Upload
others
View
2
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pembangunan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen
Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber
daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan nasional
harus berwawasan kesehatan yaitu setiap kebijakan publik selalu memperhatikan
dampak pada kesehatan.
Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang ditandai dengan
meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu dan bayi,
meningkatkan status gizi, dan menurunnya angka kesakitan serta angka kematian
yang disebabkan oleh berbagai penyakit, yaitu baik penyakit menular maupun
penyakit tidak menular. Untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan
kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat meningkatkan derajat
kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, hal tersebut
selaras dengan komitmen internasional yang dituangkan dalam Sustainable
Development Goals (SDGs).
Pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis, berdayaguna,
berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan
nepotisme sehingga tercipta Good Governance sesuai Undang-Undang Nomor 28
tahun 2009 serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah
(SKPD) dalam Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 2
memiliki tugas dan fungsi untuk meingkatkan derajat kesehatan masyarakat di
Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang setinggi-tingginya
yang dalam pelaksanaannya berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka
Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan.
Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan
pembangunan kesehatan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM)
sebagaimana ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor
741/Menkes/Per/VII/2008: (1) Indikator Derajat Kesehatan yang terdiri atas
indikator-indikator untuk Mortalitas, Morbiditas, dan Status Gizi; (2) Indikator-
indikator untuk Keadaan Lingkungan, Perilaku Hidup, Akses dan Mutu
Pelayanan Kesehatan; serta (3) Indikator-indikator untuk Pelayanan Kesehatan,
Sumber Daya Kesehatan, Manajemen Kesehatan, dan Kontribusi Sektor Terkait.
Visi Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan tahun 2017 sampai
dengan 2022 yaitu “MUBA MAJU BERJAYA 2022”.
Untuk mewujudkan Visi diatas maka dirumuskanlah Visi Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin yaitu: “MASYARAKAT SEHAT BERKUALITAS
MENUJU MUBA MAJU BERJAYA 2022”. Visi tersebut diatas mempunyai
pengertian dan makna yaitu suatu kondisi kesehatan sebagai wujud dari
penyelenggaraan mutu pelayanan kesehatan berkualitas tersandar yang terarah
dan terencana dengan baik. Untuk mewujudkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Banyuasin tersebut, maka dirumuskan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Banyuasin sebagai berikut :
1. Meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat.
2. Meningkatkan Ketersediaan dan Keterjangkauan Akses Pelayanan
Kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 3
Hal tersebut selaras dengan Tujuan Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia yaitu Meningkatnya status kesehatan masyarakat dan meningkatnya
daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap resiko
sosial dan finansial di bidang kesehatan.
Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya
kesehatan, peningkatan pembiayaan kesehatan, peningkatan sumber daya
kesehatan, peningkatan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan serta
peningkatan manajemen dan informasi kesehatan. Tantangan pembangunan
kesehatan menuntut adanya dukungan sumber daya yang cukup serta arah
kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Sering kali para
pembuat kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan dalam pengambilan
keputusan yang tepat karena keterbatasan atau tidak tersedianya data dan
informasi yang akurat, tepat dan cepat.
Kebutuhan terhadap data dan informasi yang akurat makin meningkat,
namun berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem
informasi kesehatan. Untuk mendukung keberhasilan pembangunan tersebut
dibutuhkan adanya ketersediaan data dan informasi yang akurat bagi proses
pengambilan keputusan dan perencanaan program. Sistem Informasi Kesehatan
(SIK) yang evidence based diarahkan untuk penyediaan data dan informasi yang
akurat, lengkap, dan tepat waktu. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 tentang Sistem Informasi Kesehatan,
serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 92 tahun 2015
tentang penyelenggaraan komunikasi data dalam sistem informasi kesehatan
terintegrasi, seyogyanya pelaksanaan sistem informasi kesehatan yang selama ini
dilaksanakan secara terfragmentasi sudah harus dilakukan secara terintegrasi.
Pembangunan kesehatan yang berhasilguna dan berdayaguna dapat dicapai
melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-
fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan
(SIK), ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 4
SIK di setiap institusi pelayanan kesehatan mulai dari tingkat Puskesmas,
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai tingkat
Pusat, harus terus dikembangkan sehingga diharapkan dapat memberikan
dukungan dalam rangka pelaksanaan fungsi manajemen kesehatan.
Sistem informasi kesehatan (SIK) yang baik mampu memberikan informasi
yang akurat (evidance based) dan up to date untuk proses pengambilan keputusan
di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk output dari
SIK adalah penerbitan buku Profil Kesehatan yang dilakukan setiap tahun
anggaran. Tujuan penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan ini adalah untuk memberikan informasi tentang hasil
pencapaian program pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan umumnya, termasuk pencapaian indikator-indikator
pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan.
B. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun maksud dan tujuan penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin ini adalah untuk memberikan Informasi dan Gambaran situasi
kesehatan secara menyeluruh di Kabupaten Musi Banyuasin dan untuk
meningkatkan kemampuan manajemen dalam pengelolaan operasional di
lapangan dan pelayanan prima dibidang kesehatan terhadap masyarakat
serta mengembangkan informasi sebagai bahan evaluasi dan memberikan
petunjuk dalam pembuatan rencana kerja ( Renja ) Organisasi Perangkat
Daerah di bidang pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin.
2. Tujuan Khusus
Tujuan khusus dalam penyusunan profil kesehatan ini adalah sebagai
berikut :
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 5
a. Tersedianya data dan informasi yang akurat (evidance based).
b. Tersedianya Grafikan situasi kesehatan secara menyeluruh dan merata
pada setiap Kecamatan di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin.
c. Tersedianya bahan acuan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana
hasil program / kegiatan yang telah dilaksanakan.
d. Tersedianya konsep yang jelas tentang keberadaan status kesehatan di
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin saat ini dan seberapa jauh
tujuan yang akan dicapai kedepan.
e. Sebagai sarana untuk memantau keberhasilan bidang kesehatan di
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin serta acuan evaluasi
tahunan terhadap kinerja kegiatan.
f. Adanya sarana informasi dan komunikasi tentang peta data, keadaan
pelayanan kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin.
g. Sebagai acuan pemantauan evaluasi program tahunan dan wadah yang
strategis serta integral dari berbagai data yang dikumpulkan dalam
sistim pencatatan pelaporan yang ada di puskesmas, rumah sakit,
maupun di unit-unit kesehatan lainnya.
C. Sistematika Penulisan
Sistematika penyajian Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai berikut :
Bab-1 : Pendahuluan Bab ini menyajikan tentang latar belakang dan tujuan diterbitkannya Profil
Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 serta
sistematika penyajiannya.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 6
Bab-2 : Gambaran Umum
Bab ini menyajikan tentang Gambaran umum Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin. Selain uraian tentang letak geografis, administratif dan informasi
umum lainnya, disini juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap
kesehatan dan faktor-faktor lainnya misalnya kependudukan, ekonomi,
pendidikan, sosial budaya dan lingkungan.
Bab - 3 : Sarana Kesehatan
Bab ini berisi uraian tentang fasilitas kesehatan meliputi Puskesmas (rawat inap
dan non rawat inap), Rumah Sakit (baik RS umum maupun RS khusus), sarana
produksi dan distribusi kefarmasian serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya
Masyarakat (Posyandu dan Posbindu PTM).
Bab - 4 : Sumber Daya Manusia Kesehatan
Pada bab ini diuraikan tenaga kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit, dan sarana
pelayanan kesehatan lain. Terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan dan
kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, tenaga gizi,
tenaga kefarmasian, dan tenaga kesehatan lain serta tenaga
pendukung/penunjang kesehatan.
Bab-5 : Pembiayaan Kesehatan
Bab ini berisi tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dana desa dan anggaran
kesehatan.
Bab-6 : Kesehatan Keluarga
Bab ini menggambarkan tentang kondisi kesehatan ibu, kesehatan anak, serta
kesehatan pada penduduk usia produktif dan usia lanjut.
Bab-7 : Pengendalian Penyakit
Bab ini berisi tentang penyakit menular langsung, penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi, penyakit tular vektor dan zoonotic serta penyakit tidak
menular.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 7
Bab-8 : Kesehatan Lingkungan
Bab ini menggambarkan tentang akses air minum, akses sanitasi, dan tempat-
tempat umum serta tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat
kesehatan.
Bab-9 : Penutup
Penyusunan Profil ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Provinsi serta institusi kesehatan lainnya untuk menyusun
Perencanaan Kesehatan tahun kedepan serta sebagai dasar evaluasi dan
penganggaran untuk kegiatan program Dinas Kesehatan serta unit kesehatan
dibawahnya serta Pemerintah Daerah Kabupaten dan pihak lain yang
memerlukan data – data tentang Kesehatan di Wilayah Kerja Kabupaten Musi
Banyuasin.
Lampiran
Pada lampiran ini berisi tabel ringkasan/angka capaian daerah dan 76 tabel data
kesehatan dan yang terkait kesehatan. Profil Kesehatan dapat disajikan dalam
bentuk tercetak (berupa buku) atau dalam bentuk lain (softcopy, tampilan di situs
internet, dan lain-lain).
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 8
100
80
60
40
20
0
Minimum Maximum
BAB II
GAMBARAN UMUM
2.1 LUAS WILAYAH
Kabupaten Musi Banyuasin terletak antara 1,3o sampai 4o Lintang Selatan
dan 103o sampai 105o Bujur Timur dengan luas wilayah 14.523 km2 terdiri dari
perbukitan dan perkebunan yang dilintasi oleh banyak sungai dan karenanya
sering terjadi banjir. Sebagian besar lahan terdiri dari hutan produksi, lahan
pertanian, eksplorasi dan ekploitasi gas bumi dan bahan galian lainnya seperti gas
bumi, minyak dan batubara. Batas daerah ini adalah di sebelah Utara dengan
Provinsi Jambi, di sebelah Selatan dengan Kabupaten Muara Enim, di sebelah
Timur dengan Kabupaten Banyuasin, di sebelah Barat berbatasan dengan
Kabupaten Musi Rawas, tanahnya sebagian besar terdiri dari rawa-rawa dan
payau yang dipengaruhi oleh pasang surut dan sebagian yang lain perbukitan.
Vegetasinya berupa tumbuhan palmase dan kayurawa (bakau). Semakin ke
barat merupakan dataran tinggi dan terdapat daerah Bukit Barisan.
Sumber: Badan Pusat Statistik Kaupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Grafik 1 : Rata-rata Kelembaban Udara Kabupaten Musi Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan Yang Tercacat pada Stasiun Klimatologi Kenten Palembang Tahun 2017
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 9
Musim yang terdapat di Kabupaten Musi Banyuasin sama seperti
umumnya yang terjadi di bagian lain dari Indonesia. Di indonesia, hanya di kenal
dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai
dengan September arus angin berasal dari Australia. Angin ini tidak banyak
mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada
bulan Desember sampai Maret arus angin banyak mengandung uap air yang
berasal dari Asia dan Samudra pasifik mengakibatkan musim hujan. Keadaan
seperti itu terjadi setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada
bulan April - Mei dan Oktober - November.
2.2 JUMLAH DESA / KELURAHAN
Kabupaten Musi Banyuasin dikenal juga sebagai Bumi Serasan Sekate yang
terkenal dengan salah satu Kabupaten penghasil Karet terbesar Nasional. Sama
halnya dengan Kabupaten/Kota lain di Indonesia, Kabupaten Musi Banyuasin
juga dibagi menjadi beberapa Kecamatan, dan kemudian Kecamatan dibagi
menjadi desa dan kelurahan.
Pada tahun 2018, kembali Kabupaten Musi Banyuasin mengalami
pemekaran daerah, dari 14 Kecamatan menjadi 15 Kecamatan. Kecamatan yang
mengalami pemekaran yaitu Kecamatan Sungai Keruh menjadi Kecamatan Sungai
Keruh dan Kecamatan Jirak Jaya sehingga jumlah Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin sampai akhir tahun 2018 yaitu sebanyak 15 Kecamatan dengan jumlah
desa dan kelurahan sebanyak 242 Desa dan Kelurahan. Letak geografis
Kabupaten Musi Banyuasin berdasarkan Kecamatan, Desa/Kelurahan
sebagaimana peta di bawah ini :
Gambar 1 : Peta Kabupaten Musi Banyuasin
Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 10
2.3 KEPENDUDUKAN
Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin berdasarkan data kependudukan
tahun 2018 sebanyak 607.681 jiwa yang terdiri atas 315.333 jiwa penduduk laki-
laki dan 292.348 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan jumlah
penduduk tahun 2017, penduduk Kabupaten Musi Banyuasin mengalami pertumbuhan
sebesar 1,44 persen. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2018 penduduk
laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 107,86. Kepadatan penduduk di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 mencapai 44,56 jiwa/km2.
Kepadatan Penduduk di 15 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk
tertinggi terletak di kecamatan Sekayu dengan kepadatan sebesar 119,71 jiwa/km2 dan
terendah di Kecamatan Jirak Jaya sebesar 41,2 jiwa/Km2. (Disdukcapil Kabupaten Musi
Banyuasin 2018).
Jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin menurut jenis kelamin dan
berdasarkan kelompok umur yaitu sebagaimana ditunjukkan pada Piramida
Penduduk di bawah ini:
Tabel 1 : Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
NO
KECAMATAN
LUAS JUMLAH
JUMLAH
PENDUDUK
JUMLAH
RATA-
RATA
KEPADATA
N
WILAYAH DES
A
KELURAHAN
DESA +
KELURAHAN
RUMAH
JIWA/RUMAH
PENDUDUK
(km2) TANG
GA TANGGA
per km2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1 Sanga Desa 317,0 17 2 19 33.064 9.549 3,5 104,3 2 Babat Toman 1.291,0 11 2 13 34.696 10.057 3,4 26,9 3 Lawang Wetan 232,0 14 0 14 24.209 7.090 3,4 104,3
4 Batang Hari
Leko 2.107,8 17 0 17 22.008 6.122 3,6 10,4
5 Plakat Tinggi 247,0 19 0 19 33.609 10.283 3,3 136,1 6 Sungai Keruh 421,0 11 0 11 21.982 6.389 3,4 52,2 7 Jirak Jaya 465,0 13 0 13 19.170 5.679 3,4 41,2 8 Sekayu 701,6 7 4 11 83.986 23.872 3,5 119,7 9 Lais 755,5 15 0 15 53.205 16.096 3,3 70,4
10 Babat Supat 511,0 9 0 9 19.821 6.002 3,3 38,8
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 11
NO
KECAMATAN
LUAS JUMLAH
JUMLAH
PENDUDUK
JUMLAH
RATA-
RATA
KEPADATA
N
WILAYAH DES
A
KELURAHAN
DESA +
KELURAHAN
RUMAH
JIWA/RUMAH
PENDUDUK
(km2) TANG
GA TANGGA
per km2
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
11 Sungai Lilin 374,3 20 2 22 74.785 22.754 3,3 199,8 12 Keluang 400,6 13 1 14 32.226 10.288 3,1 80,5 13 Bayung Lencir 4.847,0 21 2 23 68.392 22.793 3,0 14,1 14 Tungkal Jaya 821,2 16 0 16 48.489 15.408 3,1 59,0 15 Lalan 1.031,0 26 0 26 38.039 12.140 3,1 36,9
KABUPATEN/KOTA 14.523 229 13 242 607.681 184.522 3,3 41,8
Sumber : - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab.Muba Tahun 2018
Grafik 2 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Umur Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab.Muba Tahun 2018
0
5.000
10.000
15.000
20.000
25.000
30.000
35.000
0 - 4 5 - 9 10 - 1415 - 1920 - 2425 - 2930 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65 - 69 70 - 74 75+
LAKI-LAKI PEREMPUAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 12
2.4. PENDIDIKAN
Pendidikam merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek
sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan sangat
berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan
pendidikan meliputi pembanguan pendidikan secara formal maupun non formal.
Keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan antara lain ditandai dengan
meningkatnya angka partisipasi bersekolah, dan meningkatnya persentase
penduduk yang menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun dan meningkatnya
angka melek huruf usia 15 tahun keatas.
Dalam bidang pendidikan, variabel-variabel seperti jumlah gedung sekolah,
jumlah murid, dan jumlah guru sering kali ditampilkan untuk menggambarkan
situasi pendidikan, misalnya dua variabel terakhir diatas dapat digunakan untuk
menghitung rasio murid dan guru. Pada Tahun ajaran 2017/2018, Kabupaten
Musi Banyuasin memiliki gedung sekolah sebanyak 719 sekolah yang terdiri atas
473 Sekolah Dasar (SD), 162 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 84 Sekolah
Menengah Atas (SMA). Jumlah Penduduk berumur 15 Tahun keatas di
Kabupaten Musi Banyuasin adalah sebanyak 421.547 orang, dimana dari data
yang diperoleh yang lulus dari Sekolah Dasar sebesar 94.722 orang atau sebesar
22,5 % mempunyai Ijazah SD, yang lulus SMP/MTS sebanyak 32.756 orang atau
sebesar 7,8 %, sementara SMA yang lulus sebanyak 17.482 orang atau sebesar 4,1
% dan SMK sebanyak 7.105 atau sebesar 1,7 %.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 13
BAB III SARANA KESEHATAN
Dalam menunjang Pembangunan Kesehatan di Wilayah Kerja Kabupaten
di butuhkan sarana dan prasarasna yang menjadi ujung tombak Pelayanan
Kesehatan secara menyeluruh bagi Penduduk diseluruh Wilayah Kerja Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin yang juga merupakan sumber daya
kesehatan di bidang Kesehatan yang dikelompokkan menjadi sarana kesehatan
serta dapat dilihat pada uraian bab tiga ini yaitu sebagai berikut:
3.1 JUMLAH SARANA KESEHATAN
Kegiatan pembangunan atau peningkatan dan perbaikan sarana dan
prasarana kesehatan dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat melalui peningkatan kualitas pelayanan. Selain itu juga untuk
peningkatan keterjangkauan dan akses masyarakat terhadap sarana pelayanan
yang berkualitas. Pelaksanaan kegiatan ini harus memperhatikan jumlah
penduduk, kondisi geografis daerah seperti luas wilayah jangkauan puskesmas,
pustu dan poskesdes, serta besarnya anggaran yang disediakan untuk
pembangunan fisik kesehatan.
Dilihat dari jumlah anggaran yang disediakan pemerintah untuk pembangunan
fisik sarana dan prasarana kesehatan terus mengalami peningkatan dalam
beberapa tahun terakhir, sehingga jumlah sarana dan prasarana kesehatan yang
berkualitas semakin meningkat.
3.1.1 Puskesmas
Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang
menyelenggarakan kegiatan promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, Pelayanan
kesehatan Ibu & Anak, KB, Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular, dan
pengobatan. Beberapa Puskesmas, yaitu Puskesmas Perawatan, disamping
menyelenggarakan pelayanan juga menyediakan pelayanan rawat inap.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 14
Pelayanan pengobatan/perawatan diarahkan sejauh mana unit pelayanan
kesehatan sejak dari puskesmas pembantu, Puskesmas dan rumah sakit dapat
digambarkan menjangkau masyarakat dari segi pemberian pelayanan kesehatan,
hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang mau memanfaatkan unit
pelayanan tersebut dalam bentuk kunjungan, ini kemungkinan ada hubungan
dengan mutu pelayanan yang diberikan sebagai dampak dari performance,
kondisi perbekalan kesehatan berupa obat-obatan dan peralatan (medis dan non
medis) serta SDM sebagai penyelenggaraan pelayanan kesehatan itu sendiri.
Kondisi kunjungan Puskesmas masih sangat rendah ini kemungkinan ada
hubungan dengan mutu pelayanan yang diberikan sebagai dampak dari
performa, pencatatan dan pelaporan yang kurang akurat.
Karenanya solusi yang di harapkan adalah melihat kondisi mutu yang
sebenarnya dengan melakukan survey juga secara bersamaan melengkapi
peralatan dan perbekalan kesehatan di samping pembenahan SDM dalam bentuk
pelatihan-pelatihan. Dalam Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas,
berdasarkan kemampuan penyelenggaraannya, Puskesmas dikategorikan
menjadi;
a. Puskesmas Rawat Inap
b. Puskesmas Non Rawat Inap
Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018, dari 15 Kecamatan yang ada
terdapat Puskesmas Rawat Inap berjumlah 6 Puskesmas yang berarti 21,43% dari
Jumlah Puskesmas yang ada dan Puskesmas Non Rawat Inap ( Rawat Jalan )
berjumlah 22 Puskesmas yang berarti 78,57% dari jumlah Puskesmas yang ada.
Standar Puskesmas Rawat Inap yang tertera pada Permenkes Nomor 75
Tahun 2014 tentang Puskesmas harus terpenuhi, yaitu Minimal 9 (sembilan )
Nakes harus ada, yaitu:
1. Dokter Umum 2. Dokter Gigi 3. Perawat 4. Bidan
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 15
5. Kefarmasian 6. Kesehatan Masyarakat 7. Kesehatan Lingkungan 8. Gizi 9. Laboratorium Medis (analis)
Kebutuhan Tenaga Kesehatan di fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah
untuk Puskesmas dapat di lihat pada Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang
Puskesmas.
Tabel 2 : Keadaan dan Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sesuai Permenkes No.75 Tahun 2014, di Kab.Musi Banyuasin Tahun 2018
No JENIS TENAGA
KESEHATAN
JMH SELURUH
PUSKESMAS
JUMLAH TENAGA KESEHA
TAN
SESUAI STANDAR (Puskesmas)
BELUM SESUAI STANDAR
JML PUSK < STANDAR (Puskesmas)
KEKURANGAN NAKES (Orang)
JUMLAH % JUMLAH %
1 DOKTER UMUM
28
103 27 96,43% 1 3,57% 1
2 DOKTER GIGI 16 11 39,28% 17 60,71% 7
3 PERAWAT 793 26 92,86% 2 7,14% 5
4 BIDAN 697 28 100 % 0 0 % 0
5 KEFARMASIAN 108 27 96,43% 1 3,57% 1
6 KESEHATAN MASYARAKAT 96 28 100 % 0 0 % 0
7 SANITARIAN 49 27 96,43% 1 3,57% 1
8 GIZI 29 9 32,14% 19 67,86% 22
9 AHLI TEK. LAB. MEDIK 42 12 42,86% 16 57,14% 16
Sumber: Pengelola SDM Kesehatan Kabupaten MUBA Tahun 2018
Pada tabel 2 di atas dapat di lihat bahwa Puskesmas wajib memiliki 9
(sembilan) jenis Tenaga Kesehatan (1. Dokter Umum, 2.Dokter Gigi,3. Perawat,
4.Bidan, 5.Kefarmasian, 6.Kesehatan Masyarakat, 7.Sanitarian, 8.Gizi dan 9. Lab.
Medik) yang harus ada di Puskesmas sesuai Permenkes Nomor 75 Tahun 2014.
Dari 28 Jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin, jumlah
Puskesmas yang sudah sesuai standar yang memiliki Dokter Umum (27) 96,43%,
Puskesmas yang memilik tenaga perawat yang sesuai standar (26) 92,86% ,
Jumlah Puskesmas yang memiliki Bidan dan sesuai standar (28) 100%, Puskesmas
yang sesuai Standar yang memiliki Tenaga kefarmasian (27) 96,43%, Puskesmas
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 16
yang sesuai standar yang memiliki Tenaga Kesehatan Masyarakat (28) 100%, dan
yang memiliki tenaga Sanitarian yang sesuai standar (27) 96,43%. Sementara
masih terlihat Puskesmas yang sesuai Standar yang berada di bawah 50% adalah
yang memiliki tenaga Gizi, Lab. Medik dan Dokter Gigi. Dengan demikian
Puskesmas yang masih di bawah standar adalah yang memiliki tenaga Gizi.
Kekurangan Tenaga Kesehatan pada Puskesmas Dokter kurang 1 orang,
Dokter Gigi 7 orang, Perawat 5 orang, Kefarmasian 1 orang, Sanitarian 1 orang,
Gizi 22 orang dan Tenaga Lab. Medik 16 orang. Beberapa Puskesmas masih
kekurangan Tenaga Kesehatan sesuai dengan yang tercantum pada Permenkes
Nomor 75 Tahun 2014. Kekurangan Tenaga Kesehatan yang paling besar adalah
Gizi, dan yang paling sedikit adalah Bidan dan Tenaga Kesehatan Mayarakat.
Puskesmas yang sesuai standar yang memiliki Tenaga Kesehatan sudah berada di
atas 70%.
Dengan pemekaran Kecamatan, Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan memiliki 15 Kecamatan dengan fasilitas Pelayanan Kesehatan
Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, Puskesling dan Rumah Sakit.
Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan memiliki Puskesmas
berjumlah 28 buah dan Rumah Sakit Umum Daerah berjumlah 3 buah.
Tabel 3 : Jumlah Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
No Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Puskesmas Rumah Sakit
1 SANGA DESA 1(R.Inap) -
2 BABAT TOMAN 1(R.Inap) -
3 LAWANG WETAN 1 -
4 BATANG HARI LEKO 1(R.Inap)+2 -
5 PLAKAT TINGGI 3 -
6 SUNGAI KERUH 1(R.Inap) -
7 JIRAK JAYA 1 -
8 SEKAYU 2 1
9 LAIS 3 -
10 BABAT SUPAT 1 -
11 SUNGAI LILIN 1(R.Inap)+2 1
12 KELUANG 1(R.Inap)+1 -
13 BAYUNG LENCIR 2 1
14 TUNGKAL JAYA 3 -
15 LALAN 1(R.Inap)+1 -
Total 28 3
Sumber:- Seksi Yankes Dinkes MUBA Tahun 2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 17
Jumlah Puskesmas yang teregister 28 Puskesmas, dan 20 Puskesmas sudah
terakreditasi sedangkan 8 Puskesmas lagi direncanakan 2019 akan melakukan
Akreditasi juga dan Rumah sakit yang terdata ada 3 dan semuanya telah
terakreditasi.
Pada Grafik diatas terlihat bahwa dari 28 jumlah Puskesmas yang ada di
Kabupaten Musi Banyuasin baru ada 20 Puskesmas yang terakreditasi atau baru
sebesar 71,43% dari jumlah Puskesmas yang ada. Di tahun 2018 ada 8 Puskesmas
yang sudah di survey oleh Tim Komisi Akreditasi , dan di usulkan 8 Puskesmas
tersebut untuk di akreditasi pada Tahun 2019 sehingga seluruh Puskesmas
diharapkan telah di Akreditasi 100 % pada Tahun tersebut.
3.1.2 Rumah Sakit
Rumah Sakit adalah Institusi Pelayanan Kesehatan yang
menyelenggarakan pelayanan Kesehatan perorangan secara paripurna yang
menyediakan pealayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.
Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014, Pasal 11,
berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit di kategorikan dalam
Rumah Sakit Umum dan Rumah sakit Khusus. Rumah Sakit Umum adalah
Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan
jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memeberikan
pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan
disiplin ilmu , golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.
1. Rumah Sakit Umum sebagaimana di maksud di atas di klsifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Umum Kelas A b. Rumah Sakit Umum Kelas B c. Rumah Sakit Umum Kelas C d. Rumah Sakit Umum Kelas D
2. Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana di maksud di atas diklasifikasikan
menjadi:
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 18
a. Rumah Sakit Umum Kelas D b. Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama
3. Rumah sakit Khusus sebagaiman dimaksud di klasifikasikan menjadi:
a. Rumah Sakit Khusus Kelas A b. Rumah Sakit Khusus Kelas B c. Rumah Sakit Khusus Kelas C
Tabel 4 : Klasifikasi Rumah Sakit di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018
No Kabupaten/Kota Kelas
1 RSUD Sekayu C
2 RSUD Sungai Lilin C
3 RSUD Bayung Lencir C
Sumber: Yankes Dinkes Muba Tahun 2018
Grafik di atas menunjukkan keadaan Rumah sakit di Kabupaten Musi
Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Rumah Sakit semuanya adalah milik
pemerintah yang berjumlah 3 Rumah Sakit Umum Daerah dengan kemampuan
pelayanan gawat darurat tingkat 1dan belum bertambah sejak tahun 2013 sampai
dengan tahun 2018 sedangkan Rumah Sakit Khusus belum ada, hal ini sangat
menjadi prioritas Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin untuk dapat
mewujudkan pertambahan Unit Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerjanya.
