Upload
dinhnga
View
225
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Alasan Pemilihan Judul
Gambaran suram mengenai penderitaan, kesedihan, kelaparan umat
manusia karena konflik telah lama berlangsung bahkan hingga saat ini tanpa
suatu penyelesaian yang jelas menuju sebuah perdamaian yang pasti dicita –
citakan seluruh umat manusia di muka bumi ini. Konflik merupakan sebuah
gambaran dari heterogenitas, adanya kepentingan – kepentingan dari pihak
yang bertikai, nilai – nilai dari keyakinan yang ditimbulkan oleh perubahan
yang muncul sebagai sebuah formasi yang baru yang ditimbulkan oleh
perubahan yang muncul bertentangan dengan keyakinan yang diwariskan.1
Masih segar dalam ingatan bagaimana republik Serbia melakukan
pembersihan etnis muslim di Bosnia Herzegovina pada awal tahun sembilan
puluhan yang menyatakan kemerdekaannya setelah bubarnya federasi
Yugoslavia. Federasi komunis pimpinan Josep Broz Tito ini terdiri dari
Serbia, Kroasia, Slovenia, Montenegro, Makedonia dan Kosovo. Etnic
cleansing yang dilakukan milisi Serbia yang didukung tentara republik Serbia
terhadap muslim Bosnia kala itu mencapai korban tewas 250.000 jiwa. Belum
lagi penyiksaan dan perkosaan massal terhadap wanita muslim Bosnia yang
1 Hug Miall, Oliver Ramsbotham dan Yom Woodhouse, Resolusi Damai Konflik Kontemporer :
Menyelesaikan, Mencegah, Mengelola dan Mengubah Konflik Bersumber Politik, Sosial, Agama
dan Ras, PT. RajaGrafindo Persada, 2000 hal 7
2
tujuannya untuk merusak keturunan bangsa muslim Bosnia Herzegovina dan
memusnahkan orang-orang Islam dari daratan Eropa.
Isu bahwa Alija Ijetbegovic, presiden Bosnia Herzegovina waktu itu
ingin mendirikan negara Islam Bosnia di Eropa yang dilancarkan Serbia
memang termakan juga oleh AS dan negara-negara Uni Eropa. Karena sebagai
negara yang mengaku penegak hak azasi manusia, kampium demokrasi dan
katanya bangsa yang memiliki peradaban tinggi, AS dan barat tidak berdaya
menghadapi agresi Serbia di Bosnia Herzegovina. Sehingga muslim Bosnia
kala itu merasa frustasi berperang sendirian menghadapi Serbia yang memiliki
serdadu terlatih dan persenjataan lengkap yang ditinggalkan mantan Republik
Yoguslavia selama tiga tahun.
Slovenia, Kroasia, Makedonia dan bahkan Montenegro yang baru
merdeka pada tahun 2006 tidak begitu menderita sebagaimana Bosnia ketika
lepas dari federasi itu. Serbia yang merasa dirinya sebagai republik pewaris
Yugoslavia ketika berperang dengan Slovenia dan Kroasia tidak memakan
waktu lama dan korban yang banyak. Tapi menyambut kemerdekaan Bosnia
Herzegovina, peperangan berlarut-larut mengiris hati setiap orang yang
melihatnya. Kekejaman di luar batas kemanusiaan. Penyiksaan, perkosaan dan
pembunuhan dengan cara keji dilakukan milisi Serbia di Bosnia Herzegovina
dukungan tentara republik Serbia terhadap muslim Bosnia.
Kosovo baru saja mendeklarasikan kemerdekaannya. Amerika
Serikat, Inggris dan Perancis sudah mengakui kemerdekaan bekas provinsi
otonom republik Serbia itu. Beberapa negara besar Uni Eropa yang lain seperti
3
Jerman katanya akan secepatnya mengakui kemerdekaan Kosovo. Akan tetapi,
Serbia dan Rusia menentang kemerdekaan Kosovo dan mengatakan bahwa
deklarasi itu merupakan aksi sepihak Kosovo yang didukung negara-negara
barat, dan negeri beruang merah yang menjadi sekutu tradisional Serbia itu
akan memveto resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) yang mengakui
kemerdekaan Kosovo. Rusia juga akan menghalangi negeri baru lahir ini
untuk menjadi anggota lembaga bangsa-bangsa itu.
Kekecewaan dengan gagalnya jalan perundingan dalam
menyelesaikan masalah Kosovo, provinsi di salah satu wilayah Serbia yang
akhirnya secara sepihak menyatakan kemerdekaannya pada hari Minggu
(17/2). Kosovo telah memisahkan diri dari Serbia dan menjadi negara
merdeka. Proklamasi kemerdekaan ini setelah dilakukan voting parlemen
Kosovo. 109 deputi parlemen sepakat untuk memerdekakan Kosovo, hanya 11
deputi dari etnis minoritas, termasuk Serbia yang absen dalam voting itu.
Proklamasi kemerdekaan Kosovo ini dilakukan para pemimpin etnis
Albania, termasuk para gerilyawan yang berjuang untuk kemerdekaan Kosovo
pada perang tahun 1998-1999, dimana saat itu merengut nyawa 10.000 warga .
