45
1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Setiap kota memiliki tingkat perkembangan yang berbeda dengan kota- kota lain di sekitarnya. Dilihat dalam konteks pengembangan wilayah, suatu kota akan selalu memiliki keterkaitan dengan kota lainnya. Semakin maju dan berkembang suatu kota, maka kota tersebut akan menjadi daya tarik bagi penduduk kota sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu pemicu munculnya kaum komuter terutama di kota-kota besar. Komuter adalah seseorang yang melakukan pergerakan sirkulasi harian melewati batas administrasi kota/ kabupaten dan kembali ke tempat asalnya pada hari itu juga. Perilaku komuter yang selalu melakukan perjalanan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap pengembangan wilayah, baik wilayah tempat tinggalnya maupun wilayah tujuannya. Pergerakan yang dilakukan umumnya berasal dari pinggiran kota menuju pusat kota atau dari satu kota ke kota lainnya. Fenomena komuter ini salah satunya terjadi kawasan Megapolitan Jabodetabek, di mana DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan dan pusat pertumbuhan bagi kawasan di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Semakin mahal dan terbatasnya lahan permukiman di Jakarta membuat penduduk yang mempunyai aktivitas di Jakarta lebih memilih tinggal di kota-kota sekitarnya. Mereka melakukan perjalanan setiap hari pergi dan pulang menuju dan dari tempat kegiatan. Kegiatan komuter di DKI Jakarta dapat berupa kegiatan untuk bekerja, sekolah/ kuliah, belanja, sosial, rekreasi, dan lain-lain. Kegiatan bekerja dan sekolah/ kuliah merupakan kegiatan yang bersifat rutin, sedangkan kegiatan belanja, sosial, dan rekreasi merupakan kegiatan yang bersifat tidak rutin/ fleksibel. Keberadaan kaum komuter bisa memberikan dampak positif bagi DKI Jakarta sebagai pusat tujuan para komuter dalam mengurangi kepadatan penduduk serta semakin berkembangnya kawasan di sekitarnya sebagai tempat tinggal para

BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap kota memiliki tingkat perkembangan yang berbeda dengan kota-

kota lain di sekitarnya. Dilihat dalam konteks pengembangan wilayah, suatu kota

akan selalu memiliki keterkaitan dengan kota lainnya. Semakin maju dan

berkembang suatu kota, maka kota tersebut akan menjadi daya tarik bagi

penduduk kota sekitarnya. Hal ini merupakan salah satu pemicu munculnya kaum

komuter terutama di kota-kota besar. Komuter adalah seseorang yang melakukan

pergerakan sirkulasi harian melewati batas administrasi kota/ kabupaten dan

kembali ke tempat asalnya pada hari itu juga. Perilaku komuter yang selalu

melakukan perjalanan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap

pengembangan wilayah, baik wilayah tempat tinggalnya maupun wilayah

tujuannya. Pergerakan yang dilakukan umumnya berasal dari pinggiran kota

menuju pusat kota atau dari satu kota ke kota lainnya.

Fenomena komuter ini salah satunya terjadi kawasan Megapolitan

Jabodetabek, di mana DKI Jakarta sebagai pusat kegiatan dan pusat pertumbuhan

bagi kawasan di sekitarnya seperti Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi.

Semakin mahal dan terbatasnya lahan permukiman di Jakarta membuat penduduk

yang mempunyai aktivitas di Jakarta lebih memilih tinggal di kota-kota

sekitarnya. Mereka melakukan perjalanan setiap hari pergi dan pulang menuju dan

dari tempat kegiatan. Kegiatan komuter di DKI Jakarta dapat berupa kegiatan

untuk bekerja, sekolah/ kuliah, belanja, sosial, rekreasi, dan lain-lain. Kegiatan

bekerja dan sekolah/ kuliah merupakan kegiatan yang bersifat rutin, sedangkan

kegiatan belanja, sosial, dan rekreasi merupakan kegiatan yang bersifat tidak

rutin/ fleksibel.

Keberadaan kaum komuter bisa memberikan dampak positif bagi DKI

Jakarta sebagai pusat tujuan para komuter dalam mengurangi kepadatan penduduk

serta semakin berkembangnya kawasan di sekitarnya sebagai tempat tinggal para

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

2

komuter. Pergerakan penduduk di Kawasan Jabodetabek selain memiliki dampak

ekonomi, juga memiliki dampak sosial baik bagi daerah tujuan maupun bagi

daerah asal komuter. Namun demikian, dampak negatif yang ditimbulkan oleh

fenomena komuter ini tidak sedikit. Jumlah komuter yang semakin meningkat

akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi untuk mengakomodasi

kebutuhan para komuter. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan pada

konsumsi energi serta peningkatan kemacetan lalu lintas yang akan berimplikasi

pada menurunnya kualitas lingkungan.

Berdasarkan hasil Survei Komuter Jabodetabek yang dilakukan oleh

Badan Pusat Statistik tahun 2014, terdapat sebanyak 1,38 juta komuter Bodetabek

(Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang melakukan kegiatan di DKI Jakarta.

Tabel 1.1 menunjukkan persentase arus komuter Jabodetabek di DKI Jakarta pada

tahun 2014. Berdasarkan tabel tersebut, dapat dilihat bahwa arus komuter

Bodetabek yang masuk ke DKI Jakarta paling tinggi berasal dari Kota Bekasi

yaitu sebesar 14,80%, diikuti oleh komuter yang berasal dari Kota Depok sebesar

11,69%, dan komuter yang berasal dari Kota Tangerang sebesar 8,68%.

Tempat Tinggal

Lokasi Kegiatan

Jakarta

Selatan

Jakarta

Timur

Jakarta

Pusat

Jakarta

Barat

Jakarta

Utara

DKI

Jakarta

Jakarta Selatan

2,02% 4,10% 1,64% 0,85% 8,60%

Jakarta Timur 4,66%

4,07% 1,42% 2,92% 13,07%

Jakarta Pusat 1,60% 0,72%

1,49% 1,05% 4,89%

Jakarta Barat 2,32% 0,40% 4,06%

3,66% 10,43%

Jakarta Utara 0,76% 1,00% 2,77% 1,59%

6,11%

Kab. Bogor 1,84% 0,84% 1,98% 0,72% 0,27% 5,64%

Kota Bogor 0,30% 0,24% 0,34% 0,22% 4,00% 1,15%

Depok 6,47% 2,05% 2,07% 0,63% 0,47% 11,69%

Kab. Bekasi 0,14% 2,60% 0,84% 0,32% 0,91% 4,81%

Kota Bekasi 2,94% 6,35% 3,04% 0,96% 1,51% 14,80%

Kab. Tangerang 0,32% 0,10% 0,49% 1,06% 0,20% 2,17%

Kota Tangerang 2,29% 0,15% 1,42% 3,70% 0,39% 7,95%

Kota Tangerang

Selatan 5,36% 0,29% 1,65% 1,14% 0,24% 8,68%

Tabel 1.1 Persentase Arus Komuter Jabodetabek di dalam DKI Jakarta Tahun 2014

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2015

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

3

Tabel 1.1 juga memperlihatkan distribusi lokasi tujuan para komuter di

DKI Jakarta. Komuter Depok sebagian besar melakukan kegiatan komuter di

Jakarta Selatan (6,47 persen), komuter Kota Bekasi sebagian besar melakukan

kegiatan komuting di Jakarta Timur (6,35 persen), komuter Kabupaten Tangerang

sebagian besar melakukan kegiatan komuter di Jakarta Barat (1,06 persen), dan

komuter Kota Tangerang Selatan sebagian besar melakukan kegiatan komuter di

Jakarta Selatan (5,36 persen). Hal ini sesuai dengan hukum perilaku mobilitas

penduduk (Ravenstein) yang mengatakan bahwa para migran akan memilih lokasi

terdekat sebagai tempat tujuan beraktivitas utama. Tempat aktivitas utama sehari-

hari juga menjadi salah satu indikator pemilihan tempat tinggal para pelaku

komuter (BPS, 2015).

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa saat ini dalam melakukan

pergerakannya, para komuter Bodetabek sebagian besar masih menggunakan

moda transportasi kendaraan pribadi seperti motor dan mobil dibanding dengan

kendaraan umum. Hasil survei Badan Pusat Statistik menyatakan bahwa sebagian

besar kendaraan pribadi yang digunakan komuter untuk pergi (58%) dan pulang

(56%) berupa sepeda motor. Sedangkan, penggunaan moda transportasi umum

komuter Jabodetabek yang berupa kendaraan umum, kereta, Transjakarta/APTB,

atau kendaraan jemputan hanya sekitar 23-30% baik untuk pergi dan pulang (BPS,

2015). Hal tersebut menjadi salah satu pemicu terjadinya kemacetan di kawasan

Jabodetabek terutama di koridor-koridor perbatasan Bodetabek dengan DKI

Jakarta.

Keterkaitan antara wilayah dan penduduk di Jabodetabek memerlukan

penanganan yang menyeluruh dan terintegrasi, tidak lagi secara terpisah

mengingat kawasan Jabodetabek memiliki administrasi yang berbeda. Dengan

ditetapkannya Kawasan Jabodetabek sebagai kawasan strategis nasional menurut

UU No. 26 Tahun 2008, maka diperlukan perencanaan yang terpadu dan

komprehensif dari segala aspek pembangunannya, termasuk perencanaan

pengembangan sistem transportasi yang terintegrasi dan berkelanjutan.

Pengembangan sistem transportasi di Kawasan Jabodetabek secara umum telah

diatur dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun 2008

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

4

tentang penataan Ruang Kawasan Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi,

Puncak, Cianjur. Sementara itu rencana pengembangan sistem transportasi di

Kawasan Jabodetabek yang lebih detail telah diatur dalam Peraturan Menteri

Perhubungan No. 54 Tahun 2013 tentang Rencana Umum Jaringan Angkutan

Massal Kawasan Perkotaan Jabodetabek. Berdasarkan kedua dokumen tersebut,

arah pengembangan sistem transportasi di Kawasan Jabodetabek lebih ditekankan

pada sistem pengembangan transportasi massal dan mampu menampung

penumpang dalam jumlah banyak. Sedangkan arah pengembangan sistem

transportasi massal sebagai sarana pergerakan komuter diprioritaskan dengan

peningkatan pemanfaatan jaringan jalur kereta api di Kawasan Jabodetabek.

Moda transportasi berbasis jalan rel (kereta api) merupakan moda yang

ideal untuk diterapkan di kota-kota besar seperti di Jabodetabek. Kereta api dinilai

dapat berperan sebagai moda transportasi strategis yang mampu mengurangi

kemacetan di perkotaan. Menurut Munawar (2005), kereta api memiliki beberapa

keunggulan, antara lain: mampu mengangkut penumpang dalam kapasitas yang

tinggi, lebih efisien terhadap waktu perjalanan, memiliki resiko kecelakaan lebih

rendah, hemat ruang dan energi, dan tidak polutif. Dengan keunggulan-

keunggulan yang dimiliki tersebut, maka kereta api dapat dijadikan sebagai salah

satu solusi transportasi perkotaan dan sangat potensial untuk dikembangkan

sebagai sistem transportasi masa depan yang efektif, efisien, dan berkelanjutan.

KRL Commuter Line Jabodetabek merupakan satu-satunya moda

transportasi berbasis rel yang beroperasi untuk mengakomodasi kebutuhan

transportasi di Kawasan Jabodetabek. KRL Commuter Line dikelola oleh PT KAI

Commuter Jabodetabek (PT KCJ) yang merupakan anak perusahaan dari PT

Kereta Api (Persero). KRL Commuter Line kini menjadi moda transportasi

andalan bagi sebagian komuter di Kawasan Jabodetabek dan saat ini mampu

melayani lima rute koridor utama (Jakarta-Bogor, PP; Jakarta-Tanahabang, PP;

Jakarta-Bekasi, PP; Jakarta-Tangerang, PP; dan Jakarta-Serpong, PP). Untuk

memenuhi kebutuhan permintaan transportasi terutama bagi para komuter, PT

KCJ telah membeli lebih dari 664 unit KRL sejak tahun 2008-2014 dan akan terus

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

5

bertambah. Peningkatan terhadap kuantitas maupun kualitas KRL terus dilakukan

seiring dengan terus meningkatnya jumlah penumpang KRL dari tahun ke tahun.

Moda transportasi KRL Commuter Line kini semakin populer bagi para

komuter Jabodetabek dengan jumlah penumpang per hari mencapai 500 ribu

penumpang. Dari tahun 2007 hingga tahun 2014, volume penumpang terus

mengalami peningkatan. Peningkatan jumlah penumpang tertinggi terjadi pada

tahun 2013 dan 2014 ketika mulai diberlakukannya penerapan tarif progresif. PT

KCJ menargetkan jumlah penumpang KRL meningkat menjadi 1,2 juta

penumpang per hari pada tahun 2019. Hal tersebut sejalan dengan target

pemerintah dalam usahanya meningkatkan penggunaan angkutan umum oleh

masyarakat di Kawasan Jabodetabek.

