Upload
ghulamin
View
74
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
TA PWK penerapan kompaksi perkotaan
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Munculnya eksistensi kendaraan bermotor berupa mobil semenjak diciptakan
oleh Henry Ford pada tahun 1932 yang kemudian diproduksi secara massal
mendorong pertumbuhan kawasan terbangun di kota-kota menyebar ke kawasan
pinggiran dan semakin menjauhi pusat kota. Keberadaan mobil mempermudah
manusia untuk berulang-alik dalam melakukan kegiatan sehari-harinya seperti
bekerja, bersekolah, mengunjungi sanak famili, atau berekreasi. Pada tahun 1950-
an di negara maju seperti Amerika Serikat, adanya kendaraan bermotor seperti
mobil yang dapat mempermudah mobilitas menjadi pendorong bagi orang-orang
untuk memilih lokasi tempat tinggal di kawasan pinggiran yang relatif memiliki
lingkungan yang lebih nyaman, tenang dan asri daripada di pusat kota. Keberadaan
kendaraan bermotor dapat mempermudah orang-orang untuk berulang-alik
(commuting) tiap hari dari tempat tinggalnya di kawasan pinggiran ke kawasan
pusat kota untuk bekerja (Gilbert dan Ginn, 2001).
Perilaku tersebut menjadi latar belakang terjadinya proses suburbanisasi di
suatu kota. Proses suburbanisasi yang ditandai pertumbuhan kawasan perumahan
baru yang berkepadatan rendah di kawasan pinggiran kota tersebut membentuk
pola bentuk kota yang menyebar (dispersed urban form) dan bergantung kepada
penggunaan kendaraan bermotor (automobile-dependent city). Pola bentuk kota
seperti ini biasanya menciptakan zona yang tersegregasi antara kawasan
residensial dan kawasan komersial. Pola seperti ini biasanya memiliki ciri-ciri
terpisahnya kawasan komersial di kawasan pusat kota dan kawasan residensial
berkepadatan rendah di kawasan pinggiran.
Berkembangnya paradigma pembangunan berkelanjutan (sustainable
development) sejak dua dekade yang lalu mempengaruhi para ahli untuk mengkritik
trend pola bentuk kota yang menyebar ke kawasan pinggiran dan bergantung
kepada penggunaan kendaraan bermotor. Pola bentuk kota seperti ini dianggap
tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan (unsustainable urban form). Pola
bentuk kota ini dianggap menciptakan pola pergerakan yang tidak efisisen antara
kawasan pusat kota dengan kawasan pinggiran. Ketergantungan terhadap
2
kendaraan bermotor menimbulkan permasalahan-permasalahan berupa kemacetan,
polusi udara yang meningkatkan efek rumah kaca, polusi suara, serta konsumsi
energi yang tinggi terhadap bahan bakar tak terbarukan. Pola seperti ini juga
dianggap mengurangi waktu masyarakat untuk bersosialisasi dengan tetangganya
karena sebagian besar waktunya dihabiskan dalam perjalanan ulang-alik
menggunakan kendaraan pribadi, sehingga mengurangi rasa komunitas (sense of
community). Selain itu, pola bentuk kota seperti ini meningkatkan laju konversi lahan
hijau untuk memenuhi kebutuhan perumahan dan industri baru. Semakin tingginya
laju konversi lahan hijau akan mengancam ketahanan pangan serta
keanekaragaman hayati. Pola bentuk kota seperti ini juga identik dengan fenomena
urban sprawl, yaitu pertumbuhan kawasan terbangun kota yang meluas ke kawasan
pinggiran secara acak (random/scattered), mengikuti jaringan jalan (strip), serta
meloncat dan terputus (leapfrog/discontinues). Fenomena urban sprawl ini diawali
oleh pengembangan kawasan residensial berkepadatan rendah (low-density
residential) di kawasan pinggiran yang sangat bergantung terhadap penggunaan
kendaraan bermotor serta meningkatkan laju konversi lahan hijau yang cukup tinggi
sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan (Staley, 2001).
