Upload
others
View
13
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Masyarakat Jawa lekat dengan mitos yang berkembang. Mitos
dituturkan masyarakat Jawa secara turun temurun. Mitos berkembang di
masyarakat Jawa merupakan hasil dari sisa-sisa kepercayaan terhadap
animisme dan dinamisme di masyarakat Jawa sebelum mengenal kepercayaan
terhadap Tuhan. Hal tersebut ditandai dengan kepercayaan masyarakat
percaya terhadap benda-benda keramat seperti, benda hidup dan benda mati.
Masyarakat Jawa memiliki benda-benda yang dikeramatkan, dan tempat-
tempat seperti makam (pesarean, petilasan), serta kepercayaan masyarakat
Jawa terhadap hari-hari tertentu dianggap sebagai hari baik dan hari kesialan.
Masyarakat Jawa merupakan masyarakat yang bahasa ibunya
menggunakan bahasa Jawa. Masyarakat Jawa adalah penduduk asli dibagian
tengah dan timur pulau Jawa dengan bahasa Jawa. Kebudayaan Jawa
dibedakan antara penduduk pesisir utara dimana hubungan pedagang, nelayan
dan pengaruh Islam lebih kuat menghasilkan bentuk kebudayaan Jawa yang
khas, yaitu kebudayaan pesisir, dan daerah Jawa pedalaman sering disebut
“kejawen”. Cara hidup masyarakat Jawa ditentukan oleh tradisi Jawa Pra-
Islam dan juga cara hidup menurut ajaran Islam. (Suseno,
1984: 20)
Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap mitos melahirkan beragam ritual di
masyarakat. Wilayah di Jawa memiliki mitos-mitos yang diyakini. Mitos
tersebut telah dijadikan kiblat hidup, ditaati, dipuja, dan diberikan tempat
istimewa.
2
Kepercayaan masyarakat Jawa terhadap mitos terjadi sebelum
mengenal adanya Tuhan. Pengenalan Tuhan dengan pemujaan terhadap roh
yang disebut animisme. Pemujaan terhadap roh di masyarakat Jawa terjadi
sampai saat ini, yaitu dengan adanya ritual-ritual dan sesaji. Ritual dan sesaji
di masyarakat Jawa merupakan bentuk negosiasi supernatural, agar kekuatan
adikodrati mau di ajak kerjasama. Wujud nyata pemujaan roh di masyarakat
Jawa untuk mendapatkan keberuntungan dan rejeki. Kepercayaan masyarakat
Jawa terhadap roh dapat dibagi menjadi dua yaitu fetisme dan spiritualisme.
Fetisme adalah pemujaan kepada benda-benda berwujud tampak memiliki
jiwa. Spiritualisme adalah pemujaan terhadap roh leluhur dan mahkluk halus
lain yang terdapat di alam. Kepercayaan terhadap roh leluhur terjadi di
Pesarean Gunung Kawi. Masyarakat Jawa dan Tionghoa percaya terhadap
Pesarean Gunung Kawi sebagai tempat ngalap berkah.
Kepercayaan terhadap ritual ngalap berkah di Pesarean Gunung Kawi
dilakukan dengan ziarah. Masyarakat Tionghoa dan Jawa percaya bahwa roh
yang ada di alam dapat memberikan keberuntungan dengan memberikan
perlakukan khusus yaitu dengan ritual. Ritual ziarah di Pesarean Gunung
Kawi disertai dengan membakar kemenyan, bunga tabur dilakukan di dalam
pesarean. Tujuan ritual di Gunung Kawi yaitu untuk ngalap berkah. Ritual
masyarakat Jawa terhadap roh disertai dengan bacaan matra dibacakan dalam
ritual menggunakan bahasa Jawa. Mantra adalah doa yang diucapkan dengan
diam-diam dengan iringan membakar kemenyan mantra dibacakan oleh
Modin. Mantra yang dibacakan sebagai sarana doa untuk mendapatkan rejeki
dan kesuksesan usaha. Ritual di Pesarean Gunung Kawi disertai dengan
3
bacaan mantra dan membakar kemenyan di samping makam Eyang Djeogo
dan Raden Imam Soedjono. Mantra ritual di pesarean dibacakan oleh Modin
dengan memakai pakaian khas Jawa.
