Upload
adi-tri
View
65
Download
15
Embed Size (px)
DESCRIPTION
dr
Citation preview
BAB I
STATUS PASIEN
1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. P
Umur : 53 tahun
Alamat : Mess Kodam Jaya Jl Letjen Sutyo, Jakarta Timur
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Tanggal Periksa : 15 Juni 2015
No RM : 340916
1.2 Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesa
1.2.1 Keluhan Utama
Mata kanan buram tanpa disertai dengan mata merah sejak 3 bulan
yang lalu
1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan mata kanan buram yang terjadi sesaat
ia bangun dari tidur pada 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan matanya
buram tanpa disertai dengan silau ataupun mata merah. Pasien mengatakan
mata kanannya buram dan ia melihat bintik bintik hitam. Semenjak 3 bulan
yang lalu sampai sekarang mata kanan pasien menjadi bertambah buram.
Pasien mengaku penglihatannya bertambah buram pada malam hari. Pasien
1
mengatakan buram di matanya hingga mengganggu aktivitasnya sehari hari.
Pasien menyangkal adanya riwayat trauma pada kedua matanya.
Sebelumnya pasien mengatakan tidak pernah memakai kacamata. Pasien
menyangkal adanya nyeri pada mata pasien.
Pasien menyangkal keluhannya buram pada matanya ini membuat ia
menabrak nabrak saat berjalan. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala,
mual dan muntah. Pasien juga menyangkal adanya penglihatan pelangi
melingkar jika melihat lampu.
1.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien mengatakan sebelumnya pernah memiliki keluhan serupa pada
tahun 2011 di mata kanan dan kiri. Tetapi kemudia membaik setelah pasien
di laser matanya. Pasien mengaku memiliki riwayat penyakit diabetes
melitus sejak tahun 1998. Riwayat alergi , hipertensi dan trauma disangkal.
1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada yang memiliki keluhan serupa di keluarga pasien. Ibu
pasien memiliki riwayat penyakit diabetes melitus
1.2.5 Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku meminum obat diabetes dengan teratur sejak tahun
2007 yang diberikan oleh dokter.
1.3 Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Baik
Tanda Tanda Vital
Tekanan Darah : 120/70
Nadi : 84 kali/menit
Pernapasan : 18 kali/menit
Suhu : Afebrile
2
Kepala : Normocephal, deformitas (-)
Hidung : Septal deviasi (-)
Faring : Tidak hiperemis
Tonsil : T1/T1 tenang
Thoraks
Jantung : Bunyi jantung I-II normal, murmur (-),
Gallop (-)
Paru : Bunyi vesikuler, wheezing (-), rhonki (-)
Abdomen : Supel, datar, nyeri tekan (-), bising usus
(+) normal
Ekstrimitas : Akral hangat, edema (-)
1.4 Pemeriksaan Khusus/ Status Oftalmologi
KETERANGAN OD OS
VISUS
Tajam Penglihatan 20/200 4/60
Koreksi Tidak Terkoreksi Tidak Terkoreksi
Distansia Pupil 60/58 60/58
KEDUDUKAN BOLA MATA
Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada
Endoftalmus Tidak ada Tidak ada
Deviasi Tidak ada Tidak ada
Gerakan mata Baik kesegala arah Baik kesegala arah
SUPRA SILIA
Warna Hitam Hitam
Letak Simetris Simetris
3
PALPEBRA SUPERIOR DAN INFERIOR
Edema Tidak ada Tidak ada
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Ektropion Tidak ada Tidak ada
Entropion Tidak ada Tidak ada
Blefarospasme Tidak ada Tidak ada
Trikiasis Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Fisura palpebral Normal 30 mm Normal 30 mm
Hordeolum Tidak ada Tidak ada
Kalazion Tidak ada Tidak ada
Ptosis Tidak ada Tidak ada
KONJUNGTIVA TARSAL SUPERIOR DAN INFERIOR
Hiperemis Tidak ada Tidak ada
Folikel Tidak ada Tidak ada
Papil Tidak ada Tidak ada
Sikatriks Tidak ada Tidak ada
Anemia Tidak ada Tidak ada
Kemosis Tidak ada Tidak ada
KONJUNGTIVA BULBI
Injeksi konjungtiva Tidak ada Tidak ada
Injeksi siliar Tidak ada Tidak ada