Dari kritik tersebut muncul pemikiran untuk menggagas sebuah bentuk kota
yang sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan. Pola bentuk kota yang kompak
(compact city) dianggap sebagai konsep bentuk kota yang dapat menjadi sebuah
solusi alternatif untuk memenuhi prinsip-prinsip berkelanjutan. Pola bentuk kota
yang kompak diharapkan dapat mengurangi ketergantungan masyarakat terhadap
penggunaan kendaraan bermotor. Dengan tersedianya berbagai fasilitas umum dan
fasilitas sosial yang lengkap serta tempat bekerja yang dekat dari rumah,
diharapkan masyarakat dapat lebih memilih untuk berjalan kaki atau bersepeda
dalam bepergian. Bentuk kota yang kompak dengan kepadatan yang tinggi
dianggap dapat mengurangi laju konversi lahan hijau untuk memenuhi kebutuhan
baru akan perumahan dan lebih mengutamakan peremajaan kembali kawasan kota
lama (existing-urban redevelopment). Bentuk kota yang kompak dengan kepadatan
yang tinggi juga dianggap dapat lebih menghidupkan rasa komunitas dengan
seringnya orang-orang bertemu tatap muka baik di jalanan maupun di tempat-
tempat umum. Bentuk kota yang kompak juga didukung oleh ketersediaan fasilitas
transportasi umum yang memadai yang menghubungkan interaksi antara pusat-
pusat lingkungan yang kompak. Bentuk kota yang kompak diharapkan dapat
3
mengefisienkan pola pergerakan masyarakat dan mempermudah pencapaian
pembangunan berkelanjutan.
Penerapan kompaksi perkotaan yang mengadopsi bentuk kota tradisional
pada abad pertengahan di Eropa Barat di masa sekarang relatif sudah cukup
berkembang pesat di negara maju seperti negara-negara Uni Eropa, Amerika
Serikat, Australia dan Jepang. Sedangkan di negara berkembang seperti Indonesia
penerapan kompaksi perkotaan masih sebatas pada kajian-kajian di kalangan
akademisi mengenai bentuk kota yang berkelanjutan. Penerapan kompaksi
perkotaan di negara maju mempunyai pendekatan yang berbeda untuk penerapan
di pusat kota lama dan di kawasan pinggiran. Di pusat kota lama pendekatan yang
dipakai biasanya adalah meremajakan/merevitalisasi kawasan pusat kota lama agar
kembali menjadi tempat yang nyaman untuk dijadikan tempat tinggal. Sedangkan di
kawasan pinggiran dengan membentuk pusat-pusat lingkungan yang kompak dan
saling terhubung dengan sarana prasarana transportasi umum yang optimal. Pusat-
pusat lingkungan tersebut setara dengan sebuah desa yang mandiri karena
mempunyai fasilitas pelayanan yang lengkap (self-containment), dikenal dengan
sebutan urban village. Kemudian pusat-pusat tersebut dikonsentrasikan di dekat
stasiun-stasiun sarana transportasi umum massal seperti kereta api atau light rail
transit. Pendekatan tersebut di negara-negara maju juga dikenal dengan sebutan
Transit-Oriented Development (TOD).
Penelitian ini sendiri mencoba melanjutkan dan memperdalam studi-studi yang
telah ada mengenai kompaksi perkotaan di Indonesia. Penelitian ini sendiri
kemudian dikhususkan kepada penerapan kompaksi perkotaan di kawasan
pinggiran. Kawasan Pinggiran Bandung Timur dipilih menjadi studi kasus karena
disinyalir mengalami proses suburbanisasi dan mempunyai bentuk perkotaan yang
bergantung kepada kendaraan bermotor. Penelitian yang dilakukan oleh Kurniadi
(2007) yang mengelompokkan kecamatan berdasarkan tipologi dari derajat
kekompakan menunjukkan bahwa kecamatan-kecamatan di kawasan Bandung
Timur masuk kedalam kategori kawasan perkotaan yang memiliki kepadatan
penduduk yang rendah dengan laju pertumbuhan penduduk antara sedang-tinggi
tetapi mengalami perubahan kepadatan terbangun yang rendah. Dimensi
ketersediaan fasilitas dari tipologi kecamatan-kecamatan di Bandung Timur juga
rendah. Temuan lain juga menunjukkan bahwa 57,05 % penduduk Bandung Timur
melakukan aktivitas di luar kelurahannya serta sebanyak 59,87% memilih moda
kendaraan bermotor dalam melakukan aktivitasnya. Selain itu, biaya transportasi
4
merupakan pengeluaran rumah tangga terbesar kedua bagi penduduk Bandung
Timur setelah kebutuhan pangan (Studio proses perencanaan Prodi PWK ITB,
2005). Temuan-temuan tersebut menunjukkan bahwa proses suburbanisasi di
kawasan Bandung Timur ditandai dengan berkembangnya perumahan
berkepadatan rendah dengan ketergantungan terhadap kendaraan bermotor yang
cukup tinggi karena kurangnya fasilitas yang tersedia di lingkungan perumahannya.
