28
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kekayaan alam dan budaya. Bali memiliki daya tarik tersendiri dengan pesona etnik yang memuat sosial budaya masyarakat yang khas, dimana simbol-simbol serta mengandung nilai, norma, dan tradisi termuat dalam tubuh masyarakat Bali. Masyarakat Bali meyakini bahwa agama adalah budaya dan budaya adalah agama. Kontruksi seperti ini merupakan hasil proses adaptasi terhadap alam yang diolah untuk keberlangsungan hidup yang biasanya terimplementasikan melalui kegiatan bertani yang kemudian dengan teguh memegang prinsip untuk memelihara keberlanjutan. Bali telah mengokohkan kebudayaan sebagai dasar pembangunan, termasuk dalam hal pertanian yang berbasis kelembagaan. Kelembagaan pertanian sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian itu sendiri, utamanya yang terletak di pedesaan akan bermanfaat untuk pengembangan sosial ekonomi petani, aksesibilitas pada modal, aksesibilitas pada informasi pertanian, infrastuktur, pasar, dan inovasi pada pertanian. Keberadaan dari kelembagaan pertanian juga akan mempermudah bagi pemerintah dan pemangku kepentingan lain dalam memberikan penguatan serta memfasilitasi petani.

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakangeprints.umm.ac.id/49068/2/BAB I.pdfSetiap institusi sosial tersebut memiliki personel, seperangkat norma, nilai, aktivitas, teknologi, serta fungsi

  • Upload
    others

  • View
    8

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Bali merupakan salah satu pulau di Indonesia yang memiliki kekayaan

alam dan budaya. Bali memiliki daya tarik tersendiri dengan pesona etnik yang

memuat sosial budaya masyarakat yang khas, dimana simbol-simbol serta

mengandung nilai, norma, dan tradisi termuat dalam tubuh masyarakat Bali.

Masyarakat Bali meyakini bahwa agama adalah budaya dan budaya adalah

agama. Kontruksi seperti ini merupakan hasil proses adaptasi terhadap alam

yang diolah untuk keberlangsungan hidup yang biasanya terimplementasikan

melalui kegiatan bertani yang kemudian dengan teguh memegang prinsip untuk

memelihara keberlanjutan.

Bali telah mengokohkan kebudayaan sebagai dasar pembangunan,

termasuk dalam hal pertanian yang berbasis kelembagaan. Kelembagaan

pertanian sangat menentukan keberhasilan pembangunan pertanian itu sendiri,

utamanya yang terletak di pedesaan akan bermanfaat untuk pengembangan

sosial ekonomi petani, aksesibilitas pada modal, aksesibilitas pada informasi

pertanian, infrastuktur, pasar, dan inovasi pada pertanian. Keberadaan dari

kelembagaan pertanian juga akan mempermudah bagi pemerintah dan

pemangku kepentingan lain dalam memberikan penguatan serta memfasilitasi

petani.

2

Kelembagaan (social institution) merupakan keseluruhan pola ideal,

organisasi, maupun aktivitas yang berpusat pada lingkungan kebutuhan dasar

masyarakat yang selalu bertujuan untuk memenuhi berbagai kebutuhan

masyarakat sehingga Lembaga tersebut memiliki fungsi. Institusi sosial juga

merupakan konsep yang berpadu dengan struktur, yang berarti tidak saja

melibatkan pola aktivitas yang lahir melalui segi sosial guna memenuhi

kebutuhan manusia, tetapi juga pola organisasi guna melaksanakannya

(Roucek dan Warren dalam Anantanyu, 2011:102).

Setiap individu memiliki kebutuhan fisiologis (physiological need), dan

untuk memperoleh kebutuhan tersebut setiap kelompok dimana individu

berkumpul dalam suatu organisasi sosial atau kelembagaan akan

mengembangkan institusi agar para anggotanya dapat memperoleh kebutuhan

fisiologis. Institusi itu hadir sebagai hasil dorongan kebudayaan dari setiap

kelompok untuk melayani anggotanya yang ingin memperoleh empat

kebutuhan dasar (instrumental needs) yaitu economy, social control,

education, dan political organization. Setiap institusi sosial tersebut memiliki

personel, seperangkat norma, nilai, aktivitas, teknologi, serta fungsi (Murphy

dalam Liliweri, 2014: 2-3).

Kelembagaan petani adalah lembaga petani yang berada di kawasan

institusi lokal yang berupa organisasi keanggotaan atau kerjasama yaitu petani-

petani yang tergabung dalam kelompok kerjasama. Kelembagaan ini meliputi

pengertian yang luas, yaitu selain mencakup pengertian organisasi petani, juga

aturan main (role of game) atau aturan perilaku yang menentukan pola tindakan

3

dan hubungan sosial, termasuk kesatuan sosial sebagai wujud kongkrit dari

lembaga itu sendiri (Uphoff dalam Anantanyu, 2011: 102).

Kelembagaan petani tertua yang terdapat di Bali sekaligus sebagai

sebuah warisan budaya adalah kelembagaan organisasi “subak”. Subak

merupakan organisasi petani lahan basah yang mendapatkan air irigasi dari satu

sumber bersama, memiliki satu atau lebih pura bedugul yang digunakan untuk

memuja Dewi Sri, sebagai manifestasi Tuhan selaku Dewi kesuburan, serta

memiliki kebebasan untuk mengatur rumah tangganya sendiri, maupun dalam

berhubungan dengan pihak luar (Sutawan, 1986).

