26
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dewasa ini dapat ditemukan berbagai bentuk perusahaan, dimana masing-masing dari perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang berbeda-beda. Salah satu dari jenis perusahaan tersebut adalah Perseroan Terbatas. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disingkat UUPT) : Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”. Proses pendirian Perseroan Terbatas ini haruslah dilakukan minimal oleh 2 (dua) orang pendiri, sehingga pemegang saham dari Perseroan Terbatas inipun minimal haruslah berjumlah 2 (dua) orang. 1 Begitu juga dalam suatu perusahaan Perseroan Terbatas di bidang perbankan, haruslah memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang. Perubahan signifikan dalam lingkungan bisnis seperti globalisasi, deregulasi serta kemajuan teknologi telah menciptakan persaingan yang sangat ketat (fierce competition). Respon perusahaan-perusahaan terhadap meningkatnya persaingan sangat beragam. Salah satu strategi untuk menjadi perusahaan yang besar dan mampu bersaing adalah melalui perluasan baik 1 Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakthi, Bandung, (selanjutnya disingkat Munir Fuady I), h.36.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - sinta.unud.ac.id 1.pdf · Apa saja asas-asas yang harus dipenuhi peraturan perundang undangan untuk ... yang diambilalih tetap memiliki hukum

  • Upload
    buinhu

  • View
    213

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini dapat ditemukan berbagai bentuk perusahaan, dimana

masing-masing dari perusahaan tersebut memiliki karakteristik yang

berbeda-beda. Salah satu dari jenis perusahaan tersebut adalah Perseroan

Terbatas. Berdasarkan Pasal 1 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007

tentang Perseroan Terbatas (yang selanjutnya disingkat UUPT) :

“Perseroan Terbatas yang selanjutnya disebut Perseroan adalah badan

hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan

perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya

terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam

undang-undang ini serta peraturan pelaksanaannya”.

Proses pendirian Perseroan Terbatas ini haruslah dilakukan minimal

oleh 2 (dua) orang pendiri, sehingga pemegang saham dari Perseroan

Terbatas inipun minimal haruslah berjumlah 2 (dua) orang.1 Begitu juga

dalam suatu perusahaan Perseroan Terbatas di bidang perbankan, haruslah

memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang.

Perubahan signifikan dalam lingkungan bisnis seperti globalisasi,

deregulasi serta kemajuan teknologi telah menciptakan persaingan yang

sangat ketat (fierce competition). Respon perusahaan-perusahaan terhadap

meningkatnya persaingan sangat beragam. Salah satu strategi untuk menjadi

perusahaan yang besar dan mampu bersaing adalah melalui perluasan baik

1Munir Fuady, 2008, Pengantar Hukum Bisnis, PT. Citra Aditya Bakthi, Bandung,

(selanjutnya disingkat Munir Fuady I), h.36.

dalam bentuk perluasan internal maupun perluasan eksternal. Perluasan

internal terjadi pada divisi-divisi yang ada dalam perusahaan tumbuh secara

normal melalui kegiatan penganggaran modal (capital budgeting)

sedangkan perluasan eksternal dapat dilakukan dalam bentuk penggabungan

usaha (business combination). Penggabungan usaha adalah suatu kondisi

dua atau lebih perusahaan bekerja sama melalui kepemilikan bersama atas

suatu badan usaha. Perusahaan yang memiliki mayoritas voting stok

perusahaan lain akan mempunyai kemampuan untuk mengendalikan proses

pembuatan keputusan, serta menguasai aktiva dan kewajiban perusahaan

lain.2

Beberapa perusahaan memilih untuk memfokuskan sumber daya

ekonomi yang dimiliki pada segmen tertentu yang lebih kecil, ada juga yang

tetap bertahan dengan strategi usaha yang dilakukan sebelumnya dan

sebagian menggabungkan diri dengan perusahaan lainnya agar menjadi

perusahaan yang lebih besar di dalam pasar. Strategi yang dipilih terakhir

ini merupakan bagian upaya restrukturisasi untuk menciptakan sinergi.

Restrukturisasi usaha seperti akuisisi, merupakan pilihan strategi

restrukturisasi kegiatan usaha yang dapat dilakukan oleh suatu Perseroan

Terbatas.3

Beberapa tahun belakangan ini, terutama semenjak terjadinya krisis

ekonomi pada pertengahan tahun 1997 banyak perusahaan-perusahaan

2Dr. Abdul R. Saliman, 2011, Hukum Bisnis Untuk Perusahaan, Kencana Prenada Media

Grup, Jakarta, h. 56. 3Munir Fuady, 2001, Hukum Tentang Akuisisi, Take Over dan LBO (selanjutnya disingkat

Munir Fuady II), PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, h. 28.