Dalam RTRW Kota Bandung 2003-2013 serta RTRW Kab. Bandung 2000-
2010 kawasan Bandung Timur sendiri memang diarahkan untuk menjadi pusat
pertumbuhan baru serta untuk memenuhi pertumbuhan kebutuhan lahan
perumahan dan industri baru mengingat daya dukung lingkungan di kawasan
Bandung barat dan utara yang sudah semakin menurun. Hal tersebut juga
dinyatakan dalam RKPD Kota Bandung 2006 yang menyatakan bahwa penataan
pola spasial di kawasan Bandung Timur harus sejalan dengan tujuan
pengembangan kawasan Bandung Timur yang telah ditetapkan, yaitu melakukan
pengembangan di kawasan baru dengan pendekatan urban redevelopment sebagai
bagian terpadu dari Kota Bandung yang mandiri, berkualitas hidup tinggi,
berkelanjutan (sesuai dengan daya dukung lingkungan), mampu menarik investasi
serta mengurangi beban kegiatan dan lalu lintas di Kota Bandung Barat. Namun
sayangnya, kebijakan tersebut tidak sejalan dengan kebijakan transportasi yang
berkelanjutan. Kebijakan transportasi yang tertera dalam RTRW lebih menekankan
kepada pembangunan infrastruktur baru yang berbasis kendaraan bermotor seperti
pembangunan jalan tol dan jalan layang baru daripada penataan pusat-pusat
lingkungan beserta fasilitas lingkungannya yang didukung oleh ketersediaan sarana
transportasi umum massal yang ramah lingkungan.
Penelitian ini akan mencoba mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan
kompaksi perkotaan di kawasan pinggiran Bandung Timur sebagai upaya untuk
mengefisienkan pola pergerakan. Identifikasi pola dan struktur spasial eksisting
kawasan Bandung Timur akan dikaji terlebih dahulu dan diukur derajat
kekompakannya. Kemudian karakteristik bentuk terbangun yang sudah diidentifikasi
akan dilihat pengaruhnya terhadap pola pergerakan penduduk. Potensi dan Kendala
penerapan kompaksi akan diketahui dari seberapa besar derajat kompaksi di
Kawasan Pinggiran Bandung Timur ditambah kebijakan perencanaan tata ruang
serta preferensi masyarakat dan pengembang perumahan. Hasil analisis potensi
dan kendala penerapan kompaksi perkotaan akan menjadi bahan masukan bagi
kebijakan perencanaan tata ruang di kawasan pinggiran Bandung Timur.
5
1.2 Rumusan Masalah
Kawasan Bandung Timur disinyalir memiliki pola dan struktur ruang yang tidak
sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan (unsustainable urban form). Dari hasil
penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kawasan pinggiran Bandung Timur
mempunyai ketergantungan terhadap kendaraan bermotor yang cukup tinggi karena
kurangnya fasilitas umum dan fasilitas sosial. Hal tersebut disinyalir menimbulkan
pola pergerakan yang tidak efisien sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip
berkelanjutan. Dalam upaya penataan pola spasial untuk mengefisienkan
pergerakan juga tidak lepas dari perilaku bepergian masyarakat yang dipengaruhi
juga oleh karakteristik sosial dan ekonomi serta karakteristik fisik bentuk terbangun
lingkungan perumahan. Pola preferensi pergerakan masyarakat yang dipengaruhi
karakteristik bentuk terbangun menjadi salah satu bagian penting dalam studi ini.
Kemudian pengkajian potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan sebagai
alternatif bentuk kota yang dapat mengefisienkan pola pergerakan masyarakat juga
menjadi penting karena sebelumnya belum ada penelitian yang mengkaji potensi
dan kendala penerapan bentuk kota yang berkelanjutan dalam usaha efisiensi pola
pergerakan penduduk di Kawasan Pinggiran Bandung Timur.
