kerja

pada penyandang disabilitas, yaitu :

1. Tesis Saru Arifin, pada Program Magister Ilmu Hukum Universitas Islam

Jogjakarta, 2007, yang berjudul “Analisis Perlindungan Hukum terhadap

Hak Penyandang Cacat dalam Meraih Pekerjaan (Studi Kasus di

Jogjakarta)” Adapun permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah : (1)

Bagaimana perlindungan hukum terhadap kesetaraan hak-hak penyandang

cacat. (2) Bagaimanakah kebijakan pemerintah dan kalangan pengusaha

terhadap hak-hak penyandang cacat dalam memperoleh pekerjaan. (3)

faktor-faktor apa saja yang mendukung dan menghambat kesetaraan hak

para tenaga kerja penyandang cacat dalam meraih peluang kerja.10

2. Tesis Suwarto Nasucha, pada Program Pascasarjana Program Studi

Magister Ilmu Administrasi Universitas Diponogoro, Semarang,2004, yang

berjudul “ Upaya Memperluas Lapangan Kerja Di Organisasi Formal Bagi

Penyandang Cacat Di Jawa Tengah Studi Tentang Implementasi Undang-

Undang Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang

Cacat.Adapun permasalahan yang diangkat dan dibahas adalah: Apakah

rendahnya rekrutmen penyandang cacat sebagai tenaga kerja di Jawa

Tengah ada hubungannya dengan tidak efektifnya komunikasi UU 4/1997

dari pemerintah kepada pengusaha, persepsi pengusaha terhadap

10Saru Arifin, 2007, Analisis Perlindungan Hukum terhadap Hak Penyandang Cacat dalam

Meraih Pekerjaan (Studi Kasus di Jogjakarta),diakses pada tanggal 14 September 2013, tersedia di

http://dppm.uii.ac.id/datainformasi/uploads/f050205.pdf

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

penyandang cacat dan spesifikasi jabatan yang ada di perusahaan tidak

sesuai dengan kemampuan penyandang cacat.11

3. Tesis Sariman, pada Program Pascasarjana Program Studi Ilmu Hukum

Universitas Sebelas Maret, Surakarta, 2005, yang berjudul “ Kajian Yuridis

Jaminan Hak Atas Pekerjaan Bagi Penyandang Cacat Tubuh Menurut Pasal

14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat Di

Surakarta. Adapun permasalahan yang diangkat adalah : (1) Mengapa kuota

1 (satu) persen tentang jaminan hak atas pekerjaan di perusahaan bagi

penyandang cacat tubuh sebagaimana diatur didalam Pasal 14 Undang-

undang Nomor 4 Tahun 1997 tidak terpenuhi. (2) Apakah yang seharusnya

dilakukan agar hak atas pekerjaan di perusahaan bagi penyandang cacat

tubuh tersebut bisa terpenuhi sesuai kuota yang ada.12

1.7 Landasan Teoritis dan Kerangka Berpikir

1.7.1 Landasan Teoritis

Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Teori Hak Asasi Manusia

11Suwarto Nasucha, Semarang,2004,Upaya Memperluas Lapangan Kerja Di Organisasi

Formal Bagi Penyandang Cacat Di Jawa Tengah Studi Tentang Implementasi Undang-Undang

Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat), diakses pada tanggal 14

September 2013, tersedia pada http://eprints.undip.ac.id/13269/1/2004MAP3537.pdf

12Sariman, Surakarta, 2005, Kajian Yuridis Jaminan Hak Atas Pekerjaan Bagi Penyandang

Cacat Tubuh Menurut Pasal 14 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1997 Tentang Penyandang Cacat

Di Surakarta, diakses pada tanggal 14 September 2013, tersedia pada

http://dglib.uns.ac.id/pengguna.php?mn=showview&id=1922

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Pada dasarnya terdapat dua hak dasar pada manusia yaitu pertama, hak

manusia ( human right) yakni hak yang melekat pada manusia dan secara asasi ada

sejak manusia itu dilahirkan.13 Ia berkaitan dengan eksistensi hidup manusia,

bersifat tetap dan utama, tidak dapat dicabut, tidak dapat digantungkan dengan ada

atau tidaknya orang lain disekitarnya. Kedua, hak undang-undang ( legal rights)

yaitu hak yang diberikan oleh undang-undang secara khusus kepada pribadi

manusia.14 Oleh karena diberikan, maka sifat pengaturannya harus jelas tertuang

dalam sejumlah peraturan perundang-undangan. Dengan dasar filosofi demikian,

maka dapatlah kiranya dimengerti kalau hak yang diberikan dengan cara demikian

ini sewaktu-waktu dapat dicabut menurut peraturan yang ditetapkan sebelumnya.