3.2 AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN
Dalam melakukan Pelayanan Kesehatan untuk masyarakat pada
Kabupaten Musi Banyuasin, Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin telah
melakukan Program dan Kegiatan Pokok dan Penunjang agar masyarakat
Kabupaten Musi Banyuasin dapat terlayani dengan baik. Salah satunya yaitu
dengan memberikan fasilitas kesehatan berobat gratis yang bernama Jaminan
MUBA Sehat yang diharapkan dapat mencakup Pelayanan kepada seluruh
masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 19
Pada Tahun 2018 Kunjungan Pasien ke Fasilitas Kesehatan di Kabupaten
Musi Banyuasin berjumlah 228.440 orang atau sebesar 37,59 % untuk Rawat Jalan,
14.220 orang atau sebesar 2,3 % untuk Rawat Inap dan Rujukan sebanyak 12.155
orang atau sebesar 2 % dari total Jumlah penduduk dengan Pasien Gangguan Jiwa
sebanyak 604 orang serta Jumlah Kematian pasien di Rumah Sakit sebanyak 322
orang. Dari data diatas dapat dikatakan bahwa Pelayanan di Unit Kesehatan
sudah sangat baik didalam maupun diluar Gedung khususnya Puskesmas dan
Rumah Sakit yang juga sudah melakukan Pelayanan Gawat Darurat Level 1,
karena keberhasilannya dapat terlihat dari Total Kunjungan yang hanya 37,59 %
yang hal ini mencerminkan derajat kesehatan masyarakat Muba sudah sangat baik
tetapi memang masih ada angka Kematian pasien karena kasus-kasus Penyakit
yang sudah Kronis/Parah itupun hanya sebesar 0,05 % kalau dilihat dari total
Jumlah Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin.
Pembangunan Kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, untuk
terwujudnya hal tersebut perlu adanya kerjasama lintas sektoral maupun lintas
program. Namun saat ini kerjasama lintas sektor belum maksimal, pemanfaatan
dana desa untuk kesehatan masih sangat minim, komitmen dunia usaha dan
elemen lain di masyarakat perlu ditingkatkan, sehingga kedepan perlu
ditingkatkan baik jumlah maupun kompetensi tenaga kesehatan di bidang
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat baik provinsi, kabupaten/kota
terlebih lagi di Puskesmas, sehingga upaya promotif preventif dan pemberdayaan
dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga terjalin komitmen bersama,
kerjasama dan gotong royong untuk mencapai Indonesia sehat masyarakat kuat.
Untuk ketersediaan Obat dan Vaksin di fasilitas kesehatan di Kabupaten Musi
Banyuasin sudah mencapai target yang diharapkan dengan rata-rata 80 % Obat
dan Vaksin Essensial telah dimiliki oleh Puskesmas dan Rumah Sakit, hal ini tak
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 20
lepas dari peran Dinas Kesehatan yang mengakomodir keperluan Persediaan Obat
dan Vaksin tersebut.
Untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal, maka berbagai
program dan kegiatan akan dilaksanakan dan didukung anggaran kesehatan yang
memadai. Penggunaan anggaran secara efektif dan efisien akan sangat
menentukan percepatan pembangunan kesehatan serta peningkatan kerjasama
dengan berbagai pihak dalam pembangunan kesehatan.
3.3 UPAYA KESEHATAN BERSUMBER DAYA MASYARAKAT
Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat
membutuhkan berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan
sumber daya yang ada di lingkungan masyarakat. Upaya kesehatan bersumber
daya masyarakat (UKBM) ada beberapa bentuk antara lain Pos Pelayanan
Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Pos Obat Desa (POD),
Tanaman Obat Keluarga (Toga), Posbidu (PTM), dan sebagainya.
Untuk dapat memantau hasil capaian program per Kabupaten di tiap
Kecamatan, maka diperlukan upaya-upaya agar dapat mempertahankan serta
meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dari unit-unit pelayanan diatas
dalam waktu dekat dengan melakukan suatu sarana evaluasi, bimbingan teknis,
koordinasi lintas program dan lintas sektor dan juga diperlukan perencanaan
kegiatan tahun kedepan agar program dapat berlangsung on the track dan
mencapai target yang telah ditetapkan secara merata.
3.3.1 Cakupan Posyandu sesuai Strata
Posyandu merupakan salah bentuk UKBM yang paling dikenal
dimasyarakat. Posyandu menyelanggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu
kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi,dan
penanggulan diare. Untuk memantau perkembangannya, posyandu
dikelompokan ke dalam 4 strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya,
Posyandu Purnama, dan Posyandu Mandiri.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 21
Jumlah Posyandu di Kabupaten Musi Banyuasin adalah sebanyak 548
Posyandu dengan Posyandu aktif sebanyak 218 Posyandu atau sekitar 39,80%
dengan Kecamatan Keluang yang merupakan kecamatan yang mempunyai
Jumlah Posyandu aktif paling banyak yaitu berjumlah 43 Posyandu atau sebesar
19,73% dan Kecamatan Jirak serta Babat Toman dengan Posyandu Aktif paling
sedikit yang hanya berjumlah 3 Posyandu aktif atau hanya sebesar 1,38% dari
total Jumlah Posyandu aktif.
Pembangunan Kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang
dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk
meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap
orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, untuk
terwujudnya hal tersebut perlu adanya kerjasama lintas sektoral maupun lintas
program. Namun saat ini kerjasama lintas sektor belum maksimal, pemanfaatan
dana desa untuk kesehatan masih sangat minim, komitmen dunia usaha dan
elemen lain di masyarakat perlu ditingkatkan, sehingga kedepan perlu
ditingkatkan baik jumlah maupun kompetensi tenaga kesehatan di bidang
promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat baik tingkat provinsi,
kabupaten/kota terlebih lagi di Puskesmas, sehingga upaya promotif preventif
dan pemberdayaan dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga terjalin
komitmen bersama, kerjasama dan gotong royong untuk mencapai Indonesia
sehat masyarakat kuat.
3.3.2 Rasio Posyandu per 100 Balita
Jumlah Posyandu yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018
yaitu 548 sedikit berkurang dari tahun 2017 yaitu sebanyak 549 karena ada
pemekaran Kecamatan dimana ada Posyandu yang dikurangi untuk dibentuk
kembali. Sebagian besar posyandu tersebut merupakan posyandu “Madya”
karena memiliki sarana dan prasarana yang belum lengkap serta belum memiliki
sumber dana swadaya masyarakat. Jumlah posyandu aktif yaitu sebanyak 218
posyandu atau sebesar 39,8% bertambah dari Tahun 2017 yang hanya ada 204
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 22
Posyandu yang Aktif. Rata-rata setiap desa dan kelurahan setelah dilihat Rasio
Per 100 Balita baru memiliki 1 unit posyandu. Jumlah Posyandu purnama yaitu
27,4% dan mandiri sebanyak 12,2% angka ini masih di bawah target yaitu 40%
Posyandu purnama-mandiri sedangkan Posyandu Madya sudah baik dengan
total Jumlah Posyandunya sebanyak 243 Posyandu atau telah mencapai 44,3 %.
Grafik Posyandu menurut klasifikasinya di Kabupaten Musi Banyuasin tahun
2018.
Grafik 3 : Persentase Posyandu (Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri)
Kab. Musi Banyuasin tahun 2018
Sumber : Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinkes MUBA Tahun 2018
3.3.3 Posbidu PTM (Penyakit Tidak Menular)
Indonesia mengalami transisi epidemiologi penyakit dan kematian yang
disebabkan oleh gaya hidup, meningkatnya sosial ekonomi dan bertambahnya
harapan hidup. Pada awalnya, penyakit didominasi oleh penyakit menular
namun saat ini penyakit tidak menular (PTM) terus mengalami peningkatan dan
melebihi penyakit menular.
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
Ngu
lak
Bab
at T
oman
Ula
k P
aceh
Tan
ah A
bang
Lubu
k B
intia
lo
Buk
it S
elab
u
Cin
ta K
arya
Suk
a D
amai
Sid
o R
ahay
u
Teb
ing
Bul
ang
Jira
k
Bal
ai A
gung
Lum
pata
n
Lais
Gar
du H
arap
an
Tel
uk K
ijing
Tan
jung
Ker
ang
Sun
gai L
ilin
Sri
Gun
ung
Kar
ya M
aju
Mek
ar J
aya
Bay
ung
Lenc
ir
Suk
ajay
a
Pen
ingg
alan
Sum
ber
Har
um
Ber
ojay
a T
imur
Ban
dar
Agu
ng
Kar
ang
Muk
ti
PRATAMA MADYA PURNAMA MANDIRI POSYANDU AKTIF*
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 23
Tingginya permasalahan PTM di indonesia memerlukan upaya
pengendalian yang memadai dan komprehensif melalui promosi, deteksi dini,
pengobatan, dan rehabilitasi. Upaya tersebut perlu didukung oleh penyediaan
data dan informasi yang tepat dan akurat secara sistemtis dan terus menerus
melalui sistem surveilans yang baik. Hal ini sesuai dengan amanat UU no 36
tahun 2009 pasal 158 tentang Pengendalian Penyakit Tidak menular. Dengan
surveilans PTM yang baik makan program pencegahan dan pengendalian PTM
berlangsung lebih efektif baik dalam hal perencanaan, pengendalian, monitoring,
dan evaluasi program serta sebagai ide awal penelitian.
Persentase Desa yang Melaksanakan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
Penyakit Tidak Menular pada tahun 2018 ditargetkan 30 persen dan terealisasi
46,69 persen atau meningkat sebesar 17,53 persen dari tahun 2017. Jika
dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada tahun 2018, maka hasil capaian
sudah melebihi dari target Renstra 2018. Dari tiga tahun terakhir, persentase desa
yang melaksanakan Posbindu PTM mengalami peningkatan dari tahun ke tahun
yaitu pada tahun 2016 sebesar 2,92 persen naik menjadi 29,16 persen pada pada
tahun 2017 dan naik lagi pada tahun 2018 menjadi 46,69 persen seperti terlihat
pada grafik berikut :
Grafik 4 : Jumlah Posbindu PTM Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DinkesMuba Tahun 2018.
0
5
10
15
Ngu
lak
Bab
at T
oman
Ula
k P
aceh
Tan
ah A
bang
Lubu
k B
intia
lo
Buk
it S
elab
u
Cin
ta K
arya
Suk
a D
amai
Sid
o R
ahay
u
Teb
ing
Bul
ang
Jira
k
Bal
ai A
gung
Lum
pata
n
Lais
Gar
du H
arap
an
Tel
uk K
ijing
Tan
jung
Ker
ang
Sun
gai L
ilin
Sri
Gun
ung
Kar
ya M
aju
Mek
ar J
aya
Bay
ung
Lenc
ir
Suk
ajay
a
Pen
ingg
alan
Sum
ber
Har
um
Ber
ojay
a T
imur
Ban
dar
Agu
ng
Kar
ang
Muk
ti
12
3
0 0 1
4 5 7
3
10
1 3
2
7
5
3
0
8
6 8
2
5
10
6
1 1 0 0
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 24
Persentase Desa yang melaksanakan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)
Penyakit Tidak Menular capaiannya tahun 2018 sebesar 46,69% berarti sudah
melebihi dari target yang ditetapkan sebesar 30%. Upaya yang dilakukan untuk
peningkatan persentase desa yang melaksanakan Posbindu Penyakit Tidak
Menular yaitu ;
Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini faktor risiko
PTM
Memberikan penyuluhan dan upaya agar tidak sampai menjadi masyarakat
yang beresiko terkena penyakit PTM
Mengontrol dan menjaga kesehatan secara optimal baik dengan upaya
preventif seperti penyuluhan dan kuratif melalui sistem rujukan Posbindu PTM
ke Puskesmas
Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini (skrining) faktor risiko
penyakit tidak menular
Melakukan advokasi dan sosialisasi program pencegahan dan penanggulangan
penyakit tidak menular
Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan program pencegahan dan
penanggulangan penyakit tidak menular
Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan program pencegahan
dan penanggulangan penyakit tidak menular.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 25
BAB IV TENAGA KESEHATAN
4.1 Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah sebuah
keniscayaan, maka dari itu mutu tenaga kesehatan mesti dipersiapkan sejak dini
secara matang. Sebagai salah satu upaya untuk mendukung peningkatan mutu
pelayanan kesehatan adalah pengembangan sumber daya manusia kesehatan
melalui penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan
dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya yang profesional yang
kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif
dan inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan
terjadi baik perubahan secara lokal maupun global.
Menurut Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga
Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertenu
memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.
Kompetensi Tenaga Kesehatan sebagaimana menjadi amanat dari
Permenkes RI Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan
merupakan salah satu simpul untuk mengukur kecakapan dari seorang tenaga
kesehatan. Sudah barang tentu banyak lagi simpul-simpul lainnya yang perlu
menjadi perhatian kita bersama mulai dari perekrutan calon peserta didik, proses
pembelajaran, pendayagunaan dan pembinaan serta pengembangannya.
Oleh sebab itu dalam rangka pembentukan dan jaminan mutu tenaga
kesehatan perlu keterlibatan dan kerjasama dari berbagai stakeholders/pemangku
kepentingan antara lain : institusi pendidikan, organisasi profesi, user/pengguna
dan masyarakat, terutama upaya peningkatan mutu SDM Kesehatan melalui
standarisasi profesi bidang kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan dan
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 26
menjaga standar profesional. Pada grtafik berikut disajikan jumlah tenaga
kesehatan menurut kesehatan medis, paramedis dan tenaga kesehatan lainnya.
Grafik 5 : Jumlah Tenaga Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018
Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
0
1
1
2
2
3
3
4
4
DR SPESIALIS a DOKTER UMUM DOKTER GIGI DOKTERGIGI SPESIALIS
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 27
Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
RSUD Sekayu
RSUD Sungai Lilin
RSUD Bayung Lencir
DR SPESIALIS a DOKTER UMUM DOKTER GIGI DOKTERGIGI SPESIALIS
0
50
100
150
200
250
PERAWATa BIDAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 28
Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN GIZI
0
5
10
15
20
25AHLI LABORATORIUM MEDIK TENAGA TEKNIK BIOMEDIKA LAINNYA
KETERAPIAN FISIK KETEKNISIAN MEDIS
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 29
Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
Jika ditinjau dari jumlah seluruh tenaga Kesehatan baik di Puskesmas
ataupun rumah sakit serta sarana kesehatan lainnya menurut Jenis ketenagaan
atau jenis pendidikan adalah sebagaimana grafik di bawah ini.
Grafik 6 : Proporsi Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Ketenagaan
di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018
Sumber: Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinkes MubaTahun 2018
05
10
15
20
25
30
TENAGA TEKNIS KEFARMASIANa APOTEKER
0
100
200
300
400
500
600
700
800
50 103
16 2
788
691
96 49
29 42 18 10
43 72 36
DR SPESIALIS a
DOKTER UMUM
DOKTER GIGI
DOKTERGIGI SPESIALIS
PERAWATa
BIDAN
KESEHATAN MASYARAKAT
KESEHATAN LINGKUNGAN
GIZI
AHLI LABORATORIUM MEDIK
TENAGA TEKNIK BIOMEDIKALAINNYA
KETERAPIAN FISIK
KETEKNISIAN MEDIS
TENAGA TEKNISKEFARMASIANa
APOTEKER
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 30
Berdasarkan grafik tersebut di atas bahwa jumlah tenaga kesehatan
menurut jenis ketenagaan yang paling banyak adalah perawat dan bidan,
sedangkan Jumlah tenaga kesehatan yang paling kecil adalah tenaga dokter Gigi
dan Petugas Gizi.
Berdasarkan sumber daya kesehatan, kondisi tenaga kesehatan tahun 2018
adalah sebagai berikut :
4.1.1 Ratio Dokter per 100.000 penduduk
Tabel 5 : Jumlah Tenaga Medis Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018.
No Tenaga Medis Jenis Kelamin
JUMLAH LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 Dokter 38 65 103
2 Dokter Gigi 5 11 16
3 Dokter Spesialis 29 21 50
4 Dokter Gigi Spesialis 1 1 2
TOTAL 73 98 171
Sumber: Seksi SDMK Dinkes Kab.Muba
Jumlah Dokter Umum Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan sebanyak 103 orang, ada penambahan jumlah Dokter Umum
dari tahun 2017 yang berjumlah 70 orang. Ada pernambahan jumlah Dokter
Umum sebesar 67,96 % . Rasio Dokter Umum terhadap jumlah penduduk tahun
2018 sebesar 17 per 100.000 penduduk, ada peningkatan Rasio dari tahun 2017 ke
tahun 2018 karena ada peningkatan jumlah Dokter Umum, tapi tidak
berpengaruh banyak terhadap meningkatnya angka Rasio Dokter Umum di
karenakan Target Rasio Dokter Umum per 100.000 penduduk Tahun 2019 sebesar
45 per 100.000 penduduk dengan kata lain terlihat masih begitu banyak
kekurangan Tenaga Dokter Umum yang harus di penuhi untuk mencapai Target
Rasio Dokter Umum.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 31
Grafik 7 : Jumlah Tenaga Medis di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018
Sumber : Seksi SDMK Dinkes Muba Tahun 2018
Jumlah Dokter Spesialis Di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 adalah
sebanyak 50 orang, ada kenaikan jumlah dari tahun 2017 yang berjumlah 40
orang. Rasio Dokter Spesialis terhadap penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin
Tahun 2018 sebesar 8,2 per 100.000 penduduk, ada peningkatan dari Tahun 2017
Rasio hanya 5,9 per 100.000 penduduk. Sementara Target Rasio Dokter Spesialis
2019 berdasarkan Keemenko Bidang Kesra Nomor 54 Tahun 2013 , sebesar 10 per
100.000 penduduk,. Terlihat Rasio Dokter Spesialis yang masih kurang sedikit lagi
dari Target yang ingin di capai.
Tenaga Dokter Gigi di Kabupaten Musi Banyuasin berjumlah 16 orang dan
Dokter Gigi Spesialis berjumlah 2 orang, jadi jumlah Dokter Gigi seluruhnya
berjumlah 18 orang. Dengan angka tersebut Rasio Dokter Gigi terhadap jumlah
penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan 2,6 per
0
20
40
60
80
100
120
DR SPESIALIS aDOKTER UMUM
DOKTER GIGIDOKTER
GIGI SPESIALIS
50
103
16
2
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 32
100.000 penduduk. Sementara Target Rasio Dokter Gigi terhadap penduduk
Tahun 2019 adalah 13 per 100.000 penduduk, masih sangat jauh dari target yang
harus dicapai.
Proporsi Tenaga Dokter Umum 60,23%, Dokter Spesialis 29,24%, Dokter
Gigi 9,36% dan Dokter Gigi Spesialis 1,17%.
4.1.2 Ratio Tenaga Perawat per-100.000 penduduk
Perawat berasal dari Bahasa Latin: Nutrix yang berarti merawat atau
memelihara. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatn individu,
keluarga dan masyarakat, sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan
atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai
mati. Perawat bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan
dari yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, kelompok
atau masyarakat.
Melihat peran dan fungsi perawat yang demikian luas terhadap bidang
kesehatan, maka tenaga keperawatan sangat menentukan dalam pencapaian
tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat .
Tenaga Keperawatan di Kabupaten Musi Banyuasin berjumlah 697 orang.
Dengan angka tersebut maka Rasio Tenaga Perawat di Kabupaten Musi
Banyuasin Tahun 2018 adalah 114,7 per 100.000 penduduk, sementara target rasio
tahun 2019 adalah 180 per 100.000 penduduk. Dari angka tersebut terlihat bahwa
di Kabupaten Musi Banyuasin masih kekurangan tenaga perawat untuk
memenuhi target rasio yang di harapkan.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 33
Grafik 8 : Tenaga Keperawatan berdasarkan Wilayah Kerja
di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
4.1.3 Ratio Tenaga Bidan per-100.000 Penduduk
Yang dimaksud dengan bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari
pendidikan bidan yang diakui Pemerintah dan organisasi profesi di wilayah
Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk
diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan
praktik kebidanan. Bidan adalah tenaga professional yang bertanggung-jawab dan
akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan,
asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas,
memfasilitasi dan memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan
0
50
100
150
200
250
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 34
memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup
upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan
anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai,serta melaksanakan
tindakan kegawat-daruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling
dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada
keluarga dan masyarakat.
Jumlah Tenaga Bidan di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan Tahun 2018 adalah 697 orang dengan Rasio 114,7 per 100.000 penduduk,
sementara target Rasio yang harus di capai tahun 2019 adalah 120 per 100.000
penduduk. Masih kurang sedikit dari rasio yang ditargetkan untuk Bidan yang
harus di penuhi.
Grafik 9 : Jumlah Tenaga Bidan Berdasarkan Wilayah Kerja Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber: Pengelola data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 35
4.1.4 Ratio Tenaga Ahli Kesehatan Masyarakat per-100.000 penduduk
Tenaga kesehatan masyarakat merupakan bagian dari sumber daya
manusia yang sangat penting perannya guna meningkatkan kesadaran yang lebih
tinggi pada pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Disamping
itu tenaga kesehatan masyarakat dapat juga berperan di bidang kuratif dan
rehabilitatif. Tenaga kesehatan Masyarakat juga berperan strategis dalam
mengubah prilaku masyarakat menjadi kondusif.
Tabel 6 : Jumlah Tenaga KesMas Dinkes Muba Tahun 2018
No Wilayah Kerja Kecamatan Puskesmas Jumlah
1 Sanga Desa Ngulak 2
2 Babat Toman Babat Toman 4
3 Lawang Wetan Ulak Paceh 4
4 Batang Hari Leko Tanah Abang 1
Lubuk Bintiale 2
Bukit Selabu 2
5 Palakat Tinggi Cinta Karya 3
Suka Damai 1
Sido Rahayu 3
6 Sungai Keruh Tebing Bulang 1
7 Jirak Jaya Jirak 2
8 Sekayu Balai Agung 21
Lumpatan 2
9 Lais Lais 6
Gardu Harapan 6
Teluk Kijing 6
10 Babat Supat Tanjung Kerang 1
11 Sungai Lilin Sungai Lilin 4
Sri Gunung 1
12 Keluang Karya Maju 5
Mekar Jaya 4
13 Bayung Lencir Bayung Lencir 8
Suka Jaya 1
14 Tungkal Jaya Peninggalan 2
Sumber Harum 1
Bero Jaya Timur 1
15 Lalan Bandar Agung 1
Karang Mukti 1
TOTAL 96
Sumber: Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 36
Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun
2018 sebesar 15,8 per 100.000 penduduk sementara target Rasio tahun 2019 sebesar
16 per 100.000 penduduk. Terlihat Rasio Tenaga Kesehatan kurang sedikit sekali
dalam mencapai target Rasio tahun 2019. Capaian ini kemungkinan karena
banyak tenaga kesehatan Keperawatan, Kebidanan, Gizi dan lain lain yang sudah
mengambil pendidikan S1 ke Sarjana Kesehatan Masyarakat.
4.1.5 Ratio Tenaga Sanitasi per-100.000 penduduk
Ilmu, keahlian, dan profesi dalam bidang kesehatan lingkungan akan
banyak terkait dengan topik seputar pengaruh faktor lingkungan terhadap
kesehatan individu atau masyarakat, mekanisme terjadinya pengaruh tersebut
serta cara pengelolaanya. Bidang kesehatan lingkungan menuntut keahlian
sehingga juga mensyaratkan kompetensi petugas.
Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi banyak aspek. Ruang
Lingkup bidang garapan Kesehatan Lingkungan menurut WHO antara lain : 1)
Penyediaan Air Minum; 2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian
pencemaran; 3) Pembuangan Sampah Padat; 4) Pengendalian Vektor; 5)
Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia; 6) Higiene
makanan, termasuk higiene susu; 7) Pengendalian pencemaran udara; 8)
Pengendalian radiasi; 9) Kesehatan kerja; 10) Pengendalian kebisingan; 11)
Perumahan dan pemukiman; 12) Aspek kesling dan transportasi udara; 13)
Perencanaan daerah dan perkotaan; 14) Pencegahan kecelakaan; 15) Rekreasi
umum dan pariwisata; 16) Tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk; 17) Tindakan
pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
Sedemikian luas masalah kesehatan lingkungan, sehingga mensyaratkan
peningkatan ketrampilan dan profesionalitas tenaga dan menjadi persyaratan
Puskesmas dan Rumah Sakit harus memiliki tenaga kesehatan lingkungan.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 37
Tabel 7 : Jumlah Tenaga KesLing Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
No Tenaga Kesehatan Lingkungan JUMLAH
1 Sanitasi Lingkungan 49
2 Entomolog Kesehatan -
3 Mikrobiolog Kesehatan -
Jumlah 49
Sumber : Seksi SDMK Dinkes Kab.Muba
Tabel diatas menunjukkan jumlah tenaga kesehatan lingkungan di
Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Dengan jumlah 49 orang
tenaga kesehatan lingkungan (Sanitasi lingkungan) 100,0 % dan Entomolog
Kesehatan 0,0%. Rasio Tenaga Kesehatan lingkungan di Provinsi Sumatera Selatan
sebesar 8.1 per 100.000 penduduk. Sedangkat target Rasio tahun 2019 sebesar 18
per 100.000 penduduk. Masih sangat jauh dari target yang harus di capai.
Grafik 10 : Proporsi Tenaga Kesehatan Lingkungan Dinkes Muba tahun 2018
Sumber: Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
3
1
3
1 1 1 1 1 1 1 1
3
1
2
1 1 1
2
1 1 1 1 1 1 1
0
2 2
9
3
0
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 38
4.1.6. Ratio Tenaga Gizi di Sarana Kesehatan
Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain
bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi Balita, Status Gizi
Wanita Usia Subur, Kurang Energi Kronik (KEK), dan Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY). Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana
tercantum di dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 bertujuan untuk
meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui
perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi dan
peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan
kemajuan ilmu dan teknologi.Visi pembangunan gizi sendiri adalah mewujudkan
keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi yang optimal.
Masalah gizi terjadi disebabkan oleh banyak faktor yang saling berkaitan
satu sama lain. Faktor penyebab ini dikelompokkan Penyebab langsung yaitu
intake konsumsi bahan makanan dan infeksi. Namun secara umum sebelum
terjadi masalah gizi selalu didahului oleh situasi tertentu seperti gagal panen, dan
peningkatan harga pangan. Saat ini pola konsumsi makanan beragam, bergizi
seimbang dan aman telah bergeser menjadi pola konsumsi makanan cepat saji
yang tinggi kadar lemak jenuh, tinggi garam dan gula serta miskin serat makanan.
Peningkatan pendapatan keluarga membawa perubahan gaya hidup baik pola
konsumsi juga aktivitas fisik karena didukung kemajuan teknologi dan ilmu
pengetahuan.