Dari rumusan masalah tersebut, pertanyaan penelitian yang muncul adalah
sebagai berikut :
1. Apa saja indikator-indikator kompaksi perkotaan sebagai perwujudan pola
dan struktur ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan ?
2. Bagaimana pola dan struktur spasial kawasan Bandung Timur berdasarkan
indikator-indikator kompaksi perkotaan ?
3. Bagaimana karakteristik pola dan struktur spasial mempengaruhi pola
pergerakan masyarakat ?
4. Bagaimana potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan untuk
efisiensi pola pergerakan masyarakat dilihat dari tingkat kekompakan
kawasan, kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi dan prefensi
masyarakat dan pengembang perumahan?
6
1.3 Tujuan, Sasaran dan Manfaat Studi
Tujuan dari penelitian ini adalah Mengidentifikasi potensi dan kendala
penerapan kompaksi perkotaan sebagai upaya efisiensi pola pergerakan.
Untuk mencapai tujuan tersebut, sasaran yang akan ditempuh adalah sebagai
berikut :
1. Mengidentifikasi indikator-indikator kompaksi perkotaan sebagai perwujudan
pola dan struktur kawasan perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urban
form).
2. Mengidentifikasi dan mengukur derajat kekompakan pola dan struktur
spasial kawasan Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator kompaksi
perkotaan.
3. Menganalisis pengaruh karakteristik pola dan struktur spasial/bentuk
terbangun terhadap pola pergerakan masyarakat serta menganalisis
pengaruh karakteristik sosial ekonomi terhadap pola pergerakan sebagai
pembanding.
4. Mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di
kawasan Bandung Timur berdasarkan derajat kekompakan kawasan,
kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi dan preferensi masyarakat
terhadap kompaksi perkotaan.
Hasil studi ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat sebagai
berikut:
Memberikan masukan bagi pemerintah dalam hal ini Bappeda, Dinas
Perumahan, Dinas Tata Kota, Dinas Permukiman dan Tata Wilayah serta
Pemerintah Kota dan Kabupaten Bandung secara umum dalam penataan ruang
Kota dan Kabupaten Bandung khususnya kawasan Bandung Timur yang
mengarah kepada keberlanjutan.
Memberikan masukan bagi pemerintah Kota dan Kabupaten Bandung dalam
penyusunan rencana tata ruang wilayah kabupaten/kota agar selaras dan
mengarah ke keberlanjutan.
Menambah wacana bagi pengembangan ilmu Perencanaan Wilayah dan Kota
mengenai konsep kompaksi perkotaan sebagai indikator keberlanjutan kawasan
perkotaan di Indonesia.
7
1.4 Ruang Lingkup
Ruang Lingkup Penelitian yang dilakukan terdiri dari ruang lingkup wilayah
dan ruang lingkup materi.
1.4.1 Ruang Lingkup Wilayah
Ruang Lingkup wilayah studi ini adalah Kawasan Pinggiran Bandung Timur
yang merupakan kebijakan arah pertumbuhan kota sesuai dengan Rencana Tata
Ruang Wilayah (RTRW) Kota Bandung 2003-2013 dan RTRW Kabupaten Bandung
2006-2026. Secara administratif, Kawasan Pinggiran Bandung Timur yang
merupakan wilayah Kota Bandung terdiri dari 2 Wilayah Pengembangan (WP)
Gedebage dan WP Ujungberung. WP Gedebage terdiri dari 3 kecamatan, yaitu
Kecamatan Bandung Kidul, Kecamatan Margacinta, serta Kecamatan Rancasari.
Sedangkan WP Ujungberung terdiri dari 4 Kecamatan, yaitu Kecamatan Cicadas,
Kecamatan Arcamanik, Kecamatan Ujungberung, serta Kecamatan Cibiru.
