Upload
hadang
View
214
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan negara yang memiliki keanekaragaman budaya dan
adat istiadat. Keanekaragaman budaya dan adat istiadat inilah yang harus menjadi
alat pemersatu bangsa. Perbedaan antara budaya yang satu dengan yang lainnya
merupakan sarana untuk saling kenal mengenal. Sebaliknya, keberagaman budaya
bukan dijadikan sebagai alasan perpecahan kelompok etnis tertentu. Adanya sikap
tepo sliro atau saling menghormati dan menghargai terhadap suku, ras atau agama
yang berbeda merupakan kunci kerukunan umat di tengah kehidupan bangsa yang
multikultural.
Adanya sikap stereotipe atau memandang kebudayaan sendiri lebih unggul
dibandingkan dengan kebudayaan lainnya, merupakan akar dari perselisihan antar
suku, agama atau ras. Boleh jadi sikap semacam inilah yang merujung pada
pecahnya konflik-konflik antar suku di Indonesia. Sikap atau pandangan merasa
lebih unggul, dan merendahkan kelompok etnis lainnya yang berbeda kebudayaan
merupakan sebuah arogansi yang dapat menimbulkan konflik berkepanjangan.
Oleh karena itu, sikap atau pandangan seperti ini harus dijauhkan oleh semua
kelompok etnis di Indonesia. Artinya, semua pihak harus menyadari bahwa setiap
perbedaan yang ada sepatutnya dijadikan wahana silaturahmi untuk saling
mempererat tali persahabatan dan kekeluargaan. Untuk itu, marilah kita simak
2
kutipan ayat Al-Qur’an yang menganjurkan manusia agar dapat saling kenal
mengenal dalam urusan segala perbedaan:
Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling megenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Teliti. (Q.S. Al Hujurat:13).
“Kebudayaan merupakan sarana hasil karya, rasa, dan cipta masyarakat.”
(Soemardjan dan Soemardi dalam Waridah, 2000:170). Begitu pula dengan
kesenian, yang merupakan hasil karya manusia atau dalam lingkup yang lebih
luasnya masyarakat, bahwa seni bagian dari budaya. Seperti yang dikemukakan
dalam pernyataan, bahwa “Kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks,
yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum,
adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat oleh seseorang
sebagai anggota masyarakat.” (Taylor dalam Waridah, 2000:170). Sementara itu
pendapat lain mengemukakan tentang kebudayaan, bahwa:
Kebudayaan dalam pengertian luas hampir seluruh aktifitas manusia dalam kehidupannya, yaitu seluruh total pikiran, karya dan hasil karya manusia yang tidak berakar kepada nalurinya, dan karena itu hanya bisa dicetuskan oleh manusia sesudah melalui suatu proses belajar. Sedangkan secara sempit kebudayaan adalah hasil pikiran, karya dan hasil karya manusia yang memenuhi hasratnya hasil keindahan. Dengan singkat kebudayaan adalah kesenian. (Koentjaraningrat, 1985:85).
Dari pernyataan di atas, dapat kita ketahui bahwa kesenian merupakan
salah satu unsur kebudayaan, namun di mata masyarakat, antara kesenian dan
kebudayaan memiliki kedudukan yang sama. “Kesenian yang lahir dari
masyarakat suatu daerah pasti tidak terlepas dari kebiasaan masyarakat daerah
3
tersebut, karena berdasarkan sejarahnya seni tradisional asli suatu daerah adalah
jenis kesenian yang tumbuh dan berasal serta berkembang di daerah itu.”
(Sudibyo, 1983:15).
Kesenian yang lahir di suatu masyarakat tertentu, merupakan kebudayaan
yang mereka ciptakan. Hasil karya seni yang diciptakan oleh suatu masyarakat
tersebut merupakan kebanggaan sekaligus jati diri mereka yang membedakannya
dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu dalam keberadaannya, kelestariannya
benar-benar mereka jaga.
Indonesia memiliki beragam kesenian tradisional. Hal itu merupakan aset
berharga yang dimiliki oleh bangsa Indonesia untuk memperkenalkannya kepada
masyarakat internasional, sehingga kita mampu mengharumkan nama bangsa,
salah satunya lewat kebudayaan yang kita miliki. Seni tradisional sebagai warisan
budaya dari para leluhur kita akan terjaga kelestariannya, apabila mendapat
dukungan dari masyarakatnya. Selain itu, pemerintah pun wajib berperan aktif
dalam melestarikan kesenian tradisional yang kita miliki. Seni tradisional akan
mengalami perkembangan atau malah akan terjadi degradasi (kemunduran), jika
masyarakatnya itu tidak lagi berpijak pada nilai-nilai tradisi. Seperti ungkapan
yang menyatakan, bahwa “hidup dan matinya sebuah kesenian bisa disebabkan
oleh beberapa faktor, yaitu disebabkan oleh adanya perubahan yang terjadi di
bidang politik, perubahan selera masyarakat penikmat, masalah ekonomi, ataupun
karena tidak mampu bersaing dengan bentuk-bentuk kesenian lainnya.”
