17
1 BAB I PENDAHULUAN A. Alasan Pemilihan Judul Saat berlakunya Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah yang kemudian pelaksanannya diganti dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004 memungkinkan bahwa setiap daerah berhak untuk mengurusi segala kebutuhan atau pun permasalahan daerah masing-masing. Menurut Wayong otonomi daerah itu adalah “kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah, dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan berpemerintahan sendiri”. 1 Selain itu terdapat pengertian otonomi daerah dalam Undang-undang No. 32 Tahun 2004. Dalam Undang-undang tersebut terdapat tiga pengertian, yaitu : Hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri; Wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri; Kewajiban untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Dalam hal otonomi ini pemerintah pusat tidak lagi mengatur apalagi sampai mendominasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga peran-peran pemerintah pusat dalam hal ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi, 1 Abdurrrahman,Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Press, Jakarta, 1987, hlm. 11.

BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Alasan Pemilihan Judul

Saat berlakunya Undang-undang No 22 Tahun 1999 tentang Otonomi daerah

yang kemudian pelaksanannya diganti dengan Undang-undang No. 32 tahun 2004

memungkinkan bahwa setiap daerah berhak untuk mengurusi segala kebutuhan atau

pun permasalahan daerah masing-masing. Menurut Wayong otonomi daerah itu

adalah “kebebasan untuk memelihara dan memajukan kepentingan khusus sedaerah,

dengan keuangan sendiri, menentukan hukum sendiri dan berpemerintahan sendiri”. 1

Selain itu terdapat pengertian otonomi daerah dalam Undang-undang No. 32 Tahun

2004. Dalam Undang-undang tersebut terdapat tiga pengertian, yaitu :

Hak untuk mengurus rumah tangganya sendiri;

Wewenang untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri;

Kewajiban untukmengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri.

Dalam hal otonomi ini pemerintah pusat tidak lagi mengatur apalagi sampai

mendominasi penyelenggaraan pemerintahan daerah sehingga peran-peran

pemerintah pusat dalam hal ini adalah melakukan supervisi, memantau, mengawasi,

1 Abdurrrahman,Beberapa Pemikiran Tentang Otonomi Daerah, Media Sarana Press, Jakarta, 1987,

hlm. 11.

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

2

dan mengevaluasi pelaksanaan otonomi daerah.2 Jadi dapat kita simpulkan bahwa

dengan berlangsungnya otonomi ini pemerintah daerah mempunyai kewenangan yang

luar untuk daerahnya sendiri.

Dalam hal kepengurusan daerah itu salah satunya adalah dengan mengurusi

suatu pembangunan di daerah tersebut. Terdapat pengertian pembangunan daerah,

pembangunan daerah merupakan suatu usaha yang sistematik dari pelbagai pelaku,

baik umum, pemerintah, swasta, maupun kelompok masyarakat lainnya pada

tingkatan yang berbeda untuk menghadapi saling ketergantungan dan keterkaitan

aspek fisik, sosial ekonomi dan aspek lingkungan lainnya sehingga peluang baru

untuk meningkatkan kesejahtaraan masyarakat daerah dapat ditangkap secara

berkelanjutan. Menurut Sondang P. Siagian,

“Pembangunan merupakan suatu usaha atau rangka pertumbuhan atau perubahan

yang berencana yang dilakukan secara sadar oleh suatu bangsa, Negara, dan

pemerintahan menuju modernitas dalam rangka pembangunan bangsa”3.

Dari penjelasan diatas dapat dikatakan bahwa pembangunan adalah merupakan suatau

usaha yang dilakukan oleh suatu negara, pemeerintah untuk mencapai suatu

kesejahteraan rakyat.

Hakekat pembangunan adalah pembangunan manusia seutuhnya dan

2 Teguh Yuwono, 101 Salah Kaprah Otonomi Daerah Di Indonesia, UNDIP, Semarang, 2000, hlm. 68.

3 Siagian, Sondang , P. Administrasi Pembangunan: Konsep Dimensi dan Strateginya, Haji Masa

Agung, Jakarta, 1988, hlm. 2.