Subak juga merupakan perkumpulan para petani tradisional sebagai

pengelola irigasi sawah dalam suatu kawasan tertentu yang memiliki sumber

air tertentu, pura, dan otonom (Windia dkk, 2015). Kemudian, Korn (dalam

Sirtha, 2016: 1) meninjau subak melalui tiga aspek yaitu: 1) aspek religius

dalam wujud pura subak sebagai tempat krama (warga) subak melakukan

persembahyangan kepada Tuhan Yang Maha Esa; 2) aspek sosial berupa

kegiatan krama subak dalam rapat yang mengatur pembagian air, pola tanam,

upacara, dan kekayaan subak; 3) aspek fisik berupa bangunan-bangunan,

kekayaan materiil seperti tanah persawahan.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan Gusti Nata selaku

pemandu di Musium Subak Kabupaten Tabanan Bali dikatakan bahwa subak

sebenarnya sudah ada sejak tahun 882 M yang ditemukan pada sebuah prasasti

yang bernama Prasasti Sukawana. Pada prasasti tersebut terdapat sebuah kata

“huma” yang artinya sawah dan kata “perlak” yang artinya tegalan. Pada

sebuah prasasti bebetin di tahun 989 M juga disebutkan kata “undagi lancang,

4

undagi batu, dan undagi pengarung”. Dimana makna dari kata-kata tersebut

adalah tukang mencari batu, tukang membuat perahu, dan tukang membuat

naungan atau terowongan air.

Ketentuan-ketentuan yang mengatur kehidupan bertani dalam bercocok

tanam padi di Bali, banyak dimuat di dalam Sastra Purana Sri dan Aji Pari.

Subak jika dilihat dari unsur pemujaan (Pura) diklasifikasi sebagai Pura

Swagina (Fungsional), dengan demikian subak merupakan suatu bentuk ikatan

profesi sebagai petani sawah. Paparan terkait subak ini memberikan ciri tentang

keberadaan subak sebagai organisasi profesi petani sawah, yang terbentuk dari

kesadaran sendiri, mengusahakan, melakukan pengaturan air, melakukan

pengaturan bercocok tanam, dan lain-lain. Dijiwai pula oleh agama yang dianut

dan perkembangannya melalui suatu proses yang panjang, secara turun

temurun dan sambung-menyambung yang lanjut mentradisi hingga saat ini.

Sistem subak sebagai lembaga sosial, setidaknya dapat memainkan

beberapa fungsi penting yang beragam (multi-functional roles). Fungsi subak

diklasifikasikan menjadi fungsi internal dan eksternal. Adapun fungsi internal

subak adalah sebagai pelaksana kegiatan ritual, pendistribusian air irigasi,

penanganan konflik, pemeliharaan jaringan irigasi dan bangunan fisik lainnya.

Sedangkan fungsi eksternal subak yaitu sebagai penyangga atau pendukung

ketahanan pangan, pelestari kebudayaan, pelestari lingkungan, dan penyangga

nilai-nilai tradisional. (Sudarta dan Dharma, 2013).

Perkembangan modernisasi seperti saat ini tidak dapat dipungkiri

bahwa kini subak telah benar-benar mengalami desakan dan keterancaman.

Sistem irigasi yang berlandaskan sosio-kultural seperti halnya subak memang

5

memiliki kelemahan juga seperti ketidakmampuannya dalam melawan

intervensi yang datang dari eksternal (Pusposutardjo dan Wardhana, 1997: 13).

Prof. I Wayan Windia (dalam Suriyani, 2015) seorang guru besar

pertanian Universitas Udaya menyatakan bahwa persawahan di Bali saat ini

mengalami compang-camping karena banyak terjadi alih fungsi lahan. Hal ini

menyebabkan banyak sarana irigasi yang mengalami kerusakan dan tidak

berfungsi secara efektif. Pernyataan tersebut memperkuat bahwa fungsi-fungsi

vital subak lambat laun cukup mengalami pelemahan. Lahan pertanian terus

mengalami pengalihan fungsi lahan akibat semakin berkembang pesatnya

pariwisata di Bali dan pertumbuhan jumlah penduduk di Bali.

Pelemahan terhadap fungsi subak dapat di bagi menjadi 2 jenis yaitu:

1. Makro

Konteks makro disini adalah problematika yang disebabkan oleh

berkembangnya arus globalisasi dan kapitalisme di Indonesia. Problematika

tersebut memberikan dampak kepada kebijakan pemerintah baik pusat

maupun daerah yang berkomitmen untuk menjadikan Bali sebagai salah

satu destinasi wisata dunia terbesar di Asia melalui program pariwisatanya.

Tentu saja pada akhirnya menyebabkan pesatnya pertumbuhan jumlah

penduduk dan wisatawan asing di Bali. Kemudian, kini Bali juga

menggencarkan pembangunan untuk menopang pariwisata dalam bidang

sarana dan prasarana pendukung secara fisik seperti jalan, hotel, villa,

swalayan, restoran, perumahan, lahan kavlingan, dan sebagainya.

Konsekuensinya adalah sumber daya alam, termasuk lahan pertanian dan

air menjadi korban.

6

2. Mikro

Konteks mikro yang dimaksud adalah problematika yang disebabkan

oleh pesatnya perkembangan pariwisata di Bali, membuat pemuda Bali

lebih tertarik kepada sektor non pertanian. Sehingga hal tersebut berdampak

kepada eksistensi subak yang kini semakin terdesak dan terancam. Tak

sedikit pula petani yang beralih profesi ke non-petani karena merasa bahwa

sektor pariwisata lebih menjanjikan.

Fenomena ini pun telah meluas hingga ke Kabupaten Jembrana. Subak

yang terdapat di Kabupaten Jembrana menurut pemaparan dari informan

Kelian Subak Gede Jembrana adalah terdiri dari subak lahan basah (sawah)

sebanyak 14 subak, dan subak pertanian dilahan tegalan/kering (subak abian)

sebanyak 11 subak. Subak di Jembrana kini mengalami pengalihan fungsi lahan

yang lebih banyak digunakan untuk pembang unan infrastruktur perumahan.