Perdarahan sub-
konjungtivaTidak ada Tidak ada
Pterigium Tidak ada Tidak ada
Pinguekula Tidak ada Tidak ada
Nervus pigmentosus Tidak ada Tidak ada
SISTEM LAKRIMALIS
Punctum lakrimal Terbuka Terbuka
4
Tes Anel Tidak dilakukan Tidak dilakukan
SKLERA
Warna Putih Putih
Ikterik Tidak ada Tidak ada
KORNEA
Kejernihan Jernih Jernih
Permukaan Licin Licin
Ukuran 12 mm 12 mm
Sensibilitas Tidak dilakukan Tidak dilakukan
Ilnfiltrat Tidak ada Tidak ada
Ulkus Tidak ada Tidak ada
Perforasi Tidak ada Tidak ada
Arkus senilis Tidak ada Tidak ada
Edema Tidak ada Tidak ada
Tes Plasido Regular Regular
BILIK MATA DEPAN
Kedalaman Dalam Dalam
Kejernihan Jernih Jernih
Hifema Tidak ada Tidak ada
Hipopion Tidak ada Tidak ada
Efek Tyndall Tidak ada Tidak ada
IRIS
Warna Coklat Coklat
Kripte Jelas Jelas
Bentuk Bulat Bulat
Sinekia Tidak Ada Tidak Ada
Kolobomo Tidak Ada Tidak Ada
PUPIL
Letak Sentral Sentral
5
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Refleks cahaya langung + +
Refleks cahaya tidak
langsung+ +
RAPD - -
LENSA
Kejernihan Keruh Keruh
Letak Sentral Sentral
Shadow Test Positif Positif
BADAN KACA
Kejernihan Jernih Jernih
FUNDUS OKULI
Refleks fundus (+) (+)
Gambaran Fundus Eksudat (+) Eksudat (+)
Perdarahan (+) Perdarahan (+)
Pelebaran Vena (+) Pelebaran Vena (+)
PALPASI
Nyeri tekan Tidak Ada Tidak Ada
Massa tumor Tidak Ada Tidak Ada
Tensi okuli Perpalpasi normal Perpalpasi normal
KAMPUS VISI
Tes konfrontasiSama dengan
pemeriksa
Sama dengan
pemeriksa
1.5 Resume
Pasien perempuan berumu 53 tahun datang dengan keluhan mata
kanan buram sejak 3 bulan yang lalu. Buram pertama disadari setelah
6
bangun tidur. Keluhan buram mata kanan disertai dengan melihat adanya
bercak gelap. Keluhan ini dirasa bertambah parah hingga pasien
memutuskan untuk datang ke dokter. Pasien mengatakan tidak pernah
mengalami trauma pada kedua matanya. Tidak ada sakit kepala dan muntah.
Pasien mengaku tidak pernah melihat lingkaran pelangi pada cahaya lampu.
Pasien juga tidak mengeluhkan suka menabrak nabrak saat berjalan.
Sebelumnya pasien pernah memiliki keluhan serupa pada tahun 2011 pada
mata kanan dan kirinya yang kemudian membaik setelah di laser oleh dokter.
Pasien memiliki riwayat penyakit diabetes sejak tahun 1998.
OD OS
0.1 Visus 0.06
Normal Palpebra Normal
Tenang Konjungtiva Tenang
Tenang Sklera Tenang
Jermih Kornea Jernih
Dalam BMD Dalam
Bulat, reguler Iris Bulat, reguler
Keruh Lensa keruh
(+)
Perdarahan (+)
Exudat (+)
Pelebaran Vena (+)
Reflek fundus
Gambaran Fundus
(+)
Perdarahan (+)
Exudat(+)
Pelebaran Vena (+)
14.5 TIO 13.5
1.6 Diagnosis Kerja
Diabetik retinopati mata kanan dan mata kiri
Katarak Imatur mata kanan dan mata kiri
1.7 Pemeriksaan Anjuran
- Fluorescein Angiography
7
- USG Mata
- Pemeriksaan OCT
- Pemeriksaan Lab Darah
1.8 Penatalaksanaan
1. Non Medikamentosa:
- Edukasi penyakit diabetik retinopati
- Modifikasi gaya hidup dengan mengurangi faktor risiko, diet dan
olahraga teratur.
- Menjaga gula darah agar tetap selalu terkontrol.
2. Medimkamentosa
Melanjutkan obat diabetes dan diminum secara teratur hingga gula
darah terkontrol. Obat yang sebelumnya telah diminum oleh pasien
adalah Forbetes 2 x 500 mg dan pasien juga diberikan Simvastatin 1x10
mg oleh dokter internist
3. Anjuran Tindakan
- Panretinal Photocoagulation (PRP)
1.9 Prognosis
Quo ad Vitam : bonam
Quo ad Functionam : Dubia ad Malam
Quo ad Sanantionam : Dubia
8
BAB II
ANALISA KASUS
2.1Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil anamnesis pada Ny. P, ditemukan beberapa
permasalahan. Adapun permasalahan pada kasus yang terdapat pada pasien
adalah:
a. Penglihatan buram perlahan – lahan sejak 3 bulan yang lalu
b. Penglihatan pasien buram disertai dengan bercak bercak hitam gelap.
