Upload
leduong
View
214
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan manusia selama ini dapat diidentifikasi menjadi tiga tahap
yaitu pada masa agraris, industri dan yang terbaru adalah era informasi.
Perubahan paradigma pembangunan pada inovasi baru memasuki era informasi
(Information Age) terjadi hampir di seluruh dunia. Era informasi ini dimulai
dengan adanya penetrasi teknologi dan selanjutnya diikuti oleh perubahan gaya
administrasi pemerintahan berbasis teknologi informasi dan komunikasi (TIK)
yang juga dipengaruhi oleh pertumbuhan perkembangan yang pesat oleh
teknologi informasi dan komunikasi itu sendiri (Mehrtens 2001, Stiftung 2002
dalam Kelvin, 2009).
Menanggapi perubahan tersebut, banyak sektor yang mulai
mempertimbangan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam
pengembangannya tak terkecuali dalam kepemerintahan. Pemerintah di seluruh
dunia semakin fokus pada penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk
pembangunan (dikenal dengan ICT for Development -ICT4D) yang tidak hanya
mengembangkan sektor industri atau sektor TIK tetapi juga mencakup
pembangunan fisik, pembangunan sosial maupun pertumbuhan ekonomi. Maisero
(2010) menambahkan bahwa fungsi pembangunan dalam konteks ICT4D tidak
hanya pada pertumbuhan ekonomi tetapi lebih kepada pemberdayaan masyarakat
mengarah pada pembangunan manusia (empowerment for human development).
Manfaat dari pengembangan wilayah berbasis teknologi informasi dan
komunikasi dalam kepemerintahan dapat dikaji melalui pendekatan geografi.
Weber (2002, dalam Talvitie 2003) menyebutkan bahwa teknologi informasi dan
komunikasi berdasarkan lima aspek yaitu: aspek teknologi, aspek ekonomi, aspek
2
pekerjaan, aspek keruangan dan aspek kebudayaan. Kelima aspek tersebut dapat
ditinjau dari segi geografi.
Teknologi informasi dan komunikasi pada kepemerintahan mampu
mempengaruhi cara penyebaran informasi kepada masyarakat maupun pelayanan
publik yang awalnya secara tradisional dilakukan melalui media lisan maupun
datang langsung ke tempat penyedia layanan. Interaksi langsung ini dinilai kurang
efektif dan membutuhkan waktu yang lama mengindikasikan adanya hambatan
ruang dan waktu dalam penyampaian informasi maupun penyediaan pelayanan
publik yang akan mempengaruhi kecepatan pelaksanaan pembangunan. Teknologi
informasi dan komunikasi sendiri diharapkan menjadi salah satu faktor yang
mampu mempercepat usaha pembangunan wilayah. Kemampuan teknologi
informasi dan komunikasi terutama internet tidak mengenal lokasi, batasan jarak,
dan waktu. Penggunaan teknologi informasi dan komunikasi ini diasumsikan
mampu untuk menjadi solusi dari permasalahan tersebut terutama di daerah
perkotaan maupun di daerah dengan wilayah yang luas. Seperti yang dijelaskan
oleh Schwanen (2007) bahwa teknologi informasi dan komunikasi dapat
mencakup aktivitas dengan area yang luas dengan penggunaan yang lebih
fleksibel.
Berdasarkan manfaat kebebasan ruang dan waktu menjadikan adopsi
teknologi informasi dan komunikasi semakin gencar dilaksakan di berbagai
bidang. Adopsi teknologi, komunikasi dan informasi dalam pemerintah lebih
akrab disebut sebagai electronic government atau disingkat menjadi e-
Government. Lallana (2009) menjelaskan bahwa penerapan e-Government
merupakan bentuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam
domain administrasi pemerintah termasuk di dalamnya adalah penyediaan layanan
publik, peraturan, penegakan hukum, peningkatan efisiensi birokrasi dan
pembuatan kebijakan. Penggunaan maupun penyediaan layanan publik berbasis
elektronik disebut sebagai e-service. Pengertian tersebut diungkapkan Almabareh
(2010) tentang konsep e-Government yang mengarah pada pengunaan teknologi
3
informasi dan komunikasi untuk berinteraksi dengan masyarakat menggunakan
media elektronik seperti telepon, fax, email dan internet.
Penerapan e-Government menyebar ke seluruh pemerintah di dunia tidak
terkecuali di Indonesia. E-Government dibentuk dengan tujuan peningkatan
kinerja pemerintah untuk lebih efektif dan efisien salah satunya dengan
memberikan pelayanan yang dilakukan secara online. Peningkatan kualitas
layanan publik secara efektif dan efisien dalam proses penyelenggaraan
pemerintahan mendorong terbentuknya kepemerintahan yang bersih, transparan,
pembentukan jaringan informasi dan transaksi pelayanan publik yang berkualitas
dan terjangkau. Hal ini juga disinggung dalam Undang-undang Nomor 25 Tahun
2009 tentang Pelayanan Publik yang mengatur prinsip-prinsip pemerintahan yang
baik agar fungsi pemerintahan berjalan efektif. Beberapa kota besar di Indonesia
sudah mulai menerapkan konsep e-Government ini seperti pemerintah daerah di
Sragen, Surabaya dan juga Daerah Istimewa Yogyakarta.
Kota Yogyakarta direncanakan sebagai pusat jaringan pelayanan
telekomunikasi dan teknologi informasi yang telah tertuang dalam RTRW
Provinsi DIY Tahun 2007-2027 sehingga Kota Yogyakarta diarahkan menuju ke
Jogja Cyber City (Djunaedi, 2006). Kebijakan E-Government di Kota Yogyakarta
tercantum dalam Peraturan Wali Kota Yogyakarta no 78 tahun 2007 mengenai E-
Government yang diturunkan dari Peraturan Gubernur no 42 tahun 2006 tentang
Blueprint Jogja Cyber Province. Berdasarkan peraturan tersebut Kota Yogyakarta
perlu melaksanakan standar pelayanan yang didukung oleh sebuah sistem
informasi terpadu. Fungsi dari pelayanan tersebut untuk meningkatkan kinerja
pemerintah terhadap masyarakat, dimana masyarakat dapat mengakses informasi
dan pelayanan secara langsung, mengoptimalkan dan meningkatkan partisipasi
masyarakat dalam perencanaan pengembangan Kota Yogyakarta.
