20
1 BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANG Nyeri merupakan gangguan yang banyak dialami orang di dunia. Sekitar 50 juta orang di Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri. Setiap tahun biaya yang dikeluarkan untuk penanganan kasus nyeri diperkirakan mencapai miliaran dolar. Diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat karena orang Amerika bekerja hingga umur lebih dari 60 tahun dan bertahan hingga 80 tahun (Dipiro et al., 2008). Obat pengurang rasa nyeri atau yang biasa dikenal dengan analgetik hingga saat ini menjadi obat yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Masyarakat dapat dengan mudah mendapatkan obat analgetik tanpa resep dokter di apotek maupun toko obat. Obat analgetik belum tentu aman, apalagi bila digunakan dalam jangka panjang. Angka kejadian efek samping beberapa obat pengurang rasa nyeri dilaporkan sebanyak 185 per 100 juta pada penggunaan aspirin, 592 per 100 juta pada penggunaan diklofenak, 20 per 100 juta pada penggunaan parasetamol (Andradde et al., 1998). Oleh karena itu penelitian untuk mengembangkan obat yang relatif lebih aman perlu dilakukan. Senyawa MH2011 merupakan salah satu senyawa modifikasi dari paracetamol dengan memodifikasi gugus alkil yang terikat pada C karbonil. Gugus alkil (CH 3 ) yang terikat pada C karbonil digantikan oleh gugus amina yang terikat pada aminonaftol. Senyawa ini diperkirakan memiliki aktivitas analgetik yang lebih poten dibanding parasetamol. MH2011 dilaporkan memiliki daya

BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

  • Upload
    vumien

  • View
    230

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Nyeri merupakan gangguan yang banyak dialami orang di dunia. Sekitar 50

juta orang di Amerika terganggu aktivitasnya karena nyeri. Setiap tahun biaya

yang dikeluarkan untuk penanganan kasus nyeri diperkirakan mencapai miliaran

dolar. Diperkirakan jumlah ini akan terus meningkat karena orang Amerika

bekerja hingga umur lebih dari 60 tahun dan bertahan hingga 80 tahun (Dipiro et

al., 2008).

Obat pengurang rasa nyeri atau yang biasa dikenal dengan analgetik hingga

saat ini menjadi obat yang paling banyak digunakan di seluruh dunia. Masyarakat

dapat dengan mudah mendapatkan obat analgetik tanpa resep dokter di apotek

maupun toko obat. Obat analgetik belum tentu aman, apalagi bila digunakan

dalam jangka panjang. Angka kejadian efek samping beberapa obat pengurang

rasa nyeri dilaporkan sebanyak 185 per 100 juta pada penggunaan aspirin, 592 per

100 juta pada penggunaan diklofenak, 20 per 100 juta pada penggunaan

parasetamol (Andradde et al., 1998). Oleh karena itu penelitian untuk

mengembangkan obat yang relatif lebih aman perlu dilakukan.

Senyawa MH2011 merupakan salah satu senyawa modifikasi dari

paracetamol dengan memodifikasi gugus alkil yang terikat pada C karbonil.

Gugus alkil (CH3) yang terikat pada C karbonil digantikan oleh gugus amina yang

terikat pada aminonaftol. Senyawa ini diperkirakan memiliki aktivitas analgetik

yang lebih poten dibanding parasetamol. MH2011 dilaporkan memiliki daya

Page 2: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

2

analgetik dengan ED50 12,29 mg/kgBB pada mencit jantan galur Balb/C

sedangkan parasetamol memiliki ED50 sebesar 91 mg/kg yang menunjukkan

bahwa senyawa MH2011 lebih poten dibandingkan parasetamol (Purnomo, 2012).

Dengan adanya aminonaftol dapat menurunkan muatan positif pada posisi orto

(dari gugus hidroksi) karena adanya gugus karbonil sehingga dapat menurunkan

hepatotoksis, bahkan jika mungkin menghilangkannya.