2.2Analisa Kasus
2.2.1 Penglihatan kabur perlahan – lahan
Penglihatan pasien buram perlahan – lahan pada pasien dapat
diakibatkan oleh kelainan kelainan progresif seperti kelainan media
refraksi dan kelainan saraf optik. Penglihatan berkurang perlahan –
lahan yang tidak diikuti dengan mata merah dapat disebabkan oleh
ametropi, katarak, glaukoma simpleks, retinopati diabetik, degenerasi
makula, retinopati hipertensi.
Pada pasien ini TIO pasien masih dalam batas normal jadi
kemungkinan glaukoma simpleks dapat disingkirkan. Pada pasien ini
juga tidak ditemukannya penyempitan lapang pandang dari segala
arah yang dapat juga menyingkirkan glaukoma simpleks. Degenerasi
makula dapat disingkirkan karena tidak terdapat gambaran
penumpukan pigmen dan memucatnya makula. Retinopati hipertensi
disingkirkan karena pada retinopati hipertensi pembuluh darah
cenderung mengecil, sedangkan pada pasien terlihat pelebaran
pembuluh darah dan juga pasien ini tidak memiliki riwayat
hipertensi.
Kemungkinan diagnosis yang mendekati untuk pasien adalah
retinopati diabetik, karena pasien saat pemeriksaan funduskopi
didapatkan gambaran perdarahan, eksudat, dan pelebaran vena.
9
Kemungkinan diagnosis ini juga ditunjang oleh riwayat pasien yang
menderita diabetes mellitus sejak tahun 1998. Selain itu pada pasien
ini juga terdapat adanya katarak imatur yang dapat diketahui melalu
shadow test yang positif dan adanya kekeruhan pada lensa pasien.
2.2.2 Penglihatan pasien buram disertai dengan melihat bercak
bercak hitam gelap
Bayangan hitam berbetuk bercak bercak di lapang pandang
pasien adalah karena adanya bercak perdarahan pada vitreous
humor pasien serta adanya PVD atau “Posterior Vitrous Detachment”
yaitu terlepasnya badan vitrous posterior terhadap permukaan
retina. PVD dapat terjadi akibat bertambahnya umur seseorang dan
akibat trauma. Diabetik retinopati juga mempercepat terjadinya
PVD.
2.3Assessment
Dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, tanda dan gejala yang
terdapat pada pasien mengarahkan pada diagnosa retinopati diabetik
disertai dengan katarak imatur. Diagnosa ini dipilih karena pasien
ditemukan perdarahan, eksudat, dan pelebaran vena pada pemeriksaan
funduskopi. Diagnosa ini juga ditunjang oleh riwayat diabetes mellitus
pada pasien yang dideritanya sejak 17 tahun yang lalu.
2.4. Diagnosis Kerja:
- Retinopati diabetik OD dan OS
- Katarak imatur OD dan OS
2.5. Planning
2.5.1 Usulan Pemeriksaan Lanjutan
- Fluorescein angiography
10
- Pemeriksaan fotografi fundus digital
- Pemeriksaan USG mata
2.5.2 Tatalaksana
- Fotokoagulasi laser
2.6 Edukasi
- Pasien diberikan informasi bahwa, pasien harus mengontrol gula
darah dan tekanan darahnya untuk mengurangi progresifitas dari
kelainan di mata pasien baik itu dengan obat – obatan diabetes dan
diet rendah gula.
- Pasien diberikan informasi bahwa, walaupun nantinya sudah
dilakukan pengobatan dengan menggunakan laser, penglihatan pasien
tidak akan normal seratus persen tetapi terapi tersebut bertujuan
untuk tidak memperparah keluhan di mata pasien.
2.7 Prognosis
Prognosis untuk penglihatan pasien pada kasus ini adalah dubia ad
malam.