Ritual adalah tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan keramat
yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Pelaksanaan ritual ditandai
dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu,
tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta orang-
orang yang menjalankan upacara. Pada dasarnya ritual adalah rangkaian kata,
tindakan pemeluk agama dengan menggunakan benda-benda, peralatan dan
perlengkapan tertentu, ditempat tertentu dan memakai pakaian tertentu pula.
Begitu halnya dalam ritual upacara kematian, banyak perlengkapan, benda-
benda yang harus dipersiapkan dan dipakai.
Jenis ritual yaitu material dan non material, ritual non material seperti
ritual slametan. Slametan terungkap nilai mendalam yang dirasakan oleh
masyarakat Jawa yakni, nilai kebersamaan, ketetanggan, dan kerukunan.
Tujuan ritual slametan untuk menemukan keharmonisan dan keyakinan secara
supernatural. Ritual adalah cara pembebasan dari godaan supernatural.
(Endraswara, 2015: 27). Sedangkan tujuan ritual material untuk mendapatkan
keberuntungan dan rejeki yang berupa kekayaan (uang). Ritual atau ritus
dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak
dari suatu pekerjaan. Ritual tersebut termasuk mistik Jawa memiliki keunikan
yaitu, sebagai jalan lurus untuk mencapai tujuan dari doa yang diucapkan
kepada leluhur dan Tuhan. Ritual mistik kejawen dilakukan dengan ziarah ke
4
pesarean, bertujuan untuk berdoa untuk dimudahkan rejekinya. Hal tersebut
dilakukan di pesarean yang disebut oleh masyarakat sebagai ngalap berkah.
Ritual mistik masyarakat Jawa yaitu semedi dilakukan di tempat-
tempat keramat. Berdasarkan catatan dari Cliford Geertz bahwa masyarakat
Jawa tidak suka dengan hal-hal bersemedi atau ritual-ritual dengan tujuan
yang jahat. Hal tersbut dianggap oleh masyarakat Jawa sebagai hal yang
menakutan. (Suseno, 1984: 180.) Ritual mistik di Gunung Kawi disertai
dengan melakukan semedi di bawah Pohon Dewandaru tujuan untuk
mendapatkan keberuntungan dan rejeki. Pohon Dewandaru yang dipercaya
sebagai pohon keberuntungan. Makna dari semedi di bawah Pohon
Dewandaru bagi siapa yang ingin sukses usaha dan mendapatkan rejeki
melimpah harus dilandasi kesabaran, ketulusan, dan kerja keras.
Ritual semedi di bawah Dewandaru dilakukan oleh Raden Imam
Soedjono dalam mengajarkan ilmu ajaran Islam kepada pengikutnya. Para
pengikutnya diminta berdiam diri dengan sabar, ikalas, dan tulus makan akan
kejatuhan salah satu dari batang, buah dan daunya, jika di simpan akan
membantu melancarkan rejeki sehingga melahirkan persepsi masyarakat
bahwa semedi di bawah Pohon Dewandaru sebagai salah satu ritual mistik.
Makna tersebut dijelaskan bahwa siapa yang ingin mendapatkan rejeki yang
melimpah melalui berbagai usaha harus dilakukan seperti, kerja keras
solidaritas, ketulusan dan keiklasan dalam menunggu rejeki yang datang.
Pesarean Gunung Kawi merupakan makam dari Eyang Djeogo dan
Raden Iman Soedjono. Mereka merupakan orang yang menyebarkan agama
Islam di wilayah Wonosari dan babat alas lereng Gunung Kawi menjadi
5
desa, semasa hidupnya berpesan jika kelak meninggal untuk di makamkan di
lereng Gunung Kawi sekarang menjadi pesarean. Ritual di Pesarean Gunung
Kawi sebagai instrumen untuk di mudahkan rejeki dan kelancara usaha oleh
Tuhan melalui roh. Eyang Djeogo dan Raden Imam Soedjono dipercaya
sebagai danyang desa. Danyang desa yaitu sosok pendiri atau pembuka desa,
mereka merupakan hantu yang tidak tampak, dipercaya sudah ada di desa
tersebut sebelum desa di buka oleh manusia dan tinggal dekat dengan desa itu
atau sekitarnya. Danyang desa dipercaya oleh masyarakat Jawa sebagai
sumber dari semua keselamatan yang dinikmati oleh seluruh masyarakat desa.