Berdasarkan molecular docking, aktivitas analgetik ini dapat diketahui dari

kestabilan ikatan senyawa MH2011 dengan reseptor COX-2. Reseptor COX-2 ini

berperan aktif dalam pembentukan prostaglandin sebagai mediator nyeri dari asam

arakidonat. Peran dari reseptor COX-2 adalah pada saat pembentukan

prostaglandin, native ligand akan berikatan dengan reseptor COX-2 sehingga akan

mengaktifkan COX-2 dalam pembentukan prostaglandin. Dengan demikian

kestabilan ikatan senyawa MH2011 dengan reseptor COX-2 akan menghambat

pembentukan prostaglandin sehingga bisa meringankan rasa nyeri (Purnomo,

2012).

MH2011 lebih non polar dibanding parasetamol, dengan demikian

diprediksi akan dapat menembus sawar otak sehingga memberikan efek analgetik

sentral. Uji daya analgetik sentral MH2011 kali ini dilakukan dengan

menggunakan metode tail-flick. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi

sumbangan dalam pengembangan MH2011 sebagai obat analgetik baru.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

3

B. RUMUSAN MASALAH

Apakah senyawa MH2011 {1-(4-hydroxynaphthalen-1-y1)-3-(4-

hydroxyphenyl)urea} sebagai turunan parasetamol memiliki aktivitas analgetik

sentral pada mencit jantan galur Balb/C dengan metode tail-flick?.

C. PENTINGNYA PENELITIAN

Senyawa MH2011 sejauh ini belum dilakukan penelitian aktivitas

farmakologinya sebagai analgetik menggunakan metode tail-flick pada mencit

jantan sehingga diharapkan penelitian ini akan memberikan informasi tambahan

mengenai aktivitas farmakologi senyawa MH2011 sebagai analgetik sentral

(mempengaruhi susunan saraf pusat).

D. TUJUAN PENELITIAN

Penelitian ini bertujuan untuk menguji aktivitas analgetik sentral senyawa

MH2011 pada mencit jantan galur Balb/C menggunakan metode tail-flick.

E. TINJAUAN PUSTAKA

1. Nyeri

Nyeri dapat didefinisikan sebagai pengalaman sensorik dan emosional yang

tidak menyenangkan akibat kerusakan jaringan. Baik nyeri akut maupun kronis

merupakan fungsi pertahanan (survival function), yaitu dengan cara mengarahkan

tubuh untuk memberikan refleks dan sikap protektif terhadap jaringan yang rusak

sehingga sembuh (Guyton, 1994).

Page 4: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

4

Penyebab rasa nyeri adalah rangsangan-rangsangan kimiawi, mekanis,

panas dan listrik, yang dapat mengakibatkan kerusakan-kerusakan pada jaringan

dan melepaskan mediator-mediator nyeri. Mediator-mediator penting yang terlibat

pada proses terjadinya nyeri adalah histamin, serotonin (5-HT), plasmakinin

(bradikinin) dan prostaglandin. Senyawa-senyawa ini kemudian akan merangsang

reseptor nyeri (nosiseptor) yang terletak pada ujung-ujung saraf bebas di kulit,

selaput lendir, dan jaringan-jaringan (organ-organ) lain (Tjay dan Rahardja,

2002). Nosiseptor ini selalu merespon stimulasi berkelanjutan sehingga

bermanfaat untuk membuat individu menyadari akan terjadi kerusakan jika

stimulasi tersebut berlanjut (Kelly, 2004).

Menurut Dipiro et al. (2008) ada 4 tahap terjadinya nyeri, yaitu:

a. Stimulasi

Sensasi nyeri dimulai dari perangsangan reseptor nyeri oleh rangsangan

mekanis, panas, dan kimia. Adanya rangsangan tersebut (noxious stimuli) akan

merangsang pelepasan mediator-mediator nyeri antara lain bradikinin, leukotrien,

serotonin, histamin, prostaglandin, K+

, dan substansi P (Dipiro et al., 2008).

Pelepasan satu atau lebih mediator-mediator tersebut tidak hanya akan

merangsang ujung syaraf nyeri kemosensitif tertapi juga sangat menurunkan

ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. Ambang

rasa nyeri adalah intensitas rangsang terkecil yang akan menimbulkan sensasi

nyeri bila rangsang tersebut dikenakan untuk waktu yang lama (Guyton, 1994).

Page 5: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

5

b. Transmisi

Adanya mediator-mediator nyeri akan mengubah permeabilitas membran

neuronal, menyebabkan influks natrium dan efluks (mengeluarkan) kalium,

sehingga terjadi depolarisasi membran. Impuls elektrik tersebut kemudian

ditransmisikan ke medula spinalis melalui dua macam serabut saraf yaitu serabut

A bermielin dan serabut C tidak bermielin.

