144
[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Pembangunan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan nasional harus berwawasan kesehatan yaitu setiap kebijakan publik selalu memperhatikan dampak pada kesehatan. Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang ditandai dengan meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu dan bayi, meningkatkan status gizi, dan menurunnya angka kesakitan serta angka kematian yang disebabkan oleh berbagai penyakit, yaitu baik penyakit menular maupun penyakit tidak menular. Untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, hal tersebut selaras dengan komitmen internasional yang dituangkan dalam Sustainable Development Goals (SDGs). Pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis, berdayaguna, berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan nepotisme sehingga tercipta Good Governance sesuai Undang-Undang Nomor 28 tahun 2009 serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) dalam Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakangdinkes.mubakab.go.id/x-admin/data_info/PROFIL DATA 2019 DINKES MUBA... · Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan pembangunan

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pembangunan merupakan upaya yang dilaksanakan oleh semua komponen

Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk meningkatkan kesadaran, kemauan dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi-tingginya sebagai investasi bagi pembangunan sumber

daya manusia yang produktif secara sosial dan ekonomi. Pembangunan nasional

harus berwawasan kesehatan yaitu setiap kebijakan publik selalu memperhatikan

dampak pada kesehatan.

Pembangunan bidang kesehatan diarahkan untuk meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya yang ditandai dengan

meningkatnya umur harapan hidup, menurunnya angka kematian ibu dan bayi,

meningkatkan status gizi, dan menurunnya angka kesakitan serta angka kematian

yang disebabkan oleh berbagai penyakit, yaitu baik penyakit menular maupun

penyakit tidak menular. Untuk meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar dapat meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud, hal tersebut

selaras dengan komitmen internasional yang dituangkan dalam Sustainable

Development Goals (SDGs).

Pembangunan kesehatan dilaksanakan secara sistematis, berdayaguna,

berhasilguna, bersih dan bertanggungjawab serta bebas dari korupsi, kolusi dan

nepotisme sehingga tercipta Good Governance sesuai Undang-Undang Nomor 28

tahun 2009 serta Instruksi Presiden Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas

Kinerja Instansi Pemerintah. Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin

Provinsi Sumatera Selatan sebagai salah satu Satuan Kerja Perangkat Daerah

(SKPD) dalam Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 2

memiliki tugas dan fungsi untuk meingkatkan derajat kesehatan masyarakat di

Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang setinggi-tingginya

yang dalam pelaksanaannya berlandaskan pada Rencana Pembangunan Jangka

Menengah Daerah (RPJMD) Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera

Selatan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan

pembangunan kesehatan mengacu pada Standar Pelayanan Minimal (SPM)

sebagaimana ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

741/Menkes/Per/VII/2008: (1) Indikator Derajat Kesehatan yang terdiri atas

indikator-indikator untuk Mortalitas, Morbiditas, dan Status Gizi; (2) Indikator-

indikator untuk Keadaan Lingkungan, Perilaku Hidup, Akses dan Mutu

Pelayanan Kesehatan; serta (3) Indikator-indikator untuk Pelayanan Kesehatan,

Sumber Daya Kesehatan, Manajemen Kesehatan, dan Kontribusi Sektor Terkait.

Visi Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan tahun 2017 sampai

dengan 2022 yaitu “MUBA MAJU BERJAYA 2022”.

Untuk mewujudkan Visi diatas maka dirumuskanlah Visi Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Banyuasin yaitu: “MASYARAKAT SEHAT BERKUALITAS

MENUJU MUBA MAJU BERJAYA 2022”. Visi tersebut diatas mempunyai

pengertian dan makna yaitu suatu kondisi kesehatan sebagai wujud dari

penyelenggaraan mutu pelayanan kesehatan berkualitas tersandar yang terarah

dan terencana dengan baik. Untuk mewujudkan Visi Dinas Kesehatan Kabupaten

Musi Banyuasin tersebut, maka dirumuskan Misi Dinas Kesehatan Kabupaten

Musi Banyuasin sebagai berikut :

1. Meningkatkan Status Kesehatan Masyarakat.

2. Meningkatkan Ketersediaan dan Keterjangkauan Akses Pelayanan

Kesehatan yang bermutu bagi seluruh masyarakat.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 3

Hal tersebut selaras dengan Tujuan Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia yaitu Meningkatnya status kesehatan masyarakat dan meningkatnya

daya tanggap (responsiveness) dan perlindungan masyarakat terhadap resiko

sosial dan finansial di bidang kesehatan.

Pembangunan kesehatan dilaksanakan melalui peningkatan upaya

kesehatan, peningkatan pembiayaan kesehatan, peningkatan sumber daya

kesehatan, peningkatan sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan serta

peningkatan manajemen dan informasi kesehatan. Tantangan pembangunan

kesehatan menuntut adanya dukungan sumber daya yang cukup serta arah

kebijakan dan strategi pembangunan kesehatan yang tepat. Sering kali para

pembuat kebijakan di bidang kesehatan mengalami kesulitan dalam pengambilan

keputusan yang tepat karena keterbatasan atau tidak tersedianya data dan

informasi yang akurat, tepat dan cepat.

Kebutuhan terhadap data dan informasi yang akurat makin meningkat,

namun berbagai masalah masih dihadapi dalam penyelenggaraan sistem

informasi kesehatan. Untuk mendukung keberhasilan pembangunan tersebut

dibutuhkan adanya ketersediaan data dan informasi yang akurat bagi proses

pengambilan keputusan dan perencanaan program. Sistem Informasi Kesehatan

(SIK) yang evidence based diarahkan untuk penyediaan data dan informasi yang

akurat, lengkap, dan tepat waktu. Dengan terbitnya Peraturan Pemerintah

Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 tentang Sistem Informasi Kesehatan,

serta Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 92 tahun 2015

tentang penyelenggaraan komunikasi data dalam sistem informasi kesehatan

terintegrasi, seyogyanya pelaksanaan sistem informasi kesehatan yang selama ini

dilaksanakan secara terfragmentasi sudah harus dilakukan secara terintegrasi.

Pembangunan kesehatan yang berhasilguna dan berdayaguna dapat dicapai

melalui pembinaan, pengembangan, dan pelaksanaan, serta pemantapan fungsi-

fungsi administrasi kesehatan yang didukung oleh Sistem Informasi Kesehatan

(SIK), ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan, serta hukum kesehatan.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 4

SIK di setiap institusi pelayanan kesehatan mulai dari tingkat Puskesmas,

Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi sampai tingkat

Pusat, harus terus dikembangkan sehingga diharapkan dapat memberikan

dukungan dalam rangka pelaksanaan fungsi manajemen kesehatan.

Sistem informasi kesehatan (SIK) yang baik mampu memberikan informasi

yang akurat (evidance based) dan up to date untuk proses pengambilan keputusan

di semua tingkat administrasi pelayanan kesehatan. Salah satu bentuk output dari

SIK adalah penerbitan buku Profil Kesehatan yang dilakukan setiap tahun

anggaran. Tujuan penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin

Provinsi Sumatera Selatan ini adalah untuk memberikan informasi tentang hasil

pencapaian program pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin

Provinsi Sumatera Selatan umumnya, termasuk pencapaian indikator-indikator

pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera

Selatan.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan Umum

Adapun maksud dan tujuan penyusunan Profil Kesehatan Kabupaten Musi

Banyuasin ini adalah untuk memberikan Informasi dan Gambaran situasi

kesehatan secara menyeluruh di Kabupaten Musi Banyuasin dan untuk

meningkatkan kemampuan manajemen dalam pengelolaan operasional di

lapangan dan pelayanan prima dibidang kesehatan terhadap masyarakat

serta mengembangkan informasi sebagai bahan evaluasi dan memberikan

petunjuk dalam pembuatan rencana kerja ( Renja ) Organisasi Perangkat

Daerah di bidang pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin.

2. Tujuan Khusus

Tujuan khusus dalam penyusunan profil kesehatan ini adalah sebagai

berikut :

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 5

a. Tersedianya data dan informasi yang akurat (evidance based).

b. Tersedianya Grafikan situasi kesehatan secara menyeluruh dan merata

pada setiap Kecamatan di wilayah Dinas Kesehatan Kabupaten Musi

Banyuasin.

c. Tersedianya bahan acuan untuk mengevaluasi sampai sejauh mana

hasil program / kegiatan yang telah dilaksanakan.

d. Tersedianya konsep yang jelas tentang keberadaan status kesehatan di

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin saat ini dan seberapa jauh

tujuan yang akan dicapai kedepan.

e. Sebagai sarana untuk memantau keberhasilan bidang kesehatan di

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin serta acuan evaluasi

tahunan terhadap kinerja kegiatan.

f. Adanya sarana informasi dan komunikasi tentang peta data, keadaan

pelayanan kesehatan masyarakat di Dinas Kesehatan Kabupaten Musi

Banyuasin.

g. Sebagai acuan pemantauan evaluasi program tahunan dan wadah yang

strategis serta integral dari berbagai data yang dikumpulkan dalam

sistim pencatatan pelaporan yang ada di puskesmas, rumah sakit,

maupun di unit-unit kesehatan lainnya.

C. Sistematika Penulisan

Sistematika penyajian Profil Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi

Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan adalah sebagai berikut :

Bab-1 : Pendahuluan Bab ini menyajikan tentang latar belakang dan tujuan diterbitkannya Profil

Kesehatan Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2019 serta

sistematika penyajiannya.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 6

Bab-2 : Gambaran Umum

Bab ini menyajikan tentang Gambaran umum Dinas Kesehatan Kabupaten Musi

Banyuasin. Selain uraian tentang letak geografis, administratif dan informasi

umum lainnya, disini juga mengulas faktor-faktor yang berpengaruh terhadap

kesehatan dan faktor-faktor lainnya misalnya kependudukan, ekonomi,

pendidikan, sosial budaya dan lingkungan.

Bab - 3 : Sarana Kesehatan

Bab ini berisi uraian tentang fasilitas kesehatan meliputi Puskesmas (rawat inap

dan non rawat inap), Rumah Sakit (baik RS umum maupun RS khusus), sarana

produksi dan distribusi kefarmasian serta Upaya Kesehatan Bersumberdaya

Masyarakat (Posyandu dan Posbindu PTM).

Bab - 4 : Sumber Daya Manusia Kesehatan

Pada bab ini diuraikan tenaga kesehatan di Puskesmas, Rumah Sakit, dan sarana

pelayanan kesehatan lain. Terdiri dari tenaga medis, tenaga keperawatan dan

kebidanan, tenaga kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, tenaga gizi,

tenaga kefarmasian, dan tenaga kesehatan lain serta tenaga

pendukung/penunjang kesehatan.

Bab-5 : Pembiayaan Kesehatan

Bab ini berisi tentang Jaminan Pemeliharaan Kesehatan, dana desa dan anggaran

kesehatan.

Bab-6 : Kesehatan Keluarga

Bab ini menggambarkan tentang kondisi kesehatan ibu, kesehatan anak, serta

kesehatan pada penduduk usia produktif dan usia lanjut.

Bab-7 : Pengendalian Penyakit

Bab ini berisi tentang penyakit menular langsung, penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi, penyakit tular vektor dan zoonotic serta penyakit tidak

menular.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 7

Bab-8 : Kesehatan Lingkungan

Bab ini menggambarkan tentang akses air minum, akses sanitasi, dan tempat-

tempat umum serta tempat pengelolaan makanan yang memenuhi syarat

kesehatan.

Bab-9 : Penutup

Penyusunan Profil ini diharapkan dapat menjadi acuan bagi Dinas Kesehatan

Kabupaten/Kota dan Provinsi serta institusi kesehatan lainnya untuk menyusun

Perencanaan Kesehatan tahun kedepan serta sebagai dasar evaluasi dan

penganggaran untuk kegiatan program Dinas Kesehatan serta unit kesehatan

dibawahnya serta Pemerintah Daerah Kabupaten dan pihak lain yang

memerlukan data – data tentang Kesehatan di Wilayah Kerja Kabupaten Musi

Banyuasin.

Lampiran

Pada lampiran ini berisi tabel ringkasan/angka capaian daerah dan 76 tabel data

kesehatan dan yang terkait kesehatan. Profil Kesehatan dapat disajikan dalam

bentuk tercetak (berupa buku) atau dalam bentuk lain (softcopy, tampilan di situs

internet, dan lain-lain).

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 8

100

80

60

40

20

0

Minimum Maximum

BAB II

GAMBARAN UMUM

2.1 LUAS WILAYAH

Kabupaten Musi Banyuasin terletak antara 1,3o sampai 4o Lintang Selatan

dan 103o sampai 105o Bujur Timur dengan luas wilayah 14.523 km2 terdiri dari

perbukitan dan perkebunan yang dilintasi oleh banyak sungai dan karenanya

sering terjadi banjir. Sebagian besar lahan terdiri dari hutan produksi, lahan

pertanian, eksplorasi dan ekploitasi gas bumi dan bahan galian lainnya seperti gas

bumi, minyak dan batubara. Batas daerah ini adalah di sebelah Utara dengan

Provinsi Jambi, di sebelah Selatan dengan Kabupaten Muara Enim, di sebelah

Timur dengan Kabupaten Banyuasin, di sebelah Barat berbatasan dengan

Kabupaten Musi Rawas, tanahnya sebagian besar terdiri dari rawa-rawa dan

payau yang dipengaruhi oleh pasang surut dan sebagian yang lain perbukitan.

Vegetasinya berupa tumbuhan palmase dan kayurawa (bakau). Semakin ke

barat merupakan dataran tinggi dan terdapat daerah Bukit Barisan.

Sumber: Badan Pusat Statistik Kaupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Grafik 1 : Rata-rata Kelembaban Udara Kabupaten Musi Banyuasin

Provinsi Sumatera Selatan Yang Tercacat pada Stasiun Klimatologi Kenten Palembang Tahun 2017

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 9

Musim yang terdapat di Kabupaten Musi Banyuasin sama seperti

umumnya yang terjadi di bagian lain dari Indonesia. Di indonesia, hanya di kenal

dua musim, yaitu musim kemarau dan penghujan. Pada bulan Juni sampai

dengan September arus angin berasal dari Australia. Angin ini tidak banyak

mengandung uap air, sehingga mengakibatkan musim kemarau. Sebaliknya pada

bulan Desember sampai Maret arus angin banyak mengandung uap air yang

berasal dari Asia dan Samudra pasifik mengakibatkan musim hujan. Keadaan

seperti itu terjadi setiap setengah tahun setelah melewati masa peralihan pada

bulan April - Mei dan Oktober - November.

2.2 JUMLAH DESA / KELURAHAN

Kabupaten Musi Banyuasin dikenal juga sebagai Bumi Serasan Sekate yang

terkenal dengan salah satu Kabupaten penghasil Karet terbesar Nasional. Sama

halnya dengan Kabupaten/Kota lain di Indonesia, Kabupaten Musi Banyuasin

juga dibagi menjadi beberapa Kecamatan, dan kemudian Kecamatan dibagi

menjadi desa dan kelurahan.

Pada tahun 2018, kembali Kabupaten Musi Banyuasin mengalami

pemekaran daerah, dari 14 Kecamatan menjadi 15 Kecamatan. Kecamatan yang

mengalami pemekaran yaitu Kecamatan Sungai Keruh menjadi Kecamatan Sungai

Keruh dan Kecamatan Jirak Jaya sehingga jumlah Kecamatan di Kabupaten Musi

Banyuasin sampai akhir tahun 2018 yaitu sebanyak 15 Kecamatan dengan jumlah

desa dan kelurahan sebanyak 242 Desa dan Kelurahan. Letak geografis

Kabupaten Musi Banyuasin berdasarkan Kecamatan, Desa/Kelurahan

sebagaimana peta di bawah ini :

Gambar 1 : Peta Kabupaten Musi Banyuasin

Sumber : Badan Pusat Statistik Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 10

2.3 KEPENDUDUKAN

Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin berdasarkan data kependudukan

tahun 2018 sebanyak 607.681 jiwa yang terdiri atas 315.333 jiwa penduduk laki-

laki dan 292.348 jiwa penduduk perempuan. Dibandingkan dengan jumlah

penduduk tahun 2017, penduduk Kabupaten Musi Banyuasin mengalami pertumbuhan

sebesar 1,44 persen. Sementara itu besarnya angka rasio jenis kelamin tahun 2018 penduduk

laki-laki terhadap penduduk perempuan sebesar 107,86. Kepadatan penduduk di

Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 mencapai 44,56 jiwa/km2.

Kepadatan Penduduk di 15 kecamatan cukup beragam dengan kepadatan penduduk

tertinggi terletak di kecamatan Sekayu dengan kepadatan sebesar 119,71 jiwa/km2 dan

terendah di Kecamatan Jirak Jaya sebesar 41,2 jiwa/Km2. (Disdukcapil Kabupaten Musi

Banyuasin 2018).

Jumlah penduduk Kabupaten Musi Banyuasin menurut jenis kelamin dan

berdasarkan kelompok umur yaitu sebagaimana ditunjukkan pada Piramida

Penduduk di bawah ini:

Tabel 1 : Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Tingkat Kepadatan Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

NO

KECAMATAN

LUAS JUMLAH

JUMLAH

PENDUDUK

JUMLAH

RATA-

RATA

KEPADATA

N

WILAYAH DES

A

KELURAHAN

DESA +

KELURAHAN

RUMAH

JIWA/RUMAH

PENDUDUK

(km2) TANG

GA TANGGA

per km2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

1 Sanga Desa 317,0 17 2 19 33.064 9.549 3,5 104,3 2 Babat Toman 1.291,0 11 2 13 34.696 10.057 3,4 26,9 3 Lawang Wetan 232,0 14 0 14 24.209 7.090 3,4 104,3

4 Batang Hari

Leko 2.107,8 17 0 17 22.008 6.122 3,6 10,4

5 Plakat Tinggi 247,0 19 0 19 33.609 10.283 3,3 136,1 6 Sungai Keruh 421,0 11 0 11 21.982 6.389 3,4 52,2 7 Jirak Jaya 465,0 13 0 13 19.170 5.679 3,4 41,2 8 Sekayu 701,6 7 4 11 83.986 23.872 3,5 119,7 9 Lais 755,5 15 0 15 53.205 16.096 3,3 70,4

10 Babat Supat 511,0 9 0 9 19.821 6.002 3,3 38,8

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 11

NO

KECAMATAN

LUAS JUMLAH

JUMLAH

PENDUDUK

JUMLAH

RATA-

RATA

KEPADATA

N

WILAYAH DES

A

KELURAHAN

DESA +

KELURAHAN

RUMAH

JIWA/RUMAH

PENDUDUK

(km2) TANG

GA TANGGA

per km2

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10

11 Sungai Lilin 374,3 20 2 22 74.785 22.754 3,3 199,8 12 Keluang 400,6 13 1 14 32.226 10.288 3,1 80,5 13 Bayung Lencir 4.847,0 21 2 23 68.392 22.793 3,0 14,1 14 Tungkal Jaya 821,2 16 0 16 48.489 15.408 3,1 59,0 15 Lalan 1.031,0 26 0 26 38.039 12.140 3,1 36,9

KABUPATEN/KOTA 14.523 229 13 242 607.681 184.522 3,3 41,8

Sumber : - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab.Muba Tahun 2018

Grafik 2 : Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Dan Kelompok Umur Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : - Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kab.Muba Tahun 2018

0

5.000

10.000

15.000

20.000

25.000

30.000

35.000

0 - 4 5 - 9 10 - 1415 - 1920 - 2425 - 2930 - 34 35 - 39 40 - 44 45 - 49 50 - 54 55 - 59 60 - 64 65 - 69 70 - 74 75+

LAKI-LAKI PEREMPUAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 12

2.4. PENDIDIKAN

Pendidikam merupakan proses pemberdayaan peserta didik sebagai subjek

sekaligus objek dalam membangun kehidupan yang lebih baik. Pendidikan sangat

berperan dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan

pendidikan meliputi pembanguan pendidikan secara formal maupun non formal.

Keberhasilan pembangunan di bidang pendidikan antara lain ditandai dengan

meningkatnya angka partisipasi bersekolah, dan meningkatnya persentase

penduduk yang menyelesaikan program wajib belajar 9 tahun dan meningkatnya

angka melek huruf usia 15 tahun keatas.

Dalam bidang pendidikan, variabel-variabel seperti jumlah gedung sekolah,

jumlah murid, dan jumlah guru sering kali ditampilkan untuk menggambarkan

situasi pendidikan, misalnya dua variabel terakhir diatas dapat digunakan untuk

menghitung rasio murid dan guru. Pada Tahun ajaran 2017/2018, Kabupaten

Musi Banyuasin memiliki gedung sekolah sebanyak 719 sekolah yang terdiri atas

473 Sekolah Dasar (SD), 162 Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP), 84 Sekolah

Menengah Atas (SMA). Jumlah Penduduk berumur 15 Tahun keatas di

Kabupaten Musi Banyuasin adalah sebanyak 421.547 orang, dimana dari data

yang diperoleh yang lulus dari Sekolah Dasar sebesar 94.722 orang atau sebesar

22,5 % mempunyai Ijazah SD, yang lulus SMP/MTS sebanyak 32.756 orang atau

sebesar 7,8 %, sementara SMA yang lulus sebanyak 17.482 orang atau sebesar 4,1

% dan SMK sebanyak 7.105 atau sebesar 1,7 %.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 13

BAB III SARANA KESEHATAN

Dalam menunjang Pembangunan Kesehatan di Wilayah Kerja Kabupaten

di butuhkan sarana dan prasarasna yang menjadi ujung tombak Pelayanan

Kesehatan secara menyeluruh bagi Penduduk diseluruh Wilayah Kerja Dinas

Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin yang juga merupakan sumber daya

kesehatan di bidang Kesehatan yang dikelompokkan menjadi sarana kesehatan

serta dapat dilihat pada uraian bab tiga ini yaitu sebagai berikut:

3.1 JUMLAH SARANA KESEHATAN

Kegiatan pembangunan atau peningkatan dan perbaikan sarana dan

prasarana kesehatan dilaksanakan sebagai upaya meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat melalui peningkatan kualitas pelayanan. Selain itu juga untuk

peningkatan keterjangkauan dan akses masyarakat terhadap sarana pelayanan

yang berkualitas. Pelaksanaan kegiatan ini harus memperhatikan jumlah

penduduk, kondisi geografis daerah seperti luas wilayah jangkauan puskesmas,

pustu dan poskesdes, serta besarnya anggaran yang disediakan untuk

pembangunan fisik kesehatan.

Dilihat dari jumlah anggaran yang disediakan pemerintah untuk pembangunan

fisik sarana dan prasarana kesehatan terus mengalami peningkatan dalam

beberapa tahun terakhir, sehingga jumlah sarana dan prasarana kesehatan yang

berkualitas semakin meningkat.

3.1.1 Puskesmas

Puskesmas merupakan sarana pelayanan kesehatan dasar yang

menyelenggarakan kegiatan promosi kesehatan, kesehatan lingkungan, Pelayanan

kesehatan Ibu & Anak, KB, Perbaikan Gizi, Pemberantasan Penyakit Menular, dan

pengobatan. Beberapa Puskesmas, yaitu Puskesmas Perawatan, disamping

menyelenggarakan pelayanan juga menyediakan pelayanan rawat inap.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 14

Pelayanan pengobatan/perawatan diarahkan sejauh mana unit pelayanan

kesehatan sejak dari puskesmas pembantu, Puskesmas dan rumah sakit dapat

digambarkan menjangkau masyarakat dari segi pemberian pelayanan kesehatan,

hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang mau memanfaatkan unit

pelayanan tersebut dalam bentuk kunjungan, ini kemungkinan ada hubungan

dengan mutu pelayanan yang diberikan sebagai dampak dari performance,

kondisi perbekalan kesehatan berupa obat-obatan dan peralatan (medis dan non

medis) serta SDM sebagai penyelenggaraan pelayanan kesehatan itu sendiri.

Kondisi kunjungan Puskesmas masih sangat rendah ini kemungkinan ada

hubungan dengan mutu pelayanan yang diberikan sebagai dampak dari

performa, pencatatan dan pelaporan yang kurang akurat.

Karenanya solusi yang di harapkan adalah melihat kondisi mutu yang

sebenarnya dengan melakukan survey juga secara bersamaan melengkapi

peralatan dan perbekalan kesehatan di samping pembenahan SDM dalam bentuk

pelatihan-pelatihan. Dalam Permenkes Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas,

berdasarkan kemampuan penyelenggaraannya, Puskesmas dikategorikan

menjadi;

a. Puskesmas Rawat Inap

b. Puskesmas Non Rawat Inap

Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018, dari 15 Kecamatan yang ada

terdapat Puskesmas Rawat Inap berjumlah 6 Puskesmas yang berarti 21,43% dari

Jumlah Puskesmas yang ada dan Puskesmas Non Rawat Inap ( Rawat Jalan )

berjumlah 22 Puskesmas yang berarti 78,57% dari jumlah Puskesmas yang ada.

Standar Puskesmas Rawat Inap yang tertera pada Permenkes Nomor 75

Tahun 2014 tentang Puskesmas harus terpenuhi, yaitu Minimal 9 (sembilan )

Nakes harus ada, yaitu:

1. Dokter Umum 2. Dokter Gigi 3. Perawat 4. Bidan

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 15

5. Kefarmasian 6. Kesehatan Masyarakat 7. Kesehatan Lingkungan 8. Gizi 9. Laboratorium Medis (analis)

Kebutuhan Tenaga Kesehatan di fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah

untuk Puskesmas dapat di lihat pada Permenkes Nomor 75 tahun 2014 tentang

Puskesmas.

Tabel 2 : Keadaan dan Kebutuhan Tenaga Kesehatan di Puskesmas Sesuai Permenkes No.75 Tahun 2014, di Kab.Musi Banyuasin Tahun 2018

No JENIS TENAGA

KESEHATAN

JMH SELURUH

PUSKESMAS

JUMLAH TENAGA KESEHA

TAN

SESUAI STANDAR (Puskesmas)

BELUM SESUAI STANDAR

JML PUSK < STANDAR (Puskesmas)

KEKURANGAN NAKES (Orang)

JUMLAH % JUMLAH %

1 DOKTER UMUM

28

103 27 96,43% 1 3,57% 1

2 DOKTER GIGI 16 11 39,28% 17 60,71% 7

3 PERAWAT 793 26 92,86% 2 7,14% 5

4 BIDAN 697 28 100 % 0 0 % 0

5 KEFARMASIAN 108 27 96,43% 1 3,57% 1

6 KESEHATAN MASYARAKAT 96 28 100 % 0 0 % 0

7 SANITARIAN 49 27 96,43% 1 3,57% 1

8 GIZI 29 9 32,14% 19 67,86% 22

9 AHLI TEK. LAB. MEDIK 42 12 42,86% 16 57,14% 16

Sumber: Pengelola SDM Kesehatan Kabupaten MUBA Tahun 2018

Pada tabel 2 di atas dapat di lihat bahwa Puskesmas wajib memiliki 9

(sembilan) jenis Tenaga Kesehatan (1. Dokter Umum, 2.Dokter Gigi,3. Perawat,

4.Bidan, 5.Kefarmasian, 6.Kesehatan Masyarakat, 7.Sanitarian, 8.Gizi dan 9. Lab.

Medik) yang harus ada di Puskesmas sesuai Permenkes Nomor 75 Tahun 2014.

Dari 28 Jumlah Puskesmas yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin, jumlah

Puskesmas yang sudah sesuai standar yang memiliki Dokter Umum (27) 96,43%,

Puskesmas yang memilik tenaga perawat yang sesuai standar (26) 92,86% ,

Jumlah Puskesmas yang memiliki Bidan dan sesuai standar (28) 100%, Puskesmas

yang sesuai Standar yang memiliki Tenaga kefarmasian (27) 96,43%, Puskesmas

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 16

yang sesuai standar yang memiliki Tenaga Kesehatan Masyarakat (28) 100%, dan

yang memiliki tenaga Sanitarian yang sesuai standar (27) 96,43%. Sementara

masih terlihat Puskesmas yang sesuai Standar yang berada di bawah 50% adalah

yang memiliki tenaga Gizi, Lab. Medik dan Dokter Gigi. Dengan demikian

Puskesmas yang masih di bawah standar adalah yang memiliki tenaga Gizi.

Kekurangan Tenaga Kesehatan pada Puskesmas Dokter kurang 1 orang,

Dokter Gigi 7 orang, Perawat 5 orang, Kefarmasian 1 orang, Sanitarian 1 orang,

Gizi 22 orang dan Tenaga Lab. Medik 16 orang. Beberapa Puskesmas masih

kekurangan Tenaga Kesehatan sesuai dengan yang tercantum pada Permenkes

Nomor 75 Tahun 2014. Kekurangan Tenaga Kesehatan yang paling besar adalah

Gizi, dan yang paling sedikit adalah Bidan dan Tenaga Kesehatan Mayarakat.

Puskesmas yang sesuai standar yang memiliki Tenaga Kesehatan sudah berada di

atas 70%.

Dengan pemekaran Kecamatan, Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumatera Selatan memiliki 15 Kecamatan dengan fasilitas Pelayanan Kesehatan

Puskesmas, Puskesmas Pembantu, Polindes, Puskesling dan Rumah Sakit.

Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan memiliki Puskesmas

berjumlah 28 buah dan Rumah Sakit Umum Daerah berjumlah 3 buah.

Tabel 3 : Jumlah Puskesmas dan Rumah Sakit di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

No Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Puskesmas Rumah Sakit

1 SANGA DESA 1(R.Inap) -

2 BABAT TOMAN 1(R.Inap) -

3 LAWANG WETAN 1 -

4 BATANG HARI LEKO 1(R.Inap)+2 -

5 PLAKAT TINGGI 3 -

6 SUNGAI KERUH 1(R.Inap) -

7 JIRAK JAYA 1 -

8 SEKAYU 2 1

9 LAIS 3 -

10 BABAT SUPAT 1 -

11 SUNGAI LILIN 1(R.Inap)+2 1

12 KELUANG 1(R.Inap)+1 -

13 BAYUNG LENCIR 2 1

14 TUNGKAL JAYA 3 -

15 LALAN 1(R.Inap)+1 -

Total 28 3

Sumber:- Seksi Yankes Dinkes MUBA Tahun 2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 17

Jumlah Puskesmas yang teregister 28 Puskesmas, dan 20 Puskesmas sudah

terakreditasi sedangkan 8 Puskesmas lagi direncanakan 2019 akan melakukan

Akreditasi juga dan Rumah sakit yang terdata ada 3 dan semuanya telah

terakreditasi.

Pada Grafik diatas terlihat bahwa dari 28 jumlah Puskesmas yang ada di

Kabupaten Musi Banyuasin baru ada 20 Puskesmas yang terakreditasi atau baru

sebesar 71,43% dari jumlah Puskesmas yang ada. Di tahun 2018 ada 8 Puskesmas

yang sudah di survey oleh Tim Komisi Akreditasi , dan di usulkan 8 Puskesmas

tersebut untuk di akreditasi pada Tahun 2019 sehingga seluruh Puskesmas

diharapkan telah di Akreditasi 100 % pada Tahun tersebut.

3.1.2 Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah Institusi Pelayanan Kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan Kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pealayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat.

Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 56 tahun 2014, Pasal 11,

berdasarkan jenis pelayanan yang diberikan, Rumah Sakit di kategorikan dalam

Rumah Sakit Umum dan Rumah sakit Khusus. Rumah Sakit Umum adalah

Rumah Sakit yang memberikan pelayanan kesehatan pada semua bidang dan

jenis penyakit. Rumah Sakit Khusus adalah Rumah Sakit yang memeberikan

pelayanan utama pada satu bidang atau satu jenis penyakit tertentu berdasarkan

disiplin ilmu , golongan umur, organ, jenis penyakit atau kekhususan lainnya.

1. Rumah Sakit Umum sebagaimana di maksud di atas di klsifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas A b. Rumah Sakit Umum Kelas B c. Rumah Sakit Umum Kelas C d. Rumah Sakit Umum Kelas D

2. Rumah Sakit Umum Kelas D sebagaimana di maksud di atas diklasifikasikan

menjadi:

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 18

a. Rumah Sakit Umum Kelas D b. Rumah Sakit Umum Kelas D Pratama

3. Rumah sakit Khusus sebagaiman dimaksud di klasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Khusus Kelas A b. Rumah Sakit Khusus Kelas B c. Rumah Sakit Khusus Kelas C

Tabel 4 : Klasifikasi Rumah Sakit di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018

No Kabupaten/Kota Kelas

1 RSUD Sekayu C

2 RSUD Sungai Lilin C

3 RSUD Bayung Lencir C

Sumber: Yankes Dinkes Muba Tahun 2018

Grafik di atas menunjukkan keadaan Rumah sakit di Kabupaten Musi

Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Rumah Sakit semuanya adalah milik

pemerintah yang berjumlah 3 Rumah Sakit Umum Daerah dengan kemampuan

pelayanan gawat darurat tingkat 1dan belum bertambah sejak tahun 2013 sampai

dengan tahun 2018 sedangkan Rumah Sakit Khusus belum ada, hal ini sangat

menjadi prioritas Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin untuk dapat

mewujudkan pertambahan Unit Pelayanan Kesehatan di Wilayah kerjanya.

3.2 AKSES DAN MUTU PELAYANAN KESEHATAN

Dalam melakukan Pelayanan Kesehatan untuk masyarakat pada

Kabupaten Musi Banyuasin, Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin telah

melakukan Program dan Kegiatan Pokok dan Penunjang agar masyarakat

Kabupaten Musi Banyuasin dapat terlayani dengan baik. Salah satunya yaitu

dengan memberikan fasilitas kesehatan berobat gratis yang bernama Jaminan

MUBA Sehat yang diharapkan dapat mencakup Pelayanan kepada seluruh

masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 19

Pada Tahun 2018 Kunjungan Pasien ke Fasilitas Kesehatan di Kabupaten

Musi Banyuasin berjumlah 228.440 orang atau sebesar 37,59 % untuk Rawat Jalan,

14.220 orang atau sebesar 2,3 % untuk Rawat Inap dan Rujukan sebanyak 12.155

orang atau sebesar 2 % dari total Jumlah penduduk dengan Pasien Gangguan Jiwa

sebanyak 604 orang serta Jumlah Kematian pasien di Rumah Sakit sebanyak 322

orang. Dari data diatas dapat dikatakan bahwa Pelayanan di Unit Kesehatan

sudah sangat baik didalam maupun diluar Gedung khususnya Puskesmas dan

Rumah Sakit yang juga sudah melakukan Pelayanan Gawat Darurat Level 1,

karena keberhasilannya dapat terlihat dari Total Kunjungan yang hanya 37,59 %

yang hal ini mencerminkan derajat kesehatan masyarakat Muba sudah sangat baik

tetapi memang masih ada angka Kematian pasien karena kasus-kasus Penyakit

yang sudah Kronis/Parah itupun hanya sebesar 0,05 % kalau dilihat dari total

Jumlah Penduduk Kabupaten Musi Banyuasin.

Pembangunan Kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang

dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, untuk

terwujudnya hal tersebut perlu adanya kerjasama lintas sektoral maupun lintas

program. Namun saat ini kerjasama lintas sektor belum maksimal, pemanfaatan

dana desa untuk kesehatan masih sangat minim, komitmen dunia usaha dan

elemen lain di masyarakat perlu ditingkatkan, sehingga kedepan perlu

ditingkatkan baik jumlah maupun kompetensi tenaga kesehatan di bidang

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat baik provinsi, kabupaten/kota

terlebih lagi di Puskesmas, sehingga upaya promotif preventif dan pemberdayaan

dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga terjalin komitmen bersama,

kerjasama dan gotong royong untuk mencapai Indonesia sehat masyarakat kuat.

Untuk ketersediaan Obat dan Vaksin di fasilitas kesehatan di Kabupaten Musi

Banyuasin sudah mencapai target yang diharapkan dengan rata-rata 80 % Obat

dan Vaksin Essensial telah dimiliki oleh Puskesmas dan Rumah Sakit, hal ini tak

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 20

lepas dari peran Dinas Kesehatan yang mengakomodir keperluan Persediaan Obat

dan Vaksin tersebut.

Untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal, maka berbagai

program dan kegiatan akan dilaksanakan dan didukung anggaran kesehatan yang

memadai. Penggunaan anggaran secara efektif dan efisien akan sangat

menentukan percepatan pembangunan kesehatan serta peningkatan kerjasama

dengan berbagai pihak dalam pembangunan kesehatan.

3.3 UPAYA KESEHATAN BERSUMBER DAYA MASYARAKAT

Meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan kepada masyarakat

membutuhkan berbagai upaya dilakukan dengan memanfaatkan potensi dan

sumber daya yang ada di lingkungan masyarakat. Upaya kesehatan bersumber

daya masyarakat (UKBM) ada beberapa bentuk antara lain Pos Pelayanan

Terpadu (Posyandu), Pos Kesehatan Desa (Poskesdes), Pos Obat Desa (POD),

Tanaman Obat Keluarga (Toga), Posbidu (PTM), dan sebagainya.

Untuk dapat memantau hasil capaian program per Kabupaten di tiap

Kecamatan, maka diperlukan upaya-upaya agar dapat mempertahankan serta

meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan dari unit-unit pelayanan diatas

dalam waktu dekat dengan melakukan suatu sarana evaluasi, bimbingan teknis,

koordinasi lintas program dan lintas sektor dan juga diperlukan perencanaan

kegiatan tahun kedepan agar program dapat berlangsung on the track dan

mencapai target yang telah ditetapkan secara merata.

3.3.1 Cakupan Posyandu sesuai Strata

Posyandu merupakan salah bentuk UKBM yang paling dikenal

dimasyarakat. Posyandu menyelanggarakan minimal 5 program prioritas, yaitu

kesehatan ibu dan anak, keluarga berencana, perbaikan gizi, imunisasi,dan

penanggulan diare. Untuk memantau perkembangannya, posyandu

dikelompokan ke dalam 4 strata, yaitu Posyandu Pratama, Posyandu Madya,

Posyandu Purnama, dan Posyandu Mandiri.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 21

Jumlah Posyandu di Kabupaten Musi Banyuasin adalah sebanyak 548

Posyandu dengan Posyandu aktif sebanyak 218 Posyandu atau sekitar 39,80%

dengan Kecamatan Keluang yang merupakan kecamatan yang mempunyai

Jumlah Posyandu aktif paling banyak yaitu berjumlah 43 Posyandu atau sebesar

19,73% dan Kecamatan Jirak serta Babat Toman dengan Posyandu Aktif paling

sedikit yang hanya berjumlah 3 Posyandu aktif atau hanya sebesar 1,38% dari

total Jumlah Posyandu aktif.

Pembangunan Kesehatan pada hakekatnya adalah upaya yang

dilaksanakan oleh semua komponen Bangsa Indonesia yang bertujuan untuk

meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap

orang agar terwujud derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya, untuk

terwujudnya hal tersebut perlu adanya kerjasama lintas sektoral maupun lintas

program. Namun saat ini kerjasama lintas sektor belum maksimal, pemanfaatan

dana desa untuk kesehatan masih sangat minim, komitmen dunia usaha dan

elemen lain di masyarakat perlu ditingkatkan, sehingga kedepan perlu

ditingkatkan baik jumlah maupun kompetensi tenaga kesehatan di bidang

promosi kesehatan dan pemberdayaan masyarakat baik tingkat provinsi,

kabupaten/kota terlebih lagi di Puskesmas, sehingga upaya promotif preventif

dan pemberdayaan dapat dilaksanakan secara maksimal sehingga terjalin

komitmen bersama, kerjasama dan gotong royong untuk mencapai Indonesia

sehat masyarakat kuat.

3.3.2 Rasio Posyandu per 100 Balita

Jumlah Posyandu yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018

yaitu 548 sedikit berkurang dari tahun 2017 yaitu sebanyak 549 karena ada

pemekaran Kecamatan dimana ada Posyandu yang dikurangi untuk dibentuk

kembali. Sebagian besar posyandu tersebut merupakan posyandu “Madya”

karena memiliki sarana dan prasarana yang belum lengkap serta belum memiliki

sumber dana swadaya masyarakat. Jumlah posyandu aktif yaitu sebanyak 218

posyandu atau sebesar 39,8% bertambah dari Tahun 2017 yang hanya ada 204

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 22

Posyandu yang Aktif. Rata-rata setiap desa dan kelurahan setelah dilihat Rasio

Per 100 Balita baru memiliki 1 unit posyandu. Jumlah Posyandu purnama yaitu

27,4% dan mandiri sebanyak 12,2% angka ini masih di bawah target yaitu 40%

Posyandu purnama-mandiri sedangkan Posyandu Madya sudah baik dengan

total Jumlah Posyandunya sebanyak 243 Posyandu atau telah mencapai 44,3 %.

Grafik Posyandu menurut klasifikasinya di Kabupaten Musi Banyuasin tahun

2018.

Grafik 3 : Persentase Posyandu (Pratama, Madya, Purnama dan Mandiri)

Kab. Musi Banyuasin tahun 2018

Sumber : Seksi Promosi dan Pemberdayaan Masyarakat Dinkes MUBA Tahun 2018

3.3.3 Posbidu PTM (Penyakit Tidak Menular)

Indonesia mengalami transisi epidemiologi penyakit dan kematian yang

disebabkan oleh gaya hidup, meningkatnya sosial ekonomi dan bertambahnya

harapan hidup. Pada awalnya, penyakit didominasi oleh penyakit menular

namun saat ini penyakit tidak menular (PTM) terus mengalami peningkatan dan

melebihi penyakit menular.

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

Ngu

lak

Bab

at T

oman

Ula

k P

aceh

Tan

ah A

bang

Lubu

k B

intia

lo

Buk

it S

elab

u

Cin

ta K

arya

Suk

a D

amai

Sid

o R

ahay

u

Teb

ing

Bul

ang

Jira

k

Bal

ai A

gung

Lum

pata

n

Lais

Gar

du H

arap

an

Tel

uk K

ijing

Tan

jung

Ker

ang

Sun

gai L

ilin

Sri

Gun

ung

Kar

ya M

aju

Mek

ar J

aya

Bay

ung

Lenc

ir

Suk

ajay

a

Pen

ingg

alan

Sum

ber

Har

um

Ber

ojay

a T

imur

Ban

dar

Agu

ng

Kar

ang

Muk

ti

PRATAMA MADYA PURNAMA MANDIRI POSYANDU AKTIF*

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 23

Tingginya permasalahan PTM di indonesia memerlukan upaya

pengendalian yang memadai dan komprehensif melalui promosi, deteksi dini,

pengobatan, dan rehabilitasi. Upaya tersebut perlu didukung oleh penyediaan

data dan informasi yang tepat dan akurat secara sistemtis dan terus menerus

melalui sistem surveilans yang baik. Hal ini sesuai dengan amanat UU no 36

tahun 2009 pasal 158 tentang Pengendalian Penyakit Tidak menular. Dengan

surveilans PTM yang baik makan program pencegahan dan pengendalian PTM

berlangsung lebih efektif baik dalam hal perencanaan, pengendalian, monitoring,

dan evaluasi program serta sebagai ide awal penelitian.

Persentase Desa yang Melaksanakan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)

Penyakit Tidak Menular pada tahun 2018 ditargetkan 30 persen dan terealisasi

46,69 persen atau meningkat sebesar 17,53 persen dari tahun 2017. Jika

dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada tahun 2018, maka hasil capaian

sudah melebihi dari target Renstra 2018. Dari tiga tahun terakhir, persentase desa

yang melaksanakan Posbindu PTM mengalami peningkatan dari tahun ke tahun

yaitu pada tahun 2016 sebesar 2,92 persen naik menjadi 29,16 persen pada pada

tahun 2017 dan naik lagi pada tahun 2018 menjadi 46,69 persen seperti terlihat

pada grafik berikut :

Grafik 4 : Jumlah Posbindu PTM Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DinkesMuba Tahun 2018.

0

5

10

15

Ngu

lak

Bab

at T

oman

Ula

k P

aceh

Tan

ah A

bang

Lubu

k B

intia

lo

Buk

it S

elab

u

Cin

ta K

arya

Suk

a D

amai

Sid

o R

ahay

u

Teb

ing

Bul

ang

Jira

k

Bal

ai A

gung

Lum

pata

n

Lais

Gar

du H

arap

an

Tel

uk K

ijing

Tan

jung

Ker

ang

Sun

gai L

ilin

Sri

Gun

ung

Kar

ya M

aju

Mek

ar J

aya

Bay

ung

Lenc

ir

Suk

ajay

a

Pen

ingg

alan

Sum

ber

Har

um

Ber

ojay

a T

imur

Ban

dar

Agu

ng

Kar

ang

Muk

ti

12

3

0 0 1

4 5 7

3

10

1 3

2

7

5

3

0

8

6 8

2

5

10

6

1 1 0 0

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 24

Persentase Desa yang melaksanakan Pos Pembinaan Terpadu (Posbindu)

Penyakit Tidak Menular capaiannya tahun 2018 sebesar 46,69% berarti sudah

melebihi dari target yang ditetapkan sebesar 30%. Upaya yang dilakukan untuk

peningkatan persentase desa yang melaksanakan Posbindu Penyakit Tidak

Menular yaitu ;

Peran serta masyarakat dalam pencegahan dan penemuan dini faktor risiko

PTM

Memberikan penyuluhan dan upaya agar tidak sampai menjadi masyarakat

yang beresiko terkena penyakit PTM

Mengontrol dan menjaga kesehatan secara optimal baik dengan upaya

preventif seperti penyuluhan dan kuratif melalui sistem rujukan Posbindu PTM

ke Puskesmas

Mengembangkan dan memperkuat kegiatan deteksi dini (skrining) faktor risiko

penyakit tidak menular

Melakukan advokasi dan sosialisasi program pencegahan dan penanggulangan

penyakit tidak menular

Meningkatkan monitoring pelaksanaan kegiatan program pencegahan dan

penanggulangan penyakit tidak menular

Mengembangkan dan memperkuat sistem pembiayaan program pencegahan

dan penanggulangan penyakit tidak menular.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 25

BAB IV TENAGA KESEHATAN

4.1 Jumlah dan Rasio Tenaga Medis di Sarana Kesehatan

Peningkatan mutu pelayanan kesehatan kepada masyarakat adalah sebuah

keniscayaan, maka dari itu mutu tenaga kesehatan mesti dipersiapkan sejak dini

secara matang. Sebagai salah satu upaya untuk mendukung peningkatan mutu

pelayanan kesehatan adalah pengembangan sumber daya manusia kesehatan

melalui penyelenggaraan berbagai pendidikan dan pelatihan secara berkelanjutan

dan berkesinambungan untuk menghasilkan sumber daya yang profesional yang

kompeten dan memiliki moral dan etika, mempunyai dedikasi yang tinggi, kreatif

dan inovatif serta bersikap antisipatif terhadap berbagai perubahan yang akan

terjadi baik perubahan secara lokal maupun global.

Menurut Undang–Undang Nomor 36 Tahun 2014 Tentang Tenaga

Kesehatan, yang dimaksud dengan tenaga kesehatan adalah setiap orang yang

mengabdikan diri dalam bidang kesehatan serta memiliki pengetahuan dan/atau

keterampilan melalui pendidikan di bidang kesehatan yang untuk jenis tertenu

memerlukan kewenangan untuk melakukan upaya kesehatan.

Kompetensi Tenaga Kesehatan sebagaimana menjadi amanat dari

Permenkes RI Nomor 46 Tahun 2013 tentang Registrasi Tenaga Kesehatan

merupakan salah satu simpul untuk mengukur kecakapan dari seorang tenaga

kesehatan. Sudah barang tentu banyak lagi simpul-simpul lainnya yang perlu

menjadi perhatian kita bersama mulai dari perekrutan calon peserta didik, proses

pembelajaran, pendayagunaan dan pembinaan serta pengembangannya.

Oleh sebab itu dalam rangka pembentukan dan jaminan mutu tenaga

kesehatan perlu keterlibatan dan kerjasama dari berbagai stakeholders/pemangku

kepentingan antara lain : institusi pendidikan, organisasi profesi, user/pengguna

dan masyarakat, terutama upaya peningkatan mutu SDM Kesehatan melalui

standarisasi profesi bidang kesehatan yang bertujuan untuk mewujudkan dan

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 26

menjaga standar profesional. Pada grtafik berikut disajikan jumlah tenaga

kesehatan menurut kesehatan medis, paramedis dan tenaga kesehatan lainnya.

Grafik 5 : Jumlah Tenaga Kesehatan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018

Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

0

1

1

2

2

3

3

4

4

DR SPESIALIS a DOKTER UMUM DOKTER GIGI DOKTERGIGI SPESIALIS

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 27

Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

0

5

10

15

20

25

30

35

40

45

RSUD Sekayu

RSUD Sungai Lilin

RSUD Bayung Lencir

DR SPESIALIS a DOKTER UMUM DOKTER GIGI DOKTERGIGI SPESIALIS

0

50

100

150

200

250

PERAWATa BIDAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 28

Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20KESEHATAN MASYARAKAT KESEHATAN LINGKUNGAN GIZI

0

5

10

15

20

25AHLI LABORATORIUM MEDIK TENAGA TEKNIK BIOMEDIKA LAINNYA

KETERAPIAN FISIK KETEKNISIAN MEDIS

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 29

Sumber: SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

Jika ditinjau dari jumlah seluruh tenaga Kesehatan baik di Puskesmas

ataupun rumah sakit serta sarana kesehatan lainnya menurut Jenis ketenagaan

atau jenis pendidikan adalah sebagaimana grafik di bawah ini.

Grafik 6 : Proporsi Tenaga Kesehatan Menurut Jenis Ketenagaan

di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018

Sumber: Bidang Sumber Daya Kesehatan Dinkes MubaTahun 2018

05

10

15

20

25

30

TENAGA TEKNIS KEFARMASIANa APOTEKER

0

100

200

300

400

500

600

700

800

50 103

16 2

788

691

96 49

29 42 18 10

43 72 36

DR SPESIALIS a

DOKTER UMUM

DOKTER GIGI

DOKTERGIGI SPESIALIS

PERAWATa

BIDAN

KESEHATAN MASYARAKAT

KESEHATAN LINGKUNGAN

GIZI

AHLI LABORATORIUM MEDIK

TENAGA TEKNIK BIOMEDIKALAINNYA

KETERAPIAN FISIK

KETEKNISIAN MEDIS

TENAGA TEKNISKEFARMASIANa

APOTEKER

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 30

Berdasarkan grafik tersebut di atas bahwa jumlah tenaga kesehatan

menurut jenis ketenagaan yang paling banyak adalah perawat dan bidan,

sedangkan Jumlah tenaga kesehatan yang paling kecil adalah tenaga dokter Gigi

dan Petugas Gizi.

Berdasarkan sumber daya kesehatan, kondisi tenaga kesehatan tahun 2018

adalah sebagai berikut :

4.1.1 Ratio Dokter per 100.000 penduduk

Tabel 5 : Jumlah Tenaga Medis Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018.

No Tenaga Medis Jenis Kelamin

JUMLAH LAKI-LAKI PEREMPUAN

1 Dokter 38 65 103

2 Dokter Gigi 5 11 16

3 Dokter Spesialis 29 21 50

4 Dokter Gigi Spesialis 1 1 2

TOTAL 73 98 171

Sumber: Seksi SDMK Dinkes Kab.Muba

Jumlah Dokter Umum Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumatera Selatan sebanyak 103 orang, ada penambahan jumlah Dokter Umum

dari tahun 2017 yang berjumlah 70 orang. Ada pernambahan jumlah Dokter

Umum sebesar 67,96 % . Rasio Dokter Umum terhadap jumlah penduduk tahun

2018 sebesar 17 per 100.000 penduduk, ada peningkatan Rasio dari tahun 2017 ke

tahun 2018 karena ada peningkatan jumlah Dokter Umum, tapi tidak

berpengaruh banyak terhadap meningkatnya angka Rasio Dokter Umum di

karenakan Target Rasio Dokter Umum per 100.000 penduduk Tahun 2019 sebesar

45 per 100.000 penduduk dengan kata lain terlihat masih begitu banyak

kekurangan Tenaga Dokter Umum yang harus di penuhi untuk mencapai Target

Rasio Dokter Umum.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 31

Grafik 7 : Jumlah Tenaga Medis di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018

Sumber : Seksi SDMK Dinkes Muba Tahun 2018

Jumlah Dokter Spesialis Di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 adalah

sebanyak 50 orang, ada kenaikan jumlah dari tahun 2017 yang berjumlah 40

orang. Rasio Dokter Spesialis terhadap penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin

Tahun 2018 sebesar 8,2 per 100.000 penduduk, ada peningkatan dari Tahun 2017

Rasio hanya 5,9 per 100.000 penduduk. Sementara Target Rasio Dokter Spesialis

2019 berdasarkan Keemenko Bidang Kesra Nomor 54 Tahun 2013 , sebesar 10 per

100.000 penduduk,. Terlihat Rasio Dokter Spesialis yang masih kurang sedikit lagi

dari Target yang ingin di capai.

Tenaga Dokter Gigi di Kabupaten Musi Banyuasin berjumlah 16 orang dan

Dokter Gigi Spesialis berjumlah 2 orang, jadi jumlah Dokter Gigi seluruhnya

berjumlah 18 orang. Dengan angka tersebut Rasio Dokter Gigi terhadap jumlah

penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan 2,6 per

0

20

40

60

80

100

120

DR SPESIALIS aDOKTER UMUM

DOKTER GIGIDOKTER

GIGI SPESIALIS

50

103

16

2

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 32

100.000 penduduk. Sementara Target Rasio Dokter Gigi terhadap penduduk

Tahun 2019 adalah 13 per 100.000 penduduk, masih sangat jauh dari target yang

harus dicapai.

Proporsi Tenaga Dokter Umum 60,23%, Dokter Spesialis 29,24%, Dokter

Gigi 9,36% dan Dokter Gigi Spesialis 1,17%.

4.1.2 Ratio Tenaga Perawat per-100.000 penduduk

Perawat berasal dari Bahasa Latin: Nutrix yang berarti merawat atau

memelihara. Perawat adalah profesi yang difokuskan pada perawatn individu,

keluarga dan masyarakat, sehingga mereka dapat mencapai, mempertahankan

atau memulihkan kesehatan yang optimal dan kualitas hidup dari lahir sampai

mati. Perawat bertanggung jawab dalam memberikan pelayanan keperawatan

dari yang sederhana sampai yang kompleks kepada individu, keluarga, kelompok

atau masyarakat.

Melihat peran dan fungsi perawat yang demikian luas terhadap bidang

kesehatan, maka tenaga keperawatan sangat menentukan dalam pencapaian

tujuan pembangunan kesehatan untuk meningkatkan derajat kesehatan

masyarakat .

Tenaga Keperawatan di Kabupaten Musi Banyuasin berjumlah 697 orang.

Dengan angka tersebut maka Rasio Tenaga Perawat di Kabupaten Musi

Banyuasin Tahun 2018 adalah 114,7 per 100.000 penduduk, sementara target rasio

tahun 2019 adalah 180 per 100.000 penduduk. Dari angka tersebut terlihat bahwa

di Kabupaten Musi Banyuasin masih kekurangan tenaga perawat untuk

memenuhi target rasio yang di harapkan.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 33

Grafik 8 : Tenaga Keperawatan berdasarkan Wilayah Kerja

di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

4.1.3 Ratio Tenaga Bidan per-100.000 Penduduk

Yang dimaksud dengan bidan adalah seorang perempuan yang lulus dari

pendidikan bidan yang diakui Pemerintah dan organisasi profesi di wilayah

Negara Republik Indonesia serta memiliki kompetensi dan kualifikasi untuk

diregister, sertifikasi dan atau secara sah mendapat lisensi untuk menjalankan

praktik kebidanan. Bidan adalah tenaga professional yang bertanggung-jawab dan

akuntabel, yang bekerja sebagai mitra perempuan untuk memberikan dukungan,

asuhan dan nasehat selama masa hamil, masa persalinan dan masa nifas,

memfasilitasi dan memimpin persalinan atas tanggung jawab sendiri dan

0

50

100

150

200

250

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 34

memberikan asuhan kepada bayi baru lahir, dan bayi. Asuhan ini mencakup

upaya pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan

anak, dan akses bantuan medis atau bantuan lain yang sesuai,serta melaksanakan

tindakan kegawat-daruratan. Bidan mempunyai tugas penting dalam konseling

dan pendidikan kesehatan, tidak hanya kepada perempuan, tetapi juga kepada

keluarga dan masyarakat.

Jumlah Tenaga Bidan di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera

Selatan Tahun 2018 adalah 697 orang dengan Rasio 114,7 per 100.000 penduduk,

sementara target Rasio yang harus di capai tahun 2019 adalah 120 per 100.000

penduduk. Masih kurang sedikit dari rasio yang ditargetkan untuk Bidan yang

harus di penuhi.

Grafik 9 : Jumlah Tenaga Bidan Berdasarkan Wilayah Kerja Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber: Pengelola data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 35

4.1.4 Ratio Tenaga Ahli Kesehatan Masyarakat per-100.000 penduduk

Tenaga kesehatan masyarakat merupakan bagian dari sumber daya

manusia yang sangat penting perannya guna meningkatkan kesadaran yang lebih

tinggi pada pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif. Disamping

itu tenaga kesehatan masyarakat dapat juga berperan di bidang kuratif dan

rehabilitatif. Tenaga kesehatan Masyarakat juga berperan strategis dalam

mengubah prilaku masyarakat menjadi kondusif.

Tabel 6 : Jumlah Tenaga KesMas Dinkes Muba Tahun 2018

No Wilayah Kerja Kecamatan Puskesmas Jumlah

1 Sanga Desa Ngulak 2

2 Babat Toman Babat Toman 4

3 Lawang Wetan Ulak Paceh 4

4 Batang Hari Leko Tanah Abang 1

Lubuk Bintiale 2

Bukit Selabu 2

5 Palakat Tinggi Cinta Karya 3

Suka Damai 1

Sido Rahayu 3

6 Sungai Keruh Tebing Bulang 1

7 Jirak Jaya Jirak 2

8 Sekayu Balai Agung 21

Lumpatan 2

9 Lais Lais 6

Gardu Harapan 6

Teluk Kijing 6

10 Babat Supat Tanjung Kerang 1

11 Sungai Lilin Sungai Lilin 4

Sri Gunung 1

12 Keluang Karya Maju 5

Mekar Jaya 4

13 Bayung Lencir Bayung Lencir 8

Suka Jaya 1

14 Tungkal Jaya Peninggalan 2

Sumber Harum 1

Bero Jaya Timur 1

15 Lalan Bandar Agung 1

Karang Mukti 1

TOTAL 96

Sumber: Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 36

Rasio Tenaga Kesehatan Masyarakat di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun

2018 sebesar 15,8 per 100.000 penduduk sementara target Rasio tahun 2019 sebesar

16 per 100.000 penduduk. Terlihat Rasio Tenaga Kesehatan kurang sedikit sekali

dalam mencapai target Rasio tahun 2019. Capaian ini kemungkinan karena

banyak tenaga kesehatan Keperawatan, Kebidanan, Gizi dan lain lain yang sudah

mengambil pendidikan S1 ke Sarjana Kesehatan Masyarakat.

4.1.5 Ratio Tenaga Sanitasi per-100.000 penduduk

Ilmu, keahlian, dan profesi dalam bidang kesehatan lingkungan akan

banyak terkait dengan topik seputar pengaruh faktor lingkungan terhadap

kesehatan individu atau masyarakat, mekanisme terjadinya pengaruh tersebut

serta cara pengelolaanya. Bidang kesehatan lingkungan menuntut keahlian

sehingga juga mensyaratkan kompetensi petugas.

Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi banyak aspek. Ruang

Lingkup bidang garapan Kesehatan Lingkungan menurut WHO antara lain : 1)

Penyediaan Air Minum; 2) Pengelolaan air Buangan dan pengendalian

pencemaran; 3) Pembuangan Sampah Padat; 4) Pengendalian Vektor; 5)

Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh ekskreta manusia; 6) Higiene

makanan, termasuk higiene susu; 7) Pengendalian pencemaran udara; 8)

Pengendalian radiasi; 9) Kesehatan kerja; 10) Pengendalian kebisingan; 11)

Perumahan dan pemukiman; 12) Aspek kesling dan transportasi udara; 13)

Perencanaan daerah dan perkotaan; 14) Pencegahan kecelakaan; 15) Rekreasi

umum dan pariwisata; 16) Tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk; 17) Tindakan

pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

Sedemikian luas masalah kesehatan lingkungan, sehingga mensyaratkan

peningkatan ketrampilan dan profesionalitas tenaga dan menjadi persyaratan

Puskesmas dan Rumah Sakit harus memiliki tenaga kesehatan lingkungan.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 37

Tabel 7 : Jumlah Tenaga KesLing Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

No Tenaga Kesehatan Lingkungan JUMLAH

1 Sanitasi Lingkungan 49

2 Entomolog Kesehatan -

3 Mikrobiolog Kesehatan -

Jumlah 49

Sumber : Seksi SDMK Dinkes Kab.Muba

Tabel diatas menunjukkan jumlah tenaga kesehatan lingkungan di

Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan. Dengan jumlah 49 orang

tenaga kesehatan lingkungan (Sanitasi lingkungan) 100,0 % dan Entomolog

Kesehatan 0,0%. Rasio Tenaga Kesehatan lingkungan di Provinsi Sumatera Selatan

sebesar 8.1 per 100.000 penduduk. Sedangkat target Rasio tahun 2019 sebesar 18

per 100.000 penduduk. Masih sangat jauh dari target yang harus di capai.

Grafik 10 : Proporsi Tenaga Kesehatan Lingkungan Dinkes Muba tahun 2018

Sumber: Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

3

1

3

1 1 1 1 1 1 1 1

3

1

2

1 1 1

2

1 1 1 1 1 1 1

0

2 2

9

3

0

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 38

4.1.6. Ratio Tenaga Gizi di Sarana Kesehatan

Status gizi masyarakat dapat diukur melalui indikator-indikator, antara lain

bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), Status Gizi Balita, Status Gizi

Wanita Usia Subur, Kurang Energi Kronik (KEK), dan Gangguan Akibat

Kekurangan Yodium (GAKY). Upaya perbaikan gizi masyarakat sebagaimana

tercantum di dalam UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 bertujuan untuk

meningkatkan mutu gizi perseorangan dan masyarakat, antara lain melalui

perbaikan pola konsumsi makanan, perbaikan perilaku sadar gizi dan

peningkatan akses dan mutu pelayanan gizi dan kesehatan sesuai dengan

kemajuan ilmu dan teknologi.Visi pembangunan gizi sendiri adalah mewujudkan

keluarga mandiri sadar gizi untuk mencapai status gizi yang optimal.

