24
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Penelitian ini memiliki memiliki tiga tujuan antara lain 1) menguji kebermanfaatan konsep nilai wajar dibanding biaya historis di Indonesia; 2) mengetahui bagaimana konsep ini berjalan setelah ada penerapan standar baru tentang nilai wajar di Indonesia; dan 3) mengetahui bagaimana peran penilai dalam implementasi konsep nilai wajar terhadap penyajian laporan keuangan pada seluruh emiten di Indonesia. Setiap tujuan penelitian memiliki dasar urgensi dan kebaruan masing-masing. Tujuan pertama penelitian ini mendasarkan pada inkonsistensi hasil penelitian terdahulu tentang implementasi konsep nilai wajar dan kebermanfaatannya. Pro dan kontra hasil penelitian tersebut tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga di luar negeri. Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan dan kerugian dari konsep nilai wajar masih memerlukan kajian ilmiah apakah konsep ini benar-benar bermanfaat (Majercakova dan Skoda, 2015). Lebih lanjut disampaikan juga bahwa masih dibutuhkan riset yang membuktikan apakah nilai wajar benarbenar bermanfaat dalam ukuran-ukuran yang berbeda (Majercakova dan Skoda, 2015). Dengan demikian, penelitian ini adalah menguji relevansi nilai wajar dibanding nilai historis dengan ukuran yang berbeda, sebagaimana yang disarankan oleh (Majercakova dan Skoda, 2015). Nilai wajar adalah konsep utama International Financial Reporting Standar (IFRS) memunculkan pro dan kontra terkait tentang keandalan konsep tersebut terhadap laporan keuangan sebagai alat untuk mempertimbangkan keputusan

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini memiliki memiliki tiga tujuan antara lain 1) menguji

kebermanfaatan konsep nilai wajar dibanding biaya historis di Indonesia; 2)

mengetahui bagaimana konsep ini berjalan setelah ada penerapan standar baru

tentang nilai wajar di Indonesia; dan 3) mengetahui bagaimana peran penilai dalam

implementasi konsep nilai wajar terhadap penyajian laporan keuangan pada seluruh

emiten di Indonesia. Setiap tujuan penelitian memiliki dasar urgensi dan kebaruan

masing-masing. Tujuan pertama penelitian ini mendasarkan pada inkonsistensi

hasil penelitian terdahulu tentang implementasi konsep nilai wajar dan

kebermanfaatannya. Pro dan kontra hasil penelitian tersebut tidak hanya terjadi di

Indonesia, tetapi juga di luar negeri.

Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan

bahwa keuntungan dan kerugian dari konsep nilai wajar masih memerlukan kajian

ilmiah apakah konsep ini benar-benar bermanfaat (Majercakova dan Skoda, 2015).

Lebih lanjut disampaikan juga bahwa masih dibutuhkan riset yang membuktikan

apakah nilai wajar benar–benar bermanfaat dalam ukuran-ukuran yang berbeda

(Majercakova dan Skoda, 2015). Dengan demikian, penelitian ini adalah menguji

relevansi nilai wajar dibanding nilai historis dengan ukuran yang berbeda,

sebagaimana yang disarankan oleh (Majercakova dan Skoda, 2015).

Nilai wajar adalah konsep utama International Financial Reporting Standar

(IFRS) memunculkan pro dan kontra terkait tentang keandalan konsep tersebut

terhadap laporan keuangan sebagai alat untuk mempertimbangkan keputusan

Page 2: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

2

investasi dan menunjukkan performa entitas. Definisi serta ruang lingkup yang baru

tentang nilai wajar diperbaiki pada standar ini di tahun 2013 dengan dikeluarkannya

IFRS 13 tentang fair value measurement. Definisi baru ini diadopsi pada Standar

Akuntansi Indonesia dengan ditetapkannya PSAK 68 pada yang efektif 1 Januari

2015. Sebelum dikeluarkannya standar baru tersebut, teknik pengukuran nilai wajar

untuk tujuan laporan keuangan dinilai masih tidak konsisten (Wahyuni, 2013).

Oleh karena itu, standar baru ini diharapkan membawa arah penyajian laporan

keuangan yang berbasis nilai wajar yang lebih baik.

Konsep nilai wajar diterapkan pada entitas terbuka Indonesia, sejak

dimulainya misi harmonisasi Standar Akuntansi Indonesia terhadap International

Financial Reporting Standar (IFRS). Akan tetapi, implementasi nilai wajar ini

menjadi tugas yang tidak mudah di Indonesia, karena Indonesia telah menganut

konsep biaya historis selama puluhan tahun dan bahkan sampai sekarang, misalnya

laporan keuangan untuk kepentingan pajak tetap menggunakan historical cost.

Bukti kesetiaan pada biaya historis tersebut masih dapat ditunjukkan dari kurikulum

akuntansi baik pada pendidikan menengah maupun pendidikan tinggi sampai saat

ini (2017) yang memberikan materi utama akuntansi dasar dan menengah adalah

biaya historis. Permasalahan lain tugas yang tidak mudah tentang berlakunya nilai

wajar ini adalah kurangnya tenaga profesional bidang penilaian yang menentukan

nilai wajar instrumen keuangan pada laporan keuangan. Hal ini disebabkan oleh

profesi bidang penilai yang belum lama berkembang di Indonesia. Jika perusahaan

menilai tanpa menggunakan pedoman tertentu yaitu standar penilaian, nilai wajar

yang disajikan dalam laporan keuangan dimungkinkan mengandung under value

atau bahkan upper value. Permasalah penerapan nilai wajar yang disampaikan

Page 3: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

3

tersebut, sejalan dengan penjelasan yang disampaikan oleh (Dechow, Myers, dan

Shakespeare, 2010). Peran penilai profesional diperlukan untuk mengakomodir

implementasi fair value dan menghidari bias atas laporan keuangan yang berbasis

nilai wajar (Dechow dkk., 2010).