Dalam catatan I Ketut Wisada (dalam Antara Bali News, 2015) dinyatakan

bahwa pada tahun 2002 luas lahan pertanian di Kabupaten Jembrana mencapai

13 ribu hektar, namun pada tahun 2011 hanya tinggal 6.856 hektar.

Berdasarkan data ini, dalam kurun waktu sepuluh tahun saja, lahan pertanian

di Kabupaten Jembrana menyusut sekitar 50 persen. Kemudian (dalam Radar

Bali, 2017) dinyatakan pula bahwa pada awalnya luas lahan sawah tercatat

6.856 hektare, namun dari data hasil survei terakhir pada tahun 2016 lalu

terdata 6.775 hektar.

Data tersebut menunjukkan telah terjadi penyempitan luas lahan sawah

yang diakibatkan oleh pengalihan penggunaan lahan sawah menjadi lahan

bukan sawah atau lahan bukan untuk kegiatan pertanian. Sebagian besar

7

disebabkan karena industri pariwisata, pembangunan perumahan, pembuatan

kavlingan, maupun toko-toko. Kelian Subak Gede Jembrana sesuai dengan

pemaparannya pada saat wawancara, menyatakan jika sudah berusaha untuk

berdialog kepada pihak Pemerintah Kabupaten Jembrana terkait maraknya

pengalihan fungsi lahan di Kecamatan Jembrana. Namun, kurang mendapatkan

respon yang baik terkait permasalahan alih fungsi tersebut. Pengalihan fungsi

lahan yang marak terjadi di wilayah Subak Gede Jembrana seringkali tidak bisa

ditahan, hal tersebut dikarenakan adanya kepentingan politik yang bermain di

berbagai pihak baik masyarakat, pemerintah, dan investor.

Berada di tengah lemahnya kontrol subak oleh kepungan kapitalisme

dan arus globalisasi, terdapat Subak Babakan Bayu yang hingga kini masih

tetap eksis. Ditunjukkan melalui tiga keistimewaan yaitu: pertama, Subak

Babakan Bayu masih tetap eksis dengan menjalankan fungsi-fungsi yang

dimilikinya. Kedua, Subak Babakan Bayu masih mampu untuk menjalankan

kelembagaan dengan didasarkan kepada prinsip Tri Hita Karana. Prinsip yang

bermakna tiga penyebab kebahagiaan bagi umat hindu di Bali yaitu

Parakhyangan (hubungan manusia dengan Tuhan), Pawongan (Hubungan

manusia dengan manusia), dan Palemahan (hubungan manusia dengan alam).

Ketiga, Subak Babakan Bayu memiliki krama (warga) subak yang

multikultural. Dimana cukup jarang dapat ditemui perbedaan agama di dalam

suatu kelembagaan organisasi subak di Bali. Walaupun terjadi perbedaan,

krama subak senantiasa harmonis dan bertoleransi dalam menjalankan

keorganisasian subak dan mensejahterakan kehidupan bersama selama ini.

8

Bertahannya Subak Babakan Bayu dalam menjaga eksistensinya di

tengah maraknya industrialisasi di Jembrana, serta banyaknya subak lainnya

yang telah mengalami pelemahan nilai-nilai dan fungsi subak, membuat

peneliti tertarik untuk memahami lebih dalam tentang bagaimana sistem

kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu. Apabila mengetahui

maupun memahami lebih dalam terkait sistem kelembagaan subak, maka ini

akan berkontribusi besar dalam bidang tata kelola air (water governance)

sehingga dapat mengantisipasi konflik antara masyarakat dengan pemerintah,

ataupun antara organisasi kelembagaan subak dengan investor.

Memahami terkait kelembagaan dalam bidang tata kelola air di suatu

daerah merupakan hal yang sangat penting karena memiliki dampak kepada

kesejahteraan masyarakat. Seperti yang disampaikan oleh Horton dan Hunt

(dalam Dwi Narwoko dan Bagong Suyanto, 2004: 216) bahwa kelembagaan

memang merupakan suatu sistem hubungan sosial terorganisir yang dianggap

penting oleh masyarakat karena menjadi wadah mereka untuk mencapai suatu

tujuan bersama. Oleh sebab itu, dalam penelitian ini akan difokuskan kepada

“Sistem Kelembagaan Organisasi Subak (Studi di Subak Babakan Bayu

Sangkaragung, Kabupaten Jembrana Bali).

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, rumusan masalahnya adalah:

bagaimana sistem kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu

Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali?

9

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk memahami dalam tentang sistem

kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu Sangkaragung,

Kabupaten Jembrana, Bali.

1.4 Manfaat Penelitian

Manfaat dari penelitian ini secara umum terbagi ke dalam dua kategori,

yaitu manfaat teoritis dan manfaat praktis.

1.4.1 Manfaat Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi pada

pengembangan sosiologi, teori sistem sosial oleh Niklas Luhmann, dan teori

kelembagaan baru (new instutional theory) oleh Richard W. Scott yang

menjadi landasan teori untuk mengkaji tentang sistem kelembagaan organisasi

subak di Subak Babakan Bayu Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali.

Harapan dari penelitian ini yaitu mampu memberikan kajian dan analisis secara

komprehensif berdasarkan keilmuan sosiologi yang nantinya dapat bermanfaat

untuk banyak pihak.

1.4.2 Manfaat Praktis

1.4.2.1 Manfaat bagi pemerintah

Hasil penelitian tentang sistem kelembagaan organisasi subak di Subak

Babakan Bayu Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali ini harapannya dapat

dijadikan rujukan, pertimbangan, dasar di dalam membuat kebijakan yang

10

berkaitan dengan pertanian di Jembrana Bali. Sehingga kelembagaan subak di

Jembrana akan tetap eksis sebagai warisan budaya Bali.