Untuk mengatasi permasalahan tersebut peran tenaga Gizi sangat
diharapkan dapat berbuat banyak untuk mengatasinya melalui program yang
diharapkan langsung mengena kepada masyarakat, hal ini tidak mustahil karena
di Kabupaten Musi Banyuasin Jumlah tenaga Gizi walaupun belum mencukupi
untuk seluruh Fasilitas Kesehatan yang ada tetapi Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Banyuasin sangat mensupport pengembangan Ilmu Gizi dengan cara
mengikuti Pelatihan dan Seminar yang diselenggarakan oleh Propinsi maupun
Pusat dengan harapan pengentasan masalah Gizi dapat dieliminir di Kabupaten
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 39
Musi Banyuasin. Petugas Gizi yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin pada
Tahun 2018 dapat kita lihat pada grafik dibawah ini :
Grafik 11 : Jumlah Petugas Gizi Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
4.1.7. Ratio Tenaga Kefarmasian/Apoteker di Sarana Kesehatan
PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Teknis
Kefarmasian adalah tenaga yang menbantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan
kefarmasian, yang terdiri atas sarjana Farmasi, Ahli Madia Farmasi, Analis
Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisiten Apoteker. Dalam Undang
Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan , posisi Asisten
Apoteker tidak lagi di sebut Tenaga Kesehatan tetapi masuk sebagai Asisten
Tenaga Kesehatan.
0
2
4
6
8
10
12
14
1 1
0 0
1
0
1
0 0 0
1
0
1
2
1 1 1
0 0 0 0 0
1
0 0 0
1
0
14
2
0
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 40
Tabel 8 : Jumlah Tenaga Farmasi Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
TENAGA FARMASI JENIS KELAMIN JUMLAH
NO LAKI-LAKI PEREMPUAN
1 Apoteker 13 23 36
2 Tenaga Teknis Kefarmasian 18 54 72
TOTAL 31 77 108
Sumber: Seksi SDMK Dinkes Kab.Muba
Rasio Tenaga Apoteker di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 sebesar
5,9 per 100.000 penduduk, sementara target Rasio tahun 2019 sebesar 9 per 100.000
penduduk. Rasio Tenaga Teknis Kefarmasian 11,8 per 100.000 penduduk dan
target Rasio tahun 2019 sebesar 18 per 100.000 penduduk. Terlihat masih banyak
kekurangan tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang harus
dipenuhi untuk mencapai target Rasio untuk 2019.
Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tenaga kefarmasian terbesar adalah
tenaga Tenaga Teknis Kefarmasian sebesar 72 orang atau 66,7 % dari jumlah
tenaga kefarmasian , Apoteker sebanyak 36 orang (33,3%).
Grafik 12 : Jumlah Tenaga Farmasi di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber: Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018
05
1015202530
TENAGA TEKNIS KEFARMASIANa APOTEKER
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 41
BAB V PEMBIAYAAN KESEHATAN
5.1 PESERTA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN
Untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal, maka berbagai
program dan kegiatan akan dilaksanakan dengan didukung anggaran kesehatan
yang memadai. Penggunaan anggaran secara efektif dan efisien akan sangat
menentukan percepatan pembangunan kesehatan serta peningkatan kerjasama
dengan berbagai pihak dalam pembangunan kesehatan.
Hal yang paling mendasar dan menyentuh segenap masyarakat adalah
tersedianya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk masyarakat. Kabupaten Musi
Banyuasin sangat memprioritaskan masalah ini dengan mengajukan Anggaran
kepada Pemerintah berdasarkan rapat-rapat yang dilaksanakan lintas program
dan lintas sektor yang mengacu kepada Permendagri No.900/2280/SJ/2014
Tentang Juknis Penganggaran,Pelaksanaan dan Penatausahaan serta Pertanggung
Jawaban dana JKN pada FKTP milik PEMDA dan Perpres 82/2018 Tentang
Jaminan Kesehatan serta Permenkes nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman
Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional demi terselenggaranya
Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ini.
Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar
peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam
memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang
telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS
Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan
program Jaminan Kesehatan. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang
selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak
mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta adalah setiap orang,
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 42
termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Kabupaten
Musi Banyuasin, yang telah membayar iuran. Manfaat adalah faedah jaminan
sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau anggota keluarganya.
Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara
teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan
Kesehatan. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang
digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan,
baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif 6 yang dilakukan oleh
Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.
Setelah melalui proses Rapat-rapat mulai dari tingkat Desa, Kecamatan,
Kabupaten, Propinsi dan akhirnya sampai ke Pemerintah Pusat akhirnya Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin mendapatkan Alokasi dana untuk
diimplementasikan dalam pelaksanaannya dengan mengacu kepada Perpres
32/2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada FKTP
Milik Pemerintah Daerah dan Permenkes 21/2016 tentang penggunaan Dana
Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan
Dukungan Biaya Operasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah serta SE MDN
nomor 900/2280/SJ tanggal 5 Mei 2014, hal Petunjuk Teknis Penganggaran,
Pelaksanaan dan Penatausahaan, serta Pertanggung Jawaban Dana Kapitasi JKN
pada FKTP Milik Pemerintah Daerah.
Adapun Anggaran yang turun bernama Jaminan Kesehatan Nasional
dengan peruntukan untuk menjamin kesehatan segenap masyarakat Kabupaten
Musi Banyuasin sesuai dengan data Penduduk yang membutuhkannya yaitu PBI (
Peserta Penerima Bantuan Iuran ) dan Non PBI, sedangkan jumlah anggaran yang
didapatkan Dinas Kesehatan Musi Banyuasin sebesar Rp.37.766.624.164,- dengan
realisasi anggaran Rp.32.371.559.770,- atau sebesar 85,71% yang bersumber dari
APBD Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2018 untuk kegiatan Jaminan
Kesehatan masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin serta yang bersumber dari
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 43
dana APBN dengan Jumlah Anggaran sebesar yaitu Rp.5.254.827.000,- dengan
realisasi anggaran Rp.1.571.374.419 ,- atau sebesar 29,90 % Tahun anggaran 2018
yang peruntukannya untuk Jaminan Persalinan masyarakat Kabupaten Musi
Banyuasin.
Kepesertaan Jaminan Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin dilaksanakan
secara bertahap sehingga dapat mencakup semua penduduk, untuk Peserta PBI
didaftarkan oleh Dinas Kesehatan ke BPJS sedangkan untuk Non PBI antara lain
PNS,TNI, POLRI, Pejabat Negara,dan Pegawai Pemerintah Non PNS diatur oleh
Pemerintah Pusat. Setiap Peserta yang telah terdaftar akan mendapatkan
Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Ruang Lingkup Pelayanan ( Perpres No 12
Tahun 2013, Permenkes No 71 Tahun 2013, Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun
2014 ) serta perubahan peraturan lainnya yang disesuaikan dengan masa
berlakunya peraturan tersebut.
Harapan dengan adanya Program Jaminan Kesehatan MUBA Sehat ini
penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin dapat mengetahui dengan cepat hak
dan kewajibannya, cara mendapatkan Pelayanan Kesehatan serta hal-hal yang
tidak masuk kedalam pertanggungan Jaminan Kesehatan ini dengan demikian
dapat menanggulangi deficit Kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin yang
beralaskan tidaka adanya Jaminan Kesehatan bagi masyarakat.
5.2 DESA YANG MEMENFAATKAN DANA DESA UNTUK KESEHATAN Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer
melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/
kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan,
pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Fokus
penting dari penyaluran dana ini lebih terkait pada implementasi pengalokasian
Dana Desa agar bisa sesempurna gagasan para inisiatornya.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 44
Skenario awal Dana Desa ini diberikan dengan mengganti program
pemerintah yang dulunya disebut PNPM, namun dengan berlakunya Dana Desa
ini, dapat menutup kesempatan beberapa pihak asing untuk menyalurkan dana
ke daerah di Indonesia dengan program program
yang sebenarnya juga dapat menjadi pemicu pembangunan daerah.
Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,
Pemerintah mengalokasikan Dana Desa, melalui mekanisme transfer kepada
Kabupaten/Kota. Berdasarkan alokasi Dana tersebut, maka tiap Kabupaten/Kota
mengalokasikannya kepada setiap desa berdasarkan jumlah desa
dengan memperhatikan jumlah penduduk (30%), luas wilayah (20%), dan
angka kemiskinan (50%). Hasil perhitungan tersebut disesuaikan juga dengan
tingkat kesulitan geografis masing-masing desa. Alokasi anggaran sebagaimana
dimaksud di atas, bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program
yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Besaran alokasi anggaran yang
peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan
di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap.
Kerjasama Lintas Sektor dengan OPD yang terkait dengan Anggaran
Program untuk Kesehatan terus dilakukan semaksimal mungkin salah satunya
Anggaran Dana Desa yang ada pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dapat
dipergunakan untuk Kesehatan di Wilayah Kerja Kabupaten Musi Banyuasin, dan
berdasarkan Rapat Koordinasi Lintas Sektor salah satunya melalui
Musrenbangdes pada Tahun 2018 lalu didapatkan hasil dari 242 Desa yang ada di
Kabupaten Musi Banyuasin telah mendapatkan Anggaran Dana Desa sebesar 100
persen dari Total Jumlah Desa yang ada dengan sesuai dengan hasil
Musrenbangdes tersebut diatas.
Anggaran Dana Desa tersebut dipergunakan untuk berbagai macam
kebutuhan serta kegiatan Kesehatan sesuai dengan amanat Undang-undang no 6
tahun 2014 antara lain untuk keperluan perbaikan sarana dan prasarana unit
kesehatan, penambahan peralatan kesehatan, bantuan Operasional, serta kegiatan-
kegiatan yang telah dimusyawarahkan terklebih dahulu. Hal ini sangat baik sekali
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 45
untuk menunjang Pelayanan Kesehatan yang mana sangat kompleks
permasalahan serta harapan dari masyarakat yang mana kalau dipikir harus
menjadi tanggung jawab bersama bukan hanya tanggung jawab Dinas Kesehatan
beserta jajarannya saja.
5.3 PERSENTASE ANGGARAN KESEHATAN
Kebijakan Program kesehatan dengan tujuan untuk mencapai pelayanan
kesehatan secara optimal yang dapat menunjang pembangunan kesehatan pada
wilayah kerjanya diperlukan rencana kerja yang baik dan berorientasi dengan
hasil yang baik pula, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
melalui Rapat Koordinasi Lintas Sektor dan Program mendapatkan hasil akhir
Rapat Keputusan untuk mengalokasikan anggaran bagi kegiatan pokok serta
penunjang program pada Dinas Kesehatan Musi Banyuasin tahun 2018.
Berdasarkan DPA dan Laporan Keuangan di Dinas Kesehatan Kabupaten
Musi Banyuasin tahun 2018, tentang Ringkasan Urusan Desentralisasi (Anggaran
Realisasi dan Pelaksanaan Urusan Wajib kesehatan) sebagaimana terlampir
berikut ini :
1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran. 2. Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur. 3. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur. 4. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Kinerja Dan
Keuangan. 5. Program Obat Dan Perbekalan Kesehatan. 6. Program Upaya Kesehatan Masyarakat. 7. Program Pengawasan Obat dan Makanan. 8. Program Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat. 9. Program Perbaikan Gizi Masyarakat. 10. Program Pengembangan Lingkungan Sehat. 11. Program Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Menular. 12. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan. 13. Program Pengadaan, Peningkatan Dan Perbaikan Sarana Dan
Prasarana Puskesmas/Puskesmas Pembantu Dan Jaringannya. 14. Program Pengadaan,Peningkatan Sarana Dan Prasarana. 15. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita. 16. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan lansia.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 46
17. Program Pengawasan Dan Pengendalian Kesehatan Makanan. 18. Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan Dan Anak. 19. Program Penataan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan
Pemanfaatan Tanah. 20. Program Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan.
Tabel 9 : Anggaran Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber:Subbag Keuangan dan Aset Dinkes Muba Tahun 2018
NO SUMBER BIAYA ALOKASI ANGGARAN KESEHATAN
Rupiah %
1 2 3 4
ANGGARAN KESEHATAN BERSUMBER:
1 APBD Kabupaten MUBA
Rp.246,259,452,596,-
a. Belanja Langsung Rp. 82,670,302,809,-
b. Belanja Tidak Langsung Rp. 163,589,149787,-
2 APBD Kabupaten MUBA -
- Dana Tugas Pembantuan (TP) Provinsi -
3 APBN :
- Dana Alokasi Umum (DAU) -
- Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp. 37,766,624,164,-
- Dana Dekonsentrasi -
- Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota
-
- Lain-lain (sebutkan) -
4 PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI (PHLN)
-
(sebutkan project dan sumber dananya) -
5 SUMBER PEMERINTAH LAIN -
TOTAL ANGGARAN KESEHATAN
Rp.284,026,076,760,-
TOTAL APBD KAB/KOTA
Rp.3,228,265,186,000,-
% APBD KESEHATAN THD APBD KAB/KOTA
8,79
ANGGARAN KESEHATAN PERKAPITA Rp.53.464,39
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 47
Alokasi dan Realisasi Anggaran Menurut Belanja
Alokasi dan Realisasi Anggaran Menurut Belanja Pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2018 dapat di lihat pada tabel
dibawah ini :
Tabel 10 : Rincian Alokasi dan Realisasi Anggaran Tahun 2018
Berdasarkan tabel 10 diatas dapat dijelaskan bahwa, Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin pada Tahun 2018 memperoleh Alokasi Anggaran
sebesar Rp. 246.259.452.596,- yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.
82.670.302.809,- dan Belanja Langsung sebesar Rp.163.589.149.787,- , sedangkan
Realisasi Anggaran sebesar Rp.225.351.692.716,- atau (91,51%) yang terdiri dari
Belanja Tidak Langsung Rp. 77.895.620.584,- (94,22%) dan Belanja Langsung
sebesar Rp. 147.456.072.132,- atau (90,14%).
5.3.1 Alokasi dan Realisasi Anggaran Perjenis Belanja
Alokasi dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja pada Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini :
Tabel 11 : Alokasi dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja Tahun 2018
No Uraian Belanja Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) %
1 Belanja Tidak Langsung 82.670.302.809 77.895.620.584 94,22%
2 Belanja Langsung 163.589.149.787 147.456.072.132 90,14%
Jumlah 246.259.452.596 225.351.692.716 91,51%
No Uraian Belanja Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) %
1 Belanja Pegawai
- Belanja Langsung 4.653.083.000,00 4.053.527.000,00 87,11%
- Belanja Tidak Langsung 82.670.302.809,00 77.895.620.584,00 94,22%
2 Belanja Barang dan Jasa 143.829.279.864,00 130.239.565.593,00 90,55%
3 Belanja Modal 15.106.786.923,00 13.162.979.539,00 87,13%
Jumlah 246.259.452.596,00 225.351.692.716,00 91,51%
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 48
Berdasarkan Tabel 11 diatas dapat di jelaskan bahwa :
1. Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan kabupaten Musi Banyuasin terhadap
total Anggaran APBD Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sebesar
7,63% atau (Rp.246.259.452.596,09 / Rp.3.228.265.186.000,- x 100%).
2. Pada Tahun Anggaran 2018, anggaran Belanja Pegawai sebesar
Rp.87.323.385.809,09,- terdiri dari belanja tidak langsung sebesar Rp.
82.670.302.809,09,- dan Belanja Langsung sebesar Rp.4.653.083.000,00,-
terealisasi Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.77.895.620.584,00,- atau
94,22% meliputi belanja gaji, tunjangan pegawai, tambahan penghasilan
PNS dan belanja langsung sebesar Rp.4.053.527.000,00,- atau 87,11%.
3. Realisasi Belanja Barang dan Jasa terhadap pagu anggaran belanja barang
dan jasa Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 90,55% atau
(Rp.130.239.565.593,- / Rp.143.829.279.864,- x 100%).
4. Realisasi Belanja Modal terhadap total pagu anggaran Belanja Modal Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 87,13% atau (Rp.
13.162.979.539,- / Rp.15.106.786.923,- x 100%).
5.3.2 Alokasi dan Realisasi Anggaran Belanja Pemeliharaan
Alokasi dan Realisasi Anggaran Belanja Pemeliharaan pada Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada table 12 di bawah ini :
No Uraian Belanja Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) %
1
Pemeliharaan
rutin/berkala gedung
kantor
100,000,000,00 80,549,000,00 80,55%
2
Pemelihara rutin/berkala
kendaraan dinas
operasioal
800,000,000,00 650,733,550,00 81,34%
3
Pemeliharaan
rutin/berkala peralatan
gedung kantor
100,000,000,00 97,140,000,00 97,14%
4
Rehabilitasi
sedang/berat kendaraan
dinas/operasional
100,000,000,00 54,149,200,00 54,15%
Jumlah 1,100,000,000,00 882,571,750,00 80,23%
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 49
Berdasarkan tabel 12 diatas dapat dijelaskan bahwa :
1. Belanja Pemeliharaan dari pagu anggaran sebesar Rp.1.100.000.000,-
terealisasi sebesar Rp.882.571.750,- atau sebesar 80,23%
2. Belanja Pemeliharaan terhadap belanja barang dan jasa Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 0,68% atau (Rp.882.571.750,- /
Rp.130.239.565.593,- x 100%)
3. Realisasi Belanja Pemeliharaan terhadap jumlah belanja Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 0,39%atau (Rp.882.571.750.00,- /
Rp.225.351.692.716,- x 100%).
Demikianlah gambaran sekilas tentang Anggaran Kesehatan serta Realisasi
pelaksanaannya pada Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun
Anggaran 2018 guna mengoptimalkan Pembangunan Kesehatan di Wilayah Kerja
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin yang masih perlu pembenahan
kedepannnya sesuai dengan kebutuhan dalam bidang kesehatan yang akan
direncanakan berdasarkan Lintas Program antara Puskesmas dengan Dinas
Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin serta Lintas Sektor dengan berbagai pihak
lain dengan harapan target Kinerja untuk mencapai target Pembangunan
Kesehatan di Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dapat tercapai.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 50
BAB VI KESEHATAN KELUARGA
Derajat kesehatan secara grafikan dapat dilihat dari beberapa indikator
pada Kesehatan Keluarga yang meliputi antara lain seperti mortalitas, morbiditas
dan angka status gizi masyarakat yang dapat dilihat pada Pelayanan Kesehatan
Ibu, Kesehatan Anak, Kesehatan Usia Produktif dan Usia Lanjut. Berikut ini
diuraikan tentang indikator-indikator tersebut.
6.1 KESEHATAN IBU
Angka kematian (Mortalitas) merupakan salah satu ukuran untuk melihat
Grafik perkembangan derajat kesehatan masyarakat dan dijadikan acuan untuk
menilai keberhasilan pembangunan kesehatan. Angka kematian dapat dilihat dari
kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dan pada umumnya
dapat dihitung dengan melakukan Survey dan penelitian. Angka kematian bayi
(AKB), kematian ibu akibat melahirkan (AKI) dan kematian balita (AKA Balita)
merupakan indikator utama dalam menilai pencapaian derajat kesehatan
masyarakat. maka Peningkatan Kesehatan Ibu merupakan indikator utama yang
harus dicapai sampai tahun 2018.
Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu juga masih merupakan
salah satu prioritas utama pembangunan nasional bidang kesehatan sebagaimana
tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah
Nasional (RPJMN) tahun 2017 – 2022. Untuk menurunkan angka kematian
ibu/jumlah kasus kematian ibu maternal, ada beberapa indikator yang akan
menjadi prioritas utama kegiatan di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan antara lain; Seluruh Ibu hamil harus mendapatkan pelayanan
ANC terpadu sesuai standar; Seluruh Ibu hamil dengan deteksi faktor resiko
sudah mendapat pelayanan/teratasi secara adekuat; Seluruh Ibu Bersalin harus
ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten dengan melakukan persalinan di
fasilitas kesehatan; Seluruh ibu bersalin dengan komplikasi harus tertangani dan
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 51
apabila tidak sesuai prosedur maka dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih
memadai dan terjangkau; Seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas harus mendapat
akses pelayanan yang aman, bersih dan berkualitas sesuai standar.
Untuk selanjutnya pembangunan Indonesia berdasarkan tujuan
pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals seterusnya disebut
SDGs. Sedangkan SDGs merupakan Pembangunan yang bertujuan secara
berkelanjutan, dalam hal ini capaian pembangunan masih berpedoman kepada
capaian MDGs.
Oleh karena angka kematian ini diperoleh melalui survey misalnya SDKI
atau survey bidang kesehatan lainnya maka informasi tentang data kematian yg
disajikan dalam profil ini adalah data absolut (jumlah kematian) yang diperoleh
dari laporan rutin kabupaten/kota.
6.1.1 Jumlah dan angka Kematian Ibu (AKI)
Angka kematian ibu merupakan ukuran yang sangat sensitif terhadap
tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat disuatu daerah/wilayah. Angka
kematian ibu adalah jumlah kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup
disuatu wilayah/daerah. Target AKI di Indonesia adalah 102 kematian per
100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) (yang
berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000
kelahiran hidup. Angka kematian ibu cukup sulit untuk didapat karena
memerlukan survei dengan biaya, waktu dan tenaga yang besar. Salah satu cara
untuk menghitung angka kematian ibu adalah dengan mengukur jumlah
kematian ibu, berikut capaian indikator kinerja menurunkan jumlah kematian ibu
maternal di Sumatera Selatan.
Sesuai perumusan SDGs/Pembangunan berkelanjutan untuk mencapai
target indikator, maka upaya yang perlu dilaksanakan adalan menurunkan
Angka Kematia Ibu (AKI) dan AKB yang diukur dengan Proksi : Persalinan di
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 52
Fasilitas Kesehatan (PF), Kunjungan Antenatal (K4) dan Kunjungan Neonatal
Pertama (KN1).
Angka kematian ibu (AKI) adalah kematian perempuan pada saat hamil
atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa
memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang disebabkan karena
kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti
kecelakaan dan terjatuh. Sesuai indicator MDGS 4 dan 5 yaitu menurunkan angka
kematian ibu dan menurunkan angka kematian bayi dan balita.
Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait
dengan kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status
kesehatan secara umum, `pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan
melahirkan.
Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan masih sulit diukur karena jumlah penduduk yang masih sangat
sedikit, laporan yang tidak akurat serta dipengaruhi oleh kesalahan sampling
yang tinggi dan selang kepercayaan yang besar, maka tidak mungkin
menyimpulkan pencapaian angka kematian ibu (AKI) tanpa melalui Survey
Khusus, SENSUS dan SUPAS atau survey khusus lainnya.
Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan sampai dengan bulan Desember 2018 mencapai 13 Kasus sudah
menunjukkan kinerja yang sangat baik jika kita perhatikan karena target sampai
tahun 2019 Angka Kematian Ibu 304/100.000 KH namun perlu kita jaga angka
tersebut dan ditingkatkan kembali.
Bila kita lihat dari hasil rekapan laporan PWS KIA kasus kematian
perkecamatan dari tahun ke tahun terjadi perubahan, baik itu jumlah maupun
penyebab kematian yang berbeda beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari beberapa
kecamatan di kabupaten Musi Banyuasin yang cenderung menurun dan bahkan
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 53
ada yang meningkat dengan penyebab utamanya adalah perdarahan dan disusul
dengan hypertensi dalam kehamilan.
Permasalahan yang sama juga disebabkan karena deteksi dini faktor
resiko oleh tenaga kesehatan yang kurang cermat, penanganan persalinan yang
kurang adekuat/tidak sesuai prosedur (tidak ditolong oleh tenaga yang
kompoten) serta sistem rujukan yang tidak sesuai dengan prosedur jejaring
manual rujukan. Selain penangan yang tidak adekuat, jumlah kasus kematian
meningkat disebabkan juga karena manajemen program yang sudah terlaksana
sesuai sistem manajemen yang baik, diantaranya : Pelaksanaan Audit Maternal
Perinatal yang melibatkan TIM Teknis dan Tim Manjemen, sehingga seluruh
kematian ibu maternal dapat terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang
sudah bejalan dengan baik.
Grafik 13 : Jumlah Kematian Ibu Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018
0
1
2
0 0 0 0 0 0
2
1
0
2
1
0 0 0 0
2 2
0 0 0 0 0 0 0 0 0
1
1
2
2
3
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 54
Grafik 14 : Jumlah Kematian Ibu Dinkes Muba Tahun 2014 s.d 2018
Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018
Kematian ibu disebabkan oleh multifaktor yang merupakan hasil interaksi
berbagai aspek, baik aspek klinis, aspek sistem pelayanan kesehatan, maupun
faktor – faktor non kesehatan yang mempengaruhi pemberian pelayanan klinis
dan terselenggaranya sistem pelayanan kesehatan tersebut secara optimal. Pada
jumlah kasus kematian maternal disebabkan oleh beberapa faktor, faktor yang
sangat dominan dari penyebab kematian ibu pada tahun 2018 adalah perdarahan
7 kasus, hipertensi dalam kehamilan 3 kasus, Faktor lain-lain 3 kasus.
Adapun hal-hal yang menyebabkan masih tingginya Angka Kematian Ibu
(AKI), adalah:
1. Deteksi dini faktor resiko oleh tenaga kesehatan yang kurang cermat,
penanganan persalinan yang kurang adekuat/tidak sesuai prosedur (tidak
ditolong oleh tenaga yang kompeten)
2. Sistem rujukan yang tidak sesuai dengan prosedur jejaring manual rujukan
7
11
9
9
13
2014
2015
2016
2017
2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 55
3. Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu meliputi tenaga dan sarana, serta belum
optimalnya keterlibatan swasta
4. Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif
gender, yaitu : antenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan
komplikasi kebidanan, dan keluarga berencana.
5. Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil :
belum ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan
medis khusus, terbatasnya insentif untuk tenaga kesehatan, dan terbatasnya
sarana/dana untuk transportasi (kunjungan dan rujukan)
6. Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk
daerah terpencil
7. Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender,
persiapan persalinannya dan dalam menghadai kondisi gawat darurat
(mandiri) di tingkatan desa
8. Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk
percepatan penurunan angka kematian ibu.
9. Manajemen program yang sudah terlaksana sesuai sistem manajemen yang
baik, diantaranya : Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal yang melibatkan TIM
Teknis dan Tim Manjemen, sehingga seluruh kematian ibu maternal dapat
terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah berjalan dengan
baik.
Berbagai prioritas yang masih akan dilakukan untuk menurunkan Jumlah
Kematian Ibu Maternal , antara lain adalah :
1. Peningkatan kualitas dan cakupan layanan, meliputi :
Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan ; penyediaan tenaga
kesehatan di desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan di
polindes/pustu/puskesmas, kemitraan bidan dengan dukun bayi,
pelatihan bagi nakes.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 56
Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai
standar melalui bidan desa di polindes, pustu, puskesmas dengan fasilitas
PONED dan PONEK.
Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan
komplikasi keguguran melalui KIE untuk mencegah 4 terlalu, pelayanan
KB berkualitas.
Pemantapan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam menjalin
kemitraan dengan pemda, organisasi profesi, dan swasta.
Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat dengan cara:
Meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan
keterlambatan dan penyediaan buku KIA ; kesiapan keluarga dan
masyarakat dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan ;
penyediaan dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi;
2. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program melalui peningkatan
kemampuan pengelola program, agar mampu melaksanakan, merencanakan
dan mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah;
3. Pemerintah membuat kebijakan mengenai anggaran untuk meningkatkan
kesehatan perempuan, misalnya dengan mengharuskan 20% anggaran
kesehatan untuk kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan memastikan
anggaran tersebut tepat sasaran;
4. Memperbaiki sistem pencatatan terkait upaya penurunan AKI di Kabupaten
Musi Banyuasin sehingga data yang ditampilkan menggambarkan kondisi
kesehatan perempuan saat ini;
5. Melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat untuk mengubah pola
pikir agar permasalahan kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan
reproduksi remaja, merupakan masalah bersama dan tidak lagi
menganggapnya sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan;
6. Membentuk peer conseling untuk remaja terkait kesehatan reproduksi;
7. Memperbaiki infrastruktur jalan dan fasilitas kesehatan sebagai upaya
multisektor;
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 57
8. Memastikan sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit
berjalan optimal;
9. Menjamin biaya persalinan di sarana pelayanan kesehatan pemerintah
melalui program jaminan persalinan (Jampersal) untuk setiap ibu yang
melahirkan;
10. Pelaksanaan Ante Natal Care (ANC) yang terintegrasi untuk ibu hamil
,termasuk pemeriksaan HIV/AIDS, Malaria, Cacingan dan penyakit infeksi
menular lainnya secara terintegrasi dan pelaksanaan kelas ibu hamil dengan
melibatkan keluarga dan masyarakat;
11. Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal (AMP) di tingkat kabupaten/kota.
