Upload
dinhthu
View
217
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Media massa adalah alat - alat komunikasi yang bisa menyebarkan pesan
secara serempak, cepat kepada audiens yang luas dan heterogen. Di banding
dengan jenis komunikasi lain media massa memiliki kelebihan dapat mengatasi
hambatan ruang dan waktu. Bahkan media massa mampu menyebarkan pesan
hampir seketika pada waktu yang tak terbatas . Bentuk-bentuk dari media massa
saat ini antara lain adalah surat kabar dan majalah sebagai media cetak serta radio,
televisi dan internet merupakan media elektronik. Media massa baik cetak
maupun elektronik merupakan media massa yang banyak digunakan oleh
masyarakat, terlebih media elektronik khususnya televisi.
Akan tetapi hadirnya teknologi komunikasi telah membawa perubahan
yang besar bagi kehidupan. Televisi misalnya, apapun pengertian televisi maupun
jenis-jenisnya, masyarakat hanya sekedar mengetahui bahwa munculnya televisi
adalah sebuah teknologi atau alat komunikasi yang dapat merubah kebiasaan-
kebiasaan hidup mereka. Televisi adalah salah satu media massa yang paling
banyak digunakan oleh masyarakat untuk mengakses informasi dan hiburan.
Disamping itu apa yang disampaikan oleh media televisi lebih cenderung bersifat
universal, hal ini dikarenakan pada khalayaknya yang heterogen, baik dari umur,
jenis kelamin maupun pendidikan dan status sosial. Tayangan televisi juga
merupakan media peniruan dan pemahaman nilai bagi anak. Padahal anak-anak
2
masih belum mampu membedakan mana yang baik dan benar dengan begitu jelas
tanpa pengawasan orang tuanya.
Dalam hal ini media massa berfungsi sebagai seorang pendidik, baik yang menyangkut pendidikan formal maupun informal yang mencoba meneruskan atau mewariskan suatu ilmu pengetahuan, nilai dan norma dari satu generasi ke generasi selanjutnya (Nurudin,2007:86).
Beberapa tayangan ditelevisi memberi pembenaran atas perilaku yang
menyimpang dari anak. Seperti film animasi anak “SpongeBob SquarPants” yang
dianggap oleh banyak pengamat mengajarkan budaya yang melenceng jauh dari
nilai normatif. Seperti budaya kekerasan, kemalasan, kebencian dan keserakahan.
Maka tidak berlebihan jika orang tua sudi untuk mendampingi anak dan memberi
penjelasan tentang hal baik dan hal buruk pada tayangan film animasi. Apalagi,
disamping bermain dengan teman-teman sebayanya, kegiatan yang paling disukai
anak adalah menonton televisi. Bahkan banyak anak yang lebih memilih asyik
didepan televisi berjam-jam daripada bermain dengan teman-temanya. Penelitian
bersama Undip-YPMA-UNICEF menemukan bahwa mayoritas anak-anak yang
diteliti mengaku menghabiskan 3-5 jam pada hari kerja, dan 4-6 jam pada hari
libur untuk menonton TV, bahkan beberapa secara ekstrim mengakui bahwa
mereka menonton 16 jam pada hari libur. Dari data ini terlihat bahwa anak
menonton di atas batas waktu yang ditoleransi para ahli (maksimal 2 jam per
hari). Bahkan, ada anak yang dapat dikatakan cukup ekstrem menghabiskan
waktunya di depan TV, yakni sekitar 8 jam (dalam kategori 7-8 jam dan lebih dari
8 jam). Artinya, dalam aktivitas sehari-hari, sepertiga waktu anak tersebut tersita
oleh TV.
3
Data Nielsen Media Januari-Maret 2008 menemukan bahwa anak menonton TV rata-rata 3 jam per hari. Dari total penonton televisi, 21% adalah anak usia 5-14 tahun. Jumlah anak yang menonton pada pagi hari (06.00-10.00) dan siang-malam hari (12.00-21.00) lebih banyak dari kelompok umur lainnya. Pada pagi hari sebagian besar anak menonton sendirian sementara pada siang hingga malam hari mereka akan menonton dengan ibu mereka berbagai tayangan yang tidak ditujukan untuk anak. (http://www.kidia.org/panduan/tahun/2010/bulan/11/tanggal/01/id/171/)
Memahami perbedaan individu dalam variabel psikologi-sosial
kemungkinan besar mempunyai garis lurus dalam konteks psikologi komunikasi.
Hal ini berhubungan dengan apa yang peneliti klaim bahwasanya televisi itu
bukan hanya bersifat menghibur tetapi televisi telah berubah format menjadi
sebuah hal alamiah bagi representasi semua pengalaman. Dengan kata lain televisi
disini juga digunakan untuk sarana pendidikan melalui program acaranya
khususnya film animasi. Film animasi pada dasarnya didasarkan pada cerita-cerita
berbau fantasi. Oleh karena itu, anak-anak sangat menyukai film animasi atau
yang mereka kenal sebagai film kartun, sebab mereka menggunakannya sebagai
wadah untuk berfantasi dengan gambarnya yang unik dan lucu. Fantasi bahkan
menjadi unsur yang mendukung meningkatnya kreatifitas anak. Kodrat fantasi
pada umumnya bersumber pada keinginan anak-anak dan kebebasan merupakan
kebutuhan tertentu yang ada pada dirinya.
Film animasi merupakan salah satu media yang sangat populer sejak
ditemukanya teknik animasi sederhana sekitar tahun 1800an. Film animasi
semakin populer dan digunakan untuk berbagai macam keperluan yang berbeda.
Mulai dari memvisualisasikan dongeng klasik, sebagai sarana pembelajaran, serta
membuat film yang unik dimana tokoh dalam film animasi biasa melakukan hal
yang tidak biasa dilakukan didunia nyata. Akan tetapi banyak sekali hujatan-
4
hujatan positif dan negatif yang diberikan pada berbagai jenis film film animasi,
seperti efeknya yang buruk pada audience atau nilai-nilai normatif yang dimuat
didalamnya.
Film animasi SpongeBob SquarPants banyak menerima kritikan dari para
pengamat yang menyebutkan bahwa didalam film animasi ini terdapat nilai-nilai
yang di klaim tidak layak ditampilkan dalam sebuah adegan film animasi,
khususnya yang disuguhkan bagi anak-anak. Seperti kebencian dan kemarahan
Squidward, sifat malas yang ditunjukkan oleh Patrick sahabat SpongeBob, dan
lain sebagainya. Setiap pembuatan film kartun selain mengedepankan unsur
hiburan dan bisnis, terdapat sisipan pesan moral dari penciptanya. Ada yang jelas
kelihatan, ada pula yang tersamar. Ada yang nilai kadarnya tinggi ada pula yang
hanya sedikit. Adapun pesan-pesan moral yang terdapat pada film-film kartun di
Indonesia antara lain : kejujuran, suka menolong, ketegasan, percaya diri, pantang
menyerah, santun, ksatria, dan lain sebagainya. Maka dari itu kita tidak bisa
menghindari unsur negatif film kartun (misalnya adanya tokoh-tokoh jahat) tetapi
paling tidak meminimalisir dan berusaha menetralisir keadaan dengan penjelasan
logis tentang prinsip keseimbangan. Seperti istilah adanya Ying dan Yang, ada
baik ada buruk. Dua hal yang tak dapat terpisahkan. Beberapa contoh film kartun
yang sering ditonton dan disukai anak-anak dan mengandung unsur mendidik budi
pekerti, misalnya: SpongeBob ( persahabatan), Dora The Explorer ( petualangan ),
Scoobe Doo ( pemberantas kejahatan ), Avatar The Legend ( perjuangan dan
kepahlawanan ), Kungfu Panda dan lain-lain.