1.4.2.2 Manfaat bagi civitas akademika

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi bagi

mahasiswa dan dosen sosiologi khususnya, sebagai penunjang keilmuan dan

mempertajam analisis terkait topik-topik yang diangkat dalam penelitian.

Terutama yang berkenaan dengan sistem kelembagaan organisasi subak di

Subak Babakan Bayu Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali.

1.4.2.3 Manfaat bagi anggota subak dan masyarakat

Hasil penelitian ini diharap kan dapat memberikan pengetahuan

maupun rujukan kepada petani sebagai anggota Subak Babakan Bayu di

Jembrana Bali. Penelitian ini juga di harapkan dapat menjadi sumber

pengetahuan bagi masyarakat secara umum, sehingga kesadaran untuk tetap

memegang teguh filosofi Tri Hita Karana dapat terjaga serta dapat

mempertahankan eksistensi subak itu sendiri.

1.5 Definisi Konsep

1.5.1 Sistem

Sistem merupakan kumpulan dari elemen-elemen yang berinteraksi

untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Sistem menggambarkan suatu kejadian-

kejadian dan kesatuan yang nyata, seperti tempat, benda, dan orang-orang yang

betul-betul ada dan terjadi (Jogiyanto, 2005: 2).

11

1.5.2 Kelembagaan Organisasi

Kelembagaan adalah suatu pola organisasi yang berfungsi untuk

memenuhi berbagai keperluan manusia, yang lahir dengan adanya berbagai

budaya sebagai satu ketetapan untuk digunakan secara tetap, dengan tujuan

untuk memperoleh konsep kesejahteraan masyarakat, dan melahirkan satu

struktur yang dilakukan dengan menegakkan sanksi sosial. Kelembagaan

harus dapat memastikan bahwa sistem lingkungan dan sosial memiliki

stabilitas jangka panjang (Roucek dan Warren, 1984: 122 dan Bruce Tonn,

Mary English, dan Cheryl Travis, 2010: 167).

1.5.3 Subak

Menurut Peraturan Daerah Provinsi Daerah Tingkat I Bali, Nomor

02/PD/DPRD/1972 tentang irigasi (pasal 4) yang dimaksud dengan subak

adalah masyarakat hukum adat di Bali yang bersifat sosio-agraris-religius,

yang secara historis didirikan sejak dahulu kala dan berkembang terus sebagai

organisasi penguasa tanah dalam bidang pengaturan air dan lain-lain untuk

persawahan dari suatu sumber air di dalam suatu daerah.

1.6 Metode Penelitian

1.6.1 Jenis Penelitian

Penelitian tersebut menggunakan jenis penelitian kualitatif. Penelitian

kualitatif menurut Bogdan dan Taylor adalah sebagai prosedur penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-

orang dan perilaku yang dapat diamati. Pendekatan ini diarahkan pada latar dan

individu tersebut secara holistic (utuh). Jadi, dalam hal ini tidak boleh

12

mengisolasikan individu atau organisasi ke dalam variabel atau hipotesis, tetapi

perlu memandangnya sebagai bagian dari sesuatu keutuhan (Moleong, 2007:4).

Penggunaan penelitian kualitatif relevan untuk menggambarkan

permasalahan penelitian yang diambil, serta dapat mendeskrisikan secara utuh

apabila menggunakan jenis penelitian kualitatif dimana jenis penelitian ini

mampu menggambarkan sebuah fenomena sosial secara holistic (menyeluruh)

utamanya yang terkait dengan penelitian ini yaitu mengenai Sistem

Kelembagaan Organisasi Subak (Studi di Subak Babakan Bayu, Sangkaragung,

Kabupaten Jembrana, Bali).

1.6.2 Pendekatan Penelitian

Penelitian yang memfokuskan kepada sistem kelembagaan organisasi

subak di Subak Babakan Bayu, Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali ini

merupakan penelitian dengan menggunakan pendekatan etnografi. Pendekatan

etnografi ini merupakan salah satu model penelitian yang mempelajari dan

mendeskripsikan peristiwa budaya, yang menyajikan pandangan hidup subjek

yang menjadi objek studi. Deskripsi tersebut diperoleh oleh peneliti dengan

cara berpartisipasi secara langsung dan lama terhadap kehidupan sosial subjek

penelitian (Duranti dalam Hanifah, 2010).

Etnografi merupakan potret suatu masyarakat yang mendeskripsikan

tentang keyakinan, bahasa, nilai-nilai, ritual, adat-istiadat, dan tingkah laku

sekelompok orang yang berinteraksi dalam suatu lingkungan sosial-ekonomi,

organisasi, religi, politik, dan geografis. Analisis etnografi bersifat induktif dan

dibangun berdasarkan perspektif orang-orang yang menjadi partisipan

penelitian (Fettermgn dalam Hanifah, 2010: 3).

13

Sumber: (Spradley dalam Hanifah, 2010: 13)

Gambar 1.1 Siklus Penelitian Etnografi

Penelitian etnografi berlangsung secara tidak linier, melainkan dalam

bentuk siklus. Berbagai tahapan dalam penelitian dengan pendekatan etnografi

seperti pengumpulan data, analisis data, dan interpretasi, dilakukan secara

simultan dan bisa diulang-diulang. Menurut Spradley (dalam Hanifah,

2010:13-14) siklus penelitian etnografi mencakup enam langkah yaitu:

pemilihan proyek etnografi, pengajuan pertanyaan, pengumpulan data,

perekaman data, analisis data, dan penulisan laporan. Adapun pada penelitian

ini akan menggambarkan secara komprehensif dan memahami terkait sistem

kelembagaan organisasi Subak Babakan Bayu, Sangkaragung, Kabupaten

Jembrana, Bali.