Serabut saraf A bermielin sering terlibat dalam impuls elektrik yang

disebabkan oleh rangsang mekanis dan panas. Impuls akan ditransmisikan dari

medula spinalis ke bagian dorsal horn. Serabut A akan melepaskan

neurotransmiter berupa asam amino seperti glutamat, yang akan mengaktifkan

reseptor α-amino-3-hidroksi-5-metilisoxazo-1,4-asam propionat (AMPA) yang

berada di dalam medula spinalis (Koda-Kimble and Young, 2001). Transmisi

pada serabut ini kemudian menghasilkan sensasi nyeri yang tajam dan akan

memberi sinyal terhadap adanya bahaya atau luka. Respon dari sinyal ini berupa

reflek seperti menarik tangan atau kaki untuk menghindari luka yang lebih parah.

Serabut C tidak bermielin dan ukurannya lebih kecil daripada A . Serabut C

sering berperan dalam proses menghantarkan impuls rangsang mekanis, panas dan

kimia. Serabut C juga berakhir di dorsal horn, melepaskan neurotransmiter berupa

asam amino glutamat dan aspartat. Selain itu serabut C ini juga melepaskan

peptida lain yaitu substansi P, neurokin A, somatostatin, galakin dan calcitonin

gene-related peptide (CGRP). Transmisi impuls melalui serabut C akan

menghasilkan nyeri lemah, aching, rasa seperti terbakar dan lokasi nyeri susah

ditentukan. Jenis nyeri ini dikenal sebagai nyeri kedua karena muncul setelah

Page 6: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

6

nyeri pertama (Koda-Kimble and Young, 2001). Setelah dorsal horn teraktivasi,

kemudian impuls diteruskan ke talamus lalu ke bagian korteks otak dan daerah

otak lain untuk diproses.

c. Persepsi Nyeri

Merupakan persepsi terhadap transmisi impuls nyeri. Pada tahap ini

sesorang akan merasakan nyeri atau sakit. Otak mungkin hanya menerjemahkan

beberapa jenis sinyal nyeri, namun perlu diingat bahwa persepsi nyeri tidak hanya

melibatkan proses nosiseptif tetapi juga proses emosional dan psikologis (Dipiro

et al., 2008).

d. Modulasi

Modulasi informasi nyeri terjadi sangat cepat. Neuron dari talamus dan otak

akan melepaskan neurotransmiter inhibitori, seperti norepinefrin, serotonin, Gama

Amino Butiric Acid (GABA), glisin, endorfin, dan enkefalin, yang akan

mengeblok neurotransmiter eksitatori seperti substansi P (Koda-Kimble dan

Young, 2001).

Berdasarkan durasinya, nyeri dibagi menjadi:

a. Nyeri Akut

Nyeri akut adalah nyeri yang disebabkan oleh stimulus nosiseptif karena

perlakukan atau proses penyakit atau fungsi abnormal dari otot atau visera.

Biasanya nyeri ini mudah dideteksi, lokasinya jelas, dan sebatas kerusakan

jaringan dan merupakan tanda biologis pada situasi yang membahayakan (Dipiro

et al., 2008).

Page 7: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

7

b. Nyeri Kronis

Nyeri kronis adalah nyeri yang menetap lebih dari satu bulan atau diatas

waktu yang seharusnya perlukaan mengalami penyembuhan. Yang termasuk nyeri

kronis adalah nyeri yang melewati batas penyembuhan normal pada nyeri akut,

nyeri yang terkait dengan penyakit kronis, nyeri tanpa penyebab organik yang

teridentifikasi dan nyeri terkait kanker (Dipiro et al., 2008).

Menurut Mutschler (1991), kualitas nyeri dibagi atas nyeri somatik dan

nyeri viseral. Nyeri somatik dibagi menjadi 2 kualitas yaitu nyeri permukaan dan

nyeri dalam. Apabila rangsang terdapat dalam kulit maka rasa yang terjadi disebut

nyeri permukaan dan disebut nyeri dalam apabila nyeri berasal dari otot,

persendian, tulang dan jaringan ikat. Nyeri permukaan memiliki karakteristik yang

ringan, dapat dilokalisasi dengan baik dan hilang cepat setelah berakhirnya

rangsang. Nyeri ini akan menyebabkan suatu reaksi menghindar secara refleks dan

sering diikuti rasa nyeri berikutnya yang bersifat menekan dan membakar yang

sukar untuk dilokalisasi dan lambat hilang apabila intensitas rangsang cukup

tinggi.