Sedangkan kawasan Bandung Timur yang secara administratif merupakan wilayah
Kabupaten Bandung terdiri dari 4 kecamatan, yaitu Kec. Cilengkrang, Kec. Cileunyi,
Kec. Rancaekek, serta Kec. Cicalengka. Dalam melihat kompaksi perkotaan di
kawasan Bandung Timur, wilayah studi merupakan daerah sub-urban dan daerah
pinggiran yang tidak dibatasi dengan batasan administratif kota melainkan melihat
kota secara fungsional. Untuk memudahkan proses pengumpulan data dan analisis,
delineasi akan menggunakan batas administratif hingga unit desa/kelurahan
sehingga wilayah studi masih dapat dilihat secara fungsional bukan administratif.
1.4.2 Ruang Lingkup Materi
Ruang lingkup materi penelitian ini meliputi kajian mengenai konsep kompaksi
perkotaan sebagai proses menuju bentuk kota yang sesuai dengan prinsip-prinsip
keberlanjutan (sustainable urban form). Dari kajian tersebut kemudian dirumuskan
indikator-indikator yang dapat mengukur derajat kekompakan di Kawasan Pinggiran
Bandung Timur. Konsep dan indikator-indikator tersebut kemudian menjadi dasar
untuk menganalisis pola dan struktur ruang Kawasan Pinggiran Bandung Timur dan
kemudian mengukur derajat kekompakan kawasan. Struktur ruang yang dimaksud
8
adalah susunan pusat-pusat permukiman dan sistem jaringan prasarana dan sarana
yang berfungsi sebagai pendukung kegiatan sosial ekonomi masyarakat yang
secara hierarkis memiliki hubungan fungsional. Sedangkan pola ruang adalah
distribusi peruntukan ruang dalam suatu wilayah yang meliputi peruntukan ruang
untuk fungsi lindung dan peruntukan ruang untuk fungsi budidaya (UU No. 26 Tahun
2007 tentang Penataan Ruang). Analisis pola dan struktur ruang yang telah
dilakukan kemudian dilihat pengaruhnya terhadap pola pergerakan masyarakat
yang juga dipengaruhi oleh karakteristik sosial ekonomi. Derajat kompaksi kawasan
beserta kebijakan perencanaan tata ruang dan persepsi serta preferensi
masyarakat dan pengembang terhadap kompaksi perkotaan akan dijadikan acuan
untuk merumuskan potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di
Kawasan Pinggiran Bandung Timur sebagai upaya efisiensi pola pergerakan.
Sebaran spasial dalam pola dan struktur ruang ditampilkan dalam bentuk peta
yang datanya diolah dengan unit analisis desa/kelurahan. Sebaran spasial ini diolah
dan ditampilkan dan diolah dengan menggunakan software ArcView GIS 3.3 dan
ArcGIS 9.2. Sedangkan data keterkaitan antara pola dan struktur ruang dengan pola
pergerakan masyarakat yang juga dipengaruhi oleh karakteristik fisik perumahan
serta karakteristik sosial-ekonomi akan diolah dengan menggunakan sotware
statistik SPSS 16.0.
1.5 Metodologi Penelitian
Penelitian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan
kompaksi perkotaan di Kawasan Pinggiran Bandung Timur sebagai upaya efisiensi
pola pergerakan masyarakat. Potensi dan kendala penerapan akan dapat dilihat
setelah melakukan analisis pola dan struktur ruang, analisis derajat kekompakan,
analisis pengaruh pola dan struktur spasial/bentuk terbangun Kawasan Pinggiran
Bandung Timur terhadap pola pergerakan penduduk, analisis pengaruh karakteristik
sosial-ekonomi terhadap pola pergerakan, analisis kebijakan perencanaan tata
ruang, analisis persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan
terhadap kompaksi perkotaan, dan analisis lokasi potensial penerapan kompaksi.
Berikut adalah uraian mengenai kegiatan yang akan dilakukan dalam penelitian ini :
o Studi Literatur
9
Studi literatur dilakukan untuk memahami konsep dan prinsip-prinsip kompaksi
perkotaan. Sebelumnya dilakukan penelusuran mengenai konsep dan prinsip-
prinsip bentuk kota yang berkelanjutan (sustainable urban form) yang
direpresentasikan oleh konsep compact city. Kajian mengenai fenomena
suburbanisasi yang menimbulkan bentuk kota yang tidak sesuai dengan prinsip-
prinsip berkelanjutan juga membahas mengenai fenomena urban sprawl.