11
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi
Retinopati diabetik adalah suatu mikroangiopati progresif yang
ditandai oleh kerusakan dan sumbatan pembuluh darah halus yang meliputi
arteriol prekapiler retina, kapiler dan vena. Retinopati akibat diabetes
melitus lama berupa aneurisma, melebarnya vena, perdarahan, dan eksudat
lemak.1
3.2 Epidemiologi
Retinopati diabetik merupakan penyebab kebutaan paling sering
ditemukan pada usia dewasa antara 20 sampai 74 tahun. Pasien diabetes
memiliki resiko 25 kali lebih mudah mengalami kebutaan dibanding
nondiabetes. Resiko mengalami retinopati pada pasien diabetes meningkat
sejalan dengan lamanya diabetes. Pada waktu diagnosis diabetes tipe I
ditegakkan, retinopati diabetik hanya ditemukan pada <5% pasien. Setelah
10 tahun, prevalensi meningkat menjadi 40-50% dan sesudah 20 tahun lebih
dari 90% pasien sudah menderita rerinopati diabetik. Pada diabetes tipe 2
ketika diagnosis ditegakkan, sekitar 25% sudah menderita retinopati
diabetik non proliferatif.Setelah 20 tahun, prevalensi retinopati diabetik
meningkat menjadi lebih dari 60% dalam berbagai derajat. Di Amerika Utara,
3,6% pasien diabetes tipe 1 dan 1,6% pasien diabetes tipe 2 mengalami
kebutaan total. Di Inggris dan Wales, sekitar 1000 pasien diabetes tercatat
mengalami kebutaan sebagian atau total setiap tahun.1,2,3
3.3 Anatomi Retina
12
Retina adalah selembar tipis jaringan saraf yang semitransparan, dan
multilapis yang melapisi bagian dalam dua per tiga posterior dinding bola
mata. Retina membentang ke depan hampir sama jauhnya dengan korpus
siliare, dan berakhir di tepi ora serata. 4
Retina dibentuk dari lapisan neuroektoderma sewaktu proses
embriologi. Retina berasal dari divertikulum otak bagian depan
(proencephalon). Pertama-tama vesikel optic terbentuk kemudian
berinvaginasi membentuk struktur mangkuk berdinding ganda, yang disebut
optic cup. Dalam perkembangannya, dinding luar akan membentuk epitel
pigmen sementara dinding dalam akan membentuk sembilan lapisan retina
lainnya. Retina akan terus melekat dengan proencephalon sepanjang
kehidupan melalui suatu struktur yang disebut traktus
retinohipotalamikus.6,7
Gambar 1 : Lapisan Retina
Lapisan saraf memiliki 2 jenis sel fotoreseptor yaitu sel batang yang
berguna untuk melihat cahaya dengan intensitas rendah, tidak dapat melihat
warna, untuk penglihatan perifer dan orientasi ruangan sedangkan sel
kerucut berguna untuk melihat warna, cahaya dengan intensitas inggi dan
13
penglihatan sentral. Retina memiliki banyak pembuluh darah yang
menyuplai nutrient dan oksigen pada sel retina.4,7
Lapisan-lapisan retina dari luar ke dalam :7
1. Epitel pigmen retina.
2. Lapisan fotoreseptor, terdiri atas sel batang yang mempunyai bentuk
ramping dan sel kerucut merupakan sel fotosensitif.
3. Membran limitan eksterna yang merupakan membran ilusi.
4. Lapisan nukleus luar, merupakan susunan lapis nukleus kerucut dan batang.
5. Lapisan pleksiform luar, yaitu lapisan aseluler yang merupakan tempat
sinapsis fotoreseptor dengan sel bipolar dan horizontal.
6. Lapisan nukleus dalam, merupakan tubuh sel bipolar, sel horizontal, dan sel
Muller. Lapisan ini mendapat metabolisme dari arteri retina sentral.
7. Lapisan pleksiform dalam, merupakan lapisan aseluler tempat sinaps sel
bipolar, sel amakrin dengan sel ganglion.
8. Lapisan sel ganglion yang merupakan lapisan badan sel dari neuron kedua.
9. Lapisan serabut saraf merupakan lapisan akson sel ganglion menuju ke arah
saraf optik. Di dalam lapisan ini terdapat sebagian besar pembuluh darah
retina.
10. Membran limitan interna, merupakan membran hialin antara retina dan
badan kaca.
Retina menerima darah dari dua sumber, yaitu Arteri retina sentralis
memvaskularisasi dua per tiga sebelah dalam dari lapisan retina (membran
limitans interna sampai lapisan inti dalam), sedangkan sepertiga bagian luar
dari lapisan retina (lapisan plexiform luar sampai epitel pigmen retina)
mendapat nutrisi dari pembuluh darah di koroid. Lapisan retina bagian luar
tidak mengandung pembuluh-pembuluh kapiler sehingga nutrisinya
diperoleh melalui difusi yang secara primer berasal dari lapisan yang kaya
pembuluh darah pada koroid.6,7
14
3.4 Faktor Resiko
1. Durasi diabetes, adalah hal yang paling penting. Pada pasien yang didiagnosa
dengan DM sebelum umur 30 tahun, insiden retinopati diabetic setelah 50
tahun sekitar 50% dan setelah 30 tahun mencpai 90%.
2. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan perkembangan dan
perburukan retinopati diabetik.
3. Tipe Diabetes, dimana retinopati diabetik mengenai DM tipe 1 maupun tipe 2
dengan kejadian hampir seluruh tipe 1 dan 75% tipe 2.
4. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya retinopati
diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang buruk, kontrol ketat
yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan perkembangan dari
preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
5. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan bertambah
beratnya retinopati diabetik dan perkembangan retinopati diabetik
proliferatif pada DM tipe I dan II
6. Nefropati, jika berat dapat mempengaruhi retinopati diabetik. Sebaliknya
terapi penyakit ginjal (contoh: transplantasi ginjal) dapat dihubungkan
dengan perbaikan retinopati dan respon terhadap fotokoagulasi yang lebih
baik.
7. Faktor resiko yang lain meliputi merokok, obesitas,anemiadan
hiperlipidemia
3.5 Klasifikasi
1. Retinopati Diabetik Non Proliferatif (NPDR), atau dikenal juga dengan
Background Diabetik Retinopathy. Ditandai dengan: mikroaneurisma,
perdarahan retina, eksudat, IRMA (Intraretinal Microvascular
Abnormality), dan kelainan vena
a. Minimal: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena, mikroaneurisma,
perdarahan intraretina yang kecil atau eksudat keras
15
b. Ringan-sedang: terdapat ≥ 1 tanda berupa dilatasi vena derajat
ringan, perdarahan, eksudat keras, cotton wool spots, IRMA
c. Berat: terdapat ≥1 tanda berupa perdarahan dan mikroaneurisma
pada 4 kuadran retina, dilatasi vena pada 2 quadran atau IRMA
pada 1 quadran
d. Sangat berat: ditamukan ≥ 2 tanda pada derajat berat.
2. Retinopati Diabetik Proliferatif (PDR). Ditandai dengan neovaskularisasi.
a. Ringan (tanpa resiko tinggi): bila ditemukan minimal adanya
neovaskular pada discus (NVD) yang mencakup < ¼ dari daerah
diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskularisasi dimana saja diretina (NVE) tanpa disertai
perdarahan preretina atau vitreus.
b. Berat (resiko tinggi): apabila ditemukan 3 atau 4 dari faktor resiko
sebagai berikut
i. Ditemukan NVE
ii. Ditemukan NVD
iii. Pembuluh darah baru yang tergolong sedang atau berat
yang mencakup > ¼ daerah diskus
iv. Perdarahan vitreus
Adanya pembuluh darah baru yang jelas pada discus opticus atau
setiap adanya pembuluh darah baru yang disertai perdarahan,
merupakan 2 gambaran yang paling sering ditemukan pada
retinopati proliferative resiko tinggi.
Pembagian stadium menurut Daniel Vaughan dkk:
Stadium I
Mikroaneurisma yang merupakan tanda khas, tampak sebagai perdarahan
bulat kecil didaerah papil dan macula
o Vena sedikit melebar
o Histologis didapatkan mikroaneurisma dikapiler bagian vena
didaerah nuclear luar
16
Stadium II
o Vena melebar
o Eksudat kecil-kecil, tampak seperti lilin, tersebar atau terkumpul
seperti bunga (rosette) yang secara histologis terletak didaerah
lapisan plexiform luar
Stadium III
Stadium II dan cotton wool patches, sebagai akibat iskemia pada arteriol
terminal. Diduga bahwa cotton wool patches terdapat bila disertai
retinopati hipertensif atau arteriosklerose.
Stadium IV
Vena-vena melebar, cyanosis, tampak sebagai sosis, disertai dengan
sheathing pembuluh darah. Perdarahan nyata besar dan kecil, terdapat pada
semua lapisan retina, dapat juga preretina.
Stadium V
Perdarahan besar diretina dan preretina dan juga didalam badan kaca yang
kemudian diikuti dengan retinitis proliferans, akibat timbulnya jaringan
fibrotic yang disertai dengan neovaskularisasi. Retinitis proliferans ini
melekat pada retina yang bila mengkerut dapat menimbulkan ablasi retina
dan dapat mengakibatkan terjadinya kebutaan total.
Klasifikasi menurut FKUI
Derajat I: terdapat mikroaneurisma dengan atau tanpa fatty exudates pada
fundus okuli
Derajat II: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak dengan
atau tanpa fatty exudates pada fundus okuli
Derajat III: terdapat mikroaneurisma, perdarahan bintik dan bercak,
neovaskularisasi, proliferasi pada fundus okuli.
Jika gambaran fundus dikedua mata tidak sama, maka penderita tergolong
pada derajat berat.