Masalah gizi terjadi disebabkan oleh banyak faktor yang saling berkaitan

satu sama lain. Faktor penyebab ini dikelompokkan Penyebab langsung yaitu

intake konsumsi bahan makanan dan infeksi. Namun secara umum sebelum

terjadi masalah gizi selalu didahului oleh situasi tertentu seperti gagal panen, dan

peningkatan harga pangan. Saat ini pola konsumsi makanan beragam, bergizi

seimbang dan aman telah bergeser menjadi pola konsumsi makanan cepat saji

yang tinggi kadar lemak jenuh, tinggi garam dan gula serta miskin serat makanan.

Peningkatan pendapatan keluarga membawa perubahan gaya hidup baik pola

konsumsi juga aktivitas fisik karena didukung kemajuan teknologi dan ilmu

pengetahuan.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut peran tenaga Gizi sangat

diharapkan dapat berbuat banyak untuk mengatasinya melalui program yang

diharapkan langsung mengena kepada masyarakat, hal ini tidak mustahil karena

di Kabupaten Musi Banyuasin Jumlah tenaga Gizi walaupun belum mencukupi

untuk seluruh Fasilitas Kesehatan yang ada tetapi Dinas Kesehatan Kabupaten

Musi Banyuasin sangat mensupport pengembangan Ilmu Gizi dengan cara

mengikuti Pelatihan dan Seminar yang diselenggarakan oleh Propinsi maupun

Pusat dengan harapan pengentasan masalah Gizi dapat dieliminir di Kabupaten

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 39

Musi Banyuasin. Petugas Gizi yang ada di Kabupaten Musi Banyuasin pada

Tahun 2018 dapat kita lihat pada grafik dibawah ini :

Grafik 11 : Jumlah Petugas Gizi Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

4.1.7. Ratio Tenaga Kefarmasian/Apoteker di Sarana Kesehatan

PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan Kefarmasian, Tenaga Teknis

Kefarmasian adalah tenaga yang menbantu Apoteker dalam menjalani pekerjaan

kefarmasian, yang terdiri atas sarjana Farmasi, Ahli Madia Farmasi, Analis

Farmasi dan Tenaga Menengah Farmasi/ Asisiten Apoteker. Dalam Undang

Undang Kesehatan No. 36 Tahun 2014 tentang Tenaga Kesehatan , posisi Asisten

Apoteker tidak lagi di sebut Tenaga Kesehatan tetapi masuk sebagai Asisten

Tenaga Kesehatan.

0

2

4

6

8

10

12

14

1 1

0 0

1

0

1

0 0 0

1

0

1

2

1 1 1

0 0 0 0 0

1

0 0 0

1

0

14

2

0

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 40

Tabel 8 : Jumlah Tenaga Farmasi Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

TENAGA FARMASI JENIS KELAMIN JUMLAH

NO LAKI-LAKI PEREMPUAN

1 Apoteker 13 23 36

2 Tenaga Teknis Kefarmasian 18 54 72

TOTAL 31 77 108

Sumber: Seksi SDMK Dinkes Kab.Muba

Rasio Tenaga Apoteker di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 sebesar

5,9 per 100.000 penduduk, sementara target Rasio tahun 2019 sebesar 9 per 100.000

penduduk. Rasio Tenaga Teknis Kefarmasian 11,8 per 100.000 penduduk dan

target Rasio tahun 2019 sebesar 18 per 100.000 penduduk. Terlihat masih banyak

kekurangan tenaga Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian yang harus

dipenuhi untuk mencapai target Rasio untuk 2019.

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa tenaga kefarmasian terbesar adalah

tenaga Tenaga Teknis Kefarmasian sebesar 72 orang atau 66,7 % dari jumlah

tenaga kefarmasian , Apoteker sebanyak 36 orang (33,3%).

Grafik 12 : Jumlah Tenaga Farmasi di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber: Pengelola Data SDM Kesehatan Dinkes Muba Tahun 2018

05

1015202530

TENAGA TEKNIS KEFARMASIANa APOTEKER

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 41

BAB V PEMBIAYAAN KESEHATAN

5.1 PESERTA JAMINAN PEMELIHARAAN KESEHATAN

Untuk meningkatkan derajat kesehatan secara optimal, maka berbagai

program dan kegiatan akan dilaksanakan dengan didukung anggaran kesehatan

yang memadai. Penggunaan anggaran secara efektif dan efisien akan sangat

menentukan percepatan pembangunan kesehatan serta peningkatan kerjasama

dengan berbagai pihak dalam pembangunan kesehatan.

Hal yang paling mendasar dan menyentuh segenap masyarakat adalah

tersedianya Jaminan Pemeliharaan Kesehatan untuk masyarakat. Kabupaten Musi

Banyuasin sangat memprioritaskan masalah ini dengan mengajukan Anggaran

kepada Pemerintah berdasarkan rapat-rapat yang dilaksanakan lintas program

dan lintas sektor yang mengacu kepada Permendagri No.900/2280/SJ/2014

Tentang Juknis Penganggaran,Pelaksanaan dan Penatausahaan serta Pertanggung

Jawaban dana JKN pada FKTP milik PEMDA dan Perpres 82/2018 Tentang

Jaminan Kesehatan serta Permenkes nomor 28 tahun 2014 tentang Pedoman

Pelaksanaan Program Jaminan Kesehatan Nasional demi terselenggaranya

Program Jaminan Kesehatan Masyarakat ini.

Jaminan Kesehatan adalah jaminan berupa perlindungan kesehatan agar

peserta memperoleh manfaat pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam

memenuhi kebutuhan dasar kesehatan yang diberikan kepada setiap orang yang

telah membayar iuran atau iurannya dibayar oleh pemerintah. Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya disingkat BPJS

Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk menyelenggarakan

program Jaminan Kesehatan. Penerima Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan yang

selanjutnya disebut PBI Jaminan Kesehatan adalah fakir miskin dan orang tidak

mampu sebagai peserta program Jaminan Kesehatan. Peserta adalah setiap orang,

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 42

termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di Kabupaten

Musi Banyuasin, yang telah membayar iuran. Manfaat adalah faedah jaminan

sosial yang menjadi hak Peserta dan/atau anggota keluarganya.

Iuran Jaminan Kesehatan adalah sejumlah uang yang dibayarkan secara

teratur oleh Peserta, Pemberi Kerja dan/atau Pemerintah untuk program Jaminan

Kesehatan. Fasilitas Kesehatan adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang

digunakan untuk menyelenggarakan upaya pelayanan kesehatan perorangan,

baik promotif, preventif, kuratif maupun rehabilitatif 6 yang dilakukan oleh

Pemerintah, Pemerintah Daerah, dan/atau Masyarakat.

Setelah melalui proses Rapat-rapat mulai dari tingkat Desa, Kecamatan,

Kabupaten, Propinsi dan akhirnya sampai ke Pemerintah Pusat akhirnya Dinas

Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin mendapatkan Alokasi dana untuk

diimplementasikan dalam pelaksanaannya dengan mengacu kepada Perpres

32/2014 tentang Pengelolaan dan Pemanfaatan Dana Kapitasi JKN pada FKTP

Milik Pemerintah Daerah dan Permenkes 21/2016 tentang penggunaan Dana

Kapitasi Jaminan Kesehatan Nasional Untuk Jasa Pelayanan Kesehatan dan

Dukungan Biaya Operasional pada FKTP Milik Pemerintah Daerah serta SE MDN

nomor 900/2280/SJ tanggal 5 Mei 2014, hal Petunjuk Teknis Penganggaran,

Pelaksanaan dan Penatausahaan, serta Pertanggung Jawaban Dana Kapitasi JKN

pada FKTP Milik Pemerintah Daerah.

Adapun Anggaran yang turun bernama Jaminan Kesehatan Nasional

dengan peruntukan untuk menjamin kesehatan segenap masyarakat Kabupaten

Musi Banyuasin sesuai dengan data Penduduk yang membutuhkannya yaitu PBI (

Peserta Penerima Bantuan Iuran ) dan Non PBI, sedangkan jumlah anggaran yang

didapatkan Dinas Kesehatan Musi Banyuasin sebesar Rp.37.766.624.164,- dengan

realisasi anggaran Rp.32.371.559.770,- atau sebesar 85,71% yang bersumber dari

APBD Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2018 untuk kegiatan Jaminan

Kesehatan masyarakat Kabupaten Musi Banyuasin serta yang bersumber dari

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 43

dana APBN dengan Jumlah Anggaran sebesar yaitu Rp.5.254.827.000,- dengan

realisasi anggaran Rp.1.571.374.419 ,- atau sebesar 29,90 % Tahun anggaran 2018

yang peruntukannya untuk Jaminan Persalinan masyarakat Kabupaten Musi

Banyuasin.

Kepesertaan Jaminan Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin dilaksanakan

secara bertahap sehingga dapat mencakup semua penduduk, untuk Peserta PBI

didaftarkan oleh Dinas Kesehatan ke BPJS sedangkan untuk Non PBI antara lain

PNS,TNI, POLRI, Pejabat Negara,dan Pegawai Pemerintah Non PNS diatur oleh

Pemerintah Pusat. Setiap Peserta yang telah terdaftar akan mendapatkan

Pelayanan Kesehatan sesuai dengan Ruang Lingkup Pelayanan ( Perpres No 12

Tahun 2013, Permenkes No 71 Tahun 2013, Peraturan BPJS Kesehatan No 1 Tahun

2014 ) serta perubahan peraturan lainnya yang disesuaikan dengan masa

berlakunya peraturan tersebut.

Harapan dengan adanya Program Jaminan Kesehatan MUBA Sehat ini

penduduk di Kabupaten Musi Banyuasin dapat mengetahui dengan cepat hak

dan kewajibannya, cara mendapatkan Pelayanan Kesehatan serta hal-hal yang

tidak masuk kedalam pertanggungan Jaminan Kesehatan ini dengan demikian

dapat menanggulangi deficit Kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin yang

beralaskan tidaka adanya Jaminan Kesehatan bagi masyarakat.

5.2 DESA YANG MEMENFAATKAN DANA DESA UNTUK KESEHATAN Dana Desa adalah dana yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan

Belanja Negara yang diperuntukkan bagi Desa dan Desa Adat yang ditransfer

melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah kabupaten/

kota dan digunakan untuk membiayai penyelenggaran pemerintahan,

pembangunan, serta pemberdayaan masyarakat, dan kemasyarakatan. Fokus

penting dari penyaluran dana ini lebih terkait pada implementasi pengalokasian

Dana Desa agar bisa sesempurna gagasan para inisiatornya.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 44

Skenario awal Dana Desa ini diberikan dengan mengganti program

pemerintah yang dulunya disebut PNPM, namun dengan berlakunya Dana Desa

ini, dapat menutup kesempatan beberapa pihak asing untuk menyalurkan dana

ke daerah di Indonesia dengan program program

yang sebenarnya juga dapat menjadi pemicu pembangunan daerah.

Sesuai dengan amanat Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa,

Pemerintah mengalokasikan Dana Desa, melalui mekanisme transfer kepada

Kabupaten/Kota. Berdasarkan alokasi Dana tersebut, maka tiap Kabupaten/Kota

mengalokasikannya kepada setiap desa berdasarkan jumlah desa

dengan memperhatikan jumlah penduduk (30%), luas wilayah (20%), dan

angka kemiskinan (50%). Hasil perhitungan tersebut disesuaikan juga dengan

tingkat kesulitan geografis masing-masing desa. Alokasi anggaran sebagaimana

dimaksud di atas, bersumber dari Belanja Pusat dengan mengefektifkan program

yang berbasis Desa secara merata dan berkeadilan. Besaran alokasi anggaran yang

peruntukannya langsung ke Desa ditentukan 10% (sepuluh perseratus) dari dan

di luar dana Transfer Daerah (on top) secara bertahap.

Kerjasama Lintas Sektor dengan OPD yang terkait dengan Anggaran

Program untuk Kesehatan terus dilakukan semaksimal mungkin salah satunya

Anggaran Dana Desa yang ada pada Dinas Pemberdayaan Masyarakat dapat

dipergunakan untuk Kesehatan di Wilayah Kerja Kabupaten Musi Banyuasin, dan

berdasarkan Rapat Koordinasi Lintas Sektor salah satunya melalui

Musrenbangdes pada Tahun 2018 lalu didapatkan hasil dari 242 Desa yang ada di

Kabupaten Musi Banyuasin telah mendapatkan Anggaran Dana Desa sebesar 100

persen dari Total Jumlah Desa yang ada dengan sesuai dengan hasil

Musrenbangdes tersebut diatas.

Anggaran Dana Desa tersebut dipergunakan untuk berbagai macam

kebutuhan serta kegiatan Kesehatan sesuai dengan amanat Undang-undang no 6

tahun 2014 antara lain untuk keperluan perbaikan sarana dan prasarana unit

kesehatan, penambahan peralatan kesehatan, bantuan Operasional, serta kegiatan-

kegiatan yang telah dimusyawarahkan terklebih dahulu. Hal ini sangat baik sekali

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 45

untuk menunjang Pelayanan Kesehatan yang mana sangat kompleks

permasalahan serta harapan dari masyarakat yang mana kalau dipikir harus

menjadi tanggung jawab bersama bukan hanya tanggung jawab Dinas Kesehatan

beserta jajarannya saja.

5.3 PERSENTASE ANGGARAN KESEHATAN

Kebijakan Program kesehatan dengan tujuan untuk mencapai pelayanan

kesehatan secara optimal yang dapat menunjang pembangunan kesehatan pada

wilayah kerjanya diperlukan rencana kerja yang baik dan berorientasi dengan

hasil yang baik pula, sehingga Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin

melalui Rapat Koordinasi Lintas Sektor dan Program mendapatkan hasil akhir

Rapat Keputusan untuk mengalokasikan anggaran bagi kegiatan pokok serta

penunjang program pada Dinas Kesehatan Musi Banyuasin tahun 2018.

Berdasarkan DPA dan Laporan Keuangan di Dinas Kesehatan Kabupaten

Musi Banyuasin tahun 2018, tentang Ringkasan Urusan Desentralisasi (Anggaran

Realisasi dan Pelaksanaan Urusan Wajib kesehatan) sebagaimana terlampir

berikut ini :

1. Program Pelayanan Administrasi Perkantoran. 2. Program Peningkatan Sarana Dan Prasarana Aparatur. 3. Program Peningkatan Kapasitas Sumber Daya Aparatur. 4. Program Peningkatan Pengembangan Sistem Pelaporan Kinerja Dan

Keuangan. 5. Program Obat Dan Perbekalan Kesehatan. 6. Program Upaya Kesehatan Masyarakat. 7. Program Pengawasan Obat dan Makanan. 8. Program Promosi Kesehatan Dan Pemberdayaan Masyarakat. 9. Program Perbaikan Gizi Masyarakat. 10. Program Pengembangan Lingkungan Sehat. 11. Program Pencegahan Dan Penanggulangan Penyakit Menular. 12. Program Standarisasi Pelayanan Kesehatan. 13. Program Pengadaan, Peningkatan Dan Perbaikan Sarana Dan

Prasarana Puskesmas/Puskesmas Pembantu Dan Jaringannya. 14. Program Pengadaan,Peningkatan Sarana Dan Prasarana. 15. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan Anak Balita. 16. Program Peningkatan Pelayanan Kesehatan lansia.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 46

17. Program Pengawasan Dan Pengendalian Kesehatan Makanan. 18. Program Peningkatan Keselamatan Ibu Melahirkan Dan Anak. 19. Program Penataan Penguasaan, Pemilikan, Penggunaan dan

Pemanfaatan Tanah. 20. Program Peningkatan Mutu Pelayanan Kesehatan.

Tabel 9 : Anggaran Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber:Subbag Keuangan dan Aset Dinkes Muba Tahun 2018

NO SUMBER BIAYA ALOKASI ANGGARAN KESEHATAN

Rupiah %

1 2 3 4

ANGGARAN KESEHATAN BERSUMBER:

1 APBD Kabupaten MUBA

Rp.246,259,452,596,-

a. Belanja Langsung Rp. 82,670,302,809,-

b. Belanja Tidak Langsung Rp. 163,589,149787,-

2 APBD Kabupaten MUBA -

- Dana Tugas Pembantuan (TP) Provinsi -

3 APBN :

- Dana Alokasi Umum (DAU) -

- Dana Alokasi Khusus (DAK) Rp. 37,766,624,164,-

- Dana Dekonsentrasi -

- Dana Tugas Pembantuan Kabupaten/Kota

-

- Lain-lain (sebutkan) -

4 PINJAMAN/HIBAH LUAR NEGERI (PHLN)

-

(sebutkan project dan sumber dananya) -

5 SUMBER PEMERINTAH LAIN -

TOTAL ANGGARAN KESEHATAN

Rp.284,026,076,760,-

TOTAL APBD KAB/KOTA

Rp.3,228,265,186,000,-

% APBD KESEHATAN THD APBD KAB/KOTA

8,79

ANGGARAN KESEHATAN PERKAPITA Rp.53.464,39

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 47

Alokasi dan Realisasi Anggaran Menurut Belanja

Alokasi dan Realisasi Anggaran Menurut Belanja Pada Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Banyuasin Tahun Anggaran 2018 dapat di lihat pada tabel

dibawah ini :

Tabel 10 : Rincian Alokasi dan Realisasi Anggaran Tahun 2018

Berdasarkan tabel 10 diatas dapat dijelaskan bahwa, Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Banyuasin pada Tahun 2018 memperoleh Alokasi Anggaran

sebesar Rp. 246.259.452.596,- yang terdiri dari Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.

82.670.302.809,- dan Belanja Langsung sebesar Rp.163.589.149.787,- , sedangkan

Realisasi Anggaran sebesar Rp.225.351.692.716,- atau (91,51%) yang terdiri dari

Belanja Tidak Langsung Rp. 77.895.620.584,- (94,22%) dan Belanja Langsung

sebesar Rp. 147.456.072.132,- atau (90,14%).

5.3.1 Alokasi dan Realisasi Anggaran Perjenis Belanja

Alokasi dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja pada Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada Tabel 11 dibawah ini :

Tabel 11 : Alokasi dan Realisasi Anggaran per Jenis Belanja Tahun 2018

No Uraian Belanja Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) %

1 Belanja Tidak Langsung 82.670.302.809 77.895.620.584 94,22%

2 Belanja Langsung 163.589.149.787 147.456.072.132 90,14%

Jumlah 246.259.452.596 225.351.692.716 91,51%

No Uraian Belanja Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) %

1 Belanja Pegawai

- Belanja Langsung 4.653.083.000,00 4.053.527.000,00 87,11%

- Belanja Tidak Langsung 82.670.302.809,00 77.895.620.584,00 94,22%

2 Belanja Barang dan Jasa 143.829.279.864,00 130.239.565.593,00 90,55%

3 Belanja Modal 15.106.786.923,00 13.162.979.539,00 87,13%

Jumlah 246.259.452.596,00 225.351.692.716,00 91,51%

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 48

Berdasarkan Tabel 11 diatas dapat di jelaskan bahwa :

1. Alokasi Anggaran Dinas Kesehatan kabupaten Musi Banyuasin terhadap

total Anggaran APBD Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sebesar

7,63% atau (Rp.246.259.452.596,09 / Rp.3.228.265.186.000,- x 100%).

2. Pada Tahun Anggaran 2018, anggaran Belanja Pegawai sebesar

Rp.87.323.385.809,09,- terdiri dari belanja tidak langsung sebesar Rp.

82.670.302.809,09,- dan Belanja Langsung sebesar Rp.4.653.083.000,00,-

terealisasi Belanja Tidak Langsung sebesar Rp.77.895.620.584,00,- atau

94,22% meliputi belanja gaji, tunjangan pegawai, tambahan penghasilan

PNS dan belanja langsung sebesar Rp.4.053.527.000,00,- atau 87,11%.

3. Realisasi Belanja Barang dan Jasa terhadap pagu anggaran belanja barang

dan jasa Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 90,55% atau

(Rp.130.239.565.593,- / Rp.143.829.279.864,- x 100%).

4. Realisasi Belanja Modal terhadap total pagu anggaran Belanja Modal Dinas

Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 87,13% atau (Rp.

13.162.979.539,- / Rp.15.106.786.923,- x 100%).

5.3.2 Alokasi dan Realisasi Anggaran Belanja Pemeliharaan

Alokasi dan Realisasi Anggaran Belanja Pemeliharaan pada Dinas

Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada table 12 di bawah ini :

No Uraian Belanja Anggaran (Rp) Realisasi (Rp) %

1

Pemeliharaan

rutin/berkala gedung

kantor

100,000,000,00 80,549,000,00 80,55%

2

Pemelihara rutin/berkala

kendaraan dinas

operasioal

800,000,000,00 650,733,550,00 81,34%

3

Pemeliharaan

rutin/berkala peralatan

gedung kantor

100,000,000,00 97,140,000,00 97,14%

4

Rehabilitasi

sedang/berat kendaraan

dinas/operasional

100,000,000,00 54,149,200,00 54,15%

Jumlah 1,100,000,000,00 882,571,750,00 80,23%

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 49

Berdasarkan tabel 12 diatas dapat dijelaskan bahwa :

1. Belanja Pemeliharaan dari pagu anggaran sebesar Rp.1.100.000.000,-

terealisasi sebesar Rp.882.571.750,- atau sebesar 80,23%

2. Belanja Pemeliharaan terhadap belanja barang dan jasa Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 0,68% atau (Rp.882.571.750,- /

Rp.130.239.565.593,- x 100%)

3. Realisasi Belanja Pemeliharaan terhadap jumlah belanja Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 0,39%atau (Rp.882.571.750.00,- /

Rp.225.351.692.716,- x 100%).

Demikianlah gambaran sekilas tentang Anggaran Kesehatan serta Realisasi

pelaksanaannya pada Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Tahun

Anggaran 2018 guna mengoptimalkan Pembangunan Kesehatan di Wilayah Kerja

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin yang masih perlu pembenahan

kedepannnya sesuai dengan kebutuhan dalam bidang kesehatan yang akan

direncanakan berdasarkan Lintas Program antara Puskesmas dengan Dinas

Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin serta Lintas Sektor dengan berbagai pihak

lain dengan harapan target Kinerja untuk mencapai target Pembangunan

Kesehatan di Wilayah Kabupaten Musi Banyuasin dapat tercapai.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 50

BAB VI KESEHATAN KELUARGA

Derajat kesehatan secara grafikan dapat dilihat dari beberapa indikator

pada Kesehatan Keluarga yang meliputi antara lain seperti mortalitas, morbiditas

dan angka status gizi masyarakat yang dapat dilihat pada Pelayanan Kesehatan

Ibu, Kesehatan Anak, Kesehatan Usia Produktif dan Usia Lanjut. Berikut ini

diuraikan tentang indikator-indikator tersebut.

6.1 KESEHATAN IBU

Angka kematian (Mortalitas) merupakan salah satu ukuran untuk melihat

Grafik perkembangan derajat kesehatan masyarakat dan dijadikan acuan untuk

menilai keberhasilan pembangunan kesehatan. Angka kematian dapat dilihat dari

kejadian kematian dalam masyarakat dari waktu ke waktu dan pada umumnya

dapat dihitung dengan melakukan Survey dan penelitian. Angka kematian bayi

(AKB), kematian ibu akibat melahirkan (AKI) dan kematian balita (AKA Balita)

merupakan indikator utama dalam menilai pencapaian derajat kesehatan

masyarakat. maka Peningkatan Kesehatan Ibu merupakan indikator utama yang

harus dicapai sampai tahun 2018.

Upaya untuk menurunkan angka kematian ibu juga masih merupakan

salah satu prioritas utama pembangunan nasional bidang kesehatan sebagaimana

tercantum dalam dokumen Rencana Pembangunan Kesehatan Jangka Menengah

Nasional (RPJMN) tahun 2017 – 2022. Untuk menurunkan angka kematian

ibu/jumlah kasus kematian ibu maternal, ada beberapa indikator yang akan

menjadi prioritas utama kegiatan di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumatera Selatan antara lain; Seluruh Ibu hamil harus mendapatkan pelayanan

ANC terpadu sesuai standar; Seluruh Ibu hamil dengan deteksi faktor resiko

sudah mendapat pelayanan/teratasi secara adekuat; Seluruh Ibu Bersalin harus

ditolong oleh tenaga kesehatan yang kompeten dengan melakukan persalinan di

fasilitas kesehatan; Seluruh ibu bersalin dengan komplikasi harus tertangani dan

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 51

apabila tidak sesuai prosedur maka dirujuk ke fasilitas kesehatan yang lebih

memadai dan terjangkau; Seluruh ibu hamil, bersalin dan nifas harus mendapat

akses pelayanan yang aman, bersih dan berkualitas sesuai standar.

Untuk selanjutnya pembangunan Indonesia berdasarkan tujuan

pembangunan berkelanjutan atau Sustainable Development Goals seterusnya disebut

SDGs. Sedangkan SDGs merupakan Pembangunan yang bertujuan secara

berkelanjutan, dalam hal ini capaian pembangunan masih berpedoman kepada

capaian MDGs.

Oleh karena angka kematian ini diperoleh melalui survey misalnya SDKI

atau survey bidang kesehatan lainnya maka informasi tentang data kematian yg

disajikan dalam profil ini adalah data absolut (jumlah kematian) yang diperoleh

dari laporan rutin kabupaten/kota.

6.1.1 Jumlah dan angka Kematian Ibu (AKI)

Angka kematian ibu merupakan ukuran yang sangat sensitif terhadap

tinggi rendahnya derajat kesehatan masyarakat disuatu daerah/wilayah. Angka

kematian ibu adalah jumlah kematian ibu melahirkan per 100.000 kelahiran hidup

disuatu wilayah/daerah. Target AKI di Indonesia adalah 102 kematian per

100.000 kelahiran hidup. Sementara itu berdasarkan Survei Demografi dan

Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012, Angka Kematian Ibu (AKI) (yang

berkaitan dengan kehamilan, persalinan, dan nifas) sebesar 359 per 100.000

kelahiran hidup. Angka kematian ibu cukup sulit untuk didapat karena

memerlukan survei dengan biaya, waktu dan tenaga yang besar. Salah satu cara

untuk menghitung angka kematian ibu adalah dengan mengukur jumlah

kematian ibu, berikut capaian indikator kinerja menurunkan jumlah kematian ibu

maternal di Sumatera Selatan.

Sesuai perumusan SDGs/Pembangunan berkelanjutan untuk mencapai

target indikator, maka upaya yang perlu dilaksanakan adalan menurunkan

Angka Kematia Ibu (AKI) dan AKB yang diukur dengan Proksi : Persalinan di

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 52

Fasilitas Kesehatan (PF), Kunjungan Antenatal (K4) dan Kunjungan Neonatal

Pertama (KN1).

Angka kematian ibu (AKI) adalah kematian perempuan pada saat hamil

atau kematian dalam kurun waktu 42 hari sejak terminasi kehamilan tanpa

memandang lamanya kehamilan, yakni kematian yang disebabkan karena

kehamilannya atau penanganannya, tetapi bukan karena sebab-sebab lain seperti

kecelakaan dan terjatuh. Sesuai indicator MDGS 4 dan 5 yaitu menurunkan angka

kematian ibu dan menurunkan angka kematian bayi dan balita.

Indikator ini secara langsung digunakan untuk memonitor kematian terkait

dengan kehamilan. AKI dipengaruhi oleh beberapa faktor termasuk status

kesehatan secara umum, `pendidikan dan pelayanan selama kehamilan dan

melahirkan.

Angka Kematian Ibu (AKI) di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumatera Selatan masih sulit diukur karena jumlah penduduk yang masih sangat

sedikit, laporan yang tidak akurat serta dipengaruhi oleh kesalahan sampling

yang tinggi dan selang kepercayaan yang besar, maka tidak mungkin

menyimpulkan pencapaian angka kematian ibu (AKI) tanpa melalui Survey

Khusus, SENSUS dan SUPAS atau survey khusus lainnya.

Jumlah Kematian Ibu Maternal di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumatera Selatan sampai dengan bulan Desember 2018 mencapai 13 Kasus sudah

menunjukkan kinerja yang sangat baik jika kita perhatikan karena target sampai

tahun 2019 Angka Kematian Ibu 304/100.000 KH namun perlu kita jaga angka

tersebut dan ditingkatkan kembali.

Bila kita lihat dari hasil rekapan laporan PWS KIA kasus kematian

perkecamatan dari tahun ke tahun terjadi perubahan, baik itu jumlah maupun

penyebab kematian yang berbeda beda. Perbedaan ini dapat dilihat dari beberapa

kecamatan di kabupaten Musi Banyuasin yang cenderung menurun dan bahkan

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 53

ada yang meningkat dengan penyebab utamanya adalah perdarahan dan disusul

dengan hypertensi dalam kehamilan.

Permasalahan yang sama juga disebabkan karena deteksi dini faktor

resiko oleh tenaga kesehatan yang kurang cermat, penanganan persalinan yang

kurang adekuat/tidak sesuai prosedur (tidak ditolong oleh tenaga yang

kompoten) serta sistem rujukan yang tidak sesuai dengan prosedur jejaring

manual rujukan. Selain penangan yang tidak adekuat, jumlah kasus kematian

meningkat disebabkan juga karena manajemen program yang sudah terlaksana

sesuai sistem manajemen yang baik, diantaranya : Pelaksanaan Audit Maternal

Perinatal yang melibatkan TIM Teknis dan Tim Manjemen, sehingga seluruh

kematian ibu maternal dapat terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang

sudah bejalan dengan baik.

Grafik 13 : Jumlah Kematian Ibu Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018

0

1

2

0 0 0 0 0 0

2

1

0

2

1

0 0 0 0

2 2

0 0 0 0 0 0 0 0 0

1

1

2

2

3

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 54

Grafik 14 : Jumlah Kematian Ibu Dinkes Muba Tahun 2014 s.d 2018

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018

Kematian ibu disebabkan oleh multifaktor yang merupakan hasil interaksi

berbagai aspek, baik aspek klinis, aspek sistem pelayanan kesehatan, maupun

faktor – faktor non kesehatan yang mempengaruhi pemberian pelayanan klinis

dan terselenggaranya sistem pelayanan kesehatan tersebut secara optimal. Pada

jumlah kasus kematian maternal disebabkan oleh beberapa faktor, faktor yang

sangat dominan dari penyebab kematian ibu pada tahun 2018 adalah perdarahan

7 kasus, hipertensi dalam kehamilan 3 kasus, Faktor lain-lain 3 kasus.

Adapun hal-hal yang menyebabkan masih tingginya Angka Kematian Ibu

(AKI), adalah:

1. Deteksi dini faktor resiko oleh tenaga kesehatan yang kurang cermat,

penanganan persalinan yang kurang adekuat/tidak sesuai prosedur (tidak

ditolong oleh tenaga yang kompeten)

2. Sistem rujukan yang tidak sesuai dengan prosedur jejaring manual rujukan

7

11

9

9

13

2014

2015

2016

2017

2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 55

3. Terbatasnya pelayanan kesehatan ibu meliputi tenaga dan sarana, serta belum

optimalnya keterlibatan swasta

4. Terbatasnya kualitas tenaga kesehatan untuk pelaksanaan kegiatan responsif

gender, yaitu : antenatal yang terintegrasi, pertolongan persalinan, penanganan

komplikasi kebidanan, dan keluarga berencana.