(Perseroan Terbatas) yang mengalami pengambilalihan oleh suatu

perusahaan (akuisisi). Pengambilalihan atau akuisisi dari sudut pandang

ekonomis sangat efisien dan efektif diterapkan pada suatu perusahaan guna

menekan pembengkakan biaya. Pada dasarnya, satu perusahaan atau lebih

dapat menggabungkan diri menjadi satu dengan perusahaan lain yang telah

ada, dengan memenuhi ketentuan dan batasan-batasan yang diberikan oleh

undang-undang dan peraturan hukum perusahaan.4

Akuisisi saham atau “shares acquisition” yang berarti

“mengambilalih” adalah perbuatan hukum yang dilakukan oleh badan

hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih saham perseroan

yang mengakibatkan beralihnya pengendalian atas perseroan tersebut.

Akuisisi perusahaan dimaksudkan untuk mengambilalih kepentingan-

kepentingan pengontrol terhadap suatu perusahaan yang dilakukan biasanya

dengan mengambilalih mayoritas saham atau mengambilalih sebagian besar

aset-aset perusahaan.5 Berbeda dengan merger dan konsolidasi di mana

hasilnya akan ada perusahaan yang lenyap sebagai akibatnya, maka dari

tindakan akuisisi ini tidak ada perusahaan yang lenyap setelah akuisisi. Baik

itu perusahaan pengambilalih (pengakuisisi) maupun perusahaan yang

diambilalih (perusahaan target) tetap eksis setelah tindakan akuisisi terjadi.

Hanya saja kekuasaan pengontrol terhadap perusahaan target saja yang

berubah sebagai akibat dari akuisisi tersebut.6

4Budi Kagramanto, 2008, Mengenal Hukum Persaingan Bisnis (Berdasarkan UU No.5

Tahun 1999), Laros, Jakarta, h. 218. 5Munir Fuady I, Op.Cit, h. 92.

6Munir Fuady II, Op.Cit, h.43.

Perseroan Terbatas didirikan dan dijalankan berdasarkan atas

Anggaran Dasar yang dibuat di antara para pemegang saham, sehingga

segala hak dan kewajibannya pun harus dituangkan sejelas mungkin di

dalam Anggaran Dasar tersebut, yang dapat digunakan sebagai perjanjian di

antara mereka, karena dianggap sebagai perjanjian, maka Anggaran Dasar

harus tunduk pada UUPT serta undang-undang dan peraturan lain yang

berkaitan dengan hak dan kewajiban pemegang saham. 7

Salah satu efek dari struktur kepemilikan melalui saham adalah

terciptanya pemegang saham mayoritas dan minoritas, di mana dengan

mekanisme pemilikan saham seperti itu, pemegang saham mayoritas

menjadi pihak yang diuntungkan dengan sendirinya, karena semakin banyak

saham yang dimiliki, maka semakin berkuasalah pemilik saham tersebut di

dalam menentukan keputusan mengenai keberadaan dan jalannya suatu

Perseroan Terbatas. Sebaliknya, pemegang saham minoritas akan

berhadapan dengan resiko dirugikan oleh kekuasaan pemegang saham

mayoritas karena kalah suara saat membuat keputusan mengenai jalannya

suatu Perseroan Terbatas dalam RUPS.

Menanggapi keadaan ini, dalam Pasal 61, Pasal 62 dan Pasal 126

UUPT tercermin telah memberikan perlindungan hukum kepada pemegang

saham, khususnya pemegang saham minoritas. Namun dengan melihat

keadaan di lapangan yaitu pada akuisisi yang dilakukan PT. Bank Mandiri

Tbk terhadap PT. Bank Sinar Harapan Bali, perlu dilakukan penelitian

7M. Yahya Harahap, 2009, Hukum Perseroan Terbatas, Sinar Grafika, Jakarta, h. 48

karena tidak menutup kemungkinan pemegang saham minoritas yang tidak

menyetujui tindakan akuisisi tersebut belum memperoleh perlindungan

hukum sebagaimana yang telah diatur dalam UUPT, bagaimanapun juga

pemegang saham minoritas ini memiliki nilai saham dalam perusahaan yang

diakuisisi tersebut.

Berdasarkan latar belakang diatas, maka penulis tertarik untuk

mengangkat tulisan dalam bentuk skripsi yang diberi judul “Perlindungan

Hukum Terhadap Pemegang Saham Minoritas Pada Perseroan

Terbatas yang Melakukan Akuisisi (Studi Kasus Pada PT.Bank Sinar

Harapan Bali dan PT.Bank Mandiri Tbk)”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang telah diuraikan diatas, maka

dapat dirumuskan dua masalah sehubungan dengan judul skripsi ini, yaitu :

1. Bagaimana penerapan hak menjual saham (appraisal right)

terhadap pemegang saham minoritas dalam akuisisi Perseroan

Terbatas?

2. Bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang saham

minoritas pada akuisisi PT. Bank Sinar Harapan Bali oleh PT.

Bank Mandiri Tbk?

1.3 Ruang Lingkup Masalah

Agar pembahasan tidak terlalu luas dan menyimpang dari pokok-

pokok permasalahan, maka akan ditentukan mengenai batasan-batasan

masalah yang akan diuraikan.