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

3

pembangunan seluruh masyarakat Indonesia. Berarti bahwa pembangunan mencakup,

Pertama, kemajuan lahiriah seperti pangan, sandang, perumahan, dan lain-lain,

Kedua, kemajuan batiniah seperti pendidikan, rasa aman, rasa keadilan, rasa sehat,

Ketiga, kemajuan yang meliputi seluruh rakyat sebagaimana tercantum dalam

perbaikan hidup yang berkeadilan sosial. Dengan begitu dapat diketahui bahwa ruang

lingkup pembangunan sangatlah luas, sehingga dalam tahap pencapaiannya dilakukan

secara bertahap dan berkesinambungan.

Suatu pembangunan daerah haruslah mencakup suatu nilai-nilai. Menurut

Kuncoro, terdapat 3 (tiga) nilai yang harus mencakup dalam pembangunan suatu

daerah, yaitu

1. Ketahanan : kemampuan untuk memenuhi kebutuhan pokok (sandang,

pangan, papan, kesehatan, dan proteksi) untuk mempertahankan

hidup.

2. Harga diri : pembangunan haruslah memanusiakan manusia. Dalam

arti luas pembangunan suatu daerah haruslah meningkatkan

kebanggaan sebagai manusia yang berada di daerah itu.

3. Freedom from servitude. Kebebasan bagi setiap individu suatu negara

untuk berpikir, berkembang, berperilaku, dan berusaha untuk

berpartisipasi dalam pembangunan.4

4 Kuncoro, Mudjarad. Otonomi dan Pembangunan Daerah, Reformasi, Perencanaan, Strategi, dan

Peluang. Erlangga, Jakarta, 2004, hlm. 63.

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

4

Nilai-nilai yang tercantum tersebut haruslah di terapkan dalam pembangunan, agar

pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi cita-

cita bersama.

Dalam hal pembangunan daerah di Batang terdapat rencana membangun suatu

Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU). Rencana pembangunan PLTU tersebut agar

memenuhi kebutuhan masrayakat dalam sumber daya energi listrik. Perusahaan

Listrik Tenaga Uap (PLTU) merupakan singkatan dari Pembangkit Listrik Tenaga

Uap. Pembangkit ini memiliki alat pembakaran yang dinamakan dengan Boiler

sehingga dihasilkan uap panas kering (steam) yang akan digunakan untuk memutar

sudu-sudu turbin. Sudu-sudu turbin yang berputar akan memutar poros turbin yang

terhubung langsung dengan poros generator, sehingga akan menghasilkan energi

listrik. Seperti yang kita ketahui bahwa generator berfungsi untuk mengubah energi

mekanik (poros turbin yang berputar) menjadi energi listrik yang nantinya akan

disalurkan ke gardu induk melalui transformator.

PLTU direncanakan dibangun di desa Ujungnegoro-roban, Desa Karanggenan

Kecamatan Kandeman dan Desa Ponowareng, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang.

PLTU tersebut berkapasitas 2 x 1.000 MW dan seluas kurang lebih 2.500.000 m

(kurang lebih 250 hektar). Perusahaan tersebut akan dibangun oleh PT.Bhimasena

Power Indonesia yang beranggotakan PT. Adaro Power, J-Power, dan Itochu.

Pembangunan PLTU tersebut merupakan upaya pemerintah dalam pembangunan

suatu daerah khususnya daerah Kabupaten Batang. Dalam hal pembangunan PLTU

terdapat dua lokasi, yaitu lokasi darat dan lokasi lautan. Lokasi daratan berada di

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

5

Desa Karanggenang, Kecamatan Kandeman, Kabupaten Batang. Sementara di lokasi

lautan adalah daerah kawasan laut Ujungnegoro-roban yang ditetapkan sebagai

kawasan lindung nasional berupa Taman Wisata Alam Laut (TWAL) berdasarkan

lampiran VIII No. 311 Peraturan Pemerintah No 26 tahun 2008.