Peningkatan pelayanan publik yang transparan, efektif, efisien, dan
pastisipatif dapat dipercaya mengarah pada terwujudnya pemerintahan yang baik
(good governance). Menurut UNESCAP (dalam Weiss, 2006) konsep good
4
governance mendasarkan pada pemerintahan yang terbuka, terpercaya, transparan,
partisipatif, efektif dan efisien, adil, dan sesuai dengan peraturan atau hukum yang
berlaku. Penerapan e-Government ini sebagai salah satu perwujudan dari konsep
good governance sering kali dianggap sebagai wujud kinerja pemerintahan yang
baik, bersih dan berhasil menjalankan kepemerintahan.
Konsep e-Government di Kota Yogyakarta diwujudkan dalam bentuk
pelayanan pemerintah digital atau yang disebut sebagai Digital Government
Service (DGS). Pemerintah Kota Yogyakarta membuat website yang di dalamnya
mencakup seluruh Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Kota Yogyakarta.
Website Kota Yogyakarta sebagai domain utama memuat berbagai informasi
mengenai SKPD tersebut yang selanjutnya menyediakan tautan ke berbagai sub
domain fasilitas pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan komunikasi
lain yang disediakan oleh pemerintah. Salah satu contoh pelayanan publik yang
dibuat adalah perizinan online yang disediakan oleh Dinas Perizinan. Dinas
Perizinan sendiri dibuat berdasarkan Keputusan Walikota Yogyakarta No 01
tahun 2000 tentang Pembentukan Unit Pelayanan Terpadu Satu Atap (UPTSA)
Kota Yogyakarta. Awalnya UPTSA hanya merupakan front office sedangkan
untuk proses perizinannya tetap di instansi/SKPD teknis. Kemudian berdasarkan
Peraturan Pemerintah nomor 8 Tahun 2003 Tentang Pedoman Organisasi
Perangkat Daerah, Pemerintah Kota Yogyakarta membentuk lembaga pelayanan
perizinan yang definitif berupa Dinas Perizinan.
Dinas Perizinan meningkatkan pelayanan dengan konsep Unit Pelayanan
Satu Pintu sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri nomor 24 tahun 2006
tentang pedoman penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP). Setelah
perubahan kebijakan tersebut Dinas Perizinan tidak hanya bekerja sebagai front
office saja tetapi juga sebagai tempat penyelenggaraan seluruh proses perizinan
yang meliputi pendaftaran, pemrosesan hingga mengeluarkan perizinan. Dinas
Perizinan sendiri mengembangkan teknologi informasi komunikasi dalam proses
pendaftaran, pemrosesan izin hingga pengeluaran perizinan. Pada tahun 2007
perwujudan penggunaan layanan berbasis teknologi informasi komunikasi ini
5
dilakukan dengan membuat website khusus untuk dinas perizinan yang mencakup
semua informasi mengenai izin maupun persyaratan, konsultasi, keluhan, melihat
proses izin yang dapat diakses secara langsung melewati website tersebut.
Perizinan online sendiri merupakan bagian dari pengembangan pelayanan
berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang mempunyai kemampuan
membantu masyarakat mendaftarkan perizinan mereka secara online melewati
website tanpa harus datang langsung ke lokasi Dinas Perizinan. Walaupun begitu,
tidak semua perizinan dapat dilaksanakan secara online, baru 5 dari 34 perizinan
yang bisa diproses secara online yaitu perizinan penelitian, kuliah kerja nyata
(KKN), praktek kerja lapangan (PKL), Tanda Daftar Perusahaan (TDP) dan Surat
Ijin Usaha Perdagangan (SIUP). Kelima perizinan ini tidak memerlukan tinjauan
ke lapangan secara spesifik. Perizinan online dikembangkan dan diterapkan sejak
tahun 2012 dengan tujuan untuk memudahkan masyarakat dalam mengurus
perizinan.
1.2. Rumusan Masalah
Membicarakan mengenai penerapan e-Government lebih banyak
menggunakan pendekatan teknologi komunikasi dan informasi, manajemen
politik dan administrasi pemerintahan. Suaedi (2010, dalam Wijaya 2013)
menyebutkan salah satu elemen yang harus diperhatikan dalam penerapan e-
Government adalah nilai (value), yaitu berkaitan dengan manfaat yang dapat
dipetik dengan adanya penerapan teknologi informasi, bukan hanya pemerintah
tetapi juga oleh stakeholder dalam hal ini termasuk di dalamnya adalah
masyarakat.
Pemerintah Kota Yogyakarta memulai menerapkan e-Government dalam
pelayanan termasuk salah satunya Dinas Perizinan yang menyediakan layanan
perizinan online. Layanan tersebut ternyata belum digunakan secara optimal.
Layanan perizinan online ini diharapkan menjadi layanan yang dapat membantu
6
masyarakat secara efektif dan efisien juga dapat meningkatkan kinerja pemerintah
dalam melayani masyarakat. Kurang maksimalnya pemanfaataan pelayanan ini
bisa disebabkan oleh perbedaan persepsi antara kebutuhan masyarakat dengan apa
yang disediakan pemerintah atau bisa dikarenakan adaptasi masyarakat yang
masih kurang terhadap layanan berbasis teknologi informasi komunikasi. Oleh
karena itu maka perlu dikaji mengenai kesesuaian perencanaan pelayanan
masyarakat yang salah satunya dengan mengetahui sejauh mana pemanfaatan
masyarakat terhadap layanan pemerintah dan juga persepsi masyarakat terhadap
layanan yang telah disediakan pemerintah tersebut.
Sesuai dengan penjabaran permasalahan tersebut, maka perlu adanya
penelitian mengenai “Bagaimana persepsi masyarakat sebagai pengguna terhadap
layanan perizinan online yang disediakan oleh Dinas Perizinan di Kota
Yogyakarta” yang sekaligus menjadi rumusan masalah utama dalam penelitian
ini. Untuk lebih memahami masalah tersebut peneliti membagi menjadi beberapa
rumusan yang lebih spesifik sebagai upaya mempermudah dalam menganalisis
masalah, yaitu terbagi menjadi :
1. Bagaimana layanan perizinan online di Kota Yogyakarta?
2. Bagaimana persepsi masyarakat terhadap layanan perizinan online di
Kota Yogyakarta?
3. Bagaimana kebutuhan pengembangan perizinan online di Kota
Yogyakarta untuk masa mendatang?