Menurut data yang dikeluarkan dari PT KCJ (2013), jumlah penumpang

KRL Commuter Line terbanyak terdapat pada lintas Bogor yang diikuti oleh lintas

Manggarai-Jakarta Kota. Jumlah penumpang dari yang tertinggi sampai terendah

setelah lintas Manggarai-Jakarta Kota adalah lintas Loop, Serpong, Bekasi, dan

Tangerang. Jumlah tersebut tidak sebanding dengan data jumlah komuter

Bodetabek secara keseluruhan (data BPS) yang sehari-harinya memiliki kegiatan

di Jakarta dilihat dari lokasi asal para komuter. Hal tersebut menunjukkan bahwa

komuter dari Bekasi dengan persentase komuter tertinggi di Jabodetabek tidak

mendominasi dalam memanfaatkan moda transportasi KRL Commuter Line.

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi seseorang dalam

menggunakan moda transportasi tertentu, dalam hal ini moda transportasi yang

digunakan oleh komuter. Faktor-faktor tersebut dapat terdiri dari karakteristik

komuter (termasuk karakteristik sosial ekonomi komuter), karakteristik

pergerakan komuter, dan karakteristik moda transportasi yang tersedia.

Karakteristik komuter sebagai pelaku perjalanan berpengaruh dalam

menggunakan moda transportasi tertentu, seperti status sosial ekonomi yang

dimiliki seseorang. Selain itu, karakteristik pergerakan seperti lokasi tujuan

pergerakan, maksud pergerakan dan waktu pergerakan juga mempengaruhi

seseorang dalam memilih moda transportasi apa yang akan digunakan, apakah

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

6

lebih memilih menggunakan moda transportasi umum atau moda transportasi

pribadi.

Selain faktor karakteristik komuter dan karakteristik pergerakan komuter,

yang tidak kalah penting untuk dipertimbangkan oleh komuter dalam

menggunakan moda transportasi tertentu adalah dari karakteristik fasilitas moda

transportasi. Kualitas pelayanan yang diberikan terutama untuk moda transportasi

umum perlu ditingkatkan sehingga mampu menarik minat para komuter. Kualitas

pelayanan moda transportasi dapat dinilai dari beberapa aspek seperti aspek

keselamatan, kenyamanan, kehandalan, kecepatan, kemudahan pelayanan, dan

lain-lain.

Penelitian ini secara khusus mengkaji mengenai pemanfaatan moda

transportasi KRL Commuter Line oleh komuter Bekasi-Jakarta, yang merupakan

jumlah komuter tertinggi di kawasan Jabodetabek. Analisis dilakukan terhadap

komuter Bekasi-Jakarta sebagai pengguna jasa KRL Commuter Line. Dalam

penelitian ini, penulis lebih melihat dari sisi permintaan (kebutuhan komuter)

karena dinilai lebih berpengaruh terhadap tingkat penggunaan KRL Commuter

Line. Dengan mengetahui karakteristik faktor-faktor yang mempengaruhi komuter

dalam menggunakan moda KRL Commuter Line, maka dapat dijadikan sebagai

acuan dalam peningkatan pengembangan moda transportasi umum kedepannya

maupun sebagai dasar pengambilan kebijakan untuk peningkatan pelayanan yang

lebih baik. Penilaian kualitas pelayanan KRL Commuter Line oleh komuter secara

khusus dapat dijadikan acuan bagi PT KCJ untuk meningkatkan pelayanan di

masa yang akan datang. Sedangkan dalam lingkup yang lebih luas dapat dijadikan

sebagai dasar dalam pengambilan kebijakan di tingkat pemerintah daerah dan

pihak-pihak yang memiliki kepentingan dalam pengembangan sistem transportasi

di Jabodetabek.

1.2 Perumusan Masalah

Fenomena komuter di Jabodetabek menjadi perhatian tersendiri sebagai

penyebab permasalahan transportasi yang kerap kali menimbulkan kemacetan

terutama pada jam-jam sibuk pagi dan sore hari baik di dalam Wilayah DKI

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

7

Jakarta maupun di perbatasan Bodetabek dengan Jakarta. Kota Bekasi sebagai

salah satu kota satelit di Kawasan Jabodetabek, sedang mengalami perkembangan

yang pesat baik dari aspek pembangunan maupun jumlah penduduknya. Hal ini

memicu peningkatan interaksi dengan DKI Jakarta sebagai pusat pertumbuhan

sehingga Kota Bekasi menjadi penyumbang komuter terbesar di DKI Jakarta

dibandingkan daerah lainnya. Penyediaan sarana dan prasarana transportasi yang

memadai serta mampu mengakomodasi kebutuhan komuter menjadi bagian yang

harus dipenuhi. Kota Bekasi memiliki berbagai jenis pilihan moda transportasi

umum yang dapat dimanfaatkan oleh komuter dalam melakukan pergerakan,

seperti bus, koasi, organda, KRL Commuter Line, dan lain-lain. Di antara berbagai

jenis angkutan umum tersebut, KRL Commuter Line memiliki nilai strategis yang

lebih dibandingkan dengan moda transportasi umum lainnya karena merupakan

moda transportasi berbasis jalan rel yang unggul baik dari segi efisiensi waktu

maupun biaya.

Namun pengguna KRL Commuter Line khususnya yang berasal dari Kota

Bekasi masih belum mendominasi dibandingkan dengan rute lainnya di kawasan

Jabodetabek. Sebagian besar komuter masih memanfaatkan moda transportasi

berbasis jalan yang dapat dilihat dari masih seringnya terjadi kemacetan di

perbatasan Bekasi-Jakarta. KRL Commuter Line merupakan moda transportasi

umum yang kurang fleksibel dibandingkan dengan moda transportasi umum

lainnya yang mudah ditemui di jalan raya dan dapat ditemui kapan saja. KRL

Commuter Line hanya dapat diakses di stasiun-stasiun pemberhentian kereta dan

memerlukan sarana transportasi perantara untuk menjangkaunya. Sejauh mana

para komuter memiliki preferensi untuk memilih menggunakan KRL Commuter

Line dibandingkan moda transportasi umum lainnya sebagai sarana pergerakan

dipengaruhi oleh karakteristik tertentu baik dari sisi karakteristik pengguna

maupun persepsi pengguna terhadap karakteristik sarana moda transportasi

tersebut.

Permasalahan tersebut dapat dilihat lebih jauh dengan mengetahui potensi

komuter pengguna KRL Commuter Line yang dilihat dari sisi karakteristik

komuter, karakteristik pergerakan, serta seperti apa penilaian kualitas pelayanan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

8

yang diberikan oleh KRL Commuter Line berdasarkan persepsi komuter. Hingga

pada akhirnya dapat ditemukan strategi-strategi pengembangan khususnya untuk

meningkatkan minat masyarakat komuter dalam menggunakan moda transportasi

KRL Commuter Line. Kerja sama antara PT KCJ dan pemerintah untuk

pengembangan KRL Commuter Line diperlukan untuk meningkatkan fungsi

sistem transportasi massal yang lebih efektif dan efisien. Berdasarkan hal tersebut,

maka disusunlah pertanyaan pokok penelitian sebagai berikut:

1. Seperti apa karakteristik komuter Bekasi-Jakarta pengguna KRL Commuter

Line?

2. Seperti apa karakteristik pergerakan komuter Bekasi-Jakarta pengguna KRL

Commuter Line?

3. Seperti apa penilaian komuter Bekasi-Jakarta terhadap kualitas pelayanan

KRL Commuter Line berdasarkan persepsi mereka?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan pertanyaan tersebut, maka beberapa

tujuan yang akan dicapai dalam penelitian ini adalah:

1. Mendeskripsikan karakteristik komuter Bekasi-Jakarta pengguna moda KRL

Commuter Line.

2. Mendeskripsikan karakteristik pergerakan komuter Bekasi-Jakarta pengguna

moda KRL Commuter Line.

3. Menilai kualitas pelayanan moda KRL Commuter Line berdasarkan persepsi

komuter Bekasi-Jakarta.

1.4 Kegunaan Penelitian

Penelitian ini diharapkan mampu memberikan manfaat untuk semua pihak

yang memiliki kepentingan dalam bidang transportasi terutama transportasi

massal di kota-kota besar. Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini antara lain:

1. Memberikan manfaat dalam bidang praktis empiris, yaitu sebagai informasi

yang dapat digunakan bagi pengambil kebijakan dalam bidang transportasi

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

9

khususnya dalam pengembangan KRL Commuter Line di Jabodetabek baik

bagi Pemerintah Daerah maupun bagi PT KAI Commuter Jabodetabek.

2. Memberikan manfaat akademis, yaitu dapat digunakan untuk memberikan

sumbangan informasi bagi penelitian sejenis.

1.5 Pertanyaan Penelitian

Berdasarkan tujuan penelitian yang telah disusun berdasarkan rumusan

masalah yang ada, maka secara lebih detail terdapat beberapa pertanyaan

penelitian yang muncul untuk membantu menjawab tujuan penelitian seperti yang

tertera pada Tabel 1.2 berikut ini.

No Tujuan Pertanyaan Penelitian

1 Mendeskripsikan

karakteristik komuter

Bekasi-Jakarta pengguna

moda KRL Commuter

Line.

1. Seperti apa karakteristik komuter Bekasi

pengguna KRL Commuter Line?

2. Seperti apa keterkaitan antara karakteristik

sosial ekonomi komuter dengan frekuensi

penggunaan KRL Commuter Line?

2 Mendeskripsikan

karakteristik pergerakan

komuter Bekasi-Jakarta

pengguna moda KRL

Commuter Line

Seperti apa karakteristik pergerakan komuter Bekasi

pengguna KRL Commuter Line?

3 Mengetahui penilaian

kualitas pelayanan moda

KRL Commuter Line oleh

komuter Bekasi-Jakarta

1. Seperti apa penilaian komuter terhadap kualitas

pelayanan KRL Commuter Line berdasarkan

dimensi tangibles, reliability, responsiveness,

assurance, dan emphaty?

2. Seperti apa perbedaan penilaian kualitas

pelayanan KRL Commuter Line dilihat dari

stasiun asal komuter (Stasiun Bekasi, Kranji,

dan Cakung)?

Tabel 1.2 Pertanyaan Penelitian

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

10

1.6 Tinjauan Pustaka

1.6.1 Geografi

1.6.1.1 Pendekatan Geografi

Geografi merupakan ilmu pengetahuan yang mendeskripsikan,

menerangkan sifat bumi, menganalisa gejala-gejala alam dan penduduk, serta

mempelajari corak yang khas mengenai kehidupan dan berusaha mencari fungsi

unsur-unsur bumi dalam ruang dan waktu. Geografi mempelajari hubungan kausal

gejala-gejala di muka bumi dan peristiwa-peristiwa yang terjadi di muka bumi

baik yang fisikal maupun yang menyangkut makhluk hidup beserta

permasalahannya (Bintarto, 1991). Sedangkan menurut Banawati (2013), geografi

merupakan studi yang mempelajari fenomena alam dan manusia, serta keterkaitan

hubungan keduanya yang menghasilkan variasi keruangan khas di permukaan

bumi.

Penelitian dalam bidang kajian geografi memiliki ciri khas dengan

menggunakan pendekatan geografi yang membedakan dengan bidang kajian

lainnya di luar geografi. Dalam ilmu geografi dikenal tiga pendekatan utama,

yaitu pendekatan keruangan (spatial approach), pendekatan lingkungan

(ecological approach), dan pendekatan kompleks wilayah (regional complex

approach). Pendekatan keruangan merupakan cara pandang atau kerangka analisis

yang menitikberatkan pada eksistensi ruang. Pendekatan kelingkungan lebih

menekankan pada interaksi yang terjadi antara organisme hidup dengan

lingkungannya, serta menganalisa suatu gejala atau suatu masalah dengan

menerapkan prinsip-prinsip dan konsep ekologi. Sedangkan pendekatan kompleks

wilayah merupakan kombinasi antara pendekatan keruangan dan pendekatan

kelingkungan yang dianalisis secara terintegrasi.