Pertama, akan meninjau secara umum mengenai akuisisi, yang

menguraikan pengertian akuisisi, jenis-jenis akuisisi, subyek dalam akuisisi

serta hal-hal lain yang berkaitan dengan akuisisi pada umumnya. Selain itu,

akan dibahas pula mengenai penerapan hak menjual saham (appraisal right)

dalam fungsinya memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang

saham minoritas sehubungan dengan dilakukannya akuisisi Perseroan

Terbatas.

Kedua, akan membahas tentang perlindungan hukum yang diberikan

terhadap pemegang saham minoritas pada akuisisi PT. Bank Sinar Harapan

Bali oleh PT. Bank Mandiri Tbk.

1.4 Orisinalitas Penelitian

Dari hasil penelusuran yang dilakukan terhadap tulisan atau hasil

penelitian tentang “Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Saham

Minoritas Pada Perseroan Terbatas Yang melakukan Akuisisi (Studi

Kasus Pada PT. Bank Sinar Harapan Bali dan PT. Bank Mandiri

Tbk)”, ini belum pernah ada yang melakukan penelitian sebelumnya. Akan

tetapi pernah ada yang meneliti tentang yang terkait dengan perlindungan

hukum terhadap pemegang saham minoritas, yaitu :

No Judul Penulis Rumusan

Masalah

1. Skripsi: Tinjauan

Terhadap

Perlindungan Saham

Minoritas Pada

Perusahaan Go

Public”

Tulus Monang

(Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas

Sumatera Utara)

1. Bagaimana

perlindungan

hukum atas saham-

saham minoritas

dalam perusahaan

yang Go public ?

2. Bagaimana

penyelesaian yang

ditempuh bilamana

terjadinya

pertentangan

kepentingan antara

pemegang saham

mayoritas dan

minoritas dalam

pengambilalihan ?

2. Skripsi: Perlindungan

Pemegang Saham

Minoritas dan Peranan

Notaris PadaTransaksi

Mengandung Benturan

Kepentingan Setelah

Revisi Peraturan

Bapepam No.IX.E.1

Yuyun Harunisa

(Mahasiswa Fakultas

Hukum Universitas

Atmajaya

Yogyakarta)

1. Bagaimana

Perlindungan

terhadap pemegang

saham minoritas

dalam perusahaan

publik setelah revisi

terhadap Peraturan

Bapepam

No.IX.E.1 ?

2. Bagaimanakah

peranan notaris

dalam transaksi

yang mengandung

benturan

kepentingan ?

3. Skripsi: Perlindungan

Hukum Terhadap

Pemegang Saham

Minoritas Perseroan

Terbatas Terbuka

Dalam Rangka

MenciptakanKepastian

Hukum Sebagai

Sarana Peningkatan

Iklim Investasi Di

Indonesia

Arifin (Mahasiswa

Fakultas Hukum

Universitas Sebelas

Maret Surakarta)

1. Apa saja asas-asas

yang harus dipenuhi

peraturan

perundang

undangan untuk

melindungi

pemegang saham

minoritas Perseroan

Terbatas Terbuka?

2. Bagaimana bentuk

perlindungan

hukum yang

diberikan oleh

peraturan

perundang-

undangan terhadap

pemegang saham

minoritas perseroan

terbatas Terbuka

dalam melakukan

penanaman modal

di Indonesia ?

1.5 Tujuan Penelitian

1.5.1 Tujuan Umum

1. Untuk mengetahui secara umum prosedur pelaksanaan akuisisi

pada Perseroan Terbatas.

2. Untuk mengetahui akibat hukum dari pelaksanaan akuisisi pada

Perseroan Terbatas.

1.5.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui penerapan hak menjual saham (appraisal

right) terhadap pemegang saham minoritas dalam hal

memberikan perlindungan hukum pada akuisisi Perseroan

Terbatas.

2. Untuk mengetahui perlindungan hukum yang diperoleh oleh

pemegang saham minoritas pada Perseroan Terbatas yang

melakukan akuisisi.

1.6 Manfaat Penelitian

1.6.1 Manfaat Teoritis

1. Sebagai sumbangan pemikiran yang berkaitan dengan

pengaturan terhadap perlindungan hukum pemegang saham

minoritasserta dapat dijadikan sebagai landasan untuk

melakukan penelitian yang lebih mendalam.

2. Sebagai sumbangan pemikiran yang berkaitan dengan

pemahaman dan gambaran mengenai proses pelaksanaan

akuisisi pada Perseroan Terbatas.

1.6.2 Manfaat Praktis

1. Sebagai sumbangan pemikiran dalam menyelesaikan

permasalahan yang berhubungan dengan akuisisi Perseroan

Terbatas.