Danyang desa merupakan roh dari jasad orang yang meninggal yang dianggap
oleh masyarakat Jawa bahwa roh tersebut masih hidup dan menjaga desa dan
bisa memberikan kesuksesan dan keberuntungan. (Suyono, 2009: 120.)
Ritual sebagai salah satu upaya memenuhi kebutuhan duniawi selain
dengan sembahyang dan bekerja. Ritual yang dilakukan adalah ritual ngalap
berkah (mencari keberuntungan dan rejeki). Kunci kemudahan rejeki dan
kesuksesan usaha bukan hasil dari ritual. Kunci kesuksesan hasil dari kerja
keras, kesabaran, ketulusan. Ritual hanya sebagai instrumen untuk
menyampaikan doa kepada Tuhan dengan perantaran roh leluhurnya. Banyak
orang sukses setelah melakukan ritual salah satunya setelah ritual di Pesarean
Gunung Kawi merasakan rejeki dan usahanya lancar.
Ritual Pesarean Gunung Kawi dilakukan pada Kamis Kliwon malam
Jumat Legi merupakan hari di makamkannya Eyang Djeogo dan hari Minggu
Legi malam Senin Pahing merupakan hari meninggalnya. Ritual di Gunung
Kawi ramai pada tanggal Satu Selo dan dua belas Suro (kalender Dzulhijah).
6
Ritual diakukan dengan memakai pakaian adat Jawa serta dengan membawa
berbagai sesajen berupa masakan sudah matang, disertai dengan membakar
kemenyan di dalam pesarean, ritual diikuti oleh seluruh masyarakat desa dan
pelaku ritual ngalap berkah.
Hasil ritual ngalap berkah di Pesarean Gunung Kawi yaitu kembang
layon. Kembang layon memiliki makna seperti, kembang layon (bunga layu)
memiliki khasiat untuk pengobatan pembawa keberuntungan/rejeki.
Masyarakat Jawa dan Etnis Tionghoa, menyimpan kembang layon (bunga
layu) didalam kantong kain berwarna merah dan kuning berlambangkan pakua
dan bertuliskan huruf Tionghoa. Ada semacam keyakinan kembang layon
(bunga layu) di tempatkan di kantong warna merah cocok untuk diletakkan di
tempat usaha. kembang layon (bunga layu) yang disimpan di kantong warna
kuning di gantung di rumah. (Pujileksino, 2015: 120). Kemashuran Gunung
Kawi sebagai tempat ritual ngalap berkah untuk mencari keberuntungan dan
rejeki telah melahirkan banyak cerita dan kisah kesuksesan dari orang yang
datang ke Gunung Kawi ada yang mendapatkan kesuksesan atau
keberuntungan rejeki dan penederitaan setelah melakukan ritual di Gunung
Kawi. (Pujileksino, 2009: 94).
Keistimewaan Gunung Kawi terdapat pesarean dua tokoh terkenal
yaitu Eyang Djeogo dan Raden Iman Soedjono. Pesaraen Gunung Kawi pada
malam hari terasa hening dan sakral layaknya sebagai tempat mencari
keberuntungan dan rejeki, yang dilakukan oleh peziarah yang melakukan
ritual semalam suntuk. Tujuan melakukan ritual di Gunung Kawi untuk
ngalap berkah. Berdasarkan penjelasan tersebut fokus penelitian pada
7
kepercayaan masyarakat terhadap ritual di Pesarean Gunung Kawi (studi:
pada pelaku ritual di Pesarean Gunung Kawi ).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut rumusan masalahnya adalah:
Bagaimana kepercayaan masyarakat terhadap ritual di Pesarean
Gunung Kawi?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah tujuan penelitiannya adalah untuk
mengetahui kepercayaan masyarakat terhadap ritual di Pesarean Gunung
Kawi.
1.4 Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
pengembangan Sosiologi agama tentang Kepercayaan Jawa berkaitan
ritual di Pesarean Gunung Kawi yang terletak di Dusun Wonosari Desa
Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Jurusan Sosiologi
Diharapkan hasil penelitian dapat memberikan tambahan referensi
untuk mahasiswa dalam penelitian tentang kepercayaan Jawa
berkaitan dengan ritual ngalap berkah.