(Soedarsono, 1999:1).
4
Dari pernyataan di atas jelaslah, bahwa faktor ekonomi, politik, selera
masyarakat serta adanya bentuk-bentuk kesenian lain, terutama budaya barat yang
masuk ke Indonesia, sangatlah mempengaruhi keberadaan dan kelangsungan seni
tradisi kita. Tingkat penghasilan masyarakat kita yang masih rendah, merupakan
faktor penghambat untuk berkembangnya seni tradisi yang kita miliki, karena
untuk mengeluarkan pendapatnnya dalam urusan rekreasi, masyarakat cukup
terbebani.
Situasi politik yang tidak stabil mempunyai andil yang cukup besar dalam
menghambat kemajuan seni tradisi kita dan s. Situasi politik itu sendiri jelas
sangat berkaitan erat dengan masalah keamanan. Maka, jika keamanan di negara
kita tidak stabil, secara alamiah pertunjukan-pertunjukan seni tradisional pun akan
semakin jarang kita saksikan.
Selera masyarakat terhadap kesenian dapat berubah-ubah, sesuai dengan
perkembangan dan tuntutan jaman. Hal ini pun disadari maupun tidak akan
menghambat perkembangan seni tradisi. Apalagi jika muncul kesenian-kesenian
baru yang dianggap lebih menarik, seperti halnya kesenian terutama yang datang
dari negara asingbarat, ini biasanya lebih digandrungi terutama oleh kaum atau
generasi muda. . Kesenian atau budaya yang masuk dari barat ke negara kita, kini
bahkan lebih digandrungi. MisalnyaM,asuknya musik-musik barat, seperti pop,
rock, , alternatif juga, jazz, dan sebagainya sangar dirasakan sangat
mempengaruhi keberadaan tradisi yang ada di Jawa Barat khususnyanya. Sebagai
bukti kKita bisa menyaksikan bagaimana lahirnya grup-grup band di Jawa Barat
Indonesia yang semakin gencar, sementara kesenian tradisi hampir terlupakan.
5
Kesenian tradisional, khususnya dalam seni pertunjukan yang dimiliki
Indonesia banyak jenisnya, seperti Wayang Orang, Ludruk, Ketoprak, Jaipongan,
dan sebagainya. Namun, dengan kemajuan teknologi dan informasi yang semakin
gencar, kesenian-kesenian jenis ini mengalami kesulitan untuk berkembang. Salah
satunya, ialah kesenian Jaipongan, yang kini kuantitas pementasannya dirasakan
berkurang, jika dibandingkan pada masa jayanya, yakni sekitar tahun 1980-an.
Siapa pun di Jawa Barat ini sudah mengenal apa yang disebut Jaipongan.
Tari Jaipongan merupakan sebuah keindahan seni gerak tari yang berakar dari
kebudayaan daerah Sunda yang sudah lama dikenal di masyarakat Jawa Barat dan
secara nasional. Sebuah perpaduan keindahan gerak tari yang setiap gerakannya
penuh semangat dan selaras dengan irama gendang. Tiap gerakannya lebih
didominasi oleh gerakan lengan tangan, langkah kaki, pundak, dan goyangan
pinggul.
Jaipongan adalah sebuah genre seni tari yang lahir dari kreativitas seorang
seniman asal Bandung yaitu Gugum Gumbira. Perhatiannya pada kesenian rakyat
yang salah satunya Ketuk Tilu menjadikannya mengetahui perbendaharaan pola-
pola gerak tari tradisi yang ada pada kliningan atau bajidoran.