2. Sebagai sumbangan pemikiran bagi masyarakat mengenai

kepastian hukum yang diberikan terhadap pemegang saham

minoritas pada akuisisi Perseroan Terbatas

1.7 Landasan Teoritis

Dalam bahasa Indonesia istilah akuisisi perusahaan disebut dengan

pengambilalihan perusahaan, yang dimaksud pengambilalihan adalah

mengambilalih kepentingan pengontrol terhadap suatu perusahaan, yang

dilakukan biasanya dengan mengambilalih mayoritas saham atau

mengambilalih sebagian besar aset-aset perusahaan.8 Dalam terminologi

bisnis, akuisisi adalah pengambilalihan kepemilikan atau pengendalian atas

saham atau aset suatu perusahaan oleh perusahaan lain, dan dalam peristiwa

ini baik perusahaan pengambilalih atau yang diambil alih tetap eksis sebagai

badan hukum yang terpisah.

8Munir Fuady I, Op.Cit, h. 92.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1998

tentang Penggabungan, Peleburan dan Pengambilalihan Perseroan Terbatas

mendefinisikan akuisisi sebagai perbuatan hukum yang dilakukan oleh

badan hukum atau orang perseorangan untuk mengambilalih baik seluruh

atau sebagian besar saham perseroan yang dapat mengakibatkan beralihnya

pengendalian terhadap perseroan tersebut. Berdasarkan beberapa definisi

diatas, maka akuisisi dapat disimpulkan sebagai pengambilalihan

kepemilikan suatu perusahaan oleh perusahaan lain yang dilakukan dengan

cara membeli sebagian atau seluruh saham perusahaan, dimana perusahaan

yang diambilalih tetap memiliki hukum sendiri dan dengan maksud untuk

pertumbuhan usaha.

Dalam skripsi ini, teori yang digunakan untuk memecahkan masalah

yang ada yaitu dengan menggunakan teori kepastian hukum dan teori

perlindungan hukum. Dalam Teori Kepastian Hukum, suatu perusahaan

harus berdiri berdasarkan teori kepastian hukum dimana perusahaan tersebut

harus berjalan sesuai dengan aturan-aturan yang ada. Kepastian hukum

merupakan ciri yang tidak dapat dipisahkan dari hukum, terutama untuk

norma hukum tertulis. Hukum tanpa nilai kepastian akan kehilangan makna

karena tidak dapat dijadikan sebagai pedoman perilaku bagi semua orang.

Kepastian hukum memiliki dua segi, yaitu dapat ditentukannya hukum

dalam hal yang konkrit dan keamanan hukum. Hal ini berarti pihak yang

mencari keadilan ingin mengetahui apa yang menjadi hukum dalam suatu

hal tertentu sebelum ia memulai perkara dan perlindungan bagi para pihak

dalam kesewenangan hakim. Aspek substantif dari kepastian hukum pada

esensinya membutuhkan penerapan konkrit dalam pelaksanaannya, yaitu

penyelesaian dalam membuat putusan hukum harus benar substansinya dan

harus dapat diterima. Teori kepastian hukum ini berkaitan dengan rumusan

masalah pertama yaitu mengenai penerapan hak menjual saham (appraisal

right) terhadap pemegang saham minoritas dalam akuisisi perseroan

terbatas.

Terkait dengan kepastian hukum dalam pelaksanaan akuisisi, terdapat

suatu hak khusus yang diberikan kepada pihak yang tidak setuju

dilakukannya akuisisi, yaitu pemegang saham minoritas yang kalah suara

dalam Rapat Umum Pemegang Saham (selanjutnya disebut RUPS).

Terhadap pemegang saham minoritas ini, diberikan hak khusus yang dikenal

dengan hak menjual saham (appraisal right), yaitu hak yang dimiliki oleh

pemegang saham minoritas pada Perseroan Terbatas untuk menerima

kompensasi dalam bentuk uang tunai dengan harga yang pantas terhadap

saham yang dimilikinya pada Perseroan Terbatas yang bersangkutan, dalam

hal menjual sahamnya sehubungan dengan ketidaksetujuan pemegang

saham minoritas terhadap dilakukannya akuisisi.9

Pasal 62 UUPT telah mengatur secara tegas, bahwa:

“ (1) Setiap pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan agar

sahamnya dibeli dengan harga yang wajar apabila yang

bersangkutan tidak menyetujui tindakan Perseroan yang

merugikan pemegang saham atau Perseroan, berupa:

9Sri Redjeki Hartono, 2000, Kapita Selekta Hukum Perusahaan, Mandar Maju, Bandung,

h.91.

a. Perubahan Anggaran Dasar;

b. Pengalihan atau penjaminan kekayaan Perseroan yang

mempunyai nilai lebih dari 50% (lima puluh persen)

kekayaan bersih Perseroan; atau

c. Penggabungan, peleburan, pengambilalihan atau pemisahan.