Kajian mengenai pemanfaatan pelayanan dan persepsi masyarakat dapat
digunakan oleh pemerintah sebagai bahan evaluasi kebijakan. Evaluasi mengenai
kendala yang dialami oleh pemerintah dalam memberikan pelayanan dan dari
masyarakat dalam mengaksesnya, serta mengidentifikasi kelemahan dan kekuatan
dari layanan tersebut. Hasil dari evaluasi ini selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan perencanaan pengembangan layanan publik tersebut kedepannya.
7
1.3. Tujuan Penelitian
Melihat permasalahan yang telah dijabarkan sebelumnya, penelitian
ini mempunyai tujuan untuk:
1. Mendeskripsikan layanan perizinan online di Kota Yogyakarta yang
terbagi dalam tujuan layanan, jenis layanan, kendala layanan dan juga
rencana pengembangan layanan perizinan online.
2. Mendeskripsikan persepsi masyarakat terhadap layanan perizinan online di
Kota Yogyakarta.
3. Mengidentifikasi kebutuhan pengembangan layanan perizinan online di
Kota Yogyakarta.
1.4. Kegunaan Penelitian
Penelitian ini diharapkan mempunyai manfaat dan kegunaan dalam
berbagai segmen ilmu dan berbagai bidang, yaitu:
1. Secara teoritis penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi terkait
perkembangan ilmu geografi terutama pembangunan wilayah dalam era
informasi terutama yang berkaitan dengan perkembangan teknologi
informasi dan komunikasi khususnya perkembangan pelayanan publik di
perkotaan.
2. Secara praktis penelitian ini diharapkan mampu menjadi referensi
sekaligus sumbangan bagi pemerintah Kota Yogyakarta terkait dengan
implementasi dan kebijakan mengenai e-Government dan pelayanan
publik yang dikemas dalam Digital Government Services (DGS) sebagai
upaya pengembangan Jogja Cyber Province serta membantu terwujudnya
terwujudnya E-Government yang lebih baik.
3. Menjadi referensi penelitian sejenis dimasa yang akan datang.
8
1.5. Keaslian Penelitian
Penelitian ini merupakan bagian dari riset kerjasama Fakultas Geografi
dengan universitas mitra luar negeri yaitu “International Research Collaboration
and Scientific Publication“ yang berjudul “Virtual City: A Solution to Urban
Problems” dengan ketua peneliti Dr. Rini Rachmawati, M.T. Penelitian utama
tersebut dijadikan sebagai payung dan juga referensi bagi penelitian ini. Penelitian
ini juga mengambil beberapa contoh penelitian yang dilakukan sebelumnya untuk
memperkaya referensi. Beberapa contoh penelitian yang diambil dari skripsi,
jurnal penelitian, laporan penelitian hingga tesis ini dapat dilihat dalam Tabel 1.1.
Penelitian-penelitian tersebut mengkaji penerapan e-Government maupun persepsi
masyarakat terhadap pelayanan yang diberikan oleh pemerintah.
Penelitian pertama dilakukan oleh Matavire, dkk (2010) dengan judul
“Challenges of eGovernment Project Implementation in a South African Context”
yang lebih berfokus pada implementasi e-Government, faktor yang
mempengaruhi, kendala implementasi hingga solusi dari masalah dari
implementasi e-Goverment di wilayah Afrika Selatan. Kesamaan dengan
penelitian ini terletak pada contoh tipe dari e-Government yang ada, digunakan
sebagai sebagai bahan referensi tinjauan pustaka.
Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Gaol pada tahun 2011 dengan
judul “Impact of information and communication technology on improving small
and medium enterprises performance in an urban kampung” lebih memfokuskan
pada pengaruh penetrasi teknologi informasi dan komunikasi dalam pelaksanaan
UMKM di Kampung Cyber RT 36. Penelitian ini mempunyai kesamaan dalam
interverensi teknologi informasi dan komunikasi pada sebuah kegiatan dan juga
kesamaan dalam teknik pengambilan dan analisis data. Penggunaan teknik
wawancara mendalam (in-depth interview) dan cara analisis data menjadi poin
yang sama dalam kedua penelitian ini.
9
Refensi penelitian yang digunakan selanjutnya adalah penelitian kerjasama
luar negeri dengan judul “Virtual City: A Solution to Urban Problem” pada tahun
2013. Perbedaan dengan penelitian tersebut terletak pada obyek penelitian berupa
seluruh layanan masyarakat berbasis TIK yang disiapkan oleh pemerintah Kota
Yogyakarta. Penelitian tersebut dilaksanakan terhadap sekelompok masyarakat
yaitu Kelurahan Suryatmajan yang sedang merintis Cyber Vilage dan juga
Kampung Cyber RT36 Tamansari. Perbedaan dengan penelitian ini yaitu
penelitian ini lebih berfokus pada satu layanan saja yaitu perizinan online yang
disediakan oleh Dinas Perizinan Kota Yogyakarta dan informan diambil dari
pengguna pelayanan perizinan di Dinas Perizinan Kota Yogyakarta.
Selanjutnya adalah penelitian Aurumbita (2013) yang berjudul
“Pemanfaatan dan Persepsi Masyarakat Terhadap Unit Pelayanan Informasi dan
Keluhan (UPIK) di Kelurahan Suryatmajan, Kota Yogyakarta” dan penelitian
Aprilia (2013) yang berjudul “Penyediaan dan Pemanfaatan Layanan Konsultasi
Belajar Siswa (KBS) Online dalam System Pembelajaran Anak di Kota
Yogyakarta”. Kedua penelitian tersebut sama-sama berada dibawah payung
penelitian utama yang sama sehingga ditemukan kemiripan pada tujuan penelitian.
Namun, yang membedakan penilitian ini dengan kedua penelitian tesebut adalah
obyek penelitian yang berkhusus pada Dinas perizinan saja, sedangkan penelitian
yang dilakukan oleh Aurumbita (2013) mempunyai fokus pada UPIK yang
disediakan oleh Bidang Humas dan penelitian Aprilia (2013) mempunyai fokus
pada layanan KBS online yang disediakan oleh Dinas Pendidikan.
Walaupun ditemukan banyak kesamaan terhadap beberapa referensi yang
digunakan, namun peneliti belum menemukan yang mempunyai persamaan secara
mutlak dengan penelitian yang sedang dilakukan yaitu meneliti persepsi
masyarakat terhadap layanan perizinan online yang ada di Kota Yogyakarta.
Berikut ini beberapa referensi yang digunakan disajikan pada Tabel 1.1.
