72
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Dalam kenyataannya, kebudayaan memang sifatnya kompleks. Wacana tentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2004:9-10). Kebudayaan dapat dipilah-pilah menjadi tujuh unsur yang sangat kompleks, yaitu: sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem sosial/kemasyarakatan, sistem peralatan/teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi/kepercayaan, dan kesenian (Koentjaraningrat, 2004:2-4). Selanjutnya, (Koentjaraningrat, 2004:5-8) membedakan tiga wujud kebudayaan. Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, ide, gagasan, nilai, norma dan peraturan (ideas/mentifact). Kedua, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks aktivitas tindakan yang berpola oleh manusia dalam masyarakat (activities/socifact). Ketiga, wujud nyata kebudayaan sebagai benda hasil karya cipta manusia disebut dengan artifacts. Ketiga wujud kebudayaan tersebut terkait satu dengan lainnya atau sebagai unsur yang terintegrasi, serta memiliki sifat universal, yang artinya berbagai unsur itu ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan di dunia. Semua unsur itu dapat dipandang dari sudut ketiga wujud kebudayaan. Sistem bahasa misalnya, dalam hal 1

BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kenyataannya, kebudayaan memang sifatnya kompleks. Wacana

tentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem,

gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang

dijadikan milik diri manusia melalui proses belajar (Koentjaraningrat, 2004:9-10).

Kebudayaan dapat dipilah-pilah menjadi tujuh unsur yang sangat kompleks, yaitu:

sistem bahasa, sistem pengetahuan, sistem sosial/kemasyarakatan, sistem

peralatan/teknologi, sistem mata pencaharian hidup, sistem religi/kepercayaan, dan

kesenian (Koentjaraningrat, 2004:2-4).

Selanjutnya, (Koentjaraningrat, 2004:5-8) membedakan tiga wujud

kebudayaan. Pertama, wujud kebudayaan sebagai suatu kompleks, ide, gagasan, nilai,

norma dan peraturan (ideas/mentifact). Kedua, wujud kebudayaan sebagai suatu

kompleks aktivitas tindakan yang berpola oleh manusia dalam masyarakat

(activities/socifact). Ketiga, wujud nyata kebudayaan sebagai benda hasil karya cipta

manusia disebut dengan artifacts.

Ketiga wujud kebudayaan tersebut terkait satu dengan lainnya atau sebagai

unsur yang terintegrasi, serta memiliki sifat universal, yang artinya berbagai unsur itu

ada dan bisa didapatkan di dalam semua kebudayaan di dunia. Semua unsur itu dapat

dipandang dari sudut ketiga wujud kebudayaan. Sistem bahasa misalnya, dalam hal

1

Page 2: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

2

ini karya sastra baik lisan maupun tulisan, merupakan salah satu unsur kebudayaan

dapat dipandang sebagai ide, gagasan atau nilai. Sebagai aktifitas tindakan yang

berpola dan juga dapat berupa berbagai benda hasil karya manusia. Bahasa dan sastra,

baik lisan maupun tulisan menjadi medium untuk menuangkan berbagai aspek

kebudayaan sehingga menjadi kekayaan bagi pembaca dan penikmatnya.

Masing-masing daerah, suku, atau komunitas dalam suatu wilayah memiliki

pengetahuan tradisional. Secara empiris merupakan nilai yang diyakini oleh

komunitasnya sebagai pengetahuan bersama dalam menjalin hubungan antara sesama

dan lingkungan alamnya. Masyarakat Bali sebagai satu kesatuan geografis , suku, ras,

dan agama, juga memiliki nilai kearifan lokal (local genius) yang telah teruji dan

terbukti daya jelajah sosialnya dalam mengatasi berbagai problematika kehidupan.

Nilai kearifan lokal yang berkembang dan diyakini sebagai perekat sosial

tersebut dijadikan acuan dalam menata hubungan dan kerukunan antar sesama umat

beragama di Provinsi Bali, di antaranya: nilai kearifan Tri Hita Karana, Tri Kaya

Parisuda, Tatwam Asi, Salunglung Sabayantaka, Paras Paros Sarpanaya, Bhineka

Tunggal Ika, Menyama Braya, Rwa Bhineda, dan ungkapan lainnya. Nilai-nilai

kearifan lokal tersebut akan bermakna bagi kehidupan sosial apabila dapat menjadi

rujukan dan acuan dalam menjaga serta menciptakan relasi sosial yang harmonis.

Sistem pengetahuan lokal tersebut dapat dipahami sebagai sistem pengetahuan yang

dinamis dan berkembang terus secara kontekstual sejalan dengan tuntutan serta

kebutuhan manusia yang semakin hiterogen dan kompleks (Wisnumurti, 2009:3).

Page 3: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

3

Kekayaan, keberagaman kebudayaan daerah memiliki daya tarik untuk digali,

diangkat dan dipromosikan menjadi salah satu bentuk karya yang bermanfaat bagi

kepentingan masyarakat pada umumnya. Kearifan lokal yang dimaksud, merupakan

pengetahuan lokal. Masyarakat dapat menggunakan pengetahuan lokal sebagai

pedoman untuk bertahan hidup dalam suatu lingkungan, menyatu dengan sistem

kepercayaan, norma, budaya, yang diekspresikan sebagai sebuah tradisi. Proses

regenerasi kearifan lokal dapat dilakukan melalui pelestarian sastra dan tradisi lisan

termasuk mitos, karya sastra sejarah, babad, ritual, atau dalam wujud ide/ gagasan,

penghayatan (mentifact) serta wujud fisik (artifact). Nilai kearifan lokal juga dapat

menjadi perekat bagi terwujudnya kerukunan umat beragama (Gunawan, 2008:2).

Cassirer (1987:165-169) banyak mengupas kaitan mitos dengan religi. Antara

mitos dan religi tidak ada perbedaan yang mendasar karena bersumber pada

fenomena yang sama dan bersifat manusiawi. Sepanjang perjalanan sejarah, religi

senantiasa berhubungan dan diresapi berbagai unsur mitos. Di lain pihak, Sumandiyo,

(2006:45) menyatakan bahwa mitos dalam bentuk yang paling kasar dan sederhana

pun mengandung beberapa motif dalam arti tertentu. Beberapa di antaranya

merupakan fakta yang tidak perlu disangsikan. Dengan berbagai macam alasan

manusia menganggapnya sebagai penampakan makna luhur, dari gejala alam semesta

dan keutamaan kehidupan manusia.

Roland Barthes dalam bukunya Mythologies (1985: 272) menyatakan bahwa

di balik tanda-tanda dalam komunikasi sehari-hari baik tertulis maupun lisan terdapat

makna misterius yang akhirnya dapat melahirkan sebuah mitos. Dalam mitos terdapat

Page 4: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

4

pola tiga dimensi, yaitu: penanda, petanda, dan tanda. Sebagai sesuatu yang unik,

mitos juga sebuah sistem pemaknaan tataran ke dua. Di dalam mitos, sebuah petanda

dapat memiliki beberapa penanda. Oleh karena itu, mitos sebagai tuturan yang

mengandung pesan, banyak ditemukan di dalam kehidupan, sebagai sebuah kearifan

tradisional yang dituturkan secara lisan (oral).

Apabila dikaitkan dengan religi serta julukan Bali sebagai pulau Dewata,

hampir setiap saat masyarakat melaksanakan ritual sesaji, baik untuk kepentingan

rumah tangga maupun dilaksanakan pada tempat-tempat yang disakralkan. Dalam

konsep Hindu hal itu merupakan implementasi dari sabda Weda yang berbunyi bahwa

“Tuhan ada dimana-mana”. Wacana tentang mitos berasal dari berbagai ide atau

gagasan, kisah, tindakan, serta merupakan hasil perpaduan tradisi budaya asli dengan

budaya yang datang berikutnya pada saat Bali belum mengenal tulisan. Seiring

dengan perjalanan waktu, ketika masyarakat Bali telah memiliki aksara, yaitu aksara

Pallawa dan Dewa Nagari, akhirnya kearifan tradisional, khususnya cerita rakyat

mulai dituliskan. Waktu terus berlanjut dari zaman kejayaan kerajaan Kediri, hingga

runtuhnya kerajaan Majapahit dan memasuki zaman Republik, terjadi ekspansi besar-

besaran terhadap ide-ide budaya baik dalam wujud mentifact dan artifact di Bali.

Fenomena tentang keberagaman masyarakat Bali dewasa ini terlihat dari

besarnya perhatian terhadap dunia spiritual, dengan mencari model-model kearifan

lokal yang dirasakan mampu untuk mengatasi berbagai krisis sosial masyarakat

modern. Masyarakat modern dirasakan seperti kehilangan makna hidup, tidak

mengetahui bagaimana mempertahankan hubungan dengan Tuhan, dengan sesama,

Page 5: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

5

dan dengan alam lingkungan secara tepat seperti yang tertuang dalam konsep Tri Hita

Karana. Era globalisasi juga memunculkan berbagai gerakan spiritual sebagai reaksi

terhadap dunia modern yang terlalu menekankan pada hal-hal yang bersifat profan.

Fenomena ini merupakan respon dari paradigma modern yang dikenal dengan

sebutan gerakan New-Age, yakni sebuah zaman yang ditandai dengan pengalihan

perhatian terhadap berbagai macam dunia spiritual (Nida, 2007:4).

Objek yang diteliti merupakan bagian dari sastra lisan, yakni mitos yang

populer dan berkembang di Jawa, tentang penguasa laut Selatan yang dikenal dengan

Ratu Kidul selanjutnya disingkat RK. Dalam budaya Jawa mitos tentang RK dipahami

oleh masyarakat merupakan sistem kosmografi dan kosmogoni alam pulau Jawa

dengan menjadikan RK sebagai ikon. Cerita tentang RK berkaitan erat dengan tradisi

keraton Yogyakarta dan Surakarta. Seiring dengan perjalanan waktu mitos RK juga

populer di Bali, bahkan telah diaktualisasikan dalam wujud artifact di beberapa

tempat pemujaan sepanjang pesisir Bali Selatan. Nama yang dilabelkan sebagai RK

berbeda-beda, akan tetapi secara umum mengarah kepada penguasa laut dan penguasa

sumber mata air. Sebagian besar hotel yang berdiri menghadap ke laut Selatan secara

khusus menyiapkan sebuah ruangan untuk tempat pemujaan RK.

Perpaduan tradisi budaya luar Bali terutama tradisi budaya dari masyarakat

Jawa dengan budaya asli Bali tanpa meninggalkan tradisi yang telah ada sebelumnya

(akulturasi) telah terjadi di Bali. Kondisi seperti itu tidak dapat dibendung, apalagi

Bali menjadi tujuan utama wisata dunia. Bali selalu menjadi tempat pilihan kegiatan-

kegiatan yang bertaraf internasional, sehingga sastra dan budaya lisan Bali menjadi

Page 6: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

6

efektif sebagai bahan promosi. Oleh karena itu, dituntut perhatian pemerintah daerah

dalam pelestarian dan perlindungan terhadap kearifan lokal dengan berbagai tradisi

lisannya, termasuk mitos-mitos yang ada maupun yang sedang berkembang dan

berakulturasi.

Pemilihan objek mitos RK didasarkan atas pandangan yang menyatakan

bahwa sebuah mitos dapat muncul sebagai kearifan lokal, sedangkan kearifan lokal

itu sendiri merupakan pengetahuan lokal (local wisdom) yang tercipta dari hasil

adaptasi suatu komunitas tentang pengalaman hidup, yang dikomunikasikan dari

generasi ke generasi. Namun demikian, terdapat fenomena lain yang saat ini menjadi

perhatian banyak kalangan masyarakat adalah menjadikan RK sebagai sasuhunan.

Oleh karena itu, objek mitos RK yang diteliti merupakan bentuk sastra dan tradisi

lisan.

Wacana mitos tentang RK yang berkembang di Bali seolah-olah sengaja

‘dihidupkan’ karena dapat ‘menghidupi’. Sebuah mitos yang dikemas dalam bentuk

ritual ber-yadnya untuk pelestarian laut. Mitos tentang Ratu Penguasa Laut Selatan

memang melegenda. Hal ini dibuktikan bahwa wacananya sering diekspose melalui

media elektronik maupun cetak, sehingga para peminat dan pendukungnya pun

meluas ke segala profesi masyarakat. Mitos RK juga fenomenal, kontroversial, dan

misteri. Peranan media terutama elektronik dan media sosial lainnya juga menentukan

perkembangan wacana mitos RK di Bali. Pemilihan objek penelitian ini juga berawal

dari emosional dan keingintahuan peneliti, lalu berkembang menjadi rasa simpati dan

berupaya untuk menelusuri tentang fenomena yang terjadi.

Page 7: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

7

Kefenomenalan mitos RK dapat mempengaruhi keyakinan spiritual sebagian

masyarakat di Bali hingga menyebar dalam wujud penghayatan dengan pendirian

beberapa pelinggih (tempat pemujaan), kamar suci, patung, lukisan, gedong, dan

memberikan ritual serta doa-doa sebagai ciri penanda keberadaannya di Bali Selatan.

Keunikan mitos RK di Bali Selatan disebut-sebut berkaitan dengan sejarah kebesaran

dan kejayaan leluhur Hindu di Nusantara serta keberadaan roh-roh orang suci, dewa-

dewi atau malaikat (Jawa) yang selama ini diyakini oleh masyarakat Hindu di Bali

sebagai penyelamat, pembawa berkah, kesejahteraan dan keharmonisan. Pemahaman

masyarakat di Bali tentang mitos RK kini berkembang menjadi kearifan lokal dalam

bentuk aktivitas ritual, seperti: meditasi, malukat, Mapakelem, Melasti,

nglarung(labuhan), petik laut, dan lainnya yang aktualisasinya mewujud dalam ritual

ber-yadnya terhadap laut.

Fenomena tentang keunikan mitos RK yang membumi dan melegenda itulah

menjadi dasar pertimbangan serta ketertarikan peneliti untuk menelitinya. Namun,

rujukan teoretis untuk pengkajiannya terbatas, karena di Bali belum ada yang

menelitinya. Oleh sebab itu, peneliti juga merasa perlu melakukan observasi dan

mencari rujukan ke tempat asal mitos tersebut. Ini dilakukan karena di Jawa, mitos

RK merupakan bagian dari tradisi sastra lisan yang disakralkan dalam bentuk

kepercayaan khususnya bagi Keraton Yogyakarta, Keraton Solo, dan menjadi

keyakinan masyarakat pesisir Selatan Jawa pada umumnya.

Terjadinya berbagai masalah sosial saat ini, sudah melampaui batas etika, dan

norma kehidupan, diduga masih ada kaitannya dengan pelaksanaan tradisi lisan dan

Page 8: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

8

nilai-nilai yang terkandung dalam mitos RK. Hal ini mungkin merupakan implikasi

dari tidak terkendalinya sikap serta perilaku (pikiran, perkataan, dan perbuatan)

menurut konsep Hindu yang disebut Tri Kaya Parisuda. Konsep inilah yang perlu

dipakai acuan bagi masyarakat multikultur. Ketika manusia tidak lagi menghiraukan

etika dan norma yang berlaku secara turun temurun yang telah diwariskan oleh nenek

moyang (leluhur), terjadilah degradasi moral dan kesenjangan antara apa yang

menjadi harapan, cita-cita para leluhur di masa lalu, dengan apa yang dilakukan

generasi penerus.

Berdasarkan pola pikir tersebut dan dengan disertai penemuan berbagai

fenomena terhadap objek penelitian, diduga bahwa fenomena wacana mitos RK di

Pesisir Bali Selatan mengandung nasihat-nasihat yang bersifat implisit. Dalam hal ini,

diperlukan pemahaman dan pemaknaan yang sedalam-dalamnya, sehingga semua

menjadi jelas, dan dapat dipahami tidak saja oleh masyarakat penghayat, tetapi yang

terpenting oleh generasi muda sebagai penerus kehidupan bangsa. Selama ini para

generasi muda selalu menganggap bahwa mitos itu kuno, hanyalah ilusi, tahayul, dan

tidak perlu diperhitungkan dalam kehidupan modern. Namun, sesungguhnya mereka

berada, dikelilingi, bahkan melaksanakan berbagai macam mitos.