(2) Dalam hal saham yang diminta untuk dibeli sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) melebihi batas ketentuan pembelian

kembali saham oleh Perseroan sebagaimana dimaksud dalam

pasal 37 ayat (1) huruf b, Perseroan dapat mengusahakan agar

sisa saham dibeli oleh pihak ketiga”

Dalam hal ini, akuisisi yang dilakukan oleh Perseroan Terbatas

membawa kerugian kepada pemegang saham minoritas, karena bagian

kepemilikan saham mereka pada Perseroan Terbatas yang diakuisisi dapat

dipastikan akan menjadi lebih kecil lagi dibandingkan dengan sebelumnya.

Berdasarkan Pasal 126 UUPT, dalam melakukan akuisisi, ditentukan

beberapa syarat, yaitu:

“(1) Perbuatan hukum Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau

Pemisahan wajib memperhatikan kepentingan:

a. Perseroan, pemegang saham minoritas, karyawan Perseroan;

b. kreditor dan mitra usaha lainnya dari Perseroan; dan

c. masyarakat dan persaingan sehat dalam melakukan usaha.

(2) Pemegang saham yang tidak setuju terhadap keputusan RUPS

mengenai Penggabungan, Peleburan, Pengambilalihan, atau Pemisahan

sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya boleh menggunakan haknya

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62.

(3) Pelaksanaan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak

menghentikan proses pelaksanaan Penggabungan, Peleburan,

Pengambilalihan, atau Pemisahan.”

Berdasarkan ketentuan ayat (1) poin a diatas, yang mengatur secara

tegas bahwa “Perbuatan hukum penggabungan, peleburan, pengambilalihan

atau pemisahan wajib memperhatikan kepentingan Perseroan, pemegang

saham minoritas dan karyawan Perseroan”. Ini dimaksudkan bahwa apabila

ada pemegang saham yang tidak setuju (dalam hal ini adalah pemegang

saham minoritas) dengan adanya akuisisi Perseroan, padahal RUPS dengan

suara mayoritas telah memutuskan untuk melakukan akuisisi. Untuk

melindungi kepentingan pemegang saham yang tidak setuju terhadap

keputusan akuisisi, maka pemegang saham minoritas tersebut oleh hukum

diberikan suatu hak khusus yang disebut dengan dengan hak menjual saham

(apprasial right.)

Teori yang menjadi landasan berikutnya adalah Teori Perlindungan

Hukum. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III menyebutkan

bahwa perlindungan adalah tempat berlindung atau melindungi.10

Pemberian perlindungan hukum tidak terlepas dari negara hukum. Negara

Indonesia adalah negara hukum yang berlandaskan pada pancasila. Menurut

Moh. Kusnadi dan Harmaily Ibrahim yang dimaksud negara hukum adalah

negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin keadilan kepada warga

negaranya.11

Philipus M. Hadjon menyatakan bahwa dengan adanya negara

hukum Pancasila, maka terwujudlah perlindungan hak asasi manusia bagi

setiap warga negara, yang mana pengakuan yang berkaitan dengan

perlindungan dalam hukum sebagai suatu pelaksanaan hak asasi manusia

yang dapat dipertanggung jawabkan dan tidak diskriminatif.12

Hubungan hukum yang terjadi antara pemerintah dengan warga

negara tergantung dari sifat dan kedudukan pemerintah dalam melakukan

10

Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi III Depdiknas, 2001, Balai Pustaka, Jakarta, h. 410. 11

Moh Kusnadi dan Harmaily Ibrahim, 1993, Hukum Tata Negara Indonesia, CV. Sinar

Bakti, Jakarta, h. 155. 12

Philipus M. Hadjon, 1987, Perlindungan Hukum Bagi Rakyat Di Indonesia, PT. Bina Ilmu,

Surabaya, h. 11.

suatu tindakan hukum tersebut. Pemerintah mempunyai dua kedudukan

yaitu pemerintah sebagai wakil dari badan hukum publik dan pemerintah

sebagai pejabat dari jabatan pemerintah. Ketika pemerintah melakukan

tindakan hukum dalam kapasitasnya sebagai badan hukum, tindakan itu

diatur dan tunduk pada administrasi negara, baik tindakan hukum

keperdataan maupun tindakan hukum publik dapat menjadi peluang

munculnya suatu perbuatan yang bertentangan dengan hukum dan dapat

melanggar hak-hak dari subyek hukum warga negara.

Pengertian perlindungan hukum adalah suatu perlindungan yang

diberikan terhadap subyek hukum dalam bentuk perangkat hukum baik yang

bersifat preventif maupun yang bersifat represif, baik yang tertulis maupun

tidak tertulis.13

Dengan kata lain perlindungan hukum sebagai suatu

gambaran dari fungsi hukum, yaitu konsep dimana hukum dapat

memberikan suatu keadilan, ketertiban, kepastian, kemanfaatan dan

kedamaian.

Perlindungan hukum merupakan konsep yang universal dari negara

hukum. Perlindungan hukum diberikan apabila terjadi pelanggaran maupun

tindakan yang bertentangan dengan hukum yang dilakukan pemerintah.