5
Seperti yang dijelaskan sebelumnya bahwa pada era Globalisasi seperti
saat ini, khususnya didaerah pedesaan yang masih baru mengenal teknologi
seperti ditempat penelitian ini, anak-anak yang seharusnya menerima pendidikan
formal maupun informal, baik itu disekolah maupun lewat sosialisasi bermain
dengan teman sebayanya tergeser dengan adanya teknologi seperti televisi yang
menyuguhkan tayangan-tayangan yang megharuskan anak-anak duduk terdiam
didepan televisi melihat tayangan yang disukai seperti film animasi atau yang
lebih mereka kenal dengan sebutan film kartun. Sehingga ada konsekuensi sosial
dan konsekuensi budaya yang harus ditanggung oleh masyarakat desa Bacem
khususnya anak-anak dengan adanya perkembangan teknologi komunikasi yang
mulai menyuguhkan berbagai macam tayangan yang menyita hampir sebagian
waktu mereka.
Acara film animasi adalah acara yang ditayangkan untuk hiburan pada
dasarnya. Terlihat dari gambar-gambar yang ditayangkan yang dikemas begitu
menarik dengan audio visual yang sangat apik. Akan tetapi film-film kartun pada
era saat ini penuh dengan kemunculan bahasa-bahasa kasar, seperti kubunuh kau,
enyahlah dan sebagainya. Bahkan gerakan-gerakan yang banyak didominasi oleh
tindakan kekerasan. Film animasi di Indonesia sudah terlanjur di ”cap” sebagai
film anak-anak. Masyarakat melekati definisi bahwa film animasi atau yang lebih
dikenal dengan film kartun adalah film yang memang ditujukan untuk anak-anak,
karena formatya adalah kartun yaitu kumpulan gambar-gambar tangan yang di
gerakkan oleh komputer sehingga diperoleh hasil yang lucu dan penuh warna.
Akan tetapi kemungkinan adanya keuntungan yang bisa dipetik dari kebiasaan
6
menonton film animasi juga perlu diketahui karena pesan-pesan yang
disampaikan agen sosialisasi berlainan dan tidak selamanya sejalan satu sama
lain.
Apa yang diajarkan oleh keluarga mungkin saja berbeda dan bisa jadi bertentangan dengan yang diajarkan oleh agen sosialisasi lain seperti media massa hal itu disebabkan karena pengetahuan individu terisi dengan fantasi, pemahaman, dan konsep yang lahir dari pengamatan dan pengalaman mengenai bermacam-macam hal yang berbeda dalam lingkungan individu tersebut (Idianto Mu’in, 2004 : 123).
Literasi film animasi biasanya secara umum diyakini menjadi rumit hanya
sejak usia awal, karena terkait erat dengan kemampuan untuk memahami dimensi
psikologis suatu narasi dan juga makna figuratif bahasa. Orang dewasa mungkin
mampu waspada terhadap persepsi prasadar semata-mata dengan memperhatikan
tampilan suatu gambar, akan tetapi mungkin berbeda cerita dengan anak-anak
yang masih memerlukan petunjuk-petunjuk untuk memproduksi argumen
tandingan. Tayangan film animasi yang berfarian memikat anak-anak ke dalam
sebuah zona tempat mereka dapat memainkan fantasi. Secara mental, mereka
bersorak ketika tokoh baik menang atas tokoh jahat. Mereka menonton dengan
nafas tertahan ketika peristiwa-peristiwa apokaliptik mengancam planet mereka
didalam film. Mata mereka menjadi berkaca-kaca ketika seorang tokoh
mengalahkan semua tantangan dan menemukan kebahagiaan. Ketika akhirnya
mereka keluar dari zona fantasi dan masuk ke dunia yang sebenarnya, proses
kembali ke dunia nyata mungkin tidak sepenuhnya berhasil. Karena berbagai
citraan yang diciptakan oleh media entertainment, film animasi misalnya,
memang mengaburkan batas-batas antara realitas dan apa yang kita persepsi
sebagai sebuah realitas.
7
Stimulus yang kita proses biasanya dipicu oleh kebutuhan untuk
memenuhi motivasi tertentu atau oleh situasi disekeliling kita, secara alamiah kita
akan terbimbing untuk memroses stimulus tertetentu, sekaligus membatasi atau
menghilangkan stimulus yang lain. Dalam jangka waktu yang relatif pendek,
kehidupan anak-anak telah ditransformasi oleh berbagai pendorong yang mudah
diakses pada televisi dan radio yang bisa mengaburkan batas antara realitas dan
fantasi. Antara fakta dan fiksi, dan antara hiburan dan nilai-nilai komersial.
Penilaian tentang acara televisi tidak akan lengkap tanpa menggali bukti-
bukti yang ada dalam penelitian terhadap penonton. Hal ini terkait dengan
paradigma audien aktif yang menunjukkan bahwa penonton bukanlah orang
bodoh dan pasif yang menerima pesan dan makna televisi begitu saja, paradigma
audien aktif berkembang sebagai reaksi penolakan dari audien pasif. Pendukung
pendekatan audien aktif mejelaskan bahwa bukti-bukti perilaku penonton tidak
sekedar inkonklusif dan kontradiktif, dengan korelasi statistik yang tidak bisa
dijadikan bukti dari penalaran ini, sebagai contoh berjilid-jilid penelitian yang
memahami aktivitas menonton dalam konteks perilaku, menyatakan bahwa
penonton meniru kekerasan dalam acara televisi, atau yang menggunakan korelasi
statistik untuk membuktikan menonton tayangan televisi memiliki efek tertentu
terhadap penonton. Namun ini adalah cara yang salah dalam mendekati penonton
televisi, karena penonton televisi bukanlah sekumpulan orang yang terisolasi dan
terbeda-bedakan. Namun, menonton televisi adalah suatu aktivitas yang
diinformasikan secara sosial dan kultural secara menyeluruh.
8
Berdasarkan uraian sebelumnya, peneliti mengangkat judul
“Pemanfaatan Film Animasi SpongeBob SquarPants Berdasarkan Golongan
Sosial (Studi Pada Anak-anak SD/MI di Desa Bacem Kecamatan Ponggok
Kabupaten Blitar).
B. Rumusan Masalah
Dari uraian di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian
ini adalah: “Bagaimana anak-anak memanfaatan film animasi SpongeBob
SquarPants Berdasarkan Golongan Sosial”.
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah yang akan diteliti maka tujuan dari
penelitian ini adalah untuk memahami individu dalam memanfaatkan film animasi
SpongeBob SquarPants Berdasarkan Golongan Sosial.
D. Kegunaan Penelitian
1. Kegunaan Akademis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan kontribusi yang
bermanfaat dan tambahan referensi bagi penelitian sejenis selanjutnya.
Penelitian ini diharapkan mampu memberi pengetahuan mengenai
cara atau proses yang dilakukan audien dalam memanfaatkan film
animasi.
9
2. Kegunaan Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu menjadi cerminan bagi pihak-pihak
pertelevisian atau para seniman film animasi tentang hubungan antara
acara televisi dan audien.