Sebelum bentuk seni pertunjukan ini muncul, ada beberapa pengaruh yang
melatarbelakangi bentuk tari pergaulan ini. Di Jawa Barat misalnya, tari pergaulan
merupakan pengaruh dari Ball Room, yang biasanya dalam pertunjukan tari-tari
pergaulan tak lepas dari keberadaan ronggeng dan pamogoran. Ronggeng dalam
tari pergaulan tidak lagi berfungsi untuk kegiatan upacara, tetapi untuk hiburan
atau acara pergaulan. Keberadaan ronggeng dalam seni pertunjukan memiliki
6
daya tarik yang mengundang simpati kaum pamogaran. Misalnya, pada tari Ketuk
Tilu yang begitu dikenal oleh masyarakat Sunda, diperkirakan kesenian ini
populer sekitar tahun 1916. Sebagai seni pertunjukan rakyat, kesenian ini hanya
didukung oleh unsur-unsur sederhana, seperti waditra yang meliputi rebab,
kendang, buah kulanter, tiga buah ketuk, dan gong. Demikian pula dengan gerak-
gerak tarinya yang tidak memiliki pola gerak yang baku, kostum penari yang
sederhana sebagai cerminan kerakyatan.
Seiring dengan memudarnya jenis kesenian di atas, mantan pamogaran
(penonton yang berperan aktif dalam seni pertunjukan Ketuk Tilu/Doger/Tayub)
beralih perhatiannya pada seni pertunjukan Kliningan, yang di daerah Pantai Utara
Jawa Barat (Karawang, Bekasi, Purwakarta, Indramayu, dan Subang) dikenal
dengan sebutan Kliningan Bajidoran yang pola tari maupun pola pertunjukannya
mempunyai kemiripan dengan kesenian sebelumnya (Ketuk Tilu/Doger/Tayub).
Dalam pada itu, eksistensi tari-tarian dalam topeng Banjet cukup digemari,
khususnya di Karawang, di mana beberapa pola gerak Bajidoran diambil dari
tarian dalam topeng Banjet ini. Secara koreografis tarian itu masih menampakan
pola-pola tradisi (Ketuk Tilu) yang mengandung unsur gerak-gerak bukaan,
pencugan, nibakeun dan beberapa ragam gerak mincid yang pada gilirannya
menjadi dasar penciptaan tari Jaipongan. Beberapa gerak-gerak dasar tari
Jaipongan selain dari Ketuk Tilu, Ibing Bajidor serta Topeng Banjet adalah
Tayuban dan Pencak Silat.
Kemunculan tarian karya Gugum Gumbira pada awalnya disebut Ketuk
Tilu Perkembangan, yang memang karena dasar tarian itu merupakan
7
pengembangan dari Ketuk Tilu. Karya pertama Gugum Gumbira masih sangat
kental dengan warna Ibing Ketuk Tilu, baik dari segi koreografi maupun
iringannya, yang kemudian tarian itu menjadi populer dengan sebutan Jaipongan.
Sebuah tarian rakyat Sunda yang berhasil diramu dan dirajut serta
dikembangkan oleh Gugum Gumbira pada dekade 80-an. Situasi dan kondisi
waktu itu, di dalam kultur tari Sunda, tengah mengalami masa jenuh, maka ketika
Gugum Gumbira melakukan pendekatan emik dalam perjalanan proses kreatifnya
dengan segala dinamika penyerapannya, akhirnya lahirlah sebuah tari kreasi yang
sangat menarik, dinamis dan sensual., dan yang dijadikan mitranya adalah Tati
Saleh. Mereka berkolaborasi dan berkreasi, saling isi memberi makna pada tarian
yan g baru itu.
Tari Jaipongan yang dipandang oleh sebagaian masyarakat, terutama oleh
kaum ibu sebagai tarian erotik dan kurang mendidik dengan julukan “Tiga G”
(Geol, Gitek, Goyang), malah mampu menembus berbagai kalangan, baik muda
maupun tua. Sebuah hal yang diisukan dan dilarang tentunya akan menambah rasa
kepenasaran orang. Hal itu ternyata mendongkrak keterkenalan tari Jaipong ke
masyarakat luas. Seperti dalam kutipan yang menyatakan bahwa:
Di dalam perkembangannya tarian yang semula bersifat lokal itu, dengan cepat diserbu para wanoja dan jajaka untuk berlatih dan berkecimpung dengan penuh semangat agar bisa menarikan Jaipongan. Gugum Gumbira sendiri mewujudkan obsesinya lewat Jugala, dengan sebuah sistem pendidikan nonformal (di dalam keluarganya)....... Pada saat itu sempat muncul, karena Jaipongan dipandang sebagai tarian erotik yang kurang mendidik..... Namun demikian seperti biasa, hukum massa berlaku. Apapun yang diisukan, apapun yang digunjingkan, apapun yang dilarang, akhir muaranya adalah kepenasaran. Tanpa diduga, peristiwa itu mendongkrak Jaipongan menjadi sebuah fenomena massa, dan akhirnya secara perlahan negasi birokrat ini pupus, berganti dengan tumbuh dan
