13
Suryadi Nst Email: [email protected] 1 “BAB I. PENDAHULUAN. Pesantren, jika ditelusuri, mempunyai lintasan peristiwa yang sangat panjang. Peristiwa-peristiwa tersebut tersusun dalam ruang waktu yang tentunya juga menjadi bagian dari peristiwa itu sendiri. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren seperti yang telah di jelaskan pada makalah sebelum ini (lihat: silabus) secara umum telah memberikan gambaran bahwa pesantren mempunyai realitas yang tidak pudar hingga abad —meminjam istilah Ayumardi Azra— Millennium baru ini. Lembaga pendidikan Islam di Indonesia, khususnya pesantren bukanlah institusi yang monolitik, setelah mengalami transformasi dan modernisasi sejalan dengan perubahan sosial, politik, keagamaan, dan perjumpaan budaya (cultural encounter) dengan gagasan yang bersifat global, pesantren menyajikan sebuah gambaran yang kompleks. Fanomena ini tentunya mempunyai beberapa alasan, yang harus diulas secara ekuivalen. Dengan ini, Selain nantinya makalah ini memberikan future pesantren secara entitas, juga berusaha memberian ulasan, kaitan, pergumulan lembaga pendidikan Islam lainnya yang menurut penulis mempunyai mutualis yang cukup penting. Sejarah pesantren, seperti banyak diungkapkan para ahli telah banyak mengalami modernisasi, tidak hanya dari segi kelembagaan, namun juga bisa ditelusuri dari tradisi tansmisi keilmuannya. Dengannya, nomenklatur pesantren satu abad yang lalu tidak lagi sama dengan pesantren pada abad 21 ini. Bentuk ini mungkin saja secara purposive terjadi karena tuntutan reformasi (tajdid, ihya’) pendidikan Islam di Indonesia, atau representase budaya keilmuan pendiri pesantren itu sendiri. Sepreti pernah diungkapkan Ayumardi Azra, bahwa “Corak pesantren yang pendirinya alumni kairo, akan berbeda dengan corak Pesantren yang didirikan oleh alumni Makkah”. Di Makkah orang lebih banyak dan belajar agama dan cenderung mengabaikan politik, sementara di Mesir selain belajar agama orang juga serius belajar politik. Secara pasti, bagaimana pesantren itu bisa terpola? Tidak diketahui secara pasti, namun boleh jadi tiga alasan alternatif di atas (reformasi, Alumni, Luar Negeri), menjadi wahana yang tidak terpisahkan dari perkembangan pesantren itu sendiri. Untuk selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia.

BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: [email protected] 2 BAB

  • Upload
    others

  • View
    7

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

1

“BAB I.

PENDAHULUAN.

Pesantren, jika ditelusuri, mempunyai lintasan peristiwa yang sangat panjang. Peristiwa-peristiwa tersebut tersusun dalam ruang waktu yang tentunya juga menjadi bagian dari peristiwa itu sendiri. Pertumbuhan dan perkembangan pesantren seperti yang telah di jelaskan pada makalah sebelum ini (lihat: silabus) secara umum telah memberikan gambaran bahwa pesantren mempunyai realitas yang tidak pudar hingga abad —meminjam istilah Ayumardi Azra— Millennium baru ini.

Lembaga pendidikan Islam di Indonesia, khususnya pesantren bukanlah institusi yang monolitik, setelah mengalami transformasi dan modernisasi sejalan dengan perubahan sosial,

politik, keagamaan, dan perjumpaan budaya (cultural encounter) dengan gagasan yang bersifat global, pesantren menyajikan sebuah gambaran yang kompleks. Fanomena ini tentunya mempunyai beberapa alasan, yang harus diulas secara ekuivalen. Dengan ini, Selain nantinya makalah ini memberikan future pesantren secara entitas, juga berusaha memberian ulasan, kaitan, pergumulan lembaga pendidikan Islam lainnya yang menurut penulis mempunyai mutualis yang cukup penting.