Untuk memperoleh gambaran obyektivitas tentang pemanfaatan film
animasi oleh anak-anak, sehingga dapat direkomendasikan kepada
orang tua agar lebih mengenal anak mereka.
E. Tinjauan Pustaka
E.1. Komunikasi Massa
Komunikasi massa diadopsi dari istilah bahasa inggris, mass
communication, kependekan dari mass media communication yang artinya
komunikasi menggunakan media masssa baik cetak maupun elektronik yang
dihasilkan dari teknologi modern. Proses komunikasi massa juga dapat diartikan
sebagai suatu proses yang melukiskan bagaimana komunikator menggunakan
teknologi pembagi atau media massa secara proposional guna menyebarluaskan
pengalamanya melalui jarak untuk mempengaruhi khalayak dalam jumlah yang
banyak.
Biitner mengemukakan bahwa komunikasi massa adalah pesan yang dikomunikasikan melalui media massa pada sejumlah besar orang(Ardianto dan Komala,2004:3).
Salah satu bentuk komunikasi yang dikenal selain komunikasi antar
pribadi dan komunikasi kelompok yaitu komunikasi massa. Komunikasi massa
juga sebagai proses komunikasi yang dilakukan dengan menggunakan media
(alat), dalam hal ini yaitu media massa yang ditujukan oleh khalayak.
10
Komunikasi Massa adalah sebagian ketrampilan, sebagian seni dan
sebagian ilmu. Ia adalah ketrampilan dalam arti bahwa ia meliputi tehnik-tehnik
fundamental tertentu yang dapat dipelajari seperti memfokuskan kamera televisi,
mengoperasikan tape recorder atau mencatat ketika wawancara. Ia adalah seni
dalam pengertian bahwa ia meliputi tantangan-tantangan kreatif seperti menulis
skrip untuk program televisi, mengembangkan tata letak yang etis untuk iklan
majalah atau menampilkan teras informasi yang memikat bagi sebuah kisah
informasi. Ia adalah ilmu dalam pengertian bahwa ia meliputi prinsip-prinsip
tertentu tentang bagaimana berlangsungnya komunikasi yang dapat dikukuhkan
dan dipergunakan untuk membuat berbagai hal menjadi lebih baik.
Definisi Komunikasi Massa dipertegas oleh Joseph A Devito dalam
bukunya Communicology An Introduction To The Study of Communication
yaitu: “Pertama, komunikasi massa adalah komunikasi yang ditujukan kepada
massa kepada khalayak yang luar biasa banyaknya. Ini tidak berarti bahwa
khalayak meliputi seluruh penduduk atau semua orang yang membaca atau semua
orang yang menonton televisi maupun film, agaknya ini berarti bahwa khalayak
itu besar dan pada umumnya agak sukar didefinisikan. Kedua, komunikasi massa
adalah komunikasi yang disalurkan oleh pemancar-pemancar yang audio dan atau
visual. Komunikasi massa barangkali akan lebih mudah dan lebih logis bila
didefinisikan menurut bentuknya: televisi, radio, surat kabar, majalah, film, buku.
11
E.1.1 Fungsi Komunikasi Massa
Nurudin dalam bukunya Pengantar Komunikasi Massa menyebutkan
bahwa dalam perspektif kritis, fungsi komunikasi massa mengalami penambahan,
antara lain:
E.1.1.1 Informasi
Fungsi informasi adalah faktor yang paling penting dalam komunikasi
massa, dimana berita yang disajikan merupakan komponen yang paling penting
untuk mengetahui fungsi informasi yang ada.
E.1.1.2. Hiburan
Fungsi hiburan untuk media elektronik menduduki posisi yang paling
tinggi dibandingkan dengan fungsi-fungsi yang lain, hal ini dikarenakan
masyarakat kita menggunakan televisi sebagai media hiburan. Dimana hal ini
yang menjadi pembeda dengan media cetak, media cetak biasanya tidak
menempatkan hiburan pada posisi paling atas, tetapi informasi.
E.1.1.3. Persuasi
Media mempunyai fungsi untuk meyakinkan atau memengaruhi khalayak.
Persuasi yang dilakukan media meliputi, mengukuhkan, atau memperkuat sikap,
kepercayaan, atau nilai seseorang; mengubah sikap, niali, kepercayaanseseorang;
menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu; dan menawarkan etika atau
system nilai tertentu.
E.1.1.4. Transmisi Budaya
Fungsi ini berperan meningkatkan keutuhan sosial dan mengurangi
ketidakpastian di tengah masyarakat. Disfungsi dari transmisi budaya ini adalah
12
bagi masyarakat akan berkembang masyarakat massa, dan bagi individu akan
terjadi depersonalisasi sosialisasi yaitu proses sosialisasi menjadi sama bagi setiap
orang, tidak terjadi kekhasan bagi setiap individu.
E.1.1.5. Mendorong Kohesi Sosial
Fungsi ini mendorong masyarakat untuk bersatu. Namun ketika media
massa mempunyai fungsi untuk menciptakan integrasi sosial, di sisi lain media
massa juga mempunyai peluang untuk menciptakan disintegrasi sosial. Sehingga
ketika membicarakan fungsi media sebagai penyatu masyarakat, kita juga perlu
membicarakan peluang munculnya permusuhan dan konflik di masyarakat akibat
pemberitaan media massa.
E.1.1.6. Pengawasan
Disini komunikasi massa mempunyai fungsi pengawasan. Artinya tertuju
pada pengumpulan dan penyebaran informasinya. Fungsi pengawasan bisa dibagi
menjadi dua.
Warning or beware surveillance ( pengawasan peringatan)
Instrumental surveillance (pengawasan instrumental)
E.1.1.7. Korelasi
Fungsi ini menghubungkan bagian-bagian dari masyarakat agar sesuai
dengan lingkungannya, meningkatkan mobilisasi, mengurangi ancaman terhadap
stabilitas nasional, mengurangi kepanikan dan agenda setting. Adapun
disfungsinya yaitu meningkatkan konformisme: merintangi perubahan sosial jika
kritik-kritik sosial diabaikan, meningkatkan hak kritik dan meningkatkan
kepasifan.
13
E.1.1.8. Pewarisan Sosial
Dalam tahap ini dijelaskan bahwasanya media massa berfungsi sebagai
pendidik, baik formal maupun informal yang mencoba meneruskan atau
mewariskan suatu ilmu pengatahuan, nilai, norma, prannata, dan etika dari satu
generasi ke generasi selanjutnya.
E.1.1.9. Melawan Kekuasaan dan Kekuatan Represif
Hal yang sering dilupakan oleh masyarakat adalah, komunikasi massa bisa
menjadi sebuah alat untuk melawan kekuasaan dan kekuatan represif. Informasi
memang diberikan, tapi informasi yang diungkapkan ternyata mempunyai motif-
motif tertentu untuk melawan kemapanan.
E.1.1.10. Menggugat Hubungan Trikotomi
Hubungan trikotomi adalah hubungan adalah hubungan yang bertolak
belakang antara tiga belah pihak, yaitu pemerintah, pers dan masyarakat. Dimana
hubungan trikotomi ini dinilai kurang efektif. Disinilah komunikasi massa melalui
media massa memiliki tugas penting untuk mengubah hubungan trikotomi yang
tidak adil tersebut.