"Kami atas nama pemimpin masyarakat yang terpilih secara demokratis,
mengumumkan kemerdekaan Kosovo menjadi negara yang independen," kata
Perdana Menteri (PM) Hashim Thaci, di Pristina, ibukota Kosovo, Minggu
(17/2) sore, sesaat setelah parlemen mengambil keputusan memerdekakan
Kosovo2. Provinsi yang berusaha merdeka itu telah dikelola oleh misi PBB
2 www.mediaindonesia.com/diakses tgl 20 april 2008 jam 08.00wib
4
sejak NATO (Pakta Pertahanan Atlantik Utara) mengusir tentara Serbia dari
sana pada 1999. Sebelumnya, Presiden Fatmir Sejdiu pada suatu taklimat
menyeru dunia agar mengakui kemderkaan yang baru diproklamasikan oleh
wilayah itu dan berikrar akan menghormati hak kelompok minoritas Serbia.
Sekitar dua jam setelah proklamasi kemerdekaan Kosovo, satu
granat meledak di kota kecil bergolak di bagian utara Kosovo, Mitrovica, kata
beberapa pejabat dan polisi. Ledakan itu terjadi di dekat satu pengadilan PBB,
sedangkan satu granat lain dilemparkan ke tempat misi masa depan Uni Eropa
akan berada, tapi gagal meledak. Adanya konflik dalam pemerintahan Serbia
sebagai akibat atau pengaruh dari kemerdekaan Kosovo ini serta berbagai
kejadian yang terjadi karenanya, menarik minat penulis untuk mengangkat
masalah ini dalam penulisan skripsi.
B. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini adalah sebagai berikut :
1. Penulisan skripsi ini nertujuan untuk membahas dan menganalisa
fenomena yang terjadi di dunia salah satunya adalah konflik. Serta
menambah wawasan mengenai kondlik yang berlandaskan pada faktor
primordialisme
2. Untuk mengetahui konflik intern pada pemerintahan Serbia sebagai bentuk
pengaruh kemerdekaan Kosovo
3. Untuk mengetahui upaya Serbia dalam mempertahankan kedaulatanya dari
perpecahan
5
4. Disamping itu penulisan ini juga bertujuan untuk mendapatkan gelar
kesarjanaan pada jurusan Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial
dan Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Yogyakarta
C. Latar Belakang Masalah
Serbia atau resminya Republik Serbia (bahasa Serbia: ��������
���� atau Republika Srbija) adalah sebuah negara republik di tenggara dan
pusat Eropa. Serbia bergabung dengan Montenegro dalam suatu
persemakmuran yang dinamakan Uni Negara Bagian Serbia dan Montenegro
dengan ibukota negara Belgrade. Serbia berbatasan dengan Hungaria di utara;
Romania dan Bulgaria di timur; Republik Makedonia dan Albania di selatan;
dan Montenegro, Kroasia, dan Bosnia-Herzegovina di sebelah barat.
Asal mula Serbia beranjak dari awal pertengahan abad ke-9.
Kerajaan Serbia muncul pada abad ke-11, dan pada abad ke-13 menjadi
Kekaisaran Serbia. Setelah 1918, Serbia merupakan anggota perintis
Yugoslavia dalam beragam jenis (Kerajaan Yugoslavia, Republik Federal
Sosialis Yugoslavia dan Republik Federal Yugoslavia).3 Republik Yugoslavia
sebenarnya terdiri dari suku-suku bangsa yang berbeda budaya dan agama
bahkan juga ideologi komunis masih bersarang di sebagian anggota-anggota
federasi tersebut. Enam federasi yang tergabung dalam Yugoslavia kemudian
menjadi negara-negara berdaulat, yaitu Serbia, Slovenia, Kroasia, Macedonia,
Bosnia, dan Montenegro.
3 www.wiki pedia Indonesia..com diakses 23 April 2008
6
Masing-masing federasi tidak terikat lagi satu sama lain. Namun
Serbia yang merasa lebih kuat dari federasi lainnya dan menganggap dirinya
sebagai penerus Yugslavia lebih menunjukkan dominasinya dengan kekuatan
militernya yang kuat terhadap federasi-federasi lainnya. Konflik bersenjata
yang kemudian juga dipicu oleh perbedan kultur dan agama semakin
menajam.
Perdana Menteri Vojislav Kostunica mundur karena tak mampu lagi
memimpin pemerintahan koalisi yang terpecah menghadapi masalah Kosovo.
Sebelumnya, negara-negara besar seperti Perancis, Jerman, Inggris, yang
sudah mengakui kemerdekaan Kosovo, Belanda, Swedia, dan ketua bergilir
Uni Eropa Slovenia, menambah daftar negara yang mengakui kemerdekaan
negeri itu pekan lalu. Momentum yang dipilih Kostunica untuk mundur cukup
mencolok karena partainya, Partai Demokrat, tidak populer dalam jajak
pendapat. Sementara krisis pemerintahan Serbia diikuti dengan cermat di
Kosovo, Perdana Menteri Kosovo, Hashim Thaci menyatakan mundurnya
Kostunica merupakan langkah penting bagi proses demokrasi di Serbia.
Mundurnya Kostunica juga mengakhiri mentalitas Serbia lama, kata Thaci.
Sejak Kosovo memproklamasikan kemerdekaannya, muncul
kekhawatiran atas upaya-upaya Pemerintah Serbia, untuk tetap mempunyai
pengaruh di Kosovo Utara. Atau bahkan mungkin, upaya mendorong wilayah
ini, untuk memisahkan diri dari Kosovo. Beograd menganjurkan pada warga
minoritas Serbia, yang banyaknya sekitar lima persen dari jumlah total
penduduk, agar mengabaikan semua lembaga kenegaraan Kosovo.