6.1.2 PELAYANAN KESEHATAN PADA IBU HAMIL
Pelayanan kesehatan antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan
kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil selama masa
kehamilannya sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik
berat kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat
dari cakupan pelayanan K1 dan K4.
Grafik 15 : Persentase K1 dan K4 Dinkes Muba Tahun 2018 :
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
0,0
50,0
100,0
150,0
200,0
250,0 K1 K4
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 58
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan Tahun 2018 yang diperoleh dari petugas Puskesmas di
Kabupaten/Kota data Kunjungan K4 92,9%, KN Lengkap 93,6%, K1 98,3%, KN1
98,1%, Neonatal Komplikasi 13,06%, Kematian Ibu 13 kasus, Kematian Neonatal
41 kasus. Dari data tersebut terlihat bahwa cakupan pelayanan kesehatan ibu
sudah cukup baik, begitupun jumlah kasus Kematian Ibu dan Neonatal dari tahun
ke tahun mengalami fluktuatif yakni di tahun 2015 kematian Ibu 6 kasus naik
menjadi 9 kasus di tahun 2016 dan ditahun 2017 masih sama dengan 9 kasus lalu
naik lagi menjadi 13 kasus pada Tahun 2018. Kasus kematian neonatal di tahun
2015 dan 2016 adalah 0 kemudian naik menjadi 35 kasus di tahun 2017, dan di
tahun 2018 sebesar 51 kematian neonatal. Dengan meningkatnya jumlah kasus
kematian neonatal ini menjadi tolak ukur bahwa kematian neonatal harus lebih di
pantau dan dimonitor lagi dengan focus agar kasus kematian ibu dan neonatal ini
dapat dipastikan sesuai dengan target yang diharapkan.
Seperti kita ketahui bersama bahwa kematian ibu dan kematian neonatal
disebabkan oleh multifaktor yang merupakan hasil interaksi berbagai aspek, baik
aspek klinis, aspek sistem pelayanan kesehatan, maupun faktor – faktor non
kesehatan yang mempengaruhi pemberian pelayanan klinis dan terselenggaranya
sistem pelayanan kesehatan tersebut secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan
pemahaman dan kesamaan persepsi dari semua pihak mengenai pentingnya
peran berbagai aspek tersebut dalam penanganan masalah kematian ibu sehingga
strategi yang akan digunakan untuk mengatasinya harus merupakan integrasi
menyeluruh dari berbagai aspek tersebut yaitu antara lain factor-faktornya adalah
sebagai berikut :
6.1.2.1 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan
Indikator ini merupakan pelayanan pertolongan persalinan yang bersih
dan aman oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan menggambarkan
kemampuan Manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai
standar. Indikator ini juga menggambarkan akses ibu hamil terhadap pelayanan
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 59
antenatal cakupan K4 kontak 4 kali dengan tenaga kesehatan yang mempunyai
kompetensi sesuai standar. Saat ini angka cakupan pelayanan antenatal sudah
meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, walaupun demikian masih
terdapat disparitas antar daerah kabupaten/kota yang variasinya cukup besar,
selain adanya kesenjangan juga ditemukan ibu hamil yang tidak menerima
pelayanan dimana seharusnya diberikan pada saat kontak dengan tenaga
kesehatan (missed opportunity).
Grafik 16 : Cakupan K4 di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
Sedangkan untuk Cakupan K4 sampai dengan bulan Desember 2018 di
Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada gambar
di atas. K4 sampai dengan desember 2018 mencapai (92,9%), sementara target
(98%), bila dibandingkan dengan capaian 2017 (93,8%) mengalami penurunan
sedikit (0,9%). Cakupan tertinggi dicapai oleh Kecamatan Ulak Paceh (97,2%)
diikuti Kecamatan Lais (96,03%), lalu Kecamatan Batang Hari Leko (95,56%) dan
Kecamatan Sungai Keruh (95,4%), kemudian diikuti oleh Kecamatan Sekayu
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
767 768
556
300
202 235 214 166
128
499 425
1.000 956
725
440 421 388
246
1.270
544
420
1.616
375 340
469 445 452
320
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 60
(95,3%). Sedangkan cakupan terendah ada di Kecamatan Kecamatan Sungai Lilin
(87,1%), kemudian diikuti Kecamatan Babat Supat (89,8%) dan Kecamatan Plakat
Tinggi (92,26%).
Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke minimal
empat kali (K4) adalah : Presentase ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan
antenatal sesuai standar 10 T, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1
kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3.
Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
pada tahun 2018 ditargetkan 99 persen dan terealisasi sebesar 92,8 persen. Jika
dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada tahun 2018, maka hasil capaian
ini belum mencapai target akhir Renstra 2022. Jika dilihat dalam lima tahun
terakhir, persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten
mengalami fluktuatif dari 84,7 persen tahun 2014 naik menjadi 91,1 persen pada
tahun 2015 lalu turun lagi menjadi 87,3 persen pada tahun 2016 kemudian naik
menjadi 99,2 persen pada tahun 2017 dan turun lagi pada tahun 2018 sebesar 92,8
persen seperti terlihat pada grafik berikut :
Grafik 17 : Persentase Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Kompeten di Kabupaten Musi Banyuasin Selama 5 (lima)
Tahun 2014 s/d 2018
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
75
80
85
90
95
100
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 61
Dilihat dari grafik diatas Persentase Persalinan Tenaga Kesehatan yang ada
di Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2018 sebesar
92,8%, yang tertinggi di Kecamatan Babat Toman sebesar 99,9%, Kecamatan
Tungkal Jaya sebesar 98,57% dan Kecamatan Lalan sebesar 94,95% dan yang
terendah Kecamatan Sanga Desa sebesar 84,7%.
Upaya yang dilakukan untuk peningkatan persentase pertolongan
persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten adalah :
1. Menyediakan akses & pelayanan kegawatdaruratan kebidanan & bayi baru
lahir dasar di tingkat Puskesmas (PONED), serta pelayanan kegawatdaruratan
obstetric & neonatal komprehensif di Rumah Sakit (PONEK);
2. Penyediaan anggaran terkait dengan Jampersal & Jamkesmas yang telah
bertransformasi ke dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);
3. Meningkatnya cakupan ANC (ante natal care) sehingga ibu hamil bersalin ke
tenaga kesehatan;
4. Menetapkan kebijakan tentang seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga
kesehatan & diupayakan di fasilitas kesehatan;
5. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melakukan persalinan dengan
bantuan tenaga kesehatan atau di fasilitas kesehatan, penggunaan stiker P4K
(Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) yang sudah
berjalan dengan baik;
6. Peningkatan penempatan tenaga kesehatan, sampai dengan tingkat desa, yaitu
dengan penempatan bidan di desa yang benar-benar tinggal didesa,
pembangunan Poskesdes dan pelaksanaan program Desa Siaga yang
meningkatkan akses masyarakat termasuk ibu hamil terhadap pelayanan
kesehatan dan berbagai program lainnya.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 62
6.1.2.2 Cakupan Pelayanan Nifas
Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai
6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini
komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu
nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan waktu :
a. Kunjungan nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari :
b. Kunjungan nifas kedua (KF2) dilakukan pada 4 hari sampai dengan 28 hari
setelah persalinan ;
c. Kunjungan nifas ketiga (KF3) dilakukan 29 hari sampai dengan 42 hari
setelah persalinan.
Pelayanan kesehatan bagi Ibu Nifas tahun 2018 yaitu 88,5% sedikit
menurun dari tahun 2017 yang sudah mencapai 100%. Untuk melihat cakupan
pertolongan ibu nifas oleh tenaga kesehatan menurut wilayah puskesmas di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
Grafik 18 : Cakupan Pelayanan Nifas oleh Tenaga Kesehatan menurut wilayah
Puskesmas Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
658 759 513
270 194 215 195 152 120
494 395
896 882 706
408 399 380 248
1.089
503 418
1.650
344 326 476 450 375 258
668 751
510
258 194 215 190 137 110
494 379
706 813 706
401 399 375 230
1.090
503 420
1.642
338 326 478 450
366 219
650 731
508
250 194 215 182
137 115
493
378
706 732 706
360 356 370
218
1.061
503 417
1.632
435 312
446 450 359
220
0
1.000
2.000
3.000
4.000
5.000
6.000 KF1 KF2 KF3
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 63
Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan Kesehatan yang dilakukan
kepada Ibu salah satunya adalah Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas yang pada
Tahun 2018 sudah dilaksanakan dengan hasil sebesar 92,8 %, selain itu juga
dilakukan pemberian Tablet Tambah darah pada masa kehamilan untuk
menghindari dampak buruk yang timbul akibat anemia pada ibu hamil serta
prevalensi anemia pada Ibu Hamil yang cukup tinggi di Indonesia yang mencapai
40%. Cakupan distribusi Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil yaitu sebesar 88,9
% yang masih kurang sedikit dibawah target sebesar 95 % hal tersebut disebabkan
rasa mual pada saat mengkonsumsi Fe tablet serta ketersediaan tablet tambah
darah yang masih kurang di Puskesmas, disamping itu pula Imunisasi kepada Ibu
Hamil juga telah dilakukan dengan realisasi Imunisasi pada Ibu Hamil yaitu
sebesar 73,7% sudah cukup maksimal dengan kondisi luasnya wilayah kerja pada
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin.
6.1.2.3 PERSENTASE PESERTA KB
Keberhasilan program KB biasanya diukur dengan beberapa indicator,
diantaranya Proporsi Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi, Persentase
cakupan peserta KB Aktif terhadap PUS, dan Persentase Peserta KB baru metode
kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Persentase KB baru sebanyak (4,5 %)
sedangkan peserta KB aktif sebanyak (30,7%) pada tahun 2018. Hal ini masih
dibawah target yang diharapkan, sementara target yang harus dicapai IS 2022
sebesar 80 %.
Persentase KB aktif berdasarkan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja
Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2018 adalah memakai Kondom sebanyak
(3,9%), Pil (16%), Suntik (61%), AKDR ( 4,5%), MOP (0,1%) implant (14%),
MOWsebanyak (0,5%).
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 64
Grafik 19 : Metode Kontrasepsi KB Aktif Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : BKKBN Kabupaten Muba Tahun 2018
Untuk Persentase KB pasca persalinan berdasarkan metode kontrasepsi di
Wilayah Kerja Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2018 adalah memakai
Kondom sebanyak (52,9%), Pil (23,2%), AKDR ( 0,6%), implant (21,4%),
MOWsebanyak (1,8%) dapat dilihat dibawah ini ;
Grafik 20 : Metode Kontrasepsi KB Pasca Persalinan Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : BKKBN Kabupaten Muba Tahun 2018
0500
1.0001.5002.0002.5003.0003.5004.000
KONDOM SUNTIK PIL AKDR IMPLAN
0
50
100
150
200
250
300
350
0
321
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17
2 0 0 0 0 0 0 1 10 0 0 0 0 0 0
0 11 0 0 0 0 0 8 3
28
0 0 26
4 0 0 0 19 17
0 0
38
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 2 1 0 0
53
0 0 29
8 0 0 0 0 0 0 2
47
0 0 0 0 0 0
KONDOM PIL AKDR MOW IM PLAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 65
6.1.2.4 Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan
Ibu hamil yang memiliki risiko tinggi (Risti) atau komplikasi yang
memerlukan pelayanan kesehatan yang lebih optimal, karena terbatasnya
kemampuan baik tenaga dan peralatan di desa atau puskesmas maka perlu
dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. Persentase
ibu hamil resiko tinggi/ komplikasi yang ditangani di Kabupaten Musi Banyuasin
dapat dilihat dari grafik berikut :
Grafik 21 : Persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi Yang Ditangani
Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2014-2018
Sumber : Kesga Dinkes Muba Tahun 2014-2018
Dari grafik tersebut diatas persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi
yang ditangani pada Tahun 2018 yaitu 28,5% lebih meningkat dibandingkan
Tahun 2017 yaitu yang hanya sebesar 26,72%.
69,6
43,1
36,8
26,72
28,5
2014
2015
2016
2017
2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 66
Persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi yang ditangani menurut
wilayah puskesmas pada tahun 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini :
Grafik 22 : Persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi Yang Ditangani Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa Persentase Ibu Hamil Risiko
Tinggi/ Komplikasi yang ditangani di beberapa Puskesmas lebih rendah /
menurun dibanding tahun sebelumnya, namun hal ini mungkin disebabkan
karena pelaporan dari pengelola data di Puskesmas yang masih belum lengkap
dan belum mengerti dalam membuat laporan yang dapat dilihat pada tabel profil
nomor 30.
6.2 KESEHATAN ANAK
Menurunnya angka kematian bayi dan anak serta meningkatnya angka
harapan hidup mengindikasikan meningkatnya derajat kesehatan penduduk.
Angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator
utama dalam mengukur derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian anak baik
bayi ataupun balita di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah banyak
mengalami penurunan dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian sudah
dapat dieliminasi.
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800 JUMLAH IBU HAMIL PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 67
RPJMN tahun 2019 sebesar 306/100.000 kelahiran, hal ini berdasarakan
Base Line data SDKI 2012 AKI sebesar 359/100.000 KH, masih jauh untuk dapat
dicapai, Angka ini kalau dibandingkan dengan hasil SUPAS 2015 sudah mencapai
target RPJMN 2019, Namun kita masih tetap waspada. Untuk Angka Kematian
Neonatal (AKN) mengalami stagnansi sejak tahun 2012 dan terakhir berdasarkan
SDKI 2015 Angka Kematian Neonatal masih 19 per 1.000 Kelahiran hidup.
Kesehatan neonatal sangat terkait dengan Kesehatan Keluarga.
6.2.1 JUMLAH KEMATIAN NEONATAL /1000 KELAHIRAN HIDUP
Jumlah Kematian Neonatal pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin
adalah 51 kasus atau masih sebesar 8,39/1000 kelahiran hidup naik jika
dibandingkan tahun 2017 yang hanya sebanyak 35 kasus dan masih diatas target
Provinsi dan Nasional, sedangkan jumlah Kematian Bayi di Kabupaten Musi
Banyuasin sampai dengan bulan Desember 2018 mencapai 51 kasus atau sebesar
8,39/1000 kelahiran hidup , naik sedikit jika dibandingkan tahun 2017 sebanyak
49 kasus. Kasus kematian bayi tertinggi ada di Kecamatan Babat Toman dengan
kematian sebanyak 9 kasus, kemudian diikuti oleh Kecamatan Sanga Desa dan
Kecamatan Sungai Keruh serta Kecamatan Batang Hari Leko dengan 7 kasus dan
Kecamatan Lais dengan 5 kasus. Sedangkan kasus kematian neonatal terendah
terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin.
Jumlah Kematian Neonatal di Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada
grafik berikut ini :
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 68
Grafik 23 : Jumlah Kematian Neonatal di Kab. Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
Penyebab kematian neonatal dan post neonatal sesuai analisa data
disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung yang kesemuanya
membutuhkan intervensi efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan
kesehatan neonatal yang meliputi pelayanan kesehatan reproduksi, maternal dan
neonatal. Penyebab lain adalah tenaga kesehatan yang belum kompoten dalam
penanganan kasus kegawatdaruratan pada neonatal, akses pelayanan yang sulit
untuk penanganan neonatal dengan kasus BBLR, sarana dan prasarana penunjang
yang belum lengkap di fasilitas rujukan baik puskesmas maupun RSUD
kabupaten Musi Banyuasin.
6.2.2 JUMLAH KEMATIAN BAYI DAN BALITA /1000 KELAHIRAN HIDUP
Jumlah Kematian Bayi pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin
adalah 51 kasus atau masih sebesar 8,39/1000 kelahiran hidup naik jika
dibandingkan tahun 2017 yang hanya sebanyak 49 kasus dan masih diatas target
Provinsi dan Nasional. Kasus kematian bayi tertinggi ada di Kecamatan Babat
Toman dengan kematian sebanyak 9 kasus, kemudian diikuti oleh Kecamatan
Sanga Desa dan Kecamatan Sungai Keruh serta Kecamatan Batang Hari Leko
7
9
3
5
2
0
3
0 0
7
2
0 0
1
0
3
0
2 2 2
0 0
3
0 0 0 0 0 0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 69
dengan 7 kasus dan Kecamatan Lais dengan 5 kasus. Sedangkan kasus kematian
bayi terendah terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin.
Penyebab tingginya jumlah kasus kematian ini juga disebabkan manajemen
program yang belum terlaksana sesuai sistem manajemen yang baik, diantaranya :
Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal, sehingga seluruh kematian maternal dan
neonatal dapat terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah bejalan
dengan baik.
Berdasarkan data laporan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) jumlah
kematian Balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sebanyak 51 orang,
jumlah ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 sebanyak 49 orang.
Dengan demikian indikator kinerja jumlah kematian Balita pada tahun 2018 masih
belum mencapai target RPJMD tahun 2018 dengan persentase capaiannya sebesar
96,3%.
Jumlah kematian Balita pada tahun 2018 sebanyak 51 orang, jumlah ini
mengalami kenaikan jika dibanding tahun 2017 sebanyak 49 orang.Jumlah
Kematian Balita pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin adalah 51 kasus
atau masih sebesar 8,39/1000 kelahiran hidup naik jika dibandingkan tahun
2017 yang hanya sebanyak 49 kasus dan masih diatas target Provinsi dan
Nasional. Kasus kematian balita tertinggi ada di Kecamatan Babat Toman dengan
kematian sebanyak 9 kasus, kemudian diikuti oleh Kecamatan Sanga Desa dan
Kecamatan Sungai Keruh serta Kecamatan Batang Hari Leko dengan 7 kasus dan
Kecamatan Lais dengan 5 kasus. Sedangkan kasus kematian balita terendah
terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin.
Beberapa program dan kegiatan yang masih menjadi prioritas untuk
menurunkan angka kematian Bayi dan Balita antara lain :
a. Pelaksanaan pemantauan PWS KIA dan surveilans kematian balita di tingkat
kabupaten/kota;
b. Meningkatkan koordinasi lintas sektor dan lintas program balita terintegrasi,
pelaksanaan supervisi dan bimbingan teknis untuk meningkatkan kemampuan
tenaga kesehatan;
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 70
c. Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat desa
dan kelurahan melalui penempatan bidan di setiap desa dan pembangunan
Poskesdes;
d. Program Desa Siaga juga diharapkan akan dapat menekan angka kematian
bayi dan Balita;
e. Integrasi BKB (Bina Keluarga Balita), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan
Posyandu;
f. Manajemen Tumbuh kembang Balita sakit dan Manajemen Tumbuh kembang
Balita;
g. konsorsium kerja sama dengan perguruan tinggi dan swasta untuk
meningkatkan kualitas hidup anak dan penurunan kematian.
6.2.3 CAKUPAN DAN PENANGANAN KOMPLIKASI PADA NEONATAL
Penyebab kematian neonatal dan post neonatal sesuai analisa data
disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung yang kesemuanya
membutuhkan intervensi efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan
kesehatan neonatal yang meliputi pelayanan kesehatan reproduksi, maternal dan
neonatal. Penyebab lain adalah tenaga kesehatan yang belum kompoten dalam
penanganan kasus komplikasi pada neonatal, akses pelayanan yang sulit untuk
penanganan neonatal dengan kasus BBLR, sarana dan prasaran penunjang yang
belum lengkap di fasilitas rujukan baik puskesmas maupun RSUD kabupaten
Musi Banyuasin.
Penyebab kasus kematian yang disebabkan komplikasi ini juga disebabkan
manajemen program yang sudah terlaksana sesuai sistem manajemen yang baik,
diantaranya : Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal, sehingga seluruh kematian
maternal dan neonatal dapat terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang
sudah bejalan dengan baik.
Beberapa program dan kegiatan yang masih menjadi prioritas untuk masa yang
akan datang adalah :
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 71
a) Melakukan pelatihan bagi bidan desa mengenai penatalaksanaan asfiksia pada
bayi baru lahir, serta mengenalkan metode kanguru untuk perawatan bayi
prematur maupun bayi BBLR;
b) Memberikan pelatihan inisiasi dini dan ASI eksklusif pada dokter anak
sehingga mereka bisa menjadi motivator laktasi kepada ibu baik di tempat
praktek swasta maupun negeri tempat dokter anak tersebut bertugas;
c) Menghidupkan kembali Posyandu, karena Posyandu ditujukan untuk
mengamati status gizi Balita selama umur 0-5 tahun. Untuk menjaga asupan
gizi pada Balita juga diberikan makanan tambahan seperti bubur kacang hijau
dan juga susu;
d) Peningkatan Perawatan Antenatal (kunjungan antenatal pertama, jumlah
pemeriksaan kehamilan & kualitas perawatan antenatal);
e) Peningkatan perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi bayi dari keluarga
miskin, karena kondisi kesehatan & gizi bayi tersebut secara umum jauh lebih
rendah;
f) Pelaksanaan pemantauan PWS KIA dan surveilans kematian bayi di tingkat
kecamatan;
g) Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat desa
dan kelurahan melalui penempatan bidan di setiap desa dan pembangunan
Poskesdes;
h) Penerapan Program Desa Siaga juga diharapkan akan dapat menekan angka
kematian bayi;
i) Pelaksanaan program P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan
Komplikasi);
Jumlah perkiraan komplikasi Neonatal pada Tahun 2018 sebanyak 2.090
kasus dengan komplikasi yang tertangani di Puskesmas sebesar 284 kasus atau
hanya sebesar 13,6 % dan sisanya dirujuk ke RSUD sekayu. Komplikasi Neonatal
tersebut tidak dapat selalu diduga sebelumnya, oleh karena itu kasus tersebut
harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi Neonatal tersebut dapat
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 72
segera dideteksi dan ditangani. Jumlah Cakupan yang masih rendah tersebut
disebabkan karena petugas kesehatan di lapangan belum memahami terlalu
mendalam tentang definisi operasional penanganan komplikasi Neonatal tersebut
sehingga di dalam penanganan masih belum maksimal, kedepan akan kita
upayakan semaksimal mungkin untuk melakukan pembinaan tenaga kesehatan
secara berjenjang dari fasilitas yang mampu memberikan pelayanan seperti
poskesdes, pustu, puskesmas agar kapasitas tenaga kesehatan lebih meningkat
dan berkualitas lagi.
6.2.4 PERSENTASE BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)
Pencapaian dari indikator status gizi masyarakat tahun 2018 dilihat dari
kasus bayi BBLR (kurang dari 2.500 gram) yang merupakan salah satu faktor
utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR
dibedakan dalam 2 kategori yaitu : BBLR karena prematur (usia kandungan
kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena intrauterine growth retardation
(IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetap berat badannya kurang. Pada
negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk,
Anemia, Malaria dan menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum
konsepsi atau pada saat hamil.
Dari jumlah bayi lahir yang ditimbang pada tahun 2018 jumlah kasus berat
badan lahir rendah (BBLR) yang dilaporkan sebesar 139 kasus. Kasus BBLR di
Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 seperti dilihat pada Grafik berikut.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 73
Grafik 24 :
Jumlah Kasus Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018
6.2.5 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI DAN BALITA
Kegiatan Pelayanan Bayi dan Balita yang dilaksanakan di Fasilitas
Kesehatan antara lain yaitu Pemantauan Pertumbuhan, Penyuluhan Gizi dan Asi
Eklusif, Imunisasi campar/Mr pada bayi, Pemberian Obat Gizi dan Vitamin A
pada bayi dan anak Balita, Pemberian MP-ASI dan Penimbangan dan Usaha
Penurunan Balita Gizi Kurang. Di samping itu para kader dapat melaksanakan
pelacakan kelainan gizi (misalnya gizi buruk) dan pendampingan kasus gizi
buruk. Cakupan penimbangan (D/S) balita di posyandu merupakan indikator
yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan
kesehatan dasar khususnya imunisasi serta prevalensi gizi kurang. Semakin tinggi
cakupan D/S maka akan semakin tinggi pula cakupan vitamin A, cakupan
imunisasi dan semakin rendahnya prevalensi gizi kurang.
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
666 762
537
292 197 228 199 207
127
500 395
896 826
710
408 398 388
248
1.084
503 425
1.701
345 326
468 450 385
259
0 21 1 0 1 1 1 0 0 27 3 0 8 0 0 3 1 15 2 1 3 22 6 0 23 0 0 0
JUMLAH LAHIR HIDUP BBLR
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 74
Cakupan D/S tahun 2018 belum mencapai target 85%, yaitu baru mencapai
69,2% dengan rincian 69,5% pada balita laki-laki usia 0-23 bulan dan 68,8% pada
balita perempuan usia 24-59 bulan. Angka ini mengalami penurunan
dibandingkan tahun 2017 (89,1%). Cakupan D/S yang belum mencapai target
antara lain disebabkan efektifitas kegiatan posyandu dan kegiatan luar gedung
puskesmas belum optimal. Puskesmas dengan cakupan D/S rendah adalah
Puskesmas Bandar Agung (0%) karena tidak mengirimkan Laporan sehingga
dianggap Program tidak berjalan, sedangkan Puskesmas dengan cakupan
tertinggi adalah Puskesmas Karang Mukti yaitu sebesar (91,3%).
Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam
melindungi bayi sehingga kesehatannya terjamin melalui pelayanan kesehatan.
Cakupan kunjungan bayi ini Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan
paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada
umur 3 – 5 bulan, dan satu kali pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 –
11 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.
6.2.5.1 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL
Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari. Indikator KN1 adalah cakupan
neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 - 48 jam setelah
lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini dapat diukur
melalui akses / jangkauan pelayanan kesehatan Neonatal. Persentase bayi baru
lahir yang mendapatkan pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) adalah :
Persentase bayi baru lahir umur 6 - 48 jam yang mendapatkan pelayanan
kesehatan neonatal esensial dengan menggunakan pendekatan MTBM. Indikator
ini dapat diukur melalui akses / jangkauan pelayanan kesehatan Neonatal.
Cakupan Neonatal pertama (KN1) di Kabupaten Musi Banyuasin sampai dengan
bulan desember tahun 2018 adalah 98,1%, bila dibandingkan dengan tahun 2017
cakupan KN1 (94,6%) sedikit mengalami kenaikan yaitu sebesar 3,5% dan bila
dibandingkan dengan target 2017 maka cakupan pelayanan KN1 sudah mencapai
target 2018.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 75
Grafik 25 : Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018
Pada gambar diatas terlihat capaian pelayanan pertama Neonatus (KN1) tertinggi
terdapat di Kecamatan Lalan dengan pencapaian 112,75%, Kecamatan Sekayu
dengan 103,5%, lalu diikuti Kecamatan Babat Toman 101%, sedangkan yang
mencapai 100% adalah Kecamatan Jirak Jaya, Kecamatan Lawang Wetan,
selanjutnya Kecamatan Sungai Keruh dan Kecamatan Lais sebesar 99,4% dan
beberapa Kecamatan yang sudah diatas 90%. Sedangkan capaian terendah
terdapat di Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 73,23%, Kecamatan Babat Supat
sebesar 84,3% dan Kecamatan Bayung Lencir yaitu sebesar 89,45%.