5. Belum adanya sistem pelayanan kesehatan yang sesuai untuk daerah terpencil :

belum ada regulasi untuk memberikan kewenangan yang lebih untuk tindakan

medis khusus, terbatasnya insentif untuk tenaga kesehatan, dan terbatasnya

sarana/dana untuk transportasi (kunjungan dan rujukan)

6. Kurangnya dana operasional untuk pelayanan kesehatan ibu, terutama untuk

daerah terpencil

7. Kurang optimalnya pemberdayaan masyarakat : ketidaksetaraan gender,

persiapan persalinannya dan dalam menghadai kondisi gawat darurat

(mandiri) di tingkatan desa

8. Belum optimalnya perencanaan terpadu lintas sektor dan lintas program untuk

percepatan penurunan angka kematian ibu.

9. Manajemen program yang sudah terlaksana sesuai sistem manajemen yang

baik, diantaranya : Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal yang melibatkan TIM

Teknis dan Tim Manjemen, sehingga seluruh kematian ibu maternal dapat

terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah berjalan dengan

baik.

Berbagai prioritas yang masih akan dilakukan untuk menurunkan Jumlah

Kematian Ibu Maternal , antara lain adalah :

1. Peningkatan kualitas dan cakupan layanan, meliputi :

Pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan ; penyediaan tenaga

kesehatan di desa, penyediaan fasilitas pertolongan persalinan di

polindes/pustu/puskesmas, kemitraan bidan dengan dukun bayi,

pelatihan bagi nakes.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 56

Penyediaan pelayanan kegawatdaruratan yang berkualitas dan sesuai

standar melalui bidan desa di polindes, pustu, puskesmas dengan fasilitas

PONED dan PONEK.

Mencegah terjadinya kehamilan yang tidak diinginkan dan penanganan

komplikasi keguguran melalui KIE untuk mencegah 4 terlalu, pelayanan

KB berkualitas.

Pemantapan kerjasama lintas program dan lintas sektoral dalam menjalin

kemitraan dengan pemda, organisasi profesi, dan swasta.

Peningkatan partisipasi perempuan, keluarga dan masyarakat dengan cara:

Meningkatkan pengetahuan tentang tanda bahaya, pencegahan

keterlambatan dan penyediaan buku KIA ; kesiapan keluarga dan

masyarakat dalam menghadapi persalinan dan kegawatdaruratan ;

penyediaan dan pemanfaatan yankes ibu dan bayi;

2. Peningkatan kapasitas manajemen pengelola program melalui peningkatan

kemampuan pengelola program, agar mampu melaksanakan, merencanakan

dan mengevaluasi kegiatan sesuai kondisi daerah;

3. Pemerintah membuat kebijakan mengenai anggaran untuk meningkatkan

kesehatan perempuan, misalnya dengan mengharuskan 20% anggaran

kesehatan untuk kegiatan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) dan memastikan

anggaran tersebut tepat sasaran;

4. Memperbaiki sistem pencatatan terkait upaya penurunan AKI di Kabupaten

Musi Banyuasin sehingga data yang ditampilkan menggambarkan kondisi

kesehatan perempuan saat ini;

5. Melakukan pendekatan budaya kepada masyarakat untuk mengubah pola

pikir agar permasalahan kesehatan reproduksi, khususnya kesehatan

reproduksi remaja, merupakan masalah bersama dan tidak lagi

menganggapnya sebagai hal yang tabu untuk dibicarakan;

6. Membentuk peer conseling untuk remaja terkait kesehatan reproduksi;

7. Memperbaiki infrastruktur jalan dan fasilitas kesehatan sebagai upaya

multisektor;

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 57

8. Memastikan sistem rujukan dari rumah ke puskesmas dan ke rumah sakit

berjalan optimal;

9. Menjamin biaya persalinan di sarana pelayanan kesehatan pemerintah

melalui program jaminan persalinan (Jampersal) untuk setiap ibu yang

melahirkan;

10. Pelaksanaan Ante Natal Care (ANC) yang terintegrasi untuk ibu hamil

,termasuk pemeriksaan HIV/AIDS, Malaria, Cacingan dan penyakit infeksi

menular lainnya secara terintegrasi dan pelaksanaan kelas ibu hamil dengan

melibatkan keluarga dan masyarakat;

11. Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal (AMP) di tingkat kabupaten/kota.

6.1.2 PELAYANAN KESEHATAN PADA IBU HAMIL

Pelayanan kesehatan antenatal merupakan pelayanan kesehatan yang

dilakukan oleh tenaga kesehatan profesional (dokter spesialis kandungan dan

kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat) kepada ibu hamil selama masa

kehamilannya sesuai dengan pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan titik

berat kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal dapat dilihat

dari cakupan pelayanan K1 dan K4.

Grafik 15 : Persentase K1 dan K4 Dinkes Muba Tahun 2018 :

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

0,0

50,0

100,0

150,0

200,0

250,0 K1 K4

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 58

Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumatera Selatan Tahun 2018 yang diperoleh dari petugas Puskesmas di

Kabupaten/Kota data Kunjungan K4 92,9%, KN Lengkap 93,6%, K1 98,3%, KN1

98,1%, Neonatal Komplikasi 13,06%, Kematian Ibu 13 kasus, Kematian Neonatal

41 kasus. Dari data tersebut terlihat bahwa cakupan pelayanan kesehatan ibu

sudah cukup baik, begitupun jumlah kasus Kematian Ibu dan Neonatal dari tahun

ke tahun mengalami fluktuatif yakni di tahun 2015 kematian Ibu 6 kasus naik

menjadi 9 kasus di tahun 2016 dan ditahun 2017 masih sama dengan 9 kasus lalu

naik lagi menjadi 13 kasus pada Tahun 2018. Kasus kematian neonatal di tahun

2015 dan 2016 adalah 0 kemudian naik menjadi 35 kasus di tahun 2017, dan di

tahun 2018 sebesar 51 kematian neonatal. Dengan meningkatnya jumlah kasus

kematian neonatal ini menjadi tolak ukur bahwa kematian neonatal harus lebih di

pantau dan dimonitor lagi dengan focus agar kasus kematian ibu dan neonatal ini

dapat dipastikan sesuai dengan target yang diharapkan.

Seperti kita ketahui bersama bahwa kematian ibu dan kematian neonatal

disebabkan oleh multifaktor yang merupakan hasil interaksi berbagai aspek, baik

aspek klinis, aspek sistem pelayanan kesehatan, maupun faktor – faktor non

kesehatan yang mempengaruhi pemberian pelayanan klinis dan terselenggaranya

sistem pelayanan kesehatan tersebut secara optimal. Oleh karena itu, diperlukan

pemahaman dan kesamaan persepsi dari semua pihak mengenai pentingnya

peran berbagai aspek tersebut dalam penanganan masalah kematian ibu sehingga

strategi yang akan digunakan untuk mengatasinya harus merupakan integrasi

menyeluruh dari berbagai aspek tersebut yaitu antara lain factor-faktornya adalah

sebagai berikut :

6.1.2.1 Cakupan Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan

Indikator ini merupakan pelayanan pertolongan persalinan yang bersih

dan aman oleh tenaga kesehatan yang kompeten dan menggambarkan

kemampuan Manajemen program KIA dalam pertolongan persalinan sesuai

standar. Indikator ini juga menggambarkan akses ibu hamil terhadap pelayanan

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 59

antenatal cakupan K4 kontak 4 kali dengan tenaga kesehatan yang mempunyai

kompetensi sesuai standar. Saat ini angka cakupan pelayanan antenatal sudah

meningkat dibandingkan tahun-tahun sebelumnya, walaupun demikian masih

terdapat disparitas antar daerah kabupaten/kota yang variasinya cukup besar,

selain adanya kesenjangan juga ditemukan ibu hamil yang tidak menerima

pelayanan dimana seharusnya diberikan pada saat kontak dengan tenaga

kesehatan (missed opportunity).

Grafik 16 : Cakupan K4 di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

Sedangkan untuk Cakupan K4 sampai dengan bulan Desember 2018 di

Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada gambar

di atas. K4 sampai dengan desember 2018 mencapai (92,9%), sementara target

(98%), bila dibandingkan dengan capaian 2017 (93,8%) mengalami penurunan

sedikit (0,9%). Cakupan tertinggi dicapai oleh Kecamatan Ulak Paceh (97,2%)

diikuti Kecamatan Lais (96,03%), lalu Kecamatan Batang Hari Leko (95,56%) dan

Kecamatan Sungai Keruh (95,4%), kemudian diikuti oleh Kecamatan Sekayu

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

767 768

556

300

202 235 214 166

128

499 425

1.000 956

725

440 421 388

246

1.270

544

420

1.616

375 340

469 445 452

320

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 60

(95,3%). Sedangkan cakupan terendah ada di Kecamatan Kecamatan Sungai Lilin

(87,1%), kemudian diikuti Kecamatan Babat Supat (89,8%) dan Kecamatan Plakat

Tinggi (92,26%).

Persentase ibu hamil yang mendapatkan pelayanan antenatal ke minimal

empat kali (K4) adalah : Presentase ibu hamil yang telah memperoleh pelayanan

antenatal sesuai standar 10 T, paling sedikit empat kali dengan distribusi waktu 1

kali pada trimester ke-1, 1 kali pada trimester ke-2 dan 2 kali pada trimester ke-3.

Persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten

pada tahun 2018 ditargetkan 99 persen dan terealisasi sebesar 92,8 persen. Jika

dibandingkan dengan target yang ditetapkan pada tahun 2018, maka hasil capaian

ini belum mencapai target akhir Renstra 2022. Jika dilihat dalam lima tahun

terakhir, persentase pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten

mengalami fluktuatif dari 84,7 persen tahun 2014 naik menjadi 91,1 persen pada

tahun 2015 lalu turun lagi menjadi 87,3 persen pada tahun 2016 kemudian naik

menjadi 99,2 persen pada tahun 2017 dan turun lagi pada tahun 2018 sebesar 92,8

persen seperti terlihat pada grafik berikut :

Grafik 17 : Persentase Pertolongan Persalinan oleh Tenaga Kesehatan yang Kompeten di Kabupaten Musi Banyuasin Selama 5 (lima)

Tahun 2014 s/d 2018

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

75

80

85

90

95

100

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 61

Dilihat dari grafik diatas Persentase Persalinan Tenaga Kesehatan yang ada

di Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2018 sebesar

92,8%, yang tertinggi di Kecamatan Babat Toman sebesar 99,9%, Kecamatan

Tungkal Jaya sebesar 98,57% dan Kecamatan Lalan sebesar 94,95% dan yang

terendah Kecamatan Sanga Desa sebesar 84,7%.

Upaya yang dilakukan untuk peningkatan persentase pertolongan

persalinan oleh tenaga kesehatan yang kompeten adalah :

1. Menyediakan akses & pelayanan kegawatdaruratan kebidanan & bayi baru

lahir dasar di tingkat Puskesmas (PONED), serta pelayanan kegawatdaruratan

obstetric & neonatal komprehensif di Rumah Sakit (PONEK);

2. Penyediaan anggaran terkait dengan Jampersal & Jamkesmas yang telah

bertransformasi ke dalam Sistem Jaminan Kesehatan Nasional (JKN);

3. Meningkatnya cakupan ANC (ante natal care) sehingga ibu hamil bersalin ke

tenaga kesehatan;

4. Menetapkan kebijakan tentang seluruh persalinan harus ditolong oleh tenaga

kesehatan & diupayakan di fasilitas kesehatan;

5. Meningkatnya kesadaran masyarakat untuk melakukan persalinan dengan

bantuan tenaga kesehatan atau di fasilitas kesehatan, penggunaan stiker P4K

(Program Perencanaan Persalinan dan Pencegahan Komplikasi) yang sudah

berjalan dengan baik;

6. Peningkatan penempatan tenaga kesehatan, sampai dengan tingkat desa, yaitu

dengan penempatan bidan di desa yang benar-benar tinggal didesa,

pembangunan Poskesdes dan pelaksanaan program Desa Siaga yang

meningkatkan akses masyarakat termasuk ibu hamil terhadap pelayanan

kesehatan dan berbagai program lainnya.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 62

6.1.2.2 Cakupan Pelayanan Nifas

Pelayanan nifas adalah pelayanan kesehatan sesuai standar pada ibu mulai

6 jam sampai 42 hari pasca persalinan oleh tenaga kesehatan. Untuk deteksi dini

komplikasi pada ibu nifas diperlukan pemantauan pemeriksaan terhadap ibu

nifas dengan melakukan kunjungan nifas minimal sebanyak 3 kali dengan waktu :

a. Kunjungan nifas pertama (KF1) pada 6 jam setelah persalinan sampai 3 hari :

b. Kunjungan nifas kedua (KF2) dilakukan pada 4 hari sampai dengan 28 hari

setelah persalinan ;

c. Kunjungan nifas ketiga (KF3) dilakukan 29 hari sampai dengan 42 hari

setelah persalinan.

Pelayanan kesehatan bagi Ibu Nifas tahun 2018 yaitu 88,5% sedikit

menurun dari tahun 2017 yang sudah mencapai 100%. Untuk melihat cakupan

pertolongan ibu nifas oleh tenaga kesehatan menurut wilayah puskesmas di

Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

Grafik 18 : Cakupan Pelayanan Nifas oleh Tenaga Kesehatan menurut wilayah

Puskesmas Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

658 759 513

270 194 215 195 152 120

494 395

896 882 706

408 399 380 248

1.089

503 418

1.650

344 326 476 450 375 258

668 751

510

258 194 215 190 137 110

494 379

706 813 706

401 399 375 230

1.090

503 420

1.642

338 326 478 450

366 219

650 731

508

250 194 215 182

137 115

493

378

706 732 706

360 356 370

218

1.061

503 417

1.632

435 312

446 450 359

220

0

1.000

2.000

3.000

4.000

5.000

6.000 KF1 KF2 KF3

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 63

Dalam rangka untuk meningkatkan pelayanan Kesehatan yang dilakukan

kepada Ibu salah satunya adalah Pemberian Vitamin A pada Ibu Nifas yang pada

Tahun 2018 sudah dilaksanakan dengan hasil sebesar 92,8 %, selain itu juga

dilakukan pemberian Tablet Tambah darah pada masa kehamilan untuk

menghindari dampak buruk yang timbul akibat anemia pada ibu hamil serta

prevalensi anemia pada Ibu Hamil yang cukup tinggi di Indonesia yang mencapai

40%. Cakupan distribusi Tablet Tambah Darah pada Ibu Hamil yaitu sebesar 88,9

% yang masih kurang sedikit dibawah target sebesar 95 % hal tersebut disebabkan

rasa mual pada saat mengkonsumsi Fe tablet serta ketersediaan tablet tambah

darah yang masih kurang di Puskesmas, disamping itu pula Imunisasi kepada Ibu

Hamil juga telah dilakukan dengan realisasi Imunisasi pada Ibu Hamil yaitu

sebesar 73,7% sudah cukup maksimal dengan kondisi luasnya wilayah kerja pada

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin.

6.1.2.3 PERSENTASE PESERTA KB

Keberhasilan program KB biasanya diukur dengan beberapa indicator,

diantaranya Proporsi Peserta KB Baru Menurut Metode Kontrasepsi, Persentase

cakupan peserta KB Aktif terhadap PUS, dan Persentase Peserta KB baru metode

kontrasepsi jangka panjang (MKJP). Persentase KB baru sebanyak (4,5 %)

sedangkan peserta KB aktif sebanyak (30,7%) pada tahun 2018. Hal ini masih

dibawah target yang diharapkan, sementara target yang harus dicapai IS 2022

sebesar 80 %.

Persentase KB aktif berdasarkan metode kontrasepsi di Wilayah Kerja

Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2018 adalah memakai Kondom sebanyak

(3,9%), Pil (16%), Suntik (61%), AKDR ( 4,5%), MOP (0,1%) implant (14%),

MOWsebanyak (0,5%).

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 64

Grafik 19 : Metode Kontrasepsi KB Aktif Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : BKKBN Kabupaten Muba Tahun 2018

Untuk Persentase KB pasca persalinan berdasarkan metode kontrasepsi di

Wilayah Kerja Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2018 adalah memakai

Kondom sebanyak (52,9%), Pil (23,2%), AKDR ( 0,6%), implant (21,4%),

MOWsebanyak (1,8%) dapat dilihat dibawah ini ;

Grafik 20 : Metode Kontrasepsi KB Pasca Persalinan Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : BKKBN Kabupaten Muba Tahun 2018

0500

1.0001.5002.0002.5003.0003.5004.000

KONDOM SUNTIK PIL AKDR IMPLAN

0

50

100

150

200

250

300

350

0

321

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 17

2 0 0 0 0 0 0 1 10 0 0 0 0 0 0

0 11 0 0 0 0 0 8 3

28

0 0 26

4 0 0 0 19 17

0 0

38

0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 9 1 0 0 0 0 0 0

0 0 0 0 0 2 1 0 0

53

0 0 29

8 0 0 0 0 0 0 2

47

0 0 0 0 0 0

KONDOM PIL AKDR MOW IM PLAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 65

6.1.2.4 Cakupan Penanganan Komplikasi Kebidanan

Ibu hamil yang memiliki risiko tinggi (Risti) atau komplikasi yang

memerlukan pelayanan kesehatan yang lebih optimal, karena terbatasnya

kemampuan baik tenaga dan peralatan di desa atau puskesmas maka perlu

dilakukan upaya rujukan ke unit pelayanan kesehatan yang memadai. Persentase

ibu hamil resiko tinggi/ komplikasi yang ditangani di Kabupaten Musi Banyuasin

dapat dilihat dari grafik berikut :

Grafik 21 : Persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi Yang Ditangani

Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2014-2018

Sumber : Kesga Dinkes Muba Tahun 2014-2018

Dari grafik tersebut diatas persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi

yang ditangani pada Tahun 2018 yaitu 28,5% lebih meningkat dibandingkan

Tahun 2017 yaitu yang hanya sebesar 26,72%.

69,6

43,1

36,8

26,72

28,5

2014

2015

2016

2017

2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 66

Persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi yang ditangani menurut

wilayah puskesmas pada tahun 2018 dapat dilihat pada grafik berikut ini :

Grafik 22 : Persentase Ibu Hamil Risiko Tinggi/Komplikasi Yang Ditangani Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

Dari grafik tersebut menunjukkan bahwa Persentase Ibu Hamil Risiko

Tinggi/ Komplikasi yang ditangani di beberapa Puskesmas lebih rendah /

menurun dibanding tahun sebelumnya, namun hal ini mungkin disebabkan

karena pelaporan dari pengelola data di Puskesmas yang masih belum lengkap

dan belum mengerti dalam membuat laporan yang dapat dilihat pada tabel profil

nomor 30.

6.2 KESEHATAN ANAK

Menurunnya angka kematian bayi dan anak serta meningkatnya angka

harapan hidup mengindikasikan meningkatnya derajat kesehatan penduduk.

Angka kematian bayi atau Infant Mortality Rate (IMR) merupakan indikator

utama dalam mengukur derajat kesehatan masyarakat. Angka kematian anak baik

bayi ataupun balita di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir telah banyak

mengalami penurunan dan penyakit-penyakit penyebab utama kematian sudah

dapat dieliminasi.

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800 JUMLAH IBU HAMIL PENANGANAN KOMPLIKASI KEBIDANAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 67

RPJMN tahun 2019 sebesar 306/100.000 kelahiran, hal ini berdasarakan

Base Line data SDKI 2012 AKI sebesar 359/100.000 KH, masih jauh untuk dapat

dicapai, Angka ini kalau dibandingkan dengan hasil SUPAS 2015 sudah mencapai

target RPJMN 2019, Namun kita masih tetap waspada. Untuk Angka Kematian

Neonatal (AKN) mengalami stagnansi sejak tahun 2012 dan terakhir berdasarkan

SDKI 2015 Angka Kematian Neonatal masih 19 per 1.000 Kelahiran hidup.

Kesehatan neonatal sangat terkait dengan Kesehatan Keluarga.

6.2.1 JUMLAH KEMATIAN NEONATAL /1000 KELAHIRAN HIDUP

Jumlah Kematian Neonatal pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin

adalah 51 kasus atau masih sebesar 8,39/1000 kelahiran hidup naik jika

dibandingkan tahun 2017 yang hanya sebanyak 35 kasus dan masih diatas target

Provinsi dan Nasional, sedangkan jumlah Kematian Bayi di Kabupaten Musi

Banyuasin sampai dengan bulan Desember 2018 mencapai 51 kasus atau sebesar

8,39/1000 kelahiran hidup , naik sedikit jika dibandingkan tahun 2017 sebanyak

49 kasus. Kasus kematian bayi tertinggi ada di Kecamatan Babat Toman dengan

kematian sebanyak 9 kasus, kemudian diikuti oleh Kecamatan Sanga Desa dan

Kecamatan Sungai Keruh serta Kecamatan Batang Hari Leko dengan 7 kasus dan

Kecamatan Lais dengan 5 kasus. Sedangkan kasus kematian neonatal terendah

terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin.

Jumlah Kematian Neonatal di Kabupaten Musi Banyuasin dapat dilihat pada

grafik berikut ini :

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 68

Grafik 23 : Jumlah Kematian Neonatal di Kab. Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

Penyebab kematian neonatal dan post neonatal sesuai analisa data

disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung yang kesemuanya

membutuhkan intervensi efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan

kesehatan neonatal yang meliputi pelayanan kesehatan reproduksi, maternal dan

neonatal. Penyebab lain adalah tenaga kesehatan yang belum kompoten dalam

penanganan kasus kegawatdaruratan pada neonatal, akses pelayanan yang sulit

untuk penanganan neonatal dengan kasus BBLR, sarana dan prasarana penunjang

yang belum lengkap di fasilitas rujukan baik puskesmas maupun RSUD

kabupaten Musi Banyuasin.

6.2.2 JUMLAH KEMATIAN BAYI DAN BALITA /1000 KELAHIRAN HIDUP

Jumlah Kematian Bayi pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin

adalah 51 kasus atau masih sebesar 8,39/1000 kelahiran hidup naik jika

dibandingkan tahun 2017 yang hanya sebanyak 49 kasus dan masih diatas target

Provinsi dan Nasional. Kasus kematian bayi tertinggi ada di Kecamatan Babat

Toman dengan kematian sebanyak 9 kasus, kemudian diikuti oleh Kecamatan

Sanga Desa dan Kecamatan Sungai Keruh serta Kecamatan Batang Hari Leko

7

9

3

5

2

0

3

0 0

7

2

0 0

1

0

3

0

2 2 2

0 0

3

0 0 0 0 0 0

1

2

3

4

5

6

7

8

9

10

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 69

dengan 7 kasus dan Kecamatan Lais dengan 5 kasus. Sedangkan kasus kematian

bayi terendah terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin.

Penyebab tingginya jumlah kasus kematian ini juga disebabkan manajemen

program yang belum terlaksana sesuai sistem manajemen yang baik, diantaranya :

Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal, sehingga seluruh kematian maternal dan

neonatal dapat terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang sudah bejalan

dengan baik.

Berdasarkan data laporan program Kesehatan Ibu dan Anak (KIA) jumlah

kematian Balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sebanyak 51 orang,

jumlah ini masih lebih tinggi dibandingkan tahun 2017 sebanyak 49 orang.

Dengan demikian indikator kinerja jumlah kematian Balita pada tahun 2018 masih

belum mencapai target RPJMD tahun 2018 dengan persentase capaiannya sebesar

96,3%.

Jumlah kematian Balita pada tahun 2018 sebanyak 51 orang, jumlah ini

mengalami kenaikan jika dibanding tahun 2017 sebanyak 49 orang.Jumlah

Kematian Balita pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin adalah 51 kasus

atau masih sebesar 8,39/1000 kelahiran hidup naik jika dibandingkan tahun

2017 yang hanya sebanyak 49 kasus dan masih diatas target Provinsi dan

Nasional. Kasus kematian balita tertinggi ada di Kecamatan Babat Toman dengan

kematian sebanyak 9 kasus, kemudian diikuti oleh Kecamatan Sanga Desa dan

Kecamatan Sungai Keruh serta Kecamatan Batang Hari Leko dengan 7 kasus dan

Kecamatan Lais dengan 5 kasus. Sedangkan kasus kematian balita terendah

terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin.

Beberapa program dan kegiatan yang masih menjadi prioritas untuk

menurunkan angka kematian Bayi dan Balita antara lain :

a. Pelaksanaan pemantauan PWS KIA dan surveilans kematian balita di tingkat

kabupaten/kota;

b. Meningkatkan koordinasi lintas sektor dan lintas program balita terintegrasi,

pelaksanaan supervisi dan bimbingan teknis untuk meningkatkan kemampuan

tenaga kesehatan;

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 70

c. Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat desa

dan kelurahan melalui penempatan bidan di setiap desa dan pembangunan

Poskesdes;

d. Program Desa Siaga juga diharapkan akan dapat menekan angka kematian

bayi dan Balita;

e. Integrasi BKB (Bina Keluarga Balita), Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dan

Posyandu;

f. Manajemen Tumbuh kembang Balita sakit dan Manajemen Tumbuh kembang

Balita;

g. konsorsium kerja sama dengan perguruan tinggi dan swasta untuk

meningkatkan kualitas hidup anak dan penurunan kematian.

6.2.3 CAKUPAN DAN PENANGANAN KOMPLIKASI PADA NEONATAL

Penyebab kematian neonatal dan post neonatal sesuai analisa data

disebabkan oleh penyebab langsung dan tidak langsung yang kesemuanya

membutuhkan intervensi efektif untuk meningkatkan kelangsungan hidup dan

kesehatan neonatal yang meliputi pelayanan kesehatan reproduksi, maternal dan

neonatal. Penyebab lain adalah tenaga kesehatan yang belum kompoten dalam

penanganan kasus komplikasi pada neonatal, akses pelayanan yang sulit untuk

penanganan neonatal dengan kasus BBLR, sarana dan prasaran penunjang yang

belum lengkap di fasilitas rujukan baik puskesmas maupun RSUD kabupaten

Musi Banyuasin.

Penyebab kasus kematian yang disebabkan komplikasi ini juga disebabkan

manajemen program yang sudah terlaksana sesuai sistem manajemen yang baik,

diantaranya : Pelaksanaan Audit Maternal Perinatal, sehingga seluruh kematian

maternal dan neonatal dapat terlacak serta sistem pencatatan dan pelaporan yang

sudah bejalan dengan baik.

Beberapa program dan kegiatan yang masih menjadi prioritas untuk masa yang

akan datang adalah :

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 71

a) Melakukan pelatihan bagi bidan desa mengenai penatalaksanaan asfiksia pada

bayi baru lahir, serta mengenalkan metode kanguru untuk perawatan bayi

prematur maupun bayi BBLR;

b) Memberikan pelatihan inisiasi dini dan ASI eksklusif pada dokter anak

sehingga mereka bisa menjadi motivator laktasi kepada ibu baik di tempat

praktek swasta maupun negeri tempat dokter anak tersebut bertugas;

c) Menghidupkan kembali Posyandu, karena Posyandu ditujukan untuk

mengamati status gizi Balita selama umur 0-5 tahun. Untuk menjaga asupan

gizi pada Balita juga diberikan makanan tambahan seperti bubur kacang hijau

dan juga susu;

d) Peningkatan Perawatan Antenatal (kunjungan antenatal pertama, jumlah

pemeriksaan kehamilan & kualitas perawatan antenatal);

e) Peningkatan perlindungan dan pelayanan kesehatan bagi bayi dari keluarga

miskin, karena kondisi kesehatan & gizi bayi tersebut secara umum jauh lebih

rendah;

f) Pelaksanaan pemantauan PWS KIA dan surveilans kematian bayi di tingkat

kecamatan;

g) Peningkatan akses terhadap pelayanan kesehatan sampai dengan tingkat desa

dan kelurahan melalui penempatan bidan di setiap desa dan pembangunan

Poskesdes;

h) Penerapan Program Desa Siaga juga diharapkan akan dapat menekan angka

kematian bayi;

i) Pelaksanaan program P4K (Program Perencanaan Persalinan dan Penanganan

Komplikasi);

Jumlah perkiraan komplikasi Neonatal pada Tahun 2018 sebanyak 2.090

kasus dengan komplikasi yang tertangani di Puskesmas sebesar 284 kasus atau

hanya sebesar 13,6 % dan sisanya dirujuk ke RSUD sekayu. Komplikasi Neonatal

tersebut tidak dapat selalu diduga sebelumnya, oleh karena itu kasus tersebut

harus ditolong oleh tenaga kesehatan agar komplikasi Neonatal tersebut dapat

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 72

segera dideteksi dan ditangani. Jumlah Cakupan yang masih rendah tersebut

disebabkan karena petugas kesehatan di lapangan belum memahami terlalu

mendalam tentang definisi operasional penanganan komplikasi Neonatal tersebut

sehingga di dalam penanganan masih belum maksimal, kedepan akan kita

upayakan semaksimal mungkin untuk melakukan pembinaan tenaga kesehatan

secara berjenjang dari fasilitas yang mampu memberikan pelayanan seperti

poskesdes, pustu, puskesmas agar kapasitas tenaga kesehatan lebih meningkat

dan berkualitas lagi.

6.2.4 PERSENTASE BERAT BADAN LAHIR RENDAH (BBLR)

Pencapaian dari indikator status gizi masyarakat tahun 2018 dilihat dari

kasus bayi BBLR (kurang dari 2.500 gram) yang merupakan salah satu faktor

utama yang berpengaruh terhadap kematian perinatal dan neonatal. BBLR

dibedakan dalam 2 kategori yaitu : BBLR karena prematur (usia kandungan

kurang dari 37 minggu) atau BBLR karena intrauterine growth retardation

(IUGR), yaitu bayi yang lahir cukup bulan tetap berat badannya kurang. Pada

negara berkembang banyak BBLR dengan IUGR karena ibu berstatus gizi buruk,

Anemia, Malaria dan menderita Penyakit Menular Seksual (PMS) sebelum

konsepsi atau pada saat hamil.

Dari jumlah bayi lahir yang ditimbang pada tahun 2018 jumlah kasus berat

badan lahir rendah (BBLR) yang dilaporkan sebesar 139 kasus. Kasus BBLR di

Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 seperti dilihat pada Grafik berikut.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 73

Grafik 24 :

Jumlah Kasus Bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) Di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018

6.2.5 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BAYI DAN BALITA

Kegiatan Pelayanan Bayi dan Balita yang dilaksanakan di Fasilitas

Kesehatan antara lain yaitu Pemantauan Pertumbuhan, Penyuluhan Gizi dan Asi

Eklusif, Imunisasi campar/Mr pada bayi, Pemberian Obat Gizi dan Vitamin A

pada bayi dan anak Balita, Pemberian MP-ASI dan Penimbangan dan Usaha

Penurunan Balita Gizi Kurang. Di samping itu para kader dapat melaksanakan

pelacakan kelainan gizi (misalnya gizi buruk) dan pendampingan kasus gizi

buruk. Cakupan penimbangan (D/S) balita di posyandu merupakan indikator

yang berkaitan dengan cakupan pelayanan gizi pada balita, cakupan pelayanan

kesehatan dasar khususnya imunisasi serta prevalensi gizi kurang. Semakin tinggi

cakupan D/S maka akan semakin tinggi pula cakupan vitamin A, cakupan

imunisasi dan semakin rendahnya prevalensi gizi kurang.