8
berkembangnya Jaipongan melahirkan sebuah Sanggar Jaipongan, tumbuh bak cendawan di musim hujan. (Caturwati dan Ramlan, 2007:2-3). Jaipongan merupakan seni pertunjukan yang fungsinya diperuntukkan
sebagai hiburan. Seperti yang diungkapkan dalam pernyataan, bahwa “Bahwa
Jawa Barat memiliki berbagai kutub tari hiburan pribadi, dari yang bernama
Ketuk Tilu sampai kepada yang paling mutakhir yaitu Jaipongan.” (Soedarsono,
1998:103). Tarian Jaipongan yang tidak lain adalah tari pergaulan kreasi
kebanggaan masyarakat Jawa Barat bukan saja dikenal di Indonesia, tetapi sudah
merambah ke mancanegara. Dalam misi kesenian tari Jaipongan sering
ditampilkan di berbagai event mancanegara. Begitu pun yang dipertegas dalam
kutipan sebagai berikut, bahwa “Tarian ini merupakan tari pergaulan kreasi baru
kebanggaan masyarakat Jawa Barat yang telah dikenal bukan saja di Indonesia
tetapi juga di mancanegara. Tari Jaipongan telah sering dan masih akan
ditampilkan di beberapa negara di dunia oleh para duta seni tari dalam misi-misi
kesenian.” (Soepandi, , 1998:49).
Tari Jaipongan yang berkembang di padepokan-padepokan, awalnya
merupakan sebuah diawali dengan adanya gagasan atau karyadari tidak bisa
dipisahkan dengan Gugum Gumbira., yang telah menciptakan dan
mengembangkannya, dan hingga saat ini tarian Jaipongan ini masih tetap eksis di
Indonesia. Gugum Gumbira sebagai pencipta tari Jaipongan, sebelumnya berjuang
dan berkorban dengan penuh keuletan untuk menciptakan kesenian yang
kebanyakan digandrungi oleh kalangan muda maupun tua. Seperti yang
diterangkan dalam pernyataan:
9
Tari kreasi baru ini diciptakan dan dikembangkan oleh Gugum Gumbira. Akhirnya membudaya di Jawa Barat dan di seluruh Indonesia. Tari kreasi baru ini selanjutnya dinamai tari Jaipongan. Dengan penuh keuletan dan pengorbanan, Gugum Gumbira berupaya mengumpulkan tatanan gerak tari-tarian Jawa Barat yang kemudian disusun sebagai sumber karya ciptanya. (Soepandi, 1998:49). Tari Jaipongan dalam pertunjukannya,ipertonton sangat memperhatikan
kan, terutama grup Jugala pimpinan Gugum Gumbira, telah mempertimbangkan
kaidah seni pertunjukan, termasuk komposisi geraknya yang merupakan kesatuan
dari unsur-unsur tari rakyat dengan variasi dan harmoni yang diciptakan dengan
seksama agar mampu memperkaya kedalaman rohani pemirsanya, sebagaimana
yang diungkapkan dalam pernyataan, bahwa “Tontonan itu harus menghibur,
memukau, menyentuh dan memperkaya batin pemirsa. Aspek tontonan yang
menarik itu bisa dalam bentuk luarnya, mutu isinya, cara penyampainnya atau
kombinasi dari berbagai aspek tersebut”. (Sal Murgiyanto, 1994:3).
Tari Jaipongan merupakan tari hiburan yang bersifat tontonan dan
presentasi estetis, misalnya panggilan ke hajatan atau acara peresmian-peresmian.
Pada masa lalu dan masa kini beberapa kelompok masyarakat sempat
mempermasalahkan Jaipongan jika tampil di khalayak umum karena gerak
tariannya dipandang sangat erotis dengan ciri khas “tiga g” yaitu geol, gitek, dan
goyang. Seperti yang diungkapkan dalam pernyataan di bawah ini:
Begitu pula pada masa sekarang, masih saja ada beberapa kelompok masyarakat yang mempersoalkan tari-tarian tertentu untuk tidak dipertunjukan di forum-forum terhormat, seperti halnya yang pernah dialami Jaipongan karya Gugum Gumbira. Pada sekitar akhir tahun 1980-an, di masa H. Aang Kunaefi menjabat sebagai Gubernur Jawa Barat, Jaipongan tidak boleh tampil di pakuan (gubernuran) atau acara-acara
Formatted: Indent: Left: 0", First line: 0.5",Line spacing: Double
10
penting yang mengundang tamu pejabat daerah, terutama yang ditarikan oleh penari bertubuh seksi dan sintal Tati Saleh. (Caturwati, 2005:5).