PSAK 68 mengatur nilai wajar dalam hierarki tertentu menjadi tiga level

(tingkat). Tingkat 1 dilakukan atas instrumen pada laporan keuangan jika terdapat

kuotasi harga (tanpa disesuaikan) dalam pasar aktif untuk aset atau liabilitas yang

identik. Tingkat 2 menjelaskan bahwa pada tingkat ini dilakukan jika input selain

kuotasi harga yang termasuk dalam tingkat 1 dapat diobservasi, baik secara

langsung (yaitu harga) atau secara tidak langsung (yaitu berasal dari harga lain yang

dapat diobservasi). Tingkat terakhir yaitu tingkat 3 menjelaskan bahwa metode ini

dilakukan dengan teknik penilaian yaitu jika tidak ada data pasar yang dapat

diobservasi (input yang tidak dapat diobservasi) yang dilakukan oleh penilai

profesional. Pada tiga jenis tingkatan di atas, menunjukkan bahwa teknik penilaian

yang digunakan oleh profesi penilai hanya dilakukan pada tingkat 2 dan 3. Dapat

diinterpertasikan juga bahwa pada tingkat 2 dan 3 ini membutuhkan professional

judgment dalam menentukan nilai wajar. Pada Level 1 dijelaskan bahwa penyajian

nilai pada level ini tidak membutuhkan penilaian karena ada harga pasar yang

identik dengan objek instrumen keuangan yang akan diungkap besar nilai wajarnya.

Di sisi lain, Standar Penilaian Indonesia (SPI) menjelaskan bahwa dasar nilai

yang digunakan dalam teknik penilaian adalah Nilai Pasar dan Selain Nilai Pasar.

Artinya, teknik penilaian memiliki output utama nilai pasar sebagai pertimbangan

utama menentukan opini nilai wajar objek penilaian. Oleh karena itu, untuk

mencapai opini nilai sebesar nilai wajar tanpa penyesuaian tetap membutuhkan

Page 4: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

4

professional judgment yang menjelaskan bahwa tidak dilakukan penyesuaian atas

harga pasar. Pendekatan data pasar yang menjadi pilihan pertama dalam proses

penilaian, membutuhkan data pembanding berupa objek yang identik. Artinya, nilai

wajar tidak selalu akan sama dengan nilai pasar, tetapi nilai pasar merupakan bahan

utama untuk mendapat nilai sebesar nilai wajar atas objek penilaian.

Laporan keuangan emiten yang dipublikasikan di Bursa Efek Indonesia tahun

buku 2015, tidak memuat informasi tentang pihak independen yang memberikan

opini nilai wajar atas intrumen keuangan emiten. Di sisi lain, emiten mempunyai

kewajiban untuk mempublikasikan laporan keuangan auditan (sudah diaudit oleh

Kantor Akuntan Publik). Oleh karena itu, dapat diasumsikan bahwa pihak yang

melakukan verifikasi ketepatan teknik penyajian nilai wajar instrumen keuangan

emiten adalah KAP. Akan tetapi, Wahyuni (2013) sebagai penasihat teknik Ikatan

Akuntan Indonesia menjelaskan bahwa penilaian adalah ilmu yang kompleks dan

kurikulum pendidikan di Akuntansi tidak menyampaikan ilmu tentang penilain

tersebut. Penjelasan Wahyuni (2013) tersebut sejalan dengan Dechow dkk, (2010)

yang menegaskan bahwa penilaian yang dilakukan oleh pihak tanpa kualifikasi

khusus, nilai wajar akan rawan menjadi objek manipulasi

Tantangan yang juga menjadi permasalahan lain penerapan konsep nilai

wajar adalah bukti empiris kebermanfaatan konsep ini terhadap emiten di Indonesia

ataupun di luar negeri yang masih menghasilkan perbedaan hasil. Inkonsistensi

hasil tersebut yang memungkinkan menjadi salah satu alasan dewan penyusun

Standar Akuntansi Indonesia lebih memilih istilah konvergensi dibanding dengan

adopsi. Istilah konvergensi dimulai dari titik awal antara standar nasional akuntansi

Indonesia dan IFRS yang berbeda menuju kepada satu standar yang memiliki

Page 5: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

5

karakteristik umum yang dimiliki oleh kedua standar (Warsono, 2011: 67).

Indonesia mengikuti harmonisasi akuntansi dunia khususnya penerapan nilai wajar

dengan harapan bahwa penerapan ini signifikan positif terhadap kinerja entitas. Hal

tersebut ditegaskan dalam kajian ilmiah akuntansi bahwa penerapan fair value

memudahkan pemahaman atas laporan keuangan di Indonesia yang dikenal secara

internasional, meningkatkan arus investasi global melalui transparansi,

menurunkan biaya modal dengan membuka peluang fund raising melalui pasar

modal secara global, menciptakan efisiensi penyusunan laporan keuangan, dan

meningkatkan kualitas laporan keuangan (Suyatmini dan Sheilla, 2014).

Harga pasar yang tidak dapat dikutip di pasar aktif akan membawa

pengukuran nilai wajar yang didasarkan pada asumsi subjektif dan menjadi objek

manipulasi (Dechow dkk., 2010). Kompleksitas untuk menakar nilai wajar ini

semakain bertambah di Indonesia mengingat negara ini sebagai negara berkembang

yang memiliki volatititas harga pasar yang lebih tinggi dibanding negara maju

(Wahyuni, 2013). Wahyuni (2013) selaku penasihat teknis Ikatan Akuntan

Indonesia menjelaskan bahwa ilmu penilaian adalah ilmu yang kompleks dan

membutuhkan pendidikan khusus. Dengan demikian, peran penilai profesional

diperlukan untuk mengakomodir implementasi fair value untuk menghidari bias

atas laporan keuangan (Dechow dkk., 2010).

Penelitian terkait dengan nilai wajar yang dilakukan di luar negeri masih

menunjukkan perbedaan hasil meskipun IFRS sudah diakui secara internasional.

Salah satunya penelitian di United Kingdom pada industri real estate yang

berorientasi aset berupa properti menyimpulkan bahwa pendekatan pengukuran

nilai wajar lebih Value Relevance dibandingkan dengan pendekatan pengukuran

Page 6: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

6

nilai historis (Danbolt dan Rees, 2008). Temuan tersebut mendukung temuan pada

tahun sebelumnya yang membuktikan bahwa penerapan fair value untuk aset

biologis, menghindari kompleksitas perhitungan biaya berdasarkan akuntansi

(Argilés dan Slof, 2001). Hasil penelitian lain di Inggris menunjukkan bahwa rata-

rata laba dilaporkan berdasarkan IFRS lebih tinggi dari yang dilaporkan

berdasarkan UK GAAP (Ali, Akbar, dan Ormrod, 2016). Temuan tersebut

mengindikasikan bahwa nilai wajar positif terhadap kinerja perusahaan. Hasil

penelitian di tahun yang sama ditemukan bahwa nilai wajar dibuktikan lebih tepat

untuk tujuan pengakuan atas liabilitas dan membatasi risiko kerugian akibat

penilaian data historis yang tidak menunjukkan nilai sesungguhnya (Laux, 2016).