Perlindungan hukum terdiri dari dua bentuk yaitu perlindungan hukum

preventif dan perlindungan hukum represif.14

13

Ibid, h. 27. 14

Ibid, h. 29.

1. Perlindungan hukum preventif

Preventif artinya rakyat diberikan kesempatan untuk mengajukan

keberatan atau pendapatnya sebelum keputusan pemerintah

mendapat bentuk yang definitive. Dalam hal ini artinya

perlindungan hukum yang preventif ini bertujuan untuk mencegah

terjadinya sengketa. Perlindungan hukum yang preventif sangat

besar artinya bagi tindak pemerintah yang didasarkan pada

kebebasan bertindak karena dengan adanya perlindungan hukum

yang preventif pemerintah terdorong untuk bersikap hati-hati

dalam mengambil keputusan. Menurut Philipus M. Hadjon

preventif merupakan keputusan-keputusan dari aparat pemerintah

yang lebih rendah yang dilakukan sebelumnya. Tindakan

preventif adalah tindakan pencegahan15

.

2. Perlindungan Hukum Represif

Perlindungan hukum represif berfungsi untuk menyelesaikan

sengketa yang muncul apabila terjadi suatu pelanggaran. Dewasa

ini di Indonesia terdapat berbagai badan yang secara partial

menangani perlindungan hukum bagi rakyat. Menurut Rochmat

Soemitro dapat dikelompokkan menjadi tiga bagian yaitu :

a. Peradilan dalam lingkungan peradilan umum;

b. Instansi Pemerintah yang merupakan lembaga banding

administrasi;

15

Hadjon dkk, 2002, Pengantar Administrasi Negara, Gajah Mada University, Yogyakarta, h.

3.

c. Badan-badan khusus.

Dalam menentukan keputusan mengenai akuisisi, baik pemegang

saham mayoritas maupun pemegang saham minoritas mempunyai hak yang

sama, terutama dalam hal hak suara yaitu satu saham adalah satu suara (one

share one vote). Dengan mekanisme kepemilikan yang demikian, pemegang

saham mayoritas menjadi pihak yang diuntungkan dengan sendirinya.

Semakin banyak saham yang dimilikinya, maka semakin berkuasalah

pemegang saham tersebut di dalam menentukan keputusan mengenai

keberadaan dan jalannya suatu Perseroan Terbatas. Sebaliknya, pemegang

saham minoritas akan berhadapan dengan resiko dirugikan oleh kekuasaan

pemegang saham mayoritas.

Adanya situasi yang demikian mengakibatkan timbulnya kerugian

yang akan ditanggung oleh pemegang saham minoritas akibat tindakan

Perseroan Terbatas yang tidak disetujui namun tetap dilaksanakan demi

kepentingan dan kelanjutan dari Perseroan Terbatas tersebut. Menanggapi

keadaan ini maka diperlukan suatu perlindungan hukum, khususnya untuk

pemegang saham minoritas.

Berdasarkan atas pengertian perlindungan hukum yang telah

dijabarkan diatas, maka yang dimaksud dengan perlindungan hukum

terhadap pemegang saham minoritas ialah suatu upaya memberikan

perlindungan secara hukum agar pemegang saham minoritas di dalam suatu

Perseroan Terbatas dapat melaksanakan pemenuhan hak dan kewajibannya.

Sehubungan dengan perlindungan hukum terhadap pemegang saham

minoritas, pasal-pasal dalam UUPT yang ditujukan untuk melindungi

kepentingan pemegang saham minoritas, di antaranya :

a. setiap pemegang saham berhak mengajukan gugatan terhadap

perseroan ke Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan perseroan apabila dirugikan karena

tindakan perseroan yang dianggap tidak adil dan tanpa alasan

wajar sebagai akibat keputusan RUPS, Direksi dan/atau Dewan

Komisaris (Pasal 61 ayat (1) dan (2) UUPT).

b. Pemegang saham berhak meminta kepada Perseroan Terbatas

agar sahamnya dibeli dengan harga yang wajar bila yang

bersangkutan tidak menyetujui tindakan perseroan yang

merugikan pemegang saham atau perseroan, berupa:

perubahan anggaran dasar; pengalihan atau penjaminan

kekayaan perseroan terbatas yang mempunyai nilai lebih dari

50% kekayaan bersih perseroan atau penggabungan, peleburan,

pengambilalihan atau pemisahan (Pasal 62 ayat (1) UUPT).

c. Pemegang saham dapat melakukan pemeriksaan terhadap

Perseroan Terbatas dengan tujuan untuk mendapatkan data

atau keterangan dalam hal ada dugaan bahwa Perseroan

Terbatas atau anggota direksi atau dewan komisaris melakukan

perbuatan melawan hukum yang merugikan pemegang saham

atau pihak ketiga (Pasal 138 ayat (1) UUPT)

d. Pemegang saham dapat mengajukan permohonan kepada

Pengadilan Negari yang daerah hukumnya meliputi tempat

kedudukan Perseroan Terbatas (Pasal 146 ayat (1) UUPT)

Selain itu di dalam UUPT telah diatur tentang kepentingan pemegang

saham baik mayoritas maupun minoritas yang mencerminkan adanya

perlindungan hukum. Di antara pasal-pasal tersebut terdapat ketentuan yang

mengatur tentang tindakan derivatif, yakni ketentuan yang mengatur bahwa

pemegang saham dapat mengambil alih untuk mewakili urusan perseroan

demi kepentingan perseroan, karena menganggap direksi dan/atau komisaris

telah lalai melaksanakan kewajibannya kepada perseroan.