Hak-hak manusia disebut hak asasi, karena dianggap sebagai fundamen yang

diatasnya seluruh organisasi hidup bersama harus dibangun dan merupakan asas-

asas undang-undang.15

Dalam perspektif teori, menurut Teori Hukum Alam, mengakui bahwa

setiap manusia dilahirkan sebagai individu yang mempunyai hak alamiah yang

tidak boleh dilanggar oleh siapapun juga. Hak alamiah ini salah satunya mencakup

hak untuk hidup bebas dari penyiksaan dan diskriminasi serta tumbuh berkembang

sebagai layaknya manusia ciptaan Tuhan Yang Maha Esa. Teori Hukum Alam ini

berasal dari Thomas Hobes yang muncul pada abad pertengahan dan mendapat

13 H. Muladi, 2007, Hak Asasi Manusia-Hakekat, Konsep ,dan Implikasinya Dalam

Perspektif Hukum dan Masyarakat, Refika Utama, Bandung, h.229

14 Ibid.

15 Ibid, h. 230

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

dukungan dari Grotius.16 Teori Hukum Alam didukung oleh John Locke yang

menyatakan bahwa semua individu dikaruniai Tuhan sejumlah hak atas kehidupan

kebebasan, dan harta yang merupakan milik mereka sendiri, dan tidak dapat

dipindahkan atau dicabut oleh negara. Selanjutnya John Locke menyatakan bahwa

Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang

Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati.17

Penyandang disabilitas sering dianggap sebagai warga masyarakat yang

tidak produktif, tidak mampu menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sehingga

hak-haknya pun sering diabaikan. Indonesia memang telah mempunyai UU

Penyandang Cacat. Selain implementasinya yang lemah, undang-undang ini

dipandang kurang memberdayakan subyek hukumnya. Istilah “penyandang cacat”

yang digunakan dianggap menstigmatisasi karena kata “penyandang”

menggambarkan seseorang yang memakai “label atau tanda-tanda negatif”

kecacatan itu pada keseluruhan pribadinya.18

Penyetaraan hak penyandang disabilitas merupakan hal mutlak dan selalu

menjadi isu penting di masyarakat. Penyetaraan ini dapat dilakukan dengan

pemberian hak mendapatkan pekerjaan dan pemenuhan hak-haknya selama bekerja

untuk meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya. Yang dimaksud dengan

kesejahteraan sosial dalam UU Penyandang Cacat adalah suatu tata kehidupan dan

16 Idrus Affandi dan Karim Suryadi, 2007, Hak Asasi Manusia, Universitas Terbuka, Jakarta,

h.18.

17 Ibid.

18Siradj Okta, Irwanto, Loc.cit.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

penghidupan sosial material maupun spiritual yang diliputi oleh rasa keselamatan,

kesusilaan, dan ketenteraman lahir dan batin yang memungkinkan bagi setiap warga

negara untuk mengadakan usaha pemenuhan kebutuhan-kebutuhan jasmaniah,

rohaniah, dan sosial yang sebaik-baiknya bagi diri, keluarga, serta masyarakat

dengan menjunjung tinggi hak dan kewajiban warga negara sesuai dengan

Pancasila. Oleh karena itu, sesuai dengan ketentuan mengenai kedudukan, hak, dan

kewajiban warga negara sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar

1945 perlu dilakukan upaya-upaya yang lebih memadai, terpadu, dan

berkesinambungan guna mewujudkan kemandirian dan kesejahteraan penyandang

cacat.

Bagian II pada Konvensi International Labour Organisation (ILO) 159 juga

memperkuat dengan memastikan bahwa tindakan rehabilitasi keterampilan

diberikan kepada semua penyandang disabilitas, tanpa melihat jenis atau kategori

disabilitas mereka, dan bahwa mereka memiliki kesempatan yang sama dengan

mereka yang tidak penyandang disabilitas pada dunia kerja. Selain itu, di dalam

rekomendasi yang menyeluruh dan melihat jauh ke depan, ILO menyatakan secara

tegas bahwa:

“Para pekerja dengan disabilitas, apapun asal usul disabilitas mereka, haruslah

diberikan peluang sepenuhnya untuk mendapatkan rehabilitas, bimbingan

vokasional khusus, pelatihan dan pelatihan kembali, dan melakukan pekerjaan

yang berguna. Mereka dengan disabilitas hendaknya, jika dimungkinkan,

dilatih bersama para pekerja lainnya, dengan kondisi yang sama, dan

pembayaran yang sama, dan menghimbau adanya kesetaraan peluang kerja

untuk pekerja penyandang disabilitas dan adanya tindakan afirmatif untuk

mendorong terwujudnya pekerjaan bagi penyandang disabilitas serius.”19

19International Labour Office I, Op.cit, h. 12

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Hak untuk bekerja bagi semua orang, termasuk juga para penyandang

disabilitas, juga dijadikan ketentuan yang mengikat oleh PBB. Pasal 23 Deklarasi

Hak Asasi Manusia (diadopsi oleh Sidang Umum pada tanggal 10 Desember 1948)

sudah sangat jelas menyatakan:

“Setiap orang memiliki hak untuk bekerja, untuk memilih secara bebas

pekerjaannya, untuk kondisi kerja yang adil dan baik dan untuk dilindungi

dari pengangguran. Setiap orang, tanpa ada diskriminasi, memiliki hak yang

bayaran yang sama untuk pekerjaan yang sama. Setiap orang yang bekerja

memiliki hak untuk remunerasi yang adil dan baik untuk memastikan

keberadaan dirinya dan keluarganya sesuai dengan martabat manusia, dan

didukung, jika dimungkinkan, dengan cara-cara jaminan sosial lainnya. Setiap

orang memiliki hak untuk membentuk dan bergabung dengan serikat pekerja

untuk melindungi kepentingannya.”20

Instrumen pokok dalam hukum internasional yang mengatur hak kerja

penyandang disabilitas yaitu UN Convention on the Rights of Persons with

Disabilities (Konvensi PBB mengenai Hak-hak Penyandang Disabilitas) atau

disingkat UNCRPD yang juga telah diratifikasi oleh Indonesia pada bulan

November 2011 menegaskan hal penting yang terdapat pada Pasal 27 yaitu

melarang diskriminasi atas dasar disabilitas pada semua tahapan pekerjaan

misalnya ketika perekrutan, pemekerjaan dan pensiun.21 Pasal tersebut turut

mempromosikan kesempatan pekerjaan dan pemajuan karir bagi para penyandang

disabilitas di pasar kerja serta memberikan bantuan dalam mencari, mendapatkan,

mempertahankan dan kembali ke pekerjaan mereka. Juga memastikan bahwa

penyandang disabilitas dapat menjalankan hak tenaga kerja dan serikat pekerja

20International Labour Office I, Loc.cit

21Better Work Indonesia-AusAID dan The United State Departemen of Labour, 2012,

Memperkerjakan penyandang disabilitas, Jakarta, h. 4.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

mereka setara dengan yang lain dan penyesuaian yang sewajarnya diberikan kepada

penyandang disabilitas di tempat kerja. Pasal tersebut juga memastikan akomodasi

yang layak bagi pekerja dengan disabilitas. Akomodasi yang layak berarti

modifikasi dan penyesuaian yang diperlukan dan cocok, dengan tidak memberikan

beban tambahan yang tidak proporsional atau tidak semestinya, apabila diperlukan

dalam kasus tertentu, guna menjamin kenyamanan atau pelaksanaan semua hak

asasi manusia dan kebebasan fundamental penyandang disabilitas berdasarkan

kesetaraan dengan yang lainnya.22

2. Teori Keadilan Sosial

Berkaitan dengan keadilan sosial, John Rawls dalam bukunya a Theory of

Justice menjelaskan teori keadilan social sebagai the difference principle dan the

principle of fair equality of opportunity :

“First : each person is have an equal right to the most extensive basic liberty

compatible with a similar liberty for other.

Second : social and economic inequalities are to be arranged so that they

are both (a) reasonably expected to be everyone’s advantage, and (b)

attached to positions an offices open to all.23”

Inti the difference principle, adalah perbedaan sosial dan ekonomi yang

harus diatur agar memberikan manfaat yang paling besar bagi mereka yang paling

kurang beruntung. Istilah perbedaan sosial-ekonomi dalam prinsip perbedaan

menuju pada ketidaksamaan dalam prospek seseorang untuk mendapatkan unsur

kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sementara itu, the principle of fair equality

of opportunity menunjukan pada mereka yang paling kurang mempunyai peluang

22 Ibid.

23 John Rawls, 1971, A Theory of Justice, The Belknap Press of Harvard of Harvard

University Press, Cambrige Massachusetts, p.60.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang

harus diberikan perlindungan khusus.

Rawls juga berpendapat bahwa sebenarnya teori ini lebih keras dari apa

yang dianggap normal oleh masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan

demi kepentingan umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini

diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat. Menurut

Rawls, situasi ketidaksamaan ini harus diberikan aturan yang sedemikian rupa

sehingga paling menguntungkan golongan masyarakat yang paling lemah. Hal ini

terjadi kalau dua syarat dipenuhi. Pertama, situasi ketidaksamaan menjamin

maximum minimorum bagi golongan orang yang paling lemah. Artinya situasi

masyarakat harus sedemikian rupa sehingga dihasilkan untung yang paling tinggi

yang mungkin dihasilkan bagi golongan orang-orang minoritas. Kedua,

ketidaksamaan diikat pada jabatan-jabatan yang terbuka bagi semua orang.