7
Pegawai negara yang tetap setia pada Beograd, memperoleh
kenaikan gaji, bahkan ada yang hingga dua kali lipat. Menurut perkiraan
pengamat politik Kosovo, Ilir Dugolli, hal-hal seperti itu, tampaknya masih
akan terus berlangsung. "Tetap mempertahankan semua lembaga peradilan,
pakaian seragam khusus bagi petugas polisi yang memihak Serbia, dan
mungkin juga, menyelenggarakan pemilu lokal. Bagi pemerintah Kosovo dan
dunia internasional, jawaban paling tepat terhadap itu semua, adalah bersikap
tetap tenang".
Namun, gaung seruan Beograd juga sampai di berbagai wilayah
Kosovo lainnya. Kini, satu dari empat petugas polisi warga Serbia, yang
tergabung dalam korp polisi Kosovo, telah menyerahkan senjata mereka.
Menurut Ilir Dugolli, protes seperti itu tidak spontan, tapi atas dorongan
pemerintah Serbia di Beograd.
"Posisi para pejabat pemerintah seperti itu sulit. Pada hakekatnya,
mereka dipaksa oleh Beograd untuk mengucilkan diri, dari kenyataan yang
ada. Padahal, masa depan mereka, terletak di berbagai kelembagaan Kosovo".
Pada saat yang sama, sejak proklamasi kemerdekaan, tidak ada kericuhan di
kalangan warga keturunan Albania dan Serbia. Kekhawatiran pecahnya
kekerasan etnis, dan mengalirnya arus pengungsi warga Serbia, ternyata tidak
menjadi kenyataan. Sejauh ini masih belum jelas, apakah pemerintah Kosovo
akan membantu penyelenggaraan pemilu bagi sekitar 200.000 warga Serbia
yang tinggal di Kosovo, sehubungan dengan percepatan pemilu Serbia pada
tanggal 11 Mei mendatang.
8
D. Pokok Permasalahan
Adapun pokok permasalahan yang ingin diangkat adalah “Mengapa
Terjadi Perpecahan Pada Pemerintahan Serbia Pasca Kemerdekaan
Kosovo?”
E. Kerangka Dasar Pemikiran
Untuk menjelaskan dan menjawab serta menggambarkan fenomena
permasalah antara kosovo dan serbia, maka penulis menggunakan teori dan
konsep. Teori adalah pekerjaan mendeskripsikan apa yang terjadi,
menjelaskan apa yang terjadi dan mungkin juga meramalkan kemungkinan
berulangnya kejadian itu di masa yang akan datang4, sedangkan konsep adalah
abstraksi yang mewakili suatu obyek.5
Sikap pemerintah Serbia yang tidak mendukung kemerdekaan
Kosovo dan atas serangkaian ketidak adilan kebijakan pemerintah yang pada
akhirnya membuat Kosovo memisahkan diri dari Serbia. Masalah ini dapat
dikaji dengan teori pembuatan keputusan (Decision Making Theory) Graham
T. Allison yaitu Proses Politik Birokratik.6
4 Mohtar Mas’oed,Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi, jakarta, LP3ES, 1990
hal 185 5Ibid, hal 93 6 Mohtar Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional, LP3ES, Jakarta, 1990, hal. 235
9
I. Model Politik Birokratik
Teoritisi hubungan internasional yang mempelajari politik luar
negeri, yaitu Graham T. Allison, menunjukkan tiga model untuk
mendeskripsikan proses pembuatan keputusan politik luar negeri, yaitu7:
1. Model Aktor Rasional
Dalam model ini politik luar negeri dianggap sebagai sebagai
akibat – akibat dari tindakan actor rasional, terutama suatu pemerintah
yang monolit, yang dilakukan dengan sengaja untuk mencapai suatu
tujuan. Pembuatan keputusan politik luar negeri digambarkan sebagai
suatu proses intelektual. Perilaku pemerintah dianalogikan dengan
perilaku individu yang bernalar dan terkoordinasi. Dalam analogi ini
individu itu melalui serangkaian tahap – tahap intelektual, dengan
menerapkan penalaran yang sungguh – sungguh berusaha menetapkan
pilihan atas alternative – alternative yang ada. Jadi, unit analisa model
pembuatan keputusan ini adalah pilihan – pilihan yang diambil oleh
pemerintah. Dengam demikian, analisa politik luar negeri harus
memusatkan perhatian pada penelaahan kepentingan nasional dan tujuan
suatu bangsa, alternative – alternative haluan kebijaksanaan yang bisa
diambil oleh pemerintahnya, dan perhitungan untung rugi atas masing –
masing alternative itu. Seorang analis dianggap sudah bisa menjelaskakn
7Graham T. Allison,Essence of Decision(Little, Brown, 1971); “Conceptual Model’s and the
Cuban Missile Crisis,” American Science Review (September 1969); dan Allison dan Morton
Halperin, “Bureaucratic Politics: A Paradigm and Some Policy Implication, “ Worls Politics, Vol
24 (1972).
10
politik luar negeri kalau ia bisa menunjukkan bahwa kebijaksanaan yang
sedang dipelajarinya itu merupakan pilihan yang layak mengingat tujuan –
tujuan strategis dari bangsa yang bersangkutan.