Kemudian dari hasil penelusuran literatur-literatur tersebut akan disusun daftar
indikator-indikator kompaksi perkotaan yang akan mengukur derajat kompaksi
Kawasan Pinggiran Bandung Timur. Indikator-indikator tersebut disesuaikan
terlebih dahulu dengan konteks pengembangan kawasan Bandung Timur untuk
efisiensi pola pergerakan. Studi literatur juga dilakukan terhadap kebijakan-
kebijakan tata ruang yang berkaitan dengan substansi studi.
o Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan survei sekunder dan survei primer.
Survei sekunder yaitu pengumpulan data-data dari berbagai instansi terkait.
Data-data yang dikumpulkan berupa data statistik tabular dengan unit
kelurahan/desa yang ada di Kawasan Pinggiran Bandung Timur serta data
persebaran lokasi perumahan formal di kawasan Bandung Timur. Data-data
yang dikumpulkan adalah data 5 tahun terakhir (lebih lengkapnya dapat dilihat
pada tabel I.1). Sedangkan survei primer dilakukan dengan wawancara
langsung ke rumah tangga (household survey) dengan menggunakan metode
purposive sampling, yaitu hanya mengambil responden dari bagian kawasan
tertentu yang sesuai dengan tujuan dan konteks penelitian sehingga dapat
mewakili kawasan. Dalam penelitian ini, responden akan diambil dari penghuni
perumahan formal. Pemilihan responden akan dilakukan secara acak dari
perumahan formal yang terpilih sebagai sampel. Pemilihan sampel perumahan
formal juga akan diambil 1 lokasi secara acak dari tiap tipologi perumahan yang
akan dibagi sesuai dengan konteks studi. Lokasi perumahan yang terpilih
dianggap mewakili tiap tipologi perumahan. Setelah data terkumpul maka
dilakukan kompilasi data secara sistematis dan teratur berdasarkan lingkup
analisis yang digunakan.
o Analisis Data
10
Analisis yang digunakan dalam mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan
kompaksi perkotaan sebagai upaya efisisiensi pola pergerakan masyarakat di
kawasan Bandung Timur di kawasan Bandung Timur adalah :
1. Analisis pola dan struktur ruang
Analisis ini mengidentifikasi karakteristik spasial/bentuk terbangun di
Kawasan Pinggiran Bandung Timur. Unit analisis yang digunakan adalah
desa/kelurahan sehingga pola spasial yang terbentuk di Kawasan Bandung
Timur dapat diidentifikasi. Karakteristik pola dan struktur ruang yang akan
diidentifikasi berdasarkan indikator-indikator kompaksi yang akan disusun
terlebih dahulu.
2. Analisis derajat kompaksi
Analisis derajat kompaksi akan mengukur tingkat kekompakan Kawasan
Pinggiran Bandung Timur. Derajat kompaksi merupakan indeks komposit
dari indikator-indikator yang digunakan untuk menganalisis pola dan struktur
ruang Kawasan Pinggiran Bandung Timur. Karena unit data yang digunakan
pada tingkat desa maka derajat kompaksi akan mengukur kompaksi di tiap
desa di Kawasan Pinggiran Bandung Timur.
3. Analisis pengaruh karakteristik pola dan struktur ruang/bentuk terbangun
terhadap pola pergerakan
Analisis ini akan mengidentifikasi pengaruh karakteristik pola dan struktur
spasial yang telah diidentifikasi terhadap pola pergerakan penduduk. Pada
analisis ini juga akan dilihat pengaruh bentuk terbangun skala lingkungan
perumahan terhadap pola pergerakan penghuninya. Pola pergerakan
penduduk yang direpresentasikan oleh sampel yang diambil dari satu
lingkungan perumahan akan dikaitkan dengan karakteristik fisik spasial
perumahan tersebut untuk menguji bagaimana karakteristik spasial
mempengaruhi pola pergerakan.
4. Analisis pengaruh karakteristik sosial-ekonomi terhadap pola pergerakan
Pengaruh karakteristik sosial-ekonomi masyarakat terhadap pola pergerakan
juga akan dikaji sebagai pembanding terhadap pengaruh bentuk terbangun
terhadap pola pergerakan.