10
Tabel 1.1 Penelitian Terdahulu
Nama Peneliti Jenis
Penelitian
Judul dan
tahun
penelitian
Tujuan / Hipotesis
Penelitian
Metode dan
Teknik
Analisis
Hasil
Matavire, R,
Chigona, W ,
Roode, D,
Sewchurran, E,
Davids, Z,
Mukudu, A and
Boamah-Abu, C.
Jurnal
Penelitian
Challenges
of eGovernment
Project
Implementation
in a South
African Context
(2010)
1. Mengidentifikasi
faktor dominan
penerapan E-gov di
provinsi Cape Barat
2. Mencari relasi
antara faktor kunci
penerapan E-gov
3. Mencari solusi dari
masalah penerapan
E-gov
Ground
Theory
Method
(GTM).
Teknik
analisis data
komparatif
Faktor dominan dalam penerapan
E-gov yaitu : leadership, project
fragmentation, and stakeholder
engagement di level provinsi di
wilayah Afrika Selatan.Perbedaan
kewenangan yang berpengaruh
pada implementasi e-gov dan
pelayanan. Deregulasi dan
pengadaan sarana telekomunikasi
bisa dijadikan solusi untuk
meningkatkan E-gov.
Pahala
Hamonangan
Lumban Gaol
Tesis Impact of
information and
communication
technology on
improving small
and medium
enterprises
performance in
an urban
kampung
1. Menilai
implementasi TIK
2. Menilai
pelaksanaan UMKM
yang sudah
menggunakan TIK
3. Mengidentifikasi
hubungan antara
TIK dan
peningkatan
pelaksanaan UMKM
Penelitian
kualitatif
dengan tipe
studi kasus
Implementasi TIK di UMKM
masih sebatas pada tahap
transformasi. UMKM dapat
meningkatkan kinerja dengan
mengadopsi TIK dan
mengintegrasikan dalam sistem
kerja mereka. UMKM juga harus
mempunyai tujuan penggunaan
TIK yang jelas dengan ada
kesempatan networking yang
lebih luas. Investasi TIK dalam
11
(2011) UMKM akan lebih maksimal
apabila pelaku dapat mengerti
secara kesuluran fungsi yang bisa
digunakan sesuai dengan kondisi
UMKM itu sendiri.
Rini Rachmawati,
Rijanta
Laporan
Penelitian
Virtual City: A
Solution to
Urban Problems
(2013)
1. Menganalisis
implementasi
konsep Virtual City
2. Mengidentifikasi
sektor yang
menggunakan TIK
3. Menganalisis
kebutuhan TIK di
masyarakat.
4. Menganalisis
permasalahan
perkotaan dapat
diselesaikan dengan
konsep Virtual City.
Penelitian
Kulaitatif
dengan
pendekatan
Studi Kasus.
Metode
pengambilan
data dengan
studi
literatur,
FGD, dan
indepth
interview
1. Penyediaan layanan berbasis
TIK memberikan solusi bagi
permasalahan perkotaan. Adanya
umpanbalik informasi antara
pemerintah dan masyarakat.
2. Pelayanan pendidikan berbasis
TIK sangat membantu
menyediaakan informasi
pendidikan.
3. Manajemen control lalulintas
berbasis TIK bermanfaat
meningkatkan keamanan dan
kenyamanan dalam perjalanan.
4. Pelayanan publik berbasis TIK
akan dikembangakan tidak hanya
di perkotaan tetapi juga di
pedesaan.
5. Konsep Virtual city/Cyber City
penting untuk diimplementasikan
bagi masyarakat dan membantu
menyelesaikan amsalah
perkotaan.
12
Yuke Nori
Aurumbita
Skripsi Pemanfaatan dan
Persepsi Masyar
akat Terhadap
Unit Pelayanan I
nformasi dan
Keluhan (UPIK)
di
Kelurahan Surya
tmajan, Kota Yo
gyakarta.
(2013)
1.Mendeskripsikan pel
ayanan UPIK di
Kota Yogyakarta
2.Mengidentifikasi pe
manfaatan UPIK
yang telah dilakukan
oleh masyarakat
Kelurahan Suryatma
jan
3.Mengidentifikasi per
sepsi masyarakat
Kelurahan
Suryatmajan
terhadap UPIK Kota
Yogyakarta.
Penelitian
Kualitatif
dengan
teknik
analisis
deskriptif
kualitatif
1.UPIK dibentuk sebagai sarana
komunikasi antara masyarakat
dan pemerintah untuk
menampung informasi, keluhan,
saran/ kritik, ataupun pertanyaan
seputar Kota Yogyakarta.
2.UPIK telah dimanfaatkan oleh
masyarakat di Kelurahan
Suryatmajan namun belum semua
masyarakat. Saat ini pemanfaatan
UPIK pada Kelurahan
Suryatmajan sebatas pada ketua
RW setempat.
3. Masyarakat ada yang
menyambut baik
terhadap layanan UPIK,
sedangkan lainnya tidak.
Sisca Rizky Aprilia Skripsi Penyediaan dan
Pemanfaatan
Layanan
Konsultasi
Belajar Siswa
(KBS) Online
dalam Sistem
Pembelajaran
Anak di Kota
Yogyakarta
1. Mendeskripsikan
karakteristik
penyediaan layanan
KBS Online di
Kota Yogyakarta
2. Mendeskripsikan
karakteristik
pemanfaatan
layanan KBS
Online
Penelitian
Kualitatif
dengan
teknik
analisis
deskriptif
kualitatif.
1. Layanan KBS
online merupakan layanan
masyarakat berbasis TIK dalam
rangka mendukung visi Kota
Yogyakarta sebagai kota pelajar
dan mendukung program Jogja
Cyber Province.
2. Pemanfaatan layanan KBS
online oleh penggunaan
layanan menyatakan bahwa
13
(2013)
3. Mengidentifikasi
kebutuhan
pengembangan
layanan KBS
Online dari pihak
penyedia dan
pemanfaat layanan
di Kota Yogyakarta
layanan ini bermanfaat dalam
membantu proses belajar.
3. Kebutuhan pengembangan
layanan berupa mengadakan
kembali jenis layanan melalui
media radio dan juga
disediakannya layanan diskusi
langsung secara online .
14
1.6. Tinjauan Pustaka
1.6.1. E-Government
Semakin banyak pemerintah yang mengadopsi layanan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi terutama internet atau layanan berbasis website untuk
menyediakan layanan atau menghubungkan pemerintah dengan masyarakat.