Nyeri viseral mirip dengan nyeri dalam dalam hal sifat menekannya dan

reaksi vegetatif yang menyertainya. Nyeri ini terjadi antara lain pada kontraksi

organ perut, kejang otot polos, aliran darah kurang dan penyakit yang disertai

radang.

Untuk mengatasi nyeri dengan obat, terdapat beberapa jalur yang

kemungkinan dapat ditempuh antara lain sebagai berikut (Mutschler, 1991):

Page 8: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

8

a. Mencegah stabilisasi reseptor nyeri dengan cara penghambatan sintesis

prostaglandin dengan analgetika yang bekerja secara perifer.

b. Mencegah pembentukan rangsang dalam reseptor nyeri dengan

memakai anestesi permukaan atau anestesi infiltrasi.

c. Menghambat penerusan rangsang dalam serabut saraf sensorik dengan

anestesi konduksi.

d. Meringankan atau meniadakan nyeri melalui kerja dalam sistem saraf

pusat atau dengan obat narkosis.

e. Mempengaruhi pengalaman nyeri dengan psikofarmaka ( transkuilisia,

neuroleptika, antidepresan).

2. Analgetik

Analgetik adalah obat atau senyawa yang digunakan untuk mengurangi rasa

sakit atau nyeri. Secara umum analgetik dibagi dalam dua golongan, yakni

analgetik non-narkotik (misalnya: parasetamol, asetosal) dan analgetik narkotika

(misalnya : morfin). Analgetik diberikan kepada penderita untuk mengurangi rasa

nyeri. Rasa nyeri ini diakibatkan oleh terlepasnya mediator nyeri seperti:

bradikinin, prostaglandin, dan lain-lain dari jaringan yang rusak kemudian

merangsang reseptor nyeri di ujung saraf perifer ataupun di tempat lain. (Tjay dan

Rahardja, 2002)

a. Analgetik Narkotik

Senyawa-senyawa golongan ini memiliki daya analgetik yang kuat sekali

dengan titik kerja di susunan saraf pusat. Analgetik jenis ini umumnya

Page 9: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

9

mengurangi kesadaran (sifat yang meredakan dan menidurkan) dan menimbulkan

perasaan nyaman (euforia), mengakibatkan toleransi dan habituasi,

ketergantungan fisik dan psikis dengan gejala-gejala abstinensi bila penggunaan

dihentikan (Tjay dan Rahardja, 2002). Berdasarkan mekanisme kerjanya,

analgetika narkotik dapat digolongkan menjadi tiga macam yaitu (Tjay dan

Rahardja, 2002):

1) Agonis opiat, dapat menghilangkan rasa nyeri dengan cara

mengikat reseptor opioid pada sistem saraf. Contoh: morfin,

kodein, heroin, metadon, petidin, dan tramadol.

2) Antagonis opiat, bekerja dengan menduduki salah satu reseptor

opioid pada sistem saraf. Contoh: nalokson, nalorfin, pentazosin,

buprenorfin dan nalbufin.

3) Kombinasi, bekerja dengan mengikat reseptor opioid, tetapi tidak

mengaktivasi kerjanya dengan sempurna

Berdasarkan perbedaan secara kimiawi, analgetika narkotik dibedakan

menjadi dua jenis yaitu:

1) Alkaloida candu alamiah dan sintesis : morfin dan kodein, heroin

dan hidromorfin, hidrokodon dan dionin

2) Pengganti-pengganti petidin dan turunannya (fentanyl dan

sulfetanil), metadon dan turunannya (dekstromoramida,

bezitramida, piritramida, dan d-propoksifen), serta fenatren dan

turunannya (levorvanol)

Page 10: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

10

Di dalam sistem saraf pusat terdapat lima jenis reseptor opioid dan adanya

berbagai jenis reseptor opioid tersebut dapat menjelaskan adanya berbagai efek

opioid (Koda-Kimble and Young, 2001), antara lain:

1) Reseptor µ

Pada reseptor µ terdapat dua subtipe yaitu : reseptor µ1

bertanggungjawab pada analgesia supraspinal. Reseptor µ2

dihubungkan dengan efek-efek yang tidak diinginkan seperti

depress pernapasan, euphoria, konstipasi, dan ketergantungan fisik.

