Upload
truonghanh
View
221
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Jaminan sosial merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk
menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar hidupnya yang
layak. Penyelenggaraan progam jaminan sosial merupakan salah satu tanggung
jawab dan kewajiban negara untuk memberikan perlindungan sosial ekonomi
kepada masyarakat sebagaimana yang tersurat dalam Undang-Undang Dasar 1945
pasal 28 H bahwa: “Setiap orang berhak atas jaminan sosial yang memungkinkan
pengembangan dirinya secara utuh sebagai manusia yang bermartabat”. Jaminan
sosial merupakan bentuk pelayanan pemerintah kepada masyarakat sesuai dengan
kemampuan negara, Indonesia mengembangkan program jaminan sosial
berdasarkan funded social security, yaitu jaminan sosial yang didanai oleh peserta
dan masih terbatas pada masyarakat pekerja di sektor formal. Sejalan dengan hal
ini, maka pemerintah perlu adanya alat yang berbentuk organisasi atau badan
khusus yang menangani jaminan sosial.1
Jamsostek adalah suatu perlindungan bagi tenaga kerja dalam bentuk
santunan berupa uang sebagai pengganti sebagian dan penghasilan yang hilang
atas berkurang dan pelayanan sebagai akibat peristiwa atau keadaan yang dialami
1 Radik Purba, Memahami Asuransi di Indonesia, Pustaka Binaan Pressindo, Jakarta, 2011,hlm.
335.
2
oleh tenaga kerja berupa kecelakaan kerja, sakit, hamil, bersalin, hari tua, dan
meninggal dunia.2
Secara kronologis proses terbentuknya asuransi sosial tenaga kerja
semakin transparan. Setelah mengalami kemajuan dan perkembangan, baik
menyangkut landasan hukum, bentuk perlindungan, maupun cara
penyelenggaraan, pada tahun 1977 diperoleh suatu tonggak sejarah penting
dengan dikeluarkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 33 Tahun 1977 tentang
Asuransi Sosial Tenaga Kerja (ASTEK), yang mewajibkan setiap pemberi kerja
atau pengusaha swasta dan BUMN untuk mengikuti program ASTEK. Terbit pula
Peraturan Pemerintah Nomor 34 Tahun 1977 tentang Pembentukan Wadah
Penyelenggara ASTEK, yaitu Perum Astek.
Tonggak penting berikutnya adalah Undang Undang Nomor 3 Tahun 1992
tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek), yang ditindaklanjuti dengan
menetapkan PT. Jamsostek (Persero) sebagai Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial Tenaga Kerja melalui Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 1995.
Program Jamsostek memberikan perlindungan dasar untuk memenuhi kebutuhan
minimal bagi tenaga kerja dan keluarganya, dengan memberikan kepastian
berlangsungnya arus penerimaan penghasilan keluarga sebagai pengganti sebagai
atau seluruhnya penghasilan yang hilang, akibat risiko sosial.3
Selanjutnya pada akhir tahun 2004, Pemerintah memberlakukan Undang-
Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
2 Pasal 1 Undang – Undang No. 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
3 Abdul Khakim, Dasar-Dasar Hukum Ketenagakerjaan, Cetakan Keempat, PT Citra Aditya Bakti,
Bandung, 2014, h. 115-116.
3
Pemberlakuan UU SJSN merupakan pelaksanaan Amandemen UUD 1945 tentang
perubahan Pasal 34 ayat (2) yang menyatakan bahwa: “Negara mengembangkan
sistem jaminan sosial bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang
lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
Pada tanggal 31 Agustus 2005, Mahkamah Konstitusi membacakan
putusan atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005 kepada publik. Mahkamah
Konstitusi menyatakan bahwa Pasal 5 ayat (2), (3), dan (4) Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional menyatakan
bahwa keempat Persero tersebut sebagai Badan Penyelenggara Jaminan Sosial,
dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara RI Tahun 1945
dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.4
Berdasarkan putusan Nomor 007/PUU-III/2005 yang menyatakan bahwa
Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional menutup peluang Pemerintah Daerah (Pemda)
untuk mengembangkan suatu sub sistem jaminan sosial nasional sesuai dengan
kewenangan yang diturunkan dari ketentuan Pasal 18 ayat (2) dan (5) UUD NRI
1945. Selanjutnya, Mahkamah Konstitusi berpendapat bahwa Pasal 52 ayat (2)
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional
(SJSN) tidak bertentangan dengan UUD NRI 1945. Namun Pasal 52 ayat (2)
hanya berfungsi untuk mengisi kekosongan hukum setelah dicabutnya Pasal 5
ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem
Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan menjamin kepastian hukum karena belum