Adopsi layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi ini yang sering
disebut electronic government atau disingkat menjadi e-Government. Farelo dan
Morris (2006, dalam Matavire 2010) menyebutkan bahwa e-Government
merupakan bentuk penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk
merubah tata kepemerintahan melalui upaya pelayanan yang lebih mudah untuk
diakses oleh masyarakat, lebih efektif dan dapat dipercaya.
Definisi e-Government sendiri bermacam-macam sebagian besar
mendefinisikan bagaimana pemerintah menggunakan inovasi teknolologi
informasi dan komunikasi untuk menyediakan layanan maupun informasi
pembangungan kepada masyarakat atau keperluan bisnis dengan cara yang lebih
mudah dan akses yang lebih cepat sebagai upaya untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan menyediakan kesempatan lebih besar kepada masyarakat untuk
berpartisipasi dalam kepemerintahan, pengambilan kebijakan maupun dalam
demokrasi. Termasuk di dalamnya adalah transaksi antara pemerintah dengan
perusahaan bisnis, pemerintah dengan masyarakat, pemerintah dengan pegawai
kepemerintahan dan antara pemerintah satu dengan lainnya pada berbagai level
dan unit kepemerintahan (Fang, 2002).
“....pemerintahan elektronik didefinisikan sebagai aktivitas
pemerintah berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang
ditujukan untuk masyarkat dan keperluan bisnis. Termasuk di
dalamnya adalah penyediaan pelayanan, penyediaan informasi
dan pelayanan finansial” (Fang 2002)
15
Pengertian e-Government juga disinggung oleh Lallana (2009) sebagai
fungsi pengendali utama penggunaan TIK dalam masyarakat yang didalamnya
termasuk kooordinasi, arbitrasi, jaringan dan peraturan. Lebih jelasnya e-
Government merupakan penggunaan teknologi informasi dan komunikasi dalam
domain administrasi dan domain politik. Domain administrasi termasuk
didalamnya adalah penyediaan layanan publik, peraturan, penegakan hukum,
keamanan, peningkatan efisiensi birokrasi dan pembuatan kebijakan.
E-Government merupakan suatu bentuk nyata perubahan paradigma dalam
kepemerintahan dari yang semula berupa model tradisional menuju model yang
berbasis pelayanan yang melihat masyarakat sebagai yang harus dilayani dan
berhak mendapatkan pelayanan. Pelayanan berbasis teknologi informasi dan
komunikasi terutama internet mempunyai kelebihan dalam berbagai aspek seperti
pelayanan yang disediakaan lebih terjangkau baik dari segi jarak maupun biaya,
memaksimalkan kecepatan penyampaian informasi dan memaksimalkan
jangkauan pelayanan.
Berdasarkan berbagai konsep dan definisi dari e-Government yang telah
dijabarkan di atas, ada beberapa aspek yang penting untuk diperhatikan yaitu e-
Government sebagai bentuk pemerintahan yang menggunakan teknologi informasi
dan komunikasi. Tujuan dari e-Government adalah untuk mempermudah
pelayanan bagi masyarakat maupun keperluan bisnis, meningkatkan esisiensi
birokrasi dan menigkatkan kinerja pemerintah. Pelayanan yang disediakan
berbasis internet terutama penyediaan website. Kemampuan lebih untuk
memberikan informasi secara lengkap mengenai lembaga atau daerah untuk
pembangunan dan peningkatan kinerja proses pelayanan (peningkatan efektivitas
dan produktivitas). Secara singkat e-Government adalah penggunaan teknologi
informasi dan komunikasi dalam kepemerintahan untuk menigkatkan aktivitas
organisasi pada sektor publik.
Penggunaan model e-Government ini menghasilkan bentuk baru seperti :
G2C (Government to citizen), G2B (Government to Bussiness), G2G (Government
16
to government) (Gouscol 2001, von Hoffman 1999 dalam Ncube 2004). Lebih
lanjut Forman (2002, dalam Ncube 2004) merumuskan bentuk baru yaitu IEE
(Internal Efficiency dan Effectiveness) atau efisiensi dan efektifitas internal bagi
pemerintahan itu sendiri. Secara lebih jelas bentuk dari e-Government yang
dirangkum oleh Ncube (2004) dari pengertian tersebut dapat dilihat pada Tabel
1.2 di bawah ini:
Tabel 1.2 Model e-Government dari Forman dan Gouscos
G2C (Government to Citizen) berbasis website untuk mengakses
pelayanan. mewujudkan pelayanan one-
stop online access, meningkatkan
kualitas dan efisisensi dari pelayanan.
Aspek : pelayanan sosial, pajak,
pariwisata
G2B (Government to Business)
Mengurangi kesulitan dalam dunia
bisnis dengan mengadopsi proses
pengumpulan maupun penyebaran data
secara lebih cepat dan efektif.
Aspek: regulasi, pembangunan
ekonomi, manajemen aset, barang-jasa
G2G (Government to Government)
Integrasi antara pemerintah pusat,
regional dan daerah baik data maupun
informasi untuk pelaksanaan
kepemerintahan atau manajaemen
kebencanaan.
Aspek: pembangunan ekonomi,
pertahanan dan keamanan, transportasi,
kebijakan dan hokum
IEE (Internal Efficiency and
Effectiveness)
Mengadopsi model pemerintahan
terbaik dengan memberikan
kemudahan dalam rantai keperintahan,
kinerja internal, finansial, dan lain-lain
Aspek: finansial, manajemen asset
Sumber: Ncube, C (2004) A cots-oriented process for constructing adaptable e-government
services.
Tidak semua pemerintah berhasil dalam implementasi model e-
Government. Ada beberapa tahapan dalam proses implementasi model
pemerintahan berbasis teknologi informasi dan komunikasi ini dan tidak semua
pemerintah yang mengadopsi mampu sampai pada tahap akhir, ada yang hanya
memulai pada tahap membuat website saja. Menurut Center for Democracy and
Tecnology and InfoDev (dalam Hasibuan, 2007) proses implementasi e-
Government terbagi menjadi tiga tahapan yang harus dilakukan secara berurutan.
adapun ketiga tahapan tersebut antara lain, yaitu:
17
1. Publish. Yaitu tahapan yang menggunakan teknologi informasi untuk
meluaskan akses informasi pemerintah misalnya dengan membuat situs
informasi di setiap lembaga. Yang perlu diperhatikan adalah dalam
sosialisasi situs baik secara internal maupun eksternal kepada
masyarakat.
2. Interact, yaitu meluaskan partisipasi masyarakat dalam pemerintahan.
Cara yang bisa digunakan dalam tahap ini misalnya dengan membuat
situs interaktif dengan masyarakat ataupun lembaga lain sehingga
terjadi komunikasi dua arah antara pemerintah dengan masyarakat.