11
5. Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan berdasarkan
kebijakan perencanaan tata ruang
Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di Kawasan
Pinggiran Bandung Timur akan disusun berdasarkan hasil analisis kebijakan
perencanaan tata ruang. Rencana Tata Ruang yang akan dikaji adalah
rencana tata ruang yang berlaku di Kawasan Pinggiran Bandung Timur yaitu
RTRW Kota Bandung 2003-2013 dan RTRW Kab. Bandung 2006-2026.
Potensi dan Kendala penerapan kompaksi sebagai upaya efisiensi pola
pergerakan dapat dilihat pada kebijakan umum mengenai Kawasan
Pinggiran Bandung Timur, rencana struktur ruang, dan rencana
pengembangan jaringan transportasi pada masing-masing rencana.
6. Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan berdasarkan
persepsi dan persepsi masyarakat serta pengembang perumahan.
Persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan
terhadap kompaksi perkotaan akan dilihat sebagai salah satu bahan
masukan bagi perumusan potensi dan kendala penerapan kompaksi.
7. Analisis lokasi potensial penerapan kompaksi di Kawasan Pinggiran
Bandung Timur
Hasil pengukuran derajat kompaksi, kebijakan perencanaan tata ruang, serta
persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan akan
menjadi bahan masukan bagi penentuan lokasi yang potensial untuk
diterapkan kompaksi di Kawasan Pinggiran Bandung Timur.
12
Tabel I.1
Keterkaitan Antara Persoalan, Pertanyaan Penelitian, Tujuan, Sasaran, Kebutuhan Data, Analisis, dan Keluaran Studi
Persoalan : Struktur dan Pola Ruang di kawasan Bandung Timur disinyalir menyebabkan tidak efisiennya pola pergerakan masyarakat sehingga tidak sesuai dengan prinsip-prinsip berkelanjutan.
Tujuan : Mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di kawasan Bandung Timur sebagai upaya efisiensi pola pergerakan masyarakat.
Pertanyaan Penelitian Sasaran Data Yang Dibutuhkan Metode Pengumpulan Data Analisis Keluaran
Apa saja indikator-indikator kompaksi perkotaan sebagai perwujudan pola dan struktur ruang kawasan perkotaan yang berkelanjutan (sustainable urban form) ?
Mengidentifikasi indikator-indikator compact city
Buku, jurnal dan artikel yang terkait dengan konsep dan prinsip bentuk kota berkelanjutan, konsep compact city
Studi literatur mengenai konsep dan prinsip Bentuk Kota yang Berkelanjutan (Sustainable Urban Form)
Studi literatur mengenai konsep , prinsip dan indikator compact city.
Penentuan Indikator-indikator compact city dengan mendaftar (long list) indikator-indikator dari berbagai literatur yang kemudian menyeleksi sesuai dengan konteks wilayah studi.
Indikator-indikator compact city yang sesuai dengan konteks wilayah studi.
Bagaimana pola dan struktur spasial Kawasan Pinggiran Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator kompaksi perkotaan?
Mengidentifikasi serta mengukur derajat kekompakan pola dan struktur ruang Kawasan Pinggiran Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan.
Data kepadatan penduduk, perumahan, dan kawasan terbangun per kelurahan/desa 5 tahun terakhir
Data jumlah fasilitas umum dan fasilitas sosial per kelurahan
Data Utilitas dasar per kelurahan
Data fisik guna lahan Data ketersediaan
sarana dan prasarana transportasi
Survei sekunder di instansi-instansi pemerintah di Kota Bandung dan/atau Kabupaten Bandung.
Analisis pola dan struktur ruang, yaitu mengidentifikasi karakteristik spasial/bentuk terbangun di Kawasan Pinggiran Bandung Timur berdasarkan indikator-indikator yang telah ditentukan. Analisis derajat kompaksi Pada analisis ini juga dilakukan pengukuran derajat kekompakan dengan menyusun indeks komposit dari indikator-indikator yang digunakan pada analisis pola dan struktur ruang.
Peta karakteristik pola dan struktur ruang tiap indikator
Peta derajat kompaksi kawasan Bandung Timur
13
Pertanyaan Penelitian Sasaran Data Yang Dibutuhkan Metode Pengumpulan Data Analisis Keluaran
Bagaimana karakteristik pola dan struktur spasial mempengaruhi pola pergerakan masyarakat ?
Menganalisis pengaruh karakteristik pola dan struktur spasial/bentuk terbangun terhadap pola pergerakan masyarakat serta menganalisis pengaruh karakteristik sosial ekonomi terhadap pola pergerakan sebagai pembanding.