Maksudnya supaya kepada semua orang diberikan peluang yang sama besar dalam

hidup. Berdasarkan pedoman ini semua perbedaan antara orang berdasarkan ras,

kulit, agama, dan perbedaan lain yang bersifat primordial, harus ditolak. Lebih

lanjut John Rawls menegaskan bahwa program penegakan keadilan yang

berdimensi kerakyatan haruslah memperhatikan dua prinsip keadilan, yaitu :

pertama, memberi hak dan kesempatan yang sama atas kebebasan dasar yang paling

luas seluas kebebasan yang sama bagi setiap orang. Kedua, mampu mengatur

kembali kesenjangan social ekonomi yang terjadi sehingga dapat memberikan

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

keuntungan yang bersifat timbal balik (reciprocal benefits) bagi setiap orang, baik

mereka yang berasal dari kelompok beruntung maupun tidak beruntung.24

Dengan demikian, prinsip perbedaan menurut diaturnya struktur dasar

masyarakat sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek mendapat hal-hal

utama kesejahteraan, pendapatan, otoritas diperuntukan bagi keuntungan orang-

orang yang paling kurang beruntung dalam hal ini tenaga kerja penyandang

disabilitas. Ini berarti keadilan social harus diperjuangkan untuk melakukan koreksi

dan perbaikan terhadap kondisi ketimpangan yang dialami kaum kurang beruntung

yang dalam hal ini tenaga kerja penyandang disabilitas dan menghadirkan lembaga-

lembaga social dan ekonomi untuk menjamin kesejahteraan mereka.25

3. Teori Hak Hukum

Jika hak seseorang adalah kewajiban orang lain, maka hak adalah bagian

dari kewajiban (the correlative of duty). Austin menyebut sebagai kewajiban

relative (relative duty) dengan menyatakan :

“ Terma hak dan terma kewajiban relative adalah ekspresi yang

berhubungan. Keduanya memiliki nuansa yang sama dalam aspek yang

berbeda “26

24 Jhon Rawls, 1973, A Theory of Justice, Oxford University Press, yang sudah diterjemahkan

dalam Bahasa Indonesia oleh Uzair Fauzan dan Heru Prasetyo, 2006, Teori Keadilan, Pustaka

Pelajar,Yogyakarta, h. 25.

25 H. Salim dan Erlies Septiani Nurbani, 2014, Penerapan Teori Hukum Pada Penelitian

Disertasi Dan Tesis, Rajawali Press, Jakarta, h.31.

26 Jimly Asshiddiqie dan Ali Safa’at, 2006, Teori Hans Kelsen Tentang Hukum, Seketariat

Jenderal & Kepaniteraan Mahkamah Konstitusi RI, Jakarta, h.68.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Teori Austin tidak mengakui konsep yang berbeda antara hak dan

kewajiban. Inilah hak dalam arti sempit bahwa hak selalu merupakan kewajiban

orang lain, sedangkan kewajiban tidak selalu mengakibatkan hak orang lain.

Dari sisi hukum, hak hukum adalah norma hukum dalam hubungannya

dengan individu tertentu yang ditentukan oleh norma itu sendiri. Norma hukum

harus menentukan secara spesifik isi hak yang ditentukan secara teknis. Hak

sebagai hukum dalam arti subyektif terkait erat dengan otorisasi baik bagi seseorang

yang ditentukan secara khusus oleh hukum atau kepada organ tertentu untuk

melakukan sesuatu.27

Hak hukum tidak ditafsirkan sebagai suatu keinginan atau kepentingan yang

tidak dikualifikasi, tetapi sebagai kepentingan yang dilindungi oleh aturan hukum,

atau suatu keinginan yang diakui dan dibuat efektif oleh aturan hukum. Jika aturan

hukum tidak dapat menciptakan tetapi menjamin hak, maka konsekuensinya hukum

juga tidak dapat menghapuskan hak yang telah ada, dimana hak-hak dari tenaga

kerja penyandang disabilitas telah diatur di berbagai undang-undang yang berlaku

di Indonesia.

4. Teori Negara Kesejahteran

Teori Negara kesejahateraan (welfare State), yang dicetuskan oleh Prof. Mr.

R. Kranenburg, merupakan perwujudan dari Grand Theory Montesquieu yaitu

ajaran pemisahan kekuasaan (speration of power) yang terdiri dari kekuasaan

legislatif (membuat undang-undang), kekuasaan eksekutif (melaksanakan undang-

27 Ibid, h.69.

Page 25: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

undang) dan kekuasaan yudikatif (mengadili pelanggaran undang-undang). Trias

Politika tidak dapat dilaksanakan secara konsekuen. Dalam perkembangannya

ajaran Trias Politika ini mendapat berbagai modifikasi terutama melalui pembagian

kekuasaan (distribution of power).28

Seiring dengan perkembangan kenegaraan dan pemerintahan, ajaran negara

hukum yang kini dianut oleh negara-negara di dunia khususnya setelah perang

dunia kedua adalah negara kesejahteraan (welfare state). Konsep negara ini muncul

sebagai reaksi atas kegagalan konsep negara hukum atau negara penjaga malam.