Pendekatan geografi yang diterapkan dalam penelitian ini adalah

pendekatan keruangan. Secara lebih jauh hal ini dikaitkan dengan analisis

terhadap dua daerah yang saling berinteraksi. Interaksi dapat diartikan sebagai

suatu proses yang saling memengaruhi antar dua hal. Interaksi keruangan dapat

dikaitkan dengan pengertian adanya proses saling memengaruhi antar ruang yang

bersangkutan. Menurut Ullman (1957, dalam Saputri, 2014), terdapat tiga syarat

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

11

terjadinya interaksi keruangan, yaitu: (1) complementarity atau ketergantungan

karena adanya perbedaan demand dan supply antar daerah, (2) intervening

opportunity atau tingkat peluang dan daya tarik untuk dipilih menjadi daerah

tujuan perjalanan, dan (3) transferability atau tingkat peluang untuk diangkut atau

dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain yang dipengaruhi oleh jarak yang

dapat dicerminkan dengan ukuran waktu atau biaya.

Adanya perbedaan sumberdaya yang ada pada suatu daerah dengan daerah

lainnya mampu mendorong penduduk pada daerah tersebut melakukan mobilitas.

Interaksi yang terjadi antara dua kota, misalnya antara kota pusat dengan kota

satelit memunculkan terjadinya migrasi ulang alik atau kegiatan komuting.

Kebutuhan penduduk kota satelit terhadap kota inti biasanya berupa kebutuhan

lapangan pekerjaan atau pendidikan. Antara kota inti dengan kota satelit memiliki

hubungan yang saling mempengaruhi keduanya sehingga sarana dan prasarana

transportasi yang memadai merupakan bagian penting yang harus dipenuhi untuk

memperlancar mobilitas penduduk. Perilaku mobilitas tidak hanya terjadi oleh

manusia saja, tetapi juga mobilitas terhadap barang dan jasa. Oleh karena itu,

adanya interaksi antar daerah mampu mendorong perkembangan kedua daerah

tersebut dan mengurangi kesenjangan antar daerah.

1.6.1.2 Geografi Transportasi

Transportasi merupakan kegiatan mengangkut atau memindahkan muatan

baik barang ataupun orang dari suatu tempat ke tempat lain atau dari tempat asal

ke tempat tujuan. Transportasi memiliki peranan yang penting sebagai sarana

penghubung, mendekatkan, serta menjembatani pihak-pihak yang membutuhkan.

Jasa transportasi dapat dimanfaatkan baik dalam lingkup lokal, regional, nasional,

maupun internasional. Transportasi memiliki lingkup yang sangat luas, bersifat

multisektoral dan multidisiplin. Sifat multisektoral menunjukkan bahwa

transportasi berfungsi untuk menunjang pengembangan kegiatan sektor-sektor

lain seperti sektor pendidikan, perdagangan, industri, kesehatan, dan lain-lain.

Sedangkan bersifat multidisiplin berarti disiplin transportasi dapat berkaitan

dengan disiplin-disiplin lain seperti disiplin pengembangan wilayah,

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

12

pengembangan perkotaan, pengembangan perdesaan, dan lain-lain (Adisasmita,

2011).

Geografi transportasi merupakan cabang dari ilmu geografi yang melihat

pada aspek manusia, aspek fisik, maupun aspek sosial ekonomi tertentu yang

berkaitan dengan sistem transportasi tertentu. Kajian dari geografi transportasi

terfokus pada interelasi, interaksi, dan integrasi dari aspek alam dan manusia

dalam suatu ruang tertentu di atas permukaan bumi. Dilihat dari sudut pandang

geografi, transportasi memiliki peran untuk menguhubungkan manusia untuk

berpindah dari suatu tempat ke tempat lain, berperan untuk meningkatkan kondisi

perekonomian di suatu wilayah, berpengaruh terhadap terbentuknya sistem

permukiman, dan juga berpengaruh terhadap tata ruang kota dan wilayah karena

berperan sebagai pembentuk struktur ruang.

Transportasi pada dasarnya mempermudah untuk komunikasi dan

mendorong terjadinya mobilitas penduduk. Keberadaan fasilitas sarana dan

prasarana transportasi di suatu wilayah sangat mempengaruhi interaksi antar

wilayah. Tersedianya sistem transportasi yang memadai di suatu wilayah dapat

mendorong terjadinya peningkatan pergerakan penduduk antar wilayah sehingga

interaksi antar kedua wilayah tersebut semakin kuat. Oleh karena itu, transportasi

sangat penting peranannya dalam menunjang proses perkembangan wilayah.

Keberagaman kondisi geografis di wilayah-wilayah tertentu membutuhkan

perencanaan sistem transportasi yang efektif dan optimal untuk digunakan oleh

masyarakat secara terpadu. Transportasi juga berfungsi untuk menghubungkan

antara tata guna lahan yang berbeda sehingga terjadilah interaksi dan interelasi

antar tata guna lahan tersebut (Saputri, 2014).

1.6.2 Bangkitan dan Tarikan Pergerakan

Bangkitan pergerakan adalah banyaknya pergerakan yang ditimbulkan

oleh suatu zona atau suatu daerah. Jumlah pergerakan tergantung pada kegiatan

kota, karena penyebab dari adanya pergerakan adalah kebutuhan manusia untuk

melakukan kegiatan dan mengangkut barang kebutuhannya (Warpani, 1990).

Setiap pergerakan pasti mempunyai asal, yaitu zona atau daerah yang

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

13

menghasilkan pergerakan, dan tujuan, yaitu zona atau daerah yang menarik pelaku

pergerakan. Tarikan adalah perkiraan jumlah pergerakan yang tertarik ke suatu

tata guna lahan atau zona (Tamin, 1997).

Secara sederhana dalam suatu pergerakan pada umumnya diawali dari

tempat tinggal dan diakhiri di tempat tujuan. Jadi, terdapat dua pembangkit

pergerakan, yaitu pergerakan berbasis rumah yang mempunyai tempat asal

dan/atau tujuan adalah rumah; dan pergerakan yang dibangkitkan oleh pergerakan

berbasis bukan rumah (Tamin, 2000).

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya bangkitan pergerakan antara

lain pendapatan, kepemilikan kendaraan, struktur dan ukuran rumah tangga, nilai

lahan, kepadatan daerah permukiman, dan aksesibilitas. Sedangkan zona penarik

menurut Black (1978, dalam Tamin, 1997) dapat terdiri dari zona pendidikan,

perkantoran, perdagangan, industri, dan permukiman.

1.6.3 Pergerakan Penduduk dan Komuter

1.6.3.1 Pergerakan Penduduk

Pergerakan terbentuk akibat adanya aktivitas yang dilakukan bukan di

tempat tinggalnya. Artinya keterkaitan antar wilayah ruang sangatlah berperan

dalam menciptakan perjalanan dan pola sebaran tata guna lahan sangat

mempengaruhi pola perjalanan orang (Tamin, 1997). Adisasmita (2008, dalam

Abdillah, 2014) mengemukakan beberapa alasan seseorang melakukan perjalanan:

1) perbedaan sumber daya antar wilayah, 2) kelangsungan dan tingkat

kemakmuran tergantung pada kekhususan produksi, 3) mengembangkan

spesialisasi, 4) transportasi melayani keperluan politik dan militer, 5) memperluas

hubungan sosial, 6) memperluas peluang budaya, dan 7) melakukan kehidupan

dan bekerja pada masing-masing daerah yang terpisah satu sama lainnya.

Beberapa para ahli telah membagi tipe dan tujuan seseorang melakukan

perjalanan dengan berbagai pendapat. Barber (1995, dalam Abdillah 2014)

membagi jenis perjalanan menjadi tujuh tipe, yaitu perjalanan untuk bekerja,

belanja, sosial, rekreasi, ke sekolah, bisnis, dan ke rumah. Sedangkan Putra (2007,

dalam Abdillah 2014) mengklasifikasikan tipe perjalanan menjadi enam jenis,

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

14

yaitu tujuan perjalanan untuk bekerja, berbelanja, sosial, pendidikan, bisnis, dan

perjalanan mennuju rumah. Selanjutnya Ortuzer dan Willumsen (1994, dalam

Abdillah 2014) membagi tujuan pergerakan menjadi lima jenis, yaitu pergerakan

untuk bekerja, pergerakan untuk pendidikan, pergerakan untuk belanja,

pergerakan untuk tujuan sosial dan rekreasi, dan pergerakan untuk tujuan lainnya.

Menurut Tamin (2000), motif ekonomi merupakan salah satu penyebab

pergerakan penduduk karena tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi di

perkotaan akan menarik minat sebagian orang untuk mencari pekerjaan. Putra

(2007, dalam Abdillah 2014) menyatakan bahwa transportasi sangat berkaitan erat

dengan kegiatan penduduk yang ada dalam suatu kota. Aktivitas seperti belanja,

bisnis, bekerja, sekolah, dan rekreasi menjadi sebagai kesatuan permintaan

kegiatan. Kesatuan tersebut menjadi bagian dalam kesatuan kegiatan perkotaan,

dimana baik rumah tangga maupun penduduk secara individu memiliki

permintaan yang semuanya bergantung pada karakter sosial ekonomi masing-

masing.

Istilah lain yang digunakan dalam menyebutkan pergerakan penduduk

adalah mobilitas penduduk. Mobilitas penduduk merupakan pergerakan penduduk

dari satu daerah ke daerah lain, baik dalam jangka waktu yang lama atau menetap

seperti mobilitas ulang-alik dan migrasi. Mantra (2000) membagi mobilitas

penduduk yang secara garis besar terdiri dari dua jenis, yaitu mobilitas vertikal

dan mobilitas horisontal. Pengertian masing-masing jenis mobilitas tersebut

adalah:

1. Mobilitas vertikal. Mobilitas vertikal merupakan jenis pergerakan penduduk

yang berhubungan dengan melakukan usaha perubahan status sosial. Sebagai

contoh, seseorang yang beralih profesi pekerjaan yang lebih baik dengan

tujuan meningkatkan pendapatan ekonomi dan kehidupan sosialnya.

2. Mobilitas horizontal. Mobilitas horizontal berkaitan dengan mobilitas

penduduk secara geografis, yaitu pergerakan penduduk yang melintas batas

wilayah tertentu ke wilayah lain dalam periode waktu tertentu. Penggunaan

batas wilayah dan waktu sebagai indikator mobilitas penduduk horizontal ini

didasarkan pada paradigma ilmu geografi yang berdasarkan konsepnya atas

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

15

wilayah dan waktu (space and time). Mobilitas horizontal dibagi menjadi dua,

yaitu mobilitas permanen (non sirkuler) dan mobilitas non permanen

(sirkuler).

Mobilitas non sirkuler atau migrasi merupakan pergerakan atau

perpindahan penduduk dari suatu wilayah ke wilayah lain dengan maksud untuk

menetap di wilayah tujuan. Mobilitas non sirkuler dapat berupa migrasi

internasional dan migrasi dalam negeri. Sedangkan mobilitas sirkuler adalah

pergerakan penduduk dari suatu wilayah menuju wilayah lain dengan maksud

tidak menetap di wilayah tujuan.

Faktor penyebab terjadinya mobilitas non permanen (sirkuler) bermacam-

macam, antara lain faktor sentrifugal dan faktor sentripetal, perbaikan sarana

transportasi, dan kesempatan kerja di sektor informal lebih besar daripada di

sektor formal. Kekuatan sentripetal akan mengikat penduduk untuk tetap tinggal

di daerahnya. Sedangkan dorongan untuk melaksanakan mobilitas sirkuler bagi

para penglaju dipengaruhi juga oleh perbaikan sarana transportasi yang

menghubungkan suatu wilayah dengan wilayah lainnya, misalnya antara kota

induk dengan kota yang berada di sekitarnya.

Menurut Naim (1979), mobilitas sirkuler merupakan mekanisme yang

mengatur keseimbangan ekuilibrium antara kemampuan daya dukung ekologis

dari daerahnya dan perkembangan penduduk, dalam arti di daerah-daerah yang

berpenduduk padat dan kemampuan daya dukung tanah terbatas maka di sana

tingkat dan intensitas migrasi sirkuler tinggi dan begitu juga sebaliknya.

1.6.3.2 Komuter

Komuter (berasal dari bahasa Inggris commuter; dalam bahasa Indonesia

juga disebut penglaju) adalah seseorang yang berpergian ke suatu kota untuk

bekerja dan kembali ke kota tempat tinggalnya setiap hari, biasanya dari tempat

tinggal yang cukup jauh dari tempat bekerjanya. Sedangkan menurut BPS (2015),

komuter adalah seseorang yang melakukan suatu kegiatan bekerja/ sekolah/

kursus di luar kabupaten/ kota tempat tinggal dan secara rutin pergi dan pulang

(PP) ke tempat tinggal pada hari yang sama. Perilaku komuter ini tergolong dalam

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

16

mobilitas penduduk horisontal/ geografis non permanen/ mobilitas sirkuler yang

melintas batas wilayah tertentu dalam periode waktu tertentu (Mantra, 2000).