ada Badan Penyelenggata Jaminan Sosial (BPJS) yang memenuhi persyaratan
4 Putusan Mahkamah Konstitusi tehadap perkara Nomor 007/PUU-III/2005, h. 198.
4
agar Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (SJSN) dapat dilaksanakan.5
Dengan dicabutnya ketentuan Pasal 5 ayat (2), (3) dan (4) Undang-Undang
Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan hanya
bertumpu pada Pasal 52 ayat (2) maka status hukum PT (Persero) JAMSOSTEK,
PT (Persero) TASPEN, PT (Persero) ASABRI, dan PT ASKES Indonesia
(Persero) dalam posisi transisi. Akibatnya, keempat Persero tersebut harus
ditetapkan kembali sebagai BPJS dengan sebuah Undang-Undang sebagai
pelaksanaan ketentuan Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang menyatakan bahwa: “Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial harus dibentuk dengan Undang-Undang”.
Pembentukan BPJS ini dibatasi sebagai badan penyelenggara jaminan sosial
nasional yang berada di tingkat pusat.
Pada tanggal 25 November 2011, Pemerintah mengundangkan Undang-
Undang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Undang-Undang Nomor 24
Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) diundangkan
sebagai pelaksana dari ketentuan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) Pasal 5 ayat (1), Pasal 52 ayat (2), dan
pasca putusan Mahkamah Konstitusi atas perkara Nomor 007/PUU-III/2005.
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial (BPJS) terbentuk menjadi 2 (dua) kelompok, yaitu; BPJS Kesehatan dan
BPJS Ketenagakerjaan.
5 Koesparmono Irsan, Armansyah, Hukum Tenaga Kerja (Suatu Pengantar), PT. Gelora Aksara
Pratama, Jakarta, 2016, h. 199.
5
Pemberlakuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sebagai penyelenggara sesuai dengan
ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN). Berikut pencapaian
pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) disertai kondisi sebelum atau sesudah pada pelaksanaan
yang diatur oleh UU SJSN.
Tabel 1
Perbandingan Pelaksanaan dari Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial
Nasional (UU SJSN)
Aspek Kondisi sebelum 1 Januari
(Jamsostek)
Kondisi yang akan dicapai
(BPJS)
Peraturan
Perundang-
Undangan
Penyelenggaraan jaminan sosial
diatur dengan berbagai peraturan
perundang-undangan yang
berlaku diselenggarakan secara
terpisah berdasarkan jenis
profesi.
Penyelenggaran BPJS diatur
secara integral tanpa
membedakan profesi.
Sedangkan untuk kategori
manfaat tambahan BPJS TK
akan diatur secara terpisah
dengan memperhatikan
harmonisasi antar peraturan
perundang-undangan terkait.
6
Kepesertaan Kepesertaan terbatas pada:
- PT. Jamsostek (Persero), 2013:
- JKK, JHT & JKm Aktif: 12,04
juta jiwa
- Jasa Konstruksi: 5,63 juta jiwa
Seluruh Pekerja menjadi Peserta
BPJS Ketenagakerjaan (Prioritas
Sektor Formal sesuai Penjelasan
Umum UU SJSN)
Program
Fragmentasi penyelenggaraan
program jaminan sosial
(peraturan, iuran dan manfaat,
tata kelola) berdasarkan jenis
profesi Penyelenggaraan oleh
badan penyelenggara BUMN
berbentuk PT (Persero)
berorientasi keuntungan dan
manfaat bagi pemegang saham
Penyelenggaraan universal
-Satu payung hukum
-Prinsip ekuitas dan asuransi
sosial
-Iuran dan manfaat sama
-Iuran pekerja penerima upah %
dari gaji
-Iuran pekerja bukan penerima
upah nominal
-Manfaat adalah manfaat
DASAR.
-Penyelenggaraan oleh BPJS,
badan hukum publik berbasis
nirlaba, yang bertanggung jawab
kepada Presiden
Keuangan dan
Pelaporan
-Belum memiliki standar
akuntansi untuk jaminan sosial
yang berbasis internasional.