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

666 762

537

292 197 228 199 207

127

500 395

896 826

710

408 398 388

248

1.084

503 425

1.701

345 326

468 450 385

259

0 21 1 0 1 1 1 0 0 27 3 0 8 0 0 3 1 15 2 1 3 22 6 0 23 0 0 0

JUMLAH LAHIR HIDUP BBLR

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 74

Cakupan D/S tahun 2018 belum mencapai target 85%, yaitu baru mencapai

69,2% dengan rincian 69,5% pada balita laki-laki usia 0-23 bulan dan 68,8% pada

balita perempuan usia 24-59 bulan. Angka ini mengalami penurunan

dibandingkan tahun 2017 (89,1%). Cakupan D/S yang belum mencapai target

antara lain disebabkan efektifitas kegiatan posyandu dan kegiatan luar gedung

puskesmas belum optimal. Puskesmas dengan cakupan D/S rendah adalah

Puskesmas Bandar Agung (0%) karena tidak mengirimkan Laporan sehingga

dianggap Program tidak berjalan, sedangkan Puskesmas dengan cakupan

tertinggi adalah Puskesmas Karang Mukti yaitu sebesar (91,3%).

Indikator ini mengukur kemampuan manajemen program KIA dalam

melindungi bayi sehingga kesehatannya terjamin melalui pelayanan kesehatan.

Cakupan kunjungan bayi ini Adalah cakupan bayi yang mendapatkan pelayanan

paripurna minimal 4 kali yaitu 1 kali pada umur 29 hari – 2 bulan, 1 kali pada

umur 3 – 5 bulan, dan satu kali pada umur 6 – 8 bulan dan 1 kali pada umur 9 –

11 bulan sesuai standar di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu.

6.2.5.1 CAKUPAN KUNJUNGAN NEONATAL

Neonatus adalah bayi berumur 0-28 hari. Indikator KN1 adalah cakupan

neonatus yang mendapatkan pelayanan sesuai standar pada 6 - 48 jam setelah

lahir di suatu wilayah kerja pada kurun waktu tertentu. Indikator ini dapat diukur

melalui akses / jangkauan pelayanan kesehatan Neonatal. Persentase bayi baru

lahir yang mendapatkan pelayanan kunjungan neonatal pertama (KN1) adalah :

Persentase bayi baru lahir umur 6 - 48 jam yang mendapatkan pelayanan

kesehatan neonatal esensial dengan menggunakan pendekatan MTBM. Indikator

ini dapat diukur melalui akses / jangkauan pelayanan kesehatan Neonatal.

Cakupan Neonatal pertama (KN1) di Kabupaten Musi Banyuasin sampai dengan

bulan desember tahun 2018 adalah 98,1%, bila dibandingkan dengan tahun 2017

cakupan KN1 (94,6%) sedikit mengalami kenaikan yaitu sebesar 3,5% dan bila

dibandingkan dengan target 2017 maka cakupan pelayanan KN1 sudah mencapai

target 2018.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 75

Grafik 25 : Kunjungan Neonatal Pertama (KN1) Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018

Pada gambar diatas terlihat capaian pelayanan pertama Neonatus (KN1) tertinggi

terdapat di Kecamatan Lalan dengan pencapaian 112,75%, Kecamatan Sekayu

dengan 103,5%, lalu diikuti Kecamatan Babat Toman 101%, sedangkan yang

mencapai 100% adalah Kecamatan Jirak Jaya, Kecamatan Lawang Wetan,

selanjutnya Kecamatan Sungai Keruh dan Kecamatan Lais sebesar 99,4% dan

beberapa Kecamatan yang sudah diatas 90%. Sedangkan capaian terendah

terdapat di Kecamatan Plakat Tinggi sebesar 73,23%, Kecamatan Babat Supat

sebesar 84,3% dan Kecamatan Bayung Lencir yaitu sebesar 89,45%.

6.2.5.2 PERSENTASE BAYI DIBERI ASI EKSLUSIF

Pemberian ASI oleh ibu pada bayi sedini mungkin setelah melahirkan

dapat menghindarkan bayi dari penyakit infeksi dan alergi. Pemberian ASI tanpa

makanan dan minuman lain dianjurkan minimal 6 bulan, hal ini yang disebut

sebagai pemberian ASI secara eksklusif. Pemberian ASI dapat diteruskan sampai

bayi berusia 2 tahun.

0

500

1.000

1.500

2.000 KUNJUNGAN NEONATAL 1 KALI (KN1)

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 76

Berdasarkan pada hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013

cakupan pemberian ASI eksklusif pada seluruh bayi dibawah 6 bulan (0–6 bulan)

hanya 30,2%. Target pemberian ASI Eksklusif tahun 2018 menurut RPJMN adalah

44%. Cakupan pemberian ASI Eksklusif yang terhimpun menurut laporan ASIE di

di Dinkes Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 mengalami penurunan yang

cukup signifikan yaitu penurunan sebesar 25,35% menjadi (30,7%) dibandingkan

tahun 2017 (56,05%) dan juga belum mencapai target RPJMN.

Berdasarkan Wilayah Kerja per-Kecamatan, masih banyak Kecamatan yang

belum mencapai target capaian Kinerja Pemberian ASI Eksklusif. Rincian dapat

dilihat pada grafik. Rendahnya cakupan pemberian ASI Eksklusif 0-6 bulan dapat

disebabkan masih kurangnya pemahaman masyarakat bahkan petugas kesehatan

tentang manfaat dan pentingnya pemberian ASI Eksklusif kepada bayi usia 0-6

bulan, adanya promosi yang intensif susu formula, pemantauan sulit dilakukan,

pencatatan dan pelaporan yang kurang tepat, masih kurangnya konselor ASI di

lapangan, RS, Klinik Bersalin belum sayang bayi, belum adanya sanksi tegas bagi

RS/Klinik Bersalin/Bidan Praktek Swasta yang belum sayang bayi, dan masih

banyak RS yang belum melakukan rawat gabung antara ibu dan bayinya, serta

masih rendahnya Inisiasi Menyusu Dini (IMD).

Grafik 26 : Cakupan Pemberian ASI Eksklusif Per Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018

0

200

400

600

800

1.000 BAYI USIA < 6 BULAN DIBERI ASI EKSKLUSIF

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 77

Pemberian ASI oleh ibu pada bayi sedini mungkin setelah melahirkan

dapat menghindarkan bayi dari penyakit infeksi dan alergi. Pemberian ASI tanpa

makanan dan minuman lain dianjurkan minimal 6 bulan, hal ini yang disebut

sebagai pemberian ASI secara eksklusif. Pemberian ASI dapat diteruskan sampai

bayi berusia 2 tahun. Inisiasi Menyusu Dini (IMD) adalah proses bayi menyusu

dengan segera setelah dilahirkan. Prinsip IMD yaitu SKIN TO SKIN (bayi diletakan di

dada ibu kemudian merayap mencari puting susu), sucking (menghisap hingga

puas) dan berlangsung ±1 jam. Pentingnya melakukan IMD salah satunya untuk

mendapatkan kolostrum. Kolostrum adalah ASI pertama keluar yang berwarna

kekuning-kuningan dan kental yang banyak mengandung zat kekebalan tubuh

(antibodi). Kesuksesan melakukan IMD turut menentukan keberhasilan

pemberian ASI Eksklusif. Cakupan IMD Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018

sebesar 53,9% dan telah mencapai target RPJMN tahun 2018 (44%).

6.2.5.3 PERSENTASE DESA/KELURAHAN UCI

UCI Desa merupakan indikator penting dalam program imunisasi. Sesuai

KEPMENKES RI nomor 482 tahun 2010, target UCI Desa tahun 2018 adalah > 86

%. Artinya target UCI tercapai bila minimal 86% desa/kelurahan di

kabupaten/kota bayi-bayinya telah mendapat imunisasi lengkap, mulai dari HbO

pada usia < 7 hari hingga imunisasi campak pada usia 9 bulan sebagai imunisasi

rutin terakhir. Cakupan UCI Desa tahun 2018 Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi

Sumatera Selatan adalah 91,7 %, artinya masih berada di atas target rata-rata

nasional (86 %). Pencapaian UCI Desa merupakan salah satu Indikator Penting

pencapaian Indonesia Sehat dan salah satu target penting dalam pencapaian

MDGs. Sebagai perbandingan, cakupan Desa UCI dalam 3 (tiga) tahun terakhir.

Indikator Kinerja

Capaian Tahun 2018

Satuan Target Realisasi %

1 Persentase desa yang mencapai UCI Desa 242 222 91.7

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 78

Persentase desa yang mencapai UCI pada tahun 2018 ditargetkan 95 persen

dan terealisasi 91,7 persen atau sebesar 96,53 persen. Jika dibandingkan dengan

target yang ditetapkan pada tahun 2018, maka hasil capaian belum mencapai

target Renstra 2018 yaitu 100% Desa UCI.

Jika dilihat dalam lima tahun terakhir, persentase desa yang mencapai UCI

mengalami fluktuatif dari 95,8 persen tahun 2014 turun menjadi 90,42 persen

pada tahun 2015 turun menjadi 90 persen pada tahun 2016, naik lagi menjadi

90,83 tahun 2017 dan naik lagi sedikit menjadi 91,7 persen pada tahun 2018, hal

ini dapat terlihat pada grafik berikut ;

Grafik 27 : Persentase Desa yang Mencapai UCI di Kabupaten Musi Banyuasin Selama 5 (lima) Tahun 2014 s/d 2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

Dilihat dari grafik Persentase Desa yang mencapai UCI Tahun 2018 sebesar

90,9%, dari grafik di atas terlihat bahwa dari tahun ke tahun cakupan UCI Desa di

Kabupaten Musi Banyuasin terjadi fluktuasi dan tidak stabil. Hal ini perlu

mendapat perhatian lebih lanjut, apalagi sebagian petugas imunisasi Kabupaten

dan Puskesmas beberapa orang ada yang belum dilatih mengenai program

87,0

88,0

89,0

90,0

91,0

92,0

93,0

94,0

95,0

96,0

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 79

imunisasi, baik teknis program maupun cold chain. Desa yang mencapai UCI

yang sudah mencapai 100% adalah Kecamatan Sanga Desa, Kecamatan Babat

Toman, Kecamatan Lawang Wetan, Kecamatan Lais, Kecamatan Babat Supat,

Kecamatan Bayung Lencir dan Kecamatan Tungkal Jaya, sedangkan yang

terendah pada Kecamatan Plakat Tinggi yang hanya mencapai Kinerja Desa UCI

sebesar 63,06%.

Upaya yang dilakukan untuk Meningkatkan Persentase Desa yang

mencapai UCI adalah :

1. Strategi : pemerataan UCI memanfaatkan PWS, Area Spesific Implementation,

pendekatan resiko, meningkatkan pelayanan, vaksin kombinasi, dan

meningkatkan kemitraan;

2. Peningkatan kapasitas SDM pengelola program imunisasi;

3. Manajemen yg baik pengelolaan program imunisasi terutama di tingkat

Puskesmas;

4. Tercapainya Imunisasi dasar secara lengkap;

5. Adanya koordinasi lintas sector dan program;

6. Tersedianya fasilitas & infrastruktur yang adekuat;

7. Kesadaran & pengetahuan masyarakat dalam memberikan Imunisasi

Lengkap;

8. Pemberdayaan masyarakat melalui TOGA, TOMA, aparat desa & kader;

9. Petugas Puskesmas melakukan sweeping dan penyuluhan;

Pada tahun 2018, UCI desa mencapai 90,9 %, artinya sudah berada di atas

target rata-rata nasional (86 %), tetapi jika dilihat per-Kecamatan masih ada yang

dibawah target cakupan yaitu Kecamatan Plakat Tinggi (63,06%), dan Kecamatan

Batang Hari Leko (68,23%). Hal ini disebabkan karena kesulitan dalam mencapai

imunisasi Hb0 < 7 hari yang mana masuk dalam target UCI Desa, dengan

berbagai kendala yang mana orang tua anak masih kurang menyadari pentingnya

Imunisasi pada anak, dan juga akses menuju pelayanan kesehatan yang jauh.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 80

Untuk Pelaksanaan BIAS yang merupakan salah satu kegiatan rutin yang

harus dilaksanakan bekerjasama dengan pihak sekolah dasar/madrasah

ibtidaiyah. Namun demikian masih ada kabupaten/kota yang tidak

melaksanakan BIAS tersebut dengan berbagai permasalahan seperti pihak sekolah

tidak mau bekerja sama dalam melaksanakan BIAS, orang tua murid yang

keberatan jika anaknya di imunisasi, dan murid sendiri yang tidak mau di

imunisasi karena takut.

Grafik 28 : Hasil Cakupan Imunisasi Rutin Kabupaten Muba Tahun 2018

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

JUMLAH LAHIR HIDUP < 24 Jam 1 - 7 Hari BCG

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 81

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800JUMLAH BAYI(SURVIVING INFANT)

DPT-HB-Hib3 POLIO 4* CAMPAK/MR IMUNISASI DASAR LENGKAP

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000JUMLAH BADUTA DPT-HB-Hib4 CAMPAK/MR2

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 82

Pada tabel di atas terlihat untuk imunisasi BCG sebagai indikator

aksesibilitas program, dari target >95 %, terdapat 3 (tiga) kecamatan yang belum

mencapai hasil yang diharapkan, yaitu Kecamatan Plakat Tinggi yang hanya

sebesar (81.16%), Kecamatan Batang Hari Leko (91,3%), dan Kecamatan Lais

sebesar (94%). Untuk cakupan DPT/HB 3 dari target >95%, sudah 11

kabupaten/kota yang mencapai target, sedangkan 4 (empat) Kecamatan yang

belum mencapai hasil yang diharapkan, yaitu Kecamatan Sungai Keruh (88,8%),

Kecamatan Babat Toman (90,7%), Kecamatan Batang Hari Leko (92,8%) dan

Kecamatan Lais sebesar (93,46%). Untuk cakupan imunisasi campak sebagai

indikator tingkat perlindungan program targetnya adalah >95%, sudah 15

kabupaten/kota telah mencapai target tersebut, Sedangkan 3 (tiga) Kecamatan

belum mencapai target yaitu Kecamatan Keluang yang hanya sebesar (61%),

diikuti Kecamatan Sungai Keruh (86,2%), dan KecamatanBatang Hari Leko

sebesar (88,5%).

6.2.5.4. CAKUPAN IMUNISASI CAMPAK/MR PADA BAYI

Dalam rangka menurunkan kasus-kasus penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I) salah satu kegiatannya adalah surveillance dan

imunisasi terus dilaksanakan. Untuk pemberantasan/pencegahan kasus Folio,

selain kegiatan imunisasi, juga dilaksanakan surveillance AFP (Accute Flaccid

Paralysis) untuk menemukan kasus polio liar (AFP). Pada tahun 2018 ditemukan 6

kasus AFP (Accute Flaccid Paralysis) .

Beberapa kasus penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I)

seperti Hepatitis B, Polio dan juga Campak. Pada tahun 2018 ini di Kabupaten

Musi Banyuasin penyakit hepatitis B dan Polio tidak ada kasus tetapi terjadi pada

penyakit campak dengan terjadi kasus sebanyak 82 kasus, yang terdapat di

Wilayah beberapa Puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 83

Walaupun Imunisasi Campak pada Bayi telah dilaksanakan untuk

pencegahan, namun penyakit Campak ini tetap sulit dideteksi karena penyakit

tersebut disebabkan oleh Virus dan penularannya adalah melalui udara. Imunisasi

Campak pada Bayi pada Tahun 2018 sudah sangat maksimal dengan Capaian

113,9 % dari Target Bayi yang akan diimunisasi. Dari Total kasus tersebut diatas

memang sangat sulit sekali untuk mendeteksi kejadian penyakit Campak tersebut,

selain itu juga diakibatkan karena masih minimnya kesadaran orangtua

membawa anaknya ke posyandu (pos pelayanan terpadu) atau Puskesmas untuk

memeriksakan anaknya yang terjangkit wabah Campak sehingga tidak sampai

jatuh sakit atau dirawat di rumah sakit yang menjadikan angka itu sendiri tercatat

sebagai penyakit yang telah terjadi di Wilayah Kerja Kabupaten.

6.2.6 CAKUPAN PELAYANAN KESEHATAN BALITA

a) Prevalensi Gizi Buruk di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Prevalensi gizi buruk di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera

Selatan dari tahun ke tahun terus mengalami penurunan yang cukup berarti.

Berdasarkan dari laporan kegiatan penimbangan bulanan Posyandu di 15

kecamatann selama kurun waktu tahun 2018 ditemukan prevalensi gizi buruk

sebesar 0,005% atau sebanyak 5 orang gizi buruk dari 92.567 Balita. Dari data

tersebut jika dibandingkan dengan target tahun 2018 kurang dari 1% maka

persentase capaian angka gizi buruk sudah mencapai 100%.

Jumlah kasus gizi buruk pada tahun 2018 mengalami kesamaan dengan

tahun 2017 yaitu sebanyak 5 orang gizi buruk. Pada tahun 2014 jumlah kasus gizi

buruk di Kabupaten Musi Banyuasin sebanyak 24 orang, lalu pada tahun 2015

turun menjadi 6 orang lalu pada tahun 2016 terjadi kesamaan kembali menjadi 6

orang dan turun kembali pada tahun 2017 dan 2018. Pada tahun 2018 jumlah

kasus gizi buruk terjadi di beberapa kecamatan antara lain kecamatan Sanga Desa,

Babat Toman, Bayung Lencir, Babat Supat dan Lawang Wetan dengan kasus

masing-masing sebanyak 1 orang, sedangkan di kecamatan lainnya tidak ada

laporan kasus gizi buruk.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 84

Prevalensi gizi buruk tahun 2018 adalah 0,005% jika dibandingkan dengan

target RPJMD tahun 2018 yaitu kurang dari 1% maka capaian tahun 2018 sudah

memenuhi target yang ditetapkan dengan persentase capaian sebesar 100% lebih.

Capaian tahun 2018 jika dibandingkan dengan target RPJMD tahun 2018 yaitu

kurang dari 1% juga sudah memenuhi target tahun 2018. Capaian tahun 2018 jika

dibandingkan dengan target nasional yaitu kurang dari 1% maka capaian angka

gizi buruk di Kabupaten Musi Banyuasin sudah mencapai target nasional pada

tahun 2018.

Tercapainya target untuk indikator ini disebabkan karena semakin

membaiknya surveilans gizi aktif yang dilaksanakan, semakin meningkatnya

cakupan penimbangan bayi dan balita di Posyandu, adanya program pemberian

makanan tambahan bagi balita keluarga kurang mampu, adanya program

Jamsoskes Muba Semesta dan BPJS yang memberikan jaminan untuk

mendapatkan pelayanan kesehatan bagi seluruh penduduk Kabupaten Musi

Banyuasin, termasuk untuk balita yang mengalami gizi buruk serta semakin

membaiknya kondisi sosial ekonomi masyarakat dan tingkat pendidikan

masyarkat yang semakin tinggi juga ikut berperan dalam menurunkan prevalensi

balita gizi buruk. Berbagai upaya yang dilakukan untuk terus menurukan kasus

gizi buruk antara lain :

a) Penimbangan rutin setiap bulan di Posyandu;

b) Penyuluhan kesehatan dan peningkatan kesadaran bagi orang tua dalam

penyediaan makanan yang sehat dan berimbang;

c) Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang gizi;

d) Peningkatan kemandirian masyarakat dengan penyediaan makanan bergizi

bersama PKK;

e) Pemberian makanan tambahan pendamping bagi keluarga miskin dan

pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK keluarga miskin;

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 85

f) Meningkatkan akses pelayanan kesehatan dan yang bermutu melalui

pembentukan Poskesdes, peningkatan kemampuan tenaga kesehatan,

penguatan puskesmas dan pembentukan tim kesehatan keliling di daerah

terpencil;

g) Memperbaiki pola asuh seperti promosi pemberian ASI Ekslusif selama enam

bulan;

Grafik 29 : Kasus Gizi Buruk Tahun 2014 s/d 2018 Dinkes Muba

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018

b) Persentase Balita Gizi Kurang

Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2018 di 15

kecamatan se Kabupaten Musi Banyuasin, 229 cluster (kelurahan/desa) dengan

jumlah sampel Balita usia 0-59 bulan n = 14.656 Balita, diketahui bahwa persentase

gizi kurang pada tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin sebesar 3,34%, jika

dibandingkan dengan target renstra tahun 2018 sebesar 100% dari total Gizi buruk

yang ditangani maka persentase capaian tahun 2018 sudah mencapai target yang

ditetapkan karena kasusnya tertangani semua dengan persentase capaian sebesar

100%.

24

6

6 5

5

2014 2015 2016 2017 2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 86

Masalah gizi kurang dan gizi buruk pada balita penyebabnya tidak hanya

fakor kesehatan saja tetapi dipengaruhi oleh banyak faktor diluar kesehatan

seperti faktor sosial ekonomi dan faktor budaya. Upaya yang perlu dilakukan

adalah untuk terus menekan prevalensi gizi kurang di tengah masyarakat dan

mencegah kasus gizi kurang tersebut berlanjut menjadi kasus gizi buruk, terutama

pada bayi dan balita karena akan berpengaruh terhadap pertumbuhannya. Upaya

yang dilakukan untuk terus menurunkan kasus gizi buruk antara lain :

a) Penimbangan rutin setiap bulan di Posyandu;

b) Penyuluhan kesehatan dan peningkatan kesadaran bagi orang tua dalam

penyediaan makanan yang sehat dan berimbang;

c) Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang gizi;

d) Peningkatan kemandirian masyarakat dengan penyediaan makanan bergizi

bersama PKK;

e) Meningkatkan cakupan pemberian ASI Ekslusif pada bayi dan Balita;

f) Pemberian makanan tambahan pendamping ASI bagi keluarga miskin dan

pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK keluarga miskin;

g) Meperkuat ketahanan pangan dan berkerja sama dengan lintas sektor dalam

hal meningkatkan kemandirian pemenuhan kebutuhan pangan pada keluarga

miskin.

Grafik 30 : Jumlah Balita Gizi Kurang Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500 JUMLAH BALITA0-59 BULAN YANG DITIMBANG

BALITA GIZI KURANG (BB/U)

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 87

c) Persentase Stunting pada Anak Balita

Stunting merupakan keadaan tubuh yang pendek atau sangat

pendek. Stunting terjadi akibat kekurangan gizi dan penyakit berulang dalam

waktu lama pada masa janin hingga 2 tahun pertama dari kehidupan seorang

anak (Black etal.,2008). Adapun keadaan pada Anak dengan stunting yaitu

memiliki IQ 5-10 poin lebih rendah disbanding dengan anak yang normal

(Grantham-McGregor et al., 2007). Stunting yang terjadi pada anak balita

merupakan factor risiko meningkatnya angkakematian, menurunkan kemampuan

kognitif dan perkembangan motorik rendah serta fungsi-fungsi tubuh yang tidak

seimbang. Berdasarkan hasil Pemantauan Status Gizi (PSG) tahun 2018 di 15

kecamatan se-Kabupaten Musi Banyuasin, 229 cluster (kelurahan/desa) dengan

jumlah sampel Balita usia 0-59 bulan n = 14.656 Balita, diketahui bahwa persentase

stunting pada anak Balita di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sebesar

10,05%. Jika dibandingkan dengan target rentsra tahun 2018 sebesar 15,8% maka

persentase capaian tahun 2018 telah mencapai karena capaian kinerjanya masih

rendah dibandingkan target yang ada.

Grafik 31 : Persentase Stunting pada Balita di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Bidang Kesehatan Masyarakat Dinkes Muba Tahun 2018

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500 JUMLAH BALITA0-59 BULAN YANG DIUKUR TINGGI BADAN

BALITA PENDEK (TB/U)

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 88

Persentase Stunting pada Balita dalam tiga tahun terakhir mengalami trend

fluktuatif penurunan dan kenaikan pada tahun 2018. Pada tahun 2016 sebesar

13,9%, naik menjadi 21,4 pada tahun 2017 dan kembali turun lagi menjadi 10,05%

pada tahun 2018.

Persentase Stunting pada Balita tahun 2018 adalah 10,05% jika dibandingkan

dengan target RPJMD tahun 2018 yaitu 30% maka capaian tahun 2018 sudah

memenuhi target yang ditetapkan dengan persentase capaian tersebut. Capaian

tahun 2018 jika dibandingkan dengan target RPJMN tahun 2018 yaitu 28% sudah

memenuhi target tahun 2018. Bahkan jika dibandingkan dengan persentase

stunting secara nasional sebesar 29,6% maka persentase stunting di Kabupaten

Musi Banyuasin pada tahun 2018 lebih rendah dibandingkan persentase stunting

nasional.

Stunting disebabkan oleh banyak faktor baik secara faktor langsung dan

tak langsung. Faktor langsung ditentukan oleh asupan makanan, berat badan lahir

dan penyakit. Sedangkan factor tak langsung seperti factor ekonomi, budaya,

pendidikan dan pekerjaan, fasilitas pelayanan kesehatan. Faktor social ekonomi

saling berinteraksi satu dengan yang lainnya seperti masukan zat gizi, berat badan

lahir dan penyakit Infeksi pada anak. Anak-anak yang

mengalami stunting disebabkan kurangnya asupan makanan dan penyakit yang

berulang terutama penyakit infeksi yang dapat meningkatkan kebutuhan

metabolic serta mengurangi nafsu makan sehingga berdampak terjadi

ketidaknormalan dalam bentuk tubuh pendek meskipun faktor gen dalam sel

menunjukkan potensi untuk tumbuh normal. Upaya yang perlu dilakukan untuk

terus menekan stunting pada Balita antara lain :

a. Penimbangan rutin setiap bulan di Posyandu;

b. Penyuluhan kesehatan dan peningkatan kesadaran bagi orang tua dalam

penyediaan makanan yang sehat dan berimbang;

c. Peningkatan pemberdayaan masyarakat dalam bidang gizi;

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 89

d. Peningkatan kemandirian dengan penyediaan makanan bergizi bersama

kelompok PKK;

e. Pemberian makanan tambahan pendamping ASI bagi keluarga miskin dan

pemberian makanan tambahan bagi ibu hamil KEK keluarga miskin;

f. Pemenuhan kebutuhan gizi pada ibu hamil;

g. Memonitor pertumbuhan dan perkembangan anak;

h. Suplementasi vitamin A;

i. Penanganan lebih lanjut untuk anak gizi buruk;

j. Suplementasi Fe dan folat untuk ibuHamil.

6.2.7 CAKUPAN PENJARINGAN KESEHATAN SISWA KELAS 1SD/MI,

KELAS 7 SMP/MTS, KELAS 10 SMA/MA

Setiap anak pada usia sekolah dasar maupun lanjutan mendapatkan

skrining kesehatan sesuai standar. Pemerintah daerah Kabupaten wajib

melakukan penjaringan kesehatan kepada anak usia pendidikan dasar terutama

kelas 1 dan kelas 7. Capaian Kinerja Pemerintah Kabupaten dalam memberikan

skrining kesehatan anak usia pendidikan dasar dinilai dari cakupan pelayanan

kesehatan pada usia pendidikan dasar sesuai standar di wilayah Kabupaten

dalam kurun waktu satu tahun ajaran.

Standar skrining kesehatan anak usia pendidikan meliputi antara lain :

a. Penilaian Status Gizi ( tinggi badan, berat badan, tanda klinis anemia )

b. Penilaian tanda Vital ( tekanan darah, frekwensi nadi dan nafas )

c. Penilaian kesehatan gigi dan mulut

d. Penilaian ketajaman indera penglihatan dengan poster snellen

e. Penilaian ketajaman indera pendengaran dengan garpu tala

Pada Tahun 2018 pencapaian skrining untuk masing-masing kelas adalah

sebagai berikut yaitu ; Kelas 1 SD/MI dengan Jumlah Pesrta didik sebanyak

18.700 siswa mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 11.887 siswa atau

sebesar 63,6 %, Kelas 2 SMP/MTS dengan Jumlah Pesrta didik sebanyak 15.775

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 90

siswa mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 13.838 siswa atau sebesar 87,7

%, Kelas 10 SMA/MA dengan Jumlah Pesrta didik sebanyak 7.330 siswa

mendapatkan pelayanan kesehatan sebanyak 5.666 siswa atau sebesar 77,3 %.

Hasil tersebut sudah cukup baik tetapi belum Optimal karena beberapa factor

antara lain akses menuju ke Sekolah yang cukup jauh serta keterbatasan tenaga

kesehatan yang melakukan skrining serta dana yang masih cukup minim untuk

menunjang kegiatan skrining ini.

Grafik 32 :

CAKUPAN PENJARINGAN KESEHATAN SISWA KELAS 1SD/MI, KELAS 7

SMP/MTS, KELAS 10 SMA/MA

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

0

2000

4000

6000

8000

10000

12000

14000

16000

KELAS 1 SD/MI MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN KELAS 7 SMP/MTS

MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN KELAS 10 SMA/MA MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 91

6.2.8 PELAYANAN KESEHATAN GIGI DAN MULUT

Pencapaian pelayanan kesehatan khusus seperti kesehatan gigi dan mulut,

kesehatan kerja dan pelaksanaan UKS di Kabupaten Musi Banyuasin masih sangat

rendah. Dalam pelayanan kesehatan gigi dan mulut tahun 2018 tumpatan gigi

tetap yaitu 281 dan pencabutan gigi tetap yaitu 3.754 sedangkan ratio tumpatan

gigi tetap dan pencabutan gigi tetap adalah 0,1.

Grafik 33 : Pelayanan Kesehatan Gigi Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesga Dinkes Muba Tahun 2018

6.3 KESEHATAN USIA PRODUKTIF DAN USIA LANJUT

6.3.1 Pelayanan Kesehatan pada Usia Produktif

Maksudnya adalah Pelayanan Kesehatan pada usia 15 s/d 59 tahun yang

dilakukan di Puskesmas dan Jaringannya atau fasilitas kesehatan yang

bekerjasama dengan Pemerintah Daerah. Standar Pelayanan kesehatan ini

diberikan sesuai dengan kewenangannya oleh :

1. Dokter 3. Bidan

2. Perawat 4. Nutrisionis / Tenaga Gizi

Skrining Pelayan kesehatan ini dilakukan Puskesmas di jaringannya yang

dibentuk bernama Posbindu PTM dengan pelayanan minimal setahun sekali

dengan pelayanan yang diberikan antara lain yaitu :

- Deteksi Kemungkinan Obesitas dilakukan dengan pemeriksaan tinggi dan

berat badan serta lingkar perut.

0

200

400

600

800

TUMPATAN GIGI TETAP PENCABUTAN GIGI TETAP RASIO TUMPATAN/ PENCABUTAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 92

- Deteksi Hypertensi dengan pemeriksaan tekanan darah sebagai pencegahan

primer.

- Deteksi kemungkinan Diabetes Melitus dengan menggunakan tes cepat gula

darah.

- Deteksi gangguan mental emosional dan prilaku.