Dalam model ini digambarkan bahwa para pembuat keputusan
dalam melakukan pilihan atas alternative – alternative it menggunakan
criteria – criteria “optimalisasi hasil”. Para pembuat keputusan itu
digambarkan selalu siap untuk melakukan perubahan atau penyesuaian
dalam kebijaksanaannya. Mereka juga diasumsikan bisa memperoleh
informasi yang cukup banyak sehingga bisa melakukan penelusuran tuntas
terhadap semua alternative kebijaksanaan yang mungkin dilakukan dan
semua sumber – sumber yang bisa dipakai untuk mencapai tujuan yang
mereka tetapkan.
Asumsi – asumsi tentang perilaku pemerintah yang monolit,
perilaku menetapkan pilihan secara rasional dan bertujuan jelas itu dan
asumsi tentang tersedianya informasi yang cukup dikritik oleh Allison
karena tidak sesuai dengan kenyataan yang terjadi. Asumsi- asumsi itu
mengabaikan fakta bahwa para pembuat keputusan itu adalah menusia
yang bisa membuat kesalahan dan yang selalu menghadapi berbagai
kendala eksternal dan sebagainya. Terutama dalam system demokrasi,
politik luar negeri tidak pernah bisa terlepas dari tuntutan politik domestic.
11
2. Model Proses Organisasi
Model ini menggambarkan politik luar negeri sebagai hasil kerja
suatu organisasi yang berfungsi menurut suatu pola perilaku. Pembuatan
keputusan politik luar negeri bukan semata – mata proses intelektual,
tetapi lebih merupakan proses mekanis. Yaitu, pembuatan keputusan
dilakukan dengan secara mekanik merujuk kepada keputusan – keputusan
yang telah dibuat masa lalu, pada preseden, prosedur rutin yang berlaku,
atau pada peran yang ditetapkan bagi unit birokrasi it. Inilah pola perilaku
yang disebut prosedur kerja baku (Standard Operating Procedure)
Disini digambarkan bahwa semua organisasi pemerintahan
memiliki catatan tentang perilakuknya dimasa lalu yang bisa ditengok dan
diulang kembali. Organisasi itu pada dasarnya juga bersifat konservatif
dan jarang yang mau mencoba – coba sesuatu yang baru umumnya cukup
senang dengan perubahan – perubahan yang kecil dan incremental saja
terhadap keputusan dan perilakunya dimasa lalu. Salah satu cara
mengurangi kompleksitas dan ketidak pastian masalah yang dihadapi
adalah dengan melakukan tindakan seperti tindakan – tindakan yang telah
dilakukan sebelumnya. Organisasi juga cenderung memiliki pedoman,
buku petunjuk atau semacam itu yang berbisi cara bagaimana organisasi
seharusnya menyelesaikan persoalan.
Pada dasarnya model ini mengajukan tiga proposisi. Pertama,
suatu pemerintahan adalah terdiri dari sekumpulan organisasi – organisasi
12
yang secara longgar bersekutu dalam struktur hubungan yang mirip struktu
feudal. Kedua, keputusan dan perilaku pemerintah bukan hasil dari proses
penetapan pilihan secara rasional, tetapi sebagai output atau hasil kerja
organisasi – organisasi besar yang menurut suatu pola perilaku baku.
Ketiga, setiap organisasi, yang memiliki prosedur kerja baku dan program,
serta bekerja secara rutin, umumnya akan berprilaku sama seperti
perilakunya dimasa lalu atau sebelumnya. Proses yang semi mekanis ini
mempengaruhi keputusan yang dibuat maupun penerapan keputusan.
Studi politik luar negeri menurut model ini harus diarahkan untuk
menelaah unit analisa berupa output organisasi pemerintahan. Untuk
menjelaskan perilaku politik luar negeri suatu negara menurut model ini,
kita harus mengidentifikasikan lembaga – lembaga pemerintah mana yang
terlibat dan menunjukkan pola – pola perilaku organisasi yang melahirkan
tindakan politik luar negeri itu.
3. Model Politik Birokratik
Dalam model ini politik luar negeri dipandang bukan sebagai
hasil dari proses intelektual yang menghubungkan tujuan dan sarana secara
rasional. Politik luar negeri adalah hasil dari proses interaksi, penyesuaian
diri dan perpolitikan di antara berbagai aktor dan organisasi. Ini
melibatkan berbagai tawar – menawar (bargaining games) di antara
pemain – pemain dalam birokrasi dan arena politik nasional. Dengan kata
13
lain, pembuatan keputusan politik luar negeri adalah proses social, bukan
proses intelektual.
Jika proses pembuatan keputusan menurut Model I adalah proses
intelektual, dan menurut Model II adalah proses mekanis, maka menurut
Model III proses pembuatan keputusan adalah proses politik. Politik luar
negeri muncul dari proses politik normal berupa tawar – menawar,
kompromi, penyesuaian diri, dan sebagainya. Inilah inti “proses sosial”
pembuatan keputusan. Sebagai analogi bisa dikatakan bahwa dalam Model
I yang berperan adalah “manusia ekonomi” yang rasional, sedang dalam
Model III yang berperan adalah suatu proses sosial, yaitu mekanisme
pasar.