8
b. Bagi Pemerintah Kabupaten Malang
Memberikan kontribusi kepada Pemerintah Kabupaten Malang dalam
mengembangkan wisata ritual Gunung Kawi yang terletak di Dusun
Wonosari Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten Malang.
1.5 Definisi Konsep
1. Kepercayaan
Kepercayaan merupakan sekumpulan jawaban yang didasarkan
atas ilmu kebutuhan atau penafsiran atas kekuatan gaib terhadap berbagai
pertanyaan yang ditimbulkan oleh akar pikiran manusia. (Moreno, 1985:
122)
2. Masyarakat
Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling “bergaul”
atau dalam istilah alamiah disebut “berinteraksi”. Suatu kesatuan manusia
dapat mempunyai prasarana agar warganya saling berinteraksi.
Masyarakat adalah kesatuan hidup manusia yang berinteraksi menurut
suatu sistem adat-istiadat tertentu yang bersifat kontiniu, dan yang terikat
oleh suatu rasa identitas bersama. (Koentjaraningrat, 2009: 116)
3. Ritual
Ritual merupakan tata cara dalam upacara atau suatu perbuatan
keramat yang dilakukan oleh sekelompok umat beragama. Yang ditandai
dengan adanya berbagai macam unsur dan komponen, yaitu adanya waktu,
tempat-tempat dimana upacara dilakukan, alat-alat dalam upacara, serta
orang-orang yang menjalankan upacara. Ritual atau ritus dilakukan
dengan tujuan untuk mendapatkan berkah atau rezeki yang banyak dari
9
suatu pekerjaan. Seperti upacara menolak balak dan upacara karena
perubahan atau siklus dalam kehidupan manusia seperti kelahiran,
pernikahan dan kematian. (Ms Ghozali, 2014).
1.6 Metode Penelitian
Penelitian merupakan suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara
sistematis, mempunyai tujuan tertentu dengan menggunakan metode yang
tepat, dimana data yang dikumpulkan harus ada relevansinya dengan masalah
yang dihadapi. Metode adalah suatu cara yang digunakan sebagai pedoman
dalam melakukan suatu pekerjaan. Metode penelitian mempunyai peran yang
penting dalam pengumpulan data, merumuskan masalah, analisis dan
interpretasi data, sedangkan metode penelitian dalam penulisan penelitian
adalah :
1.6.1 Jenis Penelitian
Berdasarkan pada masalah yang diangkat dalam penelitian ini
maka jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kualitatif,
dimana data yang dihasilkan bersifat deskriptif atau penelitian kualitatif
berusaha mengerti dan mengungkapkan makna suatu kejadian atau
peristiwa dengan mencoba berinteraksi dengan orang-orang dalam
situasi atau fenomena yang sedang dikaji. Penelitian kualitatif adalah
suatu aktivitas berlokasi yang menempatkan penelitianya di dunia.
Penelitian kualitatif terdiri dari serangkaian penafsiran material.
Penelitian kualitatif dimulai dengan asumsi dan penggunaan kerangka
penafsiran/teoritis yang membentuk dan mempengaruhi studi tentang
permasalahan riset yang terkait dengan makna yang dikenal oleh
10
individu atau kelompok pada suatu permasalahan sosial. Creswell,
2013: 58).
Penelitian kualitatif mencoba mengerti makna suatu kejadian
peristiwa dengan mencoba berinteraksi dengan orang-orang dalam
situasi/fenomena tersebut. Kualitatif merupakan tata cara penelitian
yang menghasilkan data deskriptif analisis, yaitu apa yang dinyatakan
secara tertulis atau lisan dan juga perilaku yang nyata, teliti dan
dipelajari sebagai suasana yang utuh, jadi penelitian deskriptif kualitatif
studi kasusnya mengarah kepada pendeskripsian secara rinci dan
pendalaman mengenai potret kondisi tentang apa yang sebenarnya
terjadi menurut apa adanya di lapangan studinya. (Yusuf, 2014: 328).
1.6.2 Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah fenomenologi.