Menurut Tamin (2000), terdapat tiga kelompok yang menyebabkan

urbanisasi dan permasalahan terhadap transportasi perkotaan, yaitu:

a. Orang yang mampu membeli tanah di dalam kota dan bekerja di dalam kota.

b. Orang yang bekerja di dalam kota/ pusat kota, tetapi tinggal di pinggiran kota

serta mampu membayar biaya transportasi.

c. Orang yang tidak mampu membeli tanah di dalam kota dan tidak mempunyai

kemampuan untuk membayar biaya transportasi.

Kelompok pertama (a) merupakan kelompok yang tidak akan menyebabkan

permasalahan yang berarti dalam hal mobilitas dan aksesibilitas karena jarak

antara tempat tinggal dan tempat bekerja yang cukup dekat. Kelompok kedua (b)

merupakan kelompok dengan presentase yang keberadaannya tertinggi di antara

ketiga kelompok tersebut. Kelompok ini juga merupakan yang paling berbahaya

karena berpotensi untuk menimbulkan masalah transportasi (Tamin, 2000).

Permasalahan tersebut terjadi setiap hari, yaitu pada jam sibuk pagi dan sore hari.

Pada jam sibuk pagi hari terjadi proses pergerakan dengan volume tinggi,

bergerak ke dalam kota dari pinggiran kota untuk bekerja. Pada sore hari terjadi

hal yang sebaliknya, karena semua orang kembali ke rumahnya masing-masing.

Kelompok komuter/ penglaju tersebut biasanya memilih untuk bertempat

tinggal pada daerah belakang (hinterland) yang berada di sekitar kota induknya.

Kebanyakan dari mereka memiliki pekerjaan di kota induk sehingga sehari-

harinya mereka menjadi penglaju/ komuter dan melakukan pergerakan ulang-alik

setiap harinya (Tamin, 2000).

Perilaku komuter ini juga digolongkan dalam jenis migrasi. Migrasi

merupakan perpindahan penduduk antar daerah dengan melintasi batas

administrasi tertentu, baik untuk tinggal sementara atau menetap. Ada dua

dimensi penting dalam migrasi ini, yaitu dimensi waktu dan dimensi daerah.

Untuk dimensi waktu, perilaku komuter ini digolongkan pada sirkulasi harian

yang merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah lain yang

dilakukan pada pagi hari dan kembali pada sore atau malam harinya. Sedangkan

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

17

untuk dimensi daerah, perilaku komuter ini digolongkan pada migrasi lokal/

nasional yang merupakan perpindahan penduduk dari suatu daerah ke daerah

lainnya dalam suatu negara (Naim, 1979).

Dampak yang ditimbulkan dari sirkulasi tersebut antara lain:

a. Dampak positif sirkulasi, antara lain: terjadi penyerapan tenaga kerja dari luar

daerah; memperoleh tenaga kerja dengan upah yang relatif lebih murah;

adanya arus para penglaju dapat meningkatkan sarana dan prasarana

transportasi; terjadi pemerataan pendapatan.

b. Dampak negatif sirkulasi, antara lain: kenaikan volume lalu lintas dan

angkutan pada jam-jam atau hari-hari tertentu, misalnya di pagi dan sore hari

atau pada awal pekan dan akhir pekan; mengurangi peluang kerja bagi

masyarakat atau penduduk asli; beban kota atau daerah yang didatangi

semakin berat karena terjadinya kenaikan jumlah penduduk (khususnya di

siang hari) sehingga kota atau daerah tersebut menjadi lebih padat.

1.6.4 Sistem Transportasi Perkotaan

Sistem transportasi adalah suatu kesatuan dari elemen-elemen, komponen-

komponen yang saling mendukung dan bekerja sama dalam pengadaan kegiatan

transportasi (Miro, 1997). Transportasi memiliki beberapa dimensi, yaitu lokasi

(asal dan tujuan), alat (teknologi) dan keperluan tertentu seperti keperluan

ekonomi, sosial, dan kegiatan lainnya. Jangkauan pelayanan transportasi

merupakan batas-batas geografis pelayanan yang diberikan oleh transportasi

terhadap pengguna transportasi tersebut. Oleh karena itu, sistem transportasi kota

merupakan suatu kesatuan dari komponen-komponen yang saling mendukung dan

bekerja sama dalam pengadaan transportasi yang melayani wilayah perkotaan.

Morlok (1988) menyatakan komponen-komponen utama dalam

transportasi adalah:

1. Manusia dan barang (yang diangkut);

2. Kendaraan dan peti kemas (alat angkut);

3. Jalan (tempat alat angkut bergerak);

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

18

4. Terminal (tempat memasukkan dan mengeluarkan yang diangkut ke dalam

dan dari alat angkut);

5. Sistem pengoperasian (yang mengatur komponen-komponen tersebut)

Hanson (1995, dalam Abdillah, 2014) mengemukakan dua konsep dalam

pemahaman transportasi, yaitu aksesibilitas dan mobilitas. Aksesibilitas

merupakan total dari kesempatan, dari sisi aktivitas, berada dalam jarak tertentu,

atau waktu perjalanan. Sedangkan mobilitas adalah kemampuan untuk melakukan

perpindahan dari sisi aktivitas yang berbeda. Barber (1995, dalam Abdillah 2014)

menyatakan terdapat lima karakteristik aliran perjalanan kota, yaitu: tujuan

perjalanan, distribusi sementara perjalanan, keberadaan perasaan, distribusi

panjang perjalanan, dan pola spasial pembuatan perjalanan.

Miro (1997) membatasi sistem transportasi secara umum merupakan

gabungan dari komponen-komponen jalan dan terminal, kendaraan, dan sistem

pengoperasian yang saling berkaitan dan bekerja sama dalam memenuhi

permintaan dari manusia dan barang. Komponen transportasi pada dasarnya

sangat kompleks dan rumit serta menyangkut dari berbagai kepentingan. Dengan

memanfaatkan transportasi dapat menciptakan nilai guna tempat dan guna waktu.

Manfaat jasa transportasi dapat dilihat dari manfaat ekonomi, manfaat sosial, serta

manfaat politik/ strategis.

Adisasmita (2011) mengemukakan fungsi utama transportasi dalam

perekonomian dan pembangunan ada dua, yaitu (1) sebagai penunjang (serving

facility) dan (2) sebagai pendorong atau pendukung (promoting facility).

Transportasi sebagai penunjang (servicing facility) dimaksudkan jasa transportasi

melayani pengembangan kegiatan sektor-sektor lain. Sedangkan transportasi

berfungsi sebagai pendorong pembangunan (promoting facility) dimaksudkan

bahwa pembangunan fasilitas (sarana dan prasarana) transportasi diharapkan

dapat membantu membuka keterisolasian dan keterbelakangan daerah-daerah

perbatasan.

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

19

1.6.5 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pemilihan Moda Transportasi

Memilih moda angkutan di daerah perkotaan bukanlah merupakan proses

acak, tetapi dipengaruhi oleh faktor kecepatan, jarak perjalanan, kenyamanan,

kesenangan, biaya, keandalan, ketersediaan moda, ukuran kota, usia, komposisi,

dan status sosial ekonomi pelaku perjalanan. Faktor-faktor tersebut dapat berdiri

sendiri atau bergabung (Bruton, 1972 dalam Warpani, 1990).

Faktor yang mempengaruhi pemilihan moda merupakan beberapa aspek

yang mempengaruhi seseorang untuk menggunakan suatu moda transportasi

tertentu. Faktor yang mempengaruhi moda dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

berdasarkan ciri pengguna jalan, ciri pergerakan, dan ciri fasilitas moda

transportasi (Tamin, 2000). Penjelasan masing-masing faktor tersebut adalah:

a) Ciri pengguna jalan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda

transportasi berdasarkan ciri/ karakteristik pengguna jalan adalah:

Ketersediaan atau kepemilikan kendaraan pribadi. Seseorang yang

memiliki kendaraan pribadi biasanya kurang memanfaatkan penggunaan

angkutan umum.

Pemilikan Surat Izin Mengemudi (SIM).

Struktur rumah tangga (pasangan muda, keluarga dengan anak, pensiun,

bujangan, dan lain-lain).

Pendapatan. Semakin tinggi pendapatan maka penggunaan kendaraan

pribadi menjadi besar peluangnya.

Faktor lain seperti keharusan menggunakan mobil ke tempat bekerja, dan

lain-lain.

b) Ciri pergerakan. Ciri atau karakteristik pergerakan seseorang juga dapat

mempengaruhi dalam pemilihan moda yang digunakan. Faktor-faktor tersebut

adalah:

Tujuan pergerakan. Tujuan pergerakan seseorang dapat dapat

diklasifikasikan untuk aktivitas bekerja, belanja, sekolah, rekreasi, sosial,

dan lain-lain.

Waktu terjadinya pergerakan. Waktu pergerakan seperti pagi hari, siang

hari, atau malam hari juga berpengaruh, sebagai contoh apabila bergerak

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

20

pada malam hari lebih memilih untuk menggunakan pribadi. Namun

penelitian yang dilakukan Chicago pada tahun 1956 menggambarkan

bahwa jam puncak kesibukan harian untuk perjalanan di perkotaan di

daerah metropolitan tersebut yaitu pada pagi dan sore hari (Morlok, 1988).

Jarak perjalanan. Seseorang akan cenderung untuk menggunakan angkutan

umum untuk perjalanan yang jauh.

c) Ciri fasilitas moda transportasi. Ciri fasilitas moda transportasi dapat dibagi

menjadi dua kategori, yaitu yang bersifat kuantitatif dan kualitatif. Faktor

yang bersifat kuantitatif adalah:

Waktu perjalanan. Waktu perjalanan dapat terdiri dari waktu menunggu

moda, waktu berjalan kaki menuju tempat pemberhentian moda, waktu

selama bergerak, dan lain-lain.

Biaya transportasi. Biaya transportasi dapat terdiri dari tarif, biaya bahan

bakar, dan lain-lain.

Ketersediaan ruang dan tarif parkir. Ketersediaan ruang parkir yang sempit

mempengaruhi seseorang untuk menggunakan kendaraan pribadi untuk ke

suatu tempat.

Sedangkan faktor yang bersifat kualitatif adalah:

Kenyamanan dan keamanan

Keandalan dan keteraturan

dan lain-lain

Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan moda menurut

Warpani (1990) diklasifikasikan berdasarkan ciri perjalanan, ciri pelaku

perjalanan, dan ciri sistem perangkutan. Penjelasan dari masing-masing faktor

tersebut adalah:

a) Ciri pelaku perjalanan

Faktor-faktor penting yang termasuk dalam kategori ini adalah berkaitan dengan

ciri sosial-ekonomi keluarga pelaku perjalanan yang di dalamnya termasuk tingkat

penghasilan, kepemilikan kendaraan, struktur keluarga, kerapatan permukiman,

jenis pekerjaan, dan lokasi tempat bekerja.

b) Ciri perjalanan

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

21

Terdapat dua faktor pokok yang termasuk dalam kategori ini, yaitu jarak

perjalanan dan tujuan perjalanan.

Jarak perjalanan

Jarak perjalanan mempengaruhi seseorang dalam menentukan pilihan

moda. Sebagai contoh, untuk perjalanan jarak dekat mungkin seseorang

akan cenderung menggunakan moda yang praktis.

Tujuan perjalanan

Terdapat keterkaitan antara jumlah pemakaian moda angkutan umum dan

tujuan perjalanan. Misalnya untuk tujuan tertentu, ada yang memilih untuk

menggunakan moda kereta api meskipun memiliki kendaraan sendiri.

c) Ciri sistem perangkutan

Ciri sistem perangkutan terdiri dari waktu perjalanan, biaya perjalanan,

kualitas pelayanan, dan indeks aksesibilitas.

Waktu perjalanan

Waktu yang dihabiskan di perjalanan terdiri dari waktu di perjalanan

kendaraan umum, waktu menunggu kendaraan umum, waktu berjalan ke

perhentian kendaraan umum, dan waktu berjalan dari tempat perhentian ke

tujuan.

Biaya perjalanan

Biaya perjalanan menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi pemilihan

moda.

Aksesibilitas

Aksesibilitas adalah kemudahan untuk mencapai tempat kegiatan dalam

suatu kawasan dari zona tertentu dengan sistem angkutan tertentu.

Aksesibilitas juga berkaitan dengan lama perjalanan dan hambatan-

hambatan perjalanan.

1.6.6 Kereta Api Komuter

Moda transportasi berbasis rel yang dikembangkan di Indonesia adalah

kereta api. Kereta api adalah alat transportasi massal yang umumnya terdiri dari

bagian lokomotif serta rangkaian gerbong (baik gerbong penumpang maupun

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

22

barang) yang berjalan di atas rel karena bersifat sebagai angkutan massal yang

efektif. Moda kereta api banyak digunakan karena memiliki kecepatan yang tinggi

dibandingkan moda transportasi umum lainnya seperti bus kota, angkot, dan lain-

lain (Gunardo, 2014). Gunardo (2014) juga mengklasifikasikan jenis-jenis kereta

api menjadi:

1) Kereta api penumpang

Kereta api penumpang merupakan kereta api yang dimanfaatkan untuk

mengangkut penumpang (manusia).