Tari Jaipongan sangat diminati oleh kawula muda, karena tabuhan
kendangnya dinamis, sehingga membuat pemuda tertantang untuk menari di atas
pentas. Selain itu, gerakan tarinya yang menggairahkan kaum lelaki yang
menambah semarak suasana di atas pentas, seperti halnya sifat orang Sunda yaitu
selalu aktif dan senang pada yang hal kontras. Seperti yang diterangkan dalam
penjelasan sebagai berikut:
Daya tarik seni Jaipongan bagi para pemuda disebabkan oleh jenis tabuhan kendangnya yang dinamis, yang menantang pendengar untuk menggerakkan tubuh dalam menari. Selain bunyi kendangnya ditambah lagi dengan contoh tatanan gerak tariannya yang merangsang, yang tidak terlalu kaku kepada aturan baku tradisional. Tak heran kiranya jika selanjutnya tarian ini sering ditampilkan sebagai tarian pergaulan masyarakat Jawa Barat. (Soepandi, 1998:49-50).
Salah satu grup tari Jaipongan yang ada di Bandung yang memilih
Jaipongan sebagai materi pembelajarannya adalah Sekar Panggung, di bawah
pimpinan Wawan Hendrawan (Awan Metro) yang merupakan murid Gugum
Gumbira generasi ketiga dibawah Atau dalam sebuah lembaga bisa juga disebut
adik kelas dari Tati Saleh. Di dalam kegiatan grup tersebut ada tarian yang salah
satunya lebih diunggulkan, yakni Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay.
Pada tarian Nyi Mas Arum Lugay di padepokan Sekar Panggung ada suatu
daya tarik tersendiri, yakni dalam satu tariannya terdapat dua karakter yang
berbeda, yakni karakter halus dan karakter gagah.. Karakter dalam tari Jaipongan
Nyi Arum Lugay merupakan keunikan tersendiri yang dimiliki oleh grup Sekar
Panggung ini. Karakter tersebut terdiri dari halus dan karakter gagah. Pada bagian
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
11
karakter halus, menggunakan gerak Pencak Silat dan gerak-gerak tradisi gagah
dalam tempo yang pelan, sedangkan karakter gagah menggunakan gerak-gerak
tari rakyat dengan tempo sedang sampai tempo yang cepat. Unsur syair lagu dan
iringan nampak memberikan andil dalam terbentuknya struktur koreografi yang
berbeda, sehingga adanya perbedaan karakter dalam satu tarian. Tari Jaipongan
Nyi Mas Arum Lugay memiliki keunikan lainnya, yakni dilihat dari gerakan
tarinya yang menirukan gerak-gerik macan yang sedang mengintai dan menerkam
mangsanya. Gerakan-gerakan yang dituangkan dalam rumpun tari kreasi baru
dalam arti tari Jaipongan merupakan suatu yang unik, yang tidak terdapat dalam
genre tari jaipongan pada umumnya bahkan gerakannya menyerupai pencak silat
gaya pamacan pada tari Jaipongan lainnya hanya mengutamakan keindahan dan
keerotisan gerak. Ditambah pula dengan kostum atau busana yang menyerupai
macan, yakni bermotif loreng-loreng. Jadi Itulah hal yang membedakan tari
Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay dengan tarian lainnya.
Peneliti juga merasa tertarik untuk mengangkat permasalahan tari
Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay di Padepokan Sekar Panggung, yang tariannya
ditarikan oleh perempuan, namun menggunakan gerak cakar, bagaikan gerakan-
gerakan harimau pada saat akan menerkam mangsanya. Adapun lagu pengiring
dalam tarian ini adalah lagu Maung Lugay hasil karya Mang Koko. Berdasarkan
uraian di atas peneliti tertarik untuk meneliti tarian Nyi Mas Arum Lugay yang
memiliki perbedaan karakternya yang terdapat di Padepokan Sekar Panggung
dengan judul “Tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay di Padepokan Sekar
Panggung Kecamatan Ujung Berung Kabupaten Bandung.”
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
12
B. Rumusan Masalah
Penelitian dengan judul “Tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay di
Padepokan Sekar Panggung Kecamatan Ujung Berung Kabupaten Bandung”,
peneliti ingin membatasi hanya pada struktur koreografi tari Nyi Mas Arum
Lugay, karena dalam objek tersebut terdapat gerak yang membedakan antara
bagian awal tarian dan akhir, juga adanya gerakan-gerakan yang layaknya
ditarikan oleh laki-laki tetapi diperagakan oleh perempuan.