Nilai wajar yang dinilai pada Level 1 dibuktikan relevan dengan investor,

dibandingkan dengan Level 2 dan 3 (Siekkinen, 2016). Siekkinen (2016) juga

menemukan bahwa perbedaan nilai relevansi antara harga pasar (Level 1) dan

estimasi nilai wajar (Level 3) menurunkan kualitas perlindungan investor atas

informasi laporan keuangan. Bukti relevansi nilai wajar ini juga dapat ditunjukkan

dari temuan pada industri perbankan bahwa keandalan nilai wajar dibuktikan lebih

superior dibanding biaya historis untuk mendeteksi risiko berdasarkan banks

capital adequacy ratios (Liao, 2013). Konsep fair value juga dibuktikan relevan

terhadap industri perbankan di Brasil (Francisco, Javier, Francisco, dan Javier,

2015).

Beberapa hasil di atas, tidak sejalan dengan hasil temuan Šodan (2015) yang

membuktikan bahwa akuntansi nilai wajar pada industri perbankan memiliki

kualitas laba agregat yang lebih rendah dibanding dengan nilai historis. Hal ini

karena sebagian industri perbankan tersebut menggunakan teknik penilaian Level

Page 7: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

7

3 untuk mengungkapkan nilai intrumen keuangan yang terkait dengan laba rugi.

Penjelasan lain juga disampaikan bahw penggunaan teknik penilaian untuk

menentukan nilai wajar merupakan objek manipulasi bagi manajer (Šodan, 2015).

Hasil yang sejenis juga ditemukan bahwa IFRS kurang konservatif dibandingkan

Generally Accepted Accounting Principles dan akuntansi nilai wajar menurunkan

nilai relevansi laba (Beisland dan Knivsfla, 2015). Temuan ini juga didukung oleh

peneliti seletahnya bahwa konsep nilai wajar memaksa industri perbankan di Eropa

untuk menyajikan penyesuaian kebawah yang berlebih atas instrumen keuangannya

pada masa krisis (Bratten, Causholli, dan Khan, 2016). Temuan ini

mengindikasikan bahwa pada masa krisis, konsep nilai wajar semakin menekan

performa laporan keuangan.

Kajian ilmiah tentang ketidaksetujuan atas kosep fair value menyimpulkan

tiga hal antara lain: (1) kemungkinan adanya manipulasi atas penerapan fair value

(2) ambiguitas dari Standar Akuntansi pada aplikasi nilai wajar dan (3) keandalan

angka diukur menggunakan akuntansi nilai wajar diragukan dibanding akuntansi

biaya historis (Siam dan Abdullatif, 2015). Hasil penelitian lain yang mendukung

temuan diragukannya konsep nilai wajar juga dijelaskan oleh (Palea, 2014). Palea

(2014) menjelaskan bahwa nilai wajar tidak dapat memberikan informasi yang

berguna untuk mengevaluasi kepengurusan. Biaya historis diperlukan dan sebuah

pengukuran ganda dimungkinkan dapat diterapkan pada sistem pelaporan keuangan

karena bisa memberikan informasi yang lebih lengkap dan berguna untuk pengguna

laporan keuangan. Penelitian yang dilakukan pada sektor pertanian menemukan

bahwa penerapan akuntansi yang menggunakan fair value yang mendasarkan pada

IAS 41 memiliki potensi informasi yang menyesatkan (Beattrice, 2013).

Page 8: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

8

Penelitian di Indonesia juga menunjukkan perbedaan kesimpulan terhadap

implementasi nilai wajar pada laporan keuangan. Sonbay (2010) menjelaskan

bahwa penggunaan historical cost akan mengurangi aspek kualitas relevansi.

Laporan keuangan dengan pendekatan historical cost tidak sepenuhnya dapat

digunakan dalam pengambilan keputusan (Sonbay, 2010). Oleh karena itu, konsep

fair value diperlukan dalam Standar Akuntansi di Indonesia untuk mengatasi

kekurangan historical cost (Sonbay, 2010). Penjelasan tersebut didukung oleh

Maria (2011) yang menemukan bahwa lebih menguntungkan bagi perusahaan

untuk menerapkan fair value untuk meningkatkan nilai aset yang dimiliki

dibandingkan historical cost. Keuntungan yang dimaksud dalam hasil temuan

tersebut adalah performa laporan keuangan bagi perusahaan yang listing di pasar

modal (Maria, 2011).

Laili (2013) juga mendukung bahwa persediaan yang dilaporkan dengan

sistem akuntansi berdasarkan fair value mempunyai korelasi kuat dengan harga

saham. Nilai berdasarkan pasar lebih baik (lebih terpercaya) dibanding dengan nilai

berdasarkan historical cost (Laili, 2013). Hidayat (2012) membuktikan hal serupa

bahwa nilai wajar berpengaruh signifikan terhadap nilai perusahaan (harga saham).

Temuan ini menunjukkan bahwa nilai wajar memiliki relevansi nilai (Hidayat,

2012). Beberapa temuan di atas, terdapat juga hasil penelitian di Indonesia yang

tidak dapat membuktikan bahwa penerapan fair value adalah positif terhadap harga

saham.

Salah satu hasil penelitian di Indoneia yang menjelaskan bahwa pengukuran

nilai wajar tidak memiliki relevansi nilai terhadap harga saham adalah penggunaan

objek properti investasi (Juwono dan Feliana, 2013). Temuan lain terhadap objek

Page 9: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

9

aset biologis yang menunjukkan bahwa terdapat pengaruh negatif signifikan

pendekatan pengukuran nilai wajar terhadap Value Relevance (Petrus dan

Farahmita, 2013). Selain itu, ditunjukkan juga bahwa terdapat pengaruh positif

signifikan pendekatan pengukuran nilai historis terhadap Value Relevance (Petrus

dan Farahmita, 2013). Hasil tersebut membuktikan bahwa pendekatan pengukuran

nilai wajar atas aset biologis tidak mempunyai Value Relevance lebih tinggi

dibandingkan dengan pendekatan pengukuran nilai historis. Dua temuan di atas,

didukung Zahro (2014) yang menyimpulkan bahwa nilai wajar tidak berpengaruh

terhadap volatilitas laba.