3.6 Etiologi dan Patogenesis
17
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini belum
diketahui secara pasti, namun keadaan hiperglikemik lama dianggap sebagai
faktor resiko utama. Lamanya terpapar hiperglikemik menyebabkan
perubahan fisiologi dan biokimia yang akhinya menyebabkan perubahan
kerusakan endotel pembuluh darah. Kesehatan dan aktivitas metabolisme
retina sangat tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina
membentuk jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali
suatu daerah yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk
retinopati diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler
retina terdiri dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana
basalis dan sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori
yang terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel retina
adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan tersebut
mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur kapiler,
mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi barrier dan
transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel. Membran
basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan permeabilitas
kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling berikatan erat satu
sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel dari membran basalis
membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap beberapa jenis protein
dan molekul kecil termasuk bahan kontras flouresensi yang digunakan untuk
diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik dimulai
dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan proliferasi endotel,
dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel endotel dan sel perisit
mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik melibatkan lima proses dasar
yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1) pembentukkan mikroaneurisma, (2)
peningkatan permeabilitas pembuluh darah, (3) penyumbatan pembuluh
darah, (4) proliferasi pembuluh darah baru (neovascular) dan jaringan
fibrosa di retina, (5) kontraksi dari jaringan fibrous kapiler dan jaringan
18
vitreus. Penyumbatan dan hilangnya perfusi menyebabkan iskemia retina
sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua komponen darah.1,6
Sebagai hasil dari perubahan mikrovaskular tersebut adalah terjadinya
oklusi mikrovaskular yang menyebabkan hipoksia retina. Hilangnya perfusi
(nonperfussion) akibat oklusi dan penumpukan leukosit kemudian
menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi pada semua
komponen darah. Hal ini menimbulkan area non perfusi yang luas dan
kebocoran darah atau plasma melalui endotel yang rusak. Ciri khas dari
stadium ini adalah cotton wool spot. Efek dari hipoksia retina yaitu
arteriovenous shunt. A-V shunt berkaitan dengan oklusi kapiler dari
arterioles dan venules. Inilah yang disebut dengan Intraretinal microvascular
abnormalities (IRMA). Selain itu, dapat ditemukan dot hemorrhage dan vena
yang seperti manik-manik.10
Gambar 2 :Intraretinal Microvascular Abnormalities (IRMA), berlokasi di retina
superficial berdekatan dengan area non perfusi
Hilangnya sel perisit pada hiperglikemia menyebabkan antara lain
terganggunya fungsi barrier, kelemahan dinding kapiler serta meningkatnya
tekanan intraluminer kapiler. Kelemahan fisik dari dinding kapiler
menyebabkan terbentuknya saccular pada dinding pembuluh darah yang
dikenal dengan mikroaneurisma yang kemudian bisa menyebabkan
kebocoran atau menjadi thrombus. Konsekuensi dari meningkatnya
permeabilitas vaskular ini adalah rusaknya barrier darah-retina sehingga
terjadi kebocoran plasma ke dalam retina yang menimbulkan edema macula.
19
Edema ini dapat bersifat difus ataupun local. Edema ini tampak sebagai
retina yang menebal dan keruh disertai mikroaneurisma dan eksudat
intraretina sehingga terbentuk zona eksudat kuning kaya lemak bentuk
bundar (hard exudates) di sekitar mikroaneurisma dan paling sering
berpusat di bagian temporal makula.10
Pada retina yang iskemik, faktor angiogenik seperti vascular
endothelial growth factor (VEGF) dan insulin-like growth factor-1 (IGF-
1)diproduksi. Faktor-faktor ini menyebabkan pembentukan pembuluh darah
baru pada area preretina dan nervus optik (PDR) serta iris (rubeosis iridis).