-Pemisahan aset untuk masing-
Sistem pelaporan keuangan dan
akuntansi sesuai dengan:
- UU SJSN
- UU BPJS
7
masing program masih dalam
proses.
-Aset dan Kewajiban untuk
Dana Jaminan Sosial (DJS) dan
PT. Jamsostek (Persero) sebagai
pengelola belum dipisahkan.
-Dasar (basis) penentuan
kewajaran besarnya biaya
pengelolaan belum ditentukan.
-Belum memiliki format baku
untuk pelaporan keuangan untuk
pengelola dan untuk masing-
masing program.
-Proses transformasi untuk aspek
keuangan dan akuntasi masih
dalam proses transisi.
Pedoman Standar Akuntansi
Keuangan dan Pelaporan yang
berbasis internasional (IFRS)
dan praktik terbaik internasional.
Pemisahan laporan keuangan
berdasarkan program baik aset
maupun kewajiban (tidak ada
konsolidasi baik dengan laporan
keuangan BPJS atau laporan
keuangan program lainnya).
Kelembagaan dan
Organisasi
-Status hukum BUMN
-Struktur, budaya organisasi,
sebaran kantor cabang, dan
jumlah karyawan dirancang
untuk mendukung strategi dan
program JKK, JHT, JPK dan
JKm.
-Manajemen SDM berbasis
-Status Badan Hukum Publik
(Good Governance, Dewan
Pengawas, Direksi, dan Tata
Cara Pemilihan Dewan
Pengawas & Direksi).
-Penguatan manajemen SDM
berbasis kompetensi untuk
mencapai operasi dan layanan
8
kompetensi prima (operational & service
excellent)
Pengembangan
Proses Bisnis dan
Sistem Teknologi
Informasi
Proses bisnis dikembangkan
untuk mendukung program JPK,
JKK, JHT, JKm. Pendaftaran
peserta dilakukan secara kolektif
oleh perusahaan.
Sistem TI dikembangkan untuk
mendukung proses bisnis dan
layanan terhadap 12,04 juta
peserta
Penyusunan proses bisnis baru
untuk mendukung program JKK,
JHT, JKm dan JP. Pendaftaran
peserta secara individual
Penggunaan NIK sebagai kunci
utama database peserta.
Penyusunan rencana strategis
sistem TI untuk mendukung
program & layanan seluruh
tenaga kerja.
Sosialisasi Materi informasi belum sinergis
dan membingungkan.
Akses informasi terbatas.
Penyampaian informasi belum
terkoordinir.
Adanya apriori terhadap
pemerintah dalam pelaksanaan
jaminan sosial.
Penerimaan dan dukungan
publik yang tinggi.
Kelengkapan dan ketersediaan
informasi yang seragam dan
mudah diakses.
Kepesertaan dalam program
yang tinggi.
Pengelolaan Aset
dan Investasi
Badan penyelenggara BUMN
berbentuk PT (Persero) dengan
kebijakan investasi mencari
keuntungan dan manfaat bagi
Badan penyelenggara berbentuk
Badan Hukum Publik berbasis
nirlaba.
Iuran dan hasil investasi
9
pemegang saham.
Iuran dan hasil investasi dana
jaminan sosial digabungkan
dengan dan merupakan bagian
dari kekayaan dan kewajiban
PT. Jamsostek (Persero).
merupakan bagian dari Dana
Jaminan Sosial yang terpisah
dari kekayaan BPJS
Ketenagakerjaan
*Sumber: Olahan data dari situs BPJS TK, Ringkasan Peta Jalan
Penyelenggaraan Jaminan Sosial Bidang Ketenagakerjaan 2014-2019.
Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan (BPJS
Ketenagakerjaan) adalah badan hukum publik yang bertanggungjawab kepada
Presiden dan berfungsi menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja,
jaminan kematian, jaminan hari tua, dan jaminan pensiun.
Pada tanggal 1 Januari 2014, Pemerintah mengubah PT Jamsostek
(Persero) menjadi BPJS Ketenagakerjaan atas perintah UU BPJS.6 Pada saat PT.
Jamsostek berubah menjadi BPJS Ketenagakerjaan ditanggal 1 Januari 2014,
terjadi serangkaian perubahan peristiwa sebagai berikut :
- PT Jamsostek dinyatakan bubar tanpa likuidasi.