2) Reseptor Ƙ

Memperantarai produksi analgesia yang ditimbulkan pentazosin

dan butorphanol (campuran antara dua agonis/antagonis).

3) Reseptor ζ

Berhubungan dengan efek psikotomimetik seperti disforia,

halusinasi, yang ditimbulkan oleh pentazosin dan agonis-antagonis

lain.

4) Reseptor δ

Terdapat pada susunan saraf pusat yang selektif terhadap enketalin

memegang peranan dalam menimbulkan depresi pernapasan yang

ditimbulkan opioid. Reseptor δ dihubungkan denganberkurangnya

frekuensi nafas.

5) Reseptor ε

Sangat selektif terhadap beta-endorfin tetapi tidak mempunyai

afinitas terhadap enkefalin.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

11

Opiat memproduksi analgesia melalui tiga mekanisme (Koda-Kimble and

Young, 2001) yaitu:

1) Secara presinaptik, opioid menurunkan pelepasan transmitter

inflamasi (seperti takikinin, asam amino eksitatori, dan peptida)

dari ujung serabut saraf aferen C setelah mengaktivasi reseptor

opioid. Aksi presinaptik ini diakhiri dengan membuka kanal ion K+

dan menutup kanal ion Ca++

sehingga menurunkan influx ion Ca++

menuju ujung serabut C

2) Menurunkan aktivitas pada jalur sistem saraf dengan

hiperpolarisasi post sinaptik

3) Menghambat aktivitas neuronal melalui GABA dan enkefalin pada

subtantia gelatinosa

b. Analgetik Non-Narkotik

Obat-obat ini sering disebut golongan obat analgetika-antipiretik atau Non

Steroidal Anti-Inflamatory Drugs (NSAID) (Siswandono dan Soekardjo, 1995)

juga dinamakan analgetika perifer, karena tidak mempengaruhi susunan saraf

pusat, tidak menurunkan kesadaran, ataupun mengakibatkan ketagihan. Semua

analgetika perifer mempunyai sifat antipiretik yaitu menurunkan panas pada

keadaan demam. Dengan demikian analgetika perifer dapat disebut pula

analgetika-antipiretik. Khasiat berdasarkan rangsangnya terhadap pusat

pengaturan kalor di hipotalamus membawa akibat terjadinya vasodilator perifer

(di kulit), dengan bertambahnya pengeluaran kalor yang disertai dengan keluarnya

Page 12: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

12

keringat yang berlebihan. Obat-obat golongan analgetika ini dapat digolongkan

menjadi 4 kelompok yaitu:

1) Golongan salisilat : natrium salisilat, asetosal, salisilamid, dan

benorilat

2) Turunan p-aminofenol : fenasetin, parasetamol

3) Turunan pirazolon : antipirin, aminofenazon, dipiron dan asam

difluminat

4) Turunan antranilat : glafenin, asam mefenamat, dan asam

difluminat (Tjay dan Rahardja, 2002).

3. Parasetamol

Gambar 1. Struktur Parasetamol

Parasetamol adalah obat analgesik dan antipiretik yang aman dan efektif

(Temple et al., 2007). Senyawa ini diabsorpsi dengan cepat dari saluran

gastrointestinal dengan konsentrasi puncak dicapai dalam waktu 90 menit,

terdistribusi dengan cepat dengan volume distribusi 0,9 L/kg dan sedikit berikatan

dengan protein pada dosis terapi. Waktu paruh parasetamol adalah 2,0 – 2,5 jam

dan pada kondisi kerusakan hati kronis bisa mencapai 4 jam (Forrest et al., 1982).

Untuk mengatasi demam dan nyeri tanpa inflamasi, parasetamol menjadi obat

Page 13: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

13

pilihan utama. Pada dosis lazim, parasetamol mengalami metabolisme fase II

(reaksi konjugasi) dengan glukoronat menghasilkan konjugat yang tidak toksik

dan dapat diekskresikan melalui urin. Parasetamol merupakan metabolit aktif

fenasetin yang bertanggung jawab terhadap efek analgetik yang merupakan

inhibitor lemah COX-1 dan COX-2 serta jaringan perifer yang memiliki aktivitas

antiinflamasi yang kecil.