2) Kereta api barang

Kereta api barang adalah kereta api yang digunakan untuk mengangkut barang

(cargo), pupuk, hasil tambang, ataupun kereta api trailer yang digunakan

untuk mengangkut peti kemas.

3) Kereta api monorel

Monorel merupakan sebuah metro atau rel dengan jalur yang terdiri dari rel

tunggal dan biasanya rel terbuat dari beton dan roda yang terbuat dari karet.

Moda transportasi kereta api memiliki beberapa keunggulan dibandingkan

moda transportasi lainnya. Keunggulan-keunggulan moda transportasi kereta api

telah dikemukakan oleh beberapa para ahli. White (1995, dalam Abdillah, 2014)

menyatakan beberapa keunggulan dari kereta api adalah biaya perawatan

lokomotif yang rendah, biaya energi yang rendah, performa lokomotif yang

tinggi, dan kemampuan yang tinggi dari lokomotif. Sementara itu Nasution (2004)

mengemukakan beberapa keunggulan kereta api antara lain mampu mengangkut

muatan dalam jumlah yang banyak, mampu menempuh jarak yang jauh, mampu

melakukan perjalanan dengan intensitas yang tinggi, jarang terjadi kongesti

karena hanya dimiliki oleh satu perusahaan, dan dapat melakukan pelayanan yang

lebih baik dibandingkan dengan bus.

Kereta api komuter merupakan kereta api regional atau kereta api

suburban, yang maknanya berada di antara kereta api penumpang biasa dan kereta

api urban transit. Kereta api komuter mampu menghubungkan pusat kota besar

sampai ke wilayah suburban di sekitarnya.

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

23

Kereta api komuter merupakan perkeretaapian perkotaan. Perkeretaapian

perkotaan adalah perkeretaapian yang melayani perpindahan orang di wilayah

perkotaan dan/ atau perjalanan ulang-alik (PP No.56 Tahun 2009 tentang

Penyelenggaraan Perkeretaapian). Ciri-ciri pelayanan perkeretaapian perkotaan

menurut PP No.72 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Kereta Api

antara lain:

1. Menghubungkan beberapa stasiun di wilayah perkotaan

2. Melayani banyak penumpang berdiri

3. Memiliki sifat perjalanan ulang alik/ komuter

4. Melayani penumpang tetap

5. Memiliki jarak dan/ waktu tempuh pendek

6. Melayani kebutuhan angkutan penumpang di dalam kota dan dari daerah sub-

urban menuju pusat kota atau sebaliknya.

Menurut Wright dan Fjellstorm (2003, dalam Setiawan, 2005), kereta api

komuter merupakan salah satu bentuk MRT (Mass Rapid Transit) yang membawa

penumpang di dalam wilayah perkotaan atau dari kota ke daerah pinggiran.

Umumnya kereta komuter memiliki jadwal keberangkatan yang lebih banyak saat

jam sibuk (peak hour).

Karakteristik kereta api komuter dapat dilihat pada Tabel 1.3 berikut ini.

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

24

Tabel 1.3 Karakteristik Kereta Api Komuter

Karakteristik Keterangan

Tersedia di tempat yang banyak

komuter di kota besar

Kereta komuter disediakan di lokasi

yang banyak komuter terutama di kota

besar dan dapat menghubungkan pusat

kota dengan wilayah di sekitarnya

Frekuensi perjalanan yang tinggi Interval 15 menit, 30 menit, atau 60

menit dan frekuensi yang lebih tinggi

pada jam puncak komuter (pagi dan

sore hari)

Pelayanan yang tetap Pelayanan didasarkan dalam jadwal

hari kerja dan terfokus pada jam puncak

komuter

Koridor bersama Infrastruktur berupa rel kereta api dan

stasiun kereta api digunakan secara

bersama dengan kereta api barang dan

penumpang lainnya.

Jarak tempuh Jarak tempuh umumnya 30 sampai 200

mil

Kecepatan Kecepatan tidak melebihi 79 mph

Sumber: Abdillah (2014)

Beberapa kelemahan dari kereta api komuter menurut Sukmaningtyas

(2015) adalah:

1. Daya jangkau yang kurang luas sehingga tidak dapat menjangkau daerah

terpencil. Hal tersebut dikarenakan commuter line hanya diperuntukkan untuk

menjangkau daerah tertentu terutama di kota-kota besar.

2. Mempunyai waktu keberangkatan yang telah dijadwalkan, sehingga

penumpang harus menyesuaikan dan menunggu jika ada keterlambatan.

Pengguna kereta api komuter memiliki karakteristik yang berbeda dengan

pengguna angkutan umum lainnya. Berikut ini merupakan variabel yang berkaitan

dengan karakteristik pengguna kereta komuter menurut Black (1995, dalam

Sukmaningtyas, 2015):

1. Tujuan perjalanan

2. Waktu perjalanan

3. Lokasi stasiun dan arah perjalanan

4. Jadwal keberangkatan dan kedatangan

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

25

5. Tingkat pendapatan

6. Usia

7. Jenis kelamin

8. Jenis pekerjaan

Sedangkan karakteristik pengguna transit menurut Black (1995) dapat

dilihat dari enam aspek, yaitu:

1. Pendapatan. Pengguna kereta komuter cenderung mempunyai pendapatan

yang tinggi.

2. Kepemilikan kendaraan bermotor pribadi. Menurut O’Hare dan Morris (1985,

dalam Black, 1995), berdasarkan sensus tahun 1980 pada 25 perkotaan

terbesar terdapat 58,5% pekerja yang tidak mempunyai kendaraan mobil

pribadi menggunakan moda transit untuk melakukan perjalanan.

3. Etnik dan ras. Kaum minoritas umumnya menggunakan transit.

4. Jenis kelamin. Kecenderungan pengguna kereta komuter adalah berjenis

kelamin laki-laki berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Pucher dan

Williams (1992, dalam Black, 1995). Hal ini dimungkinkan karena peran laki-

laki sebagai tulang punggung keluarga dan memiliki kewajiban untuk bekerja.

5. Umur. Pengguna moda transportasi transit umumnya mereka yang berada

dalam usia kerja (21-55 tahun).

6. Jenis pekerjaan. Pengguna kereta komuter seringkali merupakan kalangan

professional dan manajer.

1.6.7 Pelayanan Transportasi Kereta Api

Morlok (1978) menjelaskan bahwa teori permintaan transportasi sangat

berhubungan dengan teori ekonomi mengenai permintaan konsumen. Teori

permintaan jasa transportasi banyak dikembangkan oleh selain ahli ekonomi,

seperti dari sudut pandang sosiologi, psikologi, dan pemasaran. Angkutan

penumpang merupakan karakter turunan dari kebutuhan. Sama halnya seperti teori

ekonomi lainnya, jika biaya transportasi menurun maka jumlah permintaan

perjalanan yang dibeli akan meningkat. Pilihan penumpang terhadap moda

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

26

transportasi yang dikehendaki dipengaruhi oleh karakteristik harga dan pelayanan

transportasi tersebut.

Menurut Faulks (1992, dalam Abdillah, 2014) umumnya penumpang

mengutamakan pilihan terhadap moda transportasi dengan melihat kualitas

pelayanan dengan mempertimbangkan frekuensi, keteraturan, kecepatan, dan

kenyamanan mereka. Perjalanan kereta api sejauh 150 km (100 miles), dua kereta

api per jam merupakan frekuensi ideal. Keteraturan berhubungan dengan

frekuensi. Kecepatan kereta api harus disesuaikan dan diatur sesuai dengan jadwal

perjalanan, karena kecepatan kereta sangat berhubungan dengan ketepatan jadwal

kedatangan di stasiun tujuan.

Sedangkan Brons (2009, dalam Abdillah, 2014) menyatakan bahwa

seseorang yang cenderung menggunakan kereta api sebagai moda perjalanannya

dipengaruhi oleh tingkat dan kualitas layanan kereta api yang disediakan, tingkat

dan kualitas akses ke layanan kereta dan karakteristik dari wilayah populasi.

Brons (2009, dalam Abdillah, 2014) juga menyatakan bahwa kepuasan

penumpang yang menggunakan kereta api untuk perjalannnya merupakan

sebagian hasil dari kepuasan dengan fasilitas akses yang diberikan kepada mereka.

Oleh sebab itu, peningkatan kualitas akses ke stasiun kereta api semakin

meningkat. Kualitas fasilitas askes memiliki potensi untuk meningkatkan dan

menarik penumpang baru serta meningkatkan perjalanan ke stasiun, sehingga

lebih penting daripada memberikan fasilitas perpindahan antar moda akses dengan

fasilitas parkir yang lebih baik di stasiun.

Tamin (2000, dalam Abdillah 2014) berpendapat banyak hal tentang

pelayanan transportasi. Prinsip dasar pengembangan pembangunan transportasi

adalah menuju terciptanya transportasi berkelanjutan yaitu kemudahan akses bagi

seluruh elemen penduduk, keadilan atau tidak memprioritaskan salah satu

golongan, ramah lingkungan, kesehatan dan keselamatan, pelibatan masyarakat

dan transpansi, ekonomis, informatif dan advokatif.

Menurut Nasution (2004), beberapa hal yang mempengaruhi kualitas

pelayanan kereta api adalah:

1) Keselamatan perjalanan (safety) dan keandalan

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

27

Keselamatan perjalanan berkaitan dengan kecilnya gangguan bagi angkutan

penumpang dan barang dari awal perjalanan sampai tiba di tempat tujuan.

Keandalan banyak didasari atas dukungan sistem pemeliharaan dan tingkat

teknologi serta kemampuan personil kereta api dalam menanganinya.

2) Ketepatan waktu (Punctuality of Schedule)

Ketepatan waktu menjadi salah satu faktor yang memungkinkan masyarakat

pengguna mampu merencanakan kegiatan yang berkaitan dengan kegiatan

yang berada pada lokasi tujuan.

3) Kemudahan pelayanan

Kemudahan pelayanan dimaksudkan sebagai suatu kepastian pelayanan yang

memungkinkan seseorang untuk dapat dilayani, baik bagi penumpang ataupun

barang.

4) Kenyamanan

Beberapa elemen yang mendukung kenyamanan adalah: kapasitas penumpang

di tiap kereta, akomodasi, temperature, kenyamanan perjalanan, penampilan,

dan kebersihan.

5) Kecepatan

Faktor kecepatan moda menjadi salah satu hal yang utama dibutuhkan oleh

penumpang dalam mencapai tempat tujuan dengan waktu yang singkat.

6) Energi

Pemanfaatan energi yang digunakan oleh moda transportasi kereta api harus

digunakan seefisien mungkin.

7) Peningkatan Produktivitas

Peningkatan produktivitas dapat diartikan sebagai upaya dalam memperbaiki

efisiensi dan efektivitas usaha.

Sedangkan Warpani (1990) menyatakan bahwa pelayanan yang diberikan

oleh berbagai moda transportasi merupakan salah satu faktor yang berpengaruh

terhadap pilihan moda tersebut. Pelayanan transportasi tersebut terdiri dari waktu

di perjalanan, biaya perjalanan, kemudahan aksesibilitas, dan kualitas pelayanan.

Kualitas pelayanan tersebut umumnya bersifat subjektif seperti kenyamanan,

kesenangan, kemudahan berganti moda, dan lain-lain.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

28

Setiap pelayanan transportasi terutama transportasi publik harus

memenuhi standar pelayanan minimum yang telah ditetapkan berdasarkan

undang-undang. Hal ini bertujuan agar terciptanya pelayanan transportasi yang

mampu memenuhi kebutuhan publik sesuai standar yang berlaku. Standar

Pelayanan Minimum adalah ukuran minimum pelayanan yang harus dipenuhi oleh

penyedia layanan dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa. Secara

khusus, Standar Pelayanan Minimum untuk angkutan orang dengan kereta api

telah diatur dalam Peraturan Menteri Perhubungan RI No. PM 9 Tahun 2011.

Dalam dokumen tersebut berisi acuan bagi penyelenggara prasarana

perkeretaapian yang mengoperasikan stasiun dalam memberikan pelayanan

kepada pengguna jasa stasiun dan penyelenggara sarana perkeretaapian. Standar

pelayanan minimal tersebut meliputi standar pelayanan minimal di stasiun kereta

api dan standar pelayanan minimal dalam perjalanan.