- Semua aset dan liabilitas, serta hak dan kewajiban PT Jamsostek
(Persero) dialihkan kepada BPJS Ketenagakerjaan.
- Semua pegawai PT Jamsostek (Persero) menjadi pegawai BPJS
Ketenagakerjaan.
6 Pasal 7 ayat (1) & (2), Pasal 9 ayat (2), Pasal 62 ayat (1) & (2), Undang – Undang No. 24 Tahun
2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial.
10
- Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) selaku Rapat Umum
Pemegang Saham (RUPS) mengesahkan laporan posisi keuangan
penutup PT Jamsostek (Persero) setelah dilakukan audit oleh kantor
akuntan publik.
- Menteri Keuangan mengesahkan laporan posisi keuangan pembuka
BPJS Jamsostek dan laporan posisi keuangan pembuka Dana Jaminan
Ketenagakerjaan.
- Badan hukum pada PT. Jamsostek (Persero) dilakukan perubahan
menjadi Badan hukum publik.
- Dalam tujuan penyelenggara jaminan sosial pada BPJS Ketenagakerjaan
difokuskan pada warga negara dan berprinsip memberikan manfaat
sebesar-besarnya untuk kepentingan peserta.
BPJS Ketenagakerjaan melanjutkan penyelenggaraan program jaminan
kecelakaan kerja, jaminan kematian dan jaminan hari tua yang selama ini telah
diselenggarakan oleh PT Jamsostek, termasuk menerima peserta baru sampai
dengan 30 Juni 2015. Sedangkan BPJS Ketenagakerjaan mulai beroperasi sejak 1
Juli 2015 dengan menyelenggarakan program jaminan kecelakaan kerja, program
jaminan kematian dan program jaminan hari tua dan program jaminan pensiun
sesuai dengan ketentuan Pasal 5 ayat (1) dan 52 ayat (2) Undang-Undang Nomor
40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).7 Berikut program
BPJS Ketenagakerjaan yang akan diselenggarakan berdasarkan Undang-Undang
Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) sebagai
berikut:
7 Asih Eka Putri, 2014, Paham Transformasi Jaminan Sosial Indonesia, Cetakan Pertama, Jakarta,
CV Komunitas Pejaten Mediatama, h. 31-33.
11
1. Jaminan Kecelakaan Kerja
Dari segi aspek kepesertaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011
tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa: “Peserta adalah
setiap orang, termasuk orang asing yang bekerja paling singkat 6 (enam) bulan di
Indonesia, yang telah membayar iuran”. Pada ketentuan Pasal 5 Peraturan
Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan
Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian menjelaskan bahwa peserta jaminan
kecelakaan kerja digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu;
a) Peserta penerima Upah yang bekerja pada Pemberi Kerja selain
penyelenggara negara sebagaimana dimaksud seperti; pekerja pada
perusahaan, pekerja pada orang perseorangan, dan orang asing yang
bekerja di Indonesia paling singkat 6 (enam) bulan.
b) Peserta bukan penerima Upah sebagaimana dimaksud seperti; pemberi
kerja, pekerja di luar hubungan kerja atau pekerja mandiri, dan pekerja
yang tidak diluar hubungan kerja atau tidak pekerja mandiri.8
Untuk Manfaat yang diperoleh peserta jaminan kecelakaan kerja
sebagaimana dimaksud pada Pasal 25 Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun
2015 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
yang menyatakan bahwa manfaat dari program ini berupa pelayanan kesehatan
8 Pasal (5) & (25), Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
12
dan santunan berupa uang. Berikut manfaat program jaminan kecelakaan kerja
yang digolongkan menjadi 6 (enam) sebagai berikut :9
1. Santunan Sementara Tidak Mampu Bekerja (STMB);
2. Santunan Catat sebagian;
3. Santunan Cacat Total untuk selama-lamanya;
4. Santunan Kematian;
5. Biaya Rehabilitasi bagi tenaga kerja yang anggota badanya hilang atau
tidak berfungsi akbit kecelakaan kerja;
6. Bantuan Beasiswa kepada anak Pesera apabila tenaga kerja meninggal
dunia atau cacat total akibat kecelakaan kerja.