Fenomenologi untuk mendeskripsikan pemaknaan umum dari sejumlah
individu terhadap berbagai pengalaman hidup terkait pengalaman dan
konsep. Tujuan utama dari fenomenologi adalah untuk mereduksi
pengalaman individu pada fenomena menjadi deskripsi tentang esensi
atau intisari universal. Tujuan peneliti kualitatif untuk mendeskripsikan
fenomena pengalaman hidup manusia. Fenomenologi memiliki
komponen filosofis yang kuat. Asumsi filosofis berpijak pada studi
tentang pengalaman hidup bahwa pengalaman bersifat sadar. (Creswell,
2013: 105).
Fenomenologi berusaha menangkap dan memahami suatu
fenomena berserta konteks yang khas dan unik dipahami oleh individu
11
hingga tataran keyakinan individu yang bersangkutan. Fenomenologi
memfokuskan pada konsep suatu fenomena untuk memahami suatu arti
dari suatu pengalaman individual yang berkaitan dengan suatu
fenomena tertentu. (Chony, Djunaidi, M, dan Almanshur, Fauzan,
2012: 57). Fenomenologi sosial menurut Scutz, dunia kehidupan
merupakan sesuatu yang terbagi, merupakan dunia budaya yang sama.
Kepercayaan dunia kehidupan berdasarkan tifikasi, asumsi, dan
penegatahuan yang diterima begitu saja melalui interpretasi dan
klasifikasi seseorang terhadap orang lain dalam kehidupan sehari-hari.
individu yang melukiskan pengalaman untuk memahami orang lain
dalam dunia kehidupan.Bagi Scutz dunia kehidupan merupakan sebuah
dunia yang berbeda dengan apa yang biasanya diketahui oleh ilmuan.
Dunia kehidupan kita sehari-hari tidak akan dijumpai dalam buku
ilmiah.
Bagi Scutz setiap interaksi melibatkan proses pengiriman sinyal
kepada orang lain dan hal itu tidak akan dipertanyakan mengenai
asumsi bahwa masing-masing yang berinteraksi mempunyai pandangan
yang sama terhadap realitas yang terjadi. Scutz menekan pada
interpretasi tindakan yang unik bagi setiap orang tetapi tergantung pada
kategori kolektif yang disebut sebagai tipifikasi. Orang yang
berkomunikasi hanya dengan perpijak pada asumsi bahwa dirinya
memiliki makna yang sama dan kemudian mengasosiasikan untuk
mendapatkan saling pengertian dan persetujuan kompehensif. Scutz
juga membedakan dua motif yaitu, motif dalam kerangka untuk yang
12
berkaitang dengan alasan seseorang melakukan sesuatu tindakan
sebagai usaha menciptakan situasi dan kondisi yang diharapkan dimasa
yang akan datang, dan motif karena, yang merupakan pandangan
restropektif terhadap faktor yang menyebabkan seseorang melakukan
tindakan tertentu. (Haryono, 2013: 145).
Tujuan fenomenologi adalah mendorong kita untuk menyadari
dan mempelajari serta mengontrol apa yang sedang dilakukan dan
membentuk kehidupan sosial. Sekalipun manusia tidak memiliki
kontrol sosial akan tetapi sanggup dalam memilih proyek hidupnya.
Karena setiap individu memiliki stock of knowladge. Maka
fenomenologi harus dapat memisahkan kehidupan sehari-hari dengan
objeknya yang diteliti. Banyak gagasan Scutz yang menyingung
penjelasan tentang kehidupan sehari-hari (comon sense). Comon sense
merupakan lambang yang terorganisasi dari pengetahuan yang diterima
begitu saja dari aktivitas kita yang mempertanyakanya. (Susilo, 2008:
156). Terdapat ciri yang khas dalam studi fenomenologi yang didasari
pada ilmu humoria diantaranya:
a. Penekanan pada fenomena yang hendak dieksploitasi
berdasarkan sudut pandang konsep atau ide tunggal.
b. Eksplorasi fenomena pada kelompok individu yang semuanya
telah mengalami fenomena tersebut.
c. Pembahasan filosofis tentang ide dasar yang dilibatkan dalam
studi fenomenologi.