E.2 Film Sebagai Media Komunikasi Massa
Film merupakan sebuah penemuan teknologi baru yang muncul pada akhir
abad ke-19, tetapi apa yang dapat diberikan oleh film sebenarnya tidak terlalu
baru jika dilihat dari segi isi atau fungsi. Film kini tidak lagi dimaknai sekedar
karya seni (films as art). tetapi film lebih dianggap sebagai praktik sosial, bahkan
Jowett dan Linton dalam buku Movies as Mass Communication memaknainya
sebagai komunikasi massa. Diantara media komunikasi sosial, film telah menjadi
14
medium umum dan dihargai, yang seringkali menyebarkan pesan-pesan yang
dapat saja mempengaruhi dan memberikan pilihan bagi khalayak ramai dalam
bentuk komunikasi yang bukan hanya melalui kata-kata melainkan juga disertai
dengan peristiwa-peristiwa kongkret yang di ungkapkan dalam gambar.
Film memang salah satu media yang dirasa paling efektif untuk
meyampaikan pesan karena film adalah termasuk sebagai salah satu alat atau
media komunikasi. Jika dulu orang berkomunikasi dengan mepertunjukan drama,
maka dengan perkembangan teknologi ada film yang kini sebagai penggantiya.
Film dapat menyalurkan pesan atau makna kepada khalayak luas yang anonim
(tidak saling mengenal) yang tidak dibatasi oleh jarak dan waktu. Film yang
berbasis pada audio dan visual juga termasuk alat komunikasi massa.
Setiap media komunikasi massa mempunyai empat buah fungsi sebagai fungsi dasar sebuah komunikasi yaitu To Inform (Memberikan Informasi), To Persuate (Mempengaruhi), To Educate (Pendidikan), To Entertaint (Memberikan Hiburan) (Lasswell dalam Winarni, 2003 : 44).
Dalam sejarah perkembangan film telah muncul tiga tema besar. Tema
pertama ialah pemanfaatan film sebagai alat propaganda. Tema ini penting
terutama dalam kaitannya dengan upaya pencapaian tujuan nasional dan
masyarakat. Hal tersebut berkenaan dengan pandangan yang menilai bahwa film
memiliki jangkauan, realisme, pengaruh emosional dan popularitas yang hebat.
Kedua tema yang lain dalam sejarah film ialah munculnya beberapa aliran seni
film dan lahirnya film dokumentasi sosial. Kedua kecenderungan tersebut
merupakan suatu penyimpangan dalam pengertian bahwa keduanya hanya
menjangkau minoritas penduduk dan berorientasi ke realisme. Terlepas dari hal
itu keduanya mempunyai kaitan dengan tema “film sebagai alat propaganda”.
15
Bagi masyarakat umum film merupakan media hiburan yang oleh para
pengusaha dijadikan sebagai ladang uang untuk dapat menghasilkan keuntungan.
Bagi para ilmuan, film dimaknai sebagai alat yang digunakan untuk merekam
penemuan-penemuan baru yang kemudian di dokumentasikan dan bagi
pemerintah film digunakan untuk tujuan pendidikan dan juga penerangan. Hingga
detik ini studi tentang film di dominasi oleh suatu perspektif analisis dimana film
dipandang sebagai media yang mampu menjadi benda seni sekaligus
memproduksi realitas dengan disertai gambar dan suara sebagai objek kajiannya.
Asal-usul film dan bagaimana film dipelajari telah diolah menjadi berbagai
macam perspektif, dimulai dari masalah tentang peningkatan teknologi hingga
tercapainya ilusi yang sesuai dengan realitas, sebagai sejarah, hingga kisah
tentang selebritis-selebritis ternama. Film kini digunakan sebagai indeks budaya
pada abad ini. Dunia film sebagai salah satu media komunikasi virtual dapat
memberikan suatu pemikiran baru. Dunia virtual yang semakin berkembang
membuat masyarakat berfikir ulang tentang realitas, tentang ruang yang kini
menjadi sesuatu yang tidak terbatas. Maka dapat dilihat bahwa film merupakan
salah satu media komunikasi yang luar biasa ampuh, film bukan saja dapat
menayangkan hal-hal yang bersifat hiburan, melainkan dapat menyampaikan
pesan-pesan yang bisa diterima oleh para penonton secara langsung. Karena itulah
dalam proses pendidikan dan pengajaran di abad modern sekarang ini, dominan
memakai film sebagai media komunikasi. Dengan demikian anak didik akan lebih
mudah untuk menangkap dan menerima pelajaran yang diberikan karena film
16
merupakan medium komunikasi yang dapat digunakan untuk menyampaikan
informasi.
E.3. Film Animasi
Menurut Grierson dalam bukunya Luis Giannetti, Understanding Movies;
Seventh Edition ,1996, memberikan definisi film animasi sebagai berikut : “Film
animasi adalah film yang merupakan hasil pengolahan gambar tangan sehingga
menjadi gambar yang bergerak yang pada awal penemuannya dibuat dari
berlembar-lembar kertas gambar yang kemudian diputar sehingga muncul efek
gambar bergerak”.
Animasi berasal dari bahasa latin, anima, yang artinya jiwa, hidup, nyawa dan semangat. Animasi adalah gambar dua dimensi yang seolah-olah bergerak. Animasi ialah suatu seni untuk memanipulasi gambar menjadi seolah-olah hidup dan bergerak, yang terdiri dari animasi 2 dimensi maupun 3 dimensi. Animasi 2D membuat benda seolah hidup dengan mengunakan kertas atau komputer. Animasi 3D merupakan animasi yang dibuat dengan menggunakan model seperti yang berasal dari lilin, clay, boneka/marionette dan menggunakan kamera animasi yang dapat merekam frame demi frame. Ketika gambar-gambar tersebut diproyeksikan secara berurutan dan cepat, lilin atau clay boneka atau marionette tersebut akan teihat seperti hidup dan bergerak. Animasi 3D dapat juga dibuat dengan menggunakan komputer. Proses awalnya adalah membentuk model, pemberian tekstur, warna, hingga cahaya. Kemudian model tersebut diberi kerangka, warna, hingga cahaya. Kemudian model tersebut diberi kerangka dan gerakanya dirancang satu persatu. Seluruh proses pembuatannya dari awal hingga akhir dikerjakan di komputer. Contohnya film Kungfu Panda. (http://wikheayu.blogspot.com/2010/10/grafik-2d-dan-3d.html)
Pengertian ini menunjukkan bahwa film animasi berisi susunan gambar-
gambar yang kemudian diproses sehingga menghasilkan ilusi gerakkan. Di era
modern seperti sekarang ini, dengan bantuan komputer pembuatan film animasi
menjadi lebih cepat dan mudah. Film animasi memiliki format penayangan yang
17
unik dan menarik. Gambar yang dibuat adalah didasarkan pada imajinasi sang
animator. Ide-ide kreatif tersebut yang menyebabkan film animasi banyak
diminati mulai dari anak-anak hingga orang dewasa. Film animasi sangat identik
dengan kelucuan dan keunikan, baik dalam segi bentuk atau gambar dan dalam
dalam segi cerita. Maka, tak jarang masyarakat cenderung memaknai sebagai film
anak-anak ketimbang film orang dewasa. Pemaknaan itulah yang secara tidak
langsung menjadi sebuah kekhawatiran. Dalam sajian format yang warna-warni
yang lucu animasi kini ternyata tidak hanya berisi cerita khusus anak-anak,
melainkan beberapa dari film tersebut seharusnya di khususkan bagi orang dewasa
contohnya berupa penyajian adegan kekerasan, cerita percintaan dan lain
sebagianya.