2. Jaminan Kematian
Pada manfaat jaminan kematian diberlakukan untuk ahli waris peserta
yang meninggal dunia, bukan akibat kecelakaan kerja. Manfaat yang diperoleh
oleh ahli waris peserta berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015
tentang Penyelenggaraan Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian
adalah santunan kematian sekaligus dan berkala, biaya pemakaman dan bantuan
beasiswa. Program manfaat jaminan kematian merupakan peraturan Jamsostek
yang dialihkan ke BPJS Ketenagakerjaan dan disertai manfaat tambahan pada
program jaminan kematian, ialah Bantuan Beasiswa.10
9 Lampiran III, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program
Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian. 10
Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian.
13
3. Jaminan Hari Tua
Kepesertaan pada manfaat jaminan hari tua berupa uang tunai yang
dibayarkan apabila peserta berusia 56 (lima puluh enam) tahun, meninggal dunia,
atau mengalami cacat total tetap. Sedangkan pada pelaksanaan peraturan
Jamsostek menjelaskan bahwa peserta dalam jaminan hari tua adalah tenaga kerja
yang telah mencapai usia 55 (lima puluh lima) tahun, cacat total tetap yang
ditetapkan oleh dokter sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun, dan meninggal
dunia sebelum berusia 55 (lima puluh lima) tahun.11
Berdasarkan ketentuan
Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan
Sosial menyatakan bahwa pencairan jaminan hari tua dapat diambil apabila
peserta terdaftar di BPJS Ketenagakerjaan minimal 10 (sepuluh) tahun,
pengambilan manfaat jaminan hari tua dapat sebagian dana jaminan hari tua tanpa
diharuskan keluar dari peserta BPJS Ketenagakerjaan, namun jumlahnya
sebanyak 10% (sepuluh persen) dari saldo untuk keperluan lain sesuai persiapan
memasuki masa pensiun, dan 30% (tiga puluh persen) dari jumlah jaminan hari
tua dengan diperuntukkan untuk kepemilikan rumah. Hak atas manfaat jaminan
hari tua bagi tenaga kerja tidak dapat dipindahtangankan, digadaikan, atau disita
sebagai pelaksana putusan pengadilan.12
4. Jaminan Pensiun
Dalam ketentuan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan
Penyelenggara Jaminan Sosial menyatakan bahwa usia pensiun ditetapkan 56
11
Maimun, 2007, Hukum ketenagakerjaan Suatu Pengantar, Cetakan Kedua, Jakarta, PT Pradnya Paramita, h. 111-112. 12
Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.
14
(lima puluh enam) tahun. Di tahun 2019 ketentuan berubah menjadi 57 (lima
puluh tujuh) tahun. Selanjutnya akan berubah ketentuan usia pensiun apabila
bertambah 1 (satu) tahun untuk setiap 3 (tiga) tahun berikutnya sampai mencapai
usia pensiun 65 (enam puluh lima) tahun. Dengan demikian apabila peserta telah
memasuki usia pensiun tetapi yang bersangkutan tetap dipekerjakan, peserta dapat
memilih untuk menerima manfaat pensiun pada saat mencapai usia pensiun atau
pada saat berhenti bekerja dengan ketentuan paling lama 3 (tiga) tahun setelah
usia pensiun.13
Pembayaran iuaran BPJS Ketenagakerjaan ditanggung oleh pengusaha dan
tenaga kerja. Iuran Jaminan Kecelakaan Kerja ditanggung sepenuhnya oleh
pemberi kerja atau pengusaha karena kecelakaan dan penyakit yang timbul karena
hubungan kerja merupakan tanggung jawab penuh dari pengusaha selaku pemberi
kerja. Besarnya iuran jaminan kecelakaan kerja disesuaikan dengan tingkat resiko
dari bidang usaha yang dijalankan pengusaha. Berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan
Kerja dan Jaminann Kematian menyatakan bahwa iuran pada Jaminan Kecelakaan
Kerja yang wajib dibayar pengusaha dikelompokkan menjadi 5 (lima) jenis usaha
dengan besar iuran antara 0,24% hingga 1,75% dari upah sebulan.14
Pembayaran iuran Jaminan Kematian merupakan kewajiban pengusaha
yang harus bertanggung jawab atas kesejahteraan tenaga kerja dan keluarganya.
Besarnya iuran ditetapkan sebesar 0,3% dari upah sebulan.
13
Bab III, Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun. 14
Asri Wijayanti, 2014, Hukum Ketenagakerjaan Pasca Reformasi, Cetakan Keempat, Jakarta, Sinar Grafika, h. 127-128.