Tindakan derivatif tersebut diantaranya :

a. Pemegang saham dapat melakukan tindakan-tindakan atau

bertindak selaku wakil perseroan terbatas dalam memperjuangkan

kepentingan perseroan terbatas terhadap tindakan yang

menimbulkan kerugian pada perseroan terbatas, sebagai akibat

kesalahan atau kelalaian yang dilakukan oleh anggota dewan

direksi dan/atau anggota dewan komisaris (Pasal 97 ayat (6) jo.

Pasal 114 ayat (6) UUPT).

b. Melalui ijin Ketua Pengadilan Negeri yang daerah hukumnya

meliputi tempat kedudukan Perseroan Terbatas, pemegang saham

dapat melakukan sendiri pemanggilan Rapat Umum Pemegang

Saham dalam hal direksi atau dewan komisaris tidak melakukan

pemanggilan Rapat Umum Pemegang Saham dalam jangka waktu

paling lambat lima belas (15) hari terhitung sejak tanggal

permintaan penyelenggaraan Rapat Umum Pemegang Saham

diterima (Pasal 80 ayat (1) UUPT).

Berdasarkan pemahaman diatas, penting adanya suatu perlindungan

hukum yang diberikan kepada pemegang saham minoritas karena kalah

suara dalam RUPS saat pengambilan keputusan untuk melaksanakan

akuisisi tersebut, sebab bagaimana pun juga pemegang saham minoritas ini

memiliki nilai saham didalam perusahaan yang akan diakuisisi tersebut.

1.8 Metode Penelitian

Adapun metode penelitian yang digunakan dalam skripsi ini adalah

sebagai berikut :

1.8.1 Jenis Penelitian

Dalam penulisan skripsi ini, jenis penelitian yang digunakan adalah

penelitian hukum empiris yang artinya penelitian hukum mengenai

pemberlakuan atau implementasi ketentuan hukum normatif pada setiap

peristiwa hukum tertentu yang terjadi di dalam masyarakat.16

Dalam

penulisan skripsi ini, dilakukan penelitian dengan mengkaji permasalahan

yang tidak terlepas dari penerapan Undang-Undang Perseroan Terbatas

dalam masyarakat, sebagai dasar hukum terhadap pelaksanaan akuisisi

perseroan terbatas.

16 Zainudin Ali 2009, Metode Penelitian Hukum, Sinar Grafika, Jakarta, h.33.

1.8.2 Jenis Pendekatan

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat hukum empiris

dengan menggunakan pendekatan :

a. Pendekatan Fakta (The Fact Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan mengkaji kenyataan yang ada

di lapangan tentang kendala-kendala yang dapat menghambat

penerapan perlindungan hukum terhadap pemegang saham

minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas.

b. Pendekatan Perundang-undangan (The Statute Approach)

Pendekatan ini dilakukan dengan mengkaji berdasarkan

peraturan perundang-undangan, terkait dengan masalah yang

telah dirumuskan untuk dapat menjelaskan bagaimana

perlindungan hukum yang diberikan terhadap pemegang saham

minoritas dalam akuisisi perseroan terbatas.

c. Pendekatan Analisis Konsep Hukum (Analitical & Conseptual

Approach)

Pendekatan ini digunakan untuk meneliti pandangan-pandangan

dan doktrin-doktrin yang berkembang di dalam ilmu hukum

khususnya mengenai doktrin peranan appraisal right dalam

memberikan perlindungan hukum terhadap pemegang saham

minoritas.

1.8.3 Sifat Penelitian

Berdasarkan keterangan diatas, maka sifat penelitian hukum empiris

yang digunakan adalah penelitian yang sifatnya deskriptif, yang berupaya

untuk menggambarkan secara lengkap mengenai hal-hal yang berkaitan

dengan masalah yang diteliti. Penelitian deskriptif, bertujuan

menggambarkan secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala atau

kelompok tertentu, atau untuk menentukan penyebaran suatu gejala atau

untuk menentukan ada tidaknya hubungan antara suatu gejala dengan gejala

lain dalam masyarakat.