Berdasarkan PM No. 9 Tahun 2011 tersebut, standar pelayanan minimal di

stasiun kereta api antara lain berkaitan dengan: informasi yang jelas dan mudah

dibaca, loket, ruang tunggu, kemudahan naik/ turun penumpang, fasilitas

penyandang cacat dan kesehatan, dan fasilitas keselamatan dan keamanan.

Sedangkan untuk standar pelayanan minimal dalam perjalanan dapat dibedakan

menjadi kereta api antar kota dan kereta api perkotaan. Dalam penelitian ini,

standar pelayanan minimal yang diterapkan adalah kereta api perkotaan, yang

terdiri dari: pintu dan jendela, tempat duduk, lampu penerangan, penyejuk udara,

rak bagasi, fasilitas khusus untuk penyandang cacat, wanita hamil dan membawa

anak, orang sakit, dan orang lanjut usia, fasilitas pegangan, fasilitas kesehatan,

informasi gangguan perjalanan, dan ketepatan jadwal perjalanan kereta api.

1.6.8 Dimensi Kualitas Jasa Pelayanan Transportasi

Sampara (1999, dalam Hardiyansyah, 2011) mengemukakan bahwa

kualitas pelayanan adalah pelayanan yang diberikan kepada pelanggan sesuai

dengan standar pelayanan yang telah dibakukan sebagai pedoman dalam

memberikan layanan. Standar pelayanan adalah ukuran yang telah ditentukan

sebagai suatu pembakuan pelayanan yang baik. Pelayanan dikatakan berkualitas

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

29

atau memuaskan apabila pelayanan tersebut dapat memenuhi kebutuhan dan

harapan masyarakat. Apabila masyarakat tidak puas terhadap suatu pelayanan

yang disediakan, maka pelayanan tersebut dapat dipastikan tidak berkualitas atau

tidak efisien. Oleh karena itu, kualitas pelayanan sangat penting dan selalu fokus

kepada kepuasan pelanggan (Hardiyansyah, 2011).

Pelayanan transportasi merupakan salah satu jenis pelayanan jasa. Definisi

jasa menurut Jasfar (2009) dapat diartikan sebagai pelayanan yang diberikan oleh

manusia, baik yang dapat dilihat maupun yang tidak dapat dilihat, yang hanya bisa

dirasakan sampai kepada fasilitas-fasilitas pendukung yang harus tersedia.

Kualitas jasa adalah bagaimana tanggapan konsumen (dalam penelitian ini

penumpang KRL) terhadap jasa yang dikonsumsi atau dirasakannya. Dalam teori

manajemen jasa, penilaian ini disebut sebagai consumer perceived service quality

yang mencakup beberapa dimensi. Penilaian kualitas jasa dapat dilihat dari

persepsi konsumen sebagai pengguna jasa. Persepsi konsumen terhadap kualitas

jasa merupakan penilaian menyeluruh atas keunggulan jasa dari sudut pandang

konsumen.

Dimensi kualitas jasa pelayanan telah dikemukakan oleh beberapa para

ahli. Banyak penelitian yang dilakukan oleh para pakar di bidang manajemen jasa

untuk mengetahui secara lebih rinci dimensi kualitas pelayanan jasa apa saja yang

mempengaruhi kualitas jasa pelayanan, termasuk menentukan dimensi mana yang

paling menentukan dalam menilai kualitas jasa pelayanan tertentu.

Menurut van Looy (et al.) (1998, dalam Jasfar, 2009), suatu model

dimensi kualitas jasa yang ideal harus memenuhi beberapa syarat, antara lain

sebagai berikut.

Dimensi harus bersifat satuan yang komprehensif, artinya dapat

menjelaskan karakteristik secara menyeluruh mengenai persepsi terhadap

kualitas karena adanya perbedaan dari masing-masing dimensi yang

diusulkan.

Model harus bersifat universal, artinya masing-masing dimensi harus

bersifat umum dan valid untuk berbagai spektrum bidang jasa.

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

30

Masing-masing dimensi dalam model yang diajukan haruslah bersifat

bebas.

Sebaiknya jumlah dimensi dibatasi (limited).

Menurut Jasfar (2009), model dimensi kualitas jasa yang sangat terkenal

dan populer adalah yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan Berry

(1985) dengan lima dimensi, Gronroos (1990) dengan tiga dimensi, Albrecht dan

Zemke (1985) dengan tiga dimensi, dan Johnston (et al.) (1995) dengan delapan

belas dimensi. Dimensi kualitas jasa tersebut dapat diterapkan dalam berbagai

bidang jasa pelayanan, termasuk di dalamnya jasa transportasi yang merupakan

salah satu bentuk jasa di bidang infrastruktur.

Pengembangan dimensi kualitas jasa oleh Parasuraman, Zeithaml, dan

Berry pada mulanya dilakukan pada tahun 1985 dan mengidentifikasi sepuluh

faktor yang dinilai konsumen dan merupakan faktor utama yang menentukan

kualitas jasa, yaitu access, communication, competence, courtesy, credibility,

reliability, responsiveness, security, understanding, dan tangibles. Setelah

dilakukan penelitian lebih lanjut, pada tahun 1988 sepuluh dimensi tersebut dapat

disederhanakan menjadi lima dimensi, yaitu: reliability (kehandalan),

responsiveness (ketanggapan), assurance (jaminan), emphaty (empati), dan

tangibel (bukti fisik) (Jasfar, 2009).

1. Tangibles (bukti fisik), yaitu tersedianya fasilitas fisik, perlengkapan dan

sarana komunikasi, dan lain-lain yang harus ada dalam proses jasa pelayanan.

2. Reliability (kehandalan), yaitu kemampuan untuk memberikan pelayanan yang

sesuai janji dengan tepat (accurately) dan kemampuan untuk dipercaya

(dependably), terutama untuk memberikan jasa pelayanan secara tepat waktu

(ontime), dengan cara yang sama sesuai dengan jadwal yang telah dijanjikan

dan tanpa melakukan kesalahan setiap kali.

3. Responsiveness (ketanggapan), yaitu respon atau kesigapan karyawan dalam

membantu konsumen dan memberikan pelayanan yang cepat dan tanggap.

Dimensi ini juga melihat kemauan dan keinginan para karyawan untuk

membantu dan memberikan jasa pelayanan yang dibutuhkan oleh konsumen.

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

31

4. Assurance (jaminan), yaitu meliputi pengetahuan, kemampuan, ramah, sopan,

dan sifat dapat dipercaya dari kontak personel sehingga pelanggan tidak ragu

dan merasa terbebas dari bahaya dan risiko.

5. Emphaty (empati), meliputi sikap kontak personel maupun perusahaan untuk

memahami kebutuhan maupun kesulitan pelanggan, komunikasi yang baik,

perhatian pribadi, dan kemudahan dalam melakukan komunikasi atau

hubungan.

Sedangkan menurut Gronroos (1990, dalam Jasfar, 2009), pada dasarnya

kualitas jasa dari sudut penilaian pelanggan dibedakan atas tiga dimensi, yaitu

Technical atau outcome dimension, Functional atau process related dimensions,

dan Corporate image.

1. Technical atau outcome dimensions, yaitu berkaitan dengan apa yang diterima

konsumen. Dimensi ini sama artinya dengan apa yang disebut kompetensi

(competence) dari Parasuraman (1985).

2. Functional atau process related dimension, yaitu berkaitan dengan cara jasa

disampaikan atau disajikan.

3. Corporate image, yaitu berkaitan dengan citra perusahaan di mata konsumen.

Dimensi ini sama penegertiannya dengan kredibilitas (credibility) dalam

pengertian Parasuraman (1985).

Albrecht dan Zemke (1985, dalam Jasfar, 2009) mengemukakan dimensi

kualitas jasa penerbangan yang dapat diaplikasikan pada jasa lainnya, karena

dimensi yang diusulkan bersifat umum. Dimensi tersebut adalah: 1) Care and

concern, yaitu perasaan seorang konsumen atas perhatian yang penuh dan

kepedulian dari perusahaan; 2) Spontaneity, yaitu tindakan-tindakan nyata dari

personel yang memperlihatkan keinginan yang kuat dan spontan untuk membantu

memecahkan masalah atau kesulitan yang dihadapi konsumen; 3) Problem

solving, yaitu keahlian dari kontak personel untuk menjalankan tugas-tigasnya

secara hati-hati dan mengikuti prosedur standar yang telah ditetapkan; dan 4)

Recovery, yaitu usaha-usaha atau tindakan-tidakan khusus yangd iambil apabila

ada sesuatu yang berjalan tidak normal atau sesuatu yang tidak diharapkan terjadi.

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

32

Meskipun banyak pendapat yang dikemukakan oleh beberapa para ahli

mengenai dimensi kualitas jasa pelayanan, pendapat yang paling sering digunakan

dalam penilaian jasa adalah yang dikemukakan oleh Parasuraman, Zeithaml, dan

Berry (1998). Oleh karena itu, dalam penelitian ini dalam menilai kualitas jasa

pelayanan transportasi menggunakan dimensi kualitas jasa menurut Parasuraman,

dkk.

1.6.9 Persepsi

Perserpsi berasal dari Bahasa Inggris, perception yang memiliki arti:

persepsi, penglihatan, tanggapan, yaitu proses seseorang menjadi sadar akan

segala sesuatu dalam lingkungannya melalui indera-indera yang dimilikinya atau

pengetahuan lingkungan yang diperoleh melalui interpretasi data indera. Persepsi

merupakan suatu proses yang diawali oleh penginderaan. Penginderaan dapat

diartikan sebagai suatu proses diterimanya stimulus oleh individu melalui alat

penerima yaitu alat indera. Stimulus tersebut kemudian diteruskan syaraf ke otak

yang merupakan pusat susunan syaraf dan selanjutnya terjadi proses persepsi.

Ketika stimulus diterima oleh alat indera dan kemudian terjadi proses persepsi,

sesuatu yang diindera tersebut akan menjadi sesuatu yang berarti setelah

diorganisasikan dan diinterpretasikan (Davidoff, 1991, dalam Pramudana, 2014).

Persepsi merupakan suatu proses yang terjadi ketika seseorang

memperoleh informasi dari lingkungan sekitar. Persepsi adalah suatu hal yang

aktif. Persepsi membutuhkan pertemuan yang nyata dengan suatu benda dan juga

membutuhkan proses kognisi serta afeksi. Persepsi membatu individu untuk

menggambarkan dan menjelaskan apa yang dilakukan oleh individu (Nurvia,

2007, dalam Pramudana, 2014).

Menurut Kotler (2003, dalam Fajuri, 2005), persepsi adalah bagaimana

seorang individu memilih, mengorganisasi dan menginterpretasi masukan

informasi untuk menciptakan suatau gambaran yang mempunyai arti. Persepsi

merupakan proses internal seseorang yang akan mempengarui perilaku seseorang

tersebut terhadap lingkungannya. Setiap orang dapat memberikan persepsi yang

berbeda terhadap stimulus pada suatu objek yang sama. Perbedaan persepsi ini

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

33

disebabkan oleh perbedaan proses persepsi yaitu perhatian selektif, distorsi

selektif, dan retensi selektif.

Ritohardoyo (2006) memberikan pengertian persepsi sebagai proses

aktivitas seseorang dalam memberikan kesan, pendapat, merasakan, memahami,

menghayati, menginterpretasikan dan mengevaluasi sesuatu berdasarkan

informasi yang ditangkap. Selain itu persepsi juga dapat diarrikan sebagai reaksi

timbal balik yang dipengaruhi oleh diri perseptor, suatu hal yang dipersepsi dan

situasi sosial yang melingkupinya, sehingga dapat memberikan motivasi tatanan

perilaku bagi perseptor.

Secara umum persepsi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu

persepsi personal dan persepsi sosial/ masyarakat. Persepsi personal merupakan

suatu proses pembentukan kesan melalui proses pengamatan ataupun penalaran

terhadap suatu hal yang mempunyai pengaruh pada aspek fisik maupun psikologi.

Sedangkan persepsi masyarakat merupakan proses pembentukan kesan, pendapat,

maupun perasaan terhadap suatu hal yang melibatkan penggunaan informasi

secara terarah seperti media massa maupun melalui orang lain (Ritohardoyo,

2006).

Menurut Gibson, dkk (1987, dalam Kartini, 2013) persepsi dapat

dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal.

a. Faktor internal berasal dari dalam individu itu sendiri, yang mencakup:

1. Fisiologis. Informasi masuk melalui alat indera, selanjutnya informasi

yang diperoleh tersebut akan mempengaruhi dalam memberikan arti

terhadap lingkungan sekitar. Setiap orang memiliki kapasitas indera yang

berbeda untuk mempersepsikan suatu hal sehingga interpretasi terhadp

lingkungan juga dapat berbeda.