Persepsi dan Preferensi Pola pergerakan masyarakat
Karakteristik Sosial Ekonomi Masyarakat
Karakteristik Fisik Perumahan
Daftar Lokasi Perumahan Formal
Survei sekunder di instansi-instansi pemerintah di Kota Bandung dan/atau Kabupaten Bandung dan di Asosiasi pengembang perumahan (REI dan APERSI). Survei primer :
Household Survey dengan metode purposive sampling
Observasi karakteristik fisik kawasan perumahan
Analisis pengaruh karakteristik pola dan struktur ruang/bentuk terbangun terhadap pola pergerakan Mengidentifikasi pengaruh karakteristik pola dan struktur spasial yang telah diidentifikasi terhadap pola pergerakan penduduk ; Mengidentifikasi pengaruh bentuk terbangun skala lingkungan perumahan terhadap pola pergerakan penghuninya Analisis pengaruh karakteristik sosial-ekonomi terhadap pola pergerakan Pengaruh karakteristik sosial-ekonomi masyarakat terhadap pola pergerakan juga akan dikaji sebagai pembanding terhadap pengaruh bentuk terbangun terhadap pola pergerakan
Variabel pola pergerakan masyarakat yang dipengaruhi oleh pola dan struktur ruang/bentuk terbangun Kawasan Pinggiran Bandung Timur
Bagaimana potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di untuk efisiensi pola pergerakan masyarakat dilihat dari tingkat kekompakan kawasan, kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi preferensi masyarakat dan pengembang perumahan?
Mengidentifikasi potensi dan kendala penerapan kompaksi perkotaan di kawasan Bandung Timur berdasarkan derajat kekompakan kawasan, kebijakan perencanaan tata ruang, serta persepsi dan preferensi masyarakat terhadap kompaksi perkotaan
RTRW Kota Bandung 2003-2013
RTRW Kab. Bandung 2006-2026
Persepsi dan Preferensi Masyarakat Terhadap Kompaksi
Persepsi dan Preferensi Pengembang Perumahan terhadap Kompaksi
Survei sekunder di instansi-instansi pemerintah di Kota Bandung dan/atau Kabupaten Bandung Survei primer :
Household Survey dengan metode purposive sampling
Wawancara dengan pengembang perumahan
Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi berdasarkan kebijakan perencanaan tata ruang Merumuskan potensi dan kendala penerapan kompaksi di Kawasan Pinggiran Bandung Timur sebagai upaya efisiensi pola pergerakan dilihat dari kebijakan umum tata ruang mengenai kawasan pinggiran bandung Timur, rencana struktur ruang, serta rencana pengembangan sistem transportasi Analisis potensi dan kendala penerapan kompaksi berdasarkan persepsi dan preferensi masyarakat serta pengembang perumahan Analisis lokasi potensial penerapan kompaksi
Potensi dan Kendala penerapan kompaksi perkotaan di Bandung Timur berdasarkan kebijakan perencanaan tata ruang
Potensi dan Kendala Penerapan berdasarkan persepsi dan preferensi masyarakat dan pengembang
Lokasi potensial penerapan kompaksi
14
1.6 Kerangka Pemikiran
Pola pergerakan
Lokasi Potensial Penerapan Kompaksi
Karakteristik Sosial Ekonomi
Karakteristik Bentuk Terbangun Kawasan
Perumahan
Pola dan Struktur Ruang Kawasan Pinggiran
Bandung Timur
Kebijakan perencanaan tata ruang
Karakteristik Perkembangan Kawasan Bandung Timur
Konsep Kota Berkelanjutan (Sustainable City)
Kecenderungan perkembangan tata ruang yang mengarah kepada bentuk
kota yang tidak berkelanjutan
Konsep dan Prinsip kompaksi perkotaan sebagai pola dan struktur kota berkelanjutan
Persepsi dan Preferensi Masyarakat serta
Developer
Dasar-dasar pertimbangan sebagai arahan perencanaan tata ruang Kawasan Pinggiran
Bandung Timur yang berkelanjutan
Derajat Kompaksi
Potensi dan Kendala penerapan kompaksi perkotaan
Indikator-indikator Kompaksi Perkotaan