Walau animasi adalah film yang disajikan dalam bentuk ilusi gambar
bergerak dan bukan diperankan oleh tokoh manusia secara nyata, tetap saja ia
adalah film yang disajikan untuk masyarakat dimana film merupakan salah satu
media komunikasi massa yang berfungsi untuk memberikan informasi,
mempengaruhi, sebagai media pendidikan dan sarana hiburan. Jadi, walau format
sebuah film animasi merupakan penyajian gambar-gambar fiktif, di dalamnya
tidak luput akan siratan pesan yang disampaikan kepada khalayak luas atau
audience yang menontonnya.
Jenis-jenis Animasi menurut Patmore ada beberapa jenis animasi,
diantaranya adalah :
18
1. Stop Motion
Disebut juga frame by frame. Tehnik animasi ini akan membuat objek
seakan bergerak. Objek bisa bergerak karena mempunyai banyak frame
yang dijalankan secara berurutan.
2. Cell Animation
Dulunya cell animation merupakan gambar berurutan dibanyak halaman
yang dijalankan. Animasi tradisional bisa disebut juga animasi klasik atau
animasi hand-draw. Cell animation merupakan animasi tertua dan
merupakan bentuk animasi yang paling populer.
3. Time-Lapse
Setiap frame akan di capture dengan kecepatan yang lebih rendah dari
pada kecepatan ketika frame dimainkan. Contohnya : gerakan bunga yang
terlihat ketika mekar, pergerakan matahari yang terlihat dari terbit sampai
tenggelamnya, dan lain sebagainya.
4. Claymation
Claymation dulunya disebut dengan clay animation dan merupakan salah
satu bentuk dari stop motion animation.
5. Cut-out Animation
Tehnik ini digunakan untuk memproduksi animasi menggunakan karakter,
properti dan background dari potongan material seperti kertas, karton atau
foto.
19
E.3.1 Film Animasi Sebagai Media Pembelajaran di Rumah
Film animasi atau kartun sebagai media hiburan sampai sekarang masih
mendapat tempat di hati para pecinta atau penggemarnya. Penggemar film jenis
ini tidak memandang usia, meskipun film jenis ini kebanyakan untuk konsumsi
anak-anak. Ada juga film kartun untuk usia remaja dan dewasa. Yang
membedakan film kartun anak-anak dengan film kartun dewasa adalah pada
penokohan, tema cerita dan amanat atau pesan.
Film yang sampai saat ini masih didominasi produsen Jepang dan Amerika
Serikat ini selain mengandung unsur hiburan juga mengandung unsur pendidikan,
meskipun kadang terselip unsur permusuhan dan kekerasan. Dua hal yang
senantiasa kita hindarkan pengaruhnya bagi anak-anak.
Anak-anak sebagai konsumen terbesar film kartun jika kita biarkan bebas
biasanya saking cintanya pada film ini bahkan sampai melupakan sebagian besar
waktunya untuk belajar dan membantu bekerja. Jika kita melarang mereka
menonton sepertinya ini terlalu ekstrim. Yang lebih memprihatinkan setelah usai
menonton film ini mereka tidak dapat menangkap pesan moral dari film tersebut,
yang membekas di benak mereka justru unsur negatifnya saja. Misalnya tokoh
jagoannya, aksi pukul, bicara kasar/keras, pertengkaran dan kekerasan lainnya
yang dikemas secara lucu dan menggelikan.Tak jarang mereka menirukan aksi-
aksi tokoh kartunnya.
Sebagai langkah bijaksana alangkah baiknya jika anak-anak kita dampingi
saat menyaksikan film kartun sambil kita jelaskan pesan-pesan moral seperti :
kejujuran, keteguhan, toleransi, kebijaksanaan, kesabaran dan sebagainya. Dengan
20
begitu selain film kartun sebagai media hiburan dan tontonan namun juga sebagai
tuntunan dan media pembelajaran budi pekerti anak-anak kita di rumah.
E.4. Golongan Sosial
Sejak manusia hidup dalam masyarakat dan selama dalam masyarakat ada
sesuatu yang dihargai baik berupa benda ekononis (kekayaan), kekuasaan,
keturunan, ilmu pengetahuan dan lain sebagainya. Maka sesuatu yang dihargai
tersebut akan menjadi bibit timbulnya sistem penggolongan sosial dalam
masyarakat. Aristoteles selalu menyatakan bahwa dalam setiap negara terdapat
tiga unsur golongan. Yakni orang kaya sekali, orang melarat dan orang yang
berada ditengahnya.
Golongan sosial dalam masyarakat dapat terjadi dengan sendirinya sebagai
hasil proses pertumbuhan masyarakat. Faktor penyebabnya antara lain:
kemampuan/kepandaian, umur, jenis kelamin, sifat keaslian, keanggotaan
masyarakat dan lain-lain. Faktor penentu dari setiap masyarakat berbeda-beda,
misalnya pada masyarakat berburu faktor penentunya adalah kepandaian berburu.
Dalam perkembangannya, ada pula golongan sosial yang sengaja
berbentuk/disusun untuk mengejar tujuan/kepentingan tertentu, biasanya berkaitan
dengan pembagian kekuasaan dalam suatu organisasi formal misalnya
pemerintahan, partai politik, sekolah, universitas, perusahaan, kemiliteran dan lain
sebagainya.
21
E.4.1. Pengertian Golongan Sosial
Secara teoritis manusia sama derajatnya, tetapi dalam kenyataan hidup di
masyarakat ada penghargaan yang berbeda terhadap sekelompok manusia
berdasarkan kelebihan yang dimiliki seperti: kekayaan, kekuasaan, pendidikan
dan keturunan. Adanya penilaian yang berbeda ini menimbulkan terjadinya
pengelompokan masyarakat yang selanjutnya dikenal dengan nama golongan
sosial (istilah sosiologinya: stratifikasi sosial / pelapisan sosial ).
Koentjaraningrat mengartikan golongan sosial adalah kesatuan manusia
yang ditandai oleh ciri-ciri tertentu dan memiliki identitas sosial serta idealisme.
Ikatan identitas sosial muncul karena adanya kesadaran identitas sebagai reaksi
atas pandangan pihak luar terhadap golongan sosial tersebut atau dapat pula
terjadi karena golongan sosial tersebut terikat oleh suatu sistem nilai, norma dan
adat istiadat tertentu.
Pitirim A. Sorokin menggunakan istilah pelapisan sosial yaitu pembedaan
penduduk atau masyarakat ke dalam kelas-kelas secara bertingkat/hierarkhis.
Perwujudannya dikenal dengan adanya kelas sosial tinggi (upper class)
contohnya: pejabat, penguasa, dan pengusaha; kelas sosial menengah (midle
class) contohnya: dosen, pegawai negeri, pengusaha kecil dan menengah; kelas
sosial rendah (lower class) contohnya: buruh, petani, dan pedagang kecil.