3. Transact, yaitu menyediakan layanan pemerintah secara online. Dalam
tahap ini bisa dilaksanakan dengan cara pembuatan situs transaksi
pelayanan publik, serta interoperabilitas aplikasi maupun data dengan
lembaga lain.
Banyak manfaat yang dirasakan dari pemerintah yang
mengimplementasikan e-Government antara lain terciptanya pemerintahan yang
lebih transparan, efisien, dan membuat pelayanan dan penyebaran informasi bagi
masyarakat lebih cepat dan lebih mudah. Menurut Wardiana (2002) manfaat e-
Government yang dapat dirasakan antara lain:
1. Pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat. Informasi dapat
disediakan 24 jam sehari, 7 hari dalam seminggu, tanpa harus
menunggu dibukanya kantor. Informasi dapat dicari dari kantor, rumah,
tanpa harus secara fisik datang ke kantor pemerintahan.
2. Peningkatan hubungan antara pemerintah, pelaku bisnis,dan masyarakat
umum. Adanya keterbukaan (transparansi) maka diharapkan hubungan
antara berbagai pihak menjadi lebih baik.
3. Pemberdayaan masyarakat melalui informasi yang mudah diperoleh.
4. Pelaksanaan pemerintahan yang lebih efisien.
18
1.6.2. Good Governance
Fungsi dari penerapan e-Government merupakan salah satu perwujudan
langkah menuju bentuk pemerintahan yang baik (Good governance). E-
Government menyediakan pelayanan publik berbasis teknologi informasi dan
komunikasi sehingga membantu dalam peningkatan kinerja pemerintah.
Terselenggaranya pelayanan publik yang berkualitas merupakan salah satu ciri
kepemerintahan yang baik (good governance). Fungsi dari e-Government
menjadikan pemerintah lebih transparan, adanya partisipasi dari masyarakat
menjadi salah satu faktor terwujudnya pemerintahan yang baik. Kunci utama
memahami good governance, menurut Masyarakat Transparansi Indonesia (MTI)
(dalam Hardjasoemantri ,2003) adalah pemahaman atas prinsip-prinsip yang
mendasarinya, meliputi:
1. Partisipasi masyarakat: semua warga masyarakat mempunyai suara
dalam pengambilan keputusan. Partisipasi menyeluruh dibangun
berdasarkan kebebasan berkumpul dan mengungkapkan pendapat.
2. Tegaknya supremasi hukum: kerangka hukum harus adil dan
diberlakukan tanpa pandang bulu.
3. Transparasi: transparansi dibangun atas dasar informasi yang bebas.
Seluruh proses pemerintah, lembaga-lembaga, dan informasi dapat
diakses oleh pihak-pihak yang berkepentingan, dan informasi yang
tersedia harus memadai agar dapat dimengerti dan dipantau.
4. Peduli dan stakeholder: lembaga-lembaga dan seluruh proses
pemerintah harus berusaha melayani semua pihak yang berkepentingan.
5. Berorientas pada konsensus: tata pemerintahan yang baik menjembatani
kepentingan-kepentingan yang berbeda demi terbangunnya suatu
konsensus menyeluruh dalam hal apa yang terbaik bagi kelompok-
kelompok masyarakat.
6. Kesetaraan: semua warga masyarakat mempunyai kesempatan
memperbaiki atau mempertahankan kesejahteraan mereka.
19
7. Efektifitas dan efisiensi: proses-proses pemerintahan dan lembaga-
lembaga membuahkan hasil sesuai kebutuhan warga masyarakat dan
dengan menggunakan sumberdaya yang ada seoptimal mungkin.
8. Akuntabilitas: para pengambil keputusan di pemerintah, sektor swasta,
dan organisasi masyarakat bertanggung jawab, baik kepada masyarakat
maupun kepada lembaga-lembaga yang berkepentingan.
9. Visi strategis: para pemimpin dan masyarakat memiliki perspektif yang
luas dan jauh ke depan atas tata pemerintahan yang baik dan
pembangunan manusia, serta kepekaan akan apa saja yang dibutuhkan
untuk mewujudkan perkembangan tersebut. Selain itu mereka juga
harus memiliki pemahaman atas kompleksitas kesejarahan, budaya, dan
sosial yang menjadi dasar bagi perspektif tersebut.
Kesembilan prinsip tersebut memiliki kemiripan dengan konsep good
governance UNESCAP (2014) dan Weiss (2007) konsep good governance
memiliki delapan komponen yang implementasinya saling mendukung satu sama
lain dalam membentuk tatanan institusi yang baik. Hubungan antarkomponen
dapat dilihat pada Gambar. 1.1. Komponen tersebut ialah :
1. Participation. Good governance memberikan kesempatan pada setiap
masyarakat untuk dapat perpartisipasi dalam proses pembuatan
keputusan, implementasi, maupun evaluasi di dalam sebuah institusi.
2. Rule of law. Good governance haruslah sesuai dengan aturan hukum
yang berlaku.
3. Transparent. Setiap kebijakan yang diambil dan dilaksanakan oleh
sebuah institusi haruslah jelas. Informasi mengenai kebijakan tersedia
dan dapat diakses secara langsung melalui berbagai media komunikasi
dan mudah dimengerti oleh masyarakat.
4. Responsive. Institusi pada pemerintahan yang baik haruslah bersifat
responsif, dapat memenuhi kebutuhan layanan seluruh masyarakat
20
dengan cara yang tepat dan dapat menanggapi segala keluhan dan
kebutuhan pelayanan bagi masyarakat.
5. Consensus Oriented. Good governance harus mampu menjadi mediator
bagi kepentingan masyarakat umum secara keseluruhan dan bagaimana
cara mencapainya dengan persetujuan dari seluruh elemen masyarakat
dan pemerintah.
6. Equitable and Inclusive. Good governance mempunyai kemampuan
untuk mengambil emngambil keputusan yang telah terhitung secara
matang dan mempertimbangkan keadilan bagi seluruh masyarakat.
7. Effective and Efficient. Efektif yang berarti dilakukan dengan cara -cara
yang terbaik dan efisien yang berarti berorientasi pada hasil yang tepat
sasaran dengan tujuan membuat keputusan yang terbaik.
8. Accountable. Accountable merupakan sebuah landasan dasar dari
konsep good governance. Segala institusi yang menerapkan good
governance harus dapat dipercaya oleh publik, harus dapat melaporkan,
menjelaskan, dan menjawab pertanyaan terhadap setiap kebijakan yang
diambil.