Asking

ethnographic

questions

Making an

ethnographic

record

Selecting an

ethnographic

project

Writing an

ethnographic

Collecting

ethnographic data

Analyzing

ethnographic data

14

1.6.3 Lokasi Penelitian

Penelitian tersebut dilaksanakan di Subak Babakan Bayu, Kelurahan

Sangkaragung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali. Pemilihan

tempat penelitian ini karena Subak Babakan Bayu merupakan salah satu Subak

di Kabupaten Jembrana yang memiliki keistimewaan. Pertama, Subak Babakan

Bayu masih tetap eksis dengan menjalankan fungsi-fungsi yang dimilikinya.

Kedua, Subak Babakan Bayu masih mampu untuk menjalankan kelembagaan

dengan didasarkan kepada prinsip Tri Hita Karana. Ketiga, Subak Babakan

Bayu memiliki krama (warga) subak yang multikultural. Selain itu, penelitian

ini juga akan dilakukan di Musium Subak di daerah Kabupaten Tabanan untuk

mendapatkan data yang lebih komprehensif.

1.6.4 Teknik Penentuan Subjek Penelitian

Valid dan akuratnya sebuah data maupun informasi di dalam suatu

penelitian kualitatif ditentukan pula oleh Teknik penentuan subjek penelitian

yang tepat. Subak Babakan Bayu terdiri dari 110 krama subak dengan 60 umat

Hindu dan 50 umat Muslim. Krama Subak Babakan Bayu terdiri atas pengurus

subak dan anggota/ warga subak (bukan pengurus subak). Adapun di dalam

penelitian ini, peneliti akan menggunakan teknik purposive sampling.

Purposive sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan

pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2016: 85). Adapun kriteria yang akan

dijadikan subjek penelitian, yaitu:

1. Kelian dan wakil kelian Subak Babakan Bayu. Pemilihan subjek penelitian

tersebut dikarenakan atas pertimbangan bahwa kelian/wakil kelian subak

15

adalah tokoh pemimpin dalam subak yang berkemungkinan besar

mengetahui seluruh kejadian yang berkaitan dengan tema penelitian.

2. Pengurus Subak Babakan Bayu seperti sekretaris dan bendahara subak.

Pemilihan subyek ini dikarenakan atas pertimbangan bahwa pengurus

subak pasti memahami bagaimana tugas pokok serta sistem kelembagaan

di Subak Babakan Bayu.

3. Pihak Pemangku Subak Babakan Bayu. Pemilihan subyek penelitian ini

atas pertimbangan bahwa Pemangku dapat membantu peneliti untuk

memberikan data terkait aspek kultural-kognitif serta sistem kelembagaan

organisasi subak di Subak Babakan Bayu data pada penelitian ini menjadi

lebih akurat dan komprehensif.

4. Krama Subak Babakan Bayu. Pemilihan subyek penelitian ini atas

pertimbangan bahwa krama subak dapat membantu peneliti untuk

memberikan data terkait sistem kelembagaan organisasi subak di Subak

Babakan Bayu sehingga data pada penelitian ini menjadi lebih akurat dan

komprehensif.

5. Kelian Subak Gede Jembrana. Pemilihan subyek ini dikarenakan atas

pertimbangan bahwa Kelian Subak Gede Jembrana pasti memahami

kondisi serta sistem kelembagaan di Subak secara keseluruhan khususnya

yang berada di Kecamatan Jembrana.

6. Pemandu musium subak di Kabupaten Tabanan. Pemilihan subjek

penelitian ini atas pertimbangan bahwa pemandu musium lebih

mengetahui terkait sejarah dan segala hal terkait dengan subak sejak awal.

Adapun rincian subjek penelitian dalam bentuk tabel sebagai berikut:

16

Tabel 1.1 Rincian Subjek Penelitian

No Status Jumlah

1 Kelian subak 1

2 Wakil kelian subak 1

3 Sekretaris subak 1

4 Bendahara subak 1

5 Pemangku subak 1

6 Krama subak 1

7 Kelian Subak Gede Jembrana 1

8 Pemandu Musium Subak 1

Jumlah Total 8

Alasan dipilihnya subjek penelitian tersebut karena subjek penelitian

yang telah ditentukan tersebut memiliki relevansi dan informasi untuk

mendukung diperolehnya data penelitian secara holistic dan komprehensif

berkaitan dengan permasalahan penelitian yang diangkat dalam penelitian ini,

yaitu Sistem Kelembagaan Organisasi Subak (Studi di Subak Babakan Bayu,

Sangkaragung, Kabupaten Jembrana, Bali).

1.6.5 Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dapat dikelompokkan menjadi dua

klasifikasi, yaitu data primer dan data sekunder yang akan dipaparkan sebagai

berikut.

17

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh secara langsung tanpa

melalui perantara ataupun sumber lainnya. Data primer didapatkan melalui

teknik pengumpulan data yang telah ditentukan sebelumnya oleh peneliti.

Adapun dalam penelitian ini, menggunakan data primer yang didapatkan

melalui observasi langsung dan wawancara yang terkait dengan sistem

kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu, Sangkaragung,

Kabupaten Jembrana Bali.

2. Data Sekunder

Data sekunder merupakan data yang diperoleh secara tidak langsung

atau melalui perantara media tertentu. Pada penelitian ini, data sekunder

yang digunakan yaitu berupa hasil penelitian terdahulu, foto-foto, buku,

berita online maupun offline, serta dokumen resmi yang berkaitan dengan

sistem kelembagaan organisasi subak di Subak Babakan Bayu,

Sangkaragung, Kabupaten Jembrana Bali.

1.6.6 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama di

dalam penelitian, sebab tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data.

Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standart data yang ditetapkan (Sugiyono,

2010: 401). Dalam etnografi, pengumpulan data dilakukan dengan prosedur

yang beragam (multiple procedures) dan intensitas prosedur-prosedur tersebut

bervariasi sesuai dengan tipe etnografi yang dilakukan.

18

Adapun untuk penelitian ini, peneliti akan bersama dengan subjek

penelitian dalam waktu yang relatif lama. Peneliti akan membuat catatn-catatan

lapangan berdasarkan data yang diperoleh dari hasil observasi langsung,

wawancara, maupun dokumentasi terhadap kegiatan-kegiatan kebudayaan para

subjek penelitian, dan pengamatan atas artifak serta simbol-simbol. Adapun

beberapa teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu:

1. Observasi

Observasi menurut S. Margono diartikan sebagai Observasi merupakan

sebuah kegiatan pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap

terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian. Observasi dapat dilakukan

secara langsung maupun secara tidak langsung (Zuriah, 2009: 173).

Penelitian ini menggunakan observasi secara langsung bersama dengan

subyek yang diteliti atau dalam suatu peristiwa tersebut. Observasi dalam

penelitian ini, pertama kali dilakukan pada tanggal 15 hingga 18 Januari 2019

dengan cara mengamati lokasi lahan subak sekaligus melakukan wawancara

dengan informan Ketut Deler selaku Kelian Subak di Sawe Dauh Tukad di

wilayah Kelurahan Dauhwaru Kecamatan Jembrana. Kemudian dilanjutkan

dengan bertemu dengan informan Ketut Jendra sebagai Kelian Subak Gede

Jembrana. Hasil observasi dapat diketahui bahwa lahan subak di Kecamatan

Jembrana saat ini telah banyak mengalami pengalihan fungsi lahan.

Berdasarkan hasil wawancara dan observasi, diketahui pula bahwa terdapat

salah satu subak di Kecamatan Jembrana yang menjadi subak terbaik dan unik

karena memiliki krama yang multikultural. Oleh sebab itu, observasi pun

19

pindah ke Subak Babakan Bayu, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan

Jembrana, Bali.

Observasi kedua, dilaksanakan pada tanggal 15 Maret 2019 dengan cara

mengamati lokasi penelitian di Subak Babakan Bayu, Kelurahan

Sangkaragung. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan wawancara dengan

informan Ketut Suarba selaku Kelian Subak Babakan Bayu. Kemudian, pada

pukul 13.00 WITA dilanjutkan dengan mengikuti rapat pengurus Subak

Babakan Bayu. Hasil observasi tersebut dapat diketahui bahwa Subak Babakan

Bayu merupakan subak yang multikultural dan memiliki sistem administrasi

yang baik. Subak Babakan Bayu juga merupakan salah satu subak percontohan

yang telah direkomendasikan untuk di perkenalkan ke tingkat Internasional

oleh pemerintah provinsi Bali. Musyawarah merupakan cara pengurus subak

untuk mencapai kesepakatan dalam setiap tindakan yang dilakukan di subak.

Observasi ketiga, observasi dilaksanakan pada tanggal 19 Maret 2019

dengan mengikuti persiapan upacara Ngebekin atau upacara persiapan panen

padi di rumah Kelian Subak Babakan Bayu dan dilanjutkan ke lokasi pura balai

subak. Persiapan upacara Ngebekin dilakukan dengan cara membuat berbagai

macam banten (sesajen) dan memasang perlengkapan di Pura Subak.

Observasi selanjutnya dilaksanakan dengan cara mengikuti kegiatan

silaturahmi krama subak pada malam hari di tanggal 19 Maret 2019. Seluruh

pengurus subak baik umat muslim dan hindu, serta pihak pengurus Kelurahan

Sangkaragung di undang dalam kegiatan tersebut. Membangun hubungan yang

harmonis antar umat beragama dan saling toleransi telah ditunjukkan oleh

Subak Babakan Bayu.

20

Observasi keempat, dilaksanakan pada tanggal 20 Maret 2019 di Balai

Subak Babakan Bayu. Observasi ini dilakukan dengan cara mengamati proses

upacara Ngebekin di Pura Subak. Namun, yang mengikuti upacara ini hanya

umat Hindu saja dengan di pimpin oleh seorang mangku serta menggunakan

banten dan beberapa alat pemujaan. Upacara ini dilaksanakan dengan tujuan

mengucapkan rasa syukur kepada Tuhan dan Dewa-dewa yang dipercayai

karena telah diberikan kenikmatan dan kelancaran hingga tahap panen padi.

Observasi kelima, dilaksanakan pada tanggal 22 Maret 2019 di

Musholah Subak Babakan Bayu. Observasi ini dilakukan dengan cara

mengikuti langsung proses Upacara Selametan yang dilakukan oleh seluruh

krama (anggota) Subak Babakan Bayu yang beragama muslim. Upacara ini

dihadiri oleh sekitar 50 orang krama subak dan dipimpin langsung oleh Wakil

Kelian Subak. Selametan ini memiliki tujuan sebagai bentuk rasa syukur

kepada Tuhan karena telah memberikan kenikmatan dan kelancaran dari awal

hingga siap panen. Selametan juga memiliki syarat khusus yaitu setiap krama

subak harus membawa makanan yang berisikan ayam kampung bakar, dan

nasi. Kemudian, setelah tahlil di bacakan, seluruh krama subak muslim pun

mengadakan makan bersama.

Setelah beberapa kali melakukan pertemuan, observasi, dan

wawancara akhirnya dapat ditentukan bahwa menarik untuk meneliti terkait

sistem kelembagaan organisasi subak dan memfokuskan lokasi pada Subak

Babakan Bayu di wilayah Sangkaragung, Kecamatan Jembrana, Kabupaten

Jembrana Bali.