Jadi dalam Model III digambarkan suatu proses dimana masing –
masing pemain berusaha bertindak secara rasional. Setiap pemain, seperti
presiden, para menteri, penasehat, jendral, anggota parlemen dan lain –
lainnya, berusaha menetapkan tujuan, menilai berbagai alternatif sarana
dan menetapkan pilihan melalui suatu proses intelektual. Dan tidak ada
pemain yang bisa memperoleh semua yang diingini dalam proses
bargaining ini. Masing – masing memiliki pamrih yang berbeda terhadap
isu yang diperdebatkan. Masing – masing melihat isu secara berbeda,
mempertaruhkkan sesuatu yang berbeda dalam permainan itu, dan
karenanya mengambil sikap yang berbeda tentang isu tersebut. Karena
Model III ini menekankan bargaining games sebagai penentu politik luar
negeri, dalam mempelajari proses pembuatan keputusan politik luar negeri
14
kita harus memperoleh informasi tentang persepsi, motivasi, posisi,
kekuasaan, dan maneuver dari pemain – pemain yang terlibat di dalamnya.
Jadi kita harus tau : (a) “Siapa yang ikut bermain?” atau “Kepentingan
atau perilaku siapa yang punya pengaruh penting pada keputusan dan
tindakan pemerintah?”; (b) “Apa yang menentukan persepsi dan
kepentingan yang mendasari sikapnya itu?” (c) “ Bagaimana sikap para
pemain – pemain itu diagregasikan sehingga menghasilkan keputusan dan
tindakan pemerintah?”
Dengan demikian, unit analisa dalam Model III adalah tindakakn
pejabat – pejabat pemerintah dalam rangka menerapkan wewenang
pemerintah yang bisa dirasakan oleh mereka yang ada di luarnya.
Pada permasalahan ini penulis menggunakan model III, yakni
Model Politik birokratik. Pemilihan Model Politik Birokratik ini sangat
relevan dalam membahas dan menganalisa mengapa terjadi perpecahan
pada pemerintah Serbia pasca kemerdekaan Kosvo ini. Dalam Model
Politik birokratik dijelaskan bahwa politik luar negeri dipandang bukan
sebagai hasil dari proses intelektual yang menghubungkan tujuan dan
sarana secara rasional. Politik luar negeri adalah hasil dari proses interaksi,
penyesuaian diri dan perpolitikan di antara berbagai aktor dan organisasi.
Ini melibatkan berbagai tawar – menawar (bargaining games) di antara
pemain – pemain dalam birokrasi dan arena politik nasional. Dengan kata
lain, pembuatan keputusan politik luar negeri adalah proses social, bukan
proses intelektual.
15
Dalam kasus Serbia perpecahan yang terjadi pada pemerintahannya
setelah Kosovo mendekelarasikan diri menunjukkan bahwa “actor politikl”
jelas mempengaruhi perpecahan itu. Perdana menteri Serbia yang
berseberangan pendapat dan pandangan dengan presiden menganggap
bahwa presiden Serbia tidak sungguh – sungguh dengan kasus Kosovo
terkait rencana keanggotaan Serbia di Uni Eropa. Perdana menteri Serbia
menganggap bahwa Serbia akan ikut sebagai anggota Uni Eropa jika negara
– negara Uni Eropa yang mendukung kemerdekaan Kosovo mencabut
dukungan dan tetap menganggap Kosovo sebagai bagian Serbia. Akan
tetapi, berbeda dengan presiden Serbia yang lebih mengutamakan
keanggotan Serbia sebagai anggota Uni Eropa dan mengesampingkan
masalah Kosovo.
Perbedaan ini berujung pada pengunduran diri perdana menteri
Serbia dan pembubaran parlemen oleh pemerintah serta menuntut
diadakannya pemilihan umum lagi. Dengan adanya pertikaian ini serta
tuntutan untuk melakukan pemilihan umum adalah merupakan opsi yang
dianggap paling bagus terkait kemerdekaan Kosovo itu. Perpecahan
pemerintah karena pertikaian antar organisasi pemerintah dalam menghadapi
kasus kemerdekaan Kosovo.
16
II. Konsep Integrasi
Integrasi nasional adalah proses penyatuan suatu bangsa yang
mencakup semua aspek kehidupannya, baik yang ada dalam bidang sosial,
politik maupun ekonomi serta budaya. Pada dasarnya persoalan yang muncul
pada proses integrsi adalah bersumber pada terjadinya pergeseran – pergeseran
struktur kekuasaan yang diakibatkan berdirinya suatu bangsa8.