Dalam konsep negara hukum terdapat prinsip staats onthouding atau pembatasan

peran negara dan pemerintah dalam bidang politik yang melahirkan dalil “the least

government is the best government” dan terdapat prinsip laissez faire, laissez aller

dalam bidang ekonomi yang melarang negara dan pemerintah mencampuri

kehidupan ekonomi masyarakat (staatbenoeienis). Akibat pembatasan ini

pemerintah atau administrasi negara menjadi pasif dan oleh karenanya sering

disebut negara penjaga malam (nachwakerstaad). Adanya pembatasan negara,

gagasan yang menempatkan pemerintah sebagai pihak yang bertanggungjawab atas

kesejahteraan rakyatnya yaitu welfare.29

Negara kesejahteraan (welfare state) menurut istilah Lemaire, disebut

bestuuszorg (negara berfungsi menyelenggarakan kesejahateraan umum) atau

welvaarsstaat atau verzorgingsstaat merupakan konsepsi negara hukum modern,

menempatkan peranan negara pada posisi yang kuat dan besar.

28 H.R.Ridwan, 2007, Hukum Administrasi Negara, Cetakan Kedua, UII Pres, Yogyakarta,

h.12.

29 Ibid, h.4.

Page 26: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Konsep Negara Kesejahteraan (welfare state) berkembang di negara-negara

Eropa bahkan meluas hampir ke seluruh negara-negara di dunia. Konsep negara

kesejahteraan tercantum dalam pembukaan alinea ke empat UUD 1945 yang

menyatakan: “Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah

darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan

bangsa serta mewujudkan keadilan sosial …”

Konsep welfare state tersebut di dalam perundang-undangan kita untuk

pertama kali dikenal dengan istilah “negara pengurus”. Negara Indonesia menganut

paham sebagai negara kesejahteraan berarti terdapat tanggungjawab negara untuk

mengembangkan kebijakan negara di berbagai bidang kesejahteraan dengan

meningkatkan taraf hidup dari semua lapisan masyarakatnya dalam berbagai

bidang. Tidak terkecuali tanggung jawab negara terhadap kesejahteraan para

penyandang disabilitas. Hal ini telah dilakukan dengan melindungi hak-hak

penyandang disabilitas dengan menjamin hak-hak penyandang disabilitas dalam

berbagai peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia.

Dalam melaksanakan negara kesejahteraan (welfare state) ini pemerintah

pusat, tidak mungkin bisa optimal untuk mengurus warganya secara sentralistik

karena faktor luas wilayah, banyaknya penduduk, penduduk yang ber-bhineka

maka untuk memperjuangkan kesejahteraan masyarakat di daerah dibentuklah

pemerintah provinsi, pemerintah kabupaten/kota untuk mempercepat mewujudkan

tujuan negara untuk mensejahterakan rakyatnya. Dengan demikian akan lebih cepat

mewujudkan kesejahteraan di daerah-daerah Indonesia.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Berbagai undang-undang dan konvensi yang dibuat untuk menjamin

pemenuhan tersebut serta adanya berbagai teori hukum yang menunjangnya,

kenyataannya masih sangat lemah dalam implementasinya. Hal ini pun turut

mendorong tumbuh dan berkembangnya badan hukum nirlaba yang bergerak

khusus di bidang rehabilitasi, edukasi dan pemberdayaan penyandang disabilitas.

Bermunculannya badan hukum nirlaba ini sangat membantu para penyandang

disabilitas mendapatkan pekerjaan dan terpenuhi hak-haknya.

Karakter dasar dari badan hukum nirlaba adalah tidak mencari keuntungan

atau laba, dan semata-mata untuk kepentingan sosial dan tidak melakukan aktivitas

politik.30 Dalam lapangan badan hukum kemasyarakatan, nirlaba biasanya mengacu

kepada sifat badan hukum yang non pemerintah, sukarela, dan mandiri. Secara

umum badan hukum semacam itu termasuk dalam kategori filantropis karena sifat

dasarnya untuk berbagai kasih sayang sesama manusia melalui kegiatan amal.

Karena sifat dasarnya tersebut, badan hukum ini kemudian bergerak dengan tanpa

mencari keuntungan ekonomis, secara sukarela membantu memberdayakan

masyarakat.31

Berdasarkan prinsip yayasan sebagai badan hukum yang tidak mencari laba,

maka menjadi pertanyaan dari mana yayasan tersebut memperoleh laba. Laba tidak

dicari sebagaimana mencari laba layaknya sebuah perseroan. Untuk itu, yayasan

ada juga memungut biaya operasional yang wajar sebagai biaya-biaya operasional,

30 Chatarrasjid, 2000, Tujuan Sosial Yayasan dan Kegiatan Usaha Bertujuan Laba, Citra

Aditya Bakti, Bandung, h. 146.