Permasalahan relevansi fair value masih banyak terdapat perbedaan

kesimpulan, sehingga diperlukan penelitian lebih mendalam sebagaimana

disampaikan oleh Majercakova dan Skoda (2015) bahwa kajian untuk mengetahui

keuntungan dan kerugian dari konsep nilai wajar masih perlu diteliti lebih lanjut

tentang kebermanfaatannya dengan ukuran–ukuran yang berbeda. Penelitian di

Indonesia yang dijelaskan di atas, menguji relevansi nilai wajar terhadap kinerja

dengan ukuran harga saham pada akhir tahun (tutup buku). Mendasarkan pada saran

Majercakova dan Skoda (2015) di atas, penelitian ini mengukur kinerja dari

perpektif ukuran yang lain. Ukuran yang digunakan pada penelitian ini adalah

Economic Value Added (EVA). Economic Value Added (EVA) adalah indikator

kinerja yang terbebas dari distorsi permasalahan berbagai pilihan metode

pencatatan dalam akuntansi (Hansen dan Mowen 1994: 118 dalam Utomo, 1999).

EVA adalah nilai tambah ekonomis yang diciptakan perusahaan dari kegiatan atau

strateginya selama periode tertentu (Hansen dan Mowen 1994: 118 dalam Utomo,

1999). Lebih lanjut dijelaskan bahwa prinsip EVA memberikan sistem

Page 10: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

10

pengukuran yang baik untuk menilai suatu kinerja dan prestasi keuangan

manajemen perusahaan karena EVA berhubungan langsung dengan nilai pasar

sebuah perusahaan (Hansen dan Mowen 1994: 118 dalam Utomo, 1999).

Ukuran yang sering digunakan untuk mengukur relevansi nilai wajar oleh

peneliti di Indonesia di atas, adalah harga saham pada titik tertentu. Ukuran lain

terkait dengan saham adalah return saham yang diukur dengan deviden dan juga

laba per lembar saham. Beberapa ukuran di atas, dapat dikonfirmasi ketepatannya

terkait dengan keputusan investasi yang membuat harga saham naik atau turun.

Harga saham pada titik tertentu belum menunjukkan harga tersebut pada kondisi

naik atau turun dari titik tertentu sebelumnya. Sementara itu, ukuran deviden juga

dimungkinkan akan membatasi observasi penelitian, karena tidak semua emiten

akan membagi deviden tunai ataupun bentuk lain secara aktif meskipun emiten

mencatat laba. Di sisi lain, laporan keuangan emiten auditan terbit di BEI sekitar

bulan Maret sampai dengan Juni setelah tutup buku, memungkinkan investor akan

memberikan keputusan investasi bukan pada akhir tahun buku, tetapi pada bulan

maret sampai dengan juni setelah tutup buku.

Selain mengukur kebermanfaatan nilai wajar dengan EVA, penelitian ini

mengukur relevansi nilai wajar dengan return saham yang diadopsi dari

(Widiastuti, 2015). Widiastuti (2015) menggunakan indikator return saham yang

diukur dengan capital gain. Pertimbangan utama adopsi ukuran return saham ini

adalah terkait dengan deviden sebagai ukuran return saham yang tidak setiap tahun

dibagikan emiten, sehingga dapat membatasi observasi penelitian. Pertimbangan

lain terkait dengan fakta bahwa minat pasar terhadap capital gain cukup

Page 11: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

11

mendominasi fluktuasi harga saham. Dengan demikian, kelayakan alat ukur ini

dapat dipertanggungjawabkan.

Konsep nilai wajar dibanding dengan historis pada penelitian ini diukur

dengan laba seperti yang dilakukan juga oleh (Widiastuti, 2015). Sementara itu,

beberapa penelitian terdahulu di Indonesia yang dijelaskan di atas, mengukur

relevansi nilai wajar pada aset. Kritik pengukuran tersebut dapat disampaikan

secara sederhana bahwa investor akan melihat performa emiten untuk pertama

kalinya pada laba rugi, dan bukan pada besarnya aset. Dengan demikian, indikator

laba diharapkan dapat menjelaskan Value Relevance atas nilai wajar dengan lebih

akurat. Widiastuti (2015) menemukan bahwa laba berdasarkan biaya historis dan

nilai wajar memiliki relevansi keputusan nilai investasi, tetapi relevansi atas nilai

wajar lebih tinggi dibanding dengan biaya historis terhadap return saham

(keputusan investasi). Temuan ini memiliki implikasi praktis bahwa penggunaan

konsep nilai wajar dan historis yang dapat digunakan secara bersama di Indonesia

yang diukur dengan sentimen positif di pasar saham (Widiastuti, 2015).

Perbedaan pertama penelitian ini dengan penelitian sebelumnya di Indonesia

adalah penggunakan indikator EVA untuk mengukur relevansi nilai wajar.

Penelitian sebelumnya yang dilakukan di Indonesia di atas, belum menggunakan

indikator ini. Kelayakan indikator ini mendasarkan pada penjelasan Hansen dan

Mowen (1994: 118) dalam Utomo, (1999) bahwa indikator ini terbebas dari distorsi

pilihan metode akuntansi. Perbedaan kedua penelitian ini ditunjukkan pada

pengukuran konsep penyajian nilai wajar dengan laba.

Sebagian besar penelitian terdahulu menggunakan instrumen aset antara lain

(Hidayat, 2012; Juwono dan Feliana, 2013; Petrus dan Farahmita, 2013). Alat ukur

Page 12: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

12

laba nilai wajar yang digunakan pada penelitian ini melakukan adopsi dari

penelitian Widiastuti (2015), tetapi penelitian ini mengangkat momentum penting

tentang penetapan standar baru tentang nilai wajar di Indonesia, yang belum

dilakukan pada masa observasi penelitian (Widiastuti, 2015). Momentum ini

sekaligus menjadi dasar event study yang menjadi tujuan kedua penelitian ini yaitu

untuk mengetahui tingkat akurasi penyajian nilai wajar pada masa sebelum dan

sesudah ditetapkannya PSAK 68 sebagai standar yang mengatur ruang lingkup serta

teknik menyajikan nilai wajar yang baru. Penelitian yang dilakukan saat ini adalah

momentum yang tepat untuk mengetahui dampak atas standar baru tersebut yang

belum lama diterapkan di Indonesia, khususnya pada akurasi penyajian nilai wajar.