Menurut Soerjono Soekanto, kriteria yang dipergunakan sebagai ukuran
dalam menggolongkan masyarakat ke dalam golongan sosial/pelapisan sosial
adalah :
22
1. Ukuran Kekayaan
2. Unsur kekuasaan atau wewenang
3. Ukuran Ilmu Pengetahuan
4. Unsur kehormatan (keturunan)
E.4.2.Karakteristik Golongan Sosial
Beberapa karakteristik golongan sosial/pelapisan sosial yang terjadi di
dalam suatu masyarakat adalah :
1. Adanya perbedaan status dan peranan
2. Adanya pola interaksi yang berbeda
3. Adanya distribusi hak dan kewajiban
4. Adanya penggolongan yang melibatkan kelompok
5. Adanya prestise dan penghargaan
6. Adanya penggolongan yang bersifat universal
Berdasarkan karakteristik golongan sosial di atas, maka terdapat beberapa
pembagian golongan sosial sebagai berikut :
1). Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Pertanian (Agraris), di dasarkan
pada hak dan pola kepemilikan tanah, terbagi menjadi:
a) Golongan Atas : para pemilik tanah pertanian dan pekarang untuk rumah
tinggal (penduduk inti).
b) Golongan Menengah: para pemilik tanah pekarangan dan rumah tapi tidak
memiliki tanah pertanian (kuli gendul).
c) Golongan Bawah : orang yang tidak memiliki rumah atau pekarangan
(inding ngisor).
23
2). Sistem Golongan Sosial pada Masyarakat Feodal, di dasarkan pada hubungan
kekerabatan dengan raja/kepala pemerintahan, terbagi menjadi:
a) Golongan Atas : kaum kerabat raja atau bangsawan.
b) Golongan Menegah : rakyat biasa (kawula).
3). Sistem Golongan Sosial pada Masa Pemerintahan Kolonial, meliputi
a) Golongan Eropa, merupakan lapisan atas, terdiri orang Belanda, Eropa,
Jepang .
b) Golongan Timur Asing, merupakan lapisan menengah, tediri keturunan
China dan Arab.
c) Golongan Bumi Putera, merupakan lapisan bawah, tediri dari pribumi atau
bangsa Indonesia asli.
4). Sistem Golongan Sosial dalam Masyarakat Industri, meliputi :
a) Golongan teratas terdiri para pengusaha besar atau pemilik modal,
direktur, komisaris.
b) Golongan menengah atau madya terdiri dari tenaga ahli dan karyawan.
c) Golongan bawah seperti buruh kasar, pekerja setengah terampil, pekerja
sektor informal (pembantu).
Disamping berdasarkan karakteristik spt di atas, golongan sosial dapat
pula dibagi berdasarkan sudut pandang ekonomi, sosial, politik sebagaimana
teruraidi bawah ini.
24
Berdasarkan bidang ekonomi, penggolongan masyarakat dibedakan
menjadi :
1). Penggolongan masyarakat berdasarkan atas kepemilikan harta, yang terdiri
tigagolongan, yaitu:
a) Golongan atas yang terdiri orang-orang kaya.
b) Golongan menengah terdiri orang-orang yang sudah dapat
mencukupikebutuhan pokoknya.
c) Golongan bawah yang terdiri orang-orang miskin.
2). Penggolongan masyarakat berdasarkan profesi / mata pencaharian, yang
terdirienam golongan, yaitu:
a) Golongan elite, yaitu orang-orang kaya, yang punya kedudukan/pekerjaan
terpandang.
b) Golongan profesional, yaitu mereka yang bergelar sarjana dan yang
berhasil dalam dunia profesinya.
c) Golongan semi professional, yang terdiri pedagang, teknisi, pegawai
kantor.
d) Golongan tenaga trampil, seperti tukang cukur, pekerja pabrik, juru tulis.
e) Tenaga semi terlatih, seperti sopir, pelayan restoran.
f) Tenaga tidak terlatih, seperti pembantu rumah tangga, tukang kebun.
E.5. Kategori Sosial
Menurut Koentjaraningrat, kategori sosial adalah kesatuan manusia yang
terwujud karena adanya suatu ciri-ciri obyektif yang dikenakan pada manusia-
25
manusia tersebut. Dalam kategori sosial tidak terikat oleh unsur adat istiadat,
sistem norma, sistem nilai tertentu, tidak memiliki identitas, tidak memiliki
lokasi, tidak mempunyai organisasi, dan tidak memiliki pemimpin.
Dalam masyarakat suatu negara melalui ketentuan hukum yang berlaku
ada kategori warga berdasarkan kelompok umur seperti kategori warga di atas
umur 18 tahun dan kategori untuk membedakan warga negara yang telah memiliki
hak pilih dengan warga negara yang tidak memiliki hak pilih dalam pemilu.
Contoh lain ada kategori orang yang memiliki mobil dan ada kategori orang yang
tidak memiliki mobil dengan maksud untuk menentukan warga masyarakat yang
harus membayar dan yang tidak membayar pajak kendaraan.
Kategori sosial didefinisikan sebagai pembagian anggota masyarakat ke
dalam suatu hierarki status kelas yang berbeda sehingga para anggota setiap kelas
secara relatif mempunyai status yang sama, dan para anggota kelas lainnya
mempunyai status yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kategori kelas sosial
biasanya disusun dalam hierarki, yang berkisar dari status yang rendah sampai
yang tinggi. Dengan demikian, para anggota kelas sosial tertentu merasa para
anggota kelas sosial lainnya mempunyai status yang lebih tinggi maupun lebih
rendah dari pada mereka.
E.6. Kelompok Sosial
Kelompok sosial (social group) adalah himpunan/kesatuan-kesatuan
manusia yang hidup bersama, terdapat hubungan timbal balik, saling
memengaruhi sehingga timbul suatu kesadaran untuk saling menolong di antara
mereka.
26
Kesatuan manusia yang hidup bersama disebut kelompok sosial harus
memenuhi kriteria :
a. Adanya kesadaran setiap kelompok bahwa dirinya merupakan bagian dari
kelompok tersebut.
Terdapat hubungan timbal balik (interaksi) antar anggota kelompok
Memiliki struktur, kaidah, dan pola perilaku tertentu.
Memiliki suatu sistem dan proses tertentu.
Adanya faktor pengikat yang dimiliki anggota-anggota kelompok, seperti
persamaan nasib, kepentingan tujuan, ideologi politik dll.
b. Jenis-Jenis Kelompok Sosial
Jenis-jenis kelompok sosial dalam masyarakat dapat dikelompokkan sebagai
berikut:
Berdasarkan Identifikasi Diri, dikenal adanya in group dan out group.In
group adalah kelompok sosial yang dijadikan tempat oleh individu untuk
mengidentifikasi dirinya. In group sering dikaitkan dengan istilah “kami
atau kita” dan pada umumnya didasarkan pada faktor simpati dan perasaan
dekat dengan anggota kelompoknya. “Kami anggota kelompoknya”.
Sedangkan Out group adalah kelompok sosial yang oleh individu
diartikan sebagai lawan in group-nya. Out group sering dihubungkan
dengan istilah”mereka”. Sikap out group ditandai oleh suatu sikap antipati.
27
Berdasarkan hubungan kedekatan anggota, teridentifikasi adanya
kelompok primer (primary group). Menurut Charles Horton Cooley
kelompok primer/primary group adalah kelompok sosial yang paling
sederhana, anggotanya saling mengenal, serta terdapat kerjasama yang erat
dan bersifat pribadi, interaksi sosial berlangsung secara tatap muka (face
to face), Contohnya: keluarga, kelompok bermain, klik/clique.
Berdasarkan hubungan familistik (sifat kekeluargaan), dikenal adanya
paguyuban (Gemeinschaft). Ferdinand Tonnies mengataakan bahwa
paguyuban (gemeinscaft) adalah bentuk kehidupan hubungan batin yang
murni terikat oleh hubungan batin yang kekal berdasarkan rasa cinta dan
rasa persatuan batin. Contohnya: kelompok kekerabatan, rukun
tetangga/RT.