Untuk menghindari kesalahpahaman judul penelitian ini, maka peneliti
memberikan pengertian atas permasalahan antara lain, bahwa seni tari Jaipongan
merupakan seni pertunjukan yang berfungsi sebagai hiburan pribadi. Tari
Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay merupakan buah karya Wawan Hendrawan yang
diciptakan pada tahun 2005. Gerak tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay
merupakan gerak yang diilhami dari gerakan harimau.
Dari definisi di atas, peneliti merasa perlu mengidentifikasi masalah yang
berkenan dengan Tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay dan lagu pengiring
karangan Mang Koko yaitu lagu Maung Lugay. Penelitian ini merumuskan
masalah ke dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi terciptanya tari Jaipongan Nyi Mas Arum
Lugay?
2. Bagaimana struktur penyajian tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay?
3. Faktor-faktor apa saja yang menyebabkan satu penari tersebut memiliki
dua karakter yang terdapat dalam tarian Nyi Mas Arum Lugay?
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
13
C. Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka peneliti bertujuan untuk:
1. Mendeskripsikan latar belakang terciptanya tari Jaipongan Nyi Mas Arum
Lugay.
2. Menganalisis dan mendeskripsikan struktur penyajian tari Jaipongan Nyi
Mas Arum Lugay.
3.Memaparkan faktor-faktor apa saja yang menyebabkan tari Jaipongan Nyi
Mas Arum Lugay satu penari tersebut memiliki dua karakter dalam tarian
Nyi Mas Arum Lugay.
3.
D. Kegunaan Penelitian
1. Bagi Peneliti
Memberikan wawasan tentang perkembangan tari Jaipongan Nyi Mas
Arum Lugay, di Ujung Berung sebagai salah satu bentuk kesenian yang termasuk
ke dalam rumpun tari rakyat.
2. Bagi Lembaga
Membangun wacana pengetahuan dan memberikan informasi yang terus
memperlihatkan perkembangan yang semakin luas, serta menambah wawasan
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Bullets and Numbering
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
14
pengetahuan bagi insan akademis yang ada di lingkungan perguruan tinggi seni,
agar mereka memiliki kemampuan berpikir yang lebih kritis dan analitis.
3. Bagi Masyarakat Umum
Menambah wawasan dan informasi bagi masyarakat umum serta
memperkenalkannya salah satu seni tari yang ada di Jawa Barat, tepatnya di kota
Bandung, yaitu tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay.
E. Definisi Operasional
Tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay merupakan seni tari yang dibawakan
oleh 2 orang penari atau tunggal perempuan, tetapi berbeda karakter dari satu
penari tersebut. Perbedaan karakter tersebut dapat dilihat dari tingkatan level
gerak kedua penari. Koreografer Wawan Hendrawan menciptakan tarian Nyi Mas
Arum Lugay diilhami dari lirik lagu dan musik maung lugay. Tari ini merupakan
tari yang menceritakan tentang kehidupan gadis remaja saat itu (zaman dahulu)
yang tempat tinggal masih didominasi oleh hutan. Pada zaman dahulu di hutan
masih berkeliaran hewan seperti harimau yang dikenal sangat berbahaya. Tari
Jaipong memiliki gerakan yang erotis. Hal tersebut dikarenakan pada masa itu
para penari tari Jaipongan dianggap sebagai kembang buruan atau pelacur. Untuk
menghapus julukan yang melekat sebagai kembang buruan tersebut, maka pada
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
15
saat itu koreografer membuat sebuah gerakan yang diilhami dari gerak-gerik
harimau, yang tujuannya untuk pembelaan diri dari godaan lelaki.
PedepokanSanggar Ssekar Ppanggung berada di desa Paledang Kecamatan
Ujung Berung, Kabupaten Bandung, di bawah pimpinan Abah Awan yang
dijadikan tempat untuk penelitian.
F. Asumsi
Asumsi atau anggapan sementara masyarakat tentang grup kesenian di
Padepokan Sekar Panggung yang dijadikan tolak ukur bagi peneliti adalah Ttari
Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay merupakan bentuk tari putri yang lahir dan
berkembang di Ujung Berung, Bandung. Tarian ini gerakannya diilhami dari
gerakan maung dan bisa dibawakan oleh remaja maupun dewasa. Biasanya
dipertunjukan pada acara-acara hajatan dan penyambutan tamu-tamu yang
dianggap terhormat. Pada zaman dahulu tarian ini berfungsi sebagai tari hiburan
pribadi. Namun, pada masa kini tarian ini berubah fungsinya menjadi presentasi
estetis.