Pembuluh darah baru yang terbentuk hanya terdiri dari satu lapisan sel
endotel tanpa sel perisit dan membrane basalis sehingga bersifat sangat
rapuh dan mudah mengalami perdarahan.Pembuluh darah baru tersebut
sangat berbahaya karena bertumbuhnya secara abnormal keluar dari retina
dan meluas sampai ke vitreus, menyebabkan perdarahan disana dan dapat
menimbulkan kebutaan. Perdarahan ke dalam vitreus akan menghalangi
transmisi cahaya ke dalam mata dan memberi penampakan berupa bercak
warna merah, abu-abu, atau hitam pada lapangan penglihatan. Apabila
perdarahan terus berulang, dapat terjadi jaringan fibrosis atau sikatriks pada
retina. Oleh karena retina hanya berupa lapisan tipis yang terdiri dari
beberapa lapisan sel saja, maka sikatriks dan jaringan fibrosis yang terjadi
dapat menarik retina sampai terlepas sehingga terjadi ablasio retina.10
3.7 Gejala klinis
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang
lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau
hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta
mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi
dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif,10
Gejala subjekif yang dapat ditemui berupa:
Kesulitan membaca
20
Penglihatan kabur
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran cahaya
Melihat bintik gelap dan kelap-kelip
Gejala objektif yang dapat ditemukan pada retina:
Mikroaneurisma, merupakan penonjololan dinding kapiler terutama
daerah vena dengan bentuk berupa bintik merah kecil yang terletak
dekat pembuluh darah terutama polus posterior
Gambar 3 : Mikroaneurisma dan hemorrhages pada backround diabetic
retinopathy
Perdarahan dapat dalam bentuk titik, garis dan becak yang biasanya
terletak dekat mikroaneurisma di polus posterior.
o Retinal nerve fiber layer haemorrhage (flame shapped).
Terletak superficial, searah dengan nerve fiber.
o Intraretinal haemorrhages. Dot-blot haemorrhage terletak
pada end artery.
Dilatasi pembuluh darah dengan lumen yang ireguler dan berkelok-
kelok
21
Gambar 4: Dilatasi Vena
Hard exudates yang merupakam infiltrasi lipid kedalam retina.
Gambarannya kekuning-kuningan, pada permulaan eksudat pungtata,
membesar kemudian bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang
dalam beberapa minggu.
Soft exudates (cotton wool patches). Pada pemeriksaan oftalmoskopi
akan terlihat becak kuning bersifat difus dan berwarna putih.
Biasanya terletak dibagian tepi daerah nonirigasi dan dihubungkan
dengan iskemia retina.
Neovaskularisasi. Terletak pada permukaan jaringan. Tampak sebagai
pembuluh yang berkelok-kelok, dalam, berkelompok, dan ireguler.
Mula-mula terletak pada jaringan retina, kemudian berkembang
kearah preretinal, ke badan kaca. Jika pecah dapat menimbulkan
perdarahan retina, perdarahan subhialoid (preretinal) maupun
perdarahan badan kaca.
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama
daerah macula sehingga sangat mengganggu tajam pengelihatan.
Perbedaan antara NPDR dan PDR7,10
22
NPDR PDR
Mikroaneurisma (+) Mikroaneurisma (+)
Perdarahan intraretina (+) Perdarahan intraretina (+)
Hard eksudat (+) Hard eksudat (+)
Oedem retina(+) Oedem retina (+)
Cotton Wool Spots (+) Cotton Wool Spots (+)
IRMA (+) IRMA(+)
Neovaskularisasi (-) Neovaskularisasi (+)
Perdarahan Vitreous (-) Perdarahan Vitreous (+)
Pelepasan retina secara traksi
(-)
Pelepasan retina secara traksi (+)
3.8 Diagnosis
Retinopati diabetik dan berbagai stadiumnya didiagnosis berdasarkan
pemeriksaan stereoskopik fundus dengan dilatasi pupil. Oftalmoskopi dan
foto funduskopi merupakan gold standard bagi penyakit ini. Angiografi
Fluoresens(FA) digunakan untuk menentukan jika pengobatan laser
diindikasikan. FA diberikan dengan cara menyuntikkan zat fluorresens
secara intravena dan kemudian zat tersebut melalui pembuluh darah akan
sampai di fundus.
3.9 Diagnosis Banding
Central Retinal Vein Occlusion
Macular drussen: Bilateral, titik kekuningan focal yang dapat di salah
artikan sebagai hard exudate. Namun pada kelainan ini, titik-titik
tersebut tidak membentuk sebagai rosette.
Hypertensive retinopathy: terdapat tanda khas yang berupa oedema
retinal bilateral, terdapat eksudat keras dan flame shapped
haemorrages dan dapat bersamaan dengan adanya BDR (background
23
diabetik retinopathy). Namun hard exudates membentuk macular star
dan tidak membentuk cincin.
Retinal artery macroaneurysm: terdapat oedem retina, hard exudates,
dan haemorrhages, namun biasanya unilateral dan perubahan lebih
terlokalisir.
Ocular Ischemic Syndrome.