Gambar 1.1 Good Governance menurut UNESCAP
GOOD
GOVERNANCE
Kesetaraan
Transparan
Responsif
Berorientasi pada
Konsesnsus
Partisipasi
Efektif dan
Efisien
Akuntabilitas
Spremasi
Hukum
21
1.6.3. Peran Good Governance dalam Pembangunan Wilayah
Pembangunan yang dilaksanakan di suatu wilayah merupakan sebuah
kegiatan yang dinamis. Pembangunan di kawasan perkotaan lebih pada upaya
perkembangan perkotaan yang merupakan suatu entitas yang kompleks. Dalam
konsep geografi pembangunan wilayah perkotaan menjadi bagian dalam geografi
perkotaan yang membahas mengenai manajemen perkotaan. Melalui pengelolaan
perkotaan, kota berupaya mengoptimalkan efisiensinya dan secara aktif menggali
peluang untuk memperbesar manfaat dari input maupun outputnya bagi penghuni
kota sendiri maupun bagi wilayah sekitarnya yang memiliki keterkaitan dengan
kota tersebut. SK Mendagri No. 65 tahun 1995, yaitu: manajemen perkotaan
adalah pengelolaan sumber daya perkotaan yang berkaitan dengan bidang-bidang
tata ruang, lahan, ekonomi, keuangan, lingkungan hidup, pelayanan jasa,
investasi, prasarana dan sarana perkotaan.
Paradigma pengelolaan perkotaan memasukkan unsur good governance
yang juga dipandang sebagai penentu dari keberhasilan pembangunan. Konsep
good governance sangat penting dalam pembangunan, karena di dalam
pembangunan dibutuhkan tata kelola yang baik dari institusi yang membuat
perencanaan dan juga pengampu kebijakan. Tata kelola yang baik pada
institusi pemerintah dimaksudkan untuk dapat membuat masyarakat percaya
terhadap setiap kebijakan yang diambil jika kebijakan tersebut diambil dengan
terbuka, transparan, dan juga melibatkan partisipasi masyarakat. Termasuk di
dalamnya adalah penyediaan pelayanan publik bagi masyarakat yang mengusung
nilai transparansi, akuntabel, efektif dan efisien dalam layanannya. Asas– asas
pelayanan publik menurut SK MenPAN Nomor 63/2003 yaitu :
1. Transparan pelayanan publik: aktivitas pelayanan publik diharapkan
bersifat terbuka. Mudah diakses oleh semua pihak yang bersifat
transparan sehingga institusi diharapkan menetapkan jaringan
informasi yang dibutuhkan masyarakat secara lengkap.
22
2. Akuntabilitas pelayanan publik: prosedur pelayanan publik yang
ditetapkan harus dapat dipertanggung jawabkan berdasarkan ketentuan
peraturan perundang –undangan, norma sosial dan kepatuhan
yangberlaku.
Perkembangan dan pengelolaan perkotaan di era informasi ini dipengaruhi
oleh penetrasi teknologi dan mulai mengadopsi layanan publik berbasis
elektronik. Pengadaan pelayanan yang diberikan di masa lalu dirasa kurang
sensitif dan responsif terhadap kebutuhan, khususnya dari kelompok masyarakat
berpenghasilan rendah yang memiliki akses yang terbatas. Dengan adanya
pelayanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi penyediaan pelayanan
gaya baru diharapkan mampu untuk mempermudah masyarakat dalam mengakses
layanan publik, lebih mudah terjangkau di manapun dan kapanpun, lebih
responsif, lebih akuntabel dan transparan. Prinsip yang diangkat untuk
memberikan pelayanan yang baik ini sesuai dengan konsep good governance itu
sendiri. Wujud dari good governance sebagai tata kelola pemerintahan yang baik
adalah keberhasilan dari pembangunan suatu wilayah. Keberhasilan dalam
pembangungan mulai diukur dengan kepemerintahan yang telah berhasil
menerapkan good governance, dan begitu pula sebaliknya, kegagalan
pengelolaan perkembangan suatu wilayah diakibatkan oleh kegagalan dari
penerapan good governance.
1.6.4. Persepsi Masyarakat
Robbins (2001, dalam Kundiman 2013) mengungkapkan bahwa persepsi
dapat didefinisikan sebagai proses dengan mana individu-individu
mengorganisasikan dan menafsirkan kesan indera mereka agar memberi makna
kepada lingkungan mereka. Persepsi menurut Thoha (1998, dalam Kundiman
2013) melanjutkan bahwa persepsi pada hakekatnya adalah proses kognitif yang
23
dialami oleh setiap orang didalam memahami informasi tentang lingkungannya
baik lewat penglihatan maupun pendengaran.
Passer dan Smith, (2007, dalam Aurumbita 2013) menjelaskan bahwa
persepsi dapat dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal dari individu
tersebut, dimana faktor internal terdiri dari motivasi, ketertarikan, dan kerangka
berfikir, dan faktor eksternal berupa lingkungan dimana mereka beradaptasi dan
menerima rangsangan. Lingkungan dan informasi yang diterima dan dirasakan
mengganggu dan mengancam kehidupan, akan menimbulkan persepsi seseorang
terhadap lingkungan atau informasi tersebut buruk, dan sebaliknya lingkungan
dan informasi yang dianggap menguntungkan bagi kehidupan mereka, akan
menimbulkan persepsi seseorang terhadap informasi dan lingkungannya menjadi
baik pula.
Masyarakat sendiri menurut Soelaeman (1998) merupakan sejumlah
individu yang tinggal dalam suatu dareah tertentu yang mempunyai kesamaan.
Adanya sistem hubungan atas dasar kepentingan bersama, tujuan, dan bekerja
sama, ikatan atas dasar rasa solidaritas, sadar akan adanya interdependensi atau
ketergantungan dan juga diikat oleh norma-norma dan kebudayaan.
Dari beberapa defenisi diatas secara umum persepsi masyarakat adalah
penafsiran berdasarkan oleh sekelompok individu yang diperoleh dari lingkungan
yang diserap oleh panca indera sebagai pengambilan inisiatif dari proses
komunikasi. Persepsi masyarakat dalam penelitian ini adalah segala pernyataan
pandangan dari individu sebagai hasil dari pengalaman sebuah kejadian yang
pernah dialami individu tersebut.