Integrasi wilayah suatu Negara merupakan hal yang mutlak
dipertahankan oleh setiap Negara karena integrasi wilayah merupakan salah
satu kekuatan Negara. Namun, pengakuan integrasi wilayah suatu Negara
banyak menimbulkan konflik tersendiri karena seringkali kebijakan integrasi
suatu wilayah terhadap negra merupakan keputusan sepihak. Konsep integrasi
sendiri meliki elemen esensial yang seharusnya menjadi pertimbangan yaitu
rasa kebersamaan dalam komunitas yang didefinisikan sebagai :
“…a matter of mutual sympathies and loyalty; of ‘we-
feeling’, trust, and mutual consideration; of partial
identification in terms of semi-images and interest; of
mutually successful prediction of behavior, and of
cooperative action in accordance with it…”9
Rasa kebersamaan dalam komunitas merupakan permasalahan
loyalitas dan simpati yang terwujudkan dalam tindakan mau bekerjasama dan
patuh dalah suatu system. Ada beberapa factor yang dapat membantu
terciptanya integrasi, yakni10
:
8 Saafroedin Bahar, A.B Tangdililing, Integrasi Nasional, Teori, Masalah dan Strategi. Jakarta,
Ghalia Indonesia, 1996 hal 7 9 Karl W. Deutsch et al., 1957, Political Community and the North Atlantic, New York;
Greeneood, hal. 36 10 Yahya Muhaimin dan Colin Mac Andrews, 1995, Masalah – Masalah Pembangunan Politik,
Yogyakarta: Gajah Mada University Press. Hal. xviii
17
1. Integrasi dapat tercipta jika adanya rasa takut terhadap serangan
musuh dari luar
2. Integrasi menyangkut apa yang disebutnya gaya politk para
pimpinan. Bila mereka ini dapat menerapkan peraturan yang tidak
mengistimewakan salah satu golongan dalam masyarakatnya, maka
mereka dapat mendorong terciptanya integrasi itu.
3. Menekankan pentingnya peranan birokrasi nasional yang sehat,
militer maupun sipal terutama bila keanggotaannya diangkat
berdasarkan pertimbangan nasional dan bukannya kemarahan.
4. System pendidikkan nasional, system pendidikan ini dibarengi
dengan penyebaran sarana – sarana komunikasi massa modern
seperti surat kabar, radio, televise sangat membantu meningkatkan
nilai – nilai kesadaran nasional yang baru dan menyeluruh.
5. Yang dianggap paling penting adalah kesempatan. Bila rakyat diberi
kesempatan untuk mengembangkan kepentingannya, maka mereka
akan mengembangkan perasaan memiliki yang sungguh – sungguh
terhadap negaranya.
Beberapa akademisi berbeda pendapat mengenai integrasi. Ada
yang mengartikan bahwa integrasi adalah proses dan ada pula yang
mengatakan bahwa integrasi adalah hasil akhir dari penyatuan politik unit –
unit nasional yang berbeda. Konsep integrasi diaplikasikan dalam tingkat
18
nasional, regional maupun internasional. Walaupun dalam kenyataannya
integrasi ada yang dilakukan dengan kekuatan militer. Namun, konsep
integrasi dalam hubungan internasional adalah yang merujuk pada penyatuan
politis secara damai atau sukarela11
.
Menurut Myron Weiner, integrasi dapat dibagi menjadi beberapa
jenis, yakni: integrasi politik, integrasi bangsa, integrasi wilayah, integrasi
nilai, integrasi elite-massa, dan perilaku integrative.12
a) Integrasi Politik
Bagi suatu Negara yang memiliki keanekaragaman atas suku,
bangsa, agama yang hidup dalam suatu wilayah tertentu yang amat luas
dan besar tanpa integrasi dapat mempengaruhi ketentraman dan kamanan
bagi negara itu, sebab mereka tidak bisa merasa menyatu dan secara
bebas memainkan perannya sebagaimana warga negara biasa. Ronald L.
Watts : “integrasi politik adalah penyatuan kelompok yang berbeda,
masyarakat maupun wilayah, kedalam suatu organisasi politik yang bisa
bekerja atau bertahan hidup.”13
Sedangkan konsep integrasi nasional
mengacu pada suatu proses atau kondisi penyatuan bagian – bagian
bangsa yaitu masyarakat yang hidup di wilayah negara yang
bersangkutan yang memiliki persamaan sejarah, kesatuan symbol dan
11 Theodore A. Couloumbis and James H. Wolfe,1978. Introduction To Onternational Relations.
Power and Justice, New Jersey : Prentice Hall, hal. 282 - 285 12 Myron Weiner, 1996, Political Integration and Political Development, dalam Claude W. Weleh,
(Ed.). Political Development: A Reader In Comparative Political Change. Belmont, Cal:
Wardsworth Publishing Company Inc. hal. 153 13 Ronald L. Watts, Federalism, 1981, Regionalism and Political Integration, Dalam David
Cameron (Ed), Regionalism and Supra Nationalism, (Montreal : The Institute For Research and
Public Polity, hal. 5
19
perasaan subyektif yang mengikat antara satu anggota dengan anggota
yang lainnya. Penyatua masyarakat dengan system politik melalui
kelima jenis integrasi ini merupaka proses pembentuka bangsa / negara.
Proses pembentukan bangsa / negara atau proses integrasi
politik merupaka salah satu bentuk pembangunan politik. Weiner
menunjukkan betapa pentingnya integrasi politik bagi suatu Negara.
Integrasi ini menurut Weiner adalah penyatuan masyarakat dengan
system politik. Maka secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa
integrasi politik adalah menyatukan bagian – bagian berupa masyarakat
yang majemuk, pluralitas keagamaan, linguisme, budaya peradaban
termsuk wilayah kehidupan mereka kedalam satu kesatuan system
politik nasional (Nation State).14
b) Integrasi Bangsa
Orang – orang tidak mengarahkan rasa kesetiaannya pada
bangsanya sebagai satu keseluruhan tetapi lebih meningkatkan pada
kelompok – kelompok kedaerahan, etnis, keagamaan, bahasa mereka
masing – masing, oleh karena itu integrasi bangsa ini sangat penting
sebab menyatukan berbagai kelompok social budaya dala satu kesatuan
wilayah dan dalam satu identitas nasional. Apabila masyarakat itu
berupa masyarakat majemuk yang meliputi berbagai suku bangsa, ras
dan agama. Hal ini diperkuat dengan pandangan dalam pengintegrasian
14 Myron Weiner, 1966, Loc. Cit
20
bangsa ini Weiner melihat ada beberapa kebijakan pemerintah pusat
untuk menyatukan seluruh masyarakat kepada satu negara nasional.