31 Hendra Nurtjahjo, Op.cit, h.82.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

selain itu juga dimungkinkan menerima sumbangan dari para donatur yang semata-

mata tidak bermaksud untuk menanam sahamnya pada yayasan terkait.32

Sehubungan dengan mulianya tujuan badan hukum nirlaba ini dalam

membantu penyelesaian masalah sosial, terlebih lagi dengan pendanaan yang

terbatas, sering membuat pengawasan terhadap pemenuhan hak penyandang

disabilitas yang bekerja di badan hukum nirlaba menjadi terabaikan. Padahal badan

hukum nirlaba tetaplah berstatus sama dengan perusahaan laba lainnya sepanjang

mereka mengelola tenaga kerja khususnya dalam hal ini adalah tenaga kerja dengan

disabilitas. Dalam UU Penyandang Cacat telah disebutkan mengenai ketentuan

pidana kepada perusahaan negara dan swasta yang terbukti tidak memberikan

kesempatan dan perlakuan yang sama kepada penyandang cacat yang bekerja di

perusahaan terkait yaitu:

“Barang siapa dengan sengaja melakukan pelanggaran terhadap ketentuan

Pasal 14 diancam dengan pidana kurungan selama-lamanya 6 (enam) bulan

dan/atau pidana denda setinggitingginya Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta

rupiah).”

1.7.2 Kerangka Berpikir

Berdasarkan landasan teoritis dan landasan teori yang digunakan untuk

membahas masalah penelitian, dapat disusun kerangka berpikir sebagai berikut :

1.8 Metode Penelitian

32 Gunawan Widjaya, 2005, Yayasan Di Indonesia Suatu Panduan Komprehensif, PT.

Elexmedia Komputindo, Jakarta, h. 11.

Pemenuhan Hak Tenaga

Kerja Penyandang

Disabilitas

Pada Badan Hukum

Nirlaba Di Bali

1. Bagaimanakah

perlakuan terhadap

tenaga kerja

penyandang

disabilitas pada

badan hukum nirlaba

di Bali?

Teori Hak

Asasi

Manusia

Teori Hak

Jenis Penelitian : Hukum Empiris

Sifat Penelitian : Deskriptif Kualitatif

Data dan Sumber Data :

Teknik Pengumpulan Data :

Teori Keadilan

Sosial

Page 29: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Dalam rangka memperoleh, kemudian mengumpulkan, serta menganalisis

setiap data atau informasi yang bersifat ilmiah, tentunya dibutuhkan suatu metode

dengan tujuan agar suatu karya tulis ilmiah memiliki susunan yang sistematis,

terarah, dan konsisten. Adapun metode penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.8.1 Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan jenis penelitian hukum empiris, yaitu suatu

metode pendekatan yang dipergunakan untuk memecahkan objek penelitian dengan

meneliti data sekunder (bahan pustaka) terhadap data primer dilapangan karena

hukum yang pada kenyataannya dibuat dan ditetapkan oleh manusia yang hidup

dalam masyarakat artinya keberadaan hukum tidak bisa dilepaskan dari keadaan

sosial masyarakat serta perilaku masyarakat yang terkait dengan lembaga hukum

tersebut.33

Penelitian ini berbasis pada ilmu hukum normatif (peraturan perundangan),

kemudian mengamati bagaimana reaksi dan interaksi yang terjadi ketika sistem

norma itu bekerja di dalam masyarakat.34

Melakukan pendekatan terhadap permasalahan dengan mengkaji berbagai

aspek hukum baik dari segi ketentuan peraturan-peraturan yang berlaku. Meneliti

atau menelaahnya dari segi pelaksanaannya, sehingga dapat diimplimentasikan

dalam praktek dilapangan.35

33 Soerjono Soekanto, 2006, Pengantar Penelitian Hukum, Cetakan ke-3, UI

Press,Jakarta,h.3.

34 Mukti Fajar ND dan Yulianto Achmad, 2010, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Empiris, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, h. 47.

35 Soerjono Soekanto, Op.cit, h. 14.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Studi dokumen yang dilakukan atau ditujukan hanya pada peraturan-

peraturan yang tertulis atau bahan hukum yang lain.36 Dengan metode pendekatan

analitis (analytical approach) yaitu menganalisa bahan hukum untuk mengetahui

makna yang terkandung dalam istilah-istilah yang digunakan oleh peraturan

perundang-undangan secara konsepsional, sekaligus mengetahui penerapannya

dalam praktek.37

Sehubungan dengan hal tersebut maka dalam penelitian ini akan dilakukan

penelitian pendahuluan dan penelitian itu sendiri. Penelitian pendahuluan dilakukan

sebelum pengambilan data primer dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui

kondisi tempat dan obyek penelitian serta penentuan narasumber yang relevan

untuk memperoleh informasi yang tepat dan akurat. Selanjutnya akan dilakukan

penelitian yang bertujuan untuk memperoleh data primer. Selain penelitian,

wawancara dan penyebaran angket juga akan dilakukan guna memperoleh data-data

penunjang penelitian.