1.7. Kerangka Penelitian
Penelitian ini ini dimulai dari adanya ketertarikan mengenai kebijakan
E-Government yang diterapkan oleh Daerah Istimewa Yogyakarta dalam
24
konsep Jogja Cyber Province yang selanjutnya diadopsi oleh Pemerintah Kota
Yogyakarta. Adopsi model e-Government ini mempunyai salah satunya tujuan
yaitu untuk mencapai good governance di Kota Yogyakarta (lihat Gambar
1.2).
Gambar 1.2 Kerangka pikir penelitian
E-Government Good governance
Kebijakan E-gov Kota Yogyakarta:
Perwal No 7 tahun 2007
Pelayanan pemerintah menggunakan TIK
Dinas Perizinan menyediakan layanan
perizinan berbasis online
Layanan perizinan berbasis
online di Kota Yogyakarta
Persepsi masyarakat terhadap
layanan perizinan berbasis online
1. Tujuan layanan
2. Jenis layanan
3. media layanan
4. Kendala layanan
5. Rencana pengembangan
1. Jenis layanan yang
dimanfaatkan
2. Tujuan pemanfaatan
3. Manfaat layanan
4. Persepsi terhadap layanan
Identifikasi urgensi layanan dan
kebutuhan pengembangan layanan
perizinan online di Kota Yogyakarta
25
Berdasarkan kerangka pikir tersebut, penelitian ini diawali dengan adanya
ketertarikan pada konsep e-Government yang menuju pada perwujudan good
governance sebagai bentuk dari manajemen sebuah institusi kepemerintahan yang
mampu memilih dan membuat keputusan yang terbaik bagi masyarakat untuk
mencapai tata kelola pemerintahan yang baik. Kebijakan E-Government di Kota
Yogyakarta sendiri telah dicanangkan dalam Peraturan Walikota No.78/2007.
Salah satu poin penting yang terkandung didalamnya adalah memberikan
pelayanan publik yang berbasis pada Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK).
Langkah strategis ini sebagai upaya peningkatan pelayanan publik melalui
beberapa aspek diantaranya regulasi dan debirokratisasi pengembangan sarana
dan prasarana termasuk pemanfatan e-Government itu sendiri. Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) mulai menggunakan media layanan berbasis teknologi
informasi dan komunikasi ini, salah satunya adalah Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta yang juga sudah mendapatkan banyak penghargaan dalam
pelaksanaan e-Government itu sendiri.
Salah satu layanan Dinas Perizinan yang berbasis teknologi informasi dan
komunikasi ialah layanan perizninan online. Layanan ini dilihat dari dua aspek
yaitu penyediaan layanan dan persepsi masyarakat terhadap layanan tersebut.
Aspek penyediaan layanan selanjutnya dibagi menjadi sub-aspek yaitu mulai dari
tujuan pelayanan, jenis dan media layanan, kendala layanan hingga rencana
pengembanan. Persepsi masyarakat terhadap perizinan online dibagi mejadi
beberapa sub-aspek yaitu jenis layanan yang dimanfaatkan, tujuan pemanfaatan
serta manfaat layanan yang dirasakan. Kedua aspek ini selanjutnya dipertemukan
dalam lingkup urgensi penyediaan layanan perizinan online bagi masyarakat.
Setelah mengidentifikasi manfaat dari layanan perizinan online ini lalu bisa
mengidentifikasi kebutuhan pengembangan layanan perizinan online di Kota
Yogyakarta untuk masa yang akan datang
26
1.8. Batasan Operasional
Batasan operasional di sini dimaksudkan agar penelitian ini tetap fokus dan
terbatas. Menurut Moleong (2002) penelitian kualitatif tetap memiliki batas dalam
penelitiannya atas dasar fokus yang ada dalam masalah penelitian. Batas ini
ditentukan karena akan mempermudah fokus penelitian, dapat lebih dekat
hubungan antara peneliti dengan fokus yang dimaksud.
Batas dalam penelitian ini pertama adalah lokasi. Lokasi penelitian
nantinya akan terbatas pada Dinas Perizinan Kota Yogyakarta sebagai tempat
mengambil data primer maupun sekunder. Konteks analisis juga mempunyai
fokus tersendiri seperti yang telah disampaikan pada tujuan penelitian. Tujuan
pertama yaitu mendeskripsikan layanan perizinan online yang akan mencoba
dijawab dengan mengidentifikasi tujuan pelayanan, jenis pelayanan, media
pelayanan, kendala layanan, hingga pada rencana pengembangan. Tujuan kedua
yaitu mendeskripsikan persepsi masyarakat sekaligus pemanfaatan perizinan
online dengan mengidentifikasi jenis layanan yang dimanfaatkan, tujuan
pemanfaatan, manfaat layanan, dan juga persepsi terhadap layanan. Tujuan yang
terakhir lebih kepada memberikan rekomendasi pengembangan layanan perizinan
online sesuai dengan identifikasi kebutuhan pengembangan yang sudah dilakukan.
Batasan operasional juga akan lebih ditekankan dengan memberikan
definisi pada beberapa fokus penelitian yang dapat dilihat pada Tabel 1.3 di
bawah ini:
27
Tabel 1.3 Batasan Operasional Penelitian
No Kata Keterangan
1. Persepsi Persepsi dalam penelitian ini adalah
pernyataan pandangan sebagai hasil dari
pengalaman sebuah kejadian yang pernah
dialami (Passer dan Smith 2007, dalam
Aurumbita 2013). Persepsi yang dikaji dalam
penelitian ini diambil dari pernyataan dan
pendapat masyarakat mengenai segala
pengalaman mereka yang berkaitan dengan
perizinan online.
2. Masyarakat Masyarakat sendiri menurut Soelaeman (1998)
merupakan sejumlah individu yang tinggal
dalam suatu dareah tertentu yang mempunyai
kesamaan. Masyarakat dalam penelitian ini
direpresentasikan oleh individu yang diambil
sebagai sumber informasi. Informan di sini
merupakan warga masyarakat yang
menggunakan layanan perizinan di Dinas
Perizinan Kota Yogyakarta.
3. Perizinan online Merupakan layanan publik berbasis elektronik
(e-service) yang disediakan oleh Dinas Perizinan
Kota Yogyakarta yang mencakup pelayanan
perizinan penelitian, perizinan Kuliah Kerja
Nyata (KKN), perizinan Praktek Kerja Lapangan
(PKL), Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP)
dan TTanda Daftar Perusahan (TDP) yang dapat
diakses melalui website Dinas Perizinan Kota
Yogyakarta yaitu perizinan.jogjakota.go.id