Dalam hal suatu pembangunan tidaklah lepas dari para investor yang ingin

berinvesatsi dan membangun sebuah industri. Terkait dengan pembangunan industri

itu terdapat adanya suatu sistem perizinan yang merupakan kewenangan dari

pemerintah. Pembangunan yang dilakukan membutuhkan suatu ruang untuk dapat

berjalan. Dalam pemanfaatan ruang tersebut dikatakan haruslah memerlukan suatu

izin. Di Dalam Peraturan Pemerintah No.15 Tahun 2010 pasal 160 tentang

penyelenggaraan Penataan Ruang menyatakan bahwa “Dalam pemanfaatan ruang

setiap orang wajib memiliki izin pemanfataan ruang dan wajib melaksanakan setiap

ketentuan perizinan dalam pelaksanaan pemanfaatan ruang”. Dari penjelasan tersebut

dapat dikatakan bahwa setiap kegiatan dalam pemanfaatan ruang haruslah

memerlukan suatu ijin. Ijin tersebut diberikan oleh pemerintah sebagai pihak yang

berwenang dalam memberikan ijin.

Terkait dengan izin, dalam pembangunan PLTU memerlukan suatu izin

lokasi. Di Indonesia Izin lokasi diatur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun

1999 tentang Izin Lokasi. Surat Keputusan Bupati Batang mengenai Izin lokasi No.

460/06/2012 yang diterbitkan untuk pendirian PLTU di daerah Ujungnegoro-roban,

batang terdapat suatu permasalahan.

Mengingat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang menyatakan bahwa

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

6

lokasi yg akan digunakan untuk mendirikan PLTU merupakan lokasi kawasan

konversi laut dan juga terdapat dalam Peraturan Daerah Kabupaten Batang Nomor 07

Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031 pasal 36

ayat (3), yang menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai

Ujungnegoro-Roban. Dari penjelasan diatas bahwa terkait lokasi untuk pembangunan

PLTU tesebut, PLTU yang akan dibangun di daerah laut Ujungnegoro-roban

bertentangan dengan peraturan mengenai tata ruang wilayah.

Penulis juga melihat tentang permasalahan keabsahan dari surat keputusan

yang diterbitkan atas nama Bupati Batang tersebut. Karena penulis melihat terdapat

kejanggalan dalam sturktur penulisan suatu surat mengenai izin lokasi yang

diterbitkan oleh Kantor Penanaman Modal dan Pelayanan Perijinan Terpadu,

kejanggalan tersebut terlihat bahwa adanya kesalahan kerangka dalam menulis surat

keputusan. Dimana kesalahan tersebut merupakan surat keputusan Bupati, tetapi

judulnya merupakan Surat Keputusan Badan Penanaman Modal dan Pelayanan

Perijinan Terpadu. Dari penjelasan diatas penulis berkeinginan untuk mengetahui

tentang syarat-syarat dan juga prosedur-prosedur mengenai izin lokasi dan juga

penulis berkeinginan untuk meninjau suatu izin lokasi yang telah diterbitkan oleh

pemerintah Kabupaten Batang dilihat dari peraturan perundang-undangan. Dari uraian

diatas maka penulis memilih judul:

“ANALISIS TERHADAP PENERBITAN IZIN LOKASI

PEMBANGUNAN PLTU DI KABUPATEN BATANG”.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

7

B. Latar Belakang Masalah

Permasalahan mengenai Agraria saat ini merupakan suatu permasalahan yang

makin muncul dalam Negara ini. Sebagian permasalahan agraria ini dikarenakan

permasalahan suatu tanah yang digunakan oleh pemerintah untuk alasan suatu

pembangunan. Biasanya yang dirugikan dalam suatu permasalahan ini tidak lepas dari

kelompok golongan masyarakat yang berasa di lokasi pendirian perusahaan tersebut.