1.8.2 Sifat Penelitian

Berdasarkan ruang lingkup penelitian, maka sifat penelitian ini adalah

deskriptif kualitatif. Pada umumnya, penelitian deskriptif, termasuk pula di

dalamnya penelitian ilmu hukum bertujuan menggambarkan secara tepat sifat-sifat

suatu individu atau kelompok tertentu, keadaan, gejala, atau untuk menentukan

penyebaran suatu gejala, atau untuk menentukan ada atau tidaknya hubungan antara

36 Ibid, h. 63.

37 Johnny Ibrahim, 2007, Teori dan Metodologi Penelitian Hukum, CV.Putra Media

Nusantara, Surabaya, h.310.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

suatu gejala dengan gejala lain alam masyarakat.38 Pada penelitian hukum ini

dilakukan dimana pengetahuan atau teori sudah ada tentang obyek sudah ada dan

ingin memberikan gambaran tentang obyek penelitian.

Dilihat dari sifatnya, penelitian deskriptif kualitatif ini memang merupakan

penelitian yang dimaksudkan untuk memberikan data seteliti mungkin tentang

manusia atau keadaan dan gejala-gejala lainnya. Hal ini dikarenakan data yang

tidak bisa dihitung bersifat monografis atau berwujud kasus-kasus yang tidak dapat

disusun ke dalam struktur klasifikasi.39 Dengan menggunakan metode penelitian

kualitatif ini diharapkan akan ditemukan makna-makna yang tersembunyi dibalik

obyek ataupun subyek yang akan diteliti, dengan demikian bisa mengungkapkan

rahasia sesuatu yang dilakukan dengan cara menghimpun informasi dalam keadaan

sewajarnya mempergunakan cara kerja yang sistematik, terarah dan dapat

dipertanggungjawabkan.

1.8.3 Data dan Sumber Data

Dilihat dari sumbernya dapat dilihat atas data primer dan data sekunder.

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dari sumber

pertama, melalui penelitian40, yaitu data yang bersumber dari penelitian

lapangan. Dimana suatu data yang diperoleh langsung dari sumber

38Universitas Udayana, 2013, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian Tesis dan Penulisan

Tesis Program Studi Magister (S2) Ilmu Hukum, Denpasar, h.57

39 J. Supranto, 2006, Metode Penelitian Hukum dan Statistik, Rineka Cipta, Jakarta, h. 21.

40Amiruddin dan H. Zainal Asikin, 2010, Pengantar Metode Penelitian Hukum, Ed.1-4, PT

Raja Grafindo Persada, Jakarta, h. 30.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

pertama di lapangan yaitu baik dari responden maupun informan yang

berada di masing-masing yayasan.

2. Data sekunder

Sumber data sekunder yaitu memberikan penjelasan mengenai sumber

data primer (buku ilmu hukum, laporan hukum, dan media cetak atau

elektronik).41Adapun data yang dibutuhkan dalam penelitian ini yang

merupakan data sekunder, yaitu :

a. Bahan hukum primer yaitu bahan-bahan hukum yang mengikat mulai

dari dari Undang-Undang Dasar dan peraturan terkait lainnya. Dalam

penelitian ini akan digunakan yang mengatur ketenagakerjaan serta

peraturan lainnya terkait hukum ketenagakerjaan, penyandang

disabilitas dan hak asasi manusia.

b. Bahan hukum sekunder yaitu yang memberikan penjelasan bahan

hukum primer. Yang termasuk dalam bahan hukum sekunder ini

meliputi dokumen perjanjian kerja antara para penyandang disabilitas

dengan pihak pengurus Yayasan Puspadi Bali, Yayasan So Rehab Bali

dan Yayasan Bunga Bali, kebijakan masing-masing yayasan terkait

pengembangan dan perlindungan tenaga kerjanya dan dokumen-

dokumen lainnya seperti asuransi ataupun jaminan ketenagakerjaan

yang digunakan yayasan tersebut.

41 Abdulkadir Muhammad, 2004, Hukum dan Penelitian Hukum, Citra Aditya Bakti,

Bandung, h.82

Page 33: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

c. Bahan hukum tersier yaitu yang memberikan petunjuk bahan hukum

primer dan sekunder yaitu kamus, agenda resmi dan sebagainya.

1.8.4 Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu :

1. Teknik Studi Dokumen

Studi dokumen adalah langkah awal setiap penelitian hukum (baik

normatif maupun empiris), karena penelitian hukum selalu bertolak dari

premis normatif.42 Terkait hal ini dengan mengumpulkan data yang

bersumber dari kepustakaan yang relevan dengan permasalahan, dimana

dengan membaca dan mencatat kembali data kemudian dikelompokkan

secara sistematis.