G. Ringkasan Tinjauan Teoritis
Seni pertunjukan di Indonesia beraneka ragam, salah satunya ada yang
berfungsi sebagai hiburan pribadi. Adapun seni pertunjukan yang berfungsi
sebagai hiburan pribadi adalah langsung dirasakan oleh penikmat itu sendiri,
dengan cara terjun langsung menikmati tarian bersama penari.
Formatted: Indent: First line: 0.5"
Formatted: Font: Italic
Formatted: Indent: First line: 0.5"
16
Dalam jenis tari yang berfungsi sebagai hiburan pribadi, setiap orang
penikmat memiliki gaya pribadi masing-masing. Tak ada aturan yang ketat untuk
tampil di atas pentas. Kebebasan berekspresi terlihat dalam pertunjukan seni ini,
sehingga menambah kesemarakan di atas pentas. Biasanya asal penikmat bisa
mengikuti irama lagu yang mengiringi tari serta merespons penari wanita
pasangannya, kenikmatan pribadi akan tercipta. Seiring berkembangnya zaman,
maka seni yang berfungsi sebagai sarana hiburan beralih fungsi menjadi
presentasi estetis, yang segala sesuatunya memerlukan nominal uang yang tidak
sedikit. Maraknya tayangan di televisi yang berisi hiburan-hiburan yang dianggap
oleh masyarakat sebagai rekreasi murah, merupakan salah satu penyebab
beralihnya fungsi seni hiburan menjadi presentasi estetis.
Penyebab seni pertunjukan kurang dapat diminati, salah satunya karena
kurang bisa bersaing dengan budaya luar. Budaya luar yang lebih mengedepankan
aspek teknologi, mampu menarik perhatian masyarakat pecinta seni, karena
memunculkan karya-karya yang layak ditonton semua kalangan, baik muda
maupun tua. Dengan kata lain, kualitas suatu karya seni ditentukan oleh lahir atau
tidaknya seniman yang mengerjakannya. Sesuai dengan pernyataan di atas, mari
kita simak kutipan yang menyebutkan bahwa:
Faktor penyebab seni pertunjukan kurang diminati salah satu contohnya adalah kurang bisa bersaing dengan budaya luar. Misalnya, pertunjukan komposisi tari kurang diminati apabila dibandingkan dengan pertunjukan organ tunggal yang menampilkan beberapa wanita. Sedangkan yang mampu bersaing dengan budaya luar adalah seni yang dapat memunculkan kesenian-kesenian yang layak untuk ditonton semua kalangan baik muda maupun tua. Kualitas suatu karya seni pertama-tama ditentukan oleh lahir atau tidaknya seniman yang mengerjakannya. (Sedyawati, 1981:50).
17
Tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay adalah salah satu seni pertunjukan
yang cukup dikenal oleh masyarakat daerah Ujung Berung dengan ciri
goyangannya yang khas dan kostum yang mampu menarik perhatian. Pada saat ini
Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay banyak dipertontonkan di acara-acara pernikahan
sebagai hiburan. Walaupun sempat beberapa waktu ada sekelompok masyarakat
pro dan kontra dengan pertunjukan Jaipong, dikarenakan ada gerakan seperti geol,
gitek, dan goyang. Namun, pada dasarnya Jaipongan masih sangat diperlukan
dalam acara-acara hajatan. Seperti halnya dengan pernyataan yang menegaskan
bahwa:
Pada waktu Indonesia menjadi tuan rumah Konferensi Antara Perdana Menteri negara-negara dibelahan dunia di bagian selatan pada tahun 1980-an, tari ini sempat menggoyang pinggul para pimpinan negara. Karena ciri khas dari berbagai bentuk tari hiburan pribadi Jawa Barat yaitu goyang pinggulnya, ada berbagai nama gerak, seperti geol, gitek, uyeg, goyang, dan itu merupakan variasi dari gerak yang disebut dengan istilah keplok cendol. (Narawati dan Soedarsono, 2005:173).
Wawan Hendrawan merupakan penata tari sekaligus pemiliki Padepokan
Sekar Panggung, menjelaskan terciptanya tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay
yang di dalamnya terdapat unsur gerak “tiga G”, yaitu: geol, gitek dan goyang.