2. Perhatian. Tiap individu memerlukan sejumlah energi untuk

memperhatikan dan memfokuskan pada bentuk fisik dan fasilitas mental

pada suatu objek. Energi tiap orang berbeda-beda sehingga perhatian

seseorang pada suatu objek dapat berbeda-beda dann hal tersebut akan

mempengaruhi persepsi terhadap suatu objek.

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

34

3. Minat. Persepsi seseorang terhadap suatu objek tergantung pada seberapa

banyak energi yang digerakan untuk mempersepsi. Energi tersebut dapat

memberikan kecenderungan seseorang untuk memperhatikan tipe tertentu

dari stimulus atau dapat dikatakan sebagai minat.

4. Kebutuhan yang searah. Hal ini dapat dilihat dari bagaimana kuatnya

seorang individu dalam mencari obyek-obyek atau pesan yang dapat

memberikan jawaban sesuai dengan dirinya.

5. Pengalaman atau ingatan. Pengalaman dapat tergantung pada ingatan,

dalam arti sejauh mana seseorang dapat mengingat kejadian-kejadian

lampau untuk mengetahui suatu tangsang dalam pengertian yang lebih

luas.

6. Suasana hati. Keadaan emosi dapat mempengaruhi perilaku seseorang,

sehingga dapat mempengaruhi bagaimana seseorang dalam menerima,

bereaksi, dan mengingat.

b. Faktor eksternal merupakan faktor yang berasal dari luar diri yang merupakan

karakteristik dari lingkungan dan obyek-obyek yang terlibat di dalamnya.

Faktor-faktor eksternal tersebut adalah:

1. Ukuran dan penempatan dari obyek atau stimulus. Faktor ini akan

mempengaruhi persepsi individu dengan melihat bentuk ukuran suatu

obyek, sehingga individu akan mudah dalam melakukan perhatian dan

pada akhirnya akan membentuk persepsi.

2. Warna dari obyek-obyek. Obyek dengan cahaya yang lebih banyak akan

lebih mudah dipahami dibandingkan yang sedikit.

3. Keunikan dan kekontrasan stimulus. Stimulus dengan penampilan yang

berbeda dengan sangkaan individu lain akan banyak menarik perhatian.

4. Intensitas dan kekuatan dari stimulus. Stimulus akan memberikan makan

lebih bila sering diperhatikan dibandingkan dengan yang hanya sekali

dilihat.

5. Motion atau gerakan. Individu akan memberikan banyak perhatian

terhadap obyek yang memberikan gerakan dalam jangkauan pandangan

dibandingkan dengan obyek yang diam.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

35

1.7 Keaslian Penelitian

Penelitian dengan tema sejenis telah dilakukan oleh beberapa peneliti

berbeda. Ulasan penelitian sebelumnya diperlukan untuk mengetahui secara lebih

rinci mengenai fokus penelitian, tujuan, metode, maupun lokasi penelitian yang

telah dilakukan oleh peneliti terdahulu. Berdasarkan ulasan ini maka dapat dilihat

perbedaan maupun persamaan yang ada antara penelitian ini dengan penelitian

lainnya dengan tema serupa. Hal ini bertujuan untuk menghindari dari

kecenderungan plagiarisme. Berikut ini merupakan penelitian-penelitian terdahulu

yang memiliki tema sejenis dengan penelitian ini:

1) Rizki Permana (2006)

Penelitian yang dilakukan oleh Permana pada tahun 2006 mengkaji mengenai

pergerakan penduduk di pinggiran Kota Purworejo untuk perencanaan pelayanan

transportasi. Fokus penelitian ini lebih menekankan pada penjelasan mengenai

karakteristik sarana transportasi, pola pergerakan penduduk, persepsi masyarakat,

hingga pada akhirnya dapat memberikan saran dan masukan dasar untuk

perencanaan pelayanan transportasi. Metode yang digunakan adalah metode

survei yang dilakukan dengan wawancara. Sedangkan teknik analisis yang

digunakan dalam penelitian Permana (2006) adalah teknik analisis deskriptif

kuantitatif dan kualitatif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pergerakan

penduduk dalam menggunakan moda transportasi masih didasari oleh kualitas dan

kuantitas sarana transportasi yang ada. Selain itu penelitian Permana (2006) juga

mendapatkan hasil bahwa secara umum pola pergerakan penduduk lebih banyak

terjadi menuju ke pusat kota terkait dengan fasilitas yang memadai yang dimiliki

oleh pusat kota. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan kali ini adalah

menganalisis pergerakan penduduk dan dikaitkan dengan pelayanan transportasi.

Sedangkan perbedaannya, penelitian ini lebih menekankan pemanfaatan moda

KRL sebagai moda transportasi yang digunakan oleh komnuter Bekasi-Jakarta.

2) Nasyarudin (2009)

Nasyarudin pada tahun 2009 melakukan penelitian mengenai pemanfaatan

transportasi angkutan umum di Kota Serang dan sekitarnya yang dinilai masih

belum memadai dalam penyediaannya sehingga sebagian besar masyarakat

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

36

banyak yang lebih memilih menggunakan transportasi umum berupa ojek dan

becak. Metode pengumpulan data menggunakan metode survei dengan

wawancara, sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif

kuantitatif dan kualitatif. Hasil dari penelitiannya menunjukkan bahwa

manajemen angkutan umum di sebagian Kota Serang masih buruk dan sebagian

besar masyarakat memanfaatkan moda transportasi ojek dan becak yang dinilai

lebih efisien. Frekuensi pemanfaatan pelayanan angkutan umum juga dirasa

belum optimal. Persamaan dengan penelitan ini adalah mengkaji pemanfaatan

transportasi umum berdasarkan karakteristik pengguna jasa transportasi angkutan

umum dan menggunakan metode survei dalam melakukan pengumpulan data.

Perbedaannya adalah jenis sarana transportasi yang dikaji oleh Nasyarudin (2009)

adalah angkutan umum di Kota Serang sedangkan dalam penelitian ini lebih

difokuskan pada jenis moda transportasi KRL Commuter Line Jabodetabek di

Kota Bekasi.

3) Yane Chairunnisa (2012)

Chairunnisa pada tahun 2012 mengkaji mengenai penyediaan dan pemanfaatan

pelayanan transportasi publik di Kota Bekasi. Metode yang digunakan dalam

adalah metode analisis kualitatif dengan pengumpulan data melalui survei dan

wawancara yang mendalam. Fokus penelitian Chairunnisa lebih ditekankan pada

penyediaan sarana transportasi umum oleh pemerintah dan swasta serta

pemanfaatannya oleh penduduk Kota Bekasi yang dikaitkan dengan karakteristik

pengguna angkutan umum. Hasil penelitian menunjukkan moda transportasi

umum yang banyak digunakan di Kota Bekasi adalah taxi, mini bus, mikro bus,

KRL, dan ojek. Penyediaan sarana transportasi masih didominasi oleh swasta.

Pemanfaatan sarana transportasi umum yang digunakan oleh penduduk Kota

Bekasi sebagian besar digunakan untuk aktivitas bekerja. Pemanfaatan moda

transportasi dilihat dari segi kualitas sudah cukup. Selain itu untuk kedepannya,

kebijakan mengenai pengembangan angkutan umum akan diintegrasikan dengan

Jabodetabek. Kesamaan dengan penelitian ini adalah mengkaji pemanfaatan

pelayanan transportasi di Kota Bekasi dikaitkan dengan karakteristik pengguna.

Sedangkan perbedaannya adalah pada penelitian ini hanya difokuskan pada moda

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

37

transportasi KRL Commuter Line dan dilengkapi dengan analisis pergerakan serta

penilaian kualitas pelayanan sarana transportasi.

4) Arie Satryo Wibowo (2013)

Penelitian yang dilakukan oleh Wibowo pada tahun 2013 lebih menitikberatkan

pada analisis kepuasan konsumen pengguna KRL Commuter Line berdasarkan

dimensi-dimensi kualitas pelayanan jasa yang terdiri dari dimensi tangible,

responsibility, responsiveness, assurance, dan emphaty. Analisis dilakukan

dengan mengetahui kinerja dan harapan yang dinilai melalui responden pengguna

KRL Commuter Line Bogor-Jakarta. Analisis selanjutnya adalah dengan

melakukan perhitungan Costumer Satisfaction Index (CSI) untuk mengetahui

sejauh mana kepuasan para pelanggan KRL dalam menggunakan layanan yang

disediakan oleh PT KCJ. Selain itu juga dilakukan analisis untuk mengetahui

aspek-aspek apa saja yang memang harus dilakukan perbaikan, ditingkatkan, atau

dipertahankan. Hasil penelitian menyatakan bahwa rata-rata pengguna KRL

Commuter Line masih kurang puas terhadap pelayanan yang diberikan oleh PT

KCJ. Persamaan antara penelitian yang dilakukan Wibowo dengan penelitian ini

adalah menggunakan dimensi kualitas jasa tangible, responsibility,

responsiveness, assurance, dan emphaty sebagai indikator penilaian kualitas jasa

pelayanan trasnportasi KRL Commuter Line oleh komuter. Perbedaannya terletak

pada teknik analisisnya, pada penelitian ini hanya menggunakan analisis deskriptif

sederhana yang merupakan persepsi responden terhadap atribut-atribut pelayanan

tersebut dengan menggunakan skala likert.

5) M. Fata Zulfiqhi (2013)

Zulfiqhi pada tahun 2013 melakukan penelitian yang terfokus pada penilaian

penumpang KRL Commuter Line mengenai kualitas pelayanan pola operasi

Single Operation. Indikator penilaian kualitas pelayanan didasarkan pada dimensi

reputasi dan kredibilitas, dimensi sikap dan perilaku, dimensi akses dan

fleksibilitas, dimensi keandalan dan kepercayaan, dimensi penyelesaian masalah,

dan dimensi kondisi fisik dan aspek lingkungan. Penilaian tersebut dibedakan

berdasarkan jenis pekerjaan responden yang dikategorikan menjadi pelajar/

mahasiswa, pegawai kantor, dan wiraswasta. Teknik analisis yang digunakan

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

38

menggunakan teknik analisis deskriptif dengan melakukan skoring. Hasil

penelitian menyatakan bahwa penilaian penumpang KRL atas kualitas pelayanan

pola Single Operation oleh PT KAI adalah baik. Jika dibedakan berdasarkan jenis

pekerjaan, baik pelajar/ mahasiswa, pegawai kantor, maupun wiraswasta memiliki

kesamaan penilaian dalam hal ketepatan waktu yang dirasa masih kurang.

Persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Zulfiqhi dengan penelitian ini

adalah terletak pada metode pengolahan data dengan analisis deskriptif.

Sedangkan perbedaannya adalah terletak pada dimensi-dimensi yang digunakan

sebagai indikator untuk menilai kualitas jasa pelayanan KRL Commuter Line.

6) Maharani Dagi Saputri (2014)

Saputri pada tahun 2014 melakukan penelitian dengan judul Evaluasi Lokasi

Eksisting Shelter dan Karakteristik Pengguna Bus Rapid Transit (BRT) Trans-

Semarang pada Dua Koridor Pelayanan di Kota Semarang. Tujuan dari

penelitian ini antara lain: mendeskripsikan lokasi sebaran shelter BRT Trans-

Semarang, mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi pengguna BRT Trans-

Semarang, dan mendeskripsikan jangkauan para pengguna BRT Trans-Semarang

terhadap keberadaan shelter di seluruh jalur pelayanan di Kota Semarang. Metode

yang digunakan dalam penelitian Saputri (2014) menggunakan metode survei

dengan wawancara. Sedangkan teknik analisis yang digunakan adalah deskriptif

kualitatif yang ditunjang juga dengan analisis peta. Persamaan antara penelitian

yang dilakukan dengan penelitian Saputri (2014) adalah dalam analisis

mendeskripsikan karakteristik sosial ekonomi yang dihubungkan dengan

intensitas penggunaan moda transportasi. Sedangkan perbedaannya secara jelas

terletak pada jenis moda transportasi dan lokasi penelitian, penelitian Saputri

(2014) lebih difokuskan pada Bus Rapid Transit (BRT) di Kota Semarang,

sedangkan penelitian ini lebih fokus pada moda transportasi KRL Jabodetabek di

Kota Bekasi.

7) Fathoni Abdillah (2014)

Penelitian yang dilakukan oleh Abdillah pada tahun 2014 memiliki judul Fungsi

Kereta Api Lokal dan Karakteristik Mobilitas Komuter Yogyakarta-Surakarta.