21

2. In-Depth Interview (Wawancara)

Esterberg mendefinisikan interview (wawancara) sebagai pertemuan

dua orang atau lebih dengan melakukan pertukaran ide maupun informasi

melalui tanya jawab sehingga dapat dikonstruksikan kepada suatu makna

dalam topik tertentu (Sugiyono, 2012: 317). Wawancara dalam penelitian ini

dilakukan secara tidak terstruktur dengan mewawancarai subjek penelitian

yang telah ditentukan sebelumnya. Subjek penelitian yang dimaksud adalah

kelian Subak Gede Jembrana, kelian dan wakil kelian subak Babakan Bayu,

sekretaris dan bendahara Subak Babakan Bayu, pemangku Subak Babakan

Bayu, krama Subak Babakan Bayu, dan pihak pendamping musium subak

Kabupaten Tabanan.

Wawancara tidak terstruktur bertujuan untuk membuat pembicaraan

peneliti dengan subjek penelitian mengalir secara alami dan membangun kesan

bahwa diantara peneliti dan subjek penelitian tidak ada jarak atau berstatus

sama. Peneliti dan subjek penelitian melakukan wawancara dengan saling

bertatap muka dengan tanpa menggunakan pedoman wawancara secara

terstruktur. Pelaksanaan wawancara terlihat dalam kehidupan sosial yang

relatif lama, dengan demikian ciri khas wawancara mendalam.

Wawancara awal untuk pertama kali dilaksanakan pada tanggal 15

Januari 2019 kepada informan Ketut Deler sebagai Kelian Subak Dauhwaru,

Kecamatan Jembrana di lokasi sawah garapannya. Hasil wawancara tersebut

dapat diketahui bahwa beberapa petani banyak yang mengeluh dan perpindah

mata pencaharian akibat pesatnya alih fungsi lahan sawah. Kelian subak pun

22

mengaku bahwa ia sudah berusaha bicara kepada Pemerintah Kabupaten

namun tidak mendapat respon dan kebijakan yang diharapkan.

Wawancara kedua, dilaksanakan pada tanggal 16 Januari 2019 dengan

informan Ketut Jendra selaku Kelian Subak Gede Jembrana. Wawancara

tersebut membahas seputar profil Kelian Subak Gede Jembrana, sejarah subak,

kondisi subak di Kecamatan Jembrana, dan sistem kelembagaan di subak di

Jembrana. Setelah beberapa kali melakukan wawancara dengan Kelian Subak

Gede Jembrana, dapat deketahui bahwa terdapat salah satu subak di

Kecamatan Jembrana yang menjadi subak terbaik dan unik karena memiliki

krama yang multikultural. Oleh sebab itu, penelitian pun diputuskan untuk

difokuskan ke Subak Babakan Bayu, Kelurahan Sangkaragung, Kecamatan

Jembrana, Kabupaten Jembrana, Bali.

Pada tanggal 15 Maret 2019 dilaksanakan wawancara bersama

informan Ketut Suarba selaku kelian subak di Balai Subak Babakan Bayu,

Kelurahan Sangkaragung. Wawancara tersebut membahas terkait dengan profil

kelian subak, kondisi Subak Babakan Bayu, dan sistem kelembagaan Subak

Babakan Bayu. Wawancara tersebut dapat diketahui bahwa Informan Ketut

Suarba telah menjadi kelian subak hampir 4 periode atau selama 20 tahun.

Hingga kini belum ada kelian lain yang dipercaya mampu menggantikannya.

Bahkan krama subak mengatakan bahwa mereka menginginkan informan

tersebut menjadi kelian subak seumur hidup.

Pada tanggal 16 Maret 2019 dilanjutkan dengan melakukan wawancara

kepada infoman Sarmin selaku wakil ketua Subak Babakan Bayu di rumah

informan. Wawancara tersebut dapat diketahui bahwasanya informan telah

23

menjadi wakil kelian subak menemani informan Ketut Suarba selama 20 tahun.

Wawancara tersebut juga menunjukkan bahwa telah banyak pengurus subak

yang mengeluh dan menginginkan untuk segera digantikan karena usia mereka

telah mencapai lansia sehingga banyak penyakit yang dirasakan. Subak

babakan bayu memang didominasi oleh para lansia, sehingga hal itu pula yang

dikhawatirkan oleh kelian dan wakil kelian subak terkait dengan regenerasi

subak di masa depan.

3. Dokumentasi

Dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif

dengan melihat atau menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subyek

sendiri atau oleh orang lain tentang subyek. Dalam teknik dokumentasi data-

data yang diperoleh adalah berupa pengambilan foto-foto dari lokasi penelitian

seperti pada saat melakukan wawancara. Data dokumentasi ini digali dengan

maksud untuk melengkapi data yang diperoleh sebelumnya. Dokumentasi

digunakan dalam suatu penelitian karena terdapat banyak hal yang terkandung

dalam dokumen sebagai sumber data yang dapat dimanfaatkan untuk menguji,

menafsirkan, maupun meramalkan (Moleong, 2002:161). Penggunaan data

dokumentasi dalam penelitian ini berupa:

1. Awig-awig dan perarem Subak Babakan Bayu

2. Hasil-hasil notulensi rapat

3. Laporan pertanggungjawaban

4. Surat-surat

5. Penghargaan-penghargaan

24

6. Foto-foto kegiatan

7. Catatan inventaris subak, dan lain sebagainya.

1.6.7 Teknik Analisa Data

Analisa data merupakan proses mencari dan menyusun secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan

dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data kedalam kategori,

menjabarkan kedalam unit-unit, melakukan sintesa, menyusun kedalam pola,

memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat

kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Sumber : (Spradley dalam Hanifah, 2010: 17)

Gambar 1.2 Siklus Analisis Data Etnografi Menurut Spradley

Analisis data penelitian etnografi merupakan bagian dari alur penelitian

maju bertahap. Alur penelitian maju bertahap adalah suatu proses yang dimulai

Analisis

Domain

Pengamatan

terpilah

Pengamatan

Terfokus

Analisis

Taksonomi

Analisis tema

Analisis

Komponen

Pengamatan

deskriptif

25

dari menetapkan subjek penelitian, hingga menulis sebuah etnografi (Spradley

dalam Batuadji, 2009). Analisis dan interpretasi data dalam penelitian ini

dilakukan dengan menggunakan empat bentuk yaitu: analisis domain, analisis

taksonomi, analisis komponensial, dan analisis tema kultural.