Menindaklanjuti ketertarikan tersebut, peneliti telah melakukan observasi

dan mewawancarai para informan tentang mitos RK di Bali Selatan melalui

penelusuran 12-an (duabelasan) Pura yang berada di pesisir Bali Selatan tidak

termasuk kamar suci yang ada di hotel Inna Grand Bali Beach Sanur. Peneliti juga

mempunyai alasan dalam pemilihan objek dengan mendasarkan pada beberapa

Page 9: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

9

fenomena yang telah ditemukan. Dari fenomena itulah terinspirasi judul disertasi:

“Persepsi Masyarakat terhadap Mitos Ratu Kidul di Pesisir Bali Selatan: Kajian

Wacana Naratif”. Bahwa informasi yang ada di masyarakat dalam bentuk wacana

perlu dikritisi kembali sesuai situasi, kondisi, sudut pandang, dan interpretasi para

penyimak, peminat serta penikmatnya. Temuan yang berupa fenomena itu

dideskripsikan, dianalisis, sehingga dapat dipahami wacana mitos RK di pesisir Bali

Selatan yang dimaksudkan oleh masyarakat. Dengan menggunakan pendekatan

pragmatis yang mengarah pada wacana kritis, menjadi dasar kajian analisis wacana

naratif. Hasilnya diharapkan dapat memberikan manfaat yang relevan bagi kehidupan

masyarakat.

1.2 Rumusan Masalah

Dalam teori kontemporer disebutkan, dominasi pikiran pun harus

direkonstruksi, sehingga sistem simbol termasuk simbol suku primitif dapat

dimanfaatkan dan diartikan. Manusia adalah entitas historis, keberadaannya

ditentukan oleh sejumlah faktor yang saling mempengaruhi, yaitu: hubungan manusia

dengan alam sekitar, hubungan manusia dengan manusia lain, hubungan manusia

dengan struktur dan institusi sosial, hubungan manusia dengan kebudayaan pada

ruang dan waktu tertentu, manusia dan hubungan timbal balik antara teori dan

praktik, serta manusia dan kesadaran religius atau para religius (Ratna, 2010:351).

Kaitannya dengan wacana mitos RK di Pesisir Bali Selatan, dengan latar

ceritanya tergolong sastra yang bernuansa sejarah dan tidak asli dari daerah Bali,

Page 10: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

10

bukan berarti diabaikan atau diremehkan kemunculannya. Justru yang diperlukan

adalah gerakan cepat tanggap dari masyarakat untuk pemahaman dan penanganannya.

Di zaman teknologi yang semakin canggih ini, ada kemungkinan mitos Ratu

Penguasa Pantai Selatan sengaja dihidupkan (diwacanakan) oleh komunitas tertentu,

dengan cara menampilkan kembali dalam wujud penghayatan yang disertai ritual.

Wacana itu lalu difragmentasi dengan memberikan makna yang baru sesuai dengan

situasi dan kondisi saat diwacanakan dan diteliti. Oleh karena itu, wacana mitos RK

‘dihidupkan’ karena ‘menghidupi’ masyarakat di tempat manapun wacana itu

berkembang.

Adapun rumusan masalah dari beberapa fenomena yang telah teridentifikasi,

dan diteliti sebagai berikut.

1) Bagaimanakah Struktur Wacana Mitos RK di Pesisir Bali Selatan?

2) Bagaimanakah Fungsi Wacana Mitos RK di Pesisir Bali Selatan?

3) Apakah Makna Wacana Mitos RK di Pesisir Bali Selatan?

4) Bagaimanakah Persepsi Masyarakat dan Implikasi Wacana Mitos RK

di Pesisir Bali Selatan?

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian tentang wacana RK di Pesisir Bali Selatan merupakan penelitian

lapangan. Oleh karena itu, secara ideal harus melalui tahapan kegiatan penelitian,

seperti: pengumpulan data, pengolahan atau analisis data, dan penyajian hasil

Page 11: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

11

penelitian. Dengan demikian, penelitian ini pun mempunyai tujuan, yaitu untuk

menggali dan menemukan prinsip-prinsip serta pemahaman baru wacana mitos RK di

pesisir Bali Selatan.

Penelitian ini juga bertujuan memberikan pemahaman analitis dari sudut

pandang wacana naratif. Cara ini dapat menunjukkan dan memberikan penekanan

bahwa di era modern ini keyakinan/kepercayaan terhadap mitos yang masih hidup

dan berkembang perlu dilestarikan. Wacana mitos RK yang melegenda dan bernuansa

mistik telah mendapat pengakuan kesakralannya dari komunitas tertentu. Hal ini

dapat menambah khasanah perbendaharaan sastra dan tradisi budaya di Bali

khususnya.

Pemahaman semacam itu diharapkan tidak terjadi kesalahpahaman antara

pihak yang tidak melakukan penghayatan dengan pihak pendukung tradisi. Melalui

pengungkapan fungsi dan makna wacana mitos RK bagi kehidupan spiritual,

diharapkan agar berbagai pihak dapat memahami bahwa para pendukung telah

merasakan ada kekuatan (energi) tertentu di balik ritual yang dilaksanakan atas nama

mitos tersebut. Kekuatan-kekuatan itulah pada gilirannya menjadi aset yang berharga

sebagai bentuk pola pikir masyarakat untuk tidak melupakan dan meninggalkan

tradisi, sastra, dan sejarah.

1.3.2 Tujuan Khusus

Dalam rangka mewujudkan tujuan umum seperti tersebut di atas, maka

dipandang perlu untuk melakukan fokus tujuan melalui tahapan penelitian sesuai

Page 12: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

12

rumusan masalah, menjadi tujuan khusus. Adapun tujuan khusus penelitian ini adalah

sebagai berikut.

1) Mengidentifikasi, mentranskripsi, dan mendeskripsikan struktur wacana

mitos RK di Pesisir Bali Selatan.

2) Mendeskripsikan, menganalisis, dan menginterpretasi fungsi wacana

mitos RK di Pesisir Bali Selatan.

3) Menganalisis dan menginterpretasi makna wacana mitos RK di Pesisir

Bali Selatan.

4) Memahami dan menginterpretasi persepsi masyarakat dan implikasi

wacana mitos RK di Pesisir Bali Selatan.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4. 1 Manfaat Teoretis

Secara teoretis, penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan pemikiran

bagi perkembangan dunia ilmu wacana dan sastra, terutama tentang pemahaman

tanda, petanda, dan penanda dalam mitos. Kemudian, diperoleh gambaran struktur,

fungsi, dan makna terhadap fenomena yang terjadi dan dianggap masih misteri. Di

samping itu, diharapkan dapat bermanfaat sebagai pengembangan, perlindungan, dan

revitalisasi/pemeliharaan tradisi sastra lisan nusantara. Akhirnya, dapat memperkaya

khazanah perpustakaan bahasa, sastra, dan budaya. Hasil penelitian ini juga dapat

dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti yang berminat melakukan kajian

sejenis.

Page 13: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

13

1.4.2 Manfaat Praktis

Secara praktis penelitian ini bermanfaat sebagai berikut.

1) Bermanfaat bagi perubahan sikap, prilaku, dan cara pandang masyarakat Bali

pada umumnya dalam memahami wacana mitos RK sebagai konsep kearifan

lokal tentang etika pengelolaan dan pelestarian sumber mata air, khususnya

laut. Dengan demikian, segala bentuk ritual penghormatan terhadap unsur-

unsur alam, seperti: laut, gunung, dan darat menjadi semakin penting

dilakukan oleh masyarakat untuk mencapai keseimbangan dan keharmonisan

makhluk hidup.

2) Hasil kajian ini diharapkan bermanfaat sebagai apresiasi bagi mahasiswa yang

berminat meneliti wacana dan sastra lisan.

3) Manfaat lain juga diharapkan sebagai sumbangan pemikiran bagi pihak terkait

dalam mengambil strategi serta kebijakan tentang tradisi dan sastra lisan di

Bali, melalui penyamaan persepsi, demi memahami keragaman budaya,

kearifan lokal, sastra dan agama, sebagai ciri masyarakat yang hiterogen.

4) Dapat dijadikan bahan bacaan untuk menambah pengetahuan bagi masyarakat

pada umumnya yang gemar mempelajari tradisi dan sastra lisan.

1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Setelah tujuan dan manfaat ditentukan, maka dilakukan pembatasan ruang

lingkup penelitian. Hal ini penting agar kegiatan penelitian tidak melebar tanpa arah,

karena dapat mengaburkan fokus penelitian. Mely G.Tan (dalam Bungin, 2003:36),

Page 14: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

14

menyebutkan beberapa dasar pertimbangan untuk menentukan batasan ruang lingkup

penelitian, seperti: maksud dan perhatian peneliti, bahan atau data yang ada tentang

masalah dan fenomena, serta penelitian lapangan yang sudah dilakukan. Oleh karena

itu, penelitian tentang wacana mitos RK di pesisir Bali Selatan, lokasi dan analisisnya

juga dibatasi sesuai ruang lingkup wilayah pesisir Bali Selatan (pesisir Gilimanuk

sampai Padangbai). Namun, tidak meliputi pulau-pulau di seberang laut Bali Selatan

dengan rumusan masalah sebagaimana disebutkan di atas.

Pemilihan lokasi penelitian lebih difokuskan pada wilayah pesisir Bali

Selatan, dari ujung Timur (pesisir Selatan Kabupaten Karangasem), yaitu pantai

Padangbai hingga ujung Barat (pesisir Selatan Kabupaten Jembrana), yaitu pantai

Gilimanuk. Oleh karena keterbatasan waktu penelitian, sehingga tidak meneliti pulau-

pulau di seberang laut seperti Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan, dan

pulau Menjangan. Ada ± 12-an (duabelasan) lokasi atau wilayah pesisir yang

mewacanakan RK dan berkaitan dengan ‘Pura’. Data yang tidak berkaitan dengan

Pura adalah kamar suci 327 dan Cottages 2401 hotel Inna Grand Bali Beach Sanur

selanjutnya, disingkat IGBB.

Pengambilan data dimulai dari hotel IGBB Sanur dan sekitarnya. Dari pesisir

Denpasar bagian Selatan, kemudian menuju pesisir Gianyar bagian Selatan,

Klungkung, Karangasem, lalu kembali di pesisir Badung bagian Selatan, Tabanan,

dan Jembrana. Dengan tidak disengaja peneliti mendapat informasi bahwa, wacana

mitos RK juga ada pada perbatasan Kabupaten Buleleng dengan Jembrana, yakni

pada areal hutan Pura Segara Rupek Desa Sumber Kelampok, Kecamatan Grokgak.

Page 15: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

15

Waktu pengumpulan data penelitian dilakukan selama 6 (enam bulan), sejak Maret

2014 sampai Agustus 2014.

Data yang telah terkumpul berupa informasi, diklasifikasi, diidentifikasi,

ditranskripsi menjadi beberapa penggalan wacana. Kemudian, penggalan wacana

yang berupa persepsi masyarakat itu difragmentasi, serta direkonstruksi menjadi

teks/wacana yang utuh. Bentuk persepsi masyarakat dianalisis dan diinterpretasi

sesuai permasalahan yang dikaji dengan menggunakan metode serta teori yang

relevan untuk memperoleh temuan dan kesimpulan. Pada saat melakukan observasi

dengan menyusuri pesisir Bali Selatan, peneliti mewawancarai beberapa nara sumber

yakni; para pemangku Pura yang mengetahui tentang wacana mitos RK, beberapa

paranormal di Bali dan masyarakat nelayan yang bermukim di pesisir Bali Selatan.

Para informan dipandang mengetahui, dan memahami, sehingga dapat

menjelaskan asal usul wacana mitos RK hingga menjadi kepercayaan di Bali.

Sebelum memfokuskan penelitian di Bali, peneliti telah mencari informasi awal di

beberapa pesisir Selatan Jawa, sebagai tempat asal mitos RK yang sudah melegenda

seperti di daerah Sukabumi (pantai Pelabuhan Ratu), pantai Karang Hawu, pantai

Parangtritis dan Cepuri Parang Kusumo (Yogyakarta Selatan), Keraton Yogyakarta

dan Solo, (foto; 1,3,25,26,27,28) terlampir. Informasi yang diperoleh bervariasi, ada

yang memitoskan sebagai putri raja, seorang penari kerajaan, bidadari, dan penguasa

atau ratu makhluk halus, namun tidak membuatkan tempat pemujaan khusus seperti

yang ditemukan di Bali.

Page 16: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

16

BAB II

KAJIAN PUSTAKA, DESKRIPSI KONSEP, LANDASAN TEORI,

DAN MODEL PENELITIAN

2.1 Kajian Pustaka

Sejumlah pustaka yang berkaitan dengan wacana mitos RK sebagai objek

bahasan sudah banyak beredar di Jawa. Terutama dalam bentuk buku yang isinya

tentang RK baik berupa versi mitosnya maupun kaitannya dengan silsilah raja-raja

penguasa tanah Jawa. Dari kerajaan Mataram Hindu, Pajajaran, Kediri, Majapahit,

sampai berdirinya kerajaan Mataram Islam, bahkan hingga zaman Republik. Semua

buku menceritakan RK di Jawa serta hubungannya dengan sejarah dan aktivitas para

penguasa. Pustaka yang mengulas tentang asal usul cerita dan mitos RK di Bali tidak

ditemukan, akan tetapi fenomenanya ada.

Sebagai referensi ditemukan sebuah tulisan ilmiah pada Fakultas Sastra

Universitas Udayana yang secara langsung masih berkaitan dan membicarakan

tentang cerita mitos RK akan tetapi lokasi penelitiannya di Solo. Oleh karena itu,

penelitian tentang wacana mitos RK yang dilakukan di Bali Selatan tergolong baru,

sehingga kajian pustaka yang dipakai acuan pun masih memerlukan rujukan dari

buku-buku sejarah peradaban Nusantara dan Bali masa lampau, terutama dalam

pembahasan substansinya. Beberapa pustaka yang menjadi acuan teoretis untuk

membahas wacana mitos RK di Bali Selatan adalah sebagai berikut.

16

Page 17: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

17

Djoko Dwiyanto (2009) dalam bukunya Keraton Yogyakarta; ‘Sejarah,

Nasionalisme dan Teladan Perjuangan’ pada intinya menguraikan tentang sejarah

berdirinya Keraton Yogyakarta yang telah berurat dan berakar dalam jiwa para

pejuang, patriot dan pendiri negeri itu. Oleh karena itu, keagungan dan keanggunan

istana dihormati dan dikagumi oleh siapa saja, termasuk rakyat yang tinggal di

perkotaan, pedesaan dan pegunungan. Warisan agung itu pada kenyataannya bisa

berperan dalam kancah tradisional dan internasional.

Keteladanan dan keutamaan yang telah diwariskan kepada generasi muda

tentu dapat digunakan sebagai sarana untuk memupuk semangat nasionalisme dewasa

ini. Keselarasan antara nilai modern dengan tradisional dapat berjalan serasi dan

seimbang demi kokohnya jati diri bangsa. Perjuangan raja Yogyakarta diuraikan

secara kronologis disertai contoh-contoh perilaku luhur yang pantas dijadikan kaca

benggala bagi bangsa.

Dalam buku ini juga disinggung pengakuan Sri Sultan Hamengku Buwono IX

yang mengatakan setiap raja di Jawa sejak berdirinya kerajaan Mataran di bawah

Panembahan Senopati dianggap sebagai ‘suami’ Kanjeng Ratu Kidul, dan Sri Sultan

menyebutnya dengan Eyang Roro Kidul. Diakui pula, bahwa beliau pernah mendapat

kesempatan berpuasa pada waktu bulan naik. Eyang Roro Kidul akan nampak sebagai

gadis yang amat cantik. Sebaliknya, apabila bulan menurun beliau tampil sebagai

wanita yang amat tua. Banyak hal yang sulit dipercayai oleh masyarakat awam, tetapi

menurut Sultan keberadaannya nyata. Wacana yang terdapat dalam buku ini

menunjukkan bahwa keyakinan masyarakat Jawa, khususnya Yogyakarta dan

Page 18: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

18

Surakarta merupakan harga mati terhadap mitos tersebut. Persoalannya, apakah

keyakinan seperti itu juga berlaku bagi masyarakat di Bali, sehingga relevansi buku

dengan penelitian ini dapat digunakan sebagai pedoman sekaligus acuan untuk

mengetahui dan memahami alasan berterimanya mitos RK di Bali Selatan.

K.H. Muhammad Sholikhin (2009) dalam bukunya, Kanjeng Ratu Kidul

Dalam Perspektif Islam Jawa, membahas tentang Ratu Kidul sebagai sosok yang

kontroversial, misterius tetapi dicari-cari orang. Kontroversi ini disebabkan karena

Ratu Kidul adalah makhluk halus yang hidup di alam gaib. Namun, bagi masyarakat

Jawa sosok beliau merupakan simbol yang hidup di tengah-tengah budaya.