Fokus dalam penelitian Abdillah (2014) adalah mengkaji fungsi kereta api lokal

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

39

Yogyakarta–Surakarta yang dilihat dari sisi penumpang yang merupakan komuter

dalam lingkup Yogayakarta-Surakarta. Kereta api lokal dalam lingkup

Yogyakarta-Surakarta ini dapat dianggap sebagai Commuter Line karena mampu

melayani pergerakan para komuter di koridor Yogyakarta-Surakarta. Penelitian

Abdillah (2014) menggunakan metode survei dalam pengumpulan data primer

sedangkan analisis data menggunakan analisis deskriptif kuantitatif dan kualitatif.

Persamaan antara penelitian Abdillah (2014) dengan penelitian yang dilakukan

kali ini adalah mengkaji karakteristik komuter pengguna kereta api lokal yang

pada umumnya memiliki kegiatan rutin di luar daerah domisili tempat tinggalnya

dan kembali lagi ke tempat tinggalnya pada hari itu juga. Persamaan lainnya

adalah dalam melakukan analisis karakteristik komuter yang didasarkan atas

kondisi sosial ekonomi serta analisis pergerakan dan mobilitas komuter.

Sedangkan perbedaannya adalah lokasi kajian yang dilakukan oleh Abdillah

(2014) berada di Yogyakarta, sedangkan penelitian ini lebih difokuskan pada

komuter di Kota Bekasi. Selain itu, pada penelitian ini juga dilakukan analisis

penilaian kualitas pelayanan KRL Commuter Line Jabodetabek oleh para

komuter/ penglaju pengguna jasa KRL.

Perbandingan penelitian-penelitian sebelumnya secara lebih ringkas dapat

dilihat pada Tabel 1.4.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

40

No

Nama Peneliti

dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode

Penelitian Hasil Penelitian

1 Rizki Permana

(2006)

Kajian Pola Pergerakan

Penduduk untuk Perencanaan

Pelayanan Transportasi di

Pinggiran Kota Purworejo

1. Mengetahui karakteristik sarana transportasi

2. Mengetahui pola pergerakan penduduk

pinggiran kota

3. Mengetahui alasan-alasan yang mendorong

terjadinya pola pergerakan

4. Mengetahui persepsi masyarakat akan sarana

transportasi di Pinggiran Kota Purworejo.

5. Memberikan saran dan masukan dasar

terhadap perencanaan pelayanan transportasi.

Analisis deskriptif

kualitatif dan

kuantitatif

Karakteristik sarana transportasi

di pinggiran Kota Purworejo

masih kurang dalam

pelayanannya

Pola pergerakan penduduk

pinggiran Kota Purworejo

sebagian besar menuju pusat

kota.

Pola pergerakan penduduk

didasari oleh kualitas dan

kuantitas pelayanan

Persepsi masyarakat terhadap

sarana transportasi adalah cukup

2 Nasyaruddin

(2009)

Kajian Pemanfaatan Pelayanan

Transportasi Angkutan Umum

Bagi Penduduk di Wilayah

Sebagian Kota Serang Propinsi

Banten

1. Mengetahui karakteristik angkutan umum

2. Mengetahui pola pergerakan Penduduk

3. Mengetahui variasi pemanfaatan jasa

angkutan umum

4. Mengetahui persepsi masyarakat mengenai

angkutan umum

Analisis deskriptif

kuantitatif Manajemen angkutan umum

masih buruk

Penduduk lebih mengutamakan

moda transportasiojek dan becak

Frekuensi pemanfaatan masih

belum optimal

3 Yane

Chairunnisa

(2012)

Kajian Penyediaan dan

Pemanfaatan Pelayanan

Transportasi Publik di Kota

Bekasi

1. Mendeskripsikan karakteristik moda

transportasi publik di Kota Bekasi

2. Mengetahui penyediaan pelayanan

transportasi publik oleh pihak pemerintah

dan swasta

3. Mengetahui pemanfaatan pelayanan

transportasi publik oleh masyarakat

4. Mengetahui kebijakan pengembangan

pelayanan transportasi publik di Kota Bekasi

Analisis deskriptif

kualitatif Jenis transportasi publik yang

banyak digunakan adalah taxi,

mini bus, mikro bus, KRL, ojek.

Penyediaan sarana transportasi

didominasi oleh swasta

Kualitas pelayanan transportasi

publik sudah cukup

Kebijakan pengembangan

transportasi di Kota Bekasi

terintegrasi dengan Jabodetabek

bersambung ke halaman berikutnya

Tabel 1.4. Perbandingan Penelitian Sebelumnya

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

41

No

Nama Peneliti

dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

4 Arie Satryo

Wibowo (2013)

Analisis Kepuasan Konsumen

Terhadap Kualitas Pelayanan

KRL Commuter Line Bogor-

Jakarta

1. Menganalisis atribut kualitas pelayanan

yang dianggap paling penting oleh

konsumen KRL Commuter Line

2. Menganalisis kinerja KRL Commuter Line

3. Menganalisis hubungan kepuasan

konsumen dengan mutu/ kualitas pelayanan

4. Menganalisis hubungan karakteristik

konsumen dengan tingkat kepuasan

Analisis deskriptif,

analisis Costumer

Satisfiction Index

(CSI), Importance

Performance

Analysis (IPA),

dan Analisis Chi

Square

Nilai CSI sebesar 44,78% yang

artinya rata-rata tingkat

kepuasan konsumen adalah

kurang puas

Analisis IPA menghasilkan 7

atribut yang dinyatakan penting

namun kinerjanya rendah dan 9

atribut yang dinyatakan penting

dan kinerjanya sudah bagus.

Terdapat hubungan antara

tingkat kepuasan dengan jenis

pekerjaan konsumen

5 M. Fata Zulfiqhi

(2013)

Penilaian Penumpang Kereta

Listrik Commuter Line

Mengenai Kualitas Pelayanan

Pola Operasi Single Operation

1. Menjelaskan penilaian masyarakat pengguna

KRL atas kualitas pelayanan PT KAI dengan

diterapkannya pola Single Operation

2. Membandingkan kualitas penilaian KRL

yang diberikan oleh mahasiswa/pelajar,

pegawai kantor, dan wiraswasta

Analisis deskriptif

kuantitatif Penilaian penumpang KRL atas

kualitas pelayanan pola single

operation oleh PT KAI adalah

baik

Terdapat kesamaan penilaian

dalam hal ketepatan waktu

kedatangan KRL baik oleh

mahasiswa/pelajar, pegawai

kantoran, dan wiraswasta yang

dinilai masih buruk.

Lanjutan Tabel 1.4. Perbandingan Penelitian Sebelumnya

bersambung ke halaman berikutnya

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

42

No

Nama Peneliti

dan Tahun

Penelitian

Judul Penelitian Tujuan Penelitian Metode Penelitian Hasil Penelitian

6 Maharani Dagi

Saputri

(2014)

Evaluasi Lokasi Eksisting

Shelter dan Karakteristik

Pengguna Bus Rapid Transit

(BRT) Trans Semarang pada

Dua Koridor Pelayanan di

Kota Semarang

1. Mendeskripsikan lokasi sebaran shelter Bis

Rapid Transit (BRT) Trans-Semarang

2. Mendeskripsikan kondisi sosial ekonomi

pengguna Bus Rapid Transit (BRT) Trans

Semarang

3. Mendeskripsikan jangkauan para pengguna

Bus Rapid Transit (BRT) Trans Semarang

terhadap keberadaan shelter

Analisis deskriptif

kualitatif Trans Semarang memiliki 2 koridor

utama, 3 tipe shelter, dan shelter

yang paling banyak digunakan

adalah shelter yang berada di

kawasan perdagangan, perkantoran,

dan pendidikan.

Sebagian besar pengguna BRT

Semarang berusia 14-27 tahun,

penghasilan 0-2.000.000 rupiah,

dan didominasi oleh pelajar dan

mahasiswa.

Terdapat >30% responden

pengguna BRT berada pada

jangkauan Willingness to Walk

sebesar 400 meter.

7 Fathoni

Abdillah

(2014)

Fungsi Kereta Api Lokal dan

Karakteristik Mobilitas

Komuter Yogyakarta-

Surakarta

1. Mengetahui seberapa besar komuter

memanfaatkan kereta api lokal

Yogyakarta-Surakarta

2. Mengetahui karakteristik komuter

pengguna kereta api lokal Yogyakarta-

Surakarta

3. Mengeskplorasi permasalahan-

permasalahan fungsi kereta api lokal dari

sisi komuter dan akses komuter ke stasiun

Analisis deskriptif

kuantitatif dan

kualitatif

K.A. Prambanan Espres dan K.A.

Sriwedari merupakan kereta api

yang paling banyak digunakan oleh

komuter

80% komuter Yogyakarta-Surakarta

menggunakan kereta api untuk

maksud bekerja. Mayoritas komuter

mengakses stasiun menggunakan

sepeda motor.

Permasalahan utama terhadap

kereta api lokal Yogyakarta-

Surakarta adalah berkaitan dengan

frekuensi perjalanan kereta.

Lanjutan Tabel 1.4. Perbandingan Penelitian Sebelumnya

bersambung ke halaman berikutnya

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

43

1.8 Kerangka Pemikiran

Kota Bekasi merupakan salah satu kota satelit dari DKI yang memiliki

perkembangan yang pesat. Jumlah penduduk Kota Bekasi pada tahun 2014

sebanyak 2.382.689 jiwa. Sebagai kota satelit, sebagian besar penduduk di Kota

Bekasi masih bergantung kepada kota inti, yaitu Jakarta. Hal tersebut merupakan

salah satu faktor yang menyebabkan tingginya pergerakan sirkuler penduduk Kota

Bekasi ke Jakarta setiap harinya. Dalam memenuhi kebutuhan pergerakannya,

para komuter membutuhkan sarana transportasi sehingga kegiatan pergerakan

para komuter Bekasi-Jakarta tersebut kerap menyebabkan permasalahan

transportasi seperti kemacetan. Salah satu upaya pemerintah dalam mengatasi

permasalahan tersebut adalah dengan menyediakan sarana transportasi publik

yang efisien. Penyediaan transportasi publik oleh pemerintah maupun swasta

belum mampu secara optimal memberikan solusi atas permasalahan kemacetan

yang terjadi. Hal tersebut dikarenakan jumlah penduduk komuter yang semakin

tidak terkendali dan penggunaan terhadap sarana transportasi pribadi juga

meningkat.

Sarana transportasi publik di Kota Bekasi secara umum terdiri dari moda

transportasi berbasis jalan dan berbasis rel. Transportasi publik berbasis jalan

masih belum efisien dalam mengurangi kemacetan. Penyediaan sarana

transportasi berbasis rel seperti KRL Commuter Line menjadi salah satu arahan

pengembangan kebijakan transportasi sebagai solusi permasalahan tersebut. KRL

Commuter Line diharapkan menjadi moda transportasi publik masa depan yang

semakin berkembang dari segala aspek pelayanan yang diberikan sehingga

sebagian besar komuter nantinya dapat beralih ke moda transportasi ini.

Penelitian ini memfokuskan pada karakteristik komuter dan karakteristik

pergerakan komuter pengguna KRL Commuter Line yang kemudian dianalisis

dengan melihat frekuensi penggunaannya. Selain itu pengkajian juga dilakukan

dari sisi kualitas pelayanan KRL Commuter Line yang dilihat dari penilaian yang

diberikan oleh para komuter berdasarkan persepsi mereka. Hal tersebut

dikarenakan aspek pelayanan merupakan salah satu faktor penting yang

mempengaruhi komuter dalam menggunakan KRL Commuter Line. Dengan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

44

mengetahui karakteristik komuter serta penilaiannya terhadap pelayanan yang

diberikan, maka dapat dijadikan sebagai gambaran dasar dalam melakukan

pengembangan terhadap sistem transportasi khususnya KRL Commuter Line di

masa yang akan datang. Skema kerangka pemikiran pada penelitian ini dapat

dilihat pada Gambar 1.1.

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - etd.repository.ugm.ac.idetd.repository.ugm.ac.id/downloadfile/97484/potongan/S1-2016...pengembangan wilayah, ... akan meningkatkan kebutuhan terhadap sarana transportasi

45

Gambar 1.1 Diagram Alir Kerangka Pemikiran

Pengembangan KRL

Commuter Line

Pelayanan Transportasi Mobilitas Penduduk

Karakteristik

pergerakan komuter

Sirkuler

Moda Transportasi Karakter

Mobilitas

Karakteristik

komuter

Komuter

Non

Sirkuler

Non

Komuter

Frekuensi Penggunaan KRL

Moda

Transportasi

Pribadi

Kualitas jasa

pelayanan

transportasi

Moda

Transportasi

Publik

Pemanfaatan KRL Commuter Line oleh

komuter

Berbasis

rel

Berbasis

jalan

KRL Commuter

Line

Penilaian Kualitas Jasa

Pelayanan KRL

Commuter Line

Permasalahan kemacetan di

Jabodetabek

Kebijakan pengembangan

transportasi massal

Jabodetabek