Asal tarian Jaipongan diciptakan untuk kebutuhan presentasi estetis, dan
memiliki unsur “tiga G”, yaitu: geol, gitek dan goyang. Tari ini memiliki
keunikan tersendiri karena berbeda dengan tari Jaipongan kebanyakan yaitu tarian
Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay ini menampilkan satu penari tetapi memiliki
karakter dalam gerakannya. (awancara dengan Wawan Hendrawan,, 2008).
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
Formatted: Indent: Left: 0", First line: 0.5",
Line spacing: Double
Formatted: Font: Italic
18
H. Metodologi Penelitian
Metode penelitian adalah cara yang digunakan oleh peneliti dalam
melakukan langkah-langkahngumpulkan data penelitian. Dengan demikian, maka
dapat dikatakan “Penelitian di dalam menerapkan metode penelitian
menggunakan instrumen atau alat, agar data yang diperoleh lebih baik.”
(Suharsimi, 1998:151). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode
deskriptif analisis dengan tujuan untuk membuat gambaran yang sistematik,
faktual dan akurat sesuai dengan fakta-fakta di lapangan.
I. Teknik Pengumpulan Data
1. Observasi
Peneliti melakukan observasi secara langsung untuk mendapatkan
informasi atau data-data yang dibutuhkan dengan melihat dari dekat objek
penelitian sekaligus mengamati bentuk penyajian kesenian tersebut. Observasi
juga bertujuan untuk mendeskripsikan latar belakang masalah terciptanya tari
Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay, menganalisis struktur penyajiannya, serta
memaparkan faktor-faktor yang menyebabkan tari Jaipongan Nyi Mas Arum
Lugay memiliki dua karakter. “Observasi (observation) atau pengamatan
Formatted: Indent: First line: 0.5"
Formatted: Indent: First line: 0.5", Line
spacing: Double
Formatted: Font: Italic
Formatted: Font: Italic
19
merupakan suatu teknik atau cara mengumpulkan data dengan jalan mengadakan
pengamatan terhadap kegiatan yang sedang berlangsung.” (Sukmadinata,
2000:220).
2. Wawancara
“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan tanya jawab, baik secara langsung maupun tidak langsung”.
(Soeharto, 1993:114). Peneliti melakukan tanya jawab dengan narasumber dan
tokoh-tokoh masyarakat yang kompeten, baik secara terstruktur maupun tidak
terstruktur. Pertanyaan yang diajukan yakni secara langsung dan teratur sesuai
dengan masalah yang diteliti agar mendapat informasi dan keterangan yang
akurat. Wawancara dilakukan dengan Wawan Hendrawan, salah satu pimpinan
Sekar Panggung. Tujuannya ialah untuk memperoleh data-data di lapangan yang
menunjang dalam penelitian ini.
3. Telaah Pustaka
Untuk memperoleh data peneltian yang berfungsi sebagai bahan
perbandingan dan atau penguatan data yang diperoleh di lapangan, maka peneliti
berusaha mengumpulkan data yang berhubungan dengan masalah penelitian
melalui literatur (laporan-laporan, buku, majalah, surat kabar, jurnal, dan lain-
lain).
20
4. Studi Dokumentasi
Untuk memperoleh data penelitian, maka dilakukan studi dokumentasi
yaitu usaha mengumpulkan dan menyimpan data dalam bentuk gambar dan
rekaman yang bersifat audio dan visual. Alat yang digunakan dalam pengumpulan
data adalah Kamera Photo dan Handycam guna menghasilkan gambar yang
dikehendaki dan diliput sebagai bukti dari penelitian yang dilakukan.
J. Analisis Data
1. Memilih data yang sesuai dengan permasalahan yang diangkat dalam
peneltian.
2. Mencari kesesuaian data yang didapat di lapangan dengan keterangan yang
didapat dari narasumber dan beberapa literatur yang digunakan.
3. Data dianalisis secara deskriptif kualitatif untuk memperoleh gambaran
tentang perubahan atau perkembangan tari Jaipongan Nyi Mas Arum
Lugay.
4. Menarik kesimpulan dari data yang telah disusun.
K. Lokasi dan Sampel Penelitian
1. Lokasi
Lokasi yang dijadikan sebagai tempat penelitian oleh penulis yaitu
Padepokan Sekar Panggung Kecamatan Ujung Berung Desa Paledang RT 04/RW
06, Kota Bandung.
Formatted: Indent: First line: 0.5"
21
2. Sampel
“Sampel adalah populasi yang diteliti.” (Arikunto, 1996:117). Dalam
penelitian ini sampelnya sendiri adalah tari Jaipongan Nyi Mas Arum Lugay.
Formatted: Font: Italic
Formatted: Indent: First line: 0"
Formatted: Indent: First line: 0.5"