Desamping itu jenis integrasi yang dibagi oleh Weiner, salah
satu cara yang revolusional untuk mengintegrasikan masyarakat agar
menyatu dengan negara bangsa adalah dengan cara kekerasan dan
intimidasi militer, tidak sedikit pula Negara – Negara baru yang otoriter
menggunakan cra ini untuk memaksa rakyat dari suatu masyarakat yang
kebanyakan penduduknya buta huruf it agar setia kepada negaranya.
Negara yang menggunakan cara kekerasan ini gampang pula muncul
benih – benih separatisme sebagai ungkapan kekecewaan mereka.15
c) Integrasi wilayah
Penyatuan masyarakat yang disebut di atas ini, biasanya
dapat diikuti oleh integrasi wilayah dimana wilayah tenpat integrasi
masyarakat it secara otomatis akan menjadi bagian wilayah negara
bangsa sehingga pemerintah pusat mempunyai kedaulatan penuh atas
wilayah it dan berhak mengawasinya dari gangguan dan bahaya negara
lain. Integrasi wilayah ini menjadi suatu permasalahan yang besar bagai
negara – negara yang baru. Integari teritorial dalam bidang horizontal
yang bertujuan untuk mengurangi diskontinuitas dan ketegangan kultur
kedaerahan dalam proses mewujudkan suatu masyarakat yang homogen.
Dengan lain perkataan integrasi horizontal atau proses pemaduan bangsa
15 Ibid, hal. 160
21
tidak mengenal batasan – batasan yang ada di bidang vertikal dan
horizontal.
Dalam banyak negara, pemerintahan eksekutifnya hampir
tidak dapat menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayah negara. Sering
terdapar daerah – daerah perselisihan yang tidak dapat dicapai tangan
pemerintah. Kadang – kadang daerah itu adalah daerah pegunungan
terpencil yang hampir tidak dapat dimsuki oleh pejabat – pejabat
pemerintah dan kehidupan perekonomian nasional misalnya, pendidikan
dan kehidupan masyarakat sulit untuk menembus kesana. Lama
kelamaan kecakapan pemerintah untuk menemukan jalan – jalan ke
daerah – daerah tapal batas bahkan lebih jauh sekalipun akan
berkembang, maka hal itulah yang dikatakan oleh Wrigings bahwa
integrasi wilayah dapat berarti kemampuan pemerintah yang semakin
meningkat untuk menerapkan kekuasaannya di seluruh wilayahnya.
d) Integrasi elite-massa
Di dalam suatu negara pasti ada pihak yang memrintah dan
ada pihak yang diperintah. Tidak pernah ada negara yang tanpa
pemerintah dan juga tidak pernah ada pemerintah tanpa masyarakat.
Pihak yang memrintah seringkali disebut kaum elit politik dan pihak
yang diperintah disebut sebagai massa atau masyarakat. Sudah terlalu
biasa bila berbicara tentang jurang pemisah antara yang diperintah dan
yang memerintah pada bangsa – bangsa yang baru. Dan secara tidak
langsung dapat dikatakan bahwa terdapat perbedayan mendasar dalam
22
kebudayaan dan sikap hidup antara kaum elit dan massa. Kaum elit
berfikir sekuler, berbicara dan berpendidikan barat, sedangkan massa
masih tetap berorientasi pada nilai – nilai tradisional, pada dasarnya dan
mereka mulai berbicara dalam bahasa daerah.
Dengan gaya hidup kebarat – baratan dan berpendidikan yang
jauh lebih baik, kaum elit yang terdiri dari para birokrat, sipil dan
militer, politisi dan pengusaha serta para pekerja di sektor swasta
merupakan elit kota yang kosmopolitan. Menurut Lidle bahwa celah
perbedaan antara elit dan massa adalah latar belakang pendidikan
perkotaan menyebabkan kaum elit berbeda dari masyarakat yang
berpandangan tradisional dan kedaerahan.16
e) Integrasi Nilai
Integrasi nilai ialah pesetujuan bersama mengenai tujuan –
tujuan dan prinsip – prinsip dasar politik dan prosedur – prosedur
penyelesaian konflik dan permasalahan bersama lainnya. Dengan
demikian integrasi nilai adalah penciptaan suatu system nilai (ideology
nasional) yang dipandang ideal, baik dan adil dengan berbagai kelompok
masyarakat. System nilai ini biasanya dirumuskan kedalam konstitusi
Negara – Negara tersebut. Proses meyakinkan berbagai kelompok
masyarakat untuk menerima ideology Negara bangsa sebagai system
16 Myron Weiner, dalam Yahya Muhaimin Et. Al. Op.cit. hal. 47
23
nilai bersama, dan proses pemasyarakatan system nilai kepada seluruh
warga negara merupakakn proses integrasi niali.17
Sedangkan menurut Koentjaraningrat ada empat
permasalahan dalam mewukudkan integrasi, yaitu18
:
1. Masalah mempersatukan aneka warna suku bangsa
2. Masalah hubungan antar umat beragama
3. Masalah hubungan mayoritas – minoritas
4. Masalah integrasi kebudayaan
Untuk mengatasi permasalahan integrsi yang berkaitan
dengan primordialisme dalam hal ini adalah agama. Menurut Myron
Weiner terdapat dua strategi yang dapat ditempuh oleh pemerintah,
yaitu19
:
1. Mengambil kebijakan untuk menghapuskan sifat kultur utama
dari kelompok – kelompok dan mengembangkan suatu kultur
nasional
2. Adanya kultur nasional, tetapi kultur daerah masih dilindungi
dan dibiarkan berkembang.