Perbedaan ketiga penelitian ini dengan sebelumnya adalah kajian terhadap

peran profesi penilai sebagai profesi independen pada relevansi nilai wajar terhadap

kinerja emiten yang belum dilakukan oleh penelitian Indonesia di atas. Dasar

pemikiran bahwa variabel ini penting untuk diteliti adalah penjelasan terkait peran

profesi penilai yang dijelaskan oleh (Dechow dkk., 2010). Pihak independen

diperlukan untuk menyajikan nilai atas aset, dengan tujuan nilai tersebut terbebas

dari upper value maupun under value (Dechow dkk., 2010). Penetapan nilai wajar

perlu dilakukan melalui penilai yang memiliki kualifikasi profesional (Sukendar,

2012). Implementasi nilai wajar membuka peluang jasa appraisal (penilai) secara

signifikan yang salah satu perannya adalah mengurangi kesalahan penilaian aset

atau instrumen keuangan lain untuk disajikan sebesar nilai wajar (Sukendar, 2012).

Kesiapan akuntan dan penilai secara bersama diperlukan untuk menyambut

implementasi nilai wajar pada laporan keuangan di Indonesia (Wahyuni, 2013).

Akan tetapi, urgensi peran penilai ini belum secara eksplisit mendapatkan peran

Page 13: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

13

yang strategis dalam penyajian laporan keuangan emiten yang berbasis nilai wajar.

Hal ini ini mendasarkan pada fakta bahwa penelusuran yang dilakukan dalam

penelitian ini tidak menemukan pernyataan terkait dengan informasi pihak yang

mengeluarkan opini nilai wajar atas instrumen keuangan baik pada Catatan Atas

Laporan Keuangan (CALK). PSAK 68 juga menambahkan bahwa prioritas utama

penyajian nilai wajar emiten adalah Level 1 yang tidak membutuhkan penilaian

(professional judgment). Akan tetapi, fakta dilapangan membuktikan bahwa

Indonesia sebagai negara berkembang memiliki volatolitas pasar yang tinggi

(Wahyuni, 2013). Oleh karena itu, Level 2 dan 3 adalah yang paling memungkinkan

digunakan oleh emiten. Namun, PSAK 68 menyebutkan bahwa teknik penilaian

dibutuhkan pada Level 3. Level 3 ini adalah Level terendah, dan tidak ada

keharusan bagi emiten untuk menggunakan jasa penilai sebagaimana keharusan

bagi emiten untuk menggunakan jasa Akuntan Publik.

Penilai dan Akuntan Publik adalah pihak independen yang akan menambah

kepercayaan pemakai laporan kauangan tentang keandalan laporan keuangan. Oleh

karena itu, terdapat kemungkinan bahwa profesi independen ini tidak secara

langsung berhubungan dengan kinerja emiten. Akan tetapi, profesi ini merupakan

faktor yang dapat melemahkan atau menguatkan kepercayan publik atas laporan

keuangan emiten yang telah mendapatkan verifikasi kewajaran laporan keuangan

dengan kualifikasi auditor yang memadai. Sehubungan dengan hal tersebut,

penelitian ini memiliki dugaan bahwa profesi penilai sebagai variabel yang

memoderasi pada relevansi nilai wajar.

Berdasar latar belakang di atas bahwa terdapat masih perbedaan hasil

penelitian tentang relevansi nilai wajar baik di Indonesia maupun di luar negeri,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

14

maka masih diperlukan penelitian tentang konsep nilai wajar dengan menilai

kebermanfaatannya pada ukuran yang berbeda dengan penelitian sebelumnya

termasuk pada masa observasi lain yang strategis. Dengan demikian, penelitian ini

mengukur relevansi nilai wajar terhadap return saham dan EVA sebagai ukuran

yang berbeda dengan penelitian sebelumnya, dan menjadi tujuan pertama

penelitian. Tujuan kedua penelitian ini adalah mengatahui dampak penerapan

PSAK 68. Hal ini mendasarkan pada urgensi isu peran strategis yang belum

diberikan kepada penilai dalam penyajian nilai wajar laporan keuangan. Isu ini

membawa dugaan bahwa tidak ada beda tingkat akurasi penyajian nilai wajar pada

masa sebelum dan sesudah penerapan PSAK 68. Dengan demikian, penelitian

untuk mengetahui dampak aturan ini penting untuk dilakukan yang diharapkan

dapat digunakan sebagai bahan evaluasi bagi dewan standar tentang efektifitas

Standar Akuntansi tentang nilai wajar ini di Indonesia.

Sementara itu, permasalahan ketiga yang disampaikan pada latar belakang di

atas, adalah peran strategis penilai perlu dibuktikan secara empiris. Oleh karena itu,

penelitian dengan tujuan ketiga yaitu membuktikan moderasi penilai atas pengaruh

nilai wajar terhadap sentimen pasar adalah penting untuk dilakukan. Tujuan ketiga

penelitian ini adalah melihat moderasi pada setiap sektor emiten. Pasar modal

Indonesia membuat kelompok emiten dalam indeks sektoral yang terdiri dari

agriculture, basic industry, mining, manufacture, property, consumer, trade,

finance, Infrastructure, dan miscellaneous industry.

1.2 Keaslian Penelitian

Tujuan pertama penelitian ini adalah mengetahui tingkat relevansi konsep

nilai wajar dibanding dengan biaya historis terhadap kinerja emiten di Indonesia.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

15

Tujuan pertama tersebut memiliki tiga perbedaan dengan penelitian sebelumnya.

Perbedaan pertama tersebut adalah pada indikator yang digunakan untuk

membandingkan antara nilai wajar dengan historis terhadap kinerja emiten.