Berdasarkan sifat organisasi, terdapat informal group. Informal group
adalah kelompok yang tidak memiliki struktur/organisasi tertentu,
kelompok-kelompok tersebut biasanya terbentuk berdasarkan pertemuan
yang berulangkali. Contohnya: kelompok arisan, kelompok belajar,
klik/clique.
Berdasarkan keanggotaan, terdapat adanya kelompok membership group
danreference group. Kelompok membership adalah kelompok yang para
anggotanya tercatat secara fisik sebagai anggota. Contohnya: peserta
asuransi nasabah bank, anggota OSIS, anggota PGRI. Sedangkan
kelompok reference/kelompok rujukan atau acuan adalah kelompok sosial
yang dijadikan rujukan/acuan oleh individu-individu yang tidak tercatat
28
dalam anggota kelompok tersebut untuk membentuk kepribadiannya
dalam berperilaku. Contohnya; seseorang yang gagal menjadi mahasiswa
UI tetapi ia tetap bertingkah laku seperti mahasiswa UI.
E.7. Teori Uses and Gratification
Teori ini dicetuskan oleh Elihu Katz, Michel Gurevitch dan Hadassa Hass
(1973). Teori ini berbicara tentang penggunaan dan kepuasan ini menyatakan
bahwa orang-orang mempunyai kebutuhan dan kepuasan yang dapat terpenuhi
dengan menggunakan (berlangganan, membaca, menonton) media massa.
Teori ini mengasumsikan khalayak itu tidak pasif, sehingga apa yang dianggap penting oleh media (misalnya diberitakan dihalaman pertama), belum tentu dianggap penting juga oleh khalayak. Menurut teori yang menganggap khalayak pasif media dengan pesan-pesanya sangat mempengaruhi perilaku khalayaknya. (Hamidi,2010 : 77)
Untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan tersebut orang lalu memilih,
media apa yang hendak digunakan, kemudian juga memilih pesan apa ( acara,
berita) yang akan dinikmati. Tindakan ini dilakukan karena khalayak
mengaharpkan kepuasan atau terpenuhinya keinginan.
Uses and gratification muncul dari paradigma fungsionalis dalam tradisi
ilmu sosial. Uses and gratification membahas penggunaan media dalam kerangka
pemenuhan kebutuhan sosial atau psikologis bagi individu. Media massa bersaing
dengan sumber pemenuhan informasi lain, namun pemenuhan kebutuhan itu bisa
dipenuhi melalui isi media (misalnya dengan melihat acara tertentu di televisi),
dari genre tertentu dalam media (misalnya talkshaw), dari terpaan media secara
umum (misalnya menonton televisi, membaca koran). Uses and gratification
berpendapat bahwa kebutuhan itu akan mempengaruhi dalam bagaimana
29
menggunakan dan memberikan respon terhadap media. Zilman membuktikan
pengaruh suasana hati terhadap penggunaan media. Bahwa saat bosan, orang
cenderung memilih acara yang menarik, sementara yang sedang stress memilih
acara yang bisa memberikan ketenangan. Acara yang sama juga bisa saja
memenuhi kebutuhan yang berbeda bagi individu yang berbda. Perbedaan
kebutuhan itu berhubungan dengan kepribadian, tingkat kematangan, latar
belakang dan peran sosialnya. Faktor perkembangan itu tampaknya berhubungan
dengan tujuan menggunakan media. Van Evra (1990) menunjukkan bahwa anak-
anak bisa jadi melihat televisi untuk mencari informasi sehingga akan lebih
mudah untuk menerima pengaruh darinya.
E.8. NEnt (Need for Entertainment)
Ialah kebutuhan individu akan hiburan, yang bisa mengaktifkan dan
memfasilitasi saraf penerimaan pesan. Orang dengan NEnt tinggi, boleh jadi akan
diliputi berbagai kebutuhan dan mengekspresikannya ke semua bidang kehidupan.
Kecenderungan ini akan memberikan tempat bagi pesan persuasif yang berasal
dari sebuah narasi fiksional, sehingga memengaruhi naluri bahwa sadarnya.
F. Fokus Penelitian
Agar permasalahan yang dibahas dalam penelitian ini tetap fokus dan tidak
meluas, maka penelitian ini melakukan pembatasan masalah. Pembatasan masalah
yang ada dalam penelitian ini adalah mengenai pemanfaatan film animasi;
bagaimanakah perbedaan individu di kalangan anak-anak dalam memanfaatkan
film animasiSpongeBob SquarPants.
30
G. Metode Penelitian
G.1. Tipe dan Pendekatan
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif
adalah pendekatan yang dilakukan untuk menjelaskan sebuah fenomena sedalam-
dalamnya. Penelitian ini tidak mengutamakan besarnya populasi, karena jika data
yang terkumpul sudah mendalam dan cukup menjelaskan fenomena yang diteliti,
maka tidak perlu mencari sampling yang lain.
Pendekatan kualitatif mmemiliki ciri khas penyajian datanya berbentuk narasi, cerita mendalam atau rinci dari responden hasil wawancara dan dokumentasi (Hamidi,2010 : 55)
Tipe penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah suatu bentuk penelitian yang ditujukan untuk
mendeskripsikan fenomena-fenomena yang ada, baik fenomena alamiah maupun
fenomena buatan manusia. Fenomena itu bisa berupa bentuk, aktivitas,
karakteristik, perubahan, hubungan, kesamaan, dan perbedaan antara fenomena
yang satu dengan fenomena lainnya. Tujuannya adalah untuk menggambarkan
pemanfaatan acara film animasi SpongeBob SquarPants oleh audien.
G.2. Subyek Penelitian
Subyek penelitian ini adalah anak-anak SD/MI didesa Bacem kecamatan
Ponggok kabupaten Blitar, pemilihan tersebut ditetapkan karena peneliti
beranggapan bahwa anak-anak didesa Bacem banyak yang menyukai acara film
animasi SpongeBob SquarPants, ditambah dari hasil mini riset peneliti berupa
observasi awal. Bahwasanya karakteristik desa Bacem yang masih merupakan
desa berkembang yang baru terkena arus perkembangan teknologi komunikasi,
31
seperti televisi yang menyuguhkan berbagai macam acara didalamnya seperti film
animasi yang banyak dikonsumsi oleh anak-anak didesa bacem.
Lincoln dan Guba (1985) mengemukakan bahwa : penentuan sampel dalam penelitian kualitatif sangat berbeda dengan penelitian kuantitatif. Penentuan sampel pada penelitian kualitatif tidak didasarkan penghitungan statistik. Sampel yang diperoleh berguna untuk mendapatkan informasi yang maksimum, bukan untuk digeneralisasikan. (Sugiyono,2008 : 394)
Penentuan sampling dilakukan dengan menggunakan purposive samplinng
yakni cara memilih sampel berdasarkan pada kelompok, wilayah atau sekelompok
individu melalui pertimbangan tertentu dari peneliti yang diyakini dapat mewakili
semua unit analisis yang ada. Pemilihan kelompok atau wilayah tertentu
dilakukan setelah peneliti melakukan pengamatan atau penjajakan di lokasi
penelitian. Adapaun kriteria yang dipilih oleh peneliti sebagai sampel adalah
sebagai berikut :
1. Anak-Anak SD/MI di desa Bacem Kecamatan Ponggok Kabupaten Blitar.
karena lingkungan sosial yang menunjang dan fasilitas multimedia yang
menunjang dalam pengembangan penelitian.