6.2.5.2 PERSENTASE BAYI DIBERI ASI EKSLUSIF
Pemberian ASI oleh ibu pada bayi sedini mungkin setelah melahirkan
dapat menghindarkan bayi dari penyakit infeksi dan alergi. Pemberian ASI tanpa
makanan dan minuman lain dianjurkan minimal 6 bulan, hal ini yang disebut
sebagai pemberian ASI secara eksklusif. Pemberian ASI dapat diteruskan sampai
bayi berusia 2 tahun.
0
500
1.000
1.500
2.000 KUNJUNGAN NEONATAL 1 KALI (KN1)
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 76
Berdasarkan pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013
cakupan pemberian ASI eksklusif pada seluruh bayi dibawah 6 bulan (0–6 bulan)
hanya 30,2%. Target pemberian ASI Eksklusif tahun 2018 menurut RPJMN adalah
44%. Cakupan pemberian ASI Eksklusif yang terhimpun menurut laporan ASIE di
di Dinkes Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 mengalami penurunan yang
cukup signifikan yaitu penurunan sebesar 25,35% menjadi (30,7%) dibandingkan
tahun 2017 (56,05%) dan juga belum mencapai target RPJMN.
Berdasarkan Wilayah Kerja per-Kecamatan, masih banyak Kecamatan yang
belum mencapai target capaian Kinerja Pemberian ASI Eksklusif. Rincian dapat
dilihat pada grafik. Rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan dapat
disebabkan masih kurangnya pemahaman masyarakat bahkan petugas kesehatan
tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI Eksklusif kepada bayi usia 0-6
bulan, adanya promosi yang intensif susu formula, pemantauan sulit dilakukan,
pencatatan dan pelaporan yang kurang tepat, masih kurangnya konselor ASI di
lapangan, RS, Klinik Bersalin belum sayang bayi, belum adanya sanksi tegas bagi
RS/Klinik Bersalin/Bidan Praktek Swasta yang belum sayang bayi, dan masih
banyak RS yang belum melakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya, serta
masih rendahnya Inisiasi Menyusu Dini (IMD).
Grafik 26 : Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Per Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018
0
200
400
600
800
1.000 BAYI USIA < 6 BULAN DIBERI ASI EKSKLUSIF
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 77
Pemberian ASI oleh ibu pada bayi sedini mungkin setelah melahirkan
dapat menghindarkan bayi dari penyakit infeksi dan alergi. Pemberian ASI tanpa
makanan dan minuman lain dianjurkan minimal 6 bulan, hal ini yang disebut
sebagai pemberian ASI secara eksklusif. Pemberian ASI dapat diteruskan sampai
bayi berusia 2 tahun. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu
dengan segera setelah dilahirkan. Prinsip IMD yaitu SKIN TO SKIN (bayi diletakan di
dada ibu kemudian merayap mencari puting susu), sucking (menghisap hingga
puas) dan berlangsung ±1 jam. Pentingnya melakukan IMD salah satunya untuk
mendapatkan kolostrum. Kolostrum adalah ASI pertama keluar yang berwarna
kekuning-kuningan dan kental yang banyak mengandung zat kekebalan tubuh
(antibodi). Kesuksesan melakukan IMD turut menentukan keberhasilan
pemberian ASI Eksklusif. Cakupan IMD Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018
sebesar 53,9% dan telah mencapai target RPJMN tahun 2018 (44%).
6.2.5.3 PERSENTASE DESA/KELURAHAN UCI
UCI Desa merupakan indikator penting dalam program imunisasi. Sesuai
KEPMENKES RI nomor 482 tahun 2010, target UCI Desa tahun 2018 adalah > 86
%. Artinya target UCI tercapai bila minimal 86% desa/kelurahan di
kabupaten/kota bayi-bayinya telah mendapat imunisasi lengkap, mulai dari HbO
pada usia < 7 hari hingga imunisasi campak pada usia 9 bulan sebagai imunisasi
rutin terakhir. Cakupan UCI Desa tahun 2018 Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi
Sumatera Selatan adalah 91,7 %, artinya masih berada di atas target rata-rata
nasional (86 %). Pencapaian UCI Desa merupakan salah satu Indikator Penting
pencapaian Indonesia Sehat dan salah satu target penting dalam pencapaian
MDGs. Sebagai perbandingan, cakupan Desa UCI dalam 3 (tiga) tahun terakhir.
Indikator Kinerja
Capaian Tahun 2018
Satuan Target Realisasi %
1 Persentase desa yang mencapai UCI Desa 242 222 91.7
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 78
Persentase desa yang mencapai UCI pada tahun 2018 ditargetkan 95 persen
dan terealisasi 91,7 persen atau sebesar 96,53 persen. Jika dibandingkan dengan
target yang ditetapkan pada tahun 2018, maka hasil capaian belum mencapai
target Renstra 2018 yaitu 100% Desa UCI.
Jika dilihat dalam lima tahun terakhir, persentase desa yang mencapai UCI
mengalami fluktuatif dari 95,8 persen tahun 2014 turun menjadi 90,42 persen
pada tahun 2015 turun menjadi 90 persen pada tahun 2016, naik lagi menjadi
90,83 tahun 2017 dan naik lagi sedikit menjadi 91,7 persen pada tahun 2018, hal
ini dapat terlihat pada grafik berikut ;
Grafik 27 : Persentase Desa yang Mencapai UCI di Kabupaten Musi Banyuasin Selama 5 (lima) Tahun 2014 s/d 2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
Dilihat dari grafik Persentase Desa yang mencapai UCI Tahun 2018 sebesar
90,9%, dari grafik di atas terlihat bahwa dari tahun ke tahun cakupan UCI Desa di
Kabupaten Musi Banyuasin terjadi fluktuasi dan tidak stabil. Hal ini perlu
mendapat perhatian lebih lanjut, apalagi sebagian petugas imunisasi Kabupaten
dan Puskesmas beberapa orang ada yang belum dilatih mengenai program
87,0
88,0
89,0
90,0
91,0
92,0
93,0
94,0
95,0
96,0
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 79
imunisasi, baik teknis program maupun cold chain. Desa yang mencapai UCI
yang sudah mencapai 100% adalah Kecamatan Sanga Desa, Kecamatan Babat
Toman, Kecamatan Lawang Wetan, Kecamatan Lais, Kecamatan Babat Supat,
Kecamatan Bayung Lencir dan Kecamatan Tungkal Jaya, sedangkan yang
terendah pada Kecamatan Plakat Tinggi yang hanya mencapai Kinerja Desa UCI
sebesar 63,06%.
Upaya yang dilakukan untuk Meningkatkan Persentase Desa yang
mencapai UCI adalah :
1. Strategi : pemerataan UCI memanfaatkan PWS, Area Spesific Implementation,
pendekatan resiko, meningkatkan pelayanan, vaksin kombinasi, dan
meningkatkan kemitraan;
2. Peningkatan kapasitas SDM pengelola program imunisasi;
3. Manajemen yg baik pengelolaan program imunisasi terutama di tingkat
Puskesmas;
4. Tercapainya Imunisasi dasar secara lengkap;
5. Adanya koordinasi lintas sector dan program;
6. Tersedianya fasilitas & infrastruktur yang adekuat;
7. Kesadaran & pengetahuan masyarakat dalam memberikan Imunisasi
Lengkap;
8. Pemberdayaan masyarakat melalui TOGA, TOMA, aparat desa & kader;
9. Petugas Puskesmas melakukan sweeping dan penyuluhan;
Pada tahun 2018, UCI desa mencapai 90,9 %, artinya sudah berada di atas
target rata-rata nasional (86 %), tetapi jika dilihat per-Kecamatan masih ada yang
dibawah target cakupan yaitu Kecamatan Plakat Tinggi (63,06%), dan Kecamatan
Batang Hari Leko (68,23%). Hal ini disebabkan karena kesulitan dalam mencapai
imunisasi Hb0 < 7 hari yang mana masuk dalam target UCI Desa, dengan
berbagai kendala yang mana orang tua anak masih kurang menyadari pentingnya
Imunisasi pada anak, dan juga akses menuju pelayanan kesehatan yang jauh.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 80
Untuk Pelaksanaan BIAS yang merupakan salah satu kegiatan rutin yang
harus dilaksanakan bekerjasama dengan pihak sekolah dasar/madrasah
ibtidaiyah. Namun demikian masih ada kabupaten/kota yang tidak
melaksanakan BIAS tersebut dengan berbagai permasalahan seperti pihak sekolah
tidak mau bekerja sama dalam melaksanakan BIAS, orang tua murid yang
keberatan jika anaknya di imunisasi, dan murid sendiri yang tidak mau di
imunisasi karena takut.
Grafik 28 : Hasil Cakupan Imunisasi Rutin Kabupaten Muba Tahun 2018
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
JUMLAH LAHIR HIDUP < 24 Jam 1 - 7 Hari BCG
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 81
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800JUMLAH BAYI(SURVIVING INFANT)
DPT-HB-Hib3 POLIO 4* CAMPAK/MR IMUNISASI DASAR LENGKAP
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000JUMLAH BADUTA DPT-HB-Hib4 CAMPAK/MR2
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 82
Pada tabel di atas terlihat untuk imunisasi BCG sebagai indikator
aksesibilitas program, dari target >95 %, terdapat 3 (tiga) kecamatan yang belum
mencapai hasil yang diharapkan, yaitu Kecamatan Plakat Tinggi yang hanya
sebesar (81.16%), Kecamatan Batang Hari Leko (91,3%), dan Kecamatan Lais
sebesar (94%). Untuk cakupan DPT/HB 3 dari target >95%, sudah 11
kabupaten/kota yang mencapai target, sedangkan 4 (empat) Kecamatan yang
belum mencapai hasil yang diharapkan, yaitu Kecamatan Sungai Keruh (88,8%),
Kecamatan Babat Toman (90,7%), Kecamatan Batang Hari Leko (92,8%) dan
Kecamatan Lais sebesar (93,46%). Untuk cakupan imunisasi campak sebagai
indikator tingkat perlindungan program targetnya adalah >95%, sudah 15
kabupaten/kota telah mencapai target tersebut, Sedangkan 3 (tiga) Kecamatan
belum mencapai target yaitu Kecamatan Keluang yang hanya sebesar (61%),
diikuti Kecamatan Sungai Keruh (86,2%), dan KecamatanBatang Hari Leko
sebesar (88,5%).
6.2.5.4. CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK/MR PADA BAYI
Dalam rangka menurunkan kasus-kasus penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I) salah satu kegiatannya adalah surveillance dan
imunisasi terus dilaksanakan. Untuk pemberantasan/pencegahan kasus Folio,
selain kegiatan imunisasi, juga dilaksanakan surveillance AFP (Accute Flaccid
Paralysis) untuk menemukan kasus polio liar (AFP). Pada tahun 2018 ditemukan 6
kasus AFP (Accute Flaccid Paralysis) .
Beberapa kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)
seperti Hepatitis B, Polio dan juga Campak. Pada tahun 2018 ini di Kabupaten
Musi Banyuasin penyakit hepatitis B dan Polio tidak ada kasus tetapi terjadi pada
penyakit campak dengan terjadi kasus sebanyak 82 kasus, yang terdapat di
Wilayah beberapa Puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 83
Walaupun Imunisasi Campak pada Bayi telah dilaksanakan untuk
pencegahan, namun penyakit Campak ini tetap sulit dideteksi karena penyakit
tersebut disebabkan oleh Virus dan penularannya adalah melalui udara. Imunisasi
Campak pada Bayi pada Tahun 2018 sudah sangat maksimal dengan Capaian
113,9 % dari Target Bayi yang akan diimunisasi. Dari Total kasus tersebut diatas
memang sangat sulit sekali untuk mendeteksi kejadian penyakit Campak tersebut,
selain itu juga diakibatkan karena masih minimnya kesadaran orangtua
membawa anaknya ke posyandu (pos pelayanan terpadu) atau Puskesmas untuk
memeriksakan anaknya yang terjangkit wabah Campak sehingga tidak sampai
jatuh sakit atau dirawat di rumah sakit yang menjadikan angka itu sendiri tercatat
sebagai penyakit yang telah terjadi di Wilayah Kerja Kabupaten.
6.2.6 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BALITA
a) Prevalensi Gizi Buruk di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Prevalensi gizi buruk di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera
Selatan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan yang cukup berarti.
Berdasarkan dari laporan kegiatan penimbangan bulanan Posyandu di 15
kecamatann selama kurun waktu tahun 2018 ditemukan prevalensi gizi buruk
sebesar 0,005% atau sebanyak 5 orang gizi buruk dari 92.567 Balita. Dari data
tersebut jika dibandingkan dengan target tahun 2018 kurang dari 1% maka
persentase capaian angka gizi buruk sudah mencapai 100%.
Jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2018 mengalami kesamaan dengan
tahun 2017 yaitu sebanyak 5 orang gizi buruk. Pada tahun 2014 jumlah kasus gizi
buruk di Kabupaten Musi Banyuasin sebanyak 24 orang, lalu pada tahun 2015
turun menjadi 6 orang lalu pada tahun 2016 terjadi kesamaan kembali menjadi 6
orang dan turun kembali pada tahun 2017 dan 2018. Pada tahun 2018 jumlah
kasus gizi buruk terjadi di beberapa kecamatan antara lain kecamatan Sanga Desa,
Babat Toman, Bayung Lencir, Babat Supat dan Lawang Wetan dengan kasus
masing-masing sebanyak 1 orang, sedangkan di kecamatan lainnya tidak ada
laporan kasus gizi buruk.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 84
Prevalensi gizi buruk tahun 2018 adalah 0,005% jika dibandingkan dengan
target RPJMD tahun 2018 yaitu kurang dari 1% maka capaian tahun 2018 sudah
memenuhi target yang ditetapkan dengan persentase capaian sebesar 100% lebih.
Capaian tahun 2018 jika dibandingkan dengan target RPJMD tahun 2018 yaitu
kurang dari 1% juga sudah memenuhi target tahun 2018. Capaian tahun 2018 jika
dibandingkan dengan target nasional yaitu kurang dari 1% maka capaian angka
gizi buruk di Kabupaten Musi Banyuasin sudah mencapai target nasional pada
tahun 2018.
Tercapainya target untuk indikator ini disebabkan karena semakin
membaiknya surveilans gizi aktif yang dilaksanakan, semakin meningkatnya
cakupan penimbangan bayi dan balita di Posyandu, adanya program pemberian
makanan tambahan bagi balita keluarga kurang mampu, adanya program
Jamsoskes Muba Semesta dan BPJS yang memberikan jaminan untuk
mendapatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Kabupaten Musi
Banyuasin, termasuk untuk balita yang mengalami gizi buruk serta semakin
membaiknya kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat pendidikan
masyarkat yang semakin tinggi juga ikut berperan dalam menurunkan prevalensi
balita gizi buruk. Berbagai upaya yang dilakukan untuk terus menurukan kasus
gizi buruk antara lain :
a) Penimbangan rutin setiap bulan di Posyandu;
b) Penyuluhan kesehatan dan peningkatan kesadaran bagi orang tua dalam
penyediaan makanan yang sehat dan berimbang;
c) Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang gizi;
d) Peningkatan kemandirian masyarakat dengan penyediaan makanan bergizi
bersama PKK;
e) Pemberian makanan tambahan pendamping bagi keluarga miskin dan
pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK keluarga miskin;
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 85
f) Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan yang bermutu melalui
pembentukan Poskesdes, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan,
penguatan puskesmas dan pembentukan tim kesehatan keliling di daerah
terpencil;
g) Memperbaiki pola asuh seperti promosi pemberian ASI Ekslusif selama enam
bulan;
Grafik 29 : Kasus Gizi Buruk Tahun 2014 s/d 2018 Dinkes Muba
Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018
b) Persentase Balita Gizi Kurang
Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2018 di 15
kecamatan se Kabupaten Musi Banyuasin, 229 cluster (kelurahan/desa) dengan
jumlah sampel Balita usia 0-59 bulan n = 14.656 Balita, diketahui bahwa persentase
gizi kurang pada tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 3,34%, jika
dibandingkan dengan target renstra tahun 2018 sebesar 100% dari total Gizi buruk
yang ditangani maka persentase capaian tahun 2018 sudah mencapai target yang
ditetapkan karena kasusnya tertangani semua dengan persentase capaian sebesar
100%.
24
6
6 5
5
2014 2015 2016 2017 2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 86
Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita penyebabnya tidak hanya
fakor kesehatan saja tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor diluar kesehatan
seperti faktor sosial ekonomi dan faktor budaya. Upaya yang perlu dilakukan
adalah untuk terus menekan prevalensi gizi kurang di tengah masyarakat dan
mencegah kasus gizi kurang tersebut berlanjut menjadi kasus gizi buruk, terutama
pada bayi dan balita karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhannya. Upaya
yang dilakukan untuk terus menurunkan kasus gizi buruk antara lain :
a) Penimbangan rutin setiap bulan di Posyandu;
b) Penyuluhan kesehatan dan peningkatan kesadaran bagi orang tua dalam
penyediaan makanan yang sehat dan berimbang;
c) Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang gizi;
d) Peningkatan kemandirian masyarakat dengan penyediaan makanan bergizi
bersama PKK;
e) Meningkatkan cakupan pemberian ASI Ekslusif pada bayi dan Balita;
f) Pemberian makanan tambahan pendamping ASI bagi keluarga miskin dan
pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK keluarga miskin;
g) Meperkuat ketahanan pangan dan berkerja sama dengan lintas sektor dalam
hal meningkatkan kemandirian pemenuhan kebutuhan pangan pada keluarga
miskin.
Grafik 30 : Jumlah Balita Gizi Kurang Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500 JUMLAH BALITA0-59 BULAN YANG DITIMBANG
BALITA GIZI KURANG (BB/U)
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 87
c) Persentase Stunting pada Anak Balita
Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek atau sangat
pendek. Stunting terjadi akibat kekurangan gizi dan penyakit berulang dalam
waktu lama pada masa janin hingga 2 tahun pertama dari kehidupan seorang
anak (Black etal.,2008). Adapun keadaan pada Anak dengan stunting yaitu
memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah disbanding dengan anak yang normal
(Grantham-McGregor et al., 2007). Stunting yang terjadi pada anak balita
merupakan factor risiko meningkatnya angkakematian, menurunkan kemampuan
kognitif dan perkembangan motorik rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak
seimbang. Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2018 di 15
kecamatan se-Kabupaten Musi Banyuasin, 229 cluster (kelurahan/desa) dengan
jumlah sampel Balita usia 0-59 bulan n = 14.656 Balita, diketahui bahwa persentase
stunting pada anak Balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sebesar
10,05%. Jika dibandingkan dengan target rentsra tahun 2018 sebesar 15,8% maka
persentase capaian tahun 2018 telah mencapai karena capaian kinerjanya masih
rendah dibandingkan target yang ada.
Grafik 31 : Persentase Stunting pada Balita di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500 JUMLAH BALITA0-59 BULAN YANG DIUKUR TINGGI BADAN
BALITA PENDEK (TB/U)
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 88
Persentase Stunting pada Balita dalam tiga tahun terakhir mengalami trend
fluktuatif penurunan dan kenaikan pada tahun 2018. Pada tahun 2016 sebesar
13,9%, naik menjadi 21,4 pada tahun 2017 dan kembali turun lagi menjadi 10,05%
pada tahun 2018.
Persentase Stunting pada Balita tahun 2018 adalah 10,05% jika dibandingkan
dengan target RPJMD tahun 2018 yaitu 30% maka capaian tahun 2018 sudah
memenuhi target yang ditetapkan dengan persentase capaian tersebut. Capaian
tahun 2018 jika dibandingkan dengan target RPJMN tahun 2018 yaitu 28% sudah
memenuhi target tahun 2018. Bahkan jika dibandingkan dengan persentase
stunting secara nasional sebesar 29,6% maka persentase stunting di Kabupaten
Musi Banyuasin pada tahun 2018 lebih rendah dibandingkan persentase stunting
nasional.
Stunting disebabkan oleh banyak faktor baik secara faktor langsung dan
tak langsung. Faktor langsung ditentukan oleh asupan makanan, berat badan lahir
dan penyakit. Sedangkan factor tak langsung seperti factor ekonomi, budaya,
pendidikan dan pekerjaan, fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor social ekonomi
saling berinteraksi satu dengan yang lainnya seperti masukan zat gizi, berat badan
lahir dan penyakit Infeksi pada anak. Anak-anak yang
mengalami stunting disebabkan kurangnya asupan makanan dan penyakit yang
berulang terutama penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kebutuhan
metabolic serta mengurangi nafsu makan sehingga berdampak terjadi
ketidaknormalan dalam bentuk tubuh pendek meskipun faktor gen dalam sel
menunjukkan potensi untuk tumbuh normal. Upaya yang perlu dilakukan untuk
terus menekan stunting pada Balita antara lain :
a. Penimbangan rutin setiap bulan di Posyandu;
b. Penyuluhan kesehatan dan peningkatan kesadaran bagi orang tua dalam
penyediaan makanan yang sehat dan berimbang;
c. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang gizi;
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 89
d. Peningkatan kemandirian dengan penyediaan makanan bergizi bersama
kelompok PKK;
e. Pemberian makanan tambahan pendamping ASI bagi keluarga miskin dan
pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK keluarga miskin;
f. Pemenuhan kebutuhan gizi pada ibu hamil;
g. Memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak;
h. Suplementasi vitamin A;
i. Penanganan lebih lanjut untuk anak gizi buruk;
j. Suplementasi Fe dan folat untuk ibuHamil.
6.2.7 CAKUPAN PENJARINGAN KESEHATAN SISWA KELAS 1SD/MI,
KELAS 7 SMP/MTS, KELAS 10 SMA/MA
Setiap anak pada usia sekolah dasar maupun lanjutan mendapatkan
skrining kesehatan sesuai standar. Pemerintah daerah Kabupaten wajib
melakukan penjaringan kesehatan kepada anak usia pendidikan dasar terutama
kelas 1 dan kelas 7. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten dalam memberikan
skrining kesehatan anak usia pendidikan dasar dinilai dari cakupan pelayanan
kesehatan pada usia pendidikan dasar sesuai standar di wilayah Kabupaten
dalam kurun waktu satu tahun ajaran.
Standar skrining kesehatan anak usia pendidikan meliputi antara lain :
a. Penilaian Status Gizi ( tinggi badan, berat badan, tanda klinis anemia )
b. Penilaian tanda Vital ( tekanan darah, frekwensi nadi dan nafas )
c. Penilaian kesehatan gigi dan mulut
d. Penilaian ketajaman indera penglihatan dengan poster snellen
e. Penilaian ketajaman indera pendengaran dengan garpu tala
Pada Tahun 2018 pencapaian skrining untuk masing-masing kelas adalah
sebagai berikut yaitu ; Kelas 1 SD/MI dengan Jumlah Pesrta didik sebanyak
18.700 siswa mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 11.887 siswa atau
sebesar 63,6 %, Kelas 2 SMP/MTS dengan Jumlah Pesrta didik sebanyak 15.775
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 90
siswa mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 13.838 siswa atau sebesar 87,7
%, Kelas 10 SMA/MA dengan Jumlah Pesrta didik sebanyak 7.330 siswa
mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 5.666 siswa atau sebesar 77,3 %.
Hasil tersebut sudah cukup baik tetapi belum Optimal karena beberapa factor
antara lain akses menuju ke Sekolah yang cukup jauh serta keterbatasan tenaga
kesehatan yang melakukan skrining serta dana yang masih cukup minim untuk
menunjang kegiatan skrining ini.
Grafik 32 :
CAKUPAN PENJARINGAN KESEHATAN SISWA KELAS 1SD/MI, KELAS 7
SMP/MTS, KELAS 10 SMA/MA
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
0
2000
4000
6000
8000
10000
12000
14000
16000
KELAS 1 SD/MI MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN KELAS 7 SMP/MTS
MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN KELAS 10 SMA/MA MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 91
6.2.8 PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT
Pencapaian pelayanan kesehatan khusus seperti kesehatan gigi dan mulut,
kesehatan kerja dan pelaksanaan UKS di Kabupaten Musi Banyuasin masih sangat
rendah. Dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut tahun 2018 tumpatan gigi
tetap yaitu 281 dan pencabutan gigi tetap yaitu 3.754 sedangkan ratio tumpatan
gigi tetap dan pencabutan gigi tetap adalah 0,1.
Grafik 33 : Pelayanan Kesehatan Gigi Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018
6.3 KESEHATAN USIA PRODUKTIF DAN USIA LANJUT
6.3.1 Pelayanan Kesehatan pada Usia Produktif
Maksudnya adalah Pelayanan Kesehatan pada usia 15 s/d 59 tahun yang
dilakukan di Puskesmas dan Jaringannya atau fasilitas kesehatan yang
bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Standar Pelayanan kesehatan ini
diberikan sesuai dengan kewenangannya oleh :
1. Dokter 3. Bidan
2. Perawat 4. Nutrisionis / Tenaga Gizi
Skrining Pelayan kesehatan ini dilakukan Puskesmas di jaringannya yang
dibentuk bernama Posbindu PTM dengan pelayanan minimal setahun sekali
dengan pelayanan yang diberikan antara lain yaitu :
- Deteksi Kemungkinan Obesitas dilakukan dengan pemeriksaan tinggi dan
berat badan serta lingkar perut.
0
200
400
600
800
TUMPATAN GIGI TETAP PENCABUTAN GIGI TETAP RASIO TUMPATAN/ PENCABUTAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 92
- Deteksi Hypertensi dengan pemeriksaan tekanan darah sebagai pencegahan
primer.
- Deteksi kemungkinan Diabetes Melitus dengan menggunakan tes cepat gula
darah.
- Deteksi gangguan mental emosional dan prilaku.
- Pemeriksaan ketajaman penglihatan.
- Pemeriksaan ketajaman pendengaran.
- Deteksi dini kanker melalui pemeriksaan payudara klinis dan IVA khusus
untuk wanita umur 30 s/d 59 tahun
Pengunjung yang ditemukan menderita kelainan wajib ditangani atau
dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menanganinya.
Grafik 34 : Skrining Kesehatan Masyarakat Kab.Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Yankes Dinkes Muba Tahun 2018
6.3.2 Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut
Pencapaian Kegiatan upaya pelayanan kesehatan yang lain adalah
Pelayanan kesehatan usia lanjut yang sejak beberapa tahun terakhir semakin
ditingkatkan dan menjadi prioritas Departemen Kesehatan dalam peningkatan
upaya kesehatan, hal tersebut dapat dilihat dari arah kebijakan RPJMN 2015 –
2020 yang menempatkan Lanjut Usia bersama dengan peningkatan KIA dan
perbaikan gizi masyarakat sebagai fokus prioritas pertama adalah peningkatan
pencapaian program kesehatan usia lanjut. Jumlah Posyandu Usila semakin
meningkat dan kualitas pelayanannyapun semakin membaik.
0
5.000
10.000
15.000PENDUDUK USIA 15-59 TAHUN MENDAPAT PELAYANAN SKRINING KESEHATAN SESUAI STANDAR BERISIKO
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 93
Cakupan pelayanan kesehatan Usila (60 th +) 2018 yaitu 79,50% lebih tinggi
dari tahun 2017 yaitu 61,95%.