Parasetamol dimetabolisme dengan melibatkan enzim sitokrom P450

membentuk radikal diikuti dengan transfer elektron ke atom oksigen sebagai

mekanisme pembentukan metabolit elektrofilik berupa N-acetyl-p-benzoquinone

imine (NAPQI) yang bertanggung jawab terhadap efek hepatotoksisitas

parasetamol (Silverman, 1992). Mekanisme pembentukan NAPQI disajikan pada

gambar di bawah:

Gambar 2. Mekanisme Pembentukan N-acetyl-p-benzoquinone imine (NAPQI)

Roland Van de Straat (1987) mengemukakan bahwa terjadinya ikatan

kovalen antara NAPQI dengan sel hepar adalah pada posisi orto dari gugus fenol

parasetamol seperti pada gambar di bawah ini:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

14

Gambar 3. Mekanisme Hepatotoksis yang Diinduksi Parasetamol

Parasetamol adalah penyebab utama gagal hati akut di Amerika Serikat.

Toksisitas ini kemungkinan akibat dari overdosis akut maupun konsumsi

berlebihan dalam jangka panjang (Hodgman and Garrad, 2012) Toksisitas

parasetamol yang muncul sering dikarenakan kuinon metabolitnya. Awal tanda

dan gejala umum dari keracunan parasetamol mungkin tidak ada atau samar.

Overdosis yang tidak segera diobati atau diberi perlakuan dapat menyebabkan

kegagalan hati dan kematian dalam beberapa hari. Pengobatan ditujukan untuk

menghilangkan parasetamol dari tubuh dan mengganti dengan senyawa

glutathione. Arang aktif dapat digunakan untuk mengurangi parasetamol dengan

penyerapan jika pasien diberikan perawatan segera setelah overdosis. Sementara

antidotum spesifik, N-acetylcysteine bertindak sebagai prekursor untuk

glutathione, membantu tubuh beregenerasi untuk mencegah kerusakan hati. N-

acetylcysteine juga membantu dalam menetralisir metabolit imidoquinone.

Transplantasi hati sering diperlukan jika kerusakan hati menjadi parah.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

15

4. MH2011

Gambar 4. Struktur MH2011

Senyawa MH2011 adalah invensi Drs. Hari Purnomo, M.S., Apt. dengan

nomor permohonan paten P00201200964, 25 November 2012 merupakan salah

satu modifikasi parasetamol yang memiliki aktivitas analgetik yang lebih poten

dibandingkan parasetamol. Aktivitas analgetik ini dapat diketahui dari kestabilan

ikatan senyawa MH2011 dengan reseptor COX-2. Reseptor COX-2 ini berperan

aktif dalam pembentukan prostaglandin sebagai mediator nyeri dari asam

arakidonat. Pada saat mengalami luka, dinding sel akan rusak sehingga

menghasilkan fosfolipid oleh enzim Fosfolipase-A2 dapat diubah menjadi asam

arakidonat sebagai perkursor terbentuknya prostaglandin. Peran dari reseptor

COX-2 adalah pada saat pembentukan prostaglandin, native ligand akan berikatan

dengan reseptor COX-2 sehingga akan mengaktifkan COX-2 dalam pembentukan

prostaglandin. Prostaglandin inilah yang akan menjadi mediator nyeri (Kelly,

2004).

Diketahui bahwa senyawa MH2011 memilki ikatan yang lebih stabil

berikatan dengan COX-2 (6COX. PDB) dibandingkan dengan parasetamol, hal ini

Page 16: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

16

terlihat dari skor docking bahwa senyawa MH2011 memiliki energi yang lebih

rendah (-95,396) daripada parasetamol (-67,4556) untuk berikatan dengan COX-2

(6COX. PDB) sehingga dapat dikatakan bahwa senyawa MH2011 membutuhkan

energi yang lebih kecil dibandingkan parasetamol untuk berikatan dengan COX-2,

sehingga memiliki aktivitas sebagai analgetika yang lebih poten. Perbandingan

skor docking ditunjukkan pada tabel 1.