2. Anak-anak yang menyukai film animasi SpongeBob SquarPants. karena
mereka dianggap paling tahu tentang apa yang peneliti harapkan, sehingga
akan membantu dan memudahkan peneliti menjelajahi situasi sosial yang
diteliti.
3. Anak-anak yang berusia antara 9-12 Tahun. Karena berdasarkan
kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences) dijelaskan bahwasanya anak
pada usia 9-12 tahun mempunyai unsur kecerdasan yang disebut sebagai
kecerdasan visual-spasial yakni menunjukkan kemampuan seseorang
32
untuk memahami secara lebih mendalam hubungan antara objek dan ruang
dan Kemampuan membayangkan suatu bentuk nyata dan kemudian
memecahkan berbagai masalah, sehubungan dengan kemampuan ini
adalah hal yang menonjol pada jenis kecerdasan visual-spasial.
G.3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam
penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Teknik
pengumpulan data yang digunakan peneliti untuk memperoleh data yang sesuai
dengan pokok permasalahan adalah sebagai berikut :
1. Observasi (Observasi Partisipatif)
Dalam observasi ini, peneliti terlibat dalam kegiatan sehari-hari orang
yang diteliti atau yang sedang diamati. Sambil melakukan pengamatan, peneliti
ikut melakukan apa yang dikerjakan oleh sumber data, yaitu menonton film
animasi. Dengan observasi partisipan ini, maka data yang diperoleh akan lebih
lengkap, tajam, dan sampai mengetahui pada tingkat makna dari setiap perilaku
yang tampak.
Observasi ini dapat digolongkan menjadi empat : a. Partisipasi Pasif, jadi dalam hal ini peneliti datang ditempat kegiatan
orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut. b. Partisipasi moderat, dalam observasi ini terdapat keseimbangan antara
peneliti menjadi orang dalam dengan orang luar. Peneliti dalam mengumpulkan data ikut observasi partisipatif dalam beberapa kegiatan, tetapi tidak semuanya.
c. Partisipasi aktif, dalam observasi ini peneliti ikut melakukan apa yang dilakukan oleh nara sumber, tetapi belum sepenuhnya lengkap.
d. Partisipasi lengkap, dalam melakukan pengumpulan data, peneliti sudah terlibat sepenuhnya terhadap apa yang dilakukan sumber data. Jadi suasananya sudah natural, peneliti tidak terlihat melakukan penelitian.
33
Hal ini merupakan keterlibatan peneliti yang tertinggi terhadap aktivitas kehidupan yang diteliti. (Sugiyono,2008 : 405)
2. Wawancara Mendalam ( Depth Interview)
wawancara yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah
wawancara mendalam atau depth interview, di mana wawancara dilakukan secara
langsung dengan nara sumber/ informan. Wawancara dapat dilakukan secara
intensif agar data yang diperoleh dapat lebih berkualitas. Dalam teknik ini,
informan memiliki kebebasan untuk menjawab. Sehingga agar mendapatkan data
yang lengkap, mendalam, dan terbuka, peneliti harus melakukan wawancara
dengan situasi yang informal dan sangat penting untuk menjalin keakraban.
Wawancara merupakan metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh informasi langsung dari sumbernya (Kriyantono, 2006:98).
Menurut pendapat Denzin yang disadur oleh Kriyantono, memberikan
pertanyaan yang berbeda atas informan yang satu dengan yang lain adalah hal
yang memungkinkan. Namun, susunan kata dan urutan nya disesuaikan dengan
ciri-ciri setiap informan.
G.4. Teknik Analisa Data
Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan semenjak sebelum
memasuki lapangan. Peneliti memulai analisis semenjak ditemukan permasalahan
sampai penelitian berakhir. Nasution (1988) menyatakan analisis telah dimulai
sejak merumuskan dan menjelaskan masalah, sebelum terjun ke lapangan, dan
berlangsung terus sampai penulisan hasil akhir. Namun dalam penelitian ini
peneliti lebih memfokuskan analisis selama proses di lapangan bersamaan dengan
pengumpulan data.
34
“Melakukan analisis adalah pekerjaan yang sulit, memerlukan kerja keras. Analisis memerlukan daya kreatif serta kemampuan intelektual yang tinggi. Tidak ada cara tertentu yang dapat diikuti untuk mengadakan analisis, sehingga setiap peneliti harus mencari metode yang dirasakan cocok dengan sifat penelitianya. Bahan yang sama bisa diklasifikasikan lain oleh peneliti yang berbeda.” (Sugiyono,2008 : 427)
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan analisis data di lapangan
dengan model Miles and Huberman (dalam Sugiyono, 2008: 430) diantaranya
yaitu :
a. Data Reduction (Reduksi Data) Semakin lama peneliti berada di lapangan, maka semakin banyak pula data yang diperoleh.Maka diperlukan adanya pencatatan dan diperlukan segera adanya analisis data dengan reduksi data. Menurut Sugiyono mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Dalam mereduksi, peneliti dapat dibantu dengan menggunakan peralatan elektronik seperti computer dan dengan memberikan kode-kode pada aspek-aspek tertentu.
b. Data Display (penyajian data) Setelah peneliti mereduksi data, langkah selanjutnya yang ditempuh adalah mendisplay data. Peneliti akan menyajikan data dengan uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Miles dan Huberman, (dalam Sugiyono, 2008:249) menyatakan “the most frequent form of display data for qualitative research data in the past has been narrative text”.Yang paling sering digunakan untuk menyajikan data dalam penelitian kualitatif adalah teks yang bersifat naratif.Dengan menggunakan data display maka diharapkan peneliti akan diberi kemudahan untuk memahami apa yang terjadi, dan merencanakan kerja selanjutnya dengan melihat apa yang telah dipahami sebelumnya.
c. Conclusion Drawing/verification Langkah selanjutnya setelah mereduksi data dan penyajian data, langkah yang ketiga adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi. Kesimpulan pada penelitian kualitatif diharapkan dapat menjawab yang ada di rumusan masalah yang telah dirumuskan sejak awal ditambah dengan bukti-bukti atau data-data yang telah ada.
G.5. Teknik Keabsahan Data
Teknik keabsahan data digunakan dalam sebuah penelitian untuk
mengetahui ketepatan dan keabsahan data yang diperoleh melalui kecakapan
35
referensi. Adapun jenis teknik pemeriksaan keabsahan data yang digunakan dalam
penelitian ini adalah triangulasi.
Untuk pemeriksaan kesahan (validity) dan ketetapan (reliability) data, maka pengkaji menetapkan teknik penyetigaan (tringulasi). Kesahan data dalam penelitian kualitatif dimaksudkan adalah sejauh mana data yang dikumpulkan telah secara signifikan mencerminkan atau mewakili realitas atau gejala yang dikaji. Sedangkan ketetapan tersebut dengan tingkat konsistensi hasil dari penggunaan alat pengumpulan data (pawito, 2007:97).
Triangulasi dalam pengujian kredibilitas ini diartikan sebagai pengecekan
data dari berbagai sumber dengan berbagai cara. Dalam penelitian ini penelelti
menggunakan triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan
dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang
berbeda. Misalnya data diperoleh dengan wawancara, lalu dicek dengan observasi
atau dokumentasi. Bila dengan ketiga cara tersebut menghasilkan data yang
berbeda-beda, maka peneliti melakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data
yang bersangkutan atau yang lain, untuk memastikan data mana yang dianggap
benar. Atau mungkin semuanya benar, karena sudut pandangnya berbeda.