Riwayat legendanya diteruskan dari generasi ke generasi seiring dengan

perkembangan sejarah dan budaya Jawa, sehingga terjadilah banyak persepsi dan

nama diberikan kepada tokoh RK yang umumnya diceritakan melalui cerita lisan. Di

dalam buku ini mitos RK dikatakan masih kontroversi dan misteri, tetapi masyarakat

pendukung di Bali memahami wacana mitos RK dalam bentuk keyakinan dengan

melaksanakan berbagai ritual sesaji dan membuatkan tempat pemujaan. Hal ini, yang

ditelusuri sehingga jelas fungsi dan makna implisit di balik kontroversinya keyakinan

terhadap mitos RK tersebut.

Kamajaya dan Hadidjaja (1979) dalam “Serat Centini” (Ensiklopedia

Kebudayaan Jawa) dituturkan dalam bahasa Indonesia yang isinya 112 tembang, dan

novel yang berjudul Centini sebanyak tiga jilid. Tembang 7 pada serat Centini secara

singkat menuturkan intrik cinta bawah laut dari Sultan Agung (cucu Panembahan

Senopati) pendiri kerajaan Mataram yang dikatakan mempunyai dua Keraton, yaitu:

Page 19: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

19

Keraton Mataram dan Keraton Pantai Selatan Jawa. Penguasa Keraton Pantai Selatan

Jawa bukan Sultan, tetapi seorang perawan Ratu Kerajaan Maya, yaitu Ratu Kidul.

Beliau pernah bersumpah bahwa selaput daranya tidak akan robek sebelum dunia

masuk ke zaman Kali Yuga. Beliau akan memilih pengganti, seorang raja Islam yang

Agung dan tampan sebagai kekasihnya. Apabila kekasihnya itu meninggal nanti, ia

akan mengangkat dan mendampingi semua raja Kali Yuga hingga akhir zaman. Siapa

saja yang dimaksud raja-raja kali yuga? Sampai sekarang belum terjawab karena itu

hanya sebuah ramalan dan penafsiran dari karya sastra yang berkepanjangan.

Sudah tersurat bahwa raja-raja Kali Yuga itulah yang menjadi Sultan Wangsa

Mataram. Dikatakan juga bahwa di antara para Sultan, tidak ada yang lebih tergila-

gila kepada Ratu Kidul selain Sultan Agung (cucu Panembahan Senopati). Akan

tetapi, kisah cinta mereka begitu menyilaukan dan jarang terjadi karena Ratu Kidul

‘bersifat udara’, sedangkan Sultan Agung ‘bersifat tanah’ sehingga setiap asmara

muncul harus disertai dengan perang. Wacana dalam serat Centini ini merupakan

salah satu bentuk pemaknaan dari karya puisi. Di dalamnya terdapat banyak kata-kata

dalam baris puisi yang perlu ditafsir karena dianggap mengandung pesan khusus.

Serat Centini ini relevan digunakan sebagai acuan dan pedoman untuk

pemahaman makna kata-kata kias dalam paragraf wacana mitos RK di Bali Selatan.

Di samping itu perlu dilakukan pemahaman dari sisi filosofi dan teologi Hinduisme.

Tanpa penafsiran dan pemaknaan penikmat terhadap karya secara terus-menerus,

dikhawatirkan karya yang adiluhung pun menjadi tidak bemanfaat di masyarakat dan

lama kelamaan menjadi punah.

Page 20: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

20

Djajeng Koesoema (1954), dalam “Serat Wedatama” yang berbentuk

macapat (puisi) berbahasa Jawa Kuna, dibuat dalam bentuk yang sudah

diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Anjar Ani (1985) dengan judul

Menyingkap Serat Wedotomo terdiri atas 100 pada (bait). Namun, yang berkaitan

dengan Ratu Kidul adalah pada (bait) 18/4S sampai bait 21/7S. Isinya pertemuan

Panembahan Senopati dengan Ratu Kidul di Kahyangan Dalepih saat melakukan tapa

sebelum beliau dinobatkan menjadi raja Mataram. Berkat anugrah Tuhan, seolah-olah

Panembahan Senopati dapat membaca dan memahami rahasia lautan. ‘Bahkan

seluruhnya sudah diselidiki, dimasukkan kedalam sanubari’, yang berarti

Panembahan Senopati benar-benar menguasai segalanya, pantaslah kemudian dapat

berkuasa dan menjadi raja sampai ke anak cucu.

Sementara itu, apa yang disebut dengan ‘Kanjeng Ratu Lautan Kidul datang

menghadap’, karena ‘merasa kalah wibawa dibanding Panembahan Senopati’.

Artinya, demikian hebat kekuasaan dan kekuatan Panembahan Senopati sehingga

Ratu Kidul mohon untuk diangkat sebagai ‘teman’ atau pengikut di dalam dunia gaib,

dan akan mengerjakan apa saja yang diperintahkan dan dibutuhkannya. Anugerah

Tuhan demikian besarnya sehingga keturunan Panembahan Senopati semua menjadi

pemimpin dan berwibawa, karena mengutamakan tiga syarat kehidupan, yaitu:

kedudukan, harta dan kepandaian.

Pernyataan di dalam serat Wedatama hampir dengan serat Centini, namun

dalam serat Wedatama lebih menekankan pada aspek mental dan etika pengendalian

diri, terutama sorotan terhadap prilaku kehidupan manusia pada zamannya. Relevansi

Page 21: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

21

dengan penelitian ini bahwa, pesan dalam mitos RK bersifat implisit atau tersamar

sehingga memerlukan penafsiran secara terus menerus dari zaman ke zaman untuk

memahami makna yang tersirat. Semakin banyak penafsir pesan dalam mitos,

semakin kaya makna mitos RK.

Olthof,W.L. (2009) dalam Babad Tanah Jawa, diceritakan asal muasal tanah

Jawa dengan memuat silsilah raja-raja Jawa, seperti Nabi Adam, Dewa-dewi dalam

agama Hindu, tokoh-tokoh dalam Mahabharata, Cerita Panji masa Kediri, masa

kerajaan Pajajaran, masa Majapahit, hingga masa Demak yang dilanjutkan dengan

silsilah kerajaan Pajang, Mataram Islam, dan berakhir pada masa Kasunanan

Kartasura. Naskah Babad Tanah Jawa inipun telah banyak diterbitkan dalam berbagai

versi, namun peneliti merasa lebih cocok menggunakan karya Olthof yang terbaru,

karena dalam editan dan bahasa yang digunakan bisa dimengerti oleh semua pembaca

dari segala usia.

Dalam episode yang membicarakan berdirinya kerajaan Mataram Islam,

nama Rara Kidul, kadang juga disebut Nyai Kidul sebagai seseorang yang telah

memberikan inspirasi dan kekuatan rokhani kepada Panembahan Senopati sebagai

pendiri kerajaan Mataram Islam. Panembahan Senopati mengasingkan diri ke pantai

Selatan bersemadi, untuk mengumpulkan seluruh energinya dalam upaya

mempersiapkan kampanye militer melawan kerajaan Utara (Pajang). Meditasinya

menarik perhatian Kanjeng Ratu Kidul dan beliau berjanji untuk membantunya.

Selama tiga hari tiga malam beliau mempelajari rahasia perang dan pemerintahan

serta intrik-intrik cinta di istana bawah laut. Akhirnya, muncul kembali dari laut

Page 22: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

22

Parangkusumo (Yogyakarta Selatan). Sejak saat itulah, Ratu Kidul diinformasikan

berhubungan erat dengan keturunan Senopati yang berkuasa dan sesajian

dipersembahkan untuknya ditempat itu setiap tahun melalui perwakilan istana Solo

dan Yogyakarta.

Secara umum, buku Babad Tanah Jawa mengandung sejarah/silsilah raja-raja

penguasa di tanah Jawa, diselingi oleh mitos-mitos yang mengandung nasihat

tersamar. Kemudian, dikaitkan dengan ritual sesaji dan dikemas dalam bentuk cerita

sehingga menarik untuk dibaca. Relevansi dengan penelitian ini, merupakan

pemaknaan atas berbagai bentuk persepsi wacana RK di pesisir Bali selatan.

Sesungguhnya masyarakat diarahkan untuk selalu mengutamakan etika dalam

kehidupan, melakukan harmonisasi terhadap Tuhan sebagai pencipta, dengan alam

lingkungan, dan sesama manusia agar tercapai keseimbangan rokhani dan jasmani.

Untuk tujuan itulah, manusia mewujudkannya dalam berbagai bentuk ritual dan sesaji

sebagai bentuk penghormatan dan rasa syukur atas nikmat yang diberikan oleh Tuhan

Yang Maha Kuasa.

Peter Carey (2007), dalam bukunya The Power of Prophecy (kekuatan

nujum), seorang peneliti dan dosen di Trinity College, Inggris. Buku ini memuat

biografi lengkap dari Pangeran Diponegoro (1785-1855) dengan sumber naskah

Babad Dipanagara (beraksara pegon) yang ditulis oleh Pangeran Diponegoro di

Manado. Dalam pandangan Carey, Pangeran Diponegoro adalah seorang muslim

yang saleh, tetapi tetap dipengaruhi oleh kosmologi Jawa, sehingga mengobarkan

“perang suci” melawan Belanda (1825-1830), yang dikenal dengan perang Jawa

Page 23: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

23

karena melibatkan seluruh wilayah Jawa. Menurut Suryadi (Kompas, 27 Oktober

2008, dalam Carey, 2007:146) buku tersebut merupakan kajian lebih luas dari

disertasi Carey, yang berjudul ”Pangeran Dipanegara and the Making of Java War,

1825-1830”, di Universitas Oxford pada November 1975, terdiri atas 12 bab.

Untuk menyusun buku tersebut, Peter Carey melakukan banyak hal, termasuk

napak tilas, mengikuti acara ritual mistis, bahkan melakukan meditasi, sehingga buku

tersebut ditulis selama hampir 30 (tiga puluh) tahun. Isi buku itu tidak khusus

menyoroti tentang kaitan Pangeran Diponegoro dengan Kanjeng Ratu Kidul. Dari 12

bab, hanya pada bab IV pembahasannya yang menarik terkait dengan Ratu Kidul.

Carey, mendiskripsikan perjalanan fisik dan spiritual atau ziarah lelana

Pangeran Diponegoro ke tempat tirakatnya di pantai Selatan. Dalam salah satu

momen ziarah, Carey mencatat adanya “pertemuan” antara Pangeran Diponegoro

dengan Kanjeng Ratu Kidul di Gua Langse. Di sanalah terdengar suara Sunan

Kalijaga, konon mengingatkannya akan datang bencana yang menghancurkan

Kasultanan Yogyakarta yang ditandai oleh kejatuhan tanah Jawa. Pangeran

Diponegoro menerima sinyal-sinyal mistis menyangkut peran historis yang akan

dilakoninya pada masa depan.

Ketika melakukan perlawanan terhadap Belanda, Pangeran Diponegoro juga

melakukan meditasi di Cepuri Parangkusumo. Pada kesempatan tersebut beliau

memperoleh senjata berupa cundrik (keris kecil) dari Ratu Kidul, yang dikenal

dengan sebutan ‘Keris Surotaman’ sebagai pelengkap senjatanya yang lain. Sebelum

keris itu didapat terdengar suara tanpa wujud dari Kanjeng Ratu Kidul yang

Page 24: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

24

mengingatkan agar Pangeran tidak menerima jabatan apapun dari Belanda. Setelah

suara hilang, jatuhlah sinar putih dari langit di depan Pangeran dan sinar itulah yang

membawa senjata cundrik tersebut. Pengakuan tersebut cukup mendasar karena

dalam Babad Diponegoro, beliau mengakui laku mistiknya. Salah satu pertemuan

spiritualnya dengan memohon restu dari Ratu Kidul dan Sultan Agung.

Selanjutnya, dimungkinkan pula bahwa selama aksi melawan Belanda,

Pangeran juga tetap berusaha menjalin kontak dengan Kanjeng Ratu kidul. Buku

Carey ini secara terang-terangan menyatakan tentang eksistensi Kanjeng Ratu Kidul.

Tetapi dalam penelitian ini lebih menekankan pada bentuk-bentuk wacana RK

sebagai sebuah gagasan/ide masyarakat pesisir Bali Selatan dalam meramu antara

mitos dengan fakta yang sedang terjadi. Hal ini memerlukan inspirasi agar

pemaknaannya jelas dan interpretasinya mendalam sesuai situasi dan kondisi zaman.

Bunga Perdana Putrianna Febrina (2012), dalam skripsinya yang berjudul,

“Fungsi Tari Bedhayang Ketawang di Keraton Surakarta”, menyatakan kemunculan

tari Bedhaya Ketawang yang dianggap ciptaan Kanjeng Ratu Kidul. Tarian mistis dan

keramat ini sebagai suatu bentuk penghormatan terhadap Raja dengan Kanjeng Ratu

Kidul Kencanasari yang mempunyai arti penting bagi Keraton Surakarta Hadiningrat,

yaitu sebagai sarana legitimasi seorang raja. Tarian ini selalu dilaksanakan pada

puncak acara dalam rangkaian upacara Tingalan Dalem Jumenengan (peringatan

kenaikan tahta raja) sebagai tarian sakral yang merupakan pernyataan damai dan cinta

kasih Panembahan Senopati dan keturunannya (Dinasti Mataram) dengan Kanjeng

Ratu Kidul. Adapun fungsi tarian sakral tersebut antara lain sebagai sarana meditasi

Page 25: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

25

Raja, lambang kebesaran Keraton Surakarta, legitimasi Raja, dan induk munculnya

tari Bedhaya yang lain.

Relevansi hasil penelitian Bunga, dengan penelitian ini adalah masyarakat di

Jawa pada umumnya dan khususnya di Sukabumi (Pelabuhan Ratu),Yogyakarta dan

Surakarta meyakini bahwa Kanjeng Ratu Kidul bukan tahayul, tetapi merupakan Ratu

segala makhluk halus yang menguasai tanah Jawa sehingga dijadikan ikon karena

membantu menjaga keselamatan raja, kerajaan dan keturunannya. Pemberian nama

Kencanasari terhadap RK di Solo senada dengan wacana dari informan 1 (Wirya)

bahwa RK sesungguhnya bernama asli Kanjeng Ratu Kidul Kencanasari Sekaring

Jagat. Namun demikian, perbedaan penelitian ini, lebih memfokuskan pada aspek

kesastraannya tentang struktur, fungsi dan makna serta resepsi masyarakat terhadap

wacana mitos RK di Bali Selatan sudah menyatu dengan tradisi. Hal yang terpenting

adalah dapat memahami makna serta implikasi dari wacana tersebut terhadap

kehidupan masyarakat di Bali Selatan sebagai tempat tujuan penyebarannya.

2.2 Deskripsi Konsep

2.2.1 Folklor, Tradisi Lisan, Kearifan Lokal dan Sastra Lisan

Bouman (1992:29-30) mengatakan, bahwa folklor diadopsi dari bahasa

Jerman (volkskunde). Namun, secara etimologis leksikal, folklor(folklore) dianggap

berasal dari bahasa Inggris, dari akar kata folk (rakyat, bangsa, kolectivitas tertentu)

dan lore (adat istiadat, kebiasaan), karenanya lore adalah keseluruhan aktivitas

Page 26: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

26

kelisanan dari folk. Jadi, folklore adalah kelisanan (orality) yang dipertentangkan

dengan keberaksaraan (literacy).

Folklor dibedakan menjadi tiga macam, yaitu: (1) folklor lisan (verbal

folklore); (2) folklor setengah lisan (partly verbal folklore); dan (3) folklor bukan

lisan (nonverbal folklore). Ketiganya dapat dikenali melalui bentuk masing-masing,

yaitu: oral (mentifact), sosial (socifact), dan material (artifact). Folklor lisan terdiri

atas; ungkapan tradisional, nyanyian rakyat, bahasa rakyat, dan cerita rakyat

(mite/mitos, legende, sage). Folklor setengah lisan di antaranya: drama rakyat, tarian ,

upacara, adapt-istiadat, pesta rakyat.

Folklor bukan lisan di antaranya: material dan bukan material. Folklor

meliputi ketiga bentuk budaya tersebut. Folklor lisan dalam kaitannya dengan mitos

sebagai objek penelitian ini disamakan dengan sastra atau cerita lisan, sedangkan

folklor setengah lisan dan bukan lisan termasuk tradisi lisan. Jadi, objek penelitian

kelisanan berkaitan dengan sastra lisan dan tradisi lisan, bukan folklor, kecuali

memang bermaksud melakukan penelitian terhadap keseluruhan aktivitas kelisanan

tersebut (Ratna, 2011:104).