Penelitian di Indonesia yang dilakukan terdahulu di atas, sebagian besar

menggunakan indikator harga saham pada tutup buku (akhir tahun) untuk

mengukur relevansi nilai wajar terhadap kinerja (Hidayat, 2012; Juwono dan

Feliana, 2013; Petrus dan Farahmita, 2013; Zahro, 2014). Kritik terhadap ukuran

tersebut dapat dijelaskan bahwa harga saham belum dapat menunjukkan fluktuasi

harga saham apakah meningkat atau menurun dari waktu tertentu yang

menunjukkan minat keputusan investasi atau trading. Kritik lain juga dapat

disampaikan bahwa harga saham diwaktu tertentu tidak dapat menunjukkan apakah

harga tersebut pada titik harga tinggi atau rendah terutama di perdagangan pasar

reguler. Dengan demikian, penelitian ini mengukur kinerja emiten dari harga saham

pada tingkat fluktuasi harga saham antara titik tertentu yang disebut sebagai return

saham.

Return saham pernah digunakan juga oleh Widiastuti (2015) untuk mengukur

Value Relevance nilai wajar. Widiastuti (2015) mengukur return saham dihitung

dari selisih harga saham awal tahun setelah tutup buku sampai dengan akhir bulan

ketiga tahun berikutnya. Pembeda ukuran return saham penelitian ini dengan

Widiastuti (2015) adalah penggunaan periode cut off untuk melakukan identifikasi

harga saham antara masa obsevasi return saham yang tidak dilakukan oleh

(Widiastuti, 2015). Hal ini penting untuk diidentifikasi dan dilakukan dengan

pertimbangan bahwa keaktifan saham tiap emiten adalah berbeda. Beberapa emiten

aktif dalam menerbitkan laporan keuangan dan juga membukukan laba, tetapi

Page 16: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

16

belum tentu saham atas emiten tersebut diminati dan aktif diperdagangkan di pasar

reguler.

Perbedaan kedua atas tujuan pertama penelitian ini juga dapat ditunjukkan

dari indikator kinerja emiten Economic Value Added (EVA) yang belum dilakukan

oleh beberapa penelitian di atas, untuk menguji kebermanfaatan konsep nilai wajar.

Penggunaan ukuran lain ini mendasarkan juga pada pernyataan (Majercakova dan

Skoda, 2015) yang menjelaskan bahwa diperlukan berbagai indikator untuk

membuat generalisasi yang lebih luas tentang kebermanfaatan nilai wajar.

Perbedaan ketiga adalah terkait dengan pengukuran konsep nilai wajar penelitian

ini berbeda dengan penelitian lain sebelumnya yang menggunakan aset pada sektor

tertentu (Hidayat, 2012; Juwono dan Feliana, 2013; Petrus dan Farahmita, 2013;

Zahro, 2014). Ukuran tersebut dapat dikonfirmasi ketepatannya karena secara

umum sentimen pasar atas saham akan melihat pada kinerja yang tidak dapat diukur

dengan total aset yang dimiliki, melainkan salah satunya laba. Dengan demikin

penelitian ini menggunakan laba yang diukur dengan nilai wajar maupun historis

untuk diuji pada semua emiten di Indonesia pada periode tertentu. Indikator konsep

nilai wajar yang diukur dengan laba ini diadopsi dari (Widiastuti, 2015). Akan

tetapi, dapat disampaikan juga perbedaan penelitian ini dengan penelitian

Widiastuti (2015) bahwa penelitian ini dilakukan pada durasi waktu yang berbeda

dan pada momentum yang strategis untuk mengetahui dampak Standar Akuntansi

yang baru di Indonesia tentang konsep nilai wajar.

Tujuan kedua dan ketiga dalam penelitian ini merupakan perbedaan

penelitian sebelumya karena masa observasi penelitian ini yang tepat sebagai bahan

evaluasi efektifitas PSAK 68 terhadap tingkat akurasi penyajian laporan keuangan.

Page 17: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

17

Penelitian ini merumuskan faktor peran profesi penilai sebagai variabel moderasi

yang belum dirumuskan pada beberapa penelitian di atas. Selain faktor tersebut

belum diteliti oleh beberapa peneliti di Indonesia, faktor ini penting untuk diteliti

pengingat penjelasan yang disampaikan oleh Dechow dkk, (2010) bahwa penilai

mempunyai peran penting dalam penyajian nilai wajar yang terbebas dari

manipulasi nilai. Indikator ini menjadi masalah dalam mengumpulan data, karena

laporan keuangan auditan tidak menjelaskan secara rinci pihak yang melakukan

penilaian atas aset dan liabilitas. Oleh karena itu, penelitian ini memerlukan proxy

untuk mengukur faktor tersebut.

Proxy yang digunakan untuk mengukur profesi penilai adalah Ukuan KAP.

Ukuran KAP erat kaitannya dengan kualitas audit. Kualitas audit merupakan segala

kemungkinan yang dapat terjadi saat auditor mengaudit laporan keuangan klien dan

menemukan pelanggaran atau kesalahan yang terjadi dan melaporkannya dalam

laporan keuangan auditan (Dewi dan Jati, 2014). Ukuran KAP pernah digunakan

untuk menjelaskan Value Relevance oleh Hidayat (2012) dengan data penelitian

emiten sektor tententu, sedangkan penelitian ini menggunakan seluruh emiten pada

periode tertentu dengan pertimbangan event study di atas. Kelayakan proxy ini juga

dapat dijelaskan dari tidak adanya pengungkapan tentang pihak penilai pada

laporan keuangan. Oleh karena itu, pihak yang diasumsikan melakukan verifikasi

atas kewajaran penyajian nilai wajar pada laporan keuangan adalah KAP.

1.3 Rumusan Masalah

Berdasarkan urgensi penelitian yang disampaikan pada latar belakang di atas,

dapat dirumuskan menjadi tiga rumusan masalah penelitian. Pembahasan setiap

rumusan masalah penelitian tersebut, dapat disampaikan sebagai berikut.