- Pemeriksaan ketajaman penglihatan.

- Pemeriksaan ketajaman pendengaran.

- Deteksi dini kanker melalui pemeriksaan payudara klinis dan IVA khusus

untuk wanita umur 30 s/d 59 tahun

Pengunjung yang ditemukan menderita kelainan wajib ditangani atau

dirujuk ke fasilitas kesehatan yang mampu menanganinya.

Grafik 34 : Skrining Kesehatan Masyarakat Kab.Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Yankes Dinkes Muba Tahun 2018

6.3.2 Pelayanan Kesehatan Usia Lanjut

Pencapaian Kegiatan upaya pelayanan kesehatan yang lain adalah

Pelayanan kesehatan usia lanjut yang sejak beberapa tahun terakhir semakin

ditingkatkan dan menjadi prioritas Departemen Kesehatan dalam peningkatan

upaya kesehatan, hal tersebut dapat dilihat dari arah kebijakan RPJMN 2015 –

2020 yang menempatkan Lanjut Usia bersama dengan peningkatan KIA dan

perbaikan gizi masyarakat sebagai fokus prioritas pertama adalah peningkatan

pencapaian program kesehatan usia lanjut. Jumlah Posyandu Usila semakin

meningkat dan kualitas pelayanannyapun semakin membaik.

0

5.000

10.000

15.000PENDUDUK USIA 15-59 TAHUN MENDAPAT PELAYANAN SKRINING KESEHATAN SESUAI STANDAR BERISIKO

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 93

Cakupan pelayanan kesehatan Usila (60 th +) 2018 yaitu 79,50% lebih tinggi

dari tahun 2017 yaitu 61,95%.

Grafik 35 : Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila Menurut

Puskesmas se-Kab. Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Kesga DinkesMuba Tahun 2018

Dari grafik tersebut terlihat bahwa Cakupan Pelayanan Kesehatan Usila

menurut Puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin tahun 2018 sudah cukup baik

dikarenakan kesadaran masyarakat untuk memeriksakan dirinya ke fasilitas

kesehatan terutama Usia Lanjut tetapi untuk beberapa kecamatan masih belum

sesuai dengan harapan faktornya dikarenakan akses yang cukup sulit dan SDM

yang masih kurang, yang paling tinggi kunjungan Usila terjadi mencapai 213,70%

yaitu Puskesmas Sungai Lilin dan selanjutnya Puskesmas Babat Toman yang

mencapai 108,30% sedangkan pencapaian terendah yaitu di Puskesmas Suka

Damai hanya sebesar 48,00% hal ini disebabkan karna jumlah lansia yang

memang sedikit, akses ke fasilitas kesehatan yang masih buruk serta kesadaran

masyarakat yang masih minim untuk memeriksakan kesehatannya terutama bagi

Usia Lanjut dan bisa dilihat pada table 49 Profil ini.

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500USIA LANJUT (60TAHUN+) MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 94

BAB VII PENGENDALIAN PENYAKIT

7.1 Pengendalian Penyakit Menular Langsung

Data angka kesakitan penduduk yang berasal dari masyarakat (community

based data) yang diperoleh melalui study morbiditas dan hasil pengumpulan data

dari Dinas Kesehatan Kabupaten serta dari sarana pelayanan kesehatan (facility

based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan.

Penyakit menular yang disajikan dalam bagian ini diantaranya Penyakit

Malaria, TB Paru, HIV/AIDS, Pneumonia, Kusta, Penyakit Menular yang dapat

dicegah dengan Imunisasi (PD3I).

7.1.1 Tuberculosis (TBC)

Penanggulangan dan pengendalian Penyakit TB Paru di Kabupaten Musi

Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan dengan melaksanakan strategi DOTS

(Directly Observed Treatment Short-course), TB Paru merupakan masalah kesehatan,

berdasarkan hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan

bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara regional untuk wilayah Sumatera

adalah 160 per 100.000 penduduk.

Peningkatan pelaksanaan program TB akan meningkatkan beban kerja

program yang dengan sendirinya harus ditunjang dengan peningkatan upaya dan

peningkatan sumber daya termasuk dana. Semua sumber daya yang tersedia baik

APBN, dana kerjasama pemerintah RI dengan organisasi internasional maupun

sumber dana lainnya seperti APBD provinsi, APBD kab/kota harus dapat

bekerjasama lintas program dan lintas sektoral serta peran serta masyarakat terus

ditingkatkan untuk mencapai program.

Program Pengendalian Penyakit TB Paru di Kabupaten Musi Banyuasin

Propinsi Sumatera Selatan telah melaksanakan dengan strategi DOTS (Directly

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 95

Observed Treatment Short-course), TB Paru merupakan masalah kesehatan.

Berdasarkan hasil survey prevalensi TB di Indonesia tahun 2004 menunjukkan

bahwa angka prevalensi TB BTA positif secara regional untuk wilayah Sumatera

adalah 160 per 100.000 penduduk dan berdasarkan survey Prevalensi tahun 2013-

2014 menunjukkan bahwa angka incident semua kasus TB adalah 399/100.000

penduduk atau terdapat 1.000.000 kasus baru TB setiap tahunnya di Indonesia.

Sampai dengan tahun 2018 program penanggulangan TB dengan strategi DOTS

di Kabupaten Musi Banyuasin Propinsi Sumatera Selatan menjangkau 100%

Puskesmas, demikian juga untuk Rumah Sakit. Persentase orang terduga TBC

yang telah mendapatkan pelayanan sesuai standar sudah mencapai 100 % dengan

CNR semua kasus TBC yaitu 139/100.000 dimana angka kesembuhan TBC

terkonfirmasi bakteriologis ( Pemeriksaan Laboratorium) yaitu baru mencapai

49,3 % dan Pengobatan Lengkap TBC yang hanya 43,3 % tetapi dengan Angka

Keberhasilan TBC sudah sangat baik yaitu mencapai 92,6 % dengan Jumlah

Kematian sebanyak 17 orang.

Tujuan menurunkan angka kesakitan dan angka kematian TB,

memutuskan rantai penularan, serta mencegah terjadinya MDR-TB, Target

program penanggulangan TB adalah tercapainya penemuan pasien baru TB BTA

positif paling sedikit 70% dari perkiraan dan menyembuhkan 85% dari semua

pasien tersebut serta mempertahankannya.

Untuk mencapai tujuan program P2 TB maka dirumuskan kebijakan sebagai

berikut:

1. Penanggulangan TB dilaksanakan sesuai dengan azas desentralisasi oleh

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin sebagai titik berat manajemen

program dalam kerangka otonomi yang meliputi : perencanaan, pelaksanaan,

monitoring dan evaluasi serta menjamin keterdiaan sumber daya (dana,

tenaga, sarana dan prasarana).

2. Penaggulangan TB dilaksanakan dengan strategi DOTS.

3. Penguatan kebijakan untuk meningkatkan komitmen daerah terhadap

program penaggulangan TB.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 96

4. Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan terhadap

peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk penemuan dan

pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai penularan dan mencegah

terjadinya MDR-TB.

5. Penemuan dan pengobatan dalam rangka penanggulangan TB dilaksanakan

oleh seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan (fasyankes), meliputi Puskesmas,

Rumah Sakit Pemerintah dan Swasta, Rumah Sakit Paru, BP4, Klinik

Pengobatan lain serta Dokter Praktek Mandiri.

6. Penanggulangan TB dilaksanakan melalui promosi, penggalangan kerjasama

dan kemitraan dengan program terkait, sektor pemerintah, non pemerintah

dan swasta dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional Penanggulangan TB

(Gerdunas TB).

7. Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat pelayanan dan

jejaring.

8. Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk penanggulangan TB diberikan kepada

pasien secara cuma-cuma dan dijamin ketersediaannya.

9. Ketersediaan sumberdaya yang berkompeten dalam jumlah yang memadai

untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja program.

10. Penanggulangan TB lebih diprioritaskan kepada kelompok miskin dan rentan

terhadap TB.

11. Penaggulangan TB harus berkolaborasi dengan penanggulangan HIV.

12. Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan pekerjaannya.

13. Memperhatikan komitmen Internasional yang termuat dalam MDGs.

Untuk mempermudah analisis data diperlukan indicator sebagai alat ukur

kemajuan Program (marker of progress). Dalam menilai kemajuan atau

keberhasilan program pengendalian TB digunakan beberapa Indikator.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 97

Grafik 36 : CDR (Case Detection Rate)/ Angka Penemuan Kasus TB

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

Angka kejadian TB Resisten obat terutama TB MDR semakin meningkat

setiap tahunnya di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan sejalan

dengan dilaksanakannya program penanggulangan TB MDR menggunakan alat

Tes Cepat Molekuler (TCM) yang dikenal dengan GeneXpert. GeneXpert dapat

menentukan tersangka TB Resisten Obat dengan rentan waktu kurang dari 2 jam,

lebih efektif dibandingkan pemeriksaan dengan menggunakan kultur

menggunakan media dengan rentan waktu lebih dari 1 bulan. Pasien yang

dinyatakan kebal terhadap obat OAT terutama rifampisin dapat dilakukan

tatalaksana lebih baik dan lebih efektif dengan tatalaksana TB MDR dan

mencegah terjadinya penularan TB MDR ke orang lain. Situasi TB MDR di

Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan yang dinyatakan positif

resisten obat dari beberapa kriteria tersangka resisten obat dapat di lihat pada

grafik dibawah ini:

0

20

40

60

JUMLAH KASUS TUBERKULOSIS PARU TERKONFIRMASI BAKTERIOLOGIS YANG TERDAFTAR DANDIOBATI*)JUMLAH SEMUA KASUS TUBERKULOSIS TERDAFTAR DAN DIOBATI*)

ANGKA KESEMBUHAN (CURE RATE) TUBERKULOSIS PARU TERKONFIRMASI BAKTERIOLOGIS

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 98

Grafik 37 : Angka Keberhasilan Pengobatan TB Paru Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

7.1.2 PNEUMONIA

Pneumonia adalah pembunuh utama Balita di dunia, lebih banyak

dibandingkan dengan penyakit lain seperti AIDS, Malaria, dan Campak. Di dunia

setiap tahun diperkirakan lebih dari 2 juta balita meninggal karena Pneumonia (1

balita/ 15 detik) dari 9 juta total kematian balita. Diantara 5 kematian balita, 1

diantaranya disebabkan oleh Pneumonia. Bahkan karena besarnya kematian ISPA

ini, ISPA/ Pneumonia disebut sebagai pandemi yang terlupakan, atau The

Forgotten pandemic. Namun tidak banyaknya perhatian terhadap penyakit ini

sehingga Pneumonia disebut juga pembunuh balita yang terlupakan atau The

Forgotten Killer of Children (UNICEF, 2006).

Penyakit Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) masih merupakan

masalah bagi kesehatan masyarakat di Indonesia. Penyakit ini sering terjadi pada

anak. Berdasarkan Survei Kematian Balita tahun 2005, kematian pada Balita

sebagian besar disebabkan karena pneumonia, yaitu sebesar 23,6 %. Episode

penyakit batuk-pilek pada Balita di Indonesia diperkirakan terjadi 3-6 kali per

tahun. ISPA juga merupakan salah satu penyebab utama kunjungan pasien di

sarana kesehatan. Sebanyak 40-60% kunjungan berobat di puskesmas dan 15-30%

0

20

40

60

ANGKA PENGOBATAN LENGKAP(COMPLETE RATE) SEMUA KASUS TUBERKULOSIS

ANGKA KEBERHASILAN PENGOBATAN (SUCCESS RATE/SR) SEMUA KASUS TUBERKULOSIS

JUMLAH KEMATIAN SELAMA PENGOBATAN TUBERKULOSIS

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 99

kunjungan berobat di bagian rawat jalan dan rawat inap di rumah sakit

disebabkan oleh penyakit ISPA.

Pelaksanaan program pemberantasan penyakit ISPA (Infeksi Saluran

Pernapasan Akut) adalah bagian dari pembangunan kesehatan dan merupakan

upaya yang mendukung peningkatan sumber daya manusia serta bagian dari

upaya pencegahan dan pemberantasan penyakit menular. Program ISPA

menitikberatkan pelaksanaan kegiatan penanggulangan pneumonia pada balita.

Hal ini sesuai dengan tekad masyarakat dunia untuk menurunkan kesakitan dan

kematian bayi dan balita karena pneumonia.

Laporan tahunan merupakan salah satu alat untuk mengevaluasi kegiatan

yang telah dilaksanakan selama satu tahun (2018) untuk mendapatkan gambaran

pelaksanaan program ISPA di 15 Kecamatan pada umumnya dan di tingkat

Kabupaten Musi Banyuasin pada khususnya, apakah sudah berjalan sesuai

dengan yang direncanakan dan apakah sesuai dengan yang telah digariskan oleh

kebijakan program. Selain itu, kegiatan ini bertujuan meningkatkan cakupan dan

mutu pelayanan program ISPA di Kabupaten Musi Banyuasin. Berbagai kegiatan

yang telah dilaksanakan oleh Dinas Kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin baik

berasal dari dana APBN maupun APBD perlu dievaluasi sehingga diharapkan

dapat meningkatkan kinerja pengelola program P2 ISPA.

Pada tahun 2018 jumlah penemuan kasus Pneumonia Balita pada Program

P2 ISPA Kabupaten Musi Banyuasin adalah 340 kasus atau sebesar 10,2 % dari

target dimana target penemuan penderita sebanyak 3.332 balita. Pada kasus

pneumonia golongan umur <1 tahun sebanyak 99 kasus (2,97%) dan untuk

golongan umur 1-5 tahun sebanyak 219 kasus (6,57 %) dari seluruh kasus

pneumonia. Pada Pneumonia berat untuk golongan umur <1 tahun sebanyak 19

kasus (0,57%) dan pada golongan umur 1-5 tahun sebanyak 40 kasus (1,2%) dari

seluruh kasus Pneumonia Berat. Hasil kegiatan penemuan kasus dapat dilihat

pada tabel terlampir. Dilihat dari realisasi cakupan penderita berdasarkan target

penemuan yang ada persentase tertinggi dicapai oleh kecamatan Jirak Jaya

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 100

(152,8%) sedangkan kecamatan terendah yaitu Kecamatan sungai Keruh dan

Kecamatan Lalan 0 (0%). Belum dapat disimpulkan bahwa rendahnya penemuan

ini didasari oleh memang tidak terdapatnya penderita atau kurang aktifnya

petugas dalam melakukan penemuan kasus dan Pencatatan dan Pelaporan yang

kurang baik.

Grafik 38 : Penemuan Pneumonia Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

7.1.3 Penyakit HIV/AIDS

Kasus HIV/AIDS yang merupakan penyakit yang paling ditakuti terus

mengalami peningkatan di berbagai daerah. Makin tingginya kasus HIV/AIDS di

Indonesia mengharuskan penanganan serta penanggulangan penyakit mematikan

ini lebih serius dari berbagai pihak. Lebih dari 20 ribu kasus AIDS terjadi di

seluruh kota di Indonesia.

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000

20.000

JUMLAH BALITA PERKIRAAN PNEUMONIA BALITA REALISASI PENEMUAN PENDERITA PNEUMONIA PADA BALITA

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 101

Epidemi HIV dan AIDS di Indonesia dalam 8 (delapan) tahun terakhir

telah terjadi perubahan dari low level epidemic menjadi concentrated level epidemic,

terbukti dari hasil survei pada subpopulasi tertentu yang menunjukkan prevalensi

HIV di beberapa Provinsi telah melebihi 5 % secara consisten. Pada tahun-tahun

sebelumnya kegiatan pengendalian diprioritaskan pada pencegahan tetapi dengan

semakin meningkatnya infeksi HIV dan kasus AIDS yang memerlukan

pengobatan ARV (Treatment for prevention), maka strategi pengendalian HIV saat

ini dilaksanakan dengan memadukan pencegahan, perawatan, dukungan serta

pengobatan.

Pada tahun 2007 cara penularan beralih dari penggunaan narkoba suntik

ke heteroseksual yang paling dominan yaitu 53 %. Cara penularan melalui

hubungan heteroseksual nampaknya masih mendominasi temuan kasus sampai

dengan sekarang tahun 2018 dilanjutkan dengan cara penularan melalui

hubungan homoseksual yang meningkat di tahun 2016 dan 2017. Dari data yang

ada, kebanyakan mereka yang berisiko tertular HIV tidak mengetahui akan status

HIV mereka, apakah sudah terinfeksi atau belum, dan oleh karena itu untuk

meningatkan cakupan seoptimal mungkin dan sedini mungkin merupakan suatu

strategi yang sedang dilakukan dengan bekerja sama juga dengan LSM terkait

dalam kegiatan penjangkauan.

Dan dalam rangka pemantauan dan evaluasi upaya program yang telah

dilakukan, pencatatan dan pelaporan program sangatlah penting. Pencatatan dan

Pelaporan yang akurat, valid, dan tepat waktu tentunya akan dapat menjawab

berbagai indikator yang telah ditetapkan baik global maupun nasional.

Kementerian Kesehatan RI telah melaksanakan pencatatan dan pelaporan

program HIV-AIDS dan IMS dengan menggunakan SIHA (Sistem Informasi HIV

dan AIDS) sehingga data yang akurat akan menghasilkan informasi yang sangat

berguna dalam penyusunan perencanaan dalam upaya pengendalian HIV-AIDS

dan IMS di Indonesia.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 102

Di Kabupaten Musi Banyuasin dari 15 Kecamatan hingga saat ini dari 15

Kecamatan yang ada semuanya telah melakukan layanan program HIV-AIDS dan

IMS baik di tingkat Puskesmas maupun RS baik di dukung oleh Global Fund

AIDS maupun dari APBD Kabupaten sendiri. Dan untuk Kecamatan yang sudah

dilakukan advokasi agar dalam waktu dekat dapat membentuk layanan HIV-

AIDS dan IMS dukungan dari APBD, sehingga tercapainya getting 3 zeroes (zero

infeksi baru, zero kematian terkait AIDS, zero stigma dan diskriminasi).

Di tahun 2013 secara global, sebanyak 12,9 juta orang yang hidup dengan

HIV yang menerima terapi antiretroviral (ART), dimana 11,7 juta orang yang

menerima ART di negara berpenghasilan rendah dan menengah. 11,7 juta orang

yang mendapatkan ART tersebut merupakan 36% dari 32,6 juta orang yang hidup

dengan HIV di negara berpenghasilan rendah dan menengah. Cakupan pada

anak-anak masih rendah, pada tahun yang sama, kurang dari 1 dalam 4 anak yang

hidup dengan HIV memiliki akses ke ART, dimana 1 dari 3 orang dewasa sudah

mendapatkan ART.

Untuk mempercepat tujuan tercapainya getting 3 zeroes (zero infeksi baru,

zero kematian terkait AIDS, zero stigma dan diskriminasi) dalam upaya kesehatan

masyarakat, maka dikembangkan Layanan Komprehensif Berkesinambungan

(LKB) dengan melibatkan peran aktif komunitas secara berjenjang kohesif dengan

mengedepankan efektifitas dan efisiensi. Pendekatan strategis pemberian obat

ARV secara tepat yang dikenal sebagai Strategic Use of ARV (SUFA) di maksudkan

untuk mempercepat penemuan dan penanganan bagi orang yang terinfeksi HIV

untuk mencapai tujuan pencegahan booster dual protection sekaligus meningkatkan

kualitas hidup dengan pengobatan infeksi HIV.

Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan

pada Program HIV-AIDS dan IMS telah melakukan berbagai upaya di tahun 2018

ini baik dukungan APBD, APBN dan juga dari Global Fund Komponen AIDS

Sumatera Selatan dengan bekerjasama dengan lintas sektor dan lintas program

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 103

terkait. Kegiatan tersebut di uraikan melalui laporan tahunan program HIV-AIDS

dan IMS dengan berbagai kegiatan tahun 2018.

Berdasarkan data terakhir dari Dinas Kesehatan Kabupaten Musi

Banyuasin sampai dengan Desember 2018 secara kumulatif Orang Dengan HIV

AIDS (ODHA) di Kabupaten Musi Banyuasin pengidap HIV berjumlah 19 orang

dan penderita AIDS berjumlah 16 orang. Pada tahun ini perbedaan antara stadium

HIV dan AIDS tidak terlalu signifikans, menunjukkan bahwa deteksi dini

penanggulangan HIV/ AIDS sudah dilakukan. Informasi mengenai HIV dan

AIDS sudah disampaikan secara kontinue ke semua lapisan masyarakat, terutama

mengenai keberadaan klinik VCT.

Grafik 39 :Jumlah Penderita HIV Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit DinkesMuba Tahun 2018

0

2

4

6

8

10

12

14

16

≤ 4 TAHUN 5 - 14 TAHUN

15 - 19 TAHUN20 - 24 TAHUN

25 - 49 TAHUN≥ 50 TAHUN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 104

Pada tahun 2014 sampai 2018 penemuan infeksi baru HIV/ AIDS

cenderung mengalami kenaikan dikarenakan jumlah layanan pemeriksaan HIV

sudah bertambah di RS dan di Puskesmas sehingga rujukan PDP juga dapat cepat

dan terjangkau untuk di akses, peningkatan kasus AIDS akibat 5 atau 10 tahun

yang lalu mengidap HIV yang belum diketahui sejak dini sehingga pada stadium

3 atau stadium 4 baru diketahui di Fasyankes rawat inap.

Baik pengidap HIV maupun penderita AIDS itu tersebara dibeberapa

Kecamatan Babat Toman, Kecamatan Tungkal Jaya, dikarenakan Kecamatan

tersebut merupakan daerah transit Sumatera yang mempunyai tingkat mobilitas

tinggi, ditambah juga dengan tempat hiburan dan penginapan yang banyak dan

juga masih berlangsungnya kegiatan seks berisiko di lokalisasi serta café yang

tidak terpantau, dan ada beberapa Kecamatan sudah ada pengidap HIV sehingga

layanan KTS perlu dikembangkan ke Kecamatan yang belum ada layanan yang

didukung oleh APBD.

Grafik 40 : Jumlah Penderita AIDS Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

KASUS BARU AIDSKASUS KUMULATIF AIDS

JUMLAH KEMATIAN AKIBAT AIDS0

1

2

3

4

5

6

< 1 TAHUN5 - 14 TAHUN

20 - 29 TAHUN40 - 49 TAHUN

≥ 60 TAHUN

KASUS BARU AIDS KASUS KUMULATIF AIDS JUMLAH KEMATIAN AKIBAT AIDS

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 105

Pada bulan Januari sampai dengan Desember 2018 pengidap HIV dan

penderita AIDS banyak ditemukan atau didominasi oleh laki-laki dibandingkan

perempuan, hal ini menujukkan bahwa laki-laki lebih berisiko tertular HIV

dibandingkan dengan perempuan karena pola prilaku seks laki-laki yang suka

membeli seks tanpa menggunakan kondom.

Secara kumulatif pengidap HIV lebih banyak pada kelompok usia 20 – 29

tahun, untuk kasus AIDS lebih banyak pada kelompok usia 30-39 tahun, pada saat

usia produktif sehingga penting sekali upaya pencegahan di fokuskan kepada

kelompok usia 15- 24 tahun dengan memberikan edukasi yang baik dengan

menjelaskan HIV-AIDS sehingga dapat mencegah infeksi baru HIV. Kondisi saat

dilaporkan di RS melalui laporan surveilans AIDS, bahwa penderita AIDS masih

banyak yang masih hidup dibandingkan dengan yang meninggal.

7.1.4 CAKUPAN PELAYANAN PENYAKIT DIARE

Jumlah kasus diare yang ditangani tahun 2018 adalah 3.932 kasus menurun

drastis dibandingkan Tahun 2017 yaitu 12.201 kasus. Sepanjang tahun 2018 tidak

terjadi KLB Diare di Kabupaten Musi Banyuasin.

Jumlah kasus diare yang ditangani menurut wilayah kerja terbanyak di

Wilayah Puskemas Balai Agung dengan jumlah kasus 334 kasus, Puskesmas

Bayung Lencir sebanyak 328 kasus dan Puskesmas Suka Jaya sebanyak 319 kasus.

Sedangkan jumlah kasus diare yang paling sedikit yaitu di Puskesmas Ulak Paceh

(20 kasus) dan Puskesmas Karya Maju (43 kasus), yang dapat dilihat pada tabel

berikut ini :

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 106

Grafik 41 : Jumlah Kasus Diare Yang Ditangani di Puskesmas

Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Bidang P2P Dinkes Muba Tahun 2018

7.1.5 PENYAKIT KUSTA Kusta adalah Penyakit infeksi yang tidak hanya menyerang kulit tetapi juga

jaringan syaraf terutama pada lengan dan kaki. Penyakit Kusta sudah ada sejak

zaman dahulu, penyakit yang mempunyai nama lain penyakit Lepra ini begitu

menakutkan dan memiliki stigma negative di kalangan masyarakat banyak.

Wabah penyakit Kusta ini memberi perhatian penduduk dunia karena penyakit ini

sulit disembuhkan, menyebabkan mutilasi atau hilangnya anggota tubuh yang

terkena juga dapat menular. Bakteri pada Penyakit Kusta terutama menyerang

bagian kulit dan jaringan syaraf perifer (syaraf diluar otak dan sum-sum tulang

belakang), bakteri ini juga menyerang mata dan jaringan tipis yang melapisi

bagian dalam hidung. Gejala utama penyakit kusta berupa bercak perubahan

warna ( menjadi putih seperti panu ) atau lesi pada kulit, berbentuk benjolan yang

tidak hilang setelah beberapa minggu atau beberapa bulan.

0

10.000

20.000

30.000

40.000

50.000

60.000JUMLAH PENDUDUK DILAYANI

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 107

Berdasarkan Pusat Data dan Informasi Kemenkes, angka kasus kusta di

Indonesia terus menurun, meski relative lambat dan tidak signifikan. Pada Tahun

2017 angka Prevalensi penyakit Kusta di Indonesia mencapai 6,08 kasus per

100.000 penduduk dengan Jumlah kasus sebanyak 15.920 jiwa orang terinfeksi

kusta. Dengan data diatas berarti kita belum bebas dari ancaman penyakit kusta

itu sendiri.

Kasus Kusta pada Kabupaten Musi Banyuasin dalam kurun waktu tahun kerja

2018 didapatkan bahwa angka penemuan baru kasus penderita Kusta adalah

sebanyak 31 orang atau NCDR sebesar 5,1 jiwa / 100.000 penduduk yang

semuanya telah selesai mendapatkan pengobatan. Kasus Kusta pada anak 0-14

tahun juga terjadi dengan total penderita sebanyak 4 orang yang tercatat dari 1

Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin yaitu kecamatan Keluang. Persentase

untuk Cacat tingkat 0 masih tinggi yaitu 67,7 % dan Cacat Tingkat Rendah malah

sebaliknya Cuma sebesar 12,9 %. Adapun Jumlah Penderita Kusta dari tahun 2014

s/ d 2018 dapat kita lihat pada Grafik di bawah ini :

Grafik 42 : Penderita Kusta di Kabupaten Muba Tahun 2014 s.d 2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tahun 2014 s.d 2018

31

40

20

16

14

2018

2017

2016

2015

2014

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 108

7.2 PENGENDALIAN PENYAKIT DENGAN IMUNISASI

Pencegahan dan pengendalian penyakit utamanya penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I) menjadi prioritas untuk dievaluasi melalui

program surveilans. Adapun penyakit-Penyakit yang diamati adalah surveilans

AFP (surveilans acute flaccid paralysis/AFP), surveilans campak, surveilans

Tetanus Neonatorum, Difteri dan Pertussis. Adapun Tahapan- tahapan

pemberantasan penyakit meliputi tahap Reduksi (menurunkan angka kesakitan

serendah-rendahnya), tahap Eliminasi (menekan sampai sekecil-kecilnya) dan

terakhir tahap eradikasi (membebaskan dunia dari suatu penyakit). Namun tidak

semua penyakit dapat dibebaskan dari bumi. Hal ini terkait dengan beberapa

faktor diantaranya host penyebab penyakit, tersedianya vaksin (pencegahan), sifat

virus/bakteri, dan lain sebagainya.

WHO regional SEAR, mengagendakan eliminasi campak dilaksanakan

mulai tahun ini. Negara Indonesia baru akan melaksanakan pada tahun 2020. Hal

ini terkait masih cukup tingginya klinis campak yang terjadi dimasyarakat.

Namun, Indonesia sudah melaksanakan penguatan surveilans campak sejak

tahun 2006, dan pada tahun 2009 mulai melaksanakan konfirmasi laboratorium

terhadap 20% klinis campak dan saat ini berlaku 50% bagi provinsi dengan klinis

yang masih cukup tinggi (termasuk Provinsi Sumatera Selatan) dan 100% pada

provinsi dengan klinis yang sudah mulai sedikit.

Dalam hal pencatatan dan pelaporan surveilans AFP diintegrasikan dengan

pencatatan dan pelaporan kasus Campak, Tetanus Neonatorum dan Difteri. Hal

ini untuk lebih efektifnya pelaksanaan kegiatan surveilans AFP terutama di unit

pelayanan kesehatan (puskesmas dan rumah sakit).

7.2.1 AFP NON POLIO PER 100.000 PENDUDUK

Dalam rangka menurunkan kasus-kasus penyakit yang dapat dicegah

dengan imunisasi (PD3I), kegiatan yang dilakukan antara lain adalah kegiatan

surveillance dan imunisasi yang terus dilaksanakan.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 109

Untuk pemberantasan/pencegahan kasus Folio, selain kegiatan imunisasi,

juga dilaksanakan surveillance AFP (Accute Flaccid Paralysis) untuk menemukan

kasus polio liar (AFP). Pada tahun 2018 ditemukan 6 kasus AFP (Accute Flaccid

Paralysis). Pencapaian kinerja surveilans AFP tahun 2018 mengalami peningkatan

dalam penemuan kasus AFP non Polio rate dari 5 kasus pada tahun 2017 menjadi

6 kasus pada tahun 2018.

Pemberantasan penyakit Polio, saat ini sudah memasuki tahap eradikasi.

Dimana sudah ada 4 regional yang mendapatkan sertifikasi Bebas Polio yaitu

regional AMRO (America) pada tahun 1994, WPRO (Western Pacifik) tahun 2000

dan EURO (Eropa) pada tahun 2002. Dan pada tahun 2014 regional SEAR (Asia

Tenggara) sudah mendapatkan sertifikasi Bebas Polio pada tanggal 27 Maret

2014. Selanjutnya masih ada 2 Regional lagi yaitu EMRO (East Mediteranian) dan

AFRO (Africa) dimana terdapat 3 negara yang masih endemis terhadap penyakit

Polio yaitu Nigeria, Pakistan dan Afganistan. Namun pada tahun 2016 negara

Nigeria kembali menjadi endemis dengan ditemukannya kasus Polio liar, dimana

pada tahun 2015 Nigeria sempat keluar dari daftar negara endemis sehingga

pada tahun 2015 hanya ada 2 negara yang masih endemis yaitu Afganistan dan

Pakistan. Agenda WHO, pada tahun 2020 dunia diperkirakan dapat mencapai

bebas Polio.