13
d. Pada sebagian bentuk fenomenologi, peneliti menggurung
dirinya diluar dari studi tersebut dengan membahas
pengalaman pribadi dengan fenomena tersebut.
e. Prosedur pengumpulan data secara khas melibatkan wawancara
terhadap individu yang telah mengalami fenomena tersebut.
f. Analisa data yang megikuti prosedur sistematika yang bergerak
dari satuan analisis yang sempit menuju satuan yang luas
kemudian menuju deskripsi yang detail merangkum unsur
“apa” yang dialami oleh individu dan bagaimana mereka
mengalaminya”.
g. Fenomenologi diakhiri dengan bagian deskripsi yang
membahas esensi dari pengalaman yang dialami oleh individu
tersebut dengan melibatkan “apa” yang telah mereka alami dan
“bagaimana” mereka mengalaminya. Esensi atau intisari adalah
aspek puncak dari studi fenomenologi. (Creswell, 2013: 106).
1.6.3 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Pesarean Gunung Kawi yang berada
di Dusun Wonosari Desa Wonosari Kecamatan Wonosari Kabupaten
Malang. Alasan peneliti memilih lokasi ini, karena ritual ngalap
berkah dilakukan di Pesarean Gunung Kawi.
1.6.4 Teknik Penentuan Subjek Penelitian
Penentuan subjek penelitian dengan menggunakan purposive
sampling. Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel
sumber data dengan pertimbangan tertentu. (Arikunto, 2010: 183).
14
Peneliti harus mengambil sampel berdasarkan tujuan tertentu, dengan
syarat-syarat yang harus dipenuhi sebagai berikut:
a. Pengambilan sampel harus didasarkan atas ciri-ciri, sifat,
karakteristik tertentu.
b. Subjek yang dipilih harus sesuai dengan ciri-ciri.
Subjek penelitian yang dipilih adalah pelaku ritual di Pesarean
Gunung dengan kararteristik dipilih berdasarkan:
1. Jenis Pekerjaan
2. Jenis Kelamin
3. Suku Jawa
4. Etnis Tionghoa
5. Pelaku ritual Gunung Kawi
Alasan peneliti mengambil subjek tersebut untuk mendapatkan data
tentang kepercayaan dan ritual di Pesarean Gunung Kawi. Subjek
penelitian berjumlah 6 (enam) orang. Terdiri dari 2 Orang Suku Jawa,
1 Orang Suku Madura, dan 3 Orang Etnis Tionghoa.
1.6.5 Sumber Data
1. Data Primer
Data primer merupakan data penelitian diperoleh secara langsung
sumber asli (tidak melalui perantara). Data primer merupakan data
dari sumber yang asli dikumpulkan secara khusus untuk menjawab
penelitian. Data primer yang didapat dengan melakukan
observasi/pengamatan terus menerus serta terlibat sebagai pelaku
15
ritual di Pesarean Gunung Kawi. Data primer juga didapatkan
melalui hasil wawancara dan observasi.
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan sumber data penelitian yang diperoleh
oleh peneliti secara tidak langsung atau meliputi media perantara.
Data sekunder dapat berupa catatan-caratan penunjang, literatur,
buku-buku perpustakaan, jurnal, dokumen resmi. Data sekunder
penelitian ini menggunakan literatur buku, jurnal ilmiah, dan
penelitian terdahulu yang memiliki relevansi dengan penelitian
kepercayaan masyarakat terhadap ritual di Pesarean Gunung
Kawi. Data sekunder hasil catatan-catatan sejarah Gunung Kawi.
1.6.6 Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Observasi ialah pengamatan dan pencatatan yang sistematis
terhadap gejala yang diteliti. Observasi teknik penelitian yang
sesuai dengan tujuan penelitian, direncanakan, dan dicatat secara
sistematis. (Usaman, Husaini & Akbar Setyadi Purnomo, 2000:
52). Observasi dilakukan secara terus menerus untuk
mendapatkan data tentang ritual di Gunung Kawi.