Kearifan lokal (local genius/local wisdom), merupakan pengetahuan lokal

yang tercipta dari hasil adaptasi suatu komunitas yang berasal dari pengalaman hidup

yang dikomunikasikan dari generasi ke generasi. Kearifan lokal merupakan

pengetahuan lokal yang digunakan oleh masyarakat lokal untuk bertahan hidup dalam

suatu lingkungan yang menyatu dengan sistem kepercayaan, norma, budaya, dan

diekspresikan di dalam tradisi dan mitos yang dianut dalam jangka waktu yang lama.

Page 27: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

27

Jadi, kearifan lokal merupakan kumpulan pengetahuan dan cara berpikir yang

berakar dalam kebudayaan sebuah etnis, berisi gambaran tentang anggapan

masyarakat tentang hal-hal yang berkaitan dengan kualitas lingkungan manusia serta

hubungan manusia dengan lingkungan alamnya (Wisnumurti, 2009:2-3).

Pembicaraan selanjutnya adalah tradisi lisan dan sastra lisan. Secara definitif

tradisi lisan adalah berbagai kebiasaan yang dilakukan dan hidup dalam masyarakat

secara lisan, sedangkan sastra lisan (oral literature) adalah berbagai bentuk sastra

yang dikemukakan secara lisan. Tradisi lisan membicarakan tradisinya, sedangkan

sastra lisan membicarakan masalah sastranya. Masyarakat lama sulit membedakan

ciri-ciri di antara keduanya.

Oleh karena itu, UNESCO memasukkan sastra lisan sebagai bagian tradisi

lisan yang meliputi, antara lain: sastra lisan, teknologi tradisional, pengetahuan

masyarakat di luar istana dan kota metropolitan. Unsur religi dan kepercayaan

masyarakat di luar batas formal agama-agama besar, kesenian masyarakat di luar

pusat istana dan kota metropolitan, dan berbagai bentuk peraturan, norma, dan hukum

yang berfungsi untuk mengikat tradisi (Ratna:2011:105).

Ciri khas kelisanan adalah penyebarannya yang dilakukan dari mulut ke

mulut, sedangkan ciri lain di antaranya: (a) hidup dalam masyarakat tradisional; (b)

dianggap sebagai milik bersama masyarakat; (c) seolah-olah tidak ada pengarang

sehingga bebas disalin dan diresepsi; dan (d) umumnya terdiri atas beberapa versi.

Oleh karena itu, penelitian yang dilakukan dengan objek folklor akan termasuk di

dalamnya unsur tradisi dan mitosnya.

Page 28: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

28

Relevansi penelitian ini terhadap mitos RK, berpengaruh terhadap wilayah

kajian yakni wacana sastra yang juga merupakan elemen dari budaya. Apabila

dikaitkan dengan pendekatan yang digunakan, yakni pendekatan pragmatis, maka

kajian ini lebih difokuskan pada bidang sastra lisan mitos yang didukung oleh tradisi

lisan, seperti adanya artifact dan ritual. Dengan menggunakan pendekatan pragmatis,

maka penekanan lebih terfokus pada peranan pembaca eksplisit, yaitu masyarakat

yang multikultur maupun pembaca implisit yang turut serta mendukung pelaksanaan

tradisi RK.

2.2.2 Konsep Persepsi

Istilah persepsi sering disebut dengan pandangan, gambaran atau tanggapan,

sebab dalam persepsi terdapat tanggapan seseorang mengenai suatu hal atau objek.

Kata persepsi berasal dari kata bahasa Inggris perception artinya penglihatan,

tanggapan daya memahami atau menanggapi sesuatu. Sedangkan dalam (KBBI)

persepsi dikatakan sebagai tanggapan (penerimaan) langsung dari sesuatu serapan

atau proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui pancaindranya.

Para ahli dan ilmuan yang mengemukakan pengertian persepsi diantaranya:

(a) Bimo Walgito tentang pengertian persepsi adalah suatu proses yang didahului oleh

pengindraan yaitu proses yang berwujud diterimanya stimulus oleh individu melalui

alat indera yang disebut sensoris; (b) Slamet (2010:102) menyatakan persepsi adalah

proses yang menyangkut masuknya pesan atau informasi ke dalam otak manusia

sehingga melalui persepsi manusia terus menerus mengadakan hubungan dengan

lingkungannya. Hubungan ini dilakukan lewat inderanya yakni, penglihatan,

Page 29: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

29

pendengaran, peraba, perasa, dan pemciuman; (c) Robbins (2003:97)

mendeskripsikan bahwa persepsi merupakan kesan yang diperoleh individu melalui

pancaindera kemudian di analisa (diorganisir), diinterpretasi dan dievaluasi, sehingga

individu tersebut memperoleh makna.

Pengertian dan pemahaman tentang persepsi tersebut di atas sangat jelas

bahwa kata persepsi memiliki sifat subjektif karena tergantung pada kemampuan dan

keadaan dari masing-masing individu, sehingga akan ditafsirkan berbeda oleh

individu yang satu dengan lainnya. Faktor yang mempengaruhi persepsi pada

dasarnya ada 2 yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah yang

terdapat dalam diri individu mencakup beberapa hal, antara lain: fisiologis, perhatian,

minat, kebutuhan yang searah, suasana hati, pengalaman dan ingatan. Sedangkan

faktor eksternal merupakan karakterristik dari lingkungan dan objek-objek yang

terlibat di dalamnya. Elemen-elemen tersebut dapat mengubah sudut pandang

seseorang terhadap dunia sekitarnya dan mempengaruhi bagaimana seseorang

merasakannya atau menerimanya. Beberapa faktor eksternal yang dapat

mempengaruhi, antara lain: (a) ukuran dan penempatan dari objek atau stimulus; (b)

warna dari objek-objek; (c) keunikan dan kekontrasan stimulus; (d) intensitas dan

kekuatan dari stimulus; (e) motivasi atau gerakan. Diakses tanggal 29 November

2015 @belajarpsikologi.com.ads by Kliksaya.com ) oleh Haryanto, S.Pd via

Twitternya tanggal 8 Pebruari 2015.

Dengan demikian persepsi merupakan proses perlakuan individu yaitu

pemberian tanggapan, arti, gambaran, atau penginterpretasian terhadap apa yang

Page 30: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

30

dilihat, didengar, atau dirasakan oleh inderanya dalam bentuk sikap, pendapat, dan

tingkah laku yang disebut sebagai perilaku individu. Persepsi yang dimaksud dalam

penelitian ini adalah suatu pendapat yang dilontarkan oleh masyarakat khususnya dari

ketiga kelompok masyarakat dalam menilai, memahami tentang wacana mitos RK di

Pesisir Bali Selatan.

2.2.3 Konsep Mitos

Mitos merupakan istilah yang dapat digunakan dalam berbagai bidang ilmu

dan dapat dijelaskan dengan menggunakan berbagai konsep yang berbeda-beda.

Istilah mitos telah digunakan oleh para filsuf sejak zaman Yunani Kuno. Untuk

mempermudah dalam uraian ini, mitos dibedakan menjadi dua jenis sesuai dengan

akar katanya, yaitu mite (myth) dan mitos (mythos). Secara leksikal ‘mite’ berarti

cerita tentang dewa, dan makhluk adikodrati lain yang di dalamnya terkandung

berbagai penafsiran, bahkan juga alam gaib. Dalam hal ini mite biasanya dibedakan

dengan fabel, dan legende (Danesi, 2012:167).

Menurut Noth (dalam Ratna, 2011:110) secara etimologis ‘mitos’ berarti kata,

ucapan, cerita tentang dewa-dewa. Namun, dalam perkembangan berikut mitos

diartikan sebagai wacana fiksional, dipertentangkan dengan logos (wacana rasional).

Pada zaman Yunani Kuno mitos dianggap sebagai cerita naratif yang dinamakan plot.

Mitos adalah prinsip struktur dasar dalam sastra yang memungkinkan hubungan

antara cerita dengan maknanya.

Pada akhirnya, baik mite maupun mitos, sebagai ilmu pengetahuan sering

disebut mitologi. Menurut Shipley (dalam Ratna, 2011:110) mitos lebih banyak

Page 31: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

31

dibicarakan dalam bidang religi tetapi dibedakan dari masalah-masalah yang bukan

dalam bentuk tindakan. Eliade (1975:2-4) mengatakan, sebagai gejala dasar

kebudayaan, perubahan pandangan yang cukup mendasar terjadi sejak setengah abad

terakhir, para sarjana mulai melihat mitos dari sudut pandang yang berbeda.

Pada zaman pencerahan, mitos dianggap memiliki nilai negatif, tetapi

sekarang mitos dianggap sebagai cerita yang sesungguhnya, cerita yang memiliki

nilai-nilai sakral, patut dicontoh dan mengandung makna. Pengertian mitos di abad

modern seolah-olah kembali ke dalam pengertian semula pada zaman Yunani Kuno.

Mitos dipelajari karena gejala tersebut benar-benar ada dalam masyarakat dan masih

hidup.

Mitos merupakan model untuk bertindak, dan berfungsi memberikan makna

dan nilai bagi kehidupan. Penafsiran modern terhadap mitos tidak memandangnya

sebagai benar atau salah, tetapi sebagai sesuatu yang memiliki insight (pemahaman)

puitis tentang realitas. Mitos juga dipandang dapat menyatakan simbolisme arketipe

yang terus menerus berulang disebabkan ketidaksadaran kolektif umat manusia.

Dengan kalimat lain, secara kosmogoni mitos selalu ingin membuktikan

hubungannya dengan realitas. Memahami mitos bukan semata-mata untuk

memahami sejarah masa lalu tetapi jauh lebih penting justru untuk memahami

kategori kehidupan masa kini (Ratna, 2011:111).

Mitos itu mulia, karena dapat membantu menentukan sikap, dihadapan

semesta yang tidak berhingga. Mitos menjelaskan dari mana, hendak menuju ke mana

eksistensi sebagai manusia, dan mitos juga dapat menjelaskan asal muasal peristiwa,

Page 32: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

32

fenomena dunia serta dapat memandu kehidupan. Namun demikian, lahirnya

modernitas ternyata menyudutkan pola berpikir mitologis dan menggantikannya

dengan pola berpikir saintifik yang rindu akan penjelasan sebab akibat materialistik

dan mekanistik (Beerling, 1994:18).

Sesungguhnya modernitas itu kering, karena dapat mencabut manusia dari

keberagamannya dengan mengganti cerita yang indah menjadi penjelasan yang

menjemukan. Di dalam kekeringannya, modernitas kembali membutuhkan mitos,

bahkan modernitas perlu menjadi mitos baru sehingga terus bisa ditanggapi secara

kritis, karena mitos dapat memberikan sentuhan personal dan estetik pada sains dan

modernitas (Herusatoto, 2011:3-4). Oleh karena itu, alangkah baiknya modernitas

dengan sains dan rasionalitasnya perlu merangkul mitos secara sungguh-sungguh

karena dapat membuat eksistensi manusia menjadi layak untuk dijalani (Susanto,

1987:19).

Memahami mitos bukan semata-mata untuk memahami sejarah masa lalu,

tetapi yang lebih penting justru untuk memahami kategori kehidupan masa kini yang

dikaitkan dengan makna, teladan dan nilai-nilai secara keseluruhan yang dihasilkan.

Pada dasarnya pengertian mite dan mitos hampir sama, karena masyarakat sehari-

haripun percaya bahwa berbagai bentuk dongeng dan kepercayaan dapat memberikan

nilai-nilai pendidikan. Perbedaannya, fungsi mite terbatas pada bentuk pemahaman

dalam kaitannya dengan cerita khayal sebagai akibat tidak langsung.

Mitos memiliki akibat langsung terhadap keseluruhan tingkah laku individu

dan masyarakat pendukungnya. Keragaman mitos, yakni mitos yang sifatnya positif

Page 33: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

33

merupakan energi kehidupan. Alam semesta menurut Barthes (1985:109) dipenuhi

oleh dugaan, saran, interpretasi, dalam pengertian yang lebih luas. Setiap objek,

dalam posisi yang tertutup, dengan sengaja dirahasiakan dapat berubah ke dalam

bentuk oral, kelisanan yang secara bebas dapat ditafsirkan sebab tidak ada hukum

yang melarangnya.

Pada dasarnya manusia hidup atas dasar mitos-mitos yang ada di

sekelilingnya. Artinya, segala sesuatu adalah mitos, manusia hidup dalam alam mitos,

bahkan dikendalikan oleh berbagai macam mitos. Dalam analisis Levi-Strauss

(2007:276-277), cenderung memanfaatkan model bahasa seperti dikembangkan oleh

Saussure, mitos sebagai langue (bahasa umum) dan parole (ucapan individual),

termasuk model diakronis dan sinkronis, sintagmatis, dan paradigmatis.

Mitos di abad ke-19 terbatas sebagai khayalan, sebagai langue dalam

kerangka sejarah masa lampau (diakronis), dalam konteks horizontal (sintagmatis).

Sebaliknya, dalam visi kontemporer mitos adalah langue sekaligus parole, bahwa

mitos yang dikondisikan melalui institusi social, tetapi dipahami dalam kehidupan

sekarang ini, bebas dari ikatan-ikatan masa lampau, lebih banyak bersifat sinkronis,

dengan pemahaman dilakukan secara horizontal sekaligus vertikal (sintagmatis dan

paradigmatis).

Menurut Barthes (1985:109-115), mitos adalah bahasa yang tercuri (stolen

language), teori dusta (lie theory), mitos adalah wacana bahasa yang digunakan.

Mitos tidak didefinisikan oleh objek, atau pesan, tetapi dengan cara bagaimana pesan

itu disampaikan atau diwacanakan. Oleh karena itu, mitos dianggap sebagai sistem

Page 34: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

34

semiotik tingkat kedua sesudah bahasa, bahkan sebagai metabahasa. Akhirnya,

Barthes mengakui bahwa mitos tidak perlu disembunyikan, mitos harus diungkapkan,

sebagai demitologisasi sekaligus demitifikasi.

Walaupun mitos RK disakralkan dengan berbagai ritual, namun masih perlu

diungkap maknanya sehingga diketahui pesan apa yang ada di balik keyakinan dan

pelaksanaan ritual serta pendirian tempat-tempat pemujaannya di pesisir Bali selatan.

Tidak ada gejala alam yang tidak memerlukan interpretasi mitis, demikian juga mitos

dapat memperkuat tradisi, bahkan merupakan motor dalam proses berpikir.

Junus (1981:73-77), sesuai dengan kompleksitas kehidupan manusia, bentuk

mitos bermacam-macam. Mitos menimbulkan kecurigaan, benci, irihati, dendam,

juga sebaliknya cinta, percaya diri, bertanggung jawab, mempertebal kepercayaan

terhadap Tuhan Yang Mahaesa. Mitos akan melahirkan mitos-mitos baru, petanda

bahwa mitos tetap hidup dan dihidupkan oleh masyarakat pendukungnya.

Banyaknya deskripsi tentang konsep mitos, dalam penelitian ini berpedoman

kepada pengertian mitos Roland Barthes. Dengan demikian mitos RK di pesisir Bali

Selatan, dapat dipahami sebagai model untuk bertindak, atau sistem semiotik tingkat

kedua sesudah bahasa, sebab dalam implementasinya berfungsi menciptakan nilai-

nilai kehidupan bagi masyarakat. Kaitannya dengan kompleksitas kehidupan

masyarakat, diperlukan interpretasi terhadap wacana mitos RK di Bali Selatan.

Artinya, dengan memahami makna mitos RK, timbul rasa percaya atau sebaliknya

terhadap fenomena yang sedang dan akan terjadi.

Page 35: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

35

2.2.4 Konsep Ratu Kidul

Secara umum kata Ratu Kidul dipahami merupakan istilah yang diberikan

kepada penguasa samudra Indonesia bagian Selatan. Namun, secara etimologis terdiri

atas kata ‘Ratu dan Kidul’. Kata Ratu terbentuk dari ungkapan ‘tu’ yang bermakna

zat kesaktian, memiliki awalan yang menunjukkan kemuliaan ‘ra’ di depannya. Dari

perkataan tersebut muncul perkataan keratuan maksudnya keraton setelah mengalami

hukum sandisuara. Berdasarkan mekanisme ke luarnya ejaan dalam lisan Jawa kata

ratu memiliki asal yang sama dengan istilah datu, seperti ditunjukkan oleh kata

kedaton untuk menunjuk salah satu lokasi dalam istana utama dari sebuah keraton

(KBBI). Kata ratu-datu, kemudian disalin ke dalam huruf Pallawa dengan bahasa

Sanskerta sebagaimana diaplikasikan dalam berbagai prasasti Jawa. Kemudian,

didepan istilah ratu sering dilekatkan kata untuk memuliakan zat kesaktian yaitu

Sang, atau Sang Sri sehingga memunculkan istilah Sang Ratu/sang sri ratu

(Sholikhin, 2009:77-78).