Grafik 43 : Jumlah Kasus AFP Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

0

1

1

2

2

1

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1

2

0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0

1

0

1

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 110

7.2.2 CFR DIFTERI

Difteri merupakan penyakit infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri basil

gram positif Corynebacterium diphteriae. Strain nontoksigenik juga dapat

menyebabkan penyakit, tetapi tidak seberat akibat strain toksigenik. Difteri

menjadi salah satu penyakit infeksi yang paling ditakuti karena dapat menjadi

epidemik dengan case fatality rate (CFR) tinggi, terutama pada anak-anak. Sejak

tahun 2011- 2015, Indonesia telah menjadi negara dengan insidens difteri tertinggi

kedua di dunia, yaitu sebanyak 3203 kasus. EPIDEMIOLOGI Penyakit difteri

terdapat di seluruh dunia, khususnya di negara-negara tropis dengan penduduk

padat dan cakupan imunisasi rendah. Penularan melalui kontak dengan karier

atau individu terinfeksi. Bakteri ditularkan melalui kontak droplet seperti batuk,

bersin, ataupun kontak langsung saat berbicara. Manusia merupakan karier

asimptomatik dan berperan sebagai reservoir C. diphteriae. Transmisi melalui

kontak dengan lesi kulit individu terinfeksi jarang terjadi. Difteri umumnya

menyerang anak-anak usia 1-10 tahun. Menurut WHO, Asia Tenggara merupakan

wilayah dengan insidens tertinggi di dunia khususnya pada tahun 2005. Indonesia

menempati urutan kasus difteri terbanyak kedua setelah India, yaitu 3203 kasus.

Menurut data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2016, jumlah kasus difteri

sebanyak 415 kasus dengan kasus meninggal 24 kasus, sehingga CFR difteri

mencapai 5,8%. Kasus terbanyak di Jawa Timur (209 kasus) dan Jawa Barat (133

kasus). Dari seluruh kasus difteri, sebanyak 51% pasien tidak mendapat vaksinasi

sebelumnya. Pada tahun 2016, 59% kasus difteri terjadi pada kelompok umur 5-9

tahun dan 1-4 tahun.

Pada tahun 2018, di Kabupaten Musi Banyuasin terjadi peningkatan kasus

suspek difteri jika dibandingkan pada tahun 2017 dimana pada tahun 2018

terdapat 1 kasus suspek dengan 1 kasus konfirmasi laboratorium positif

Corynebactrium Diphteriae. Pada tahun 2018 terjadi peningkatan penemuan

kasus jika dibandingkan tahun 2017 yang tidak ditemukan kasus. Penyebaran

kasus terjadi di 1 kecamatan dengan jumlah kasus sebanyak 1 kasus suspek dan 1

kasus positif yang ditemukan di kecamatan Tungkal Jaya.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 111

Pencegahan difteri berbasis komunitas paling efektif melalui imunisasi

aktif. Imunisasi primer difteri diberikan bersama toksoid tetanus dan vaksin

pertusis dalam bentuk vaksin DTP sebanyak tiga kali dengan interval 4-6 minggu.

Imunisasi dasar DTP (DTP-1, DTP-2, dan DTP-3) diberikan 3 kali sejak usia 2

bulan (tidak boleh sebelum usia 6 minggu) dengan interval 4-8 minggu. Imunisasi

ulangan booster DTP (DTP4) diberikan satu tahun setelah DTP-3 (usia 18-24

bulan) dan DTP-5 saat masuk sekolah usia 5 tahun. Apabila pada usia 5 tahun

belum diberi DTP-5, vaksinasi booster diberi Td sesuai program Bulan Imunisasi

Anak Sekolah (BIAS, SD kelas 1, usia 7 tahun). Vaksinasi booster Td diberikan 2

kali pada program BIAS (SD kelas 2 dan 3). Dosis vaksinasi DTP (DTWP, DTaP,

DT, atau Td) adalah 0,5 mL intramuskular baik untuk imunisasi dasar maupun

ulangan.

7.2.3 JUMLAH PERTUSSIS DAN HEPATITIS B

Pertussis atau sering disebut orang Batuk Rejan adalah penyakit pernafasan

yang menular melalui mulut dan hidup yang biasanya ditandai dengan batuk

parah yang disertai tarikan nafas bernada tinggi. Batuk ini cepat menular namun

vaksin seperti DT dan TD dapat membantu pencegahannya pada anak-anak dan

Dewasa. Bakteri adalah Penyebab utama Pertussis, saat kita melakukan kontak

dengan penderita atau berada dekat orang yang batuk atau bersin ini maka kita

dapat terhirup tetesan kuman yang tersebar lewat udara dan akan masuk ke paru-

paru kita.

Untuk mengtasi Pertussis ini secara dini kita dapat mengobatinya dengan

menggunakan Antibiotik yang dapat membunuh kuman pertussis itu sendiri,

mengurangi gejala, serta mempercepat penyembuhannya. Di Kabupaten Musi

Banyuasin sendiri kasus Penyakit ini telah dilakukan pencegahannya secara

Optimal sehingga tidak terjadinya kasus Penyakit ini karena Unit Layanan

Kesehatan Puskesmas Khususnya sudah melakukan pencegahan dengan

vaksinasi juga pengobatan langsung kepada seseorang yang terduga Pertussis

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 112

dan melakukan Sosialisasi dan Penyuluhan akan berbahayanya kasus penyakit ini

tidak hanya bagi anak dan dewasa, Bayi juga rentan terinfeksi penyakit ini.

Sama halnya dengan Pertussis, di Kabupaten Musi Banyuasin tidak kita

temukan orang yang terinfeksi penyakit Hepatitis B. Sedikit kita ulas tentang

penyakit Hepatiti B ini yaitu, suatu penyakit menular berbahaya yang dapat

menyebabkan KLB dan termasuk masalah kesehatan di Indonesia tak luput

menjadi sorotan pada Kabupaten Musi Banyuasin. Penyakit ini disebabkan oleh

Virus yang dapat menyerang Hati/Limpa dan selanjutnya akan berkembang

menjadi pengerasan hati maupun kanker hati yang akhirnya dapat menyebabkan

kematian. Penyakit ini sulit dideteksi karena penderita tahap awal inkubasi tidak

merasa dirinya sakit tetapi tanpa disadari orang tersebut sudah memaparkan

Virus tersebut sehingga dapat menyebabkan wabah. Virus ini dapat tersebar

melalui Darah, Saliva, kontak dengan Mukosa penderita Hepatitis, feces dan

Urine, dan lain-lain seperti sisir, pisau cukur, selimut, peralatan makan, lat

kedokteran yang terinfeksi Virus Hepatitis serta dicurigai penularan melaui vector

yaitu nyamuk atau serangga lain penghisap darah.

Imunisasi merupakan suatu upaya pencegahan yang paling efektif untuk

mencegah penularan penyakit Hepatitis ini, di Indonesia program Imunisasi

Hepatitis B ini dimulai sejak tahun 1987 dan telah masuk program Imunisasi

Nasional pada Tahun 1997. Hasil Imunisasi ini bias dilihat dari Pencapaian desa

UCI / persentase desa yang telah melakukan skrining serta Vaksinasi yang salah

satunya adalah Vaksinasi penyakit Hepatitis ini. Kabupaten Musi Banyuasin

sudah sangat Optimal melakukan Program Vaksinasi serta Penyuluhan-

penyuluhan di Lapangan dapat dilihat dari pencapaian desa UCI di Kabupaten

Musi Banyuasin yang sudah mencapai target yang ditetapkan oleh Propinsi dan

Pusat yang pada Tahun 2018 Kabupaten Musi Banyuasin juga mendapatkan

penghargaan dari Presiden melalui Kemenkes RI untuk pencapaian desa UCI

tersebut.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 113

7.2.4 JUMLAH DAN CFR TETANUS NEONATORUM

Bayi dalam golden period (periode emas) sangat rentan terhadap berbagai

penyakit menular, seperti tetanus neonatorum. Pemerintah Kabupaten Musi

Banyuasin mendukung kebijakan Pemerintah ( EMNT) untuk menyelamatkan

bayi dari infeksi tetanus neonatorum. Setiap tahun terdapat kejadian tetanus

neonatorum (TN) di Indonesia sehingga menyebabkan kematian karena saat

hamil ibunya tidak diimunisasi TT, persalinan ditolong oleh dukun, perawatan

tali pusat tidak hygienes seperti penggunaan gunting yang tidak steril,

penggunaan ramuan tradisional sebagai obat. Untuk mencegah kasus tetanus

neonatorum, Kabupaten Musi Banyuasin menetapkan kebijakan EMNT

sebagaimana dituangkan dalam strategi operasional yang harus dilaksanakan

semua petugas kesehatan terkait. Pelaksanaan kebijakan EMNT sudah sesuai

harapan, karena tidak terjadinya kasus TN setiap tahun, cakupan TT semakin

tinggi demikian pula imunisasi DPT untuk bayi. Kabupaten Musi Banyuasin

termasuk wilayah yang aman tetanus neonatorum, karena cakupan imunisasi TT

pada ibu hamil dan DPT pada bayi yang terus meningkat setiap tahun. Kebijakan

eliminasi TN tepat untuk meningkatkan cakupan imunisasi dan mencegah

terjadinya TN pada bayi di Kabupaten Musi Banyuasin. Pengelola

Pelaksanaan surveilans Tetanus Neonatorum melalui formulir T2 yang

dikompilasikan ke dalam laporan integrasi menunjukkan Pada tahun 2018 tidak

adanya penemuan kasus Tetanus Neonatorum pada bayi usia < 28 hari. Kita

ketahui bahwa faktor resiko terjadinya kasus Tetanus Neonatorum bisa pada saat

persalinan maupun pasca persalinan dimana pada pasca persalinan ada

perawatan tali pusat yang umumnya dilakukan dirumah oleh keluarga.

Perawatan tali pusat inilah yang paling sering menimbulkan masalah karena

pengaruh adat istiadat dan kewajiban orang tua kasus yang masih patuh pada

aturan keluarga (nenek). Program imunisasi kedepannya harus lebih aktif

mensosialisasikan imunisasi TT melalui pelayanan ANC kepada ibu hamil dan

DPT pada bayi untuk mencegah kasus tetanus dan mempertahankan kinerja yang

positif sesuai dengan pencapaian yang telah diuraikan diatas.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 114

7.2.5 JUMLAH SUSPEK CAMPAK DAN IDR CAMPAK PER - 100.000

PENDUDUK

Indonesia sudah melaksanakan penguatan surveilans campak sejak tahun

2006, dan pada tahun 2009 mulai melaksanakan konfirmasi laboratorium terhadap

20% klinis campak dan saat ini berlaku 50% bagi provinsi dengan klinis yang

masih cukup tinggi (termasuk Provinsi Sumatera Selatan) dan 100% pada provinsi

dengan klinis yang sudah mulai sedikit.

Pelaksanaan surveilans campak meliputi pengumpulan data rutin dan

KLB menggunakan formulir C1 yang terintegrasi dengan kasus AFP dan Tetanus

Neonatorum. Selain ini kasus campak mulai bulan Juli 2009 dilaksanakan Cases

Based Méaslles Surveilance (CBMS) dengan konfirmasi laboratorium sebanyak

20% total kasus rutin dalam 1 tahun. Namun karena negara kita akan menuju

Eliminasi Campak pada tahun 2020, maka mulai tahun 2013 persentase klinis

Campak yang dilakukan konfirmasi laboratorium menjadi sebesar 50%. Adapun

pencapaian kinerja surveilans campak dapat dilihat pada grafik dan tabel

dibawah ini :

Pada tahun 2018, penemuan kasus campak berdasarkan laporan bulanan

yang terekam di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan sebanyak

82 kasus tersebar di 15 kecamatan. Dengan kasus terbanyak terjadi di Kecamatan

Sekayu sebesar 63,4% dari total kasus yang ada. Pencapaian kinerja surveilans

campak, dapat dilihat pada grafik dibawah ini :

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 115

Grafik 44 : Penemuan Kasus Klinis Campak Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2018

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

Penemuan kasus Campak pada tahun 2018 mengalami penurunan jumlah

yang cukup signifikan dengan jumlah yang dilaporkan yaitu sebanyak 82 kasus

jika dibandingkan kasus pada tahun 2017 yang sebesar 113 kasus. Salah satu

indikator yang harus dicapai dalam pelaksanaan surveilans campak adalah Angka

Discharded Campak. Dimana indikator ini akan tercapai apabila seluruh klinis

campak yang ada dilakukan konfirmasi di laboratorium yang sudah ditunjuk oleh

Kementerian Kesehatan RI, dan hasil menunjukkan negatif virus campak dan

negatif virus rubella. Kebijakan pemeriksaan seluruh klinis campak direncanakan

akan dilaksanakan pada tahun 2020. Sehingga dengan kebijakan ini diharapkan

seluruh klinis campak yang tercatat dan terlaporkan sudah dapat kita simpulkan

adalah benar kasus konfirmasi Campak secara laboratorium. Dan ini sebagai salah

satu strategi dalam melakukan evaluasi terhadap keberhasilan program imunisasi

campak yang sedang berjalan.

0

10

20

30

40

50

60

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 116

7.2.6 PERSENTASE KLB DITANGANI

Di Kabupaten Musi Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan pada tahun 2018,

bahwa kejadian KLB di Kabupaten menyerang sebanyak 39 orang yang terjadi di 2

Kecamatan, KLB meningkat jika dibandingkan dengan tahun 2017 dimana

kejadian KLB di Kabupaten Musi Banyuasin yang menyerang sebanyak 39 orang,

jika dilihat dari jumlah kematian dimana pada tahun 2017 dan 2018 adalah sama

karena tidak ada Laporan meninggal dunia.

Grafik 45 : Distribusi KLB Menurut Kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2014-2018

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

7.3 PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR VEKTOR DAN ZOONOTIK

Penyakit tular Vektor di Indonesia masih menjadi masalah kesehatan di

masyarakat, dan sering menimbulkan wabah/KLB dibeberapa daerah, sebut saja

Demam Berdarah Dengue (DBD), Malaria, dan penyakit lain seperti Filariasis.

Pengamatan terhadap keberadaan Vektor (Surveilan Vector) merupakan kegiatan

yang penting, sebab dengan kegiatan Surveilan Vector yang baik secara kontinyu

dan sistematis maka indikator tentang kewaspadaan dini penyakit tersebut dapat

diketahui lebih awal, sehingga fenomena wabah/KLB dapat dicegah. Surveilan

Vector juga dapat mengidentifikasi adanya permasalahan terkait dengan penyakit

tular vector yang terjadi disuatu wilayah. Berikut mari kita lihat uraian mengenai

beberapa penyakit tular Vektor dan Zoonotik adalah sebagai berikut :

0

10

20

30

40

50

2014 20152016

20172018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 117

7.3.1 DEMAM BERDARAH DENGUE (DBD)

Penyakit Demam Dengue (DBD) yang saat ini menjadi momok diberbagai

wilayah di Negara kita karena terus mengalami peningkatan dan menyebabkan

kejadian luar biasa (KLB), sehingga harus menjadi prioritas dalam program

pemberantasan dan pencegahan berbagai penyakit menular. Kasus Penyakit DBD

di Kabupaten Musi Banyuasin terus meningkat dari tahun ketahun, demikian juga

wilayah yang mengalami kasus DBD semakin meluas dan menyebar. DBD di

Kabupaten Musi Banyuasin pada Tahun 2018 didapati angka kesakitan per

100.000 penduduknya adalah sebanyak 94 kasus dengan angka kematian akibat

DBD ini adalah sebanyak 2 kasus. Jumlah kasus DBD di Kabupaten Musi

Banyuasin Tahun 2014 sampai Tahun 2018 dapat dilihat pada grafik di bawah ini :

Grafik 46 : Jumlah Penderita DBD Dinkes Muba Tahun 2014 s.d 2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

Dari Grafik diatas menunjukkan bahwa kasus DBD di Kabupaten Musi Banyuasin

Tahun 2018 yaitu berjumlah 94 kasus meningkat dari tahun sebelumnya yang

hanya sebesar 86 kasus. Jumlah kasus DBD berdasarkan wilayah kerja Puskesmas

paling banyak terjadi di wilayah Puskesmas Balai agung Kecamatan Sekayu

dikarenakan sering terjadinya banjir yang setelah banjir tersebut banyak tempat

yang menjadi genangan air yang menjadi cikal bakal tempat berkembang biaknya

nyamuk penyebab DBD.

86

286 263

86 94

2014 2015 2016 2017 2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 118

7.3.2 Penyakit Malaria

Malaria klinis adalah kasus dengan gejala malaria klinis (demam, menggigil

dan berkeringat dan dapat disertai sakit kepala, mual, muntah, diare dan nyeri

otot atau pegal–pegal). Malaria positif adalah kasus malaria yang di diagnosis

(pemeriksaan specimen/sediaan darahnya) secara mikroskopist atau rapid

diagnosis test hasil positif mengandung plasmodium. Prevalensi malaria atau

angka kesakitan malaria adalah banyaknya kasus ( kasus baru maupun

lama) malaria per 100.000 penduduk yang diukur dengan Annual Parasite

Incidence ( API ) dan Annual Malaria Incidence (AMI). Digunakan untuk

memonitor daerah yang mengalami endemi tinggi malaria yang disinyalir

meningkat pada dua dekade terakhir karena sistem kesehatan yang buruk,

meningkatnya resistensi terhadap pemakaian obat dan insektisida, pola perubahan

iklim, gaya hidup, migrasi dan perpindahan penduduk.

Di Indonesia terdapat 24 Kabupaten endemis malaria, dan diperkirakan

sekitar 45% penduduk Indonesia beresiko tertular malaria. Pada Provinsi Sumatera

Selatan terdapat 8 Kabupaten endemis malaria dari 17 Kabupaten/Kota yang ada,

serta diperkirakan 8 per 1.000 penduduk Sumatera Selatan beresiko tertular

malaria. Tujuan program pemberantasan malaria di Kabupaten Musi Banyuasin

adalah terwujudnya masyarakat yang hidup sehat dalam lingkungan yang

terbebas dari penularan malaria tahun 2020. Sedangkan tujuang khususnya

diantaranya:

- Tercapinya eliminasi malaria di Kabupaten Musi Banyuasin pada tahun 2020.

- Pada tahun 2020 seluruh Kabupaten Musi Banyuasin mampu melakukan

pemeriksaan sediaan darah malaria dan memberikan pengobatan tepat dan

terjangkau.

- Pada tahun 2020 seluruh wilayah Kabupaten Musi Banyuasin sudah

melaksanakan intensifikasi dan integrasi pengendalian malaria dan tahun 2030

untuk seluruh Indonesia.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 119

Pokok kegiatan yang akan dilaksanakan untuk mencapai eliminasi malaria antara

lain:

- Pencegahan dan penanggulangan faktor resiko.

- Penemuan penderita dan tatalaksana kasus.

- Peningkatan surveilans epidemiologi dan penanggulangan wabah.

- Peningkatan KIE pencegahan dan pemberantasan penyakit.

Indikator pencapaian program pemberantasan malaria yang ditetapkan

Kementerian Kesehatan RI adalah nilai API (Annual Paracite Incidence) yaitu

jumlah kasus positif malaria dengan konfirmasi laboratorium per 1000 penduduk.

Dari 17 Kab/Kota yang ada di Sumatera Selatan, 8 Kab/Kota diantaranya telah

mendapatkan sertifikat eliminasi malaria yaitu Palembang, Pagaralam,

Prabumulih, Banyuasin, OKI, OI, Empat Lawang dan PALI. Diharapkan dengan

peningkatan kegiatan pengendalian, target eliminasi malaria tahun 2020 di

Kabupaten Musi Banyuasin dapat tercapai walaupun belum mendapatkan

sertifikasi tersebut diatas.

Penanganan kasus yang diberikan pada umumnya melalui pengobatan

radikal dengan konfirmasi laboratorium di Puskesmas atau Rumah Sakit.

Kegiatan pengendalian malaria harus terintegrasi dengan berbagai sektor dan

program, hal ini dikarenakan berbagai faktor resiko berpengaruh terhadap

kejadian kasus malaria seperti kondisi geografis yang memungkinkan

berkembangnya vektor, adanya perkembangbiakan jentik Anopheles di

persawahan, kebersihan lingkungan, adanya bekas lahan pertambangan

terbengkalai dan lainnya. Sebagai upaya untuk mendukung akselerasi eliminasi

malaria di Sumsel, maka perlu dilakukan reorientasi bagi seluruh sektor yang

terkait untuk mendukung percepatan eliminasi malaria tahun 2020.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 120

Sumber: Bidang Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

Berdasarkan laporan Puskesmas di Kabupaten Musi Banyuasin, Jumlah

kasus malaria yang diperiksa secara mikroskopis tahun 2018 yaitu sebanyak 709

kasus. Dari pemeriksaan tersebut jumlah positif menderita malaria sebanyak 12

kasus dengan nilai API sebesar 0,14 per 1000 penduduk, nilai ini termasuk dalam

kategori kasus malaria rendah (low case incidence).

7.3.3 PENDERITA KRONIS FILARIASIS

Filariasis adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing Filaria yang dapat

menyerang hewan maupun manusia. Parasit cacing ini da ratusan spesies tetapi

ada 8 jenis saja yang dapat menyebakan penyakit pada manusia. Pengelompokkan

Filariasis umunya dikategorikan menurut habitat cacing dewasa dalam tubuh

manusia, beberapa jenisnya meliputi Filariasis kulit, limfatik, dan rongga tubuh.

Saat ini kita akan lihat lebih mendetail mengenai kasus Filariasis Limfatik yang

menjadi sorotan di Indonesia juga di Kabupaten Musi Banyuasin dimana penyakit

ini lebih dikenal dengan istilah kaki gajah atau elephantiasis.

0

50

100

150

200

250

MIKROSKOPIS POSITIF

Grafik 47 : Jumlah Kasus Suspek Malaria Klinis

Pemeriksaan Malaria Kabupaten Musi Banyuasin 2018

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 121

Parasit Filaria masuk ketubuh manusia melalui gigitan nyamuk yang sudah

terinfeksi dan akan tumbuh dewasa berbentuk cacing, bertahan hidup selama 6 –

8 tahun dan terus berkembang biak dalam jaringan limfa manusia. Pada kasus

Filariasis kronis akan terjadi penumpukkan cairan pada kaki dan lengan, selain

itun juga dapat berdampak pada rongga perut, testis pada pria serta payudara

pada penderita wanita. Di Kabupaten Musi Banyuasin sendiri tidak terjadi kasus

Filariasis ini karena diagnosis dini seperti tes darah dan urine terhadap suspek

sudah dilaksanakan maksimal, disamping itu pula tenaga kesehatan juga

langsung memberikan Obat dan tindakan medis lainnya untuk mengobati pasien

yang terduga terkena penyakit ini.

7.4 PENGENDALIAN PENYAKIT TIDAK MENULAR

Penyakit Tidak Menular adalah penyakit yang tidak menular ke orang lain

yang biasanya terjadi karena faktor keturunan dan gaya hidup yang tidak sehat

yang meski kita kontak langsung dengan penderita tidak akan tertular oleh

penyakit ini. Walaupun tidak menular penyakit ini masih mengancam kesehatan

karena beberapa diantara penyakit ini masih menjadi penyumbang angka

kematian yang cukup besar diantaranya yaitu penderita Hypertensi, Diabetes

Melitus, Kanker Rahim serta Gangguan Jiwa berat yang diamanatkan pada

Permenkes No. 4 tahun 2019 bahwa Pemerintah Daerah bertanggung Jawab atas

pelaksanaan Pelayanan Kesehatan sesuai Standar Pelayanan Minimal Bidang

Kesehatan dimana Capaian Kinerja dari masing-masing penyakit tersebut diatas

harus dimaksimalkan atau dengan kata lain harus mencapai 100 %.

Kabupaten Musi Banyuasin melalui Dinas Kesehatan Kabupaten Musi

Banyuasin telah melakukan Upaya-upaya untuk menanggulangi penyakit tidak

menular ini melalui antara lain :

a) Penyelidikan Epidemiologi

b) Pemeriksaan, pengobatan, perawatan, isolasi penderita termasuk karantina

c) Pencegahan dan pengebalan

d) Pemusnahan Penyebab Penyakit

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 122

e) Penyuluhan kepada masyarakat

f) Penanganan Jenazah akibat wabah serta

g) Upaya penanggulangan lainnya

Salah satu peran Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin dalam

mengantisipasi hal ini adalah dengan mengajak masyarakat untuk membentuk

Pos Pelayanan Terpadu (POSBINDU) yang mengajak masyarakat hidup lebih

sehat serta pemberdayaan masyarakat untuk merawat kesehatannya itu sendiri.

Posbindu ini juga berfungsi untuk mendeteksi dini Penyakit tidak menular yang

terjadi pada masyarakat.

7.4.1 Persentase Penderita Hypertensi

Hypertensi atau tekanan darah tinggi adalah kondisi medis kronis dimana

tekanan darah di arteri meningkat. Peningkatan ini menyebabkan jantung harus

bekerja lebih keras dari biasnya untuk mengedarkan darah dari pembuluh darah.

Penyakit tidak menular ini terbagi menjadi Hypertensi Primer dan Hypertensi

Sekunder. Sekitar 90 – 95 % kasus tergolong Hypertensi Primer dimana tekanan

darah tinggi tanpa penyebab medis yang jelas, kondisi lain yang mempengaruhi

ginjal, arteri jantung, atau sistim endokrin menyebabkan 5-10 % kasus lainnya

yang tergolong Hypertensi Sekunder.

Hypertensi adalah faktor utama penyebab stroke, infark miocard (serangan

jantung), gagal jantung, aneurisma arteri, penyakit arteri perifer dan penyebab

penyakit ginjal kronik. Perubahan pola makan dan gaya hidup dapat

memperbaiki kontrol tekanan darah dan mengurangi resiko terkait komplikasi,

meskipun demikian obat-obatan seringkali diperlukan bagi sebagian orang bila

perubahan gaya hidup saja tidak terbukti atau tidak cukup untuk

menghindarinya. Dapat kita lihat dari grafik di bawah ini Capaian Kinerja

Pelayanan Hypertensi pada usia 15 Tahun keatas yang terdata di Kabupaten Musi

Banyuasin pada Tahun 2018 ;

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 123

Grafik 48 : Pelayanan Hypertensi di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Dinkes Muba Tahun 2018

7.4.2 Persentase Penderita DM

Diabetes melitus merupakan penyakit di mana kadar gula dalam darah

meningkat. Hal ini di sebabkan oleh adanya gangguan pada fungsi insulin. Bagi

para penderita diabetes melitus, tubuh mereka tidak bisa memproduksi atau

merespons hormon insulin yang di hasilkan oleh pankreas. Penyakit yang tidak

menular ini mengharuskan bagi setiap penderitanya agar tidak mengonsumsi

makanan yang mengandung zat karbohidrat terlalu banyak tetapi dalam kadar

yang seimbang.

Jika para penderita diabetes melitus mengonsumsi asupan karbohidrat

yang melebihi takaran, maka penyakit diabetes melitus yang di deritanya akan

semakin parah. Hal ini di karenakan sedikitnya hormon insulin dan sistem kinerja

0

500

1.000

1.500

2.000

2.500

3.000

3.500

4.000

4.500

5.000

JUMLAH ESTIMASI PENDERITA HIPERTENSI BERUSIA ≥ 15 TAHUN MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 124

dari hormon insulin itu sendiri mengalami gangguan yang berperan sebagai

pembantu pengubah zat karbohidrat menjadi energi.

Pada orang yang sehat, karbohidrat yang dikonsumsi akan diolah menjadi energi

dengan bantuan insulin, tapi jika pada orang yang menderita penyakit diabetes

melitus, mereka kesulitan mengubah karbohidrat menjadi energi karena hormon

insulin dan sistem kinerja insulin terganggu.

Ada 4 pilar Pengendalian penyakit diabetes:

Edukasi, pasien harus tahu bahwa penyakit diabetes tidak dapat

disembuhkan, tetapi bisa dikendalikan dan pengendalian harus dilakukan

seumur hidup

Makanan, jika input/masukan buruk, maka output/hasil akan buruk,

demikian pula bila makan melebihi diet yang ditentukan, maka kadar gula

darah akan meningkat

Olahraga, diperlukan untuk membakar kadar gula berlebih yang ada dalam

darah

Obat, hanya jika diperlukan, tetapi bila kadar gula darah telah turun dengan

meminum obat, bukan berarti telah sembuh, tetapi harus konsultasi dengan

dokter apakah tetap meminum obat dengan kadar yang tetap atau meminum

obat yang sama dengan kadar yang diturunkan atau minum obat yang lain

Pasien yang cukup terkendali dengan pengaturan makan saja tidak mengalami

kesulitan kalau berpuasa. Pasien yang cukup terkendali dengan obat dosis

tunggal juga tidak mengalami kesulitan untuk berpuasa. Obat diberikan pada saat

berbuka puasa. Untuk yang terkendali dengan obat hipoglikemik oral (OHO)

dosis tinggi, obat diberikan dengan dosis sebelum berbuka lebih besar daripada

dosis sahur. Untuk yang memakai insulin, dipakai insulin jangka menengah yang

diberikan saat berbuka saja. Sedangkan pasien yang harus menggunakan insulin

(DMTI) dosis ganda, dianjurkan untuk tidak berpuasa dalam bulan Ramadhan.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 125

Diabetes melitus diturunkan, terutama bila kedua orang tuanya penderita

diabetes berat, tetapi mulai munculnya Diabetes melitus tipe 2 lebih dipengaruhi

oleh Gaya Hidup yang buruk, bahkan pada pasangan yang salah satunya adalah

penderita Diabetes Melitus tipe 2, maka pasangannya yang sebelumnya tidak

menderita Diabetes melitus tipe 2 pada akhirnya dapat juga mengidapnya, karena

mengikuti atau terpengaruh oleh Gaya Hidup pasangannya. Lelaki seringkali telat

terdeteksi menderita penyakit ini, karena lelaki jarang mendapatkan Pemeriksaan

Laboratorum Klinik, sedangkan wanita setidak-tidaknya pada saat hamil sering

memeriksakan dirinya ke Dokter dan juga Laboratorium Klinik.

Grafik 49 : Jumlah Penderita DM di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Seksi PTM Dinkes Muba Tahun 2018

0

200

400

600

800

1.000

1.200

1.400

1.600

1.800

JUMLAH PENDERITA DM PENDERITA DM YANG MENDAPATKAN PELAYANAN KESEHATAN SESUAI STANDAR

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 126

7.4.3 Deteksi dini kanker leher Rahim dan payudara pada perempuan usia 30-

50 tahun

Penyakit kanker terbanyak adalah kanker serviks dan kanker payudara

pada perempuan, dan kanker paru pada laki-laki. Pencegahan yang dapat

dilakukan adalah dengan deteksi dini disertai pola hidup sehat. Deteksi dini

kanker leher rahim dan kanker payudara dilaksanakan di fasilitas kesehatan yang

telah mempunyai tenaga kesehatan terlatih seperti :

1. Puskesmas Dilaksanakan secara rutin oleh petugas kesehatan terlatih (dokter

dan bidan).

2. Klinik Swasta Mandiri oleh dokter dan bidan terlatih Integrasi dengan program

lain yaitu Infeksi Saluran Reproduksi/Infeksi Menular Seksual (ISR/IMS), KB

(BKKBN).