Grafik 35 : Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila Menurut
Puskesmas se-Kab. Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Kesga DinkesMuba Tahun 2018
Dari grafik tersebut terlihat bahwa Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila
menurut Puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sudah cukup baik
dikarenakan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan dirinya ke fasilitas
kesehatan terutama Usia Lanjut tetapi untuk beberapa kecamatan masih belum
sesuai dengan harapan faktornya dikarenakan akses yang cukup sulit dan SDM
yang masih kurang, yang paling tinggi kunjungan Usila terjadi mencapai 213,70%
yaitu Puskesmas Sungai Lilin dan selanjutnya Puskesmas Babat Toman yang
mencapai 108,30% sedangkan pencapaian terendah yaitu di Puskesmas Suka
Damai hanya sebesar 48,00% hal ini disebabkan karna jumlah lansia yang
memang sedikit, akses ke fasilitas kesehatan yang masih buruk serta kesadaran
masyarakat yang masih minim untuk memeriksakan kesehatannya terutama bagi
Usia Lanjut dan bisa dilihat pada table 49 Profil ini.
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500USIA LANJUT (60TAHUN+) MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 94
BAB VII PENGENDALIAN PENYAKIT
7.1 Pengendalian Penyakit Menular Langsung
Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community
based data) yang diperoleh melalui study morbiditas dan hasil pengumpulan data
dari Dinas Kesehatan Kabupaten serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility
based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.
Penyakit menular yang disajikan dalam bagian ini diantaranya Penyakit
Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, Pneumonia, Kusta, Penyakit Menular yang dapat
dicegah dengan Imunisasi (PD3I).
7.1.1 Tuberculosis (TBC)
Penanggulangan dan pengendalian Penyakit TB Paru di Kabupaten Musi
Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan dengan melaksanakan strategi DOTS
(Directly Observed Treatment Short-course), TB Paru merupakan masalah kesehatan,
berdasarkan hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan
bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara regional untuk wilayah Sumatera
adalah 160 per 100.000 penduduk.
Peningkatan pelaksanaan program TB akan meningkatkan beban kerja
program yang dengan sendirinya harus ditunjang dengan peningkatan upaya dan
peningkatan sumber daya termasuk dana. Semua sumber daya yang tersedia baik
APBN, dana kerjasama pemerintah RI dengan organisasi internasional maupun
sumber dana lainnya seperti APBD provinsi, APBD kab/kota harus dapat
bekerjasama lintas program dan lintas sektoral serta peran serta masyarakat terus
ditingkatkan untuk mencapai program.
Program Pengendalian Penyakit TB Paru di Kabupaten Musi Banyuasin
Propinsi Sumatera Selatan telah melaksanakan dengan strategi DOTS (Directly
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 95
Observed Treatment Short-course), TB Paru merupakan masalah kesehatan.
Berdasarkan hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan
bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara regional untuk wilayah Sumatera
adalah 160 per 100.000 penduduk dan berdasarkan survey Prevalensi tahun 2013-
2014 menunjukkan bahwa angka incident semua kasus TB adalah 399/100.000
penduduk atau terdapat 1.000.000 kasus baru TB setiap tahunnya di Indonesia.
Sampai dengan tahun 2018 program penanggulangan TB dengan strategi DOTS
di Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan menjangkau 100%
Puskesmas, demikian juga untuk Rumah Sakit. Persentase orang terduga TBC
yang telah mendapatkan pelayanan sesuai standar sudah mencapai 100 % dengan
CNR semua kasus TBC yaitu 139/100.000 dimana angka kesembuhan TBC
terkonfirmasi bakteriologis ( Pemeriksaan Laboratorium) yaitu baru mencapai
49,3 % dan Pengobatan Lengkap TBC yang hanya 43,3 % tetapi dengan Angka
Keberhasilan TBC sudah sangat baik yaitu mencapai 92,6 % dengan Jumlah
Kematian sebanyak 17 orang.
Tujuan menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,
memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR-TB, Target
program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA
positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua
pasien tersebut serta mempertahankannya.
Untuk mencapai tujuan program P2 TB maka dirumuskan kebijakan sebagai
berikut:
1. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi oleh
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sebagai titik berat manajemen
program dalam kerangka otonomi yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan,
monitoring dan evaluasi serta menjamin keterdiaan sumber daya (dana,
tenaga, sarana dan prasarana).
2. Penaggulangan TB dilaksanakan dengan strategi DOTS.
3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap
program penaggulangan TB.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 96
4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap
peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan
pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah
terjadinya MDR-TB.
5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan
oleh seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes), meliputi Puskesmas,
Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru, BP4, Klinik
Pengobatan lain serta Dokter Praktek Mandiri.
6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama
dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah
dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB
(Gerdunas TB).
7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan dan
jejaring.
8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada
pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.
9. Ketersediaan sumberdaya yang berkompeten dalam jumlah yang memadai
untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.
10. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan rentan
terhadap TB.
11. Penaggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV.
12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.
13. Memperhatikan komitmen Internasional yang termuat dalam MDGs.
Untuk mempermudah analisis data diperlukan indicator sebagai alat ukur
kemajuan Program (marker of progress). Dalam menilai kemajuan atau
keberhasilan program pengendalian TB digunakan beberapa Indikator.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 97
Grafik 36 : CDR (Case Detection Rate)/ Angka Penemuan Kasus TB
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
Angka kejadian TB Resisten obat terutama TB MDR semakin meningkat
setiap tahunnya di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan sejalan
dengan dilaksanakannya program penanggulangan TB MDR menggunakan alat
Tes Cepat Molekuler (TCM) yang dikenal dengan GeneXpert. GeneXpert dapat
menentukan tersangka TB Resisten Obat dengan rentan waktu kurang dari 2 jam,
lebih efektif dibandingkan pemeriksaan dengan menggunakan kultur
menggunakan media dengan rentan waktu lebih dari 1 bulan. Pasien yang
dinyatakan kebal terhadap obat OAT terutama rifampisin dapat dilakukan
tatalaksana lebih baik dan lebih efektif dengan tatalaksana TB MDR dan
mencegah terjadinya penularan TB MDR ke orang lain. Situasi TB MDR di
Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang dinyatakan positif
resisten obat dari beberapa kriteria tersangka resisten obat dapat di lihat pada
grafik dibawah ini:
0
20
40
60
JUMLAH KASUS TUBERKULOSIS PARU TERKONFIRMASI BAKTERIOLOGIS YANG TERDAFTAR DANDIOBATI*)JUMLAH SEMUA KASUS TUBERKULOSIS TERDAFTAR DAN DIOBATI*)
ANGKA KESEMBUHAN (CURE RATE) TUBERKULOSIS PARU TERKONFIRMASI BAKTERIOLOGIS
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 98
Grafik 37 : Angka Keberhasilan Pengobatan TB Paru Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
7.1.2 PNEUMONIA
Pneumonia adalah pembunuh utama Balita di dunia, lebih banyak
dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria, dan Campak. Di dunia
setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena Pneumonia (1
balita/ 15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5 kematian balita, 1
diantaranya disebabkan oleh Pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian ISPA
ini, ISPA/ Pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan, atau The
Forgotten pandemic. Namun tidak banyaknya perhatian terhadap penyakit ini
sehingga Pneumonia disebut juga pembunuh balita yang terlupakan atau The
Forgotten Killer of Children (UNICEF, 2006).
Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan
masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini sering terjadi pada
anak. Berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005, kematian pada Balita
sebagian besar disebabkan karena pneumonia, yaitu sebesar 23,6 %. Episode
penyakit batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan terjadi 3-6 kali per
tahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di
sarana kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30%
0
20
40
60
ANGKA PENGOBATAN LENGKAP(COMPLETE RATE) SEMUA KASUS TUBERKULOSIS
ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN (SUCCESS RATE/SR) SEMUA KASUS TUBERKULOSIS
JUMLAH KEMATIAN SELAMA PENGOBATAN TUBERKULOSIS
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 99
kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit
disebabkan oleh penyakit ISPA.
Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (Infeksi Saluran
Pernapasan Akut) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan merupakan
upaya yang mendukung peningkatan sumber daya manusia serta bagian dari
upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Program ISPA
menitikberatkan pelaksanaan kegiatan penanggulangan pneumonia pada balita.
Hal ini sesuai dengan tekad masyarakat dunia untuk menurunkan kesakitan dan
kematian bayi dan balita karena pneumonia.
Laporan tahunan merupakan salah satu alat untuk mengevaluasi kegiatan
yang telah dilaksanakan selama satu tahun (2018) untuk mendapatkan gambaran
pelaksanaan program ISPA di 15 Kecamatan pada umumnya dan di tingkat
Kabupaten Musi Banyuasin pada khususnya, apakah sudah berjalan sesuai
dengan yang direncanakan dan apakah sesuai dengan yang telah digariskan oleh
kebijakan program. Selain itu, kegiatan ini bertujuan meningkatkan cakupan dan
mutu pelayanan program ISPA di Kabupaten Musi Banyuasin. Berbagai kegiatan
yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin baik
berasal dari dana APBN maupun APBD perlu dievaluasi sehingga diharapkan
dapat meningkatkan kinerja pengelola program P2 ISPA.
Pada tahun 2018 jumlah penemuan kasus Pneumonia Balita pada Program
P2 ISPA Kabupaten Musi Banyuasin adalah 340 kasus atau sebesar 10,2 % dari
target dimana target penemuan penderita sebanyak 3.332 balita. Pada kasus
pneumonia golongan umur <1 tahun sebanyak 99 kasus (2,97%) dan untuk
golongan umur 1-5 tahun sebanyak 219 kasus (6,57 %) dari seluruh kasus
pneumonia. Pada Pneumonia berat untuk golongan umur <1 tahun sebanyak 19
kasus (0,57%) dan pada golongan umur 1-5 tahun sebanyak 40 kasus (1,2%) dari
seluruh kasus Pneumonia Berat. Hasil kegiatan penemuan kasus dapat dilihat
pada tabel terlampir. Dilihat dari realisasi cakupan penderita berdasarkan target
penemuan yang ada persentase tertinggi dicapai oleh kecamatan Jirak Jaya
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 100
(152,8%) sedangkan kecamatan terendah yaitu Kecamatan sungai Keruh dan
Kecamatan Lalan 0 (0%). Belum dapat disimpulkan bahwa rendahnya penemuan
ini didasari oleh memang tidak terdapatnya penderita atau kurang aktifnya
petugas dalam melakukan penemuan kasus dan Pencatatan dan Pelaporan yang
kurang baik.
Grafik 38 : Penemuan Pneumonia Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
7.1.3 Penyakit HIV/AIDS
Kasus HIV/AIDS yang merupakan penyakit yang paling ditakuti terus
mengalami peningkatan di berbagai daerah. Makin tingginya kasus HIV/AIDS di
Indonesia mengharuskan penanganan serta penanggulangan penyakit mematikan
ini lebih serius dari berbagai pihak. Lebih dari 20 ribu kasus AIDS terjadi di
seluruh kota di Indonesia.
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000
20.000
JUMLAH BALITA PERKIRAAN PNEUMONIA BALITA REALISASI PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BALITA
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 101
Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia dalam 8 (delapan) tahun terakhir
telah terjadi perubahan dari low level epidemic menjadi concentrated level epidemic,
terbukti dari hasil survei pada subpopulasi tertentu yang menunjukkan prevalensi
HIV di beberapa Provinsi telah melebihi 5 % secara consisten. Pada tahun-tahun
sebelumnya kegiatan pengendalian diprioritaskan pada pencegahan tetapi dengan
semakin meningkatnya infeksi HIV dan kasus AIDS yang memerlukan
pengobatan ARV (Treatment for prevention), maka strategi pengendalian HIV saat
ini dilaksanakan dengan memadukan pencegahan, perawatan, dukungan serta
pengobatan.
Pada tahun 2007 cara penularan beralih dari penggunaan narkoba suntik
ke heteroseksual yang paling dominan yaitu 53 %. Cara penularan melalui
hubungan heteroseksual nampaknya masih mendominasi temuan kasus sampai
dengan sekarang tahun 2018 dilanjutkan dengan cara penularan melalui
hubungan homoseksual yang meningkat di tahun 2016 dan 2017. Dari data yang
ada, kebanyakan mereka yang berisiko tertular HIV tidak mengetahui akan status
HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau belum, dan oleh karena itu untuk
meningatkan cakupan seoptimal mungkin dan sedini mungkin merupakan suatu
strategi yang sedang dilakukan dengan bekerja sama juga dengan LSM terkait
dalam kegiatan penjangkauan.
Dan dalam rangka pemantauan dan evaluasi upaya program yang telah
dilakukan, pencatatan dan pelaporan program sangatlah penting. Pencatatan dan
Pelaporan yang akurat, valid, dan tepat waktu tentunya akan dapat menjawab
berbagai indikator yang telah ditetapkan baik global maupun nasional.
Kementerian Kesehatan RI telah melaksanakan pencatatan dan pelaporan
program HIV-AIDS dan IMS dengan menggunakan SIHA (Sistem Informasi HIV
dan AIDS) sehingga data yang akurat akan menghasilkan informasi yang sangat
berguna dalam penyusunan perencanaan dalam upaya pengendalian HIV-AIDS
dan IMS di Indonesia.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 102
Di Kabupaten Musi Banyuasin dari 15 Kecamatan hingga saat ini dari 15
Kecamatan yang ada semuanya telah melakukan layanan program HIV-AIDS dan
IMS baik di tingkat Puskesmas maupun RS baik di dukung oleh Global Fund
AIDS maupun dari APBD Kabupaten sendiri. Dan untuk Kecamatan yang sudah
dilakukan advokasi agar dalam waktu dekat dapat membentuk layanan HIV-
AIDS dan IMS dukungan dari APBD, sehingga tercapainya getting 3 zeroes (zero
infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, zero stigma dan diskriminasi).
Di tahun 2013 secara global, sebanyak 12,9 juta orang yang hidup dengan
HIV yang menerima terapi antiretroviral (ART), dimana 11,7 juta orang yang
menerima ART di negara berpenghasilan rendah dan menengah. 11,7 juta orang
yang mendapatkan ART tersebut merupakan 36% dari 32,6 juta orang yang hidup
dengan HIV di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Cakupan pada
anak-anak masih rendah, pada tahun yang sama, kurang dari 1 dalam 4 anak yang
hidup dengan HIV memiliki akses ke ART, dimana 1 dari 3 orang dewasa sudah
mendapatkan ART.
Untuk mempercepat tujuan tercapainya getting 3 zeroes (zero infeksi baru,
zero kematian terkait AIDS, zero stigma dan diskriminasi) dalam upaya kesehatan
masyarakat, maka dikembangkan Layanan Komprehensif Berkesinambungan
(LKB) dengan melibatkan peran aktif komunitas secara berjenjang kohesif dengan
mengedepankan efektifitas dan efisiensi. Pendekatan strategis pemberian obat
ARV secara tepat yang dikenal sebagai Strategic Use of ARV (SUFA) di maksudkan
untuk mempercepat penemuan dan penanganan bagi orang yang terinfeksi HIV
untuk mencapai tujuan pencegahan booster dual protection sekaligus meningkatkan
kualitas hidup dengan pengobatan infeksi HIV.
Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan
pada Program HIV-AIDS dan IMS telah melakukan berbagai upaya di tahun 2018
ini baik dukungan APBD, APBN dan juga dari Global Fund Komponen AIDS
Sumatera Selatan dengan bekerjasama dengan lintas sektor dan lintas program
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 103
terkait. Kegiatan tersebut di uraikan melalui laporan tahunan program HIV-AIDS
dan IMS dengan berbagai kegiatan tahun 2018.
Berdasarkan data terakhir dari Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin sampai dengan Desember 2018 secara kumulatif Orang Dengan HIV
AIDS (ODHA) di Kabupaten Musi Banyuasin pengidap HIV berjumlah 19 orang
dan penderita AIDS berjumlah 16 orang. Pada tahun ini perbedaan antara stadium
HIV dan AIDS tidak terlalu signifikans, menunjukkan bahwa deteksi dini
penanggulangan HIV/ AIDS sudah dilakukan. Informasi mengenai HIV dan
AIDS sudah disampaikan secara kontinue ke semua lapisan masyarakat, terutama
mengenai keberadaan klinik VCT.
Grafik 39 :Jumlah Penderita HIV Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DinkesMuba Tahun 2018
0
2
4
6
8
10
12
14
16
≤ 4 TAHUN 5 - 14 TAHUN
15 - 19 TAHUN20 - 24 TAHUN
25 - 49 TAHUN≥ 50 TAHUN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 104
Pada tahun 2014 sampai 2018 penemuan infeksi baru HIV/ AIDS
cenderung mengalami kenaikan dikarenakan jumlah layanan pemeriksaan HIV
sudah bertambah di RS dan di Puskesmas sehingga rujukan PDP juga dapat cepat
dan terjangkau untuk di akses, peningkatan kasus AIDS akibat 5 atau 10 tahun
yang lalu mengidap HIV yang belum diketahui sejak dini sehingga pada stadium
3 atau stadium 4 baru diketahui di Fasyankes rawat inap.
Baik pengidap HIV maupun penderita AIDS itu tersebara dibeberapa
Kecamatan Babat Toman, Kecamatan Tungkal Jaya, dikarenakan Kecamatan
tersebut merupakan daerah transit Sumatera yang mempunyai tingkat mobilitas
tinggi, ditambah juga dengan tempat hiburan dan penginapan yang banyak dan
juga masih berlangsungnya kegiatan seks berisiko di lokalisasi serta café yang
tidak terpantau, dan ada beberapa Kecamatan sudah ada pengidap HIV sehingga
layanan KTS perlu dikembangkan ke Kecamatan yang belum ada layanan yang
didukung oleh APBD.
Grafik 40 : Jumlah Penderita AIDS Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
KASUS BARU AIDSKASUS KUMULATIF AIDS
JUMLAH KEMATIAN AKIBAT AIDS0
1
2
3
4
5
6
< 1 TAHUN5 - 14 TAHUN
20 - 29 TAHUN40 - 49 TAHUN
≥ 60 TAHUN
KASUS BARU AIDS KASUS KUMULATIF AIDS JUMLAH KEMATIAN AKIBAT AIDS
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 105
Pada bulan Januari sampai dengan Desember 2018 pengidap HIV dan
penderita AIDS banyak ditemukan atau didominasi oleh laki-laki dibandingkan
perempuan, hal ini menujukkan bahwa laki-laki lebih berisiko tertular HIV
dibandingkan dengan perempuan karena pola prilaku seks laki-laki yang suka
membeli seks tanpa menggunakan kondom.
Secara kumulatif pengidap HIV lebih banyak pada kelompok usia 20 – 29
tahun, untuk kasus AIDS lebih banyak pada kelompok usia 30-39 tahun, pada saat
usia produktif sehingga penting sekali upaya pencegahan di fokuskan kepada
kelompok usia 15- 24 tahun dengan memberikan edukasi yang baik dengan
menjelaskan HIV-AIDS sehingga dapat mencegah infeksi baru HIV. Kondisi saat
dilaporkan di RS melalui laporan surveilans AIDS, bahwa penderita AIDS masih
banyak yang masih hidup dibandingkan dengan yang meninggal.
7.1.4 CAKUPAN PELAYANAN PENYAKIT DIARE
Jumlah kasus diare yang ditangani tahun 2018 adalah 3.932 kasus menurun
drastis dibandingkan Tahun 2017 yaitu 12.201 kasus. Sepanjang tahun 2018 tidak
terjadi KLB Diare di Kabupaten Musi Banyuasin.
Jumlah kasus diare yang ditangani menurut wilayah kerja terbanyak di
Wilayah Puskemas Balai Agung dengan jumlah kasus 334 kasus, Puskesmas
Bayung Lencir sebanyak 328 kasus dan Puskesmas Suka Jaya sebanyak 319 kasus.
Sedangkan jumlah kasus diare yang paling sedikit yaitu di Puskesmas Ulak Paceh
(20 kasus) dan Puskesmas Karya Maju (43 kasus), yang dapat dilihat pada tabel
berikut ini :
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 106
Grafik 41 : Jumlah Kasus Diare Yang Ditangani di Puskesmas
Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Bidang P2P Dinkes Muba Tahun 2018
7.1.5 PENYAKIT KUSTA Kusta adalah Penyakit infeksi yang tidak hanya menyerang kulit tetapi juga
jaringan syaraf terutama pada lengan dan kaki. Penyakit Kusta sudah ada sejak
zaman dahulu, penyakit yang mempunyai nama lain penyakit Lepra ini begitu
menakutkan dan memiliki stigma negative di kalangan masyarakat banyak.
Wabah penyakit Kusta ini memberi perhatian penduduk dunia karena penyakit ini
sulit disembuhkan, menyebabkan mutilasi atau hilangnya anggota tubuh yang
terkena juga dapat menular. Bakteri pada Penyakit Kusta terutama menyerang
bagian kulit dan jaringan syaraf perifer (syaraf diluar otak dan sum-sum tulang
belakang), bakteri ini juga menyerang mata dan jaringan tipis yang melapisi
bagian dalam hidung. Gejala utama penyakit kusta berupa bercak perubahan
warna ( menjadi putih seperti panu ) atau lesi pada kulit, berbentuk benjolan yang
tidak hilang setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.
0
10.000
20.000
30.000
40.000
50.000
60.000JUMLAH PENDUDUK DILAYANI
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 107
Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kemenkes, angka kasus kusta di
Indonesia terus menurun, meski relative lambat dan tidak signifikan. Pada Tahun
2017 angka Prevalensi penyakit Kusta di Indonesia mencapai 6,08 kasus per
100.000 penduduk dengan Jumlah kasus sebanyak 15.920 jiwa orang terinfeksi
kusta. Dengan data diatas berarti kita belum bebas dari ancaman penyakit kusta
itu sendiri.
Kasus Kusta pada Kabupaten Musi Banyuasin dalam kurun waktu tahun kerja
2018 didapatkan bahwa angka penemuan baru kasus penderita Kusta adalah
sebanyak 31 orang atau NCDR sebesar 5,1 jiwa / 100.000 penduduk yang
semuanya telah selesai mendapatkan pengobatan. Kasus Kusta pada anak 0-14
tahun juga terjadi dengan total penderita sebanyak 4 orang yang tercatat dari 1
Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin yaitu kecamatan Keluang. Persentase
untuk Cacat tingkat 0 masih tinggi yaitu 67,7 % dan Cacat Tingkat Rendah malah
sebaliknya Cuma sebesar 12,9 %. Adapun Jumlah Penderita Kusta dari tahun 2014
s/ d 2018 dapat kita lihat pada Grafik di bawah ini :
Grafik 42 : Penderita Kusta di Kabupaten Muba Tahun 2014 s.d 2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2014 s.d 2018
31
40
20
16
14
2018
2017
2016
2015
2014
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 108
7.2 PENGENDALIAN PENYAKIT DENGAN IMUNISASI
Pencegahan dan pengendalian penyakit utamanya penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) menjadi prioritas untuk dievaluasi melalui
program surveilans. Adapun penyakit-Penyakit yang diamati adalah surveilans
AFP (surveilans acute flaccid paralysis/AFP), surveilans campak, surveilans
Tetanus Neonatorum, Difteri dan Pertussis. Adapun Tahapan- tahapan
pemberantasan penyakit meliputi tahap Reduksi (menurunkan angka kesakitan
serendah-rendahnya), tahap Eliminasi (menekan sampai sekecil-kecilnya) dan
terakhir tahap eradikasi (membebaskan dunia dari suatu penyakit). Namun tidak
semua penyakit dapat dibebaskan dari bumi. Hal ini terkait dengan beberapa
faktor diantaranya host penyebab penyakit, tersedianya vaksin (pencegahan), sifat
virus/bakteri, dan lain sebagainya.
WHO regional SEAR, mengagendakan eliminasi campak dilaksanakan
mulai tahun ini. Negara Indonesia baru akan melaksanakan pada tahun 2020. Hal
ini terkait masih cukup tingginya klinis campak yang terjadi dimasyarakat.
Namun, Indonesia sudah melaksanakan penguatan surveilans campak sejak
tahun 2006, dan pada tahun 2009 mulai melaksanakan konfirmasi laboratorium
terhadap 20% klinis campak dan saat ini berlaku 50% bagi provinsi dengan klinis
yang masih cukup tinggi (termasuk Provinsi Sumatera Selatan) dan 100% pada
provinsi dengan klinis yang sudah mulai sedikit.
Dalam hal pencatatan dan pelaporan surveilans AFP diintegrasikan dengan
pencatatan dan pelaporan kasus Campak, Tetanus Neonatorum dan Difteri. Hal
ini untuk lebih efektifnya pelaksanaan kegiatan surveilans AFP terutama di unit
pelayanan kesehatan (puskesmas dan rumah sakit).
7.2.1 AFP NON POLIO PER 100.000 PENDUDUK
Dalam rangka menurunkan kasus-kasus penyakit yang dapat dicegah
dengan imunisasi (PD3I), kegiatan yang dilakukan antara lain adalah kegiatan
surveillance dan imunisasi yang terus dilaksanakan.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 109
Untuk pemberantasan/pencegahan kasus Folio, selain kegiatan imunisasi,
juga dilaksanakan surveillance AFP (Accute Flaccid Paralysis) untuk menemukan
kasus polio liar (AFP). Pada tahun 2018 ditemukan 6 kasus AFP (Accute Flaccid
Paralysis). Pencapaian kinerja surveilans AFP tahun 2018 mengalami peningkatan
dalam penemuan kasus AFP non Polio rate dari 5 kasus pada tahun 2017 menjadi
6 kasus pada tahun 2018.
Pemberantasan penyakit Polio, saat ini sudah memasuki tahap eradikasi.
Dimana sudah ada 4 regional yang mendapatkan sertifikasi Bebas Polio yaitu
regional AMRO (America) pada tahun 1994, WPRO (Western Pacifik) tahun 2000
dan EURO (Eropa) pada tahun 2002. Dan pada tahun 2014 regional SEAR (Asia
Tenggara) sudah mendapatkan sertifikasi Bebas Polio pada tanggal 27 Maret
2014. Selanjutnya masih ada 2 Regional lagi yaitu EMRO (East Mediteranian) dan
AFRO (Africa) dimana terdapat 3 negara yang masih endemis terhadap penyakit
Polio yaitu Nigeria, Pakistan dan Afganistan. Namun pada tahun 2016 negara
Nigeria kembali menjadi endemis dengan ditemukannya kasus Polio liar, dimana
pada tahun 2015 Nigeria sempat keluar dari daftar negara endemis sehingga
pada tahun 2015 hanya ada 2 negara yang masih endemis yaitu Afganistan dan
Pakistan. Agenda WHO, pada tahun 2020 dunia diperkirakan dapat mencapai
bebas Polio.
Grafik 43 : Jumlah Kasus AFP Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
0
1
1
2
2
1
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1
2
0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
1
0
1
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 110
7.2.2 CFR DIFTERI
Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri basil
gram positif Corynebacterium diphteriae. Strain nontoksigenik juga dapat
menyebabkan penyakit, tetapi tidak seberat akibat strain toksigenik. Difteri
menjadi salah satu penyakit infeksi yang paling ditakuti karena dapat menjadi
epidemik dengan case fatality rate (CFR) tinggi, terutama pada anak-anak. Sejak
tahun 2011- 2015, Indonesia telah menjadi negara dengan insidens difteri tertinggi
kedua di dunia, yaitu sebanyak 3203 kasus. EPIDEMIOLOGI Penyakit difteri
terdapat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis dengan penduduk
padat dan cakupan imunisasi rendah. Penularan melalui kontak dengan karier
atau individu terinfeksi. Bakteri ditularkan melalui kontak droplet seperti batuk,
bersin, ataupun kontak langsung saat berbicara. Manusia merupakan karier
asimptomatik dan berperan sebagai reservoir C. diphteriae. Transmisi melalui
kontak dengan lesi kulit individu terinfeksi jarang terjadi. Difteri umumnya
menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. Menurut WHO, Asia Tenggara merupakan
wilayah dengan insidens tertinggi di dunia khususnya pada tahun 2005. Indonesia
menempati urutan kasus difteri terbanyak kedua setelah India, yaitu 3203 kasus.