3.10 Tatalaksana
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah
pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima
tahun setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes
melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama
kali.Pasien- pasien ini harus melakukan pemeriksaan mata saat diagnosis
ditegakkan.Pasien wanita sangat beresiko perburukan retinopati diabetik
selama kehamilan. Pemeriksaan secara umum direkomendasikan pada
pasien hamil pada semester pertama dan selanjutnya tergantung kebijakan
ahli matanya. 9
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian terhadap
1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan retinopati dan
yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang tanpa retinopati
dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami penurunan resiko
terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan RDNP dapat
mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada penelitian yang
dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study (UKPDS) pada
penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan bahwa setiap
penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan penurunan resiko
24
komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian DCCT dan UKPDS
tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol glukosa darah secara
intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati diabetik secara
sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya retinopati diabetik
dan memburuknya retinopati diabetik yang sudah ada. Secara klinik, kontrol
glukosa darah yang baik dapat melindungi visus dan mengurangi resiko
kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi dengan sinar laser. UKPDS
menunjukkan bahwa control hipertensi juga menguntungkan mengurangi
progresi dari retinopati dan kehilangan penglihatan. 9
Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam
progresi retinopati diabetik. Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif
dapat meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.
Suatu uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika
Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien
dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah
hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina.
Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3
metode terapi fotokoagulasi yaitu :9,10,
-1) scatter (panretinal) photocoagulation = PRP, dilakukan pada kasus
dengan kemunduran visus yang cepat atau retinopati diabetik resiko
tinggi dan untuk menghilangkan neovaskular dan mencegah
neovaskularisasi progresif nantinya pada saraf optikus dan pada
permukaan retina atau pada sudut bilik anterior dengan cara
menyinari 1.000-2.000 sinar laser ke daerah retina yang jauh dari
macula untuk menyusutkan neovaskular.
- 2) focal photocoagulation, ditujukan pada mikroaneurisma atau lesi
mikrovaskular di tengah cincin hard exudates yang terletak 500-3000
25
µm dari tengah fovea. Teknik ini bertujuan untuk mengurangi atau
menghilangkan edema macula.
-3) grid photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema
yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan
menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia. Sebuah
studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizumab intravitreus untuk
degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah perawatan
kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris, dan tidak
kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan bevacizumab
tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada neovaskularisasi
patologis. Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak hanya menahan dan
mencegah pertumbuhan proliferasi sel endotel vaskular tapi juga
menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan kematian sel
endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra vitreal injeksi
ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1 mL.Lucentis
merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus dimodifikasi untuk
penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis 0,05 mL.1,2,8,
Vitrektomi
Vitrektomi dini perlu dilakukan pada pasien yang mengalami
kekeruhan (opacity) vitreus dan yang mengalami neovaskularisasi aktif.
Vitrektomi dapat juga membantu bagi pasien dengan neovaskularisasi yang
ekstensif atau yang mengalami proliferasi fibrovaskuler. Selain itu,
vitrektomi juga diindikasikan bagi pasien yang mengalami ablasio retina,
perdarahan vitreus setelah fotokoagulasi, RDP berat, dan perdarahan vitreus
yang tidak mengalami perbaikan.1,2,8
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Bhavsar AR., Drouilhet JH. 2009. Background Retinopathy Diabetik.
Diunduh dari: www.e-medicine.com
2. Zing-Ma J, Sarah X-hang. Endogenous Angiogenic Inhibitors in Diabetic
Retinopathy. In: Ocular Angiogenesis Disease. Mew Jersey : Humana
Press ; 2006. p 23-35.
3. Rema M, dan R. Pradeepa. Diabetic retinopathy: An Indian perspective.
Madras Diabetes Research Foundation &Dr Mohan’s Diabetes Specialities
Centre, Chennai, India. Indian J Med Res 125; March 2007. p 297-310.
4. Vaughan D. Oftalmologiumum: Retina dan tumor intraocular. Edisi 14.
Jakarta :WidyaMedika; 2000. p. 13-4, 211-17.
5. Netter FH, Atlas of Neuroanatomy and Neurophysiology, 2002, Comtan:
U.S.A. P. 82
6. Joussen A.M. Retinal Vascular Diseease. New York: Springer; 2007. p. 3-
5, 66-70, 129-132, ,228-31, 309, 291-331
7. Lang G. Ophtalmology a Short Textbook : Vascular Disorder. New
York :Thieme; 2000. p. 299-301, 314-18.
8. Mitchell P.Guidelines for the Management of Diabetic Retinopathy :
Diabetic Retinopathy. Australia : National Health and Medical Research
Council ; 2008. p 26-31,44-47,96-104.
9. Weiss J. Retina and Vitreous : Retinal Vascular Disease. Section 12
Chapter 5.Singapore: American Academy of Ophtalmology; 2008. p 107-
128
10. Kanski J. Retinal Vascular Disease. In :Clinical Ophthalmology.
London:Butterworth-Heinemann;2003. p.439-54,468-70.
27