Meskipun ilmu kedokteran telah berkembang pesat, hingga kini kanker

merupakan penyakit yang tidak diketahui penyebabnya secara pasti. Memang ada

banyak factor yang memengaruhi seperti merokok/terkena paparan asap rokok,

mengkonsumsi alkohol, paparan sinar ultraviolet pada kulit, obesitas dan diet

tidak sehat, juga kurang aktivitas fisik, dan infeksi yang berhubungan dengan

kanker. Penyakit yang menjadi momok mengerikan ini toh menurut para ahli

diperkirakan dapat dicegah hingga 40% kanker, dengan mengurangi faktor risiko

terjadinya kanker tersebut. Untuk mencapainya, memang diperlukan upaya

peningkatan kesadaran masyarakat untuk mencegah faktor risiko tersebut dan

peningkatan program pencegahan dan penanggulangan yang tepat. Salah satu

kebijakan yang telah diambil oleh pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin adalah

Program pengendalian kanker khususnya deteksi dini kanker Rahim dan

payudara dengan metoda IVA (Inspeksi Visual dengan Asam Asetat).

Dari hasil pelaksanaan kegiatan Program melalui petugas di Dinas

Kesehatan Kabupaten bekerjasama dengan Unit Pelayanannya yaitu Puskesmas

dan Rumah Sakit pada Tahun 2018 di Kabupaten Musi Banyuasin telah dilakukan

pemeriksaan kepada perempuan usia antara 30-50 tahun yang rawan terserang

penyakit ini dengan hasil IVA positif sebesar (1,2%), Curiga Kanker (1,9%), serta

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 127

Tumor/Benjolan (2,8%). Walaupun hasilnya cukup baik namun belum dapat

mewakili angka yang sebenarnya dikarenakan dari total Jumlah Perempuan yang

diperiksa dibandingkan dengan Jumlah Total Perempuan yang terdata ternyata

pencapaiaannyapun masih sangat rendah yang hanya 1 persen, setelah dicermati

ternyata kendala utama selain petugas yang jadi pengelola program ini masih

kurang ditambah kecenderungan masyarakat khususnya perempuan di

Kabupaten Musi Banyuasin yang tidak mau memeriksakan kesehatannya

difasilitas kesehatan selain dana pendukung untuk program ini masih sangat

minim dengan kebutuhan Obat dan peralatan yang cukup mahal yang

menyebabkan permasalahan tersebut diatas harus dapat dibenahi dan dapat

menjadi focus kerja Pemerintah Kabupaten khususnya Dinas Kesehatan

Kabupaten Musi Banyuasin kedepannya agar tidak terjadi lagi permasalahan

seperti ini akibat tidak focusnya tenaga kesehatan menyingkapi hal ini.

Grafik 50 : Deteksi dini kanker leher Rahim dan payudara pada perempuan

usia 30-50

Sumber : Seksi PTM Dinkes Muba Tahun 2018

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

PEREMPUAN… PEMERIKSAAN LEHER RAHIM DAN PAYUDARA IVA POSITIF CURIGA KANKER TUMOR/BENJOLAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 128

7.4.4 Persentase pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat

Di Indonesia, negeri tercinta kita, gejala depresi dan kecemasan sudah

diidap orang Indonesia sejak usia 15 tahun. Persentase depresi mencapai 6 persen

atau sekitar 14 juta orang. Sedangkan prevalensi gangguan jiwa berat, seperti

skizofrenia sebanyak 1,7 per 1.000 penduduk atau sekitar 400.000 orang

sebagaimana terungkap dari data Riset Kesehatan Dasar (Rikesdas) 2013

dikombinasi dengan data rutin dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin). Sekitar

225 ribu rumah tangga di Indonesia memiliki anggota keluarga yang berkategori

Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) berat. Sekitar 15 juta rumah tangga yang

sudah dikunjungi oleh tenaga kesehatan Program Indonesia Sehat dengan

Pendekatan Keluarga (PIS-PK), ada persoalan ODGJ berat di rumah tangga,

angkanya sekitar 15 persen. Jadi terbayang ada sekitar 225 ribu rumah tangga

yang di dalamnya ada ODGJ.

ODGJ ialah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran dan

kejiwaannya sehingga berpengaruh pada perilaku. Sementara ODMK bisa berupa

stress, tidak punya relasi sosial dengan yang lain, depresi, atau masalah lain yang

memiliki risiko menjadi gangguan jiwa. Kemenkes melakukan berbagai upaya

promotif dan preventif yang tujuannya untuk mengurangi ODMK dan

mencegahnya menjadi ODGJ. Dari laporan Human Right Watch Indonesia, masih

ada 18.000 orang dipasung karena gangguan kejiwaan namun penyakitnya

dianggap sebagai kutukan atau kerasukan setan, dan angka-angka di atas itu pun

belum bisa mencerminkan gambaran secara keseluruhan persolan kesehatan jiwa

di Indonesia.

Gangguan jiwa juga dipicu oleh faktor sosial, seperti kemiskinan,

lingkungan, dan bencana alam. Tsunami di Aceh menyisakan depresi, dan gempa

di Yogyakarta berdampak meningkatnya angka depresi masyarakat, dan tentulah

yang terbaru gempa bumi dan tsunami di Palu dan Donggala. Peristiwa bencana

alam akibat perubahan iklim ke depan akan terus meningkat, demikian ramalan

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 129

BNPB menyebutkan, artinya akan semakin banyak orang depresi dan terganggu

kesehatan jiwanya.

Ganguan jiwa yang menimpa orang dewasa dan orangtua sangat

berpengaruh pada anakanak. Karena anak-anak rentan gangguan kejiwaan akibat

pengalaman traumatis yang diterima dari otangtua sendiri, maupun di sekolah

dan lingkungan masyarakat akibat perundungan atau „bullying‟. Komisi

Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) menyebutkan, tiap tahun angka kekerasan

terhadap anak meningkat. Sejauh ini, belum ada perhatian serius terhadap

masalah kesehatan jiwa di Indonesia. Upaya penanganan terhadap orang dengan

gangguan kejiwaan masih jauh dari harapan. Dengan jumlah penduduk sekitar

260 juta jiwa, Indonesia baru memilki 451 psikolog klinis (0,15 per 100.000

penduduk), 773 orang psikiater 0,33 per 100.000 penduduk, dan perawat jiwa

6.500 orang atau 2 persen per 100.000 penduduk. Bahkan beberapa provinsi ada

yang sama sekali belum mampu melayani gangguan jiwa. Sedangkan standar dan

rujukan WHO untuk tenaga psikolog dan psikiater dibanding jumlah penduduk

adalah 1 per 30 orang.

Kesehatan jiwa tidak bisa kita abaikan. Dengan membangunkan jiwa, maka

membangun fisik menjadi gerakan berikutnya. Bukan hanya jiwa yang sehat

secara medik, waras dan berpikir jernih, namun jiwa perjuangan, jiwa

kemandirian, jiwa kewirausahaan, perlu terus dibangun dan dibangkitkan.

Karena demikianlah satu-satunya cara mengantarkan Indonesia menjadi negeri

sejahtera, adil makmur di masa depan. Untuk itu, perlu sinergi semua pihak,

terutama keluarga agar kondisi gangguan jiwa tidak makin parah, yang terjadi

sekarang ini kebanyakan pasien diterapi sudah dalam kondisi parah.

Menyongsong Indonesia ke depan, perlu perhatian pemerintah dan kerja sama

semua pihak untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat

maupun pemangku kepentingan terhadap masalah kesehatan jiwa.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 130

Grafik 51 : Jumlah ODGJ di Kabupaten MUBA Tahun 2018 ;

Sumber : Seksi PTM Dinkes Muba Tahun 2018

0

10

20

30

40

50

60

70

80

90

SASARAN ODGJ BERAT MENDAPAT PELAYANAN KESEHATAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 131

BAB VIII KEADAAN LINGKUNGAN

Cakupan Rumah Sehat secara umum Baru mencapai 74,12%. Dari Target

RPJMD tahun 2018 sekitar 65 % sudah melebihi target yang ditetapkan. Ada

peningkatan dari capaian 2017 yang lalu 66,45%. Cakupan tertinggi di Kecamatan

Babat Toman persentase 98,36%, dan Persentase terendah terdapat pada

Kecamatan Lalan dengan Persentase 45,51%.Peningkatan capaian tersebut

dikarenakan mulai timbulnya perilaku hidup sehat di lingkungan masyarakat dan

petugas kesehatan yang aktif terus berupaya meningkatkan kesadaran masyarakat

akan kesehatan. Tempat Tempat Umum dari 17 kab/kota cakupan tertinggi

Tempat tempat umum memenuhi syarat kesehatan ialah Kab. Muara Enim

dengan persentase 98.02% dan Kota Pagar Alam 96,45% dan untuk Cakupan

Sumsel mencapai 81.63% dari target 2017 sekitar 76,66% Peningkatan lebih dari

100% dari target sebelumya, Faktor Pendukung dari Tercapainya target ialah

Pembinaan pembinaan yang dilakukan oleh petugas Puskesmas dan Dinas

Kabupaten Musi Banyuasin yang telah diterapkan dengan sangat baik.

8.1 Persentase sarana air minum memenuhi syarat Grafik 52 : Penduduk Dengan Akses Berkelanjutan Terhadap Air

Minum Berkualitas per-Kecamatan Dan Puskesmas Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber: Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018

0

5.000

10.000

15.000

20.000

JUMLAH SARANA AIR MINUM JUMLAH SARANA AIR MINUM DIAMBIL SAMPEL JUMLAH SARANA AIR MINUM MEMENUHI SYARAT

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 132

Berdasarkan Grafik diatas akses air berkelanjutan terhadap air minum (layak)

di kabupaten Musi Banyuasin dengan akses tertinggi ialah kecamatan Babat

Toman dan kecamatan Sungai Lilin yang mendapatkan akses terhadap air minum

dengan persentase 100%. Sedangkan kecamatan yang memiliki akses terendah

ialah kecamatan Jirak Jaya yang mendapatkan akses dengan persentase baru

mencapai 50%.

8.2 Persentase penduduk dengan akses terhadap sanitasi yang layak (jamban sehat)

Sarana kesehatan lingkungan yang dijadikan indikator dalam penilaian

lingkungan sehat selain air minum yang layak yaitu adalah kepemilikan jamban.

Persentase Keluarga yang memiliki sanitasi Jamban yang memenuhi syarat di

Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 telah mencapai 72,2% dikarenakan masih

kurangnya kesadaran masyarakat serta kebiasaan penduduk yang masih buang

air di sungai dan factor ekonomi masyarakat yang masih minim, sedangkan

Persentase tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan di Kabupaten

Musi Banyuasin Tahun 2018 yaitu mencapai 88,1%. ( dapat dilihat pada table 75

Profil ).

Grafik 53 : Jumlah Jamban Sehat Dinkes Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018

0

2.000

4.000

6.000

8.000

10.000

12.000

14.000

16.000

18.000JUMLAH KK KELUARGA DENGAN AKSES TERHADAP FASILITAS SANITASI YANG LAYAK (JAMBAN SEHAT)

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 133

8.3 Persentase desa STBM

Sanitasi Total Berbasis Masyarakat yang selanjutnya disebut sebagai STBM

adalah pendekatan untuk merubah perilaku higiene dan sanitasi melalui

pemberdayaan masyarakat dengan metode pemicuan. Komunitas merupakan

kelompok masyarakat yang berinteraksi secara sosial berdasarkan kesamaan

kebutuhan dan nilai-nilai untuk meraih tujuan.

Open Defecation Free yang selanjutnya disebut sebagai ODF adalah kondisi ketika

setiap individu dalam komunitas tidak buang air besar sembarangan. Cuci

Tangan Pakai Sabun adalah perilaku cuci tangan dengan menggunakan sabun

dan air bersih yang mengalir.

Pengelolaan Air Minum Rumah Tangga yang selanjutnya disebut sebagai

PAMRT adalah suatu proses pengolahan, penyimpanan dan pemanfaatan air

minum dan air yang digunakan untuk produksi makanan dan keperluan oral

seperti berkumur, sikat gigi, persiapan makanan/minumanbayi.

Desa yang disebut Sanitasi total berbasis masyarakat adalah kondisi ketika

komunitas desanya:

Tidak buang air besar (BAB) sembarangan.

Mencuci tangan pakai sabun.

Mengelola air minum dan makanan yang aman.

Mengelola sampah dengan benar.

Mengelola limbah cair rumah tangga dengan aman.

Jamban sehat adalah fasilitas pembuangan tinja yang efektif untuk

memutus mata rantai penularan penyakit. Sanitasi dasar adalah sarana sanitasi

rumah tangga yang meliputi sarana buang air besar, sarana pengelolaan sampah

dan limbah rumah tangga. Dari 242 Desa di Kabupaten Musi Banyuasin tahun

2018, Desa yang telah melaksanakan STBM mencapai sebanyak 137 Desa atau

sebesar 56,6 %, namun belum terdapat desa yang memenuhi syarat disebut desa

STBM karena masyarakat didesa Kabupaten Musi Banyuasin belum seluruhnya

melaksanakan kondisi seperti disebutkan diatas tadi yang diakibatkan rendahnya

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 134

kesadaran untuk hidup sehat serta kurangnya tenaga Kesehatan Lingkungan di

Wilayah Kerja Kabupaten Musi Banyuasin dan kedepannya dengan penambahan

Tenaga Kesling serta program-program Kesling yang ada dapat memaksimalkan

Pencapaian Desa yang melaksanakan STBM sehingga dapat terciptanya Desa

yang memenuhi syarat disebut desa STBM yang nantinya dapat meningkatkan

derajat kesehatan masyarakat wilayah kerja Kabupaten Musi Banyuasin.

Grafik 54 : Jumlah Desa STBM pada Kabupaten Muba Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018

0

2

4

6

8

10

12

14

16

18

20

JUMLAH DESA/ KELURAHAN DESA MELAKSANAKAN STBM DESA STOP BABS(SBS)

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 135

8.4 Persentase tempat-tempat umum memenuhi syarat kesehatan

Grafik 55 : Persentase TTU Memenuhi Syarat Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018

Dari data Tahun 2018 pada Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin

terlihat bahwa cakupan TTU yang memenuhi syarat kesehatan menurut Kecamatan

di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 yaitu 88,1 % dengan rincian sebagai

berikut ;

- Persentase Tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan tertinggi

terdapat pada Kecamatan Babat Toman.

- Sedangkan Persentase Tempat-tempat umum yang memenuhi syarat kesehatan

terendah terdapat pada Kecamatan Bayung Lencir.

0

20

40

60

80

100

120

140

160

180

200

JUMLAH TTU YANG ADA TTU MEMENUHI SYARAT KESEHATAN

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 136

8.5 Persentase tempat pengelolaan makanan memenuhi syarat kesehatan

Dengan meningkatnya kebutuhan masyarakat terhadap makanan yang

disediakan di luar rumah, maka produk makanan yang disediakan oleh

perusahaan atau perorangan yang bergerak dalam usaha penyediaan makanan

untuk kepentingan umum, haruslah terjamin kesehatan dan keselamatannya. Hal

ini hanya dapat terwujud bila ditunjang dengan keadaan hygiene dan sanitasi

Tempat Pengelolaan Makanan (TPM) yang baik dan dipelihara secara bersama

oleh pengusaha dan masyarakat. TPM yang dimaksud meliputi rumah makan dan

restoran, jasaboga atau catering, industri makanan, kantin, warung dan makanan

jajanan dan sebagainya.

Sebagai salah satu jenis tempat pelayanan umum yang mengolah dan

menyediakan makanan bagi masyarakat banyak, maka TPM memiliki potensi

yang cukup besar untuk menimbulkan gangguan kesehatan atau penyakit bahkan

keracunan akibat dari makanan yang dihasilkannya. Dengan demikian kualitas

makanan yang dihasilkan, disajikan dan dijual oleh TPM harus memenuhi syarat-

syarat kesehatan. Salah satu syarat kesehatan TPM yang penting dan

mempengaruhi kualitas hygiene sanitasi makanan tersebut adalah faktor lokasi

dan bangunan TPM. Lokasi dan bangunan yang tidak memenuhi syarat kesehatan

akan memudahkan terjadinya kontaminasi makanan oleh mikroorganisme seperti

bakteri, jamur, virus dan parasit serta bahan-bahan kimia yang dapat

menimbulkan risiko terhadap kesehatan.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 137

Grafik 56 : Persentase Tempat Pengolahan Makanan memenuhi syarat Hygiene

Sanitasi yang diperiksa di Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018

Sumber : Seksi Kesling Dinkes Muba Tahun 2018

Pada tabel dan grafik di atas persentase Tempat Pengolahan Makanan

(TPM) memenuhi syarat Hygiene Sanitasi yang diperiksa menurut Kecamatan di

Kabupaten Musi Banyuasin Tahun 2018 yaitu sebesar 55,9 % dengan rincian

sebagai berikut :

Persentase TPM yang memenuhi Hygiene Sanitasi tertinggi yang

diperiksa terdapat pada Kecamatan Sungai Lilin sebesar 87,80%, sedangkan

Kecamatan yang masih rendah capaiannya yaitu Kecamatan Sungai Keruh yang

hanya sebesar 1,1 %.

Dari uraian diatas terlihat bahwa Kecamatan Sanga Desa masih sangat

rendah capaiannya, hal ini disebabkan karena beberapa faktor :

a. Belum semua sanitarian Puskesmas entry data e monev HSP

b. TPM pada e monev HSP dinyatakan memenuhi syarat apabila, memiliki

penjamah makanan yang sudah mengikuti pelatihan dan memiliki sertifikat

pelatihan.

0,0

10,0

20,0

30,0

40,0

50,0

60,0

70,0

80,0

90,0

100,0

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 138

BAB IX PENUTUP

9.1 KESIMPULAN

Pelaksanaan pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin telah

dilaksanakan secara berkesinambungan dengan pencapaian derajat kesehatan

masyarakat serta usia harapan hidup semakin meningkat dan telah menunjukkan

hasil yang optimal. Beberapa Indikator derajat kesehatan dan indikator pelayanan

telah tercapai sesuai dengan target yang ditetapkan. Pencapaian beberapa

indikator telah sesuai dengan target program, target SPM Kesehatan dan target

Indonesia Sehat, walaupun masih ada beberapa indikator yang pencapaiannya

masih rendah, dan masih dibawah target yang ditetapkan dan bahkan menurun

dibandingkan pencapaian tahun sebelumnya.

Untuk menunjang pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin

kedepannya yang telah menunjukkan keberhasilan harus diikuti dengan

peningkatan kompetensi sumber daya manusia diantaranya melalui pendidikan

dan social ekonomi masyarakat sehingga akan lebih mudah untuk merubah sikap

dan perilaku masyarakat kearah perilaku hidup sehat.

Pencapaian pembangunan kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin tahun

2018 dapat disimpulkan sebagai berikut :

a. Gambaran situasi kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin

(1) Derajat kesehatan masyarakat yang diukur dengan indicator

mortalitas/kematian (kematian ibu, bayi dan balita), dipengaruhi oleh

indikator-indikator pelayanan kesehatan, indicator status gizi, kesehatan

lingkungan dan sarana prasarana kesehatan, secara umum mengalami

peningkatan dari tahun sebelumnya.

(2) Cakupan D/S tahun 2018 belum mencapai target 85%, yaitu baru mencapai

69,2%. Angka ini mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2017

(61,8%) sebesar 7,4%. Cakupan D/S yang belum mencapai target antara

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 139

lain disebabkan efektifitas kegiatan posyandu dan kegiatan luar gedung

puskesmas belum optimal. Kecamatan dengan cakupan D/S tertinggi

adalah Kecamatan Tungkal Jaya (79,1%), sedangkan Kecamatan dengan

cakupan terendah adalah Kecamatan Lalan (45,65%).

Masalah yang berkaitan dengan kujungan posyandu antara lain : posyandu

kurang menarik, ibu balita tidak lagi membawa balita ke Posyandu setelah

imunisasi lengkap, posyandu tidak ada tenaga kesehatan, akses ke

posyandu sulit/waktu buka posyandu tidak tepat, kurangnya dukungan

komitmen dan peran aktif para pemangku kepentingan dan organisasi

kemasyarakatan, serta jumlah posyandu kurang.

(3) Ruang lingkup kesehatan lingkungan meliputi banyak aspek. Ruang

Lingkup bidang garapan Kesehatan Lingkungan menurut WHO antara

lain : 1) Penyediaan Air Minum; 2) Pengelolaan air Buangan dan

pengendalian pencemaran; 3) Pembuangan Sampah Padat; 4)

Pengendalian Vektor; 5) Pencegahan/pengendalian pencemaran tanah oleh

ekskreta manusia; 6) Higiene makanan, termasuk higiene susu; 7)

Pengendalian pencemaran udara; 8) Pengendalian radiasi; 9) Kesehatan

kerja; 10) Pengendalian kebisingan; 11) Perumahan dan pemukiman; 12)

Aspek kesling dan transportasi udara; 13) Perencanaan daerah dan

perkotaan; 14) Pencegahan kecelakaan; 15) ekreasi umum dan pariwisata;

16) Tindakan-tindakan sanitasi yang berhubungan dengan keadaan

epidemi/wabah, bencana alam dan perpindahan penduduk; 17) Tindakan

pencegahan yang diperlukan untuk menjamin lingkungan.

(4) Sumber daya tenaga kesehatan di Kabupaten Musi Banyuasin secara

umum masih kurang memadai baik dari segi jumlah maupun

kompetensinya, dan penempatan tenaga kesehatan yang belum merata

difasilitas kesehatan yang ada sehingga kedepan tenaga kesehatan perlu

penataan yang lebih serius lagi.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 140

(5) Akses air berkelanjutan terhadap air minum (layak) Kabupaten Musi

Banyuasin Tahun 2018 baru mencapai 63,1% dengan akses tertinggi ialah

kecamatan Babat Toman dan Kecamatan Sungai Lilin yang mendapatkan

akses terhadap air minum dengan persentase telah sangat Optimal sebesar

100%. Sedangkan kecamatan yang memiliki akses terendah masih terdapat

di beberapa kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin dengan persentase

yang masih sangat rendah.

b. Hasil Program/Kegiatan di Bidang Kesehatan:

(1) Jumlah Kematian Bayi di Kabupaten Musi Banyuasin sampai dengan bulan

Desember 2018 mencapai 51 kasus, naik sedikit sebesar 3,9% jika

dibandingkan tahun 2017 sebanyak 49 kasus. Kasus kematian bayi tertinggi

ada di kecamatan Babat Toman dengan kematian sebanyak (9 kasus),

kemudian diikuti oleh kecamatan Sanga Desa, Batang Hari Leko dan

Kecamatan Sungai Keruh yang masing-masing sebanyak (7 kasus) dan

kecamatan Plakat Tinggi dan kecamatan Bayung Lencir masing-masing

terjadi sebanyak (3 kasus). Sedangkan kasus kematian neonatal terendah

terjadi di beberapa kecamatan yang tidak terjadi kasus kematian bayi pada

Tahun 2018.

(2) Pencapaian persentase cakupan K1 terakhir mengalami kenaikan yaitu

Tahun 2018 Persentase cakupan K1 mencapai 98,3% menurun sedikit dari

tahun 2017 yaitu 98,8%, cakupan K4 tahun 2018 yaitu 92,9% menurun dari

tahun 2017 yaitu sebesar 93,8%.

(3) Jumlah Kasus Balita Gizi Buruk menurut wilayah puskesmas tahun 2018

yang ditemukan di Puskesmas yaitu 5 kasus, sedangkan di beberapa

Kecamatan pada Kabupaten Musi Banyuasin tidak ditemukan kasus balita

gizi buruk.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 141

(4) Pencapaian desa/kelurahan UCI tahun 2018 yaitu sebesar 91,7 %,

meningkat sedikit dibandingkan tahun 2017 yaitu 90,83 %. namun

pencapaian indikator desa/kelurahan UCI masih di bawah target SPM dan

Indonesia Sehat yaitu 100%.

(5) Pada tahun 2018 Penyakit Menular Langsung yang kita soroti adalah

Pneumonia Balita pada Program P2 ISPA Kabupaten Musi Banyuasin

dengan jumlah penemuan kasus adalah 340 kasus atau sebesar 10,2 % dari

target dimana target penemuan penderita sebanyak 3.332 balita. Hasil

kegiatan penemuan kasus dapat dilihat pada tabel terlampir. Dilihat dari

realisasi cakupan penderita berdasarkan target penemuan yang ada

persentase tertinggi dicapai oleh kecamatan (152,8 %) sedangkan

kecamatan terendah terjadi di beberapa Kecamatan di Kabupaten Musi

Banyuasin. Belum dapat disimpulkan bahwa rendahnya penemuan ini

didasari oleh memang tidak terdapatnya penderita atau kurang aktifnya

petugas dalam melakukan penemuan kasus. Untuk target penemuan TB

resisten obat sebesar 50% dari total tersangka TB resisten obat. Kriteria

suspek untuk kasus kambuh dan gagal kategori satu merupakan kriteria

yang paling banyak menjadi pasien TB MDR setiap tahunnya. Wilayah

kecamatan di Kabupaten Musi Banyuasin, kecamatan Sekayu merupakan

daerah terbanyak kasus TB MDR tahun 2018 dengan Total case sebanyak 93

kasus. Sedangkan orang dengan HIV AIDS (ODHA) di Kabupaten Musi

Banyuasin pengidap HIV berjumlah 19 orang dan penderita AIDS

berjumlah 16 orang. Pada tahun ini perbedaan antara stadium HIV dan

AIDS tidak terlalu signifikans, menunjukkan bahwa deteksi dini

penanggulangan HIV/ AIDS sudah dilakukan dengan penderita

meninggal dunia masih didominasi laki-laki sebanyak 5 orang dan

perempuan hanya berjumlah 1 orang yang meninggal dunia.

(6) Pencegahan dan pengendalian penyakit utamanya penyakit yang dapat

dicegah dengan imunisasi (PD3I) menjadi prioritas untuk dievaluasi

melalui program surveilans. Adapun penyakit-Penyakit yang diamati

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 142

adalah surveilans AFP (surveilans acute flaccid paralysis/AFP), surveilans

campak, surveilans Tetanus Neonatorum, Difteri dan Pertussis. Untuk

kasus Campak terjadi penurunan kasus yaitu pada Tahun 2017 terjadi

kasus sebesar 113 kasus menurun pada Tahun 2018 yang hanya sebesar 82

kasus dengan Kecamatan tertinggi terjadi di Kecamatan Sekayu dengan

63,4% dari total kasus yang ada. Sedangakan untuk penyakit Difteri hanya

terjadi 1 kasus dan untuk penyakit Pertussis, Hepatitis B serta Tetanus

Neonatorum tidak terdapat laporan terjadinya kasus pada Tahun 2018, hal

ini berarti strategi program imunisasi sangat menunjukkan keberhasilan

yang nyata yang dapat juga tecermin dari tercapainya desa UCI 90,9 persen

dari target 100 persen yang dicanangkan Pemerintah.

(7) Penyakit-penyakit menular yang disebabkan Vektor dan Zoonotik antara

lain DBD, Malaria, serta Filariasis masih menjadi focus utama bagi

Pemerintah khususnya Kabupaten Musi Banyuasin karena penyakit ini

sangat rawan terjadi dan butuh penanganan yang cepat, tepat, dan akurat

agar tidak sampai merenggut jiwa penderitanya. Untuk Tahun 2018

penyakit Filariasis sudah tertanggulangi sangat baik sekali dengan tidak

terjadinya satu kasuspun di Kabupaten Musi Banyuasin, Malaria

menempati peringkat kedua dengan kasus sebesar 12 orang tetapi ini

sudah sangat meningkat dibandingkan dengan Tahun 2017 yang masih

terjadi kasus sebanyak 31 orang penderita. Sedangkan untuk penyakit

Demam Berdarah masih terdapat cukup banyak kasus mengingat di

Kabupaten Musi Manyuasin sendiri masih sering terjadi Banjir di

wilayahnya yang setelahnya terdapat genangan air yang dapat menjadi

tempat berkembang biaknya nyamuk sebagai penyebar penyakit Demam

Berdarah ini, dimana berdasarkan data Pada Tahun 2018 masih terjadi

kasus sebanyak 94 orang yang terjangkit DBD yang meningkat dari Tahun

sebelumnya yang hanya terjadi 86 kasus DBD.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 143

9.2 Saran-saran

Untuk mencapai program dan kegiatan pembangunan kesehatan di

Kabupaten Musi Banyuasin secara lebih optimal maka perlu dilakukan

peningkatan kualitas sumber daya manusia tenaga kesehatan, bimbingan dan

pengawasan terhadap petugas pelaksana program dan petugas lapangan, serta

peningkatan kerjasama lintas sektor dan instansi terkait sehingga peningkatan

derajat kesehatan masyarakat dapat tercapai sesuai dengan target yang telah

ditetapkan.

Pembangunan kesehatan merupakan tanggung jawab segenap potensi

bangsa (Pemerintah, Masyarakat dan Swasta), sehingga semua pihak di

lingkungan pemerintahan secara lintas sektor, legislatif, organisasi

kemasyarakatan, lembaga swadaya masyarakat, organisasi profesi dan institusi

lainnya di bidang kesehatan diharapkan memikirkan dan melaksanakan semua

kegiatan pembangunan kesehatan demi mencapi masyarakat yang adil dan

makmur.

Selain keberhasilan yang telah dicapai dalam pembangunan kesehatan,

masih ada permasalahan dan hambatan yang harus menjadi pemikiran bersama

dan menjadi prioritas utama dalam pembangunan kesehatan pada masa yang

akan datang. Beberapa indikator yang pencapaiannya belum sesuai dengan hasil

yang diharapkan atau masih jauh di bawah target yang ditetapkan, diharapkan

untuk segera melaksanakan upaya-upaya perbaikan, percepatan dan atau

membuat terobosan agar dapat mewujudkan derajat kesehatan masyarkat yang

lebih baik.

Alokasi dana bidang kesehatan walaupun cukup besar namun masih perlu

ditingkatkan karena masih di bawah target Indonesia Sehat yaitu 15 %. Selain itu

masih banyak masyarakat daerah terpencil yang belum mendapat pelayanan

kesehatan secara optimal dan perlu adanya pemerataan pembangunan sarana dan

penempatan tenaga kesehatan sampai ke pelosok desa.

[Dinas Kesehatan Kabupaten Musi Banyuasin| Profil Tahun 2019 144

Selain itu masih rendahnya kesadaran masyarakat dalam pemeliharaan

kesehatan lingkungan serta perilaku masyarakat hidup bersih dan sehat yang

masih rendah dan belum sesuai dengan target yang ditetapkan.

Pencapaian kegiatan selama satu tahun yang telah di Grafikkan di dalam

Profil Kesehatan ini, hendaknya dijadikan ukuran dan dimanfaatkan sebagai

bahan untuk mengevaluasi/memantau keberhasilan program kesehatan secara

menyeluruh, kemudian hendaknya dijadikan bahan dalam perencanaan

pembangunan kesehatan selanjutnya.

Mengingat proses pengumpulan data Profil ini sangat sulit dan

membutuhkan waktu yang cukup lama serta melibatkan berbagai unsur dan

sektor terkait, hendaknya kelemahan dan keterlambatan dalam penyusunan Profil

ini dapat diterima dan dijadikan masukan dalam pelaksanaan penyusunan Profil

yang akan datang, sehinggga Profil Kesehatan ini kedepannya akan lebih baik

dan dapat diselesaikan tepat waktu.