2. Teknik Wawancara

Wawancara adalah cara yang digunakan untuk memperoleh keterangan

secara lisan guna mencapai tujuan tertentu.43 Dalam hal ini data diperoleh

melalui proses interview kepada pihak-pihak yang terkait dengan

permasalahan penelitian di lapangan. Pada penelitian ini data akan

diambil di tiga tempat berbeda yaitu di Yayasan Puspadi Bali, Yayasan

So Rehab Bali dan Yayasan Bunga Bali. Ketiga tempat tersebut dipilih

sebagai tempat pengumpulan data karena yayasan-yayasan tersebut

merupakan yayasan pionir dalam memberikan kesempatan kepada para

42 Amiruddin dan H. Zainal Asikin, Op.Cit, h. 68.

43 Burhan Ashshofa, 2007, Metode Penelitian Hukum, Cetakan Kelima, PT Rineka Cipta,

Jakarta, h. 95.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

penyandang disabilitas di dunia kerja serta banyak memperkerjakan

penyandang disabilitas.

Untuk memperoleh data penelitian sesuai dengan tujuan penelitian, maka

data yang dikumpulkan melalui teknik studi lapangan dan studi dokumen. Pada

studi lapangan, data diperoleh melalui penyebaran kuesionair terhadap responden

yang dijadikan sampel penelitian yang dalam hal ini adalah para penyandang

disabilitas yang bekerja di yayasan. Angket atau kuesioner ini merupakan suatu

teknik atau cara pengumpulan data secara tidak langsung (peneliti tidak langsung

bertanya-jawab dengan responden).44Para responden diajukan kuesionair yang

sama satu sama lain yang memuat daftar pertanyaan untuk mengungkap informasi

terhadap hak-hak dan sistem kerja yang diberikan dan disediakan oleh pihak

yayasan.

Wawancara juga dilakukan dengan menggunakan pedoman wawancara.

Mula-mula kepada informan maupun responden diajukan pertanyaan yang sudah

terstruktur, kemudian beberapa butir dari pertanyaan tersebut diperdalam untuk

mendapat keterangan lebih lanjut. Dengan demikian diharapkan diperoleh jawaban

yang lengkap dan akurat.

1.8.5 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Pada penelitian ini, yang menjadi objek penelitian ini adalah semua

lingkungan yang terkait dengan para pekerja penyandang disabilitas, yaitu

44 Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodelogi, Penelitian Hukum Empiris Murni, Sebuah

Alternatif, Universitas Trisakti, Jakarta, h.86.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

Pemerintah Provinsi Bali yang dalam hal ini akan dilakukan di Dinas Tenaga Kerja

Provinsi Bali, dan yayasan yang ada di Bali.

Dalam kaitannya dengan penentuan sampel, maka terdapat 2 (dua) cara atau

teknik yang dapat dipergunakan yaitu teknik probability sampling dan teknik non

probability sampling. Penelitian ini mempergunakan teknik non probability

sampling, yaitu purposive sampling. Penelitian ini melakukan penarikan sampel

bertujuan dilakukan dengan cara mengambil subyek didasarkan pada tujuan

tertentu.45Teknik ini dipilih karena alasan keterbatasan waktu, tenaga dan biaya,

sehingga tidak dapat mengambil sampel dalam jumlah besar. Oleh karena

keterbatasan biaya, waktu dan tenaga, maka populasi dalam penelitian ini dipilih

sampel yang dijadikan informan yang benar-benar sesuai dengan tujuan penelitian

ini, yaitu :

a) Kepala Dinas Tenaga Kerja Pemerintah Provinsi Bali

b) Direktur masing-masing yayasan.

Di samping penentuan sampel yang dijadikan informan seperti di atas, juga

dilakukan penentuan sampel dari tenaga kerja yang bekerja di masing-masing

yayasan termasuk tenaga kerja dengan dan tanpa disabilitas.

1.8.6 Pengolahan dan Analisis Data

Semua data yang diperoleh dari penelitian ini dianalisa secara kualitatif,

yaitu data yang telah terkumpul dipisah-pisahkan menurut kategori masing-masing

45 Burhan Ashshofa, Op.cit, h.91.

Page 36: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah...latar belakang pendidikan dan keahlian. Sebagai sebuah pekerjaan yang menuntut komitmen dalam kegiatan sosial, berdampak pada kualifikasi

dan kemudian ditafsirkan dalam usaha mencari jawaban penelitian.46 Setelah data

diperoleh maka dikelompokkan sesuai dengan kategorinya.

Penelusuran analisa bahan dimulai dari pengaturan hukum terhadap

pemenuhan hak tenaga kerja penyandang disabilitas menurut UU Tenaga Kerja,

UU HAM, UU BPJS, dan UU Yayasan. Selanjutnya melihat penerapan dari

pengaturan undang-undang tersebut di masing-masing yayasan dan Dinas Tenaga

Kerja Provinsi Bali, kemudian dianalisis dengan teori hukum yang ada serta

peraturan perundang-undangan yang berlaku. Setelah itu ditarik suatu kesimpulan

dari data yang telah dianalisis dan merupakan hasil dari penelitian.

46 Burhan Ashshofa, Op.cit, h.124.