Konsep ‘ratu’ dalam hal ini adalah sebuah jabatan semacam Presiden sehingga

sang ratu tidak harus perempuan, terkadang laki-laki, hanya secara kebetulan

kebanyakan perempuan. Selanjutnya, ‘Ratu’ berasal dari kata rat yang berarti bumi.

Tempat tinggalnya disebut ke-rat-on atau keraton (Soerjadiningrat, 1997:37-40). Kata

‘ratu’juga diartikan sebagai raja yang berjenis kelamin perempuan (queen),

sedangkan raja laki-laki disebut lord.

Dalam bahasa Jawa Kuna ‘ratu’ berasal dari kata ra, artinya terhormat dan tu

artinya seseorang atau orang. Jadi ratu artinya orang yang terhormat. Namun, dalam

Page 36: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

36

falsafah Jawa pengertian ratu adalah orang yang memiliki kuasa mutlak, yang dalam

dirinya terpusat bhuwana alit (mikrokosmos) dan bhuwana agung (makrokosmos).

Ratu adalah sosok yang memusatkan kekuatan kosmis dalam dirinya. Kesakten sang

ratu diukur dari besar kecilnya monopoli kekuasaan dan kekuatan gaib yang

dimilikinya Mukhlisin dan Damarhuda (dalam Duija, 2004:53).

Kata kidul menunjukkan sebuah arah mata angin yang berasal dari lisan Jawa

artinya selatan. Istilah Ratu Kidul dalam khazanah tentang kekuasaan raja Jawa lebih

mungkin mengambil bentuk kepatronan (pendamping spiritual, atau pendamping

yang membantu secara sukarela dari alam halus). Seorang penguasa akan dapat

menjalankan tugas dan amanatnya jika mendapatkan pendampingan dari RK.

Dalam konsepsi spiritual Islam-Jawa termasuk dalam kelompok para malaikat

dan roh penjaga, yang mendapat tugas dari Tuhan ditujukan kepada manusia terpilih

yakni manusia yang dikehendaki Tuhan untuk menjalankan tugas dan tanggung

jawab di bumi. Deskripsi tersebut merupakan pesan spiritual kepada para penguasa di

tanah Jawa untuk senantiasa ngelmu (melaksanakan laku spiritual).

Dalam mitos Jawa, RK misalnya dinarasikan sebagai istri/ratu dari dunia maya

yang memberi kekuatan bagi raja-raja Mataram Islam mulai dari Panembahan

Senapati sampai Sultan Hamengku Buwono X yang berkedudukan di laut khususnya

bagian Selatan. Berbeda dengan di Bali, bahwa RK secara etimologi juga terdiri atas

dua kata ‘ratu’ dan ‘kidul’. Oleh masyarakat di Bali, kata ratu dipahami sebagai

sebutan untuk menghormati seseorang baik karena posisi, jabatan, maupun fungsi dan

tugasnya.

Page 37: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

37

Sebutan ‘ratu’ berkembang sesuai gender, maka muncul kata ‘raja’ sebagai

pasangannya, sehingga ‘ratu’ diidentikkan dengan perempuan dan setiap perempuan

akan dipanggil ibu. Bahwa kodrat seorang ibu mempunyai kekuatan yang luar biasa

untuk memelihara anak dan keluarganya bahkan efeknya menyejahterakan

masyarakat. Dalam konsep Hindu dipahami sebagai Pradhana, maka munculah

konsep Purusa-Pradhana dan dewa-dewi.

Konsep purusa-pradhana dalam tradisi ber-yadnya diimplementasikan dengan

ritual nyegara-gunung. Tradisi ritual Nyegara-Gunung, merupakan prosesi terakhir

dari upacara ngaben. Gunung sebagai lambang purusa (laki-laki), sedangkan segara

(laut) sebagai lambang pradhana (perempuan) sehingga perpaduan atau penyatuan

keduanya menimbulkan kehidupan di darat. Oleh karena itulah, konsep

‘ratu’dipahami sebagai perempuan. Sedangkan kata ‘kidul’ yang berasal dari lisan

Jawa kuna, telah diadopsi menjadi kosa kata Bali yang juga berarti Selatan.

Hasil rekonstruksi beberapa bentuk persepsi masyarakat terhadap wacana

mitos RK di Pesisir Bali Selatan dapat dipahami sebagai ‘roh’ seseorang yang

dihormati karena jasa, pengabdian, kekuasaan, pengetahuan dan kekuatan gaib yang

dimilikinya. Roh-roh dimaksud telah mencapai alam sorga sehingga disebut sebagai

‘leluhur’. Kepada para leluhur itulah masyarakat mempercayakan diri, memohon

keselamatan, berkah, dan solusi atas segala permasalahan hidup di dunia. Untuk

memberikan penghormatan, roh-roh tersebut dibuatkan tempat pemujaan di Selatan

dekat sumber-sumber mata air atau dekat dengan laut. Dengan demikian, konsep Ratu

Kidul yang menjadi topik bahasan dalam penelitian ini adalah konsep kearifan lokal

Page 38: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

38

masyarakat di Bali tentang kepercayaan terhadap adanya ‘roh’ penjaga dan penguasa

lautan yang diyakini dapat membantu manusia dalam mengatasi serta mencarikan

solusi atas segala permasalahan hidup yang dimuliakan dan dipuja di Selatan. Dari

semua persepsi para informan ada perkecualian yakni informasi di hutan Pura Segara

Rupek dalam bentuk ‘lingga’ juga diyakini sebagai wujud sakthi Dewa Siwa yaitu

Dewi Parwati yang bereinkarnasi menjadi RK.

2.2.5 Konsep Wacana Naratif

Secara etimologis wacana berasal dari vacana (Sanskerta), berarti kata-kata,

cara berkata, ucapan, pembicaraan, perintah, dan nasihat. Secara kasar wacana

disejajarkan dengan utterance dan speech, ujaran atau ucapan, sebagai bahasa yang

sedang digunakan atau parole menurut pemahaman Saussure. Wacana selalu bersifat

orisinalitas, tidak ada tata bahasa wacana.

Definisi wacana hampir sama dengan teks, keduanya mempunyai ciri sebagai

satuan bahasa terlengkap, satuan gramatikal tertinggi atau terbesar. Realisasinya

berbentuk karangan yang utuh, seperti: paragraf, kalimat yang membawa makna

lengkap, buku, artikel, dan genre sastra yang lain (Ratna, 2010:243). Dalam

kehidupan praktis sehari-hari dan dalam ilmu sosial yang lebih dikenal adalah istilah

wacana atau diskursus, demikian juga dalam ilmu bahasa, tetapi dalam ilmu sastra

digunakan istilah teks.

Dalam perkembangan teori sastra kontemporer, kedua istilah tersebut

bersaing, namun yang lebih populer adalah wacana, karena dapat dimanifestasikan

dalam keberagaman aktivitas sosial, baik dalam keadaan sehari-hari maupun dalam

Page 39: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

39

kehidupan formal. Wacana berfungsi untuk menyampaikan berbagai bentuk

informasi, membangun ilmu pengetahuan , meraih kekuasaan, alih teknologi, dan

sebagainya.

Wacana lahir dan dapat dimanfaatkan dalam masyarakat, ruang dan waktu

yang berbeda. Oleh karena itu, sebagaimana sejarah, wacana tidak bersifat universal,

doktrin yang dimanfaatkan oleh kelompok postrukturalisme untuk menolak narasi

besar. Wacana sekaligus berfungsi untuk membentuk objek dan subjek sehingga

diduga dalam perkembangan berikut istilah wacana akan mendominasi bukan saja

dalam pengertian umum tetapi juga sastra. Sebagai satuan gramatikal tertinggi,

wacana dibentuk dari kalimat-kalimat yang memenuhi persyaratan gramatikal dan

syarat kewacaaan lainnya (Ratna, 2010:245).

Wacana menurut tujuannya dibedakan atas wacana lisan dan wacana tulis. Di

lihat dari penggunaan bahasanya, wacana dibedakan atas wacana prosa dan wacana

puisi. Di lihat dari penyampaian isinya wacana dibedakan menjadi: wacana naratif,

wacana eksposisi, wacana persuasif, dan wacana argumentasi.

Di dalam penelitian ini, digunakan wacana naratif yang sifatnya menguraikan

suatu rangkaian kejadian atau dengan cara menggambarkan peristiwa sehingga dapat

mencerminkan topik yang dibahas. Naratif atau narasi merupakan rangkaian

peristiwa, secara definitif dalam sebuah karya terkandung lebih dari satu peristiwa.

Naratif memiliki dua ciri, yaitu: kehadiran cerita dan penceritaan. Dalam sastra oral,

plot justru lahir pada saat diceritakan. Makna karya sastra dapat diungkapkan secara

maksimal dengan cara menganalisis wacana atau teks sebagai reproduksi pementasan.

Page 40: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

40

Dalam sastra oral karya sastra tidak bisa dipahami semata-mata melalui teks, atau

melalui struktur naratif, sebab karya sastra selalu berubah setiap kali dipentaskan atau

ditampilkan (Ruth Finnegan,1977:28).

Sudaryat (2011:169) menyebutkan bahwa wacana naratif atau kisahan adalah

wacana yang isinya memaparkan terjadinya suatu peristiwa, baik rekaan maupun

kenyataan. Wacana narasi dapat bersifat faktual juga imajinatif. Dengan

mempertimbangkan hakikat wacana yaitu bentuk bahasa yang sedang digunakan,

maka penelitian pun dapat diperluas ke metode penelitian lapangan, seperti pada

objek penelitian yang dilakukan tentang wacana mitos RK di pesisir Bali Selatan.

Mitos RK dapat dianalisis melalui kajian wacana naratif dari aspek struktur,

fungsi, dan makna. Hal ini dilakukan dengan pertimbangan bahwa setiap unit

wacana, baik besar maupun kecil memiliki bentuk, sebagai struktur tertentu. Wacana

diciptakan dengan tujuan tertentu, positif atau negatif sebagai fungsi. Akhirnya,

wacana menampilkan makna sebagai hasil yang telah dicapai oleh bentuk dan fungsi.

Apabila dikaitkan dengan sistem dasar komunikasi sastra, yaitu antara

pengarang, karya sastra dan pembaca, maka bentuk digali melalui kompetensi

pengarang, fungsi melalui karya, sedangkan makna melalui pembaca. Bentuk sebagai

artifact adalah hak pengarang, wakil pengarang untuk menyampaikan pesan-

pesannya, yang secara keseluruhan berupa aspek-aspek kebudayaan. Pertemuan

antara karya sastra dengan pembaca hingga pembaca dapat menghasilkan sesuatu

yang baru disebut makna (Ratna, 2010:247).

Page 41: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

41

Bagi Barthes, makna adalah writerly, wacana adalah untuk ditulis, bukan

dibaca. Kaitannya dengan penelitian RK ini, maka konsep wacana naratif

dimaksudkan sebagai satuan gramatikal terlengkap dan tertinggi dari persepsi

masyarakat yang bersifat orisinil, dituliskan dan dinarasikan, sebab mempunyai

bentuk, fungsi, dan makna sehingga dapat disejajarkan dengan teks dalam ilmu sastra.

2.2.6 Konsep Spiritualitas

Pada dasarnya, spiritual mempunyai beberapa arti di luar dari konsep agama,

tetapi lebih menunjukkan tingkah laku, bahkan sering dihubungkan dengan faktor

kepribadian. Menurut kamus Webster (1963) kata ‘spirit’ berasal dari kata benda

‘spiritus’ (Latin) yang berarti nafas (breath) dan kata kerja ‘spirare’ yang berarti

bernafas. Sesuatu yang hidup sudah pasti memiliki nafas, yang artinya memiliki

spirit. Menjadi spiritual berarti mempunyai ikatan yang lebih kepada hal yang bersifat

kerohanian atau kejiawaan dibandingkan dengan hal yang bersifat fisik atau material.

Spiritual merupakan kebangkitan atau pencerahan diri dalam mencapai

makna hidup dan tujuan hidup, sehingga merupakan bagian esensial dari keseluruhan

kesehatan dan kesejahteraan seseorang. Dalam pengertian yang lebih luas, spiritual

merupakan hal yang berhubungan dengan spirit. Sesuatu yang spiritual memiliki

kebenaran abadi yang berhubungan dengan tujuan hidup manusia dan bersifat

duniawi atau sementara (KBBI). Di dalam spiritual terdapat kepercayaan terhadap

kekuatan supernatural seperti halnya dalam agama, tetapi memiliki penekanan pada

pengalaman pribadi.

Page 42: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

42

Spiritual dapat merupakan ekspresi dari kehidupan yang dipersepsikan lebih

tinggi, lebih kompleks atau lebih terintegrasi dalam pandangan hidup seseorang yang

bersifat indrawi. Seseorang dapat diketahui menjadi spiritual karena memiliki arah

tujuan dengan terus menerus meningkatkan kebijaksanaan dan kekuatan berkehendak.

Tujuannya untuk mencapai hubungan yang lebih dekat dengan ketuhanan dan alam

semesta serta menghilangkan ilusi dari gagasan salah yang berasal dari alat indra

yakni perasaan dan pikiran.

Disebutkan pula bahwa aspek spiritual memiliki dua proses. Pertama, proses

ke atas merupakan tumbuhnya kekuatan internal yang mengubah hubungan seseorang

dengan Tuhan. Kedua, proses ke bawah yang ditandai dengan peningkatan realitas

fisik seseorang akibat perubahan internal. Dalam konotasi lain, perubahan akan

timbul pada diri seseorang dengan meningkatnya kesadaran diri dan nilai-nilai

ketuhanan akan termanifestasi ke luar melalui pengalaman dan kemajuan diri.

Konsep spiritualitas dalam penelitian RK ini dipahami sebagai kesadaran diri

dan kesadaran individu tentang asal, tujuan, dan nasib. Spiritual dapat memberikan

jawaban siapa dan untuk apa seseorang itu (keberadaan dan kesadaran). Berbeda

halnya dengan religiusitas (agama) memberikan jawaban apa yang harus dikerjakan

seseorang (perilaku dan tindakan). Oleh karena itu, seseorang bisa saja mengikuti

agama tertentu, namun harus tetap memiliki spiritualitas. Artinya, seseorang yang

agamanya sama, namun belum tentu memiliki jalan atau tingkat spiritualitas yang

sama. Demikian juga dengan keyakinan terhadap RK, khususnya bagi kelompok

Page 43: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

43

paranormal dan penekun spiritual akan terjadi perbedaan pemahaman antara yang

spiritualis dan yang religius.

2.3 Landasan Teori

2.3.1 Teori Wacana Naratologi

Wacana merupakan konsep kunci dalam teori postmodernisme dan

postrukturalisme. Wacana dimanifestasikan dalam keberagaman aktivitas sosial, baik

dalam kehidupan praktis sehari-hari maupun kehidupan formal. Wacana adalah

kumunikasi verbal, percakapan, satuan bahasa terlengkap yang direalisasikan dalam

bentuk karangan atau laporan yang utuh, kemampuan atau prosedur berpikir secara

sistematis, kemampuan atau proses memeberikan pertimbangan berdasarkan akal

sehat, pertukaran ide secara verbal (KBBI).

Wacana juga diartikan sebagai cara tertentu untuk membicarakan dan

memahami dunia (aspek dunia) ini (M.Jorgensen dan L.J Phillips). Pengertian

wacana yang disampaikan M.Jorgensen, dapat digunakan sebagai pedoman untuk

menganalisis berbagai fenomena tentang wacana mitos RK yang terjadi di Bali

Selatan, seperti: adanya lukisan, patung, ‘palinggih’, artifact, doa/mantra dan dipuja

sebagai sasuhunan.

Wacana berfungsi untuk menyampaikan berbagai bentuk informasi,

membangun ilmu pengetahuan, meraih kekuasaan, alih teknologi dan sebagainya.

Wacana sekaligus berfungsi untuk membentuk objek dan subjek. Wacana lahir dan

dimanfaatkan dalam masyarakat, ruang dan waktu yang berbeda. Sejajar dengan

Page 44: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

44

pendapat tersebut, Genett (1972:26-27) menjelaskan perbedaan antara wacana dengan

teks semata-mata sebagai perbedaan pragmatis, penggunaan secara luas disebut

wacana, sedangkan penggunaan secara sempit, dalam sastra disebut teks.

Istilah wacana naratif dengan pemahaman bahwa di dalamnya sudah

termasuk teks naratif. Shlomith Rimmon-Kenan (1983:1-5) menjelaskan bahwa

wacana naratif meliputi keseluruhan kehidupan manusia. Dalam hal ini akan lebih

difokuskan pada wacana naratif fiksi. Narasi fiksi mensyaratkan: (a) proses

komunikasi, proses naratif sebagai pesan yang ditransmisikan oleh pengirim kepada

penerima; (b) struktur verbal medium yang digunakan untuk mentransmisikan pesan.