Sejarah pesantren, seperti banyak diungkapkan para ahli telah banyak mengalami modernisasi, tidak hanya dari segi kelembagaan, namun juga bisa ditelusuri dari tradisi tansmisi keilmuannya. Dengannya, nomenklatur pesantren satu abad yang

lalu tidak lagi sama dengan pesantren pada abad 21 ini. Bentuk ini mungkin saja secara purposive terjadi karena tuntutan reformasi (tajdid, ihya’) pendidikan Islam di Indonesia, atau representase budaya keilmuan pendiri pesantren itu sendiri. Sepreti pernah diungkapkan Ayumardi Azra, bahwa “Corak pesantren yang pendirinya alumni kairo, akan berbeda dengan corak Pesantren yang didirikan oleh alumni Makkah”. Di Makkah orang lebih banyak dan belajar agama dan cenderung mengabaikan politik,

sementara di Mesir selain belajar agama orang juga serius belajar politik.

Secara pasti, bagaimana pesantren itu bisa terpola? Tidak diketahui secara pasti, namun boleh jadi tiga alasan alternatif di atas (reformasi, Alumni, Luar Negeri), menjadi wahana yang tidak

terpisahkan dari perkembangan pesantren itu sendiri. Untuk selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia.

Page 2: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

2

BAB II.

POLA-POLA PESANTREN

A. Pesantren: Identitas Dan Modernisasi Kajian lebih awal, para ahli telah banyak melakukan kajian

tentang lembaga pendidikan Islam di Indonesia. Berkaitan dengan pesantren, sejumlah ahli pun memberikan interpretasi sendiri berdasarkan temuan-temuannya. Beberapa karya tersebut misalnya dapat dilihat dalam tulisan Zamahsyari Dhofier, Tradisi Pesantren Studi Tentang Pandangan Hidup Kiyai (t.1982), yang menitik beratkan ketahanan pesantren lewat perkawinan endogmatis antarkeluarga kiyai pesantren. Ada pula tulisan

Abdurrahman Mas’ud, The Pesantren Architect And Their Socio-Religious Teaching (1850-1950), dalam karya ini pembaca bisa menelusuri “desain pesantren” khususnya dikalangan NU, tokoh yang dimasukkan di dalamnya misalnya al-Nawani al-Bantani (1813-1897), Mahfuz al-Tirmisi (w.1919), Khalil Bangkalan (1819-1925), K.H.R. Nawi Kudus (1861-1959), dan Kiya’I Hasyim Asy’ari (1871-1947). Karya yang tidak bisa dikesampingkan juga misalnya penelitian Ayumardi Azra, The Rise And Decline Of The Minangkabau Surau (Tesis: Columbia University,1988), tulisan ini mendeskripsikan tentang surau —sebagai lemaga pendidikan Islam di Indonesia— dengan krakteristik tertentu dan kemudian disejajarkan dengan pesantren sebagai lembaga pendidikan

tradisional. Penelitian Ronald Alan Lukens Bull, A Peaceful Jihad:

Javanese Islamic Education And Religious Identity Construction (1997), juga harus disebutkan, penelitian ini memberikan gambaran pergulatan modernisasi Pesantren di Jombang dan Malang, Jawa Timur. Karya yang tidak kalah pentingnya juga ditulis oleh Karel A. Steenbrink, Pesantren, Madrasah, Sekolah: Pendidikan Islam Dalam Kurun Modern (1996), pada saat ini, karya

ini boleh jadi telah menjadi klasik, melalui karya ini pembaca akan mendapatkan gambaran perkembangan pesantren ditengah pergumulan dan iringan lembaga pendidikan Islam lainnya yang secara tidak langsung memberikan dampak yang besar. Karya yang harus disebutkan juga adalah “Education And Politic In Indonesia

1945-1965”, karya Lee Kam Hing (Malaysia). Tulisan-tulisan di atas juga bisa disejajarkan, misalnya dengan karya Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam Di Indonesia (1995), Muljanto Sumardi, Sejarah Singkat Pendidikan Islam Di Indonesia 1945-1975, atau juga dengan buku proyek Depag, “Sejarah Pendidikan Islam” penulisan ini dibawah koordinasi Zuhairini, dkk. Tulisan yang lebih modern tentang lembaga pendidikan—pesantren. Misalnya

Page 3: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

3

dapat dilihat dalam tulisan Ayumardi Azra, Pendidikan Islam,

Tradisi Modernisasi Di Tengah Tantangan Millennium III (2012), dan juga dalam karya Haidar Purta Daulay, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia (2007)1.

Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam paling awal di Indonesia. Berbagai jenis (pola) pesantren ini juga banyak ditemukan diberbagai wilayah Indonesia —seperti yang akan dipertegas pada bagian selanjutnya. Uniknya, seperti yang disebutkan Ayumardi Azra, “Mengapa pesantren begitu survive sampai hari in?”, dimana sejak dilancarkannya perubahan atau modernisasi pendidikan Islam di Indonesia, tidak banyak lembaga pendidikan tradisional yang dapat bertahan seperti halnya pesantren2.

Menarik akar yang lebih mendasar dengan representase

umum, modernisasi pendidikan Islam bermula dari Turki menjelang pertengahan abad ke-19, moment terpenting dalam kasus ini misalnya dapat dilihat dari pembentukan sekolah baru yang sesuai dengan pendidikan Eropa, seperti kemunculan Mekteb-I Ilmi Herbiye (sekolah militer) pada tahun 1834 sesuai dengan model Prancis, atau juga sekolah Rusydiyyah oleh Mahmud II.3 Modernisasi yang sama juga terjadi di Mesir tepatnya dimulai Muhammad Ali Pasya yang membuat sekolah-sekolah dasar berdampingan dengan Madrasah dan Kuuttab, sampai puncaknya pada pemerintahan Gamal Abdel Nasser pada 1961 dimana sistem mandrasah dan kuttab di hapuskan di Mesir4.

Pengalaman Turki dan Mesir agaknya memadai untuk

menggambarkan proses dan lenyapnya sistem pendidikan tradisional Islam dalam gelombang modernisasi yang ditetapkan penguasa di masing-masing Negara tersebut. Situasi sosiologis dan politis yang mengitari Madrasah Turki dan kuttab di Mesir dalam segi-segi tertentu agaknya berbeda dengan situasi sosiologis yang mengitari pesantren di Indonesia. Perbedaan tersebut itu, pada

1 Sejumlah kutipan-kutipan di atas, tidaklah serta merta menjadi daftar

literatur dalam penulisan makalah ini, karena berbagai keterbatasan, hanya sejumlah kecil dari referensi di atas yang bisa penulis temukan. Adapun motiv penulisan berbagai karya di atas, hanya berlandasan atas beberapa bacaan dari tulisan para ahli kontemporer seperti Ayumardi Azra, Arief Subhan, Haidar Putra Daulay. Dimana mereka itu katika menuliskan tentang Pesantren, paling tidak mengacu kepada literatur yang telah disebutkan di atas. Penjelasan biografis di atas bisa juga dilihat dalam, Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam, Pergumulan Antara Modernisasi Dan Identitas (Jakarta: Kencana, 2012), h.12-20

2 Ayumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Millennium III (Jakarta: Kencana, 2014), h. 117.

3 Ayumardi Azra, pendidikan Islam…, h. 118. 4 Di bawah Muhammad Ali Pasya, nasionalisme Mesir terbilang berjalan

cukup murni, karena secara teritorial Mesir berada di pinggiran kesultanan Turki Ustmani. Demikian pun, kehadiran Ali Pasya mempunyai peran yang sangat sentral, melalui usahanya lah berdiri beberapa lembaga pendidikan modern seperti sekolah teknik (1816), sekolah kedokteran (1827), dan sekolah pertanian (1836), lihat , Abdul Aziz, Chiefdom Madinah, Salah Paham Negara Islam (Jakarta: Pusaka Alvabet, 2011), h. 95

Page 4: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

4

gilirannya membuat pesantren mampu tetap bertahan hingga hari

ini5. Representase Modernisasi pendidikan di Indonesia misalnya

dapat ditelusuri dari masa kolonial belanda yang memperkenalkan volkschoolen, Sekolah Rakyat, atau Sekolah Desa (nagari). Seperti yang diungkapkan Azra, pada tahun 1871, terdapat 263 sekolah dasar dengan siswa sekitar 16.606; dan menjelang 1892 meningkat menjadi 515 sekolah dengan siswa sekitar 52.6856. modernisasi selanjutnya datang dari kaum reformis (modernis muslim) yang berpendapat perlunya reformasi pendidikan Islam untuk mampu menjawab tantangan kolonialisme dan ekspansi Kristen, pada ini, muncul dua gagasan pendidikan Islam modern, pertama, sekolah umum model Belanda tetapi diberikan muatan pengajaran Islam7; kedua, Madrasah Modern yang secara terbatas mengadopsi

subtansi dan motodologi pendidikan modern belanda8. Pada fase perkembangannya —tidak diketahui pasti

waktunya— beberapa pesantren mengikuti perkembangan dan memasukkan berbagai “materi umum” ke dalam sistem pendidikan pesantren, sebut saja Pesantren Mambaul Ulum di Surakarta yang didirikan oleh Susuhunan Pakubuwono pada 1906, Pesantren