15
Besaran iuran Jaminan Hari Tua pembayaran ditanggung pengusaha dan
tenaga kerja karena jaminan hari tua merupakan jaminan yang memberikan
perlindungan kepada para pekerja terhadap resiko yang terjadi di hari tua, dimana
produktivitas pekerja sudah menurun. Dan untuk besaran jaminan hari tua
ditetapkan sebesar 5,7% dari upah sebulan dimana 3,7% dibayar pengusaha dan
2% dibayar oleh tenaga kerja.15
Sedangkan besaran iuran Jaminan Pensiun wajib
dibayarkan setiap bulan. Besaran iuran sebesar 3% (tiga persen) wajib ditanggung
bersama oleh pemberi kerja dan peserta dengan ketentuan sebagaimana dimaksud
adalah 2% (dua persen) ditanggung oleh pemberi kerja dan 1% (satu persen) dari
upah ditanggung oleh peserta.16
Pada peraturan pelaksana sebagaimana yang diamanatkan oleh Undang-
Undang Sistem Jaminan Nasional terkait dengan penyelenggaraan program BPJS
Ketenagakerjaan pada peraturannya belum terbentuk sampai dengan pertengahan
Juni 2015. Ketiadaan peraturan pada keempat program BPJS Ketenagakerjaan
terkait program Jaminan Kecelakaan Kerja, Jaminan kematian, Jaminan Hari Tua,
dan Jaminan Pensiun ini tentunya akan menimbulkan permasalahan secara hukum
terkait operasional BPJS Ketenagakerjaan. Penyiapan draf peraturan pelaksana
terkait program jaminan kecelakaan kerja, jaminan kematian, jaminan hari tua,
dan jaminan pensiun sudah dilakukan dari sebelum harinya. Dalam
perkembangannya proses pembahasan mengalami kendala yang serius
dikarenakan pada pencapaian kesepakatan antar pemangku kepentingan, baik
antara kementerian yang terlibat, pengusaha dengan pemerintah, pemerintah
15
Zaeni Asyhadie, 2013, Hukum Kerja (Hukum Ketenagakerjaan Bidang Hubungan Kerja), Cetakan Ketiga, Jakarta, PT. Raja Grafindo Persada, h. 124, 128, 131. 16
Bab IV, Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan program Jaminan Pensiun.
16
dengan asosiasi pekerja, dan asosiasi pekerja dengan pengusaha. Beberapa
kendala yang menghambat pelaksanaan pengaturan yaitu :17
1. Pada Pembahasan tentang JKK dan JKM, terjadi subtansi Perubahan
yaitu; PNS/TNI/ Polri tidak termasuk Peserta BPJS Ketenagakerjaan.
Subantasi perubahan ini berdampak pada penurunan peserta.
Pertumbuhan tenaga kerja aktif dari tahun 2015-2018 rata-rata sebesar
33,72%. Pada tahap awal tahun 2015 sampai dengan 2017 terjadi
penurunan TK aktif dikarenakan hilangnya target kepesertaan
PNS/TNI/Polri dan perlambatan pertumbuhan ekonomi.
2. Pada pembahasan tentang biaya program pensiun dalam 15 tahun
pertama biasanya akan cukup rendah karena tidak ada peserta program
pensiun yang akan memenuhi syarat untuk mendapatkan manfaat
pensiun selama jangka waktu tersebut. Besaran iuran pada JP adalah
3%. Apabila biaya program pensiun akan meningkat pesat, besar
manfaat pensiun yang dibayarkan akan meningkat, upah yang
menentukan manfaat di masa depan meningkat dan tingkat mortalitas
akan menurun sehingga pensiunan akan hidup lebih lama setelah
pensiun dan lebih banyak pekerja akan hidup sampai usia pensiun.
3. Pada pembahasan tentang JHT, Pengambilan JHT sebagian maksimum
sebesar 10% atau 30%, bagi peserta yang memiliki masa kepesertaan
minimal 10 tahun. Kendala yang diterima pada bahasan JHT tersebut
adalah menurunkan dana kelolaan JHT dan mengurangi hak benefit yang
dimiliki peserta yang lama (Jamsostek).
17
Luthvi Febryka Nola, Kendala Yuridis Implementasi BPJS Ketenagakerjaan, Info Hukum, Vol. VII (Juni,2015), h.2.
17
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pelaksanaan peraturan jaminan sosial sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (SJSN) ?