Tabel 1. Perbandingan Skor Docking antara Parasetamol dengan MH2011.

5. Metode dan Penetapan Daya Analgetik

Skrining untuk menetapkan aktivitas analgetik suatu senyawa baru sangat

penting dilakukan untuk mengetahui seberapa besar aktivitas senyawa tersebut

dan juga memungkinkan ditemukannya aktivitas lain, sehingga metode yang

digunakan sangat mempengaruhi hasil dan dapat membantu menentukan jenis

analgetika pada senyawa tersebut. Menurut Turner (1971) ada 2 metode yang

digunakan untuk menguji daya analgetik berdasarkan jenis golongan analgetik

yang diuji yaitu metode untuk uji golongan narkotik dan non narkotik. Untuk

golongan analgetik narkotik, metode uji analgetik yang bisa dilakukan adalah:

a. Metode tail-flick

Uji analgetik dengan metode tail-flick digunakan untuk mengukur nyeri

nosiseptif spinal berdasarkan sensitifitas hewan pada kenaikan temperatur. Uji ini

Senyawa

Skor Docking

COX-1

(1EQH). PDB

COX-2

(3PGH). PDB

COX-2

(6COX). PDB

Parasetamol -65.6195 -71.0422 -67.4556

MH2011 -90.3254 -94.1493 -95.396

Page 17: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

17

pertama kali dikenalkan oleh D’Amour and Smith (1941) dan dimodifikasi oleh

Dewey et al. (1970). Rangsang nyeri yang digunakan pada metode ini berupa

sorotan cahaya panas yang dipaparkan pada ekor mencit. Respon yang terjadi,

mencit akan merasakan nyeri panas yang ditandai dengan mencit menjentikkan

ekornya.

Respon yang diamati adalah lamanya waktu latensi yaitu waktu yang

diperlukan sejak mencit diletakkan diatas tail-flick sampai menjentikkan ekornya.

2. Metode hot-plate

Uji analgetik dengan metode hot-plate digunakan untuk mengukur nyeri

nosiseptif spinal berdasarkan sensitifitas hewan pada kenaikan temperatur.

Rangsang nyeri yang digunakan pada metode ini berupa lempeng panas yang

dipaparkan pada telapak kaki mencit. Respon yang terjadi, mencit akan merasakan

nyeri panas yang ditandai dengan menjilatinya dan melompat melompat dari

tabung pembatas.

Respon yang diamati adalah lamanya waktu latensi yaitu waktu yang

diperlukan sejak mencit diletakkan diatas hot plate sampai mencit menjilati

kakinya dan melompat dari tabung pembatas.

3. Metode flinch-jump

Uji metode flinch-jump dilakukan dalam kompartemen berukuran 20,5 x 30

x 19,5 cm, dengan lantai stainless yang dilengkapi jaringan listrik. Sumber kejut

adalah arus AC konstan (Lafayette Instruments Model A-615AR) dipasangkan

dengan lantai melalui neon pengacak (Lafayette Instruments Model 85152).

Page 18: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

18

Setiap percobaan terdiri dari 3 seri uji. Seri yang kedua dilakukan 30 menit

setelah akhir perlakuan pertama dan seri yang ketiga dilakukan 10 menit setelah

perlakuan yang kedua. Interval ini dipilih untuk memperhitungkan onset obat.

Intensitas kejut dinaikkan secara bertingkat mulai 0,05; 0,1; 0,2; 0,3; 0,4; 0,5; 0,6;

0,7 dan 0,8 mA sampai terjadi respon menyentakkan kaki dan lompatan. Intensitas

menyentak dan melompat dirata-rata untuk menentukan ambang nyeri untuk

setiap seri uji (Young et al., 1978).

4. Metode pengukuran tekanan

Alat yang digunakan dalam metode ini adalah alat pengukur tekanan yang

diberikan kepada tikus secara seragam. Alat tersebut terdiri dari dua syringe yang

dihubungkan ujung dengan ujungnya bersifat elastis, fleksibel, dan terdapat pipa

plastik yang diisi dengan sebuah cairan. Sisi pipa dihubungkan dengan

manometer, syringe yang pertama diletakkan pada posisi vertikal dengan ujung

menghadap ke atas. Ekor tikus diletakkan dibawah penghisap syringe. Ketika

tekanan diberikan pada penghisap dari syringe yang kedua, tekanan ini akan

berhubungan dengan sistem hidrolik pada syringe pertama lalu dengan ekor tikus.