1. Analisis Domain

Analisis domain dilakukan terhadap data yang diperoleh melalui

pengamatan berperanserta/ wawancara atau pengamatan deskriptif yang

terdapat dalam catatan lapangan, yang dapat dilihat di buku lampiran.

Pengamatan deskriptif berarti mengadakan pengamatan secara menyeluruh

terhadap sesuatu yang ada di dalam latar penelitian (Moleong, 2002: 149-

150).

2. Analisis Taksonomi

Setelah selesai dalam menganalisis domein, maka selanjutnya

dilakukan pengamatan dan wawancara terfokus berdasarkan fokus yang

sebelumnya telah dipilih oleh peneliti. Oleh hasil pengamatan terpilih

dimanfaatkan untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui

pengajuan sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih

dimuat dalam catatan lapangan yang terdapat pada buku lampiran

(Moleong, 2002: 150).

3. Analisis Komponensial

Setelah analisis taksonomi, dilakukan wawancara atas pengamatan

terpilih untuk memperdalam data yang telah ditemukan melalui pengajuan

26

sejumlah pertanyaan kontras. Data hasil wawancara terpilih dimuat dalam

catatan lapangan yang terdapat pada buku lampiran (Moleong, 2002: 150).

4. Analisis Tema Kultural

Analisis tema merupakan seperangkat prosedur untuk memahami

secara holistik pemandangan yang sedang diteliti, sebab setiap kebudayaan

terintegrasi dalam beberapa jenis pola yang lebih luas (Moleong, 2002:

151). Analisis tema juga merupakan upaya mencari benang merah yang

mengintegrasikan lintas domain yang ada (Sugiyono, 2014:264).

Selanjutnya dilakukan interpretasi data sebagai upaya untuk memperoleh

arti dan makna yang lebih mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang

sedang dilakukan. Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara

meninjau hasil penelitian secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi

akurat yang diperoleh dari lapangan (Moleong, 2002: 151).

1.6.8 Uji Keabsahan Data

Validitas atau keabsahan menjadi aspek ketepatan antara data yang

terjadi pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti. Data

yang valid merupakan data yang tidak berbeda antara data yang sesungguhnya

terjadi pada objek penelitian dengan data yang dilaporkan oleh peneliti.

Keabsahan data penelitian kualitatif dapat dibuktikan dengan melakukan uji

kredibilitas data. Menurut pendapat Sugiyono, terdapat lima tahapan pengujian

kredibilitas yaitu sebagai berikut:

27

1. Perpanjangan Pengamatan

Perpanjangan pengamatan yaitu peneliti kembali untuk melakukan

pengamatan, dan wawancara dengan sumber data yang lama maupun yang

baru. Perpanjangan pengamatan ini juga memberikan dampak kepada

terjalinnya hubungan yang semakin akrab atau tidak ada jarak lagi antara

peneliti dengan subjek penelitian, semakin terbuka, saling mempercayai

sehingga tidak ada informasi yang disembunyikan lagi.

2. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih

cermat dan berkesinambungan. Dengan cara tersebut maka kepastian data dan

urutan peristiwa akan dapat direkam secara pasti dan sistematis. Dengan

meningkatkan ketekunan, maka peneliti dapat melajukan pengecekan kembali

apakah data tersebut salah atau tidak, serta peneliti dapat memberikan deskripsi

data yang akurat dan sistematis.

3. Trianggulasi

Trianggulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai

pengecekan data dan berbagai sumber dengan berbagai cara, dan berbagai

waktu. Dengan demikian pada penelitian ini menggunakan trianggulasi waktu,

dimana waktu juga sering mempengaruhi kredibilitas data. Untuk itu dalam

rangka pengujian kredibilitas data dapat dilakukan dengan wawancara,

observasi atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Bila hasil uji

menghasilkan data yang berbeda, maka dilakukan secara berulang sehingga

sampai ditemukan kepastian datanya.

28

4. Analisis Kasus Negatif

Kasus negatif merupakan kasus yang berbeda dengan hasil penelitian

pada saat tertentu. Melakukan analisis kasus negatif berarti peneliti mencari

data yang bertentangan atau berbeda dengan hasil temuan, yang berarti data

yang telah ditemukan dapat dipercaya. Tetapi jika masih saja menemukan data

yang bertentangan, maka peneliti mungkin akan merubah temuannya.

5. Mengadakan Member Check

Member check adalah suatu proses pengecekan data yang didapatkan

oleh peneliti kepada pemberi data. Tujuan dari pelaksanaan member check

yaitu untuk mengatahui kevalidan data. Apabila data yang diperoleh oleh

peneliti tidak disepakati oleh pemberi data dan perbedaan tersebut terlalu

tajam, maka peneliti harus merubah temuannya dan menyesuaikan dengan apa

yang diberikan atau disampaikan oleh pemberi data yang dalam hal ini adalah

subjek penelitian (Sugiyono, 2012: 368-376).