1.8.4 Sumber Data

Oleh karena metode penelitian yang digunakan dalam penulisan

karya ilmiah ini menggunakan pendekatan hukum empiris, maka data yang

dibutuhkan adalah sebagai berikut:17

1. Sumber data primer (field research) yaitu data yang bersumber

dari penelitian lapangan yaitu suatu data yang diperoleh langsung

dari sumber utama di lapangan yaitu baik dari responden maupun

informan. Penelitian ini dilakukan dengan pengamatan langsung

di lapangan dan diperoleh melalui penelitian di PT. Bank Sinar

Harapan Bali dan PT. Bank Mandiri Tbk dengan cara

mengadakan wawancara dan melakukan penelitian langsung

pada pihak yang terkait dengan permasalahan.

17

Roony Hanitijo Soemitro, 1983, Metodologi Penelitian Hukum, Cetakan I, Ghalia

Indonesia, Jakarta, h.24.

2. Sumber data sekunder (library research) merupakan suatu data

yang bersumber dari penelitian kepustakaan yaitu data yang

diperoleh tidak secara langsung dari sumber pertamanya,

melainkan bersumber dari data-data yang sudah terdokumenkan

dalam bentuk bahan-bahan hukum. Bahan hukum yang

dipergunakan untuk menunjang pembahasan permasalahan diatas

adalah bahan hukum yang diperoleh dengan penelitian

kepustakaan. Bahan hukum ini dibagi 3 (tiga) macam, yaitu :

1) Bahan Hukum Primer

Bahan hukum primer yaitu bahan hukum yang mempunyai

kekuatan mengikat secara umum (perundang-undangan) atau

mempunyai kekuatan mengikat bagi pihak yang berkepentingan

(kontrak, konvensi, dokumen hukum dan yurisprudensi).

2) Bahan Hukum Sekunder

Bahan hukum sekunder yaitu buku-buku dan literatur yang

ada kaitannya dengan masalah yang menunjang bahan hukum

primer.

3) Bahan Hukum Tersier

Bahan hukum tersier yaitu bahan hukum yang memberi

penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum

sekunder (rancangan undang-undang, kamus hukum dan

ensiklopedia).

1.8.5 Teknik Pengumpulan Data Hukum

Dalam suatu penelitian, terdapat beberapa teknik pengumpulan data,

yaitu melalui studi dokumen, wawancara, observasi dan penyebaran

kuisioner/angket. Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah :

1) Teknik Studi Dokumen

Teknik studi dokumen merupakan teknik awal yang digunakan

dalam setiap penelitian ilmu hukum, baik dalam penelitian hukum

normatif maupun dalam penelitian hukum empiris. Dalam penelitian

ini dilakukan teknik studi dokemen terhadap sumber kepustakaan

yang relevan dengan permasalahan penelitian dengan cara membaca,

mencari, mempelajari dan mencatat kembali data yang kemudian di

kelompokkan secara sistematis yang berhubungan dengan masalah

dalam penelitian skripsi ini.

2) Teknik Wawancara

Teknik wawancara yaitu suatu cara yang digunakan untuk

mengumpulkan data guna mencari informasi dengan cara

mengadakan tanya jawab secara lisan dan tulisan yang diarahkan

pada masalah tertentu dengan informan yang dalam hal ini terdiri

dari Bapak/Ibu Karyawan pada PT. Bank Sinar Harapan Bali dan

PT.Bank Mandiri Tbk.

1.8.6 Teknik Penentuan Sampel Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah pemegang saham minoritas.

Cara pengambilan sampel ini ditentukan dengan teknik non probability

sampling. Adapun bentuk dari teknik non probability sampling yang

digunakan adalah Purposive Sampling dengan kriteria bahwa perusahaan

yang diteliti atau dipilih haruslah perusahaan yang berbadan hukum,

bergerak dibidang lembaga keuangan (bank), dan telah melakukan akuisisi

yaitu PT. Bank Mandiri Tbk. Denpasar dan PT. Bank Sinar Harapan Bali

Denpasar.

1.8.7 Teknik Pengolahan dan Analisa Data

Setelah data terkumpul, baik data lapangan (data primer) maupun

data sekunder, kemudian dilakukan analisis secara kualitatif. Dalam

penelitian dengan teknis kualitatif maka keseluruhan data yang terkumpul

akan diolah dan dianalisis dengan cara menyusun data secara sistematis,

digolongkan dalam pola dan tema, dikategorisasikan dan diklasifikasikan,

dihubungkan antara satu data dengan data lainnya, dilakukan interpretasi

dengan merujuk pada landasan teoritis, konsep, pandangan-pandangan

sarjana yang relevan untuk memahami makna dalam situasi sosial dan

dilakukan penafsiran dari perspektif peneliti setelah memahami keseluruhan

kualitas data.18

Setelah dilakukan analisis secara kualitatif, kemudian data

akan disajikan secara deskriptif analisis.

18

Ade Saptomo, 2009, Pokok-Pokok Metodologi Penelitian Hukum Empiris Murni Sebuah

Alternatif, Penerbit Universitas Trisakti, Jakarta, h. 92.

1