Bertolak dari pemahaman Genette tentang perbedaan wacana dan teks, maka

R. Kenan, membedakan antara story, text dan narration. Story menunjuk pada

peristiwa-peristiwa yang diabstraksikan dari disposisinya dalam teks dan

direkonstruksikan dalam orde kronologisnya bersama-sama dengan partisipan dalam

peristiwa tersebut (urutan kejadian). Untuk merekonstruksi wacana mitos RK diurut

berdasarkan ketuaan teks. Text, adalah wacana yang diucapkan atau ditulis. Oleh

karena itu, peristiwanya tidak kronologis atau seluruh narasi berada dalam perspektif

fokalisasi yang terlihat dari wacana masing-masing informan. Narration, adalah

tindak atau proses produksi yang mengimplikasikan seseorang baik dengan fakta

maupun fiksi yang mengucapkan atau menulis wacana (narrator). Tergantung sudut

pandang para informan dalam mengalurkan wacana RK.

Setiap unit wacana, baik besar maupun kecil memiliki bentuk sebagai struktur

tertentu. Wacana diciptakan dengan tujuan tertentu, positif atau negatif sebagai

Page 45: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

45

fungsi. Wacana menampilkan makna sebagai hasil yang telah dicapai oleh bentuk dan

fungsi. Oleh karena itu, struktur naratif meliputi lisan dan tulisan, sastra dan non

sastra (Ratna, 2010:244). Wacana dibicarakan dalam struktur naratif secara

keseluruhan melalui analisis dari keempat permasalahan wacana mitos RK, sedang

teks dibicarakan dalam struktur naratif teks meliputi; unsur instrinsik dan ekstrinsik.

Oleh sebab itu, teori wacana naratologi menjadi payung dan pedoman dalam

menganalisis keempat rumusan masalah penelitian ini.

2.3.2 Teori Semiotika.

Kelahiran strukturalisme yang kemudian disusul oleh semiotika sebagai akibat

stagnasi strukturalisme. Semiotika merupakan akibat langsung formalisme dan

strukturalisme. Hubungan keduanya bersifat kompleks sekaligus ambigu (Ratna,

2010:96). Strukturalisme dan semiotika sesungguhnya merupakan dua teori yang

identik. Strukturalisme memusatkan perhatian pada karya, sedang semiotika pada

tanda, namun dapat dioperasikan secara bersama-sama. Semiotika melalui intensitas

sistem tanda memberikan keseimbangan antara struktur instrinsik dan ekstrinsik.

Semiotika berasal dari kata semeion yang berarti tanda. Dalam pengertian

yang lebih luas sebagai teori, semiotika berarti studi sistematis mengenai produksi

dan interpretasi tanda, bagaimana cara kerjanya, apa manfaatnya terhadap kehidupan

manusia. Kehidupan manusia dipenuhi oleh tanda, dengan perantaraan tanda-tanda,

proses kehidupan menjadi lebih efisien. Manusia dapat berkomunikasi dengan

sesamanya, sekaligus mengadakan pemahaman yang lebih baik terhadap dunia.

Manusia adalah homo semioticus.

Page 46: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

46

Semiotika sebagai ilmu berfungsi untuk mengungkapkan secara ilmiah

keseluruhan tanda dalam kehidupan manusia baik tanda verbal maupun non verbal.

Meskipun demikian, untuk kepentingan praktis di satu pihak, dan hubungan yang erat

antara strukturalisme dan semiotika di pihak lain (Ratna, 2010:163). Dua ahli yang

hidup pada zaman yang sama, dengan konsep dan paradigma yang hampir sama,

tetapi tidak saling mengenal, adalah Ferdinand de Saussure dan Charles Sanders

Peirce. Sassure ahli bahasa, sedangkan Peirce ahli filsafat dan logika yang juga

menekuni bidang kealaman dan agama. Saussure menggunakan istilah semiologi,

Peirce menggunakan istilah semiotika, dan dalam perkembangan selanjutnya istilah

semiotika yang lebih populer (Ratna, 2010:98).

Konsep-konsep Saussure terdiri atas pasangan beroposisi, tanda yang

memiliki dua sisi sebagai dikotomi, seperti: penanda dan petanda, parole dan langue,

sintagmatis dan paradigmatis, diakronik dan sinkronik. Konsep Saussure, bersisi

ganda yang ditandai oleh ciri-ciri kesatuan internal, sedangkan konsep Peirce, bersisi

tiga sebagai triadik, ditandai oleh dinamisme internal. Dari segi cara kerjanya

terdapat: (a) sintaksis semiotika; (b) semantik semiotika; (c) pragmatik semiotika.

Apabila dilihat dari faktor yang menentukan adanya tanda dibedakan sebagai berikut:

1) Representamen, ground, tanda itu sendiri sebagai perwujudan gejala umum,

terdiri atas: (a) qualisigns, (b) sinsigns, tokens, (c) legisigns, types.

2) Object, yaitu apa yang diacu, terdiri atas : (a) ikon, (b) indeks, (c) simbol.

3) Interpretant, yaitu tanda-tanda baru yang terjadi dalam batin penerima terdiri

atas: (a) rheme, (b) dicisigns, dicent signs, (c) argument.

Page 47: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

47

Dari ketiga faktor di atas yang paling menonjol dalam ulasan disertasi ini

adalah object, dan di antara elemen object yang terpenting ikon, sebab segala sesuatu

merupakan ikon dan segala sesuatu dapat dikaitkan dengan sesuatu yang lain.

Artinya, ikonisitas selalu melibatkan indesikalitas dan simbolisasi dengan

mengutamakan dominasinya dalam sebuah teks sastra. Ciri-ciri ikonisitas, yaitu

persamaan dan kemiripan ternyata memberikan rasa aman dan dengan sendirinya

menimbulkan daya tarik (Ratna, 2010:101).

Menurut Aart van Zoest (1993:5-7) dikaitkan dengan bidang yang dikaji,

semiotika dibedakan menjadi tiga aliran, yaitu: aliran semiotika komunikasi

(Umberto Eco), aliran semiotika konotatif (Roland Barthes), aliran semiotika

ekspansif (Julia Kristeva). Penggunaan teori semiotika dalam kaitannya dengan

penelitian ini adalah semiotika konotatif yang dipelopori oleh Roland Barthes, atas

dasar ciri-ciri denotasi dari mitos RK. Kemudian, diperoleh makna konotasinya, yaitu

arti pada bahasa sebagai model kedua. Tanda-tanda tanpa maksud langsung, tetapi

dikomunikasikan dan dimaknai, seperti contoh: terjadi tsunami, kerauhan, orang

hilang atau tenggelam terseret ombak, dinyatakan sebagai pertanda bahwa RK rawuh

(datang) merupakan salah satu bentuk indeks (hubungan tanda dan objek karena

sebab akibat) pada wacana mitos RK di pesisir Bali selatan.

Tanda dalam pengertian ini, yaitu object tentang apa yang diacu utamanya

menggunakan tanda yang berupa ikon (hubungan tanda dan objek karena serupa).

Misalnya, beredarnya foto atau lukisan RK ke luar dari ombak yang menggulung.

sedangkan berupa simbol (hubungan tanda dan objek karena kesepakatan), adanya

Page 48: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

48

simbol negara melalui pemasangan bendera merah putih pada cotages 2401 Inna

Grand Bali Beach Sanur, tentu atas dasar kesepakatan manajemen hotel.

Teori semiotika dapat digunakan untuk menginterpretasi tanda, melalui

pemaknaan simbol-simbol, indeks dan ikon yang terdapat dalam wacana mitos RK.

Semiotika memberikan jalan ke luar dengan cara mengembalikan objek sekaligus

pada pengarang dan latar belakang sosial yang menghasilkannya. Argumentasi yang

dikemukakan dalam teori semiotika adalah asumsi bahwa karya seni merupakan

proses komunikasi, karya seni dapat dipahami semata-mata dalam kaitannya dengan

pengirim dan penerima.

Makna tanda-tanda bukanlah milik dirinya sendiri, tetapi berasal dari konteks

di mana tanda diciptakan dan tertanam. Sebuah tanda bisa memiliki arti sangat

banyak, atau sama sekali tidak berarti. Inilah kemudian disebut semiotika sosial.

Menurut salah seorang pelopor semiotika sosial Halliday (dalam Ratna, 2010:118-

119) semiotika diberikan penjelasan lebih detail dan menyeluruh tentang masyarakat

sebagai makrostruktur. Semiotika sosial mencoba memberikan penilaian pada gejala

di balik objek. Dalam hubungan ini istilah sosial disejajarkan dengan kebudayaan.

Implikasi pada hakikat teks sebagai gejala yang dinamis, dan ilmu tanda

dalam kaitannya dengan konteks, tanda tersebut difungsikan. Implikasi lebih jauh,

semiotika sosial sebagai ilmu, sedangkan teks dan konteks sebagai metode yang harus

dilakukan dalam proses analisis dan pemahaman. Halliday, juga mendeskripsikan tiga

model hubungan teks, yaitu: (a) medan, sebagai ciri-ciri semantik teks; (b) pelaku,

yaitu orang-orang yang terlibat; (c) sarana, yaitu ciri-ciri yang diperankan oleh

Page 49: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

49

bahasa. Pendapat Halliday, inilah kemudian disejajarkan dengan model lain, yaitu:

bentuk, fungsi, dan makna, dengan catatan bahwa, bentuk sejajar dengan sarana,

fungsi sejajar dengan pelaku, dan makna sejajar dengan medan teks. Secara analogi

teks bermakna dalam konteks sosial tertentu, konteks mendahului teks, reproduksi

makna bersifat sosial.

Dalam interaksi sosial pertukaran makna terlihat jelas, sebab dilakukan

sekaligus melalui tanda-tanda verbal dan nonverbal. Oleh karena itu, sesuai rumusan

masalah yang dikaji mengenai struktur dan fungsi wacana mitos RK di Bali Selatan

lebih tepat menggunakan teori semiotika sosial yang didukung oleh semiotika

konotatif. Sehingga pemahaman ikon, indeks, dan simbol yang muncul dari wacana

mitos RK di pesisir Bali Selatan dapat berimplikasi terhadap masyarakat pendukung.

2.3.3 Teori Mitos/Mitologi.

Roland Barthes, adalah penganut strukturalis dan pasca strukturalisme. Salah

satu bukunya Mythologies (1985) menguraikan model pemikiran Barthes. Teori

mitos yang dikembangkan oleh Roland Barthes untuk melakukan kritik atas ideologi

budaya massa. Dalam buku tersebut Barthes membuat satu analisis dari fenomena-

fenomena budaya umum pada masyarakat. Mitos pada dasarnya ‘mendistorsi ‘ makna

dari sistem semiotik pertama sehingga makna itu tidak lagi menunjuk pada realita

sebenarnya.

Menurut Barthes, mitos bersamaan dengan ideologi karena bekerja dengan

menaturalkan interpretasi tertentu dari individu yang khas secara ideologis. Mitos

menjadikan yang historis menjadi natural, sesuatu yang alamiah. Buku tersebut

Page 50: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

50

merupakan satu bentuk praktek dalam bidang budaya dan kesusastraan dengan

menggunakan konsep semiotik konotatif untuk mencari makna teks yang

tersembunyi, dimana lingkungan dari konotasi itu adalah ideologi (Susanto,

2011:103). Pengertian mitos tidaklah menunjuk pada mitologi dalam pengertian

sehari-hari seperti cerita tradisional, melainkan sebuah cara pemaknaan yang dalam

bahasa Barthes, disebut ‘ tipe wicara’.

Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos. Satu mitos timbul untuk

sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain, digantikan oleh berbagai

mitos yang lain pula. Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan

menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain. Kandungan makna

mitologis tidaklah dinilai sebagai sesuatu yang salah (mitos diperlawankan dengan

kebenaran). Produksi mitos dalam teks membantu pembaca untuk menggambarkan

situasi sosial budaya, mungkin juga politik yang ada di sekelilingnya. Melalui mitos

sistem makna menjadi masuk akal dan diterima apa adanya pada suatu masa tetapi

mungkin tidak untuk masa yang lain (Sobur, 2006:109).

Menurut Barthes, ada empat ciri mitos, antara lain: (1) distorsif, dimana

hubungan antara form dan concept bersifat distorsif dan deformatif. Concept

mendistorsi form sehingga makna pada sistem tingkat pertama bukan lagi merupakan

makna yang menunjuk pada fakta yang sebenarnya (laut disimbolkan sebagai ibu);

(2) intensional, artinya mitos tidak ada begitu saja, tetapi sengaja diciptakan,

dikonstruksikan oleh budaya masyarakatnya dengan maksud tertentu (wacana mitos

RK di pesisir Bali Selatan); (3) statement of fact, artinya mitos menaturalisasikan

Page 51: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

51

pesan sehingga diterima sebagai sebuah kebenaran yang tidak perlu diperdebatkan

lagi, sebagai sesuatu yang ada secara alami dalam nalar awam (RK adalah penguasa

lautan); (4) motivasional, artinya bahwa bentuk mitos mengandung motivasi,

misalnya mengaitkan RK dengan tsunami dapat memotivasi masyarakat yang berada

di pesisir selalu waspada. Mitos diciptakan dengan melakukan seleksi terhadap

berbagai kemungkinan konsep yang akan digunakan berdasarkan sistem semiotik

tingkat pertamanya (Barthes,1985: 99).

Tanda-tanda tidak dipandang sebagai sesuatu yang polos dan murni tetapi

merupakan sesuatu yang rumit dalam satu usaha memeroses atau mereproduksi

ideologi. Dengan demikian, Barthes dapat dipandang sebagai seorang strukturalis

dengan menerapkan dan mengadopsi pemikiran dari Ferdinand de Saussure yang

ditarik ke persoalan semiologi, atau dipandang sebagai semiotik (Barthes,1985:109-

115).

Pemikiran Barthes tentang mitos tampaknya masih melanjutkan sesuatu yang

diandaikan oleh Saussure tentang hubungan bahasa dan makna atau antara penanda

dengan petanda. Akan tetapi, yang dilakukan Barthes oleh sesungguhnya melampaui

apa yang dilakukan oleh Saussure. Bagi Barthes, mitos bermain pada wilayah

pertandaan tingkat kedua atau pada tingkat konotasi bahasa. Jika Saussure

mengatakan bahwa makna adalah apa yang didenotasikan oleh tanda, maka Barthes

menambah pengertian ini menjadi makna pada tingkat konotasi.

Konotasi bagi Barthes justru mendenotasikan sesuatu yang dinyatakan sebagai

mitos dan mitos ini mempunyai konotasi terhadap ideologi tertentu. Tanda konotatif

Page 52: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

52

tidak hanya memiliki makna tambahan, namun juga mengandung kedua bagian tanda

denotatif yang melandasi keberadaannya. Tambahan konsep ini merupakan

sumbangan Barthes yang berharga atas penyempurnaannya terhadap semiologi

Saussure yang hanya berhenti pada penandaan lapis pertama atau pada tataran

denotatif semata (Ratna, 2011:112).

Untuk menginterpretasi makna wacana mitos RK di Bali Selatan digunakan

teori mitologi Roland Barthes sebagai pendukung teori semiotika dengan

pemahaman, untuk mencari makna teks harus melalui identifikasi, dan interpretasi

bentuk wacana mitos RK dari masing-masing informan. Berbagai persepsi wacana

para informan itu direkonstruksi, kemudian dilakukan interpretasi dan pemahaman

untuk mengetahui makna wacana RK di pesisir Bali Selatan.

2.3.4 Teori Resepsi

Teori semiotika dan resepsi berkembang pesat sesudah strukturalisme

mencapai klimaks sekaligus stagnasi, bahkan sebagai involusi. Perbedaannya, teori

semiotika melalui intensitas sistem tanda memeberikan keseimbangan antara struktur

instrinsik dan ekstrinsik, sedang teori resepsi memberikan perhatian kepada pembaca.

Secara definitif resepsi berasal dari kata recipere (Latin), reception (Inggris) diartikan

sebagai penerimaan atau penyambutan. Dalam arti luas didefinisikan sebagai

pengolahan teks, cara-cara pemberian makna terhadap karya sehingga terjadi respons

dari pembaca (Ratna, 2010:165-167). Pengertian resepsi sangat dekat dengan konsep

persepsi. Oleh karena penelitian ini merupakan penelitian sastra naratif maka teori

Page 53: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

53

resepsi lebih tepat digunakan. Pemahaman individu terhadap sesuatu hal melalui

persepsi terlebih dahulu kemudian diinterpretasi agar dapat diresepsi.