5 Seperti halnya lembawa pendidikan Islam Turki (madrasah)—Mesir

(kuttab), dalam perjalanannya, pesantren juga pernah beberapa kali mendapatkan “tawaran” pembaharuan. Mulai masa Kolonial Belanda, hingga tantangan sistem pendidikan nasional yang modern saat ini, namun seperti yang banyak diungkan para ahli, bahwa pesantren “sebagai wadah integrasi cultural” yang harus tetap dilestarikan, meskipun para eksponen Belanda seperti Sultan Takdir Alisjahbana mengungkapkan hal yang berlawanan. Namun dalam tatanan ini, pemerintah reformasi-modernisasi Turki dan Mesir tidak bisa digeneralisasi dalam modernisasi pesantren sebagai pendidikan Islam lebih awal. Lihat, Ayumardi Azra, pendidikan Islam…., h. 119-121; Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia, (Jakarta: Kencana, 2007), h. 73-74; lihat juga, Mahmud Arif, Pendidikan Islam Trasnformatif (Yogyakarta: LKiS, 2008), h. 165-181.

6 Sekolah nagari yang didiran belanda mendapatkan tanggapan yang sangat beragam dari masyarakat, banyak di antara masyarakat yang beranggapan sekolah nagari adalah salah satu upaya untuk “membelandakan” anak-anak Indonesia, hingga hanya orang-orang tertentu yang masuk sekolah, belum lagi tingkat putus sekolah yang semakin banyak. Namun dalam konteksnya, sistem pendidikan ini yang pada gilirannya berkembang hingga hari ini. Lihat, Azra, Pendidikan Islam…., h. 120; bandingkan dengan, Elizabeth E. Graves, Asal-Usul Elite Minangkabau Modern-Respons Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX, terj, Novi Andri dkk (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007), h.

7 Dalam kasus ini salah satu contoh adalah Sekolah Adabiyah School yang didirikan oleh Syaikh Abdullah Ahmad pada tahun 1907, lihat, Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkan Tradisi, Wacana Keagamaan Dikalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gusdur (Jakarta: Kompas, 2010), h. 59; Azra, Pendidikan Islam…, h. 121; bandingkan dengan, Ahmad Zahro, Tradisi Intlektual NU: Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-1999 (Yogyakarta: Lkis, 2004), h. 28

8 Pada kasus ini beberapa contoh lembaga Pendidikan Islam yang di dalamnya juga berisi pelajaran umum adalah Sekolah Diniyah yang didirikan oleh Zainuddin Lebai el-Yunusi (1890-1924), Sekolah Diniyah (Batusangkar) yang didikan oleh Mahmud Yunus (1899-1982), atau juga Sumatera Tawalib Lihat, Jajat Burhanuddin, Ulama Kekuasaan, Pergumulan Elite Muslim Dalam Sejarah Indonesia (Jakarta: Mizan Puplika, 2012), h. 302; lihat juga, R.E. Elson, The Idea Of Indonesia: Sejarah Pemikiran Dan Gagasa, terj, Zia Anshor (Jakarta: Sembi Ilmu Semesta, 2009), h. 85.

Page 5: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

5

Tebuireng pada 1916, Pesantren Rejoso di Jombang pada 1927,

Pondok Modern Gontor Ponorogo pada tahun 1926. Hal ini belum lagi misalnya jika dikaitkan dengan pendidikan yang diselenggarakan oleh ogranisasi Islam seperti Muhammadiyah9, al-Washliyah dan NU yang mempunyai corak tersendiri pula.