Dalam peran pemerintah sebagai pemegang kekuasaan terhadap tanah haruslah

bertujuan untuk kemakmuran rakyat. Ini tertulis dalam UUD 1945 yaitu “ bahwa

tanah harus dikuasai dan digunakan untuk mencapai sebesar-besarnya kemakmuran

rakyat”5. Kemakmuran rakyat yang dimaksud adalah kemakmuran yang benar-benar

adil dan merata.6

Dalam proses suatu pembangunan itu haruslah mempunyai suatu izin. Izin

tersebut di keluarkan oleh pemerintah sebagai pihak yang berwenang. Pemerintah

dilekati wewenang untuk membuat peraturan. Peraturan tersebut dibuat berdasarkan

kebutuhan masyarakat, artinya ketika suatu kegiatan tertentu mengingikan suatu

5 Pasal 33 ayat (3), Undang-Undang Dasar 1945

6 Ana Silviana, Kebijakan Pertanahan kaitannya dengan Pembangunan bagi sebesar-besarnya

Kemakmuran rakyat, Masalah-masalah Hukum, Majalah Fakultas Hukum UNDIP, Nomor 4 tahun 1997, hlm 18.

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

8

pengaturan, maka tugas pemerintah adalah membuat peraturan, yang akhirnya

dituangkan secara tertulis dan dibuat oleh organ yang berwenang, sehingga lazim

disebut dengan peraturan perundang-undangan. Yang dimaksud dengan peraturan

perundang-undangan disini adalah setiap putusan tertulis yang dibuat, ditetapkan dan

dikeluarkan oleh lembaga atau pejabat negara yang mempunyai (menjalankan) fungsi

legislatif sesuai dengan cara yang berlaku, salah satunya dengan pemberian izin.7

Izin sebagai instrumen yuridis yang digunakan oleh pemerintah untuk

mempengaruhi para warga agar mau mengikuti cara yang dianjurkan guna mencapai

tujuan konkret. Sebagai suatu instrumen, izin berfungsi selaku ujung tombak

instrumen hukum sebagai pengarah, perekayasa, dan perancang masyarakat adil dan

makmur dijelmakan. Hal ini berarti, lewat izin dapat diketahui bagaimana gambaran

masyarakat adil dan makmur itu dapat terwujud. Ini berarti persyaratan-persyaratan,

yang terkandung dalam izin merupakan penegndali dalam memfungsikan izin itu

sendiri.

Disini kita akan membahas tentang suatu izin. Pengertian izin menurut Prof.

Bagirmanan Yaitu :

”merupakan persetujuan dari penguasa berdasarkan peraturan perundang-

undangan untuk memperuraikan tindakan atau perbuatan tertentu yang secara umum

dilarang.” 8

7 Bagir Manan dan Kuntana Magnar, Beberapa Masalah Hukum Tata negara Indonesia, Alumni,

Bandung , 1993, hlm 13.

8 Ridwan H R, Hukum Aminstrasi Negara, PT RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2011 hal 199.

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

9

Dari penjelasan diatas terlihat bahwa izin tersebut merupakan suatu persetujuan dari

pemerintah untuk dapat melakukan sesuatu yang dilarang. Dalam hal perizinan, yang

berwenang mengeluarkan izin adalah pejabat administratif.

Izin merupakan suatu keputusan yang berbentuk tertulis, dalam Hukum

Administrasi Negara izin harus tertulis.9 Izin tersebut merupakan keputusan yang

bersifat konstitutif, yaitu keputusan yang menimbulkan hak baru yang sebelumnya

yang tidak dimiliki seseorang yang namanya tercantum dalam keputusan itu atau

keputusan yang memperkenankan sesuatu yang sebelumnya tidak diperbolehkan.10

Dapat dikatakan bahwa Izin merupakan keputusan tat usaha negara yang berbentuk

tertulis dan merupakan Keputusan Konstitutif dimana dapat menimbulkan suatu hak

yang baru.

Izin terdapat beberapa macam jenisnya, tetapi penulis hanya membahas

mengenai izin lokasi. Dalam rangka pengaturan penanaman modal telah ditetapkan

ketentuan mengenai keharusan diperolehnya izin lokasi sebelum suatu perusahaan

memperoleh tanah yang diperlukan untuk melaksanakan rencana penanaman

modalnya, atau dengan kata lain izin lokasi merupakan persyaratan yang perlu

9 Ibid, hal

10 disunting oleh Philipus M Hadjon. Spelt, JBM Ten Berge, Pengantar Hukum Perijinan, Gadjah Mada

University Press, Yogyakarta, 1993.