Observasi yang dipilih dalam penelitian ini ialah observasi
partisipan dengan cara mengamati langsung tatacara melakukan
ritual dan peneliti terlibat sebagai pelaku ritual. Observasi dimulai
dari pertama kali dilakukan untuk mengetahui tatacara ritual di
Gunung Kawi dan untuk mendapatkan data berkaitan dengan
16
jenis ritual apa saja yang dilakukan di Gunung Kawi. Observasi
dilakukan untuk mengetahui kondisi wilayah disekitar lokasi
penelitian di Pesarean Gunung Kawi. Observasi pada tanggal 20
Oktober 2016 ke Pesarean Gunung Kawi bertemu dengan
pengusaha Maspion dari Etnis Cina yang sedang memesan
masakan untuk slametan hari Minggu Kliwon malam Senin
Pahing, hal ini dapat menguatkan bahwa kepercayaan masyarakat
terhadap ritual Gunung Kawi dilakukan oleh Etnis Tionghoa dan
Jawa. Observasi dilakukan untuk mengetahui ritual yang dilkukan
di Pesarean Gunung Kawi serta seluruh rangkaian proses ritual di
Gunung Kawi.
2. Wawancara
Wawancara adalah teknik pengumpulan data yang
diperoleh dari kutipan langsung dari orang-orang tentang
pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuannya. Kemudian
wawancara yang dilakukan adalah wawancara bebas dengan
metode wawancara mendalam. Wawancara mendalam adalah
proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan
cara tanya jawab sambil bertatap muka antara pewawancara
dengan subjek penelitian dan terlibat dalam kehidupan sosial
yang relatif sama. Dengan demikian, kekhasan wawancara
mendalam adalah keterlibatannya dalam kehidupan sosial.
(Suyanton, Bagong dan Sutinah, 2005: 186).
17
Wawancara yang dilakukan dalam penelitian ini ialah
mewawancarai pelaku ritual di Pesarean Gunung Kawi yang
dipilih yaitu, Suku Jawa, Etnis Tionghoa dan Juru Kunci sebagai
pemandu ritual.Wawancara dilakukan tidak terstruktur dan
pertanyaan mengalir sesuai dengan topik pembicaraan yang
dilakukan. Tujuan wawancara untuk mendapatkan informasi
tentang kepercayaan masyarakat Jawa dan Tionghoa terhadap
ritual. Wawancara dilakukan dengan Juru Kunci, pelaku di
Gunung Kawi.
3. Dokumentasi
Dokumentasi adalah catatan peristiwa yang sudah beralu.
Dokumen bisa berbentuk tulisan, catatan harian, gambar foto, dan
sejarah kehidupan. (Sugiono, 2012: 193). Dalam penelitian
dokementasi diperoleh dari hasil berupa foto ritual, video dan
rekaman suara, gambar desa dan peta lokasi Pesarean Gunung
Kawi. Dokumen dalam penelitian kualitatif didapatkan melalui
beberapa cara diantaranya:
1. Menulis catatan lapangan selama riset.
2. Meminta seorang partisipan untuk memelihara jurnal atau
diary selama studi riset tersebut.
3. Mengumpulkan surat pribadi dari partisipan.
4. Menganalisis dokumen publik.
5. Mempelajari biografi dan auto biografi.
6. Meminta partisipan untuk membuat foto atau vidio.
18
7. Melaksanakan audit atau tabel.
8. Meninjau rekaman medis. (Creswell, 2013: 222).
Dokumentasi penelitian tentang kepercayaan masyarakat terhadap
ritual di Pesarean Gunung Kawi dokumentasi dari hasil penelitian
peneliti sendiri yang didapatkan melalui foto yang di dapatkan
selama melakukan observasi terhadap ritual yang dilakukan di
Gunung Kawi. Foto hasil peneliti sendiri merupakan foto yang
betul-betul dibuat oleh peneliti sendiri sewaktu berada di lokasi
penelitian. Foto didapatkan melalui kamera yang dapat
menghasilkan foto objek yang diteliti atau fenomena peristiwa
yang terjadi. (Ghony dan Aimanshur, 2012: 270).
1.6.7 Teknik Analisa Data
Analisa data adalah proses mencari dan menyusun secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan,
sehingga mudah dipahami dan ditemukan mudah dipahami dan hasil
temuanya dapat di informasikan kepada orang lain. Data yang
diperoleh dilapangan nantinya akan diproses dan diolah sehingga akan
didapatkan sebuah kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan.