Menurut data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, jumlah kasus difteri
sebanyak 415 kasus dengan kasus meninggal 24 kasus, sehingga CFR difteri
mencapai 5,8%. Kasus terbanyak di Jawa Timur (209 kasus) dan Jawa Barat (133
kasus). Dari seluruh kasus difteri, sebanyak 51% pasien tidak mendapat vaksinasi
sebelumnya. Pada tahun 2016, 59% kasus difteri terjadi pada kelompok umur 5-9
tahun dan 1-4 tahun.
Pada tahun 2018, di Kabupaten Musi Banyuasin terjadi peningkatan kasus
suspek difteri jika dibandingkan pada tahun 2017 dimana pada tahun 2018
terdapat 1 kasus suspek dengan 1 kasus konfirmasi laboratorium positif
Corynebactrium Diphteriae. Pada tahun 2018 terjadi peningkatan penemuan
kasus jika dibandingkan tahun 2017 yang tidak ditemukan kasus. Penyebaran
kasus terjadi di 1 kecamatan dengan jumlah kasus sebanyak 1 kasus suspek dan 1
kasus positif yang ditemukan di kecamatan Tungkal Jaya.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 111
Pencegahan difteri berbasis komunitas paling efektif melalui imunisasi
aktif. Imunisasi primer difteri diberikan bersama toksoid tetanus dan vaksin
pertusis dalam bentuk vaksin DTP sebanyak tiga kali dengan interval 4-6 minggu.
Imunisasi dasar DTP (DTP-1, DTP-2, dan DTP-3) diberikan 3 kali sejak usia 2
bulan (tidak boleh sebelum usia 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Imunisasi
ulangan booster DTP (DTP4) diberikan satu tahun setelah DTP-3 (usia 18-24
bulan) dan DTP-5 saat masuk sekolah usia 5 tahun. Apabila pada usia 5 tahun
belum diberi DTP-5, vaksinasi booster diberi Td sesuai program Bulan Imunisasi
Anak Sekolah (BIAS, SD kelas 1, usia 7 tahun). Vaksinasi booster Td diberikan 2
kali pada program BIAS (SD kelas 2 dan 3). Dosis vaksinasi DTP (DTWP, DTaP,
DT, atau Td) adalah 0,5 mL intramuskular baik untuk imunisasi dasar maupun
ulangan.
7.2.3 JUMLAH PERTUSSIS DAN HEPATITIS B
Pertussis atau sering disebut orang Batuk Rejan adalah penyakit pernafasan
yang menular melalui mulut dan hidup yang biasanya ditandai dengan batuk
parah yang disertai tarikan nafas bernada tinggi. Batuk ini cepat menular namun
vaksin seperti DT dan TD dapat membantu pencegahannya pada anak-anak dan
Dewasa. Bakteri adalah Penyebab utama Pertussis, saat kita melakukan kontak
dengan penderita atau berada dekat orang yang batuk atau bersin ini maka kita
dapat terhirup tetesan kuman yang tersebar lewat udara dan akan masuk ke paru-
paru kita.
Untuk mengtasi Pertussis ini secara dini kita dapat mengobatinya dengan
menggunakan Antibiotik yang dapat membunuh kuman pertussis itu sendiri,
mengurangi gejala, serta mempercepat penyembuhannya. Di Kabupaten Musi
Banyuasin sendiri kasus Penyakit ini telah dilakukan pencegahannya secara
Optimal sehingga tidak terjadinya kasus Penyakit ini karena Unit Layanan
Kesehatan Puskesmas Khususnya sudah melakukan pencegahan dengan
vaksinasi juga pengobatan langsung kepada seseorang yang terduga Pertussis
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 112
dan melakukan Sosialisasi dan Penyuluhan akan berbahayanya kasus penyakit ini
tidak hanya bagi anak dan dewasa, Bayi juga rentan terinfeksi penyakit ini.
Sama halnya dengan Pertussis, di Kabupaten Musi Banyuasin tidak kita
temukan orang yang terinfeksi penyakit Hepatitis B. Sedikit kita ulas tentang
penyakit Hepatiti B ini yaitu, suatu penyakit menular berbahaya yang dapat
menyebabkan KLB dan termasuk masalah kesehatan di Indonesia tak luput
menjadi sorotan pada Kabupaten Musi Banyuasin. Penyakit ini disebabkan oleh
Virus yang dapat menyerang Hati/Limpa dan selanjutnya akan berkembang
menjadi pengerasan hati maupun kanker hati yang akhirnya dapat menyebabkan
kematian. Penyakit ini sulit dideteksi karena penderita tahap awal inkubasi tidak
merasa dirinya sakit tetapi tanpa disadari orang tersebut sudah memaparkan
Virus tersebut sehingga dapat menyebabkan wabah. Virus ini dapat tersebar
melalui Darah, Saliva, kontak dengan Mukosa penderita Hepatitis, feces dan
Urine, dan lain-lain seperti sisir, pisau cukur, selimut, peralatan makan, lat
kedokteran yang terinfeksi Virus Hepatitis serta dicurigai penularan melaui vector
yaitu nyamuk atau serangga lain penghisap darah.
Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk
mencegah penularan penyakit Hepatitis ini, di Indonesia program Imunisasi
Hepatitis B ini dimulai sejak tahun 1987 dan telah masuk program Imunisasi
Nasional pada Tahun 1997. Hasil Imunisasi ini bias dilihat dari Pencapaian desa
UCI / persentase desa yang telah melakukan skrining serta Vaksinasi yang salah
satunya adalah Vaksinasi penyakit Hepatitis ini. Kabupaten Musi Banyuasin
sudah sangat Optimal melakukan Program Vaksinasi serta Penyuluhan-
penyuluhan di Lapangan dapat dilihat dari pencapaian desa UCI di Kabupaten
Musi Banyuasin yang sudah mencapai target yang ditetapkan oleh Propinsi dan
Pusat yang pada Tahun 2018 Kabupaten Musi Banyuasin juga mendapatkan
penghargaan dari Presiden melalui Kemenkes RI untuk pencapaian desa UCI
tersebut.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 113
7.2.4 JUMLAH DAN CFR TETANUS NEONATORUM
Bayi dalam golden period (periode emas) sangat rentan terhadap berbagai
penyakit menular, seperti tetanus neonatorum. Pemerintah Kabupaten Musi
Banyuasin mendukung kebijakan Pemerintah ( EMNT) untuk menyelamatkan
bayi dari infeksi tetanus neonatorum. Setiap tahun terdapat kejadian tetanus
neonatorum (TN) di Indonesia sehingga menyebabkan kematian karena saat
hamil ibunya tidak diimunisasi TT, persalinan ditolong oleh dukun, perawatan
tali pusat tidak hygienes seperti penggunaan gunting yang tidak steril,
penggunaan ramuan tradisional sebagai obat. Untuk mencegah kasus tetanus
neonatorum, Kabupaten Musi Banyuasin menetapkan kebijakan EMNT
sebagaimana dituangkan dalam strategi operasional yang harus dilaksanakan
semua petugas kesehatan terkait. Pelaksanaan kebijakan EMNT sudah sesuai
harapan, karena tidak terjadinya kasus TN setiap tahun, cakupan TT semakin
tinggi demikian pula imunisasi DPT untuk bayi. Kabupaten Musi Banyuasin
termasuk wilayah yang aman tetanus neonatorum, karena cakupan imunisasi TT
pada ibu hamil dan DPT pada bayi yang terus meningkat setiap tahun. Kebijakan
eliminasi TN tepat untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan mencegah
terjadinya TN pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin. Pengelola
Pelaksanaan surveilans Tetanus Neonatorum melalui formulir T2 yang
dikompilasikan ke dalam laporan integrasi menunjukkan Pada tahun 2018 tidak
adanya penemuan kasus Tetanus Neonatorum pada bayi usia < 28 hari. Kita
ketahui bahwa faktor resiko terjadinya kasus Tetanus Neonatorum bisa pada saat
persalinan maupun pasca persalinan dimana pada pasca persalinan ada
perawatan tali pusat yang umumnya dilakukan dirumah oleh keluarga.
Perawatan tali pusat inilah yang paling sering menimbulkan masalah karena
pengaruh adat istiadat dan kewajiban orang tua kasus yang masih patuh pada
aturan keluarga (nenek). Program imunisasi kedepannya harus lebih aktif
mensosialisasikan imunisasi TT melalui pelayanan ANC kepada ibu hamil dan
DPT pada bayi untuk mencegah kasus tetanus dan mempertahankan kinerja yang
positif sesuai dengan pencapaian yang telah diuraikan diatas.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 114
7.2.5 JUMLAH SUSPEK CAMPAK DAN IDR CAMPAK PER - 100.000
PENDUDUK
Indonesia sudah melaksanakan penguatan surveilans campak sejak tahun
2006, dan pada tahun 2009 mulai melaksanakan konfirmasi laboratorium terhadap
20% klinis campak dan saat ini berlaku 50% bagi provinsi dengan klinis yang
masih cukup tinggi (termasuk Provinsi Sumatera Selatan) dan 100% pada provinsi
dengan klinis yang sudah mulai sedikit.
Pelaksanaan surveilans campak meliputi pengumpulan data rutin dan
KLB menggunakan formulir C1 yang terintegrasi dengan kasus AFP dan Tetanus
Neonatorum. Selain ini kasus campak mulai bulan Juli 2009 dilaksanakan Cases
Based Méaslles Surveilance (CBMS) dengan konfirmasi laboratorium sebanyak
20% total kasus rutin dalam 1 tahun. Namun karena negara kita akan menuju
Eliminasi Campak pada tahun 2020, maka mulai tahun 2013 persentase klinis
Campak yang dilakukan konfirmasi laboratorium menjadi sebesar 50%. Adapun
pencapaian kinerja surveilans campak dapat dilihat pada grafik dan tabel
dibawah ini :
Pada tahun 2018, penemuan kasus campak berdasarkan laporan bulanan
yang terekam di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan sebanyak
82 kasus tersebar di 15 kecamatan. Dengan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan
Sekayu sebesar 63,4% dari total kasus yang ada. Pencapaian kinerja surveilans
campak, dapat dilihat pada grafik dibawah ini :
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 115
Grafik 44 : Penemuan Kasus Klinis Campak Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
Penemuan kasus Campak pada tahun 2018 mengalami penurunan jumlah
yang cukup signifikan dengan jumlah yang dilaporkan yaitu sebanyak 82 kasus
jika dibandingkan kasus pada tahun 2017 yang sebesar 113 kasus. Salah satu
indikator yang harus dicapai dalam pelaksanaan surveilans campak adalah Angka
Discharded Campak. Dimana indikator ini akan tercapai apabila seluruh klinis
campak yang ada dilakukan konfirmasi di laboratorium yang sudah ditunjuk oleh
Kementerian Kesehatan RI, dan hasil menunjukkan negatif virus campak dan
negatif virus rubella. Kebijakan pemeriksaan seluruh klinis campak direncanakan
akan dilaksanakan pada tahun 2020. Sehingga dengan kebijakan ini diharapkan
seluruh klinis campak yang tercatat dan terlaporkan sudah dapat kita simpulkan
adalah benar kasus konfirmasi Campak secara laboratorium. Dan ini sebagai salah
satu strategi dalam melakukan evaluasi terhadap keberhasilan program imunisasi
campak yang sedang berjalan.
0
10
20
30
40
50
60
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 116
7.2.6 PERSENTASE KLB DITANGANI
Di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2018,
bahwa kejadian KLB di Kabupaten menyerang sebanyak 39 orang yang terjadi di 2
Kecamatan, KLB meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2017 dimana
kejadian KLB di Kabupaten Musi Banyuasin yang menyerang sebanyak 39 orang,
jika dilihat dari jumlah kematian dimana pada tahun 2017 dan 2018 adalah sama
karena tidak ada Laporan meninggal dunia.
Grafik 45 : Distribusi KLB Menurut Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2014-2018
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
7.3 PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK
Penyakit tular Vektor di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan di
masyarakat, dan sering menimbulkan wabah/KLB dibeberapa daerah, sebut saja
Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria, dan penyakit lain seperti Filariasis.
Pengamatan terhadap keberadaan Vektor (Surveilan Vector) merupakan kegiatan
yang penting, sebab dengan kegiatan Surveilan Vector yang baik secara kontinyu
dan sistematis maka indikator tentang kewaspadaan dini penyakit tersebut dapat
diketahui lebih awal, sehingga fenomena wabah/KLB dapat dicegah. Surveilan
Vector juga dapat mengidentifikasi adanya permasalahan terkait dengan penyakit
tular vector yang terjadi disuatu wilayah. Berikut mari kita lihat uraian mengenai
beberapa penyakit tular Vektor dan Zoonotik adalah sebagai berikut :
0
10
20
30
40
50
2014 20152016
20172018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 117
7.3.1 DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)
Penyakit Demam Dengue (DBD) yang saat ini menjadi momok diberbagai
wilayah di Negara kita karena terus mengalami peningkatan dan menyebabkan
kejadian luar biasa (KLB), sehingga harus menjadi prioritas dalam program
pemberantasan dan pencegahan berbagai penyakit menular. Kasus Penyakit DBD
di Kabupaten Musi Banyuasin terus meningkat dari tahun ketahun, demikian juga
wilayah yang mengalami kasus DBD semakin meluas dan menyebar. DBD di
Kabupaten Musi Banyuasin pada Tahun 2018 didapati angka kesakitan per
100.000 penduduknya adalah sebanyak 94 kasus dengan angka kematian akibat
DBD ini adalah sebanyak 2 kasus. Jumlah kasus DBD di Kabupaten Musi
Banyuasin Tahun 2014 sampai Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik di bawah ini :
Grafik 46 : Jumlah Penderita DBD Dinkes Muba Tahun 2014 s.d 2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
Dari Grafik diatas menunjukkan bahwa kasus DBD di Kabupaten Musi Banyuasin
Tahun 2018 yaitu berjumlah 94 kasus meningkat dari tahun sebelumnya yang
hanya sebesar 86 kasus. Jumlah kasus DBD berdasarkan wilayah kerja Puskesmas
paling banyak terjadi di wilayah Puskesmas Balai agung Kecamatan Sekayu
dikarenakan sering terjadinya banjir yang setelah banjir tersebut banyak tempat
yang menjadi genangan air yang menjadi cikal bakal tempat berkembang biaknya
nyamuk penyebab DBD.
86
286 263
86 94
2014 2015 2016 2017 2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 118
7.3.2 Penyakit Malaria
Malaria klinis adalah kasus dengan gejala malaria klinis (demam, menggigil
dan berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri
otot atau pegal–pegal). Malaria positif adalah kasus malaria yang di diagnosis
(pemeriksaan specimen/sediaan darahnya) secara mikroskopist atau rapid
diagnosis test hasil positif mengandung plasmodium. Prevalensi malaria atau
angka kesakitan malaria adalah banyaknya kasus ( kasus baru maupun
lama) malaria per 100.000 penduduk yang diukur dengan Annual Parasite
Incidence ( API ) dan Annual Malaria Incidence (AMI). Digunakan untuk
memonitor daerah yang mengalami endemi tinggi malaria yang disinyalir
meningkat pada dua dekade terakhir karena sistem kesehatan yang buruk,
meningkatnya resistensi terhadap pemakaian obat dan insektisida, pola perubahan
iklim, gaya hidup, migrasi dan perpindahan penduduk.
Di Indonesia terdapat 24 Kabupaten endemis malaria, dan diperkirakan
sekitar 45% penduduk Indonesia beresiko tertular malaria. Pada Provinsi Sumatera
Selatan terdapat 8 Kabupaten endemis malaria dari 17 Kabupaten/Kota yang ada,
serta diperkirakan 8 per 1.000 penduduk Sumatera Selatan beresiko tertular
malaria. Tujuan program pemberantasan malaria di Kabupaten Musi Banyuasin
adalah terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dalam lingkungan yang
terbebas dari penularan malaria tahun 2020. Sedangkan tujuang khususnya
diantaranya:
- Tercapinya eliminasi malaria di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2020.
- Pada tahun 2020 seluruh Kabupaten Musi Banyuasin mampu melakukan
pemeriksaan sediaan darah malaria dan memberikan pengobatan tepat dan
terjangkau.
- Pada tahun 2020 seluruh wilayah Kabupaten Musi Banyuasin sudah
melaksanakan intensifikasi dan integrasi pengendalian malaria dan tahun 2030
untuk seluruh Indonesia.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 119
Pokok kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai eliminasi malaria antara
lain:
- Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko.
- Penemuan penderita dan tatalaksana kasus.
- Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah.
- Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit.
Indikator pencapaian program pemberantasan malaria yang ditetapkan
Kementerian Kesehatan RI adalah nilai API (Annual Paracite Incidence) yaitu
jumlah kasus positif malaria dengan konfirmasi laboratorium per 1000 penduduk.
Dari 17 Kab/Kota yang ada di Sumatera Selatan, 8 Kab/Kota diantaranya telah
mendapatkan sertifikat eliminasi malaria yaitu Palembang, Pagaralam,
Prabumulih, Banyuasin, OKI, OI, Empat Lawang dan PALI. Diharapkan dengan
peningkatan kegiatan pengendalian, target eliminasi malaria tahun 2020 di
Kabupaten Musi Banyuasin dapat tercapai walaupun belum mendapatkan
sertifikasi tersebut diatas.
Penanganan kasus yang diberikan pada umumnya melalui pengobatan
radikal dengan konfirmasi laboratorium di Puskesmas atau Rumah Sakit.
Kegiatan pengendalian malaria harus terintegrasi dengan berbagai sektor dan
program, hal ini dikarenakan berbagai faktor resiko berpengaruh terhadap
kejadian kasus malaria seperti kondisi geografis yang memungkinkan
berkembangnya vektor, adanya perkembangbiakan jentik Anopheles di
persawahan, kebersihan lingkungan, adanya bekas lahan pertambangan
terbengkalai dan lainnya. Sebagai upaya untuk mendukung akselerasi eliminasi
malaria di Sumsel, maka perlu dilakukan reorientasi bagi seluruh sektor yang
terkait untuk mendukung percepatan eliminasi malaria tahun 2020.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 120
Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
Berdasarkan laporan Puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin, Jumlah
kasus malaria yang diperiksa secara mikroskopis tahun 2018 yaitu sebanyak 709
kasus. Dari pemeriksaan tersebut jumlah positif menderita malaria sebanyak 12
kasus dengan nilai API sebesar 0,14 per 1000 penduduk, nilai ini termasuk dalam
kategori kasus malaria rendah (low case incidence).
7.3.3 PENDERITA KRONIS FILARIASIS
Filariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Filaria yang dapat
menyerang hewan maupun manusia. Parasit cacing ini da ratusan spesies tetapi
ada 8 jenis saja yang dapat menyebakan penyakit pada manusia. Pengelompokkan
Filariasis umunya dikategorikan menurut habitat cacing dewasa dalam tubuh
manusia, beberapa jenisnya meliputi Filariasis kulit, limfatik, dan rongga tubuh.
Saat ini kita akan lihat lebih mendetail mengenai kasus Filariasis Limfatik yang
menjadi sorotan di Indonesia juga di Kabupaten Musi Banyuasin dimana penyakit
ini lebih dikenal dengan istilah kaki gajah atau elephantiasis.
0
50
100
150
200
250
MIKROSKOPIS POSITIF
Grafik 47 : Jumlah Kasus Suspek Malaria Klinis
Pemeriksaan Malaria Kabupaten Musi Banyuasin 2018
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 121
Parasit Filaria masuk ketubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang sudah
terinfeksi dan akan tumbuh dewasa berbentuk cacing, bertahan hidup selama 6 –
8 tahun dan terus berkembang biak dalam jaringan limfa manusia. Pada kasus
Filariasis kronis akan terjadi penumpukkan cairan pada kaki dan lengan, selain
itun juga dapat berdampak pada rongga perut, testis pada pria serta payudara
pada penderita wanita. Di Kabupaten Musi Banyuasin sendiri tidak terjadi kasus
Filariasis ini karena diagnosis dini seperti tes darah dan urine terhadap suspek
sudah dilaksanakan maksimal, disamping itu pula tenaga kesehatan juga
langsung memberikan Obat dan tindakan medis lainnya untuk mengobati pasien
yang terduga terkena penyakit ini.
7.4 PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR
Penyakit Tidak Menular adalah penyakit yang tidak menular ke orang lain
yang biasanya terjadi karena faktor keturunan dan gaya hidup yang tidak sehat
yang meski kita kontak langsung dengan penderita tidak akan tertular oleh
penyakit ini. Walaupun tidak menular penyakit ini masih mengancam kesehatan
karena beberapa diantara penyakit ini masih menjadi penyumbang angka
kematian yang cukup besar diantaranya yaitu penderita Hypertensi, Diabetes
Melitus, Kanker Rahim serta Gangguan Jiwa berat yang diamanatkan pada
Permenkes No. 4 tahun 2019 bahwa Pemerintah Daerah bertanggung Jawab atas
pelaksanaan Pelayanan Kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal Bidang
Kesehatan dimana Capaian Kinerja dari masing-masing penyakit tersebut diatas
harus dimaksimalkan atau dengan kata lain harus mencapai 100 %.
Kabupaten Musi Banyuasin melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Musi
Banyuasin telah melakukan Upaya-upaya untuk menanggulangi penyakit tidak
menular ini melalui antara lain :
a) Penyelidikan Epidemiologi
b) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi penderita termasuk karantina
c) Pencegahan dan pengebalan
d) Pemusnahan Penyebab Penyakit
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 122
e) Penyuluhan kepada masyarakat
f) Penanganan Jenazah akibat wabah serta
g) Upaya penanggulangan lainnya
Salah satu peran Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin dalam
mengantisipasi hal ini adalah dengan mengajak masyarakat untuk membentuk
Pos Pelayanan Terpadu (POSBINDU) yang mengajak masyarakat hidup lebih
sehat serta pemberdayaan masyarakat untuk merawat kesehatannya itu sendiri.
Posbindu ini juga berfungsi untuk mendeteksi dini Penyakit tidak menular yang
terjadi pada masyarakat.
7.4.1 Persentase Penderita Hypertensi
Hypertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis dimana
tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus
bekerja lebih keras dari biasnya untuk mengedarkan darah dari pembuluh darah.
Penyakit tidak menular ini terbagi menjadi Hypertensi Primer dan Hypertensi
Sekunder. Sekitar 90 – 95 % kasus tergolong Hypertensi Primer dimana tekanan
darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas, kondisi lain yang mempengaruhi
ginjal, arteri jantung, atau sistim endokrin menyebabkan 5-10 % kasus lainnya
yang tergolong Hypertensi Sekunder.
Hypertensi adalah faktor utama penyebab stroke, infark miocard (serangan
jantung), gagal jantung, aneurisma arteri, penyakit arteri perifer dan penyebab
penyakit ginjal kronik. Perubahan pola makan dan gaya hidup dapat
memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi resiko terkait komplikasi,
meskipun demikian obat-obatan seringkali diperlukan bagi sebagian orang bila
perubahan gaya hidup saja tidak terbukti atau tidak cukup untuk
menghindarinya. Dapat kita lihat dari grafik di bawah ini Capaian Kinerja
Pelayanan Hypertensi pada usia 15 Tahun keatas yang terdata di Kabupaten Musi
Banyuasin pada Tahun 2018 ;
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 123
Grafik 48 : Pelayanan Hypertensi di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018
7.4.2 Persentase Penderita DM
Diabetes melitus merupakan penyakit di mana kadar gula dalam darah
meningkat. Hal ini di sebabkan oleh adanya gangguan pada fungsi insulin. Bagi
para penderita diabetes melitus, tubuh mereka tidak bisa memproduksi atau
merespons hormon insulin yang di hasilkan oleh pankreas. Penyakit yang tidak
menular ini mengharuskan bagi setiap penderitanya agar tidak mengonsumsi
makanan yang mengandung zat karbohidrat terlalu banyak tetapi dalam kadar
yang seimbang.
Jika para penderita diabetes melitus mengonsumsi asupan karbohidrat
yang melebihi takaran, maka penyakit diabetes melitus yang di deritanya akan
semakin parah. Hal ini di karenakan sedikitnya hormon insulin dan sistem kinerja
0
500
1.000
1.500
2.000
2.500
3.000
3.500
4.000
4.500
5.000
JUMLAH ESTIMASI PENDERITA HIPERTENSI BERUSIA ≥ 15 TAHUN MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 124
dari hormon insulin itu sendiri mengalami gangguan yang berperan sebagai
pembantu pengubah zat karbohidrat menjadi energi.
Pada orang yang sehat, karbohidrat yang dikonsumsi akan diolah menjadi energi
dengan bantuan insulin, tapi jika pada orang yang menderita penyakit diabetes
melitus, mereka kesulitan mengubah karbohidrat menjadi energi karena hormon
insulin dan sistem kinerja insulin terganggu.
Ada 4 pilar Pengendalian penyakit diabetes:
Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat
disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dan pengendalian harus dilakukan
seumur hidup
Makanan, jika input/masukan buruk, maka output/hasil akan buruk,
demikian pula bila makan melebihi diet yang ditentukan, maka kadar gula
darah akan meningkat
Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada dalam
darah
Obat, hanya jika diperlukan, tetapi bila kadar gula darah telah turun dengan
meminum obat, bukan berarti telah sembuh, tetapi harus konsultasi dengan
dokter apakah tetap meminum obat dengan kadar yang tetap atau meminum
obat yang sama dengan kadar yang diturunkan atau minum obat yang lain
Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami
kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis
tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat
berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO)
dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada
dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang
diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin
(DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 125
Diabetes melitus diturunkan, terutama bila kedua orang tuanya penderita
diabetes berat, tetapi mulai munculnya Diabetes melitus tipe 2 lebih dipengaruhi
oleh Gaya Hidup yang buruk, bahkan pada pasangan yang salah satunya adalah
penderita Diabetes Melitus tipe 2, maka pasangannya yang sebelumnya tidak
menderita Diabetes melitus tipe 2 pada akhirnya dapat juga mengidapnya, karena
mengikuti atau terpengaruh oleh Gaya Hidup pasangannya. Lelaki seringkali telat
terdeteksi menderita penyakit ini, karena lelaki jarang mendapatkan Pemeriksaan
Laboratorum Klinik, sedangkan wanita setidak-tidaknya pada saat hamil sering
memeriksakan dirinya ke Dokter dan juga Laboratorium Klinik.
Grafik 49 : Jumlah Penderita DM di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Seksi PTM Dinkes Muba Tahun 2018
0
200
400
600
800
1.000
1.200
1.400
1.600
1.800
JUMLAH PENDERITA DM PENDERITA DM YANG MENDAPATKAN PELAYANAN KESEHATAN SESUAI STANDAR
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 126
7.4.3 Deteksi dini kanker leher Rahim dan payudara pada perempuan usia 30-
50 tahun
Penyakit kanker terbanyak adalah kanker serviks dan kanker payudara
pada perempuan, dan kanker paru pada laki-laki. Pencegahan yang dapat
dilakukan adalah dengan deteksi dini disertai pola hidup sehat. Deteksi dini
kanker leher rahim dan kanker payudara dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang
telah mempunyai tenaga kesehatan terlatih seperti :
1. Puskesmas Dilaksanakan secara rutin oleh petugas kesehatan terlatih (dokter
dan bidan).