Teori resepsi relevan dengan paradigma pascastrukturalis. Adanya keterlibatan

pembaca, hakikat multikultural dapat digali secara maksimal. Salah seorang tokoh

teori resepsi adalah Jausz. Ia murid dari Mukarovsky dan Felix Vodicka memberikan

argumentasi secara lebih mendalam dengan cara mengaitkannya pada unsur sejarah.

Menurut Jausz, nilai karya sastra terkandung dalam pertemuan antara masa

lampau karya sastra dengan kekinian masing-masing peneliti. Perhatian ditujukan

pada penerimaan pembaca sekaligus dengan aspek estetika dan proses

kesejarahannya. Istilah yang populer menurut Jausz sehubungan dengan resepsi sastra

adalah “horison harapan”. Jausz juga mempopulerkan ke dalam pemahaman

pembaca, pemahaman baru yang berbeda atas dasar pemahaman sebelumnya. Jausz

mencoba menghapus kelemahan formalisme yang mengabaikan sejarah, kelemahan

teori-teori berorientasi masyarakat yang mengabaikan peranan teks.

Oleh karena itu sejarah sastra bukanlah akumulasi periode, aliran, karya

sastra, dan pengarang, tetapi merupakan rangkaian tanggapan pembaca. Nilai karya

sastra tidak tetap, tidak universal, melainkan selalu berubah. Berbeda dengan Jausz,

pembaca yang dimaksudkan oleh Iser bukanlah pembaca nyata melainkan pembaca

implisit, instansi pembaca yang diciptakan oleh teks.

Pembaca implisit seolah-olah merupakan model untuk menentukan sikap

dalam menghadapi suatu teks tertentu melalui pembaca yang sesungguhnya. Iser juga

mengintroduksi konsep ruang kosong, ruang yang disediakan oleh penulis, pembaca

Page 54: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

54

secara kreatif, secara bebas dapat mengisinya. Jausz berbeda dengan Iser yang

memberi perhatian pada hubungan antara teks dengan pembaca, dalam hubungannya

dengan kekuatan karya untuk memberikan efek kepada pembaca. Konsep ruang

kosong mengandaikan teks bersifat terbuka (pembaca diarahkan oleh teks). Menurut

Culler, meskipun pembaca berbeda-beda, tetapi konvensi yang sama memungkinkan

untuk mengarahkan pada penafsiran yang relatif sama dan untuk memahaminya

dilakukan dengan cara mengembalikan pada keadaan yang disebut naturalisasi.

Dengan demikian, teori resepsi yang relevan digunakan untuk menganalisis

permasalahan nomor 4 (empat) adalah gabungan teori yang dikemukakan oleh Jausz

dan Iser bahwa, dengan mempersepsi dan meresepsi wacana mitos RK di pesisir Bali

Selatan dapat memberikan efek kepada masyarakat (pembaca implisit). Setelah mitos

RK dipersepsi dan diresepsi maka terjadi pemahaman baru yang berbeda dari

pemahaman sebelumnya. Persepsi itulah yang diistilahkan sebagai ‘Horison Harapan’

oleh Jausz. Sedangkan Iser, mengintroduksi ‘konsep ruang kosong’ yang secara

sengaja diciptakan bagi pembaca yang kreatif, oleh karena itu lebih menekankan pada

masyarakat pembaca yang implisit.

Page 55: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

55

Bagan:1

2.4 Model Penelitian

PERSEPSI MASYARAKAT TERHADAP MITOS RATU KIDULDI PESISIR BALI SELATAN, KAJIAN WACANA NARATIF

FFungStruktur wacanamitos RK di PesisirBali Selatan

Fungsi wacana mitosRK di Pesisir BaliSelatan

Temuan

PendekatanPragmatis

IPOLEKSOSBUD

Deskripsi Konsep

T. W.NaratologiT. SemiotikaT. MitologiT. Resepsi

Makna wacanamitos RK di BaliSelatan

Persepsi masyarakat danimplikasi Wacana Mitos RKdi pesisir Bali Selatan

Mitos RatuKidul di Pesisir

Bali SelatanMetode dan Teknik

Budaya Bali dan Jawa

Page 56: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

56

Keterangan Model Penelitian: Persepsi Masyarakat terhadap mitos RK di PesisirBali Selatan, Kajian Wacana Naratif

Keterangan Tanda-tanda:

= hubungan searah, sebagai bagian dari struktur yang lebih luas.

= hubungan dwiarah , menunjukkan saling mempengaruhi.

Penjelasan Bagan:

(1) Cassirer (1987:109), menyatakan kebudayaan adalah manifestasi fungsi simbolis.

Ia hidup dalam universum simbol yang mencakup penguasaan batas-batas ruang

dan waktu, seperti: bahasa, seni, religi, dan teknologi sebagai sistem simbol. Pola

pikir peneliti terhadap objek penelitian ini berawal dari konsep folklore sebagai

bentuk kelisanan yang merupakan sebagian kebudayaan kolektif termasuk di

dalamnya kearifan lokal, tradisi lisan dan sastra lisan. Sebagai bentuk kelisanan,

folklor tersebar dan diwariskan turun temurun secara tradisional dengan versi

yang berbeda, baik dalam bentuk lisan maupun contoh berupa benda hasil karya

sebagai bukti dan alat bantu pengingat. Dalam kaitannya dengan penelitian ini

walau difokuskan pada sastra lisan berupa wacana mitos, tetapi tidak dapat

dipisahkan dari pembicaraan masalah karya lainnya berupa benda (artifact).

Objek penelitian berupa tradisi dan sastra lisan diletakkan dalam suatu konteks

sosial budaya. Pedoman Dikti tentang (KTL, 2009-2014), tradisi sastra lisan itu

sendiri dapat dilihat sebagai suatu peristiwa budaya atau sebagai bentuk

kebudayaan yang diciptakan kembali untuk dimanfaatkan, direvitalisasi, atau

karena alasan tertentu perlu dijaga dari kepunahannya.

Page 57: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

57

(2) Dari sekian banyak tradisi dan sastra lisan yang tersebar di Bali baik yang berupa

legenda, fabel, dongeng, mitos dan lain-lain, maka pada kesempatan ini peneliti

mencoba mengkaji wacana mitos RK yang awalnya merupakan mitos asli dari

pulau Jawa. Setiap mitos merupakan cetusan kearifan lokal masyarakat pada

zamannya dari sebuah bentuk kelisanan. Dalam perjalanan waktu, mitos RK

dapat berubah menjadi keyakinan dari masyarakat di pesisir Bali Selatan. Mitos

RK selalu berkaitan dengan religi atau upacara ritual, dan pada akhirnya dapat

menjadi ideologi.

(3) Wacana mitos RK pada saat ini telah membumi, dan sering dibahas serta

dipromosikan melalui media elektronik, difilmkan dan beberapa kali diteliti di

Jawa serta dibukukan. Namun, untuk penelitian ini dibatasi hanya pada

permasalahan yang terkait dan terjadi di Bali. Pada saat meneliti wacana mitos

RK di Bali Selatan ada tiga faktor penting dan berpengaruh terhadap bentuk

wacana yang harus dapat diungkap, yaitu: faktor ontologis, mengapa mitos RK

menyebar dan berpengaruh di Bali. Faktor epistemologis, yaitu mempersempit

jarak subjek dan obyek untuk mendeskripsikan dan memahami struktur, fungsi,

dan makna wacana mitos RK di Bali Selatan. Faktor aksiologis, dengan penilaian

(evaluasi) seberapa besar manfaat dan pengaruh yang ditemukan atas objek, dan

implikasinya terhadap masyarakat di Bali, dalam kaitannya dengan keyakinan

dan ritual yang dilaksanakan.

(4) Keempat permasalahan yang telah ditetapkan dikaji dengan menggunakan

rancangan dan metode kualitatif dan pendekatan pragmatis. Teori yang

Page 58: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

58

digunakan adalah teori-teori yang telah teruji kesahihannya, seperti: teori resepsi

dan teori postruktural antara lain; teori wacana naratologi, teori mitologi dan

teori semiotika khususnya semiotika sosial dan semiotika konotatif yang

berkaitan dengan objek penelitian. Teori mitos/mitologi Roland Barthes,

digunakan sebagai pedoman untuk memahami makna wacana mitos RK secara

lebih dominan sehingga dapat digunakan sebagai pendukung teori semiotika.

Dalam bahasa yang disampaikan berbentuk wacana, sering ditemukan berbagai

makna/pesan yang tersembunyi (bersifat konotatif).

(5) Analisis data dilakukan dengan metode deskriptif-naratif, yang dimulai dari

pengolahan data, yakni: transkripsi, klasifikasi, reduksi, dan interpretasi.

Penyajian hasil dilakukan dengan cara informal, didukung oleh cara formal

sehingga data yang telah diolah dapat disajikan dan menghasilkan pemahaman

baru atau temuan.

Page 59: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

59

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian

Dalam merancang sebuah penelitian yang pertama ditentukan adalah

paradigma. Secara umum paradigma didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan

mendasar, pandangan dunia yang berfungsi untuk menuntun tindakan-tindakan

manusia yang disepakati bersama, baik dalam kehidupan sehari-hari, maupun dalam

penelitian ilmiah. Paradigma dan metodelogi dianggap sebagai komponen-komponen

yang secara inklusif mempengaruhi dan mengarahkan peneliti pada suatu kesadaran

tertentu sehingga berbeda dengan peneliti lain (Ratna, 2010:21). Jadi, paradigma dan

metodelogis merupakan jiwa dan semangat penelitian yang diarahkan oleh teori

dengan mempertimbangkan cara-cara yang sudah disepakati, yaitu metode dan

teknik.

Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif dan secara

filosofis ada empat faktor yang mempengaruhi, yaitu: faktor ontologis,

epistemologis, aksiologis, dan faktor metodelogis (Ratna, 2010:31). Metode kualitatif

memberi perhatian terhadap data alamiah, data dalam hubungannya dengan konteks

keberadaannya. Dalam hubungan ini metode kualitatif dianggap sama dengan

metode pemahaman atau verstehen dan sesuai dengan namanya metode kualitatif

lebih mempertahankan hakikat nilai.

59

Page 60: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

60

Selain itu aspek sosio kultural berperan dalam menentukan perkembangan bentuk

bahasa, maupun perubahan maknanya.

Dalam menentukan fungsi ada tiga faktor yang terkait, yakni: (1) ideasional,

isi pesan yang ingin disampaikan; (2) interpersonal, makna yang hadir dalam

peristiwa tuturan; dan (3) tekstual, bentuk kebahasaan serta konteks tuturan yang

merepresentasikan makna tuturan (Halliday, 1978:111). Dalam hubungannya dengan

kesastraan, bahwa sastra sebagai salah satu bentuk kreasi seni menggunakan bahasa

sebagai pemaparannya. Berbeda dengan bahasa keseharian, bahasa dalam sastra

memiliki kekhasan yang merupakan salah satu bentuk idiosyncratic, yakni tebaran

kata yang digunakan merupakan hasil olahan dan ekspresi individual pengarangnya.

Karya sastra dapat kehilangan identitas sumber tuturan, kepastian referen

yang diacu, konteks tuturan yang secara pasti menunjang pesan dan keterbatasan

tulisan yang mewakili bunyi ujaran. Lapis atau strata makna dalam sastra mencakup:

(a) unit makna literal (tersurat); (b) dunia rekaan pengarang; (c) dunia dari titik

pandang tertentu dan pesan yang bersifat metafisis (Sudaryat, 2011:8). Model

penelitian yang bermaksud mengeksplorasi dan mengklasifikasi secara cermat dan

sistematis terhadap fenomena atau fakta sosial tertentu, yaitu dengan jalan

mendeskripsikan sejumlah variabel yang diamati terutama berupa informasi (Bungin,

2003:79).

Ciri terpenting metode kualitatif, antara lain: (1) memberikan perhatian utama

pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek; (2) lebih mengutamakan proses

dibanding dengan hasil penelitian sehingga makna selalu berubah; (3) tidak ada jarak

Page 61: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

61

antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai instrument

utama, sehingga terjadi interaksi langsung; (4) desain dan kerangka penelitian bersifat

sementara sebab penelitian bersifat terbuka; (5) penelitian bersifat alamiah, terjadi

dalam konteks sosial budayanya masing-masing (Ratna, 2010:46-48).

Pendekatan yang dipandang relevan adalah pendekatan pragmatis, yaitu

pendekatan tentang struktur pesan dalam suatu komunikasi atau telaah mengenai

aneka fungsi bahasa. Melalui analisis wacana tidak hanya diketahui isi teks yang

terdapat pada wacana tetapi juga memahami pesan yang ingin disampaikan, mengapa

harus disampaikan, dan bagaimana pesan-pesan itu tersusun serta dipahami. Dalam

analisis wacana memungkinkan untuk memperlihatkan motivasi yang tersembunyi di

balik teks atau di balik pilihan metode penelitian tertentu untuk menafsirkan teks.

Wacana juga memiliki kesatuan dan konteks yang eksis dalam kehidupan

sehari-hari contohnya, rekaman percakapan yang telah dinaskahkan. Oleh karena itu

analisis wacana pada dasarnya merupakan analisis terhadap hubungan antara konteks-

konteks yang terdapat dalam teks dan bertujuan menjelaskan hubungan antara kalimat

atau ujaran yang membentuk wacana tersebut. Wacana mitos RK di Pesisir Bali

Selatan, apabila dipandang atas dasar kepercayaan masyarakat pendukung terhadap

makna keberadaan laut tepat menggunakan pendekatan pragmatis. Namun, wacana

mitos RK dengan versi-versinya yang disampaikan oleh para informan dalam

penelitian ini lebih tepat dianalisis dengan model wacana naratif terutama dalam

menganalisis struktur instrinsik dan ekstrinsik guna menemukan fungsi pada setiap

wacana.

Page 62: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

62

3.2 Lokasi Penelitian

Penelitian terhadap wacana mitos RK di Bali Selatan merupakan penelitian

lapangan. Lokasi penelitian adalah pesisir pulau Bali bagian Selatan, dimulai dari

hotel Inna Grand Bali Beach (selanjutnya disingkat IGBB) Sanur dan sekitarnya.

Semula, hotel tersebut bernama Bali Beach (disingkat BB) merupakan hotel

berbintang dan tertua di Bali yang dibangun dari hasil pampasan perang Jepang

sebagai lokasi awal ditemukannya wacana mitos RK. Lokasi penelitian ini termasuk

wilayah Kecamatan Denpasar Selatan, Kota Denpasar, Provinsi Bali.

Pesisir Bali Selatan yang dimaksud adalah pesisir pantai dari Gilimanuk

sampai pesisir pantai Padangbai, akan tetapi tidak meliputi wilayah pesisir pulau di

seberang laut seperti Nusa Penida, Nusa Lembongan, Nusa Ceningan dan pulau

Menjangan. Sedangkan data yang diperoleh secara kebetulan di hutan Pura Segara

Rupek sebenarnya tidak dapat dimasukkan dalam penelitian ini, karena masalah

lokasi, akan tetapi data tersebut juga menyinggung tentang RK. Sebagaimana alasan

pemilihan objek penelitian, demikian juga alasan pemilihan lokasi penelitian ini tidak

terlepas dari sumber data pertama yang ditemukan, tentang wacana mitos RK di

Pesisir Bali Selatan. Alasan pemilihan lokasi penelitian semata-mata ditentukan oleh

keterbatasan waktu, selain jarak lokasi mudah dijangkau, juga data primer yang

ditemukan lengkap (dapat mewakili). Data yang diperlukan sesuai dengan

permasalahan yang menjadi fokus kajian. Kronologis penyebaran mitos RK dapat

berkaitan dengan sejarah, maupun aspek lain dalam kehidupan bermasyarakat dan

berbudaya. Pengambilan data dimulai dari hotel IGBB, tepatnya pada lantai III kamar

Page 63: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

63

327 dan Cottages kamar 2401. Di tempat ini diperoleh data dan informasi awal, baru

kemudian dilanjutkan pada wilayah pesisir Bali bagian Selatan, yaitu dari pesisir

pantai Gilimanuk sampai pesisir pantai Padangbai.

Penetapan lokasi ini bertujuan untuk menemukan berbagai versi wacana RK.

Bentuk-bentuk wacana RK yang ditemukan dapat mewakili setiap kabupaten yang

wilayahnya memiliki pesisir Selatan. Hal penting juga dilakukan sebagai pembanding

adalah perolehan informasi dari tempat asal mitos RK, yakni pantai Pelabuhan Ratu,

pantai Karang Hawu, Parangtritis, Parang Kusumo, Keraton Yogyakarta dan Solo.