Page 18: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

18

1.3.1 Kebermanfaatan Implementasi Konsep Fair Value terhadap Kinerja Emiten

di Indonesia yang Masih Terdapat Pro dan Kontra

Kebermanfaatan konsep nilai wajar pada emiten diukur dengan kinerja yang

salah satunya pada harga saham sebagaimana yang telah dilakukan oleh beberapa

penelitian di atas, baik di Indonesia maupun luar negeri. Hasil penelitian terkait

dengan kebermanfaatan tentang konsep ini juga masih berbeda, meskipun indikator

kebermanfaatannya sama (harga saham). Pro dan kontra atas keandalan nilai wajar

ini terkait dengan keuntungan dan kerugian dari konsep nilai wajar yang masih jauh

dari sempurna dan diragukannya apakah konsep ini benar-benar bermanfaat dengan

indikator yang berbeda-beda (Majercakova dan Skoda, 2015). Oleh karena itu,

penelitian ini menggunakan indikator yang berbeda sebagaimana dijelaskan pada

keaslian penelitian di atas. Penjelasan Majercakova dan Skoda (2015) di atas,

muncul ketika Indonesia mulai menetapkan berlakunya PSAK 68. Sehubungan

dengan itu, permasalahan penelitian terkait dengan kebermanfaatan nilai dengan

indikator EVA dan return saham ini, diharapkan dapat menjelaskan perbedaan

sebelum dan sesudah diterapkannya PSAK 68 sebagai standar yang khusus

menjelaskan tentang nilai wajar.

1.3.2 Tingkat Akurasi Penyajian Nilai Wajar Di Indonesia yang Perlu Diketahui

Pada Masa Sebelum dan Sesudah Diterapkannya PSAK 68

Masa observasi penelitian ini adalah momentum yang tepat untuk mengetahui

dampak penerapan Standar Akuntansi PSAK 68 yang mengatur definisi dan ruang

lingkup nilai wajar pada laporan keuangan di Indonesia. Penelitian ini menduga

bahwa penyajian laporan keuangan yang berbasis nilai wajar pada satu tahun

sebelum dan sesudah penerapan PSAK 68 tidak terdapat perbedaan signifikan

Page 19: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

19

terkait tingkat akurasinya. Dugaan ini mendasarkan pada fenomena praktek bahwa

peran penilai belum ditempatkan pada posisi strategis pada standar baru ini dalam

melakukan verifikasi pengungkapan nilai wajar oleh emiten sebagaimana peran

strategis yang diberikan kepada Akuntan Publik. Kondisi ini berlawanan dengan

penjelasan Dechow dkk, (2010) bahwa penilai memiliki peran strategis untuk

menyajikan laporan keuangan yang berbasis nilai wajar yang terhindar dari upper

value dan under value bahkan mengurangi risiko manipulasi nilai.

Peran strategis yang tidak diberikan itu dapat dijelaskan mulai dari pembagian

hierarki tingkat penilaian yang diatur dalam PSAK 68. Level 1 adalah level prioritas

yang perlu diupayakan oleh emiten untuk menyajikan instrumen keuangannya.

Pengungkapan nilai wajar pada Level 1 ini dikatakan tanpa menggunakan teknik

penilaian dan tidak membutuhkan professsional judgment. Berkaitan dengan hal

tersebut, SPI menjelaskan bahwa dasar untuk menentukan nilai yang pertama

adalah nilai pasar, dan juga dibutuhkan teknik penilaian dan professional judgment.

Dengan demikian, Level 1 akan mejadi prioritas penyajian nilai wajar, tetapi emiten

mengungkap nilai wajar ini tanpa pertimbangan profesional. Kondisi ini tidak

berbeda ketika belum ada PSAK 68, yaitu mencatat instrumen keuangan sebesar

nilai wajar tanpa pertimbangan profesional.

Penyajian pada Level 1 ini juga sulit dicapai, mengingat bahwa Indonesia

sebagai negara berkembang yang memiliki volatilitas harga pasar yang tinggi

dibanding negara maju. Oleh karena itu, penyajian nilai wajar yang paling mungkin

dapat dilakukan emiten dengan menggunakan Level 2 atau 3 yang dijelaskan

membutuhkan professional judgment. Pada level ini, Standar Akuntansi belum

mengatur tentang kewajiban bagi emiten untuk memberikan pertimbangan

Page 20: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

20

profesional dari profesi khusus dalam hal ini penilai independen. Wahyuni (2013)

menjelaskan bahwa penilaian merupakan teknik yang rumit yang membutuhkan

pendidikan khusus, yang tidak didapatkan oeh akuntan. Oleh karena itu,

kemungkinan verifikasi nilai wajar yang dilakukan Akuntan Publik tentang

kewajaran nilai yang diungkap oleh emiten, juga masih dipertanyakan akurasinya.

Jika mendasarkan pada penjelasan Wahyuni (2013) selaku penasihat teknik IAI di

atas, akuntan belum dapat dikatakan memiliki kualifikasi sebagai penilai kecuali

mendapatkan pendidikan khusus penilai. Sementara itu, fakta pada laporan

keuangan emiten menunjukkan bahwa laporan keuangan tersebut tidak

mengungkap pihak yang memberikan opini nilai baik pada Level 2 dan 3 maupun

Level 1.

1.3.3 Peran Profesi Penilai Eksternal sebagai Profesi Independen yang diduga

Memoderasi Kebermanfaatan Penerapan Nilai Wajar

Permasalahan ini perlu diperhatikan dalam rangka menjaga akuntabilitas atas

nilai wajar yang dilaporkan oleh emiten. Permasalah tersebut sejalan dengan

penjelasan yang disampaikan oleh Dechow dkk, (2010) bahwa dengan tidak adanya

harga pasar yang dikutip di pasar aktif, pengukuran nilai wajar akan didasarkan

asumsi subjektif dan oleh karena nilai wajar dapat menjadi objek manipulasi.

Dengan demikian, peran penilai professional diperlukan dalam mengakomodir

implementasi fair value di Indonesia untuk menghidari bias atas laporan keuangan

(Dechow dkk., 2010). Dengan demikian, rumusan ketiga penelitian ini adalah

mendapatkan bukti bahwa penilai memiliki peran strategis sebagai profesi

indenpenden yang menguatkan implementasi konsep nilai wajar ini terhadap

kinerja emiten.

Page 21: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

21

1.4 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tiga rumusan masalah yang disampaikan di atas, dapat disusun

beberapa pertayaan penelitian. Pernyataan penelitian dapat dirumuskan menjadi

tiga pertanyaan penelitian sebagai berikut.

1. Apakah konsep nilai wajar memiliki Value Relevance dan bagaimana tingkat

relevansi nilai wajar tersebut dibanding biaya historis?