2. Klinik Swasta Mandiri oleh dokter dan bidan terlatih Integrasi dengan program
lain yaitu Infeksi Saluran Reproduksi/Infeksi Menular Seksual (ISR/IMS), KB
(BKKBN).
Meskipun ilmu kedokteran telah berkembang pesat, hingga kini kanker
merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Memang ada
banyak factor yang memengaruhi seperti merokok/terkena paparan asap rokok,
mengkonsumsi alkohol, paparan sinar ultraviolet pada kulit, obesitas dan diet
tidak sehat, juga kurang aktivitas fisik, dan infeksi yang berhubungan dengan
kanker. Penyakit yang menjadi momok mengerikan ini toh menurut para ahli
diperkirakan dapat dicegah hingga 40% kanker, dengan mengurangi faktor risiko
terjadinya kanker tersebut. Untuk mencapainya, memang diperlukan upaya
peningkatan kesadaran masyarakat untuk mencegah faktor risiko tersebut dan
peningkatan program pencegahan dan penanggulangan yang tepat. Salah satu
kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin adalah
Program pengendalian kanker khususnya deteksi dini kanker Rahim dan
payudara dengan metoda IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).
Dari hasil pelaksanaan kegiatan Program melalui petugas di Dinas
Kesehatan Kabupaten bekerjasama dengan Unit Pelayanannya yaitu Puskesmas
dan Rumah Sakit pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin telah dilakukan
pemeriksaan kepada perempuan usia antara 30-50 tahun yang rawan terserang
penyakit ini dengan hasil IVA positif sebesar (1,2%), Curiga Kanker (1,9%), serta
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 127
Tumor/Benjolan (2,8%). Walaupun hasilnya cukup baik namun belum dapat
mewakili angka yang sebenarnya dikarenakan dari total Jumlah Perempuan yang
diperiksa dibandingkan dengan Jumlah Total Perempuan yang terdata ternyata
pencapaiaannyapun masih sangat rendah yang hanya 1 persen, setelah dicermati
ternyata kendala utama selain petugas yang jadi pengelola program ini masih
kurang ditambah kecenderungan masyarakat khususnya perempuan di
Kabupaten Musi Banyuasin yang tidak mau memeriksakan kesehatannya
difasilitas kesehatan selain dana pendukung untuk program ini masih sangat
minim dengan kebutuhan Obat dan peralatan yang cukup mahal yang
menyebabkan permasalahan tersebut diatas harus dapat dibenahi dan dapat
menjadi focus kerja Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Kesehatan
Kabupaten Musi Banyuasin kedepannya agar tidak terjadi lagi permasalahan
seperti ini akibat tidak focusnya tenaga kesehatan menyingkapi hal ini.
Grafik 50 : Deteksi dini kanker leher Rahim dan payudara pada perempuan
usia 30-50
Sumber : Seksi PTM Dinkes Muba Tahun 2018
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
PEREMPUAN… PEMERIKSAAN LEHER RAHIM DAN PAYUDARA IVA POSITIF CURIGA KANKER TUMOR/BENJOLAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 128
7.4.4 Persentase pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat
Di Indonesia, negeri tercinta kita, gejala depresi dan kecemasan sudah
diidap orang Indonesia sejak usia 15 tahun. Persentase depresi mencapai 6 persen
atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti
skizofrenia sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400.000 orang
sebagaimana terungkap dari data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013
dikombinasi dengan data rutin dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin). Sekitar
225 ribu rumah tangga di Indonesia memiliki anggota keluarga yang berkategori
Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat. Sekitar 15 juta rumah tangga yang
sudah dikunjungi oleh tenaga kesehatan Program Indonesia Sehat dengan
Pendekatan Keluarga (PIS-PK), ada persoalan ODGJ berat di rumah tangga,
angkanya sekitar 15 persen. Jadi terbayang ada sekitar 225 ribu rumah tangga
yang di dalamnya ada ODGJ.
ODGJ ialah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran dan
kejiwaannya sehingga berpengaruh pada perilaku. Sementara ODMK bisa berupa
stress, tidak punya relasi sosial dengan yang lain, depresi, atau masalah lain yang
memiliki risiko menjadi gangguan jiwa. Kemenkes melakukan berbagai upaya
promotif dan preventif yang tujuannya untuk mengurangi ODMK dan
mencegahnya menjadi ODGJ. Dari laporan Human Right Watch Indonesia, masih
ada 18.000 orang dipasung karena gangguan kejiwaan namun penyakitnya
dianggap sebagai kutukan atau kerasukan setan, dan angka-angka di atas itu pun
belum bisa mencerminkan gambaran secara keseluruhan persolan kesehatan jiwa
di Indonesia.
Gangguan jiwa juga dipicu oleh faktor sosial, seperti kemiskinan,
lingkungan, dan bencana alam. Tsunami di Aceh menyisakan depresi, dan gempa
di Yogyakarta berdampak meningkatnya angka depresi masyarakat, dan tentulah
yang terbaru gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala. Peristiwa bencana
alam akibat perubahan iklim ke depan akan terus meningkat, demikian ramalan
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 129
BNPB menyebutkan, artinya akan semakin banyak orang depresi dan terganggu
kesehatan jiwanya.
Ganguan jiwa yang menimpa orang dewasa dan orangtua sangat
berpengaruh pada anakanak. Karena anak-anak rentan gangguan kejiwaan akibat
pengalaman traumatis yang diterima dari otangtua sendiri, maupun di sekolah
dan lingkungan masyarakat akibat perundungan atau „bullying‟. Komisi
Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, tiap tahun angka kekerasan
terhadap anak meningkat. Sejauh ini, belum ada perhatian serius terhadap
masalah kesehatan jiwa di Indonesia. Upaya penanganan terhadap orang dengan
gangguan kejiwaan masih jauh dari harapan. Dengan jumlah penduduk sekitar
260 juta jiwa, Indonesia baru memilki 451 psikolog klinis (0,15 per 100.000
penduduk), 773 orang psikiater 0,33 per 100.000 penduduk, dan perawat jiwa
6.500 orang atau 2 persen per 100.000 penduduk. Bahkan beberapa provinsi ada
yang sama sekali belum mampu melayani gangguan jiwa. Sedangkan standar dan
rujukan WHO untuk tenaga psikolog dan psikiater dibanding jumlah penduduk
adalah 1 per 30 orang.
Kesehatan jiwa tidak bisa kita abaikan. Dengan membangunkan jiwa, maka
membangun fisik menjadi gerakan berikutnya. Bukan hanya jiwa yang sehat
secara medik, waras dan berpikir jernih, namun jiwa perjuangan, jiwa
kemandirian, jiwa kewirausahaan, perlu terus dibangun dan dibangkitkan.
Karena demikianlah satu-satunya cara mengantarkan Indonesia menjadi negeri
sejahtera, adil makmur di masa depan. Untuk itu, perlu sinergi semua pihak,
terutama keluarga agar kondisi gangguan jiwa tidak makin parah, yang terjadi
sekarang ini kebanyakan pasien diterapi sudah dalam kondisi parah.
Menyongsong Indonesia ke depan, perlu perhatian pemerintah dan kerja sama
semua pihak untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat
maupun pemangku kepentingan terhadap masalah kesehatan jiwa.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 130
Grafik 51 : Jumlah ODGJ di Kabupaten MUBA Tahun 2018 ;
Sumber : Seksi PTM Dinkes Muba Tahun 2018
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
SASARAN ODGJ BERAT MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 131
BAB VIII KEADAAN LINGKUNGAN
Cakupan Rumah Sehat secara umum Baru mencapai 74,12%. Dari Target
RPJMD tahun 2018 sekitar 65 % sudah melebihi target yang ditetapkan. Ada
peningkatan dari capaian 2017 yang lalu 66,45%. Cakupan tertinggi di Kecamatan
Babat Toman persentase 98,36%, dan Persentase terendah terdapat pada
Kecamatan Lalan dengan Persentase 45,51%.Peningkatan capaian tersebut
dikarenakan mulai timbulnya perilaku hidup sehat di lingkungan masyarakat dan
petugas kesehatan yang aktif terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat
akan kesehatan. Tempat Tempat Umum dari 17 kab/kota cakupan tertinggi
Tempat tempat umum memenuhi syarat kesehatan ialah Kab. Muara Enim
dengan persentase 98.02% dan Kota Pagar Alam 96,45% dan untuk Cakupan
Sumsel mencapai 81.63% dari target 2017 sekitar 76,66% Peningkatan lebih dari
100% dari target sebelumya, Faktor Pendukung dari Tercapainya target ialah
Pembinaan pembinaan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas dan Dinas
Kabupaten Musi Banyuasin yang telah diterapkan dengan sangat baik.
8.1 Persentase sarana air minum memenuhi syarat Grafik 52 : Penduduk Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air
Minum Berkualitas per-Kecamatan Dan Puskesmas Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber: Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018
0
5.000
10.000
15.000
20.000
JUMLAH SARANA AIR MINUM JUMLAH SARANA AIR MINUM DIAMBIL SAMPEL JUMLAH SARANA AIR MINUM MEMENUHI SYARAT
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 132
Berdasarkan Grafik diatas akses air berkelanjutan terhadap air minum (layak)
di kabupaten Musi Banyuasin dengan akses tertinggi ialah kecamatan Babat
Toman dan kecamatan Sungai Lilin yang mendapatkan akses terhadap air minum
dengan persentase 100%. Sedangkan kecamatan yang memiliki akses terendah
ialah kecamatan Jirak Jaya yang mendapatkan akses dengan persentase baru
mencapai 50%.
8.2 Persentase penduduk dengan akses terhadap sanitasi yang layak (jamban sehat)
Sarana kesehatan lingkungan yang dijadikan indikator dalam penilaian
lingkungan sehat selain air minum yang layak yaitu adalah kepemilikan jamban.
Persentase Keluarga yang memiliki sanitasi Jamban yang memenuhi syarat di
Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 telah mencapai 72,2% dikarenakan masih
kurangnya kesadaran masyarakat serta kebiasaan penduduk yang masih buang
air di sungai dan factor ekonomi masyarakat yang masih minim, sedangkan
Persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan di Kabupaten
Musi Banyuasin Tahun 2018 yaitu mencapai 88,1%. ( dapat dilihat pada table 75
Profil ).
Grafik 53 : Jumlah Jamban Sehat Dinkes Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018
0
2.000
4.000
6.000
8.000
10.000
12.000
14.000
16.000
18.000JUMLAH KK KELUARGA DENGAN AKSES TERHADAP FASILITAS SANITASI YANG LAYAK (JAMBAN SEHAT)
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 133
8.3 Persentase desa STBM
Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM
adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui
pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Komunitas merupakan
kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan kesamaan
kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.
Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah kondisi ketika
setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Cuci
Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun
dan air bersih yang mengalir.
Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai
PAMRT adalah suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air
minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral
seperti berkumur, sikat gigi, persiapan makanan/minumanbayi.
Desa yang disebut Sanitasi total berbasis masyarakat adalah kondisi ketika
komunitas desanya:
Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.
Mencuci tangan pakai sabun.
Mengelola air minum dan makanan yang aman.
Mengelola sampah dengan benar.
Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.
Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk
memutus mata rantai penularan penyakit. Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi
rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah
dan limbah rumah tangga. Dari 242 Desa di Kabupaten Musi Banyuasin tahun
2018, Desa yang telah melaksanakan STBM mencapai sebanyak 137 Desa atau
sebesar 56,6 %, namun belum terdapat desa yang memenuhi syarat disebut desa
STBM karena masyarakat didesa Kabupaten Musi Banyuasin belum seluruhnya
melaksanakan kondisi seperti disebutkan diatas tadi yang diakibatkan rendahnya
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 134
kesadaran untuk hidup sehat serta kurangnya tenaga Kesehatan Lingkungan di
Wilayah Kerja Kabupaten Musi Banyuasin dan kedepannya dengan penambahan
Tenaga Kesling serta program-program Kesling yang ada dapat memaksimalkan
Pencapaian Desa yang melaksanakan STBM sehingga dapat terciptanya Desa
yang memenuhi syarat disebut desa STBM yang nantinya dapat meningkatkan
derajat kesehatan masyarakat wilayah kerja Kabupaten Musi Banyuasin.
Grafik 54 : Jumlah Desa STBM pada Kabupaten Muba Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
JUMLAH DESA/ KELURAHAN DESA MELAKSANAKAN STBM DESA STOP BABS(SBS)
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 135
8.4 Persentase tempat-tempat umum memenuhi syarat kesehatan
Grafik 55 : Persentase TTU Memenuhi Syarat Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018
Dari data Tahun 2018 pada Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin
terlihat bahwa cakupan TTU yang memenuhi syarat kesehatan menurut Kecamatan
di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 yaitu 88,1 % dengan rincian sebagai
berikut ;
- Persentase Tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tertinggi
terdapat pada Kecamatan Babat Toman.
- Sedangkan Persentase Tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan
terendah terdapat pada Kecamatan Bayung Lencir.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
JUMLAH TTU YANG ADA TTU MEMENUHI SYARAT KESEHATAN
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 136
8.5 Persentase tempat pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan
Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang
disediakan di luar rumah, maka produk makanan yang disediakan oleh
perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan
untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal
ini hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi
Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama
oleh pengusaha dan masyarakat. TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan
restoran, jasaboga atau catering, industri makanan, kantin, warung dan makanan
jajanan dan sebagainya.
Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan
menyediakan makanan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi
yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan
keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Dengan demikian kualitas
makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat-
syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan
mempengaruhi kualitas hygiene sanitasi makanan tersebut adalah faktor lokasi
dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan
akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti
bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat
menimbulkan risiko terhadap kesehatan.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 137
Grafik 56 : Persentase Tempat Pengolahan Makanan memenuhi syarat Hygiene
Sanitasi yang diperiksa di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018
Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018
Pada tabel dan grafik di atas persentase Tempat Pengolahan Makanan
(TPM) memenuhi syarat Hygiene Sanitasi yang diperiksa menurut Kecamatan di
Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 yaitu sebesar 55,9 % dengan rincian
sebagai berikut :
Persentase TPM yang memenuhi Hygiene Sanitasi tertinggi yang
diperiksa terdapat pada Kecamatan Sungai Lilin sebesar 87,80%, sedangkan
Kecamatan yang masih rendah capaiannya yaitu Kecamatan Sungai Keruh yang
hanya sebesar 1,1 %.
Dari uraian diatas terlihat bahwa Kecamatan Sanga Desa masih sangat
rendah capaiannya, hal ini disebabkan karena beberapa faktor :
a. Belum semua sanitarian Puskesmas entry data e monev HSP
b. TPM pada e monev HSP dinyatakan memenuhi syarat apabila, memiliki
penjamah makanan yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat
pelatihan.
0,0
10,0
20,0
30,0
40,0
50,0
60,0
70,0
80,0
90,0
100,0
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 138
BAB IX PENUTUP
9.1 KESIMPULAN
Pelaksanaan pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin telah
dilaksanakan secara berkesinambungan dengan pencapaian derajat kesehatan
masyarakat serta usia harapan hidup semakin meningkat dan telah menunjukkan
hasil yang optimal. Beberapa Indikator derajat kesehatan dan indikator pelayanan
telah tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. Pencapaian beberapa
indikator telah sesuai dengan target program, target SPM Kesehatan dan target
Indonesia Sehat, walaupun masih ada beberapa indikator yang pencapaiannya
masih rendah, dan masih dibawah target yang ditetapkan dan bahkan menurun
dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya.
Untuk menunjang pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin
kedepannya yang telah menunjukkan keberhasilan harus diikuti dengan
peningkatan kompetensi sumber daya manusia diantaranya melalui pendidikan
dan social ekonomi masyarakat sehingga akan lebih mudah untuk merubah sikap
dan perilaku masyarakat kearah perilaku hidup sehat.
Pencapaian pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun
2018 dapat disimpulkan sebagai berikut :
a. Gambaran situasi kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin
(1) Derajat kesehatan masyarakat yang diukur dengan indicator
mortalitas/kematian (kematian ibu, bayi dan balita), dipengaruhi oleh
indikator-indikator pelayanan kesehatan, indicator status gizi, kesehatan
lingkungan dan sarana prasarana kesehatan, secara umum mengalami
peningkatan dari tahun sebelumnya.
(2) Cakupan D/S tahun 2018 belum mencapai target 85%, yaitu baru mencapai
69,2%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017
(61,8%) sebesar 7,4%. Cakupan D/S yang belum mencapai target antara
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 139
lain disebabkan efektifitas kegiatan posyandu dan kegiatan luar gedung
puskesmas belum optimal. Kecamatan dengan cakupan D/S tertinggi
adalah Kecamatan Tungkal Jaya (79,1%), sedangkan Kecamatan dengan
cakupan terendah adalah Kecamatan Lalan (45,65%).
Masalah yang berkaitan dengan kujungan posyandu antara lain : posyandu
kurang menarik, ibu balita tidak lagi membawa balita ke Posyandu setelah
imunisasi lengkap, posyandu tidak ada tenaga kesehatan, akses ke
posyandu sulit/waktu buka posyandu tidak tepat, kurangnya dukungan
komitmen dan peran aktif para pemangku kepentingan dan organisasi
kemasyarakatan, serta jumlah posyandu kurang.
(3) Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi banyak aspek. Ruang
Lingkup bidang garapan Kesehatan Lingkungan menurut WHO antara
lain : 1) Penyediaan Air Minum; 2) Pengelolaan air Buangan dan
pengendalian pencemaran; 3) Pembuangan Sampah Padat; 4)
Pengendalian Vektor; 5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh
ekskreta manusia; 6) Higiene makanan, termasuk higiene susu; 7)
Pengendalian pencemaran udara; 8) Pengendalian radiasi; 9) Kesehatan
kerja; 10) Pengendalian kebisingan; 11) Perumahan dan pemukiman; 12)
Aspek kesling dan transportasi udara; 13) Perencanaan daerah dan
perkotaan; 14) Pencegahan kecelakaan; 15) ekreasi umum dan pariwisata;
16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan
epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk; 17) Tindakan
pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.
(4) Sumber daya tenaga kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin secara
umum masih kurang memadai baik dari segi jumlah maupun
kompetensinya, dan penempatan tenaga kesehatan yang belum merata
difasilitas kesehatan yang ada sehingga kedepan tenaga kesehatan perlu
penataan yang lebih serius lagi.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 140
(5) Akses air berkelanjutan terhadap air minum (layak) Kabupaten Musi
Banyuasin Tahun 2018 baru mencapai 63,1% dengan akses tertinggi ialah
kecamatan Babat Toman dan Kecamatan Sungai Lilin yang mendapatkan
akses terhadap air minum dengan persentase telah sangat Optimal sebesar
100%. Sedangkan kecamatan yang memiliki akses terendah masih terdapat
di beberapa kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin dengan persentase
yang masih sangat rendah.
b. Hasil Program/Kegiatan di Bidang Kesehatan:
(1) Jumlah Kematian Bayi di Kabupaten Musi Banyuasin sampai dengan bulan
Desember 2018 mencapai 51 kasus, naik sedikit sebesar 3,9% jika
dibandingkan tahun 2017 sebanyak 49 kasus. Kasus kematian bayi tertinggi
ada di kecamatan Babat Toman dengan kematian sebanyak (9 kasus),
kemudian diikuti oleh kecamatan Sanga Desa, Batang Hari Leko dan
Kecamatan Sungai Keruh yang masing-masing sebanyak (7 kasus) dan
kecamatan Plakat Tinggi dan kecamatan Bayung Lencir masing-masing
terjadi sebanyak (3 kasus). Sedangkan kasus kematian neonatal terendah
terjadi di beberapa kecamatan yang tidak terjadi kasus kematian bayi pada
Tahun 2018.
(2) Pencapaian persentase cakupan K1 terakhir mengalami kenaikan yaitu
Tahun 2018 Persentase cakupan K1 mencapai 98,3% menurun sedikit dari
tahun 2017 yaitu 98,8%, cakupan K4 tahun 2018 yaitu 92,9% menurun dari
tahun 2017 yaitu sebesar 93,8%.
(3) Jumlah Kasus Balita Gizi Buruk menurut wilayah puskesmas tahun 2018
yang ditemukan di Puskesmas yaitu 5 kasus, sedangkan di beberapa
Kecamatan pada Kabupaten Musi Banyuasin tidak ditemukan kasus balita
gizi buruk.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 141
(4) Pencapaian desa/kelurahan UCI tahun 2018 yaitu sebesar 91,7 %,
meningkat sedikit dibandingkan tahun 2017 yaitu 90,83 %. namun
pencapaian indikator desa/kelurahan UCI masih di bawah target SPM dan
Indonesia Sehat yaitu 100%.
(5) Pada tahun 2018 Penyakit Menular Langsung yang kita soroti adalah
Pneumonia Balita pada Program P2 ISPA Kabupaten Musi Banyuasin
dengan jumlah penemuan kasus adalah 340 kasus atau sebesar 10,2 % dari
target dimana target penemuan penderita sebanyak 3.332 balita. Hasil
kegiatan penemuan kasus dapat dilihat pada tabel terlampir. Dilihat dari
realisasi cakupan penderita berdasarkan target penemuan yang ada
persentase tertinggi dicapai oleh kecamatan (152,8 %) sedangkan
kecamatan terendah terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi
Banyuasin. Belum dapat disimpulkan bahwa rendahnya penemuan ini
didasari oleh memang tidak terdapatnya penderita atau kurang aktifnya
petugas dalam melakukan penemuan kasus. Untuk target penemuan TB
resisten obat sebesar 50% dari total tersangka TB resisten obat. Kriteria
suspek untuk kasus kambuh dan gagal kategori satu merupakan kriteria
yang paling banyak menjadi pasien TB MDR setiap tahunnya. Wilayah
kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin, kecamatan Sekayu merupakan
daerah terbanyak kasus TB MDR tahun 2018 dengan Total case sebanyak 93
kasus. Sedangkan orang dengan HIV AIDS (ODHA) di Kabupaten Musi
Banyuasin pengidap HIV berjumlah 19 orang dan penderita AIDS
berjumlah 16 orang. Pada tahun ini perbedaan antara stadium HIV dan
AIDS tidak terlalu signifikans, menunjukkan bahwa deteksi dini
penanggulangan HIV/ AIDS sudah dilakukan dengan penderita
meninggal dunia masih didominasi laki-laki sebanyak 5 orang dan
perempuan hanya berjumlah 1 orang yang meninggal dunia.
(6) Pencegahan dan pengendalian penyakit utamanya penyakit yang dapat
dicegah dengan imunisasi (PD3I) menjadi prioritas untuk dievaluasi
melalui program surveilans. Adapun penyakit-Penyakit yang diamati
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 142
adalah surveilans AFP (surveilans acute flaccid paralysis/AFP), surveilans
campak, surveilans Tetanus Neonatorum, Difteri dan Pertussis. Untuk
kasus Campak terjadi penurunan kasus yaitu pada Tahun 2017 terjadi
kasus sebesar 113 kasus menurun pada Tahun 2018 yang hanya sebesar 82
kasus dengan Kecamatan tertinggi terjadi di Kecamatan Sekayu dengan
63,4% dari total kasus yang ada. Sedangakan untuk penyakit Difteri hanya
terjadi 1 kasus dan untuk penyakit Pertussis, Hepatitis B serta Tetanus
Neonatorum tidak terdapat laporan terjadinya kasus pada Tahun 2018, hal
ini berarti strategi program imunisasi sangat menunjukkan keberhasilan
yang nyata yang dapat juga tecermin dari tercapainya desa UCI 90,9 persen
dari target 100 persen yang dicanangkan Pemerintah.
(7) Penyakit-penyakit menular yang disebabkan Vektor dan Zoonotik antara
lain DBD, Malaria, serta Filariasis masih menjadi focus utama bagi
Pemerintah khususnya Kabupaten Musi Banyuasin karena penyakit ini
sangat rawan terjadi dan butuh penanganan yang cepat, tepat, dan akurat
agar tidak sampai merenggut jiwa penderitanya. Untuk Tahun 2018
penyakit Filariasis sudah tertanggulangi sangat baik sekali dengan tidak
terjadinya satu kasuspun di Kabupaten Musi Banyuasin, Malaria
menempati peringkat kedua dengan kasus sebesar 12 orang tetapi ini
sudah sangat meningkat dibandingkan dengan Tahun 2017 yang masih
terjadi kasus sebanyak 31 orang penderita. Sedangkan untuk penyakit
Demam Berdarah masih terdapat cukup banyak kasus mengingat di
Kabupaten Musi Manyuasin sendiri masih sering terjadi Banjir di
wilayahnya yang setelahnya terdapat genangan air yang dapat menjadi
tempat berkembang biaknya nyamuk sebagai penyebar penyakit Demam
Berdarah ini, dimana berdasarkan data Pada Tahun 2018 masih terjadi
kasus sebanyak 94 orang yang terjangkit DBD yang meningkat dari Tahun
sebelumnya yang hanya terjadi 86 kasus DBD.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 143
9.2 Saran-saran
Untuk mencapai program dan kegiatan pembangunan kesehatan di
Kabupaten Musi Banyuasin secara lebih optimal maka perlu dilakukan
peningkatan kualitas sumber daya manusia tenaga kesehatan, bimbingan dan
pengawasan terhadap petugas pelaksana program dan petugas lapangan, serta
peningkatan kerjasama lintas sektor dan instansi terkait sehingga peningkatan
derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai sesuai dengan target yang telah
ditetapkan.
Pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab segenap potensi
bangsa (Pemerintah, Masyarakat dan Swasta), sehingga semua pihak di
lingkungan pemerintahan secara lintas sektor, legislatif, organisasi
kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan institusi
lainnya di bidang kesehatan diharapkan memikirkan dan melaksanakan semua
kegiatan pembangunan kesehatan demi mencapi masyarakat yang adil dan
makmur.
Selain keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan kesehatan,
masih ada permasalahan dan hambatan yang harus menjadi pemikiran bersama
dan menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan pada masa yang
akan datang. Beberapa indikator yang pencapaiannya belum sesuai dengan hasil
yang diharapkan atau masih jauh di bawah target yang ditetapkan, diharapkan
untuk segera melaksanakan upaya-upaya perbaikan, percepatan dan atau
membuat terobosan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarkat yang
lebih baik.
Alokasi dana bidang kesehatan walaupun cukup besar namun masih perlu
ditingkatkan karena masih di bawah target Indonesia Sehat yaitu 15 %. Selain itu
masih banyak masyarakat daerah terpencil yang belum mendapat pelayanan
kesehatan secara optimal dan perlu adanya pemerataan pembangunan sarana dan
penempatan tenaga kesehatan sampai ke pelosok desa.
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 144
Selain itu masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan
kesehatan lingkungan serta perilaku masyarakat hidup bersih dan sehat yang
masih rendah dan belum sesuai dengan target yang ditetapkan.
Pencapaian kegiatan selama satu tahun yang telah di Grafikkan di dalam
Profil Kesehatan ini, hendaknya dijadikan ukuran dan dimanfaatkan sebagai
bahan untuk mengevaluasi/memantau keberhasilan program kesehatan secara
menyeluruh, kemudian hendaknya dijadikan bahan dalam perencanaan
pembangunan kesehatan selanjutnya.
Mengingat proses pengumpulan data Profil ini sangat sulit dan
membutuhkan waktu yang cukup lama serta melibatkan berbagai unsur dan
sektor terkait, hendaknya kelemahan dan keterlambatan dalam penyusunan Profil
ini dapat diterima dan dijadikan masukan dalam pelaksanaan penyusunan Profil
yang akan datang, sehinggga Profil Kesehatan ini kedepannya akan lebih baik
dan dapat diselesaikan tepat waktu.