Model seperti ini didasari atas dugaan bahwa wacana mitos RK di Bali

Selatan juga memiliki versi berbeda bagi setiap penutur. Penentuan cara seperti ini

berdasarkan pertimbangan bahwa salah satu bukti tentang wacana mitos RK di pesisir

Bali bagian Selatan sesuai dengan nama tokoh yang dimitoskan, sama seperti di Jawa.

Penelitian ini dilaksanakan secara resmi setelah proposal disetujui, disertai dengan

surat ijin yang dikeluarkan oleh Lembaga Penelitian Universitas Udayana. Namun

demikian, observasi dan pencarian informasi awal telah dilakukan sebelumnya

sebagai ciri penelitian lapangan.

3.3 Jenis dan Sumber Data

3.3.1 Jenis Data

Bungin (2003:18) menyebutkan bahwa jenis data terdiri atas data yang

bersifat kualitatif dan data yang bersifat kuantitatif. Dalam penelitian ini jenis data

yang digunakan bersifat kualitatif yaitu berupa narasi, deskripsi, dari elemen-elemen

Page 64: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

64

wacana terkait dengan permasalahan, antara lain: struktur, fungsi serta makna juga

persepsi masyarakat dan implikasi wacana mitos RK di Bali Selatan terhadap

masyarakat. Jadi, data kualitatif yang dimaksud adalah data yang diperoleh di

lapangan meliputi data verbal dan nonverbal melalui wawancara, dan observasi. Data

verbal berupa rangkaian kata, frase, kalimat, bahkan paragraf yang diinformasikan

oleh para informan dapat membentuk wacana/teks. Data nonverbal berupa foto

lukisan, kamar suci, palinggih, ritual, artifact dan atribut ritual lainnya juga

dideskripsikan atau dinarasikan sehingga membentuk wacana mitos RK di pesisir Bali

Selatan.

3.3.2 Sumber Data

Sumber data penelitian ini ada dua jenis, yakni: data primer dan data

sekunder. Sumber data primer berupa wacana mitos RK dengan versi dan persepsi

yang diinformasikan dan diceritakan oleh para penutur (verbal) dan non verbal

(lukisan, patung, lingga, palinggih, gedong/kamar suci, ritual, dan atribut RK

lainnya). Nara sumber atau informan adalah masyarakat penutur yang informasinya

didapat secara langsung melalui wawancara yakni, para pamangku dan nara sumber

lain di beberapa Pura pesisir Bali Selatan, dari berbagai profesi, seperti: nelayan,

paranormal, ilmuan, dan masyarakat umum yang dianggap memiliki pengetahuan

tentang wacana mitos RK di pesisir Bali bagian Selatan.

Pengetahuan yang dimaksud antara lain tentang cara pemahaman dan

persepsi atas wacana mitos RK di pesisir Bali Selatan. Jadi, sumber data primer

(utama) adalah wacana-wacana atau tuturan yang sifatnya sepenggal-sepenggal,

Page 65: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

65

disusun dan difragmentasi menjadi ‘teks’ yang diapresiasi oleh masyarakat

pendukung.

Sumber data sekunder adalah data yang diperoleh dalam bentuk pengetahuan

teoretis dan empiris melalui studi kepustakaan yang masih relevan dengan

permasalahan penelitian, di antaranya berupa dokumen, buku, karya ilmiah dan

sebagainya. Selain buku-buku yang berkaitan dengan objek penelitian, juga

mengambil data dari sumber internet karena seringkali lebih variatif, asalkan dapat

memilah mana yang ilmiah dan mana yang tidak ilmiah.

3.4 Teknik Penentuan Informan

Informan sebagai sumber data primer dalam penelitian ini ditentukan melalui

teknik snowball sampling. Artinya, gumpalan bola salju yang menggelinding dan

bertambah dengan cepat (KBBI). Informan dipilih atas pertimbangan memiliki

pengetahuan dan pengalaman spiritual berkaitan dengan topik dan permasalahan yang

dikaji. Sebagai informan kunci, yakni Mangku Made Wirya adalah seorang pensiunan

hotel IGBB sekaligus mantan ‘Pamangku’ pada kamar 327 dan Cottages 2401. Dari

informan kunci ini ditemukan para informan lainnya dengan alamat tersebar di Bali.

Penentuan informan berikutnya melalui teknik purposive sampling. Kata

purposive berasal dari kata purposive (Inggris) yang berarti sengaja (Anggono dalam

Bungin, 2003:27). Informan dengan sengaja dipilih atas dasar informasi dari

informan pertama, karena dipandang mengetahui dan memahami informasi yang

Page 66: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

66

diperlukan. Informan yang terpilih tidak terbatas sampai informasinya mencapai titik

jenuh. Para informan dimaksud dapat dilihat pada daftar terlampir.

Prinsif yang digunakan sehubungan dengan teknik tersebut adalah semakin

banyak informasi di lapangan, semakin banyak data yang diperoleh. Hal ini sesuai

dengan pandangan Koentjaraningrat (1990:89) yang menyatakan bahwa penentuan

besarnya jumlah subjek dalam penelitian kualitatif tidak mutlak, tetapi disesuaikan

dengan kebutuhan dan perkembangan di lapangan. Cara ini dipilih karena penelitian

kualitatif lebih mengarah pada penelitian proses daripada hasil.

Adapun penetapan informan dilakukan berdasarkan kriteria umum sebagai berikut.

1) Anggota masyarakat pendukung mitos RK di pesisir Bali Selatan, tersebar tidak

hanya masyarakat yang tinggal di pesisir pantai dengan profesi sebagai nelayan,

akan tetapi juga masyarakat umum dari profesi lain terutama paranormal.

2) Memiliki wawasan yang memadai tentang wacana mitos RK sehingga dapat

memberi informasi sesuai pertanyaan yang diajukan oleh peneliti.

3) Dapat memberikan informasi sesuai kemampuan dan pengetahuan serta

pengalaman yang memadai dalam mengapresiasi wacana mitos RK.

4) Bersifat kooperatif sehingga dapat dijadikan mitra kerja di lapangan.

3.5 Instrumen Penelitian

Penetapan instrumen sebagai alat penjaringan data perlu dipersiapkan untuk

memudahkan proses pemerolehan data lapangan. Istrumen penelitian pada prinsifnya

disesuaikan dengan teknik pengumpulan data (data collection technique) yang

Page 67: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

67

diterapkan di lapangan. Selanjutnya, data-data yang diperoleh peneliti dari melihat,

mendengar, bertanya, serta membaca, mengharuskan peneliti tanggap dan jeli

terhadap situasi serta kondisi lingkungan, mudah menyesuaikan diri, mendasarkan

diri atas pengalaman dan kemampuan yang dimiliki sehingga dapat memeroses data

dengan lebih cepat dan tepat.

Sebagai penunjang kegiatan penelitian diperlukan pula instrumen penelitian

yang lain seperti voice recorder, untuk merekam uraian verbal para informan terpilih,

HP (081558549902) untuk wawancara singkat jarak jauh dengan para informan,

camera digital untuk mendokumentasikan benda atau artifact dan kegiatan ritual

terkait dengan mitos RK. Juga yang tidak kalah pentingnya adalah laptop untuk

operasional penelitian dan CD untuk menyimpan dokumen penelitian serta alat tulis

menulis untuk mencatat data yang diperoleh dari studi lapangan.

3.6 Metode dan Teknik Pengumpulan Data

Setelah dilakukan penentuan informan, semua informasi (data) yang

diperoleh dalam bentuk persepsi dikumpulkan untuk dipilah dan ditranskripsi.

Data dikumpulkan dengan tiga teknik secara terpadu sebagai berikut.

1) Metode dan teknik wawancara mendalam (deep interview). Peneliti dan

informan sama-sama mengetahui (dalam batas-batas tertentu) tentang objek

yang dibicarakan dan tujuan wawancara pun dikemukakan. Wawancara

dilakukan terhadap lebih kurang dua puluhan informan (nara sumber) dari

berbagai profesi terutama para ‘pemangku’ maupun paranormal. Pelaksanaan

Page 68: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

68

wawancara dilakukan setelah terlebih dahulu mengikuti persembahyangan

yang dipimpin oleh para ‘pemangku’ pada setiap Pura. Informan dari

paranormal dan profesi lain diwawancarai setelah terlebih dahulu

mengkonfirmasi kesiapan para nara sumber dan tujuan kedatangan peneliti.

Peneliti mengadakan dialog, bercakap-cakap secara natural,

mendiskusikan masalah yang relevan dengan penelitian. Peneliti bertindak

sebagai instrumen yang aktif dengan bekal pertanyaan substantif berupa

persoalan yang khas dan pertanyaan teoretis berkaitan dengan struktur, fungsi,

makna serta implikasi wacana mitos RK di Bali Selatan. Artinya kepada,

informan diajukan tiga topik pertanyaan yang bersifat ontologis,

epistemologis dan aksiologis. Pedoman wawancara (daftar pertanyaan) hanya

sebagai rancangan awal dan bersifat terbuka serta dinamis karena peneliti

dapat memodifikasi pertanyaan-pertanyaan yang relevan sesuai dengan

kondisi informan dan situasi setempat. Tujuannya, untuk menggali pemikiran

konstruktif para informan yang menyangkut peristiwa, perhatian, peran serta,

kesan, yang terkait dengan wacana mitos RK juga aktivitas ritual, sehingga

dapat menggali dan mengungkapkan proyeksi pemikiran informan tentang

kemungkinan ada atau tidaknya pergeseran budaya miliknya di masa

mendatang.

2) Metode dan teknik observasi partisipasi (participant observation), yaitu suatu

penyelidikan secara sistematis dengan menggunakan kemampuan indera

manusia, melalui pengamatan yang dilakukan terhadap artifact yang berkaitan

Page 69: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

69

dengan mitos RK di pesisir Bali Selatan, terutama pada saat dilaksanakannya

aktivitas ritual tertentu. Pengamat atau peneliti berperan serta, artinya peneliti

lebih sering terlibat baik pasif maupun aktif dalam aktivitas ritual. Misalnya,

pada saat pelaksanaan ritual ‘larung’ 1 Suro di kamar suci 2401, juga pada

saat dilakukan ritual ‘Petik Laut’ di pantai Pengambengan, peneliti ikut

bergabung untuk mendapatkan informasi. Peneliti sengaja masuk ke dalam

wilayah penelitian dengan sikap dan perilaku yang simpatik, walaupun pada

akhirnya membawa sesaji dan mengikuti ritual khusus seperti ‘sungkeman’

demi mendapatkan informasi. Peneliti seakan-akan belum memahami, namun

dengan sikap reflektif berdasarkan pengalaman dan pengetahuan yang

dimiliki berusaha masuk secara berulang kali ke dalam aktivitas ritual.

Dengan cara ini peneliti berharap dapat menggali, menghayati dan mengkaji

nomena dari fenomena tentang mitos RK secara lebih mendalam.

3) Metode studi kepustakaan, yaitu melakukan pengumpulan data dan informasi

melalui beberapa perpustakaan untuk mendapatkan buku-buku, artikel, dan

dokumen terkait dengan penelitian yang dilakukan terutama tentang teori

wacana. Selain itu, data yang berasal dari internet juga membantu sebagai data

pendukung. Metode studi kepustakaan ini dilakukan, di toko buku maupun

perpustakaan formal guna mendapatkan buku-buku referensi yang masih

relevan dan berkaitan dengan objek penelitian. Pustaka-pustaka yang sifatnya

teoretis seperti yang disebutkan dalam tinjauan pustaka dan daftar pustaka

membantu dalam uraian dan analisis data.

Page 70: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

70

Selain ketiga metode tersebut di atas juga digunakan metode atau

teknik rekam dan catat.Teknik rekam (recording) dilakukan untuk merekam

data berupa wacana dan informasi tentang mitos RK di Bali Selatan yang

dituturkan oleh para informan pada saat wawancara. Sesungguhnya, teknik

rekam dan catat sudah termasuk dalam teknik sebelumnya yaitu wawancara,

observasi, dan studi kepustakaan. Namun demikian, teknik ini juga diterapkan

pada saat mengambil data pada pelaksanaan upacara/ritual ruwatan

(malukat), labuhan, dan ritual lainnya yang masih berkaitan dengan wacana

mitos RK. Teknik catat diaplikasikan apabila peneliti menemukan data yang

relevan secara spontan dalam interaksi dengan masyarakat, sebagai informasi

tambahan selain yang ditargetkan sebelumnya pada saat berada di lapangan.

3.7 Metode dan Teknik Analisis Data

Setelah sumber data primer dan sekunder terkumpul melalui wawancara,

observasi, studi kepustakaan dipandang cukup, langkah selanjutnya dilakukan

pemilihan, pemilahan dan pengolahan data. Data yang telah terkumpul, lalu dianalisis

dengan menggunakan metode deskriptif kualitatif-interpretatif dan analisis wacana

naratif (Catatan perkuliahan tahun 2013).

Teknik analisis data di atas dapat digunakan secara simultan atau yang satu

mendahului yang lain dalam konteks triangulasi agar kesahihan data menjadi lebih

terjamin. Pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini, terdiri atas tiga kegiatan

utama, yakni: penyajian data, reduksi data, verifikasi atau penarikan kesimpulan

Page 71: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

71

merupakan rangkaian kegiatan yang tidak terpisahkan satu dengan lainnya, prosesnya

berbentuk siklus bukan linier. Adapun urutan tahapan pelaksanaan secara keseluruhan

dalam menganalisis data dapat diuraikan sebagai berikut.

1) Transkripsi data, yaitu data ditranskripsi dari bahasa lisan ke bahasa tulis. Data

yang sepenggal-sepenggal diperoleh dari informan berupa, kata, kalimat, dan

paragraf diidentifikasi, dan ditranskripsikan.

2) Translasi data, yaitu menerjemahkan data yang berupa kalimat ataupun paragraf

dari bahasa Bali (bahasa sumber) ke dalam bahasa Indonesia (bahasa sasaran)

dan dilanjutkan dengan kegiatan memfragmentasi data.

3) Klasifikasi data, yaitu mengelompokkan data menurut jenis dan

karakteristiknya. Wacana mitos RK yang terdiri atas beberapa bentuk persepsi

dan telah difragmentasi lalu diklasifikasi sehingga menjadi 2 (dua) versi. Versi

yang berkaitan dengan pemujaan RK sebagai reinkarnasi dewa-dewi penjaga

sumber mata air dan tradisi ritual untuk pelestarian dan perlindungan terhadap air

khususnya laut dan versi Kejawen di Bali.

4) Reduksi dan formulasi data, yaitu pemilahan dan pemilihan data dengan

menggabungkan kedua versi di atas, menghilangkan satu atau lebih data yang

sama jenis dan karakternya, sehingga menjadi teks mitos RK yang utuh.

5) Pemaknaan data secara komprehensif, tentang wacana mitos RK di pesisir Bali

Selatan yang sudah direduksi lalu dimaknai sesuai sudut pandang dan

pemahaman peneliti berdasarkan teori-teori yang relevan.

Page 72: BAB I PENDAHULUAN - sinta.unud.ac.id. BAB I, II, III.pdftentang kompleksnya kebudayaan dapat dideskripsikan sebagai keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil karya manusia dalam

72

6) Interpretasi data, yaitu penafsiran terhadap data yang telah dimaknai. Data yang

telah dimaknai, lalu diinterpretasi untuk menemukan makna baru.

7) Deskripsi atau pemerian dan penjelasan hasil analisis data. Setelah data diolah,

diinterpretasi dan dimaknai, selanjutnya data itu dideskripsikan secara naratif.

3.8 Metode dan Teknik Penyajian Hasil Penelitian

Sesuai dengan jenis data yang diteliti yakni data kualitatif, maka kajian dalam

penelitian ini disajikan secara deskriptif naratif berupa uraian verbal yang telah

ditranskripsikan. Kemudian, disusun secara sistematis bersama pemilahan bab per

bab, didasarkan atas urutan permasalahan yang diajukan. Masing-masing bab dalam

penelitian ini memiliki hubungan substansial. Artinya, hubungan satu bab dengan bab

lainnya adalah hubungan yang saling membangun. Penyajian hasil penelitian

dilakukan dengan menggabungkan teknik formal dan teknik informal. Teknik

informal adalah penyajian hasil analisis data secara deskriptif naratif.

Penyajian hasil analisis data dibagi menjadi delapan sampai sembilan bab

dengan berpedoman pada teknik penulisan karya ilmiah yang lazim berlaku di

kalangan akademik. Teknik formal adalah penyajian hasil analisis data dalam bentuk

gambar, bagan, diagram, foto-foto dan sejenisnya. Teknik penyajian secara formal ini

sebagai pendukung teknik penyajian secara informal.