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

10

dipenuhi dalam hal suatu perusahan akan memperoleh tanah dalam rangka

penanaman modalnya. Maksud persyaratan ini adalah untuk mengarahkan dan

mengendalikan perusahan dalam rangka memperoleh tanah mengingat penguasan

tanah harus memperhatikan kepentingan masyarakat banyak dan penggunaan tanah

harus sesuai dengan rencana tata ruang yang berlaku dan dengan kemampuan fisik

tanah itu sendiri. Izin Lokasi di atur dalam Peraturan Menteri Agraria No.2 Tahun

1999 tentang Izin Lokasi. Pengertian Izin Lokasi Dalam Peraturan Menteri Agraria

mengatakan bahwa :

“Izin lokasi adalah izin yang diberikan kepada perusahaan untuk memperoleh tanah

yang diperlukan dalam rangka penanaman modal yang berlaku pula sebagai izin

pemindahan hak, dan untuk menggunakan tanah tersebut guna keperluan usaha

penanaman modalnya”.11

Izin lokasi ini menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten Batang dan

dikeluarkan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal yang telah ditanda tangani

oleh Bupati Batang. Peraturan mengenai Ijin Lokasi terdapat dalam Peraturan

Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 2 tahun 1993 tentang Ijin

Lokasi dan Hak Atas Tanah Bagi Perusahaan Dalam Rangka Penanaman Modal dan

yang terbaru adalah Peraturan Menteri Agraria nomor 2 tahun 1999 tentang Izin

Lokasi.

11

Pasal 1 ayat (1), Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional no 2 tahun 1999

tentang Izin Lokasi.

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

11

Dalam tata cara pemberian izin lokasi menurut Peraturan Menteri

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No 2 Tahun 1999 mengatakan bahwa

dalam pemberian izin lokasi surat keputusan harus di tandatangani oleh

Bupati/Walikotamadya atau dalam Daerah Khusus Ibukota Jakarta oleh Gubernur

Kepala Darah Khusus Ibukota Jakarta, dengan persiapan administrasi dan bahan

pertimbangan dilakukan oleh instansi pertanahan, yaitu Kepala Pertanahan

kabupaten/Kotamadya.12

Disini penulis ingin membahas mengenai izin lokasi khususnya mengenai izin

lokasi dalam pembangunan Perusahaan Listrik Tenaga Uap (PLTU). Surat Keputusan

Bupati Batang mengenai Izin Lokasi No. 460/06/2012, dalam penerbitannya tersebut

terdapat permasalahan-permasalahan, disini penulis melihat bahwa permasalahan

tersebut seperti izin lokasi yang diterbitkan untuk pembangunan PLTU tersebut dapat

dikatakan bertentangan dengan peraturan Peraturan daerah kabupaten Batang Nomor

07 Tahun 2011 tentang RTRW wilayah Kabupaten Batang Tahun 2011-2031 yang

menyebutkan bahwa Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro-Roban.

Peraturan Daerah Kabupaten Batang No.7 tahun 2011 pasal 36 ayat (3), menyebutkan

bahwa “Kawasan perlindungan terumbu karang ditetapkan sebagai Kawasan

Konservasi Laut Daerah (KKLD) Pantai Ujung Negoro Roban dengan luas kurang

lebih 6.897,75 (enam ribu delapan ratus sembilan puluh tujuh koma tujuh puluh lima)

hektar”. Pendekatan Kawasan Konservasi Laut Daerah Pantai Ujungnegoro – Roban

12

Ibid., pasal 6.