Tekanan yang sama pada syringe kedua selanjutnya akan meningkatkan tekanan

pada ekor tikus. Manometer akan membaca ketika tikus memberikan respon.

Respon tikus yang pertama adalah meronta-ronta kemudian akan mengeluarkan

suara mencicit tanda kesakitan.

e. Metode potensi petidin

Metode ini kurang baik karena membutuhkan hewan uji dalam jumlah besar.

Setengah populasi hewan uji dibagi menjadi 3 kelompok, tiap kelompok diberi

Page 19: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

19

petidin berturut-turut 2, 4, 8 mg/kgBB. Setengah kelompok yang lain diberi

petidin dengan senyawa ujidengan dosis 25% dari LD50. Presentase analgetik

dihitung dengan bantuan metode rangsang panas.

f. Metode agonis nalorfin

Uji analgetika dengan metode ini dibuat untuk menunjukka aksi dari obat-

obatan seperti morfin. Hewan uji yang bisa digunakan dalam metode ini adalah

tikus, mencit, anjing. Hewan uji diberi obat dengan dosis toksik kemudian segera

diikuti pembeian nalorfin (0,5-10,0 mg/kgBB) secara intravena. Secara teoritis,

nalorfin akan menggantikan ikatan morfin dengan reseptornya. Terlepasnya

morfin dari reseptor akan meniadakan efek morfin.

g. Metode kejang oksitosin

Oksitosin adalah hormon yang dihasilkan oleh kelenjar ptiutari posterior,

dapat menyebabkan kontraksi uterin sehingga menimbulkan kejang pada tikus.

Respon kejang meliputi kejang abdominal, sehingga menarik pinggang dan kaki

belakang. Penurunan kejang diamati dan ED50 dapat diperkirakan. Selain morfin,

senyawa analgetik yang bisa diuji dengan metode ini adalah heroin, metadon,

kodein dan meperidin.

Uji untuk analgetik non narkotik dapat dilakukan dengan metode berikut:

a. Metode geliat

Metode ini menggunakan zat kimia sebagai induksi nyeri. Hewan

percobaan diberi asam asetat secara intraperitonial. Manifestasi nyeri akibat

pemberian perangsang nyeri asam asetat intraperitonial akan menimbulkan refleks

respon geliat (writhing) yang berupa tarikan kaki ke belakang, penarikan kembali

Page 20: BAB I PENDAHULUAN A. LATAR BELAKANGetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/67403/potongan/S1-2013... · ambang untuk stimulasi reseptor nyeri mekanosensitif dan termosensitif. ... sehingga

20

abdomen (retraksi) dan kejang tetani dengan membengkokkan kepala dan kaki

belakang. Metode ini dikenal sebagai Writhing Reflex Test atau Abdominal

Constriction Test (Wuryaningsih,1996). Frekuensi gerakan ini dalam waktu

tertentu menyatakan derajat nyeri yang dirasakannya. Metode ini tidak hanya

sederhana dan dapat dipercaya tetapi juga memberikan evaluasi yang cepat

terhadap jenis analgesik perifer (Gupta et al., 2003).

b. Metode podolirimeter

Metode ini menggunakan aliran listrik untuk mengukur besarnya daya

analgetik. Alat kandang tikus terbuat dari kepingan metal yang bisa mengalirkan

listrik. Tikus diletakkan pada kandang tersebut kemudian dialiri listrik. Respon

ditandai dengan teriakan dari tikus tersebut. Pengukuran dilakuakan setiap 10

menit selama 1 jam (Turner, 1971).

c. Metode Rektodolorimeter

Tikus diletakkan dalam sebuah kandang yang dibuat khusus dari alat

tembaga yang dihubungkan dengan sebuah penginduksi yang berupa gulungan.

Ujung lain dari gulungan tersebut dihubungkan dengan silinder elektroda

tembaga. Sebuah voltmeter yang sensitif mengubah 0,1 volt dengan konduktor

yang berada di gulungan atas. Tegangan yang sering digunakan untuk

menimbulkan teriakan mencit adalah 1 – 2 volt (Turner, 1971).