Berdasarkan konsep integrasi di atas maka terdapat sebuah
korelasi yang menghubungkan denga konflik Serbia, yaitu bagaimana
17 Ibid 18 Koentjaraningrat, Masalah – Masalah Pembangunan. Jakarta, LP3ES, 1982, hal 345 19 Saafroedin Bahar, A.B Tangdililing, op, cit, hal 117
24
upaya yang dilakuakan oleh pemerintah Serbia dalam menyatukan dan
membuat Kosovo menjadi satu kesatuan dengan Serbia sebagai sebuah
negara yang utuh berdasarkan teritorial.
Permasalah integrasi di Serbia sudah lama terjadi ini karena
Serbia adalah sebuah negara atau bangsa yang sangat heterogen dari segi
suku bangsa ataupun agama dan ini sering sekali menimbulan perbedaan
– perbedaan yang berakibat pada konflik dan tentunya akan menghambat
proses integarsi di Serbia.
Menurut Colemen dan Roseberg ada dua dimensi dalam proses
pemersatuan bangsa, yaitu, Vertical (elite – Massa) dan horizontal
(Teritorial)20
. Serbia memang selama ini berhasil dalam menjaga
teritorialnya di Kosovo sampai February 2008 akan tetapi dalam
hubungan antar elite dan massanya mengalami ketimpangan ini
dibuktikan dengan kebijakan yang bersifat diskriminatif terhadap rakyat
Kosovo yang berujung pada upaya untuk melepaskan diri dari Serbia.
Serbia yang selama ini menguasai Kosovo secara mutlak,
berusaha mengatasi masalah integrsi dengan menggunakan cara
asimilasi. Padahal penggunaan cara asimilasi pada Negara yang multi
etnis akan meningkatkan ketegangan cultural dan regional. Strategi yang
demikian akan lebih banyak menimbulkan ancaman terhadap integtasi
dari pada mempercepat integrasi. Karena strategi asimilasi yang dipakai
atau yang diterapkan india selama ini adalah dengan menggunakan
20 Ibid hal 4
25
kekerasan. Pergerakan pembunuhan dan asimilasi menjadi semakian
kejam pada tahun 1999 dimana pemerintah Serbia melakukan
pembantaian terhadap etnis Albania yang membuat PBB turun tangan
melalui NATO.
Merupakan hal yang wajar dalam perkembangannya Kosovo
akhirnya menuntut kemerdekaan dari Serbia ketimbang menjadi bagian
Negara Serbia akan tetapi selalu dalam keadaan menderita
F. Hipotesa
Adapun hipotesa yang diambil setelah melihat latar belakang
masalah, pokok permasalahan dan sedikit pembahasan adalah bahwa
perpecahan yang terjadi pada pemerintah Serbia pasca kemerdekaan Kosovo
karena adanya perbedaan pandangan antara presiden dan perdana menteri
dalam menghadapi kemerdekaan Kosovo yang dipengaruhi oleh partainya
masing – masing disamping ketidakmampuan pemerintah dalam menjaga
integrasi Serbia.
G. Jangkauan Penelitian
Di dalam penelitian ini, penulis memiliki batasan wilayah bahasan
dalam konflik Serbia – Kosovo yaitu sejarah konflik Serbia – Kosovo yakni
ketika Tragedi di kawasan Balkan di awal tahun sembilan puluhan dipicu oleh
krisis di Kosovo. Minoritas Serbia dan Montenegro di Kosovo memberontak
lewat kekerasan dengan tuduhan kaum mayoritas Albania melakukan
26
diskriminasi terhadap mereka. Slobodan Milosevic yang menjadi presiden
Serbia, republik terkuat di pemerintahan federal Yugoslavia dengan jumlah
etnis terbesar, bereaksi dengan menyerukan diperkuatnya persatuan Serbia.
H. Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data berupa study
dokumen yang dilakukan dengan cara menghimpun data sekunder dalam hal
ini diwakili oileh informasi – informasi dari literature – literature yang relevan
dengan masalah yang akan diteliti dengan pertimbangan :
1. Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan data kualitatif
yang didasarkan pada penelitian kepustakaan yang meliputi literatur
yang relevan, surat kabar dan internet.
2. Tujuan penelitian ini bersifat eksplanasi (menjelaskan) yang bertujuan
untuk menjawab pertanyaan bagaimana, kenapa yang berwujud pada
pengumpulan fakta yang didapat melalui data kualitatif.
3. Metode berdasar pada hubungan dengan obyek penelitian adalah
unobtrusive yaitu historical comparative research, dengan melihat dari
pendekatan sejarah dalam penjabarannya untuk mengkaji peristiwa
berdasarkan kesinambungan atau urutan waktu mulai dari masa lalu
sampai saat sekarang ini.