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

12

sebagai KKLD adalah dikarenakan kawasan ini melindungi 3 obyek penting dalam

menjaga ekosistem, yaitu : (1) kawasan Karang Kretek yang memiliki peran penting

melindungi potensi sumberdaya ikan bagi nelayan tradisional; (2) kawasan situ Syekh

Maulana Magribi yang berperan dalam penyebaran agama Islam di Batang; dan (3)

kawasan wisata pantai Ujungnegoro yang memberikan andil pada perkembangan

industri pariwisata dan kebudayaan Kabupaten Batang.13

Jika dilihat bahwa izin lokasi yang diterbitkan tersebut bertentangan dengan

peraturan yang berada diatasnya, padahal semestinya bahwa suatu keputusan tidak

dapat melanggar suatu peraturan perundang-undangan yang ada.14

Jika kita lihat

bahwa administrasi negara dalam pengertian hukum merupakan pelaksanaan dan atau

penyelenggaraan daripada Undang-undang dalam arti luas. Jadi satiap tindakan itu

haruslah dilandasi oleh peraturan perundang-undangan.15

Permasalahan yang lain terdapat dalam keabsahan yang dilihat dari struktur

penulisan surat izin lokasi yang dikeluarkan, dimana surat izin lokasi tersebut

dikeluarkan oleh badan penanaman modal dan Pelayanan Perizinan terpadu, tetapi

terdapat suatu tulisan yang menunjukan bahwa surat keputusan bupati. Dalam hal

penulisan suatu surat keputusan itu haruslah melihat suatu tata cara penulisan dalam

13

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Batang. Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Laut Daerah

Ujungnegoro – Roban Kabupaten Batang, Batang.2009

14 Kansil,C.S.T ..,Prof. Drs.S.H; Kansil, Christine, S.T .., M.H. S.H, Memahami Pembentukan Peraturan

Perundang-undangan, P.T Pradnya Paramita, Jakarta, 2007, hlm 4.

15Marbun. S.F dan Mahfud. Moh.., Pokok-pokok Hukum Administrasi Negara, Liberty, Yogyakarta,

2000, hlm. 89.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

13

membuat suatu keputusan.

Dari uraian diatas kita melihat bahwa izin Lokasi yang dikeluarkan oleh

pemerintah daerah Kabupaten Batang belum memenuhi peraturan-peraturan yang

berlaku,

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam

penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Bagaimana keabsahan dari penerbitan Izin lokasi terhadap pendirian PLTU di

daerah Batang?

2. Apakah Izin lokasi pembentukan PLTU tersebut telah memenuhi syarat dalam

peraturan perundang-undangan?

D. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui bagaimana dari penerbitan Izin lokasi terhadap pembangunan

PLTU di daerah Batang

2. Untuk mengetahui apakah Izin lokasi pembangunan PLTU tersebut telah

memenuhi syarat dan sudah sesuai dalam peraturan perundang-undangan.

E. Manfaat Penelitian

Penulisan skripsi diharapkan dapat memberikan manfaat baik secara praktis:

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

14

1. Secara Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah masukan bagi perkembangan ilmu

pengetahuan hukum, khususnya mengenai Perizinan pembangunan PLTU

(pembangkit Listrik Tenaga Uap)

2. Secara Praktis

a. Untuk memberikan informasi dan pemahaman kepada masyarakat tentang

penentuan perizinan pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap)

Di daerah Batang

b. Untuk menambah pengetahuan dan wawasan akademisi di bidang ilmu hukum

khususnya mengenai Perizinan, dalam hal ini Izin Lokasi Pembangunan

PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di daerah Batang

F. Metode Penelitian

Penelitian hukum merupakan suatu kegiatan ilmiah yang berdasarkan pada

metode, sistematika dan pemikiran tertentu yang bertujuan untuk mempelajari

satu atau beberapa gejala hukum tertentu, dengan jalan menganalisanya.16

1. Metode Pendekatan

Metode pendekatan yang digunakan adalah Yuridis Normatif. Penelitian

hukum normatif dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka yang

merupakan data sekunder dan disebut juga penelitian hukum kepustakaan.

16

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, UIPress, Jakarta, 1986, hlm.43

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

15

Dalam penelitian ini, penelitian normatif digunakan untuk menemukan

landasan hukum Perizinan pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga

Uap)

2. Spesifikasi Penelitian

Spesifikasi penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif.