2. Apakah masalah-masalah yang muncul dalam pelaksanaan peraturan
jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004
tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) ?
C. Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui pelaksanaan peraturan jaminan sosial berdasarkan
Undang-Undang Sistem Jaminan Sosial Nasional (UU SJSN).
2. Untuk mengetahui masalah-masalah yang muncul pada pelaksanaan
peraturan jaminan sosial berdasarkan Undang-Undang Sistem Jaminan
Sosial Nasional (UU SJSN).
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis.
Memberikan pengetahuan bagi perkembangan ilmu hukum,
khususnya di bidang hukum asuransi dan hukum ketenagakerjaan
terkait dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang
Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN).
2. Manfaat Praktis.
Dapat memberikan masukan bagi instansi yang berwenang dalam
mengambil kebijakan (Policy) untuk memperbaiki dan
18
menyempurnakan kekurangan yang ada, khususnya yang berkaitan
dengan pelaksanaan Jamsostek berdasarkan Undang-Undang Sistem
Jaminan Sosial Nasional.
Memberikan jawaban dari permasalahan yang diteliti penulis serta
dapat mengembangkan pola pikir, penalaran dan pengetahuan penulis
dalam menyusun suatu penulisan hukum.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian Penelitian Hukum Empiris:
Pengelolaan data dalam penelitian hukum empiris, selain
pengelolaan data sebagaimana yang dilakukan dalam penelitian hukum
normatif, peneliti harus memeriksa kembali informasi yang diperoleh dari
responden atau informasi dan narasumber, terutama untuk kelengkapan
jawaban yang diperoleh dalam pengambilan data. Dalam hal ini peneliti
melakukan editing, dengan maksud agar kelengkapan dan validitas data dan
informasi terjamin.
Dalam pengelolaan data, semua data yang diperoleh relevan yang
secara langsung atau tidak langsung berhubungan dengan masalah
penelitian, dan diikutsertakan dalam klasifikasi.
2. Teknik Pengumpulan Data
Penelitian ini dilakukan dengan berbagai tahap sebagai berikut:
Studi Kepustakaan yaitu: Penelitian yang dilakukan dengan cara
mengumpulkan data yang terdapat dalam buku-buku, literatur, perundang-
19
undangan, majalah serta makalah yang berhubungan dengan objek yang
diteliti. Bahan hukum dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) kelompok
diantaranya:
1. Bahan hukum primer :
- Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
- Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan
Sosial Nasional
- Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara
Jaminan Sosial.
- Undang-Undang No. 36 Tahun 2014 tentang Kesehatan.
- Peraturan Pemerintah No. 101 Tahun 2012 tentang Penerima
Bantuan Iuran Jaminan Kesehatan.
- Peraturan Pemerintah No. 44 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan
Kematian.
- Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Pensiun.
- Peraturan Pemerintah No. 60 Tahun 2015 tentang Perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 46 Tahun 2015 tentang
Penyelenggaraan Program Jaminan Hari Tua.
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 19 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.
- Peraturan Menteri Ketenagakerjaan No. 26 Tahun 2015 tentang
Tata Cara Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja,
20
Jaminan Kematian, Dan Jaminan Hari Tua Bagi Peserta Penerima
Upah.
- Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 1
Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Jaminan Kesehatan.
- Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 4
Tahun 2016 tentang Petunjuk Teknis Penyelenggaraan Koordinasi
Manfaat Dalam Program Jaminan Kesehatan Nasional.
- Peraturan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan No. 6
Tahun 2016 tentang Perubahan Status Kepesertaan Peserta Pekerja
Bukan Penerima Upah dan Peserta Bukan Pekerja Dalam
Penyelenggaraan Program Jaminan Kesehatan Nasional.
2. Bahan hukum sekunder yaitu bahan hukum yang memberikan kejelasan
terhadap bahan hukum primer. Bahan hukum sekunder pada skripsi ini
adalah penelitian lapangan.
Penelitian Lapangan yaitu penelitian yang dilakukan langsung ke
pihak-pihak yang berkaitan dengan masalah yang diteliti. Penelitian
lapangan dilakukan dengan menentukan :
a. Lokasi Penelitian : PT. Apac Inti Corpora Bawen Jalan. Soekarno
Hatta Km. 32 Bawen, Semarang.
b. Wawancara : Wawancara dilakukan dengan Kepala
dan Staff Personalia serta Pekerja di PT. Apac Inti
Corpora.