Teknik analisis data adalah proses penyederhanaan data ke dalam
bentuk yang mudah dibaca dan dipahami. Analisa data menggunakan
model Interaktif Miles dan Herberman yang terdiri dari tahapan:
1. Pengumpulan Data
Kegiatan yang dilakukan untuk mengumpulkan data yang
diperoleh dari subyek penelitian yang ada relevansinya dengan
19
perumusan masalah dan tujuan penelitian. Dalam pengumpulan
data ini peneliti mengumpulkan data yang terkait dengan judul
penelitian. Pengumpulan data pada penelitian kualitatif tidak
memiliki segmen atau waktu tersendiri, melainkan sepanjang
penelitian yang dilakukan proses pengumpulan data dapat
dilakukan. Pengumpulan data tentang kepercayaan masyarakat
terhadap ritual Gunung Kawi.
Aktivitas-aktivitas Pengumpulan Data
Sumber: Creswell, W, John, hlm 207
Aktivitas-aktivitas pengumpulan data dengan menggunakan
pendekatan fenomenologi diantaranya:
a. Mempelajari beragam individu yang mengalami beragam
fenomena.
b. Menemukan persoalan yang ada di masyarakat yang
mengalaminya.
20
c. Informasi dikumpulkan dengan melakukan wawancara kepada
5-25 orang.
d. Wawancara dilakukan dengan individu yang sama.
e. Pengumpulan data dilakukan dengan pengurungan pengalaman
peneliti logistik wawancara.
f. Informasi yang didapatkan disimpan dalam transkrip file
komputer. (Creswell, 2013: 210).
2. Reduksi Data
Redukasi data menunjuk pada proses pemilihan, pemokusan,
penyederhanaan, pemisahan, dan pentransformasian data
“mentah”. Redukasi data adalah bentuk analisa yang
mempertajam, memilih, memfokus akhir dapat digunakan dan di
verifikasikan. Peneliti mengedit data dengan cara memilih bagian
data untuk dikode, dipakai dan yang diringkas serta dimasukkan
dalam kategori yang diteliti. Reduksi data dilakukan secara terus
menerus selama penelitian dilakukan. Data yang direduksi dari
hasil Observasi tentang ritual dan wawancara mendalam tentang
kepercayaan.
3. Data Display
Kumpulan informasi yang telah tersusun yang membolehkan
penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Display data
dalam bentuk teks naratif dan kejadian atau peristiwa itu terjadi
di masa lampau. Display disajikan dalam sub-bab berkaitan
dengan data hasil wawancara tentang kepercayaan dan ritual.
21
4. Kesimpulan/ Verifikasi
Penarikan kesimpulan dalam penelitian bersifat sementara, dan
akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat
mendukung pada tahap pengumpulan data berikutnya. Proses
penarikan kesimpulan dimaksudkan untuk menganalisis, mencari
makna dari data sehingga dapat ditemukan tema pola hubungan.
Dalam reduasi data ini tidak diperbolehkan validitas dari
penelitian tersebut dengan cara membandingkan sumber data
yang digunakan dalam penelitian itu sendiri. Penarikan
kesimpulan dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah
menyajikan data tentang kepercayaan masyarakat dan ritual.
(Sugiono, 2010: 245)
Komponen-komponen Analisis Data Interaktif Miles dan
Huberman
1.6.8 Uji Keabsahan Data
Pembuktian validitas data penelitian ini ditentukan oleh
kredibilitas temuan dan interpretasinya dengan mengupayakan temuan
dan penafsiran yang dilakukan sesuai dengan kondisi yang senyatanya
22
dan disetujui oleh subyek penelitian. Kondisi di atas dapat dipenuhi
dengan cara memperpanjang observasi, pengamatan yang terus-
menerus, triangulasi, dan membicarakan hasil temuan dengan orang
lain, dan menggunakan bahan referensi. Sedangkan reabilitas dapat
dilakukan dengan pengamatan sistematis, berulang, dan dalam situasi
yang berbeda. Penelitian ini digunakan triangulasi sumber yang
artinya membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan
suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda
dalam penelitian kualitatif. Hal itu dapat dicapai dengan jalan :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil
wawancara.
2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum
dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.
3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang
situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang
waktu.
4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan
berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa,
orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada,
orang pemerintahan. Membandingkan hasil wawancara dengan
isi suatu dokumen yang berkaitan. (Moleong, 2005: 330).
Uji keabsahan data di mulai dari hasil observasi awal tentang ritual yang
dilakukan. Uji keabsahan data dilakukan dengan trianggulasi
membandingkan Jawaban informan satu dengan Informan yang lainya.