2. Apakah ada perbedaan tingkat akurasi penyajian nilai wajar pada masa

sebelum dan sesudah penerapan PSAK 68 yang efektif mulai 1 Januari 2015?

3. Apakah peran profesi penilai sebagai profesi independen merupakan faktor

yang memoderasi relevansi konsep nilai wajar terhadap nilai entitas?

1.5 Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan pertanyaan penelitian di atas, dapat dirumuskan tujuan

penelitian. Tujuan penelitian yang dirumuskan terdiri dari tiga tujuan penelitian

sebagai berikut.

1. Mengetahui relevansi konsep nilai wajar dibanding biaya historis terhadap nilai

emiten.

2. Mengetahui dampak penerapan PSAK 68 tantang nilai wajar yang efektif

mulai 1 Januari 2015 terhadap tingkat akurasi penyajian nilai wajar oleh

emiten.

3. Menguji peran penilai sebagai faktor yang memoderasi relevansi metode nilai

wajar terhadap nilai entitas sebagai bukti bahwa profesi ini diperlukan dan

penting sebagaimana Akuntan Publik yang menguji kewajaran laporan

keuangan.

Page 22: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

22

1.6 Manfaat Penelitian

Manfaat yang akan didapatkan dari hasil penelitian ini dapat digunakan oleh

beberapa pihak khususnya dalam kontribusi teoritis dan praktik. Uraian tentang

manfaat teoritis dan praktik tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.6.1 Manfaat Praktik

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi empiris

tentang dinamika penerapan nilai wajar maupun historis terhadap aktifitas bisnis di

Indonesia. Informasi tersebut berupa pengaruh implementasi nilai wajar dibanding

historis terhadap kinerja bisnis yang diukur dengan return saham dan Economic

Value Added. Kesimpulan hasil penelitian terkait kebermanfaatan konsep nilai

wajar, masih menemui pro dan kontra yang sebagian besar dilakukan pada sektor

industri tertentu. Oleh karena itu, penelitian ini mengindentifikasi dan menguji nilai

wajar dibanding dengan nilai hitoris terhadap kinerja semua emiten di Indonesia.

Momentum penerapan PSAK 68 pada tahun 2015 sebagai standar yang

mengatur penyajian nilai wajar pada laporan keuangan, dapat memberikan

informasi tentang efektifitas standar ini terhadap tingkat akurasi penyajian nilai

wajar oleh emiten.

Hasil penelitian ini dapat memberi informasi tentang peran profesi penilai

eksternal sebagai profesi independen untuk mengakomodir kepentingan konsep

nilai wajar pada laporan keuangan emiten, meskipun digunakan proxy untuk

mengukur peran penilai karena data informasi tentang penilai yang tidak didapatkan

dari laporan emiten. Sebagai profesi yang dibuktikan memoderasi relevansi nilai

wajar, hasil penelitian ini memberikan penguatan peran penting MAPPI sebagai

organisasi penyusun standar penilaian Indonesia pada perannya terhadap

Page 23: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

23

penyusunan laporan keuangan di Indonesia. Fakta menunjukkan bahwa laporan

keuangan emiten tidak mengungkap secara eksplisit pihak yang mengeluarkan

opini nilai wajar. Sehubungan dengan hal tersebuut, dapat dijelaskan bahwa

keterlibatan dan peran strategis profesi penilai, belum dapat sepenuhnya menjadi

perhatian penting yang setara dengan pengungkapan pihak yang melakukan audit

laporan keuangan.

1.6.2 Manfaat Teoritis

Manfaat teoritis yang dapat diberikan berdasar hasil penelitian ini adalah

penguatan bahwa kurikulum ilmu penilaian khususnya untuk tujuan laporan

keuangan penting untuk dilakukan. Hasil penelitian ini dapat menjadi bahan

pertimbangan bagi Masyarakat Profesi Penilai untuk memberikan prioritas ilmu

penilaian untuk tujuan laporan keuangan yang selama ini belum mendapatkan minat

dan menjadi kebutuhan pasar tinggi. Minat yang kurang ini dimungkinkan karena

rekonsiliasi antara profesi penilai dengan akuntan yang belum dapat dikatakan

intensif dengan melihat standar penyusunan laporan keuangan tentang nilai wajar

dan prakteknya. Jika rekonsiliasi ini dilakukan lebih intensif, diharapkan membawa

penguatan kurikulum bidang ilmu penilaian untuk tujuan laporan keuangan, dan

juga peningkatan permintaan jasa penilaian untuk tujuan laporan keuangan yang

saat ini belum sebanyak penilaian untuk tujuan lain seperti pembebasan tanah,

agunan, jual beli dan asuransi.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/113092/potongan/S2-2017...Sehubungan dengan hal tersebut¸ terdapat pernyataan yang menjelaskan bahwa keuntungan

24

1.7 Sistematika Penulisan

Penelitian ini disusun terdiri dari lima bab yang berisi pendahulun, tinjauan

pustaka, metode penelitian, hasil dan pembahasan serta simpulan. Bab 1 berisi

tantang urgensi penelitian, kebaruan penelitian serta manfaat yang ditargetkan pada

hasil penelitian ini. Bab 2 penelitian ini berisi tinjauan pustaka sebagai

pembangunan teori atas beberapa variabel yang diangkat dalam penelitian. Bab 2

ini juga berisi penelusuran hasil penelitian terdahulu yang relevan dengan tujuan

penelitian. Bab 3 pada penelitian ini merumuskan metode penelitian yang

digunakan untuk menjawab petanyaan dan mecapai tujuan penelitian. Selain itu,

dibahas juga tentang definisi operasional variabel yang berisi ruang lingkup serta

cara mengukur variabel yang diangkat dalam penelitian ini. Bab 4 berisi tentang

hasil analisis menggunakan metode yang dirumuskan pada bab 3 tentang deskriptif

data, hasil analisis, pembahasan dan diskusi hasil penelitian. Bab terakhir penelitian

ini berupa simpulan dan saran. Saran yang dimaksud dalam bab lima ini adalah

saran bagi pihak yang dituju pada kebermanfaatan hasil penelitian serta saran bagi

penelitian selanjutnya atas keterbatasan penelitian yang juga disampaikan pada bab

lima.