Deskripsi atau pemaparan merupakan kegiatan menentukan isi aturan hukum

setepat mungkin, sehingga kegiatan mendeskripsikan tersebut dengan

sendirinya mengandung kegiatan interprestasi. Spesifikasi kajian dalam

penelitian meliputi teori, prinsip, dan norma-norma hukum nasional Indonesia

tentang landasan hukum perizinan pembangunan PLTU di daerah Batang.

Dengan demikian penelitian ini termasuk dalam dogmatik hukum, yaitu

deskripsi, sistematisasi, analisis, interprestasi, dan menilai hukum positif.

Dalam penelitian ini yang diinterprestasikan yaitu mengenai Perizinan

pembangunan PLTU (Pembangkit Listrik Tenaga Uap) di daerah Batang

3. Bahan Hukum

Sumber penelitian dalam penelitian ini yaitu bahan primer yang meliputi

peraturan perundang-undangan Indonesia yang relevan dengan isu hukum

penelitian ini. Berikut rincian bahan hukum primer yang digunakan:

a. Undang-undang no.26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang

b. Peraturan Pemerintah no.5 tahun 2010 tentang Penataan Ruang

c. Peraturan Menteri no.2 th 1999 ttg Izin Lokasi Menteri Agraria

d. Peraturan Daerah no.6 tahun 2010 tentang Rencana Tata ruang wilayah

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

16

Provinsi jawa Tengah tahun 2009-2029. .

e. Peraturan Daerah no.7 tahun 2011 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Kabupaten Batang

Di samping bahan hukum primer, sumber penelitian lainnya adalah bahan

hukum sekunder, misalnya: tentang pembahasan perizinan yang dapat

ditemukan dalam buku-buku teks, laporan penelitian, juga terbitan berkala.

4. Metode Pengumpulan Data

Metode yang pengumpulan data yang dilakukan penulis adalah melalui studi

kepustakaan yang dilakukan dengan cara mempelajari dan menganalisa

bahan-bahan tertulis seperti perundang-undangan, karya ilmiah dari pakar-

pakar dan buku-buku literatur yang berkaitan dengan penelitian.

5. Unit Amatan dan Unit Analisa

Yang menjadi unit Amatan adalah pertama, surat keputusan Bupati Batang No

460/06/2012 tentang Pemberian Izin Lokasi untuk keperluan Pembangunan

Power Block untuk PLTU yang dikeluarkan oleh Kantor Penanaman Modal

dan Pelayanan Perzinan Terpadu. Sedangkan Unit Analisanya adalah

ketentuan perauran perundangan khususnya Peraturan Kepala Badan

Pertanahan Nasional No.2 tahun 2011 tentang Pedoman Pertimbangan dalam

Penerbitan Izin Lokasi, Penetapan Lokasi dan Izin Perubahan Penggunaan

Tanah dan UU terkait, misalnya Undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang

Penataan Ruang, Peraturan Menteri No.2 tahun 1999 tentang Izin Lokasi,

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 tahun

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - repository.uksw.edurepository.uksw.edu/bitstream/123456789/6791/1/T1_312007054_BAB I.pdf · pembangunan yang di rencanakan tersebut menuju pembangunan yang menjadi

17

1993 tentang Tata Cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi

Perusahaan dalam Menanamkan Modal, Keputusan Menteri Agraria/Kepala

Badan Pertanahan Nasional No.22 tahun 1993 tentang Petunjuk Pelaksanaan

Pemberian Izin Lokasi dalam Rangka Pelaksanaan Peraturan Menteri

Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No.2 tahun 1993 tentang Tata

cara Memperoleh Izin Lokasi dan Hak Atas Tanah bagi Perusahaan dalam

Rangka Penanaman Modal, Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan

Pertanahan Nasional No.2 tahun 1997 tentang Perolehan Izin Lokasi dan Hak

Guna Bangunan bagi Perusahaan Kawasan Industri dan Perusahaan Industri,

Peraturan Daerah No. 6 tahun 2010 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah

Provinsi jawa Tengah tahun 2009-2029, Peraturan Daerah No.7 tahun 2011

tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Batang.