Menarik akar tradisi pesantren —dengan tidak bermaksud melebihkan— bahwa tradisi pesantren ini muncul dari kaum agamawan yang belakangan dikenal dengan sebutan NU, tidak berlebihan pula jika dikatakan “berbicara pesantren klasik maka berbicara pula tentang NU”. Jika ditelusuri gerakan dan mobilitas NU, maka akan didapati pesantren adalah penyokongnya, pesantren menjadi basis gerakan NU sejak masa kolonial,10 maupun zaman sekarang. Meskipun kita melihat, pesantren-pesantren NU juga pada akhirnya mempunyai gagasan sendiri

untuk menjawab tantangan modernisasi pendidikan di Indonesia. Pada fase selanjutnya, pesantren menghadapi tantangan

lebih berat lagi, khususnya disebabkan ekspansi sistem pendidikan umum dan madrasah modern, kaum muslimin umumnya kini memiliki banyak pilihan dalam menggapai pendidikan buat anak-anaknya, ada Sekolah Umum, Sekolah Islam, dan tentunya Pesantren. Namun penting untuk dikemukakan, pada sisi lain, pesantren justru mengalami pertumbuhan konstan dalam jumlahnya. Data terakhir ditemukan bahwa jumlah pesantren di Indonesia sampai pada tahun 2012 berjumlah 2723011. Lihat diagram perbandingan presentase lembaga pendidikan di bawah ini.

9 Muhammadiyah meskipun dikenal mengambil bagian dalam gerakan

reformis, namun dalam beberapa segi memerikan corak pendidikan Islam yang begitu kental dalam tatanan masyarakat hinga saat ini, dan dalam hal ‘pesantren’, sampai pada tahun 2004 Pesantren Muhammadiyah telah menyebar di berbagai belahan nusantara sebanyak 57 ‘buah’, dengan jumlah kumulatif dari berbagai lembaga pendidikan Muhamadiyah sampai saat ini sebanyak 7473, yang terinci ke dalam berbagai institusi seperti Madrasah sejumlah 789, sekolah dan universitas sebanyak 6.684, jika di dibandingkan, Pesantren Muhammadiyah hanya 0,76% dari lembaga Pendidikan Muhammadiyah yang ada. Presentase ini menandakan —seperti yang diungkapkan oleh Abdul Munir Mulkhan— bahwa sejak awal Muhammadiyah lebih mengembangkan lembaga Pendidikan Sekolah daripada Madrasah atau Pesantren, alasan ini cukup logis jika Muhammadiyah akrab dengan sebutan “modernis”; lihat, Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam…., h. 156; Abdul Munir Mulkhan, Marhaenis Muhammadiyah (Yogyakarta: Galangpress, 2010), h. 191.

10 Pada zaman kolonial, Kiyai Pesantren disamping pemimpin spiritual, juga sebegai penggerak sekaligus pemimpin perjuangan melawan penjajah, beberapa contoh misalnya, KH. Kholil (1235-1343 H) dari Bangkalan, KH. M. Hasyim Asy’ari (1871-1947 M) dari Tebu Ireng, KH. Abbas (1879-1946 M) dari Buntet Cirebon, KH. Bisri Syansuri (1886-1980 M) dari Denanyar Jombang, KH. Machrus Ali (1906-1985 M) dari Lirboyo. Lebih lanjut lihat, Ahmad Zahro, Tradisi Intlektual NU…., h. 26; Hairus Salim HS, Kelompok Paramiliter NU (Yogyakarta: LKiS, 2004), h. 86.

11 Lihat, http://ditpdpontren.kemenag.go.id/berita/mengapa-harus-pilih-pendidikan-pesantren-ini-jawabannya/

Page 6: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

6

Data Diagram di ambil dari bps.go.id

Diagram di atas memberikan gambaran presentase secara umum terhadap lembaga-lembagan pendidikan yang ada di Indonesia, namun secara horizontal, pesantren dalam konteks kekinian, adalah lembaga yang pada umumnya disetarakan dengan SMP, SMA, SMK, Aliyah, dan MTs, dan jika tabulasi TK, SD sederajat, dan perguruan tinggi dikesampingkan, maka akan dapat dilihat presentase murni posisi pesantren jika dibandingkan dengan jenjangnya.

Data yang dioleh bersumber dari bps.go.id. lihat perbandingan pada

lampiran

Pertumbuhan pesantren seperti yang telah diungkapkan di

atas, juga pada sisi-sisi tertentu mempunyai perkembangan.

21%

7%

41%

10%

4%

2%

3%

3%

1%

0%8%

Jumlah

TK

MI

SD

SMP

MTS

AlIYAH

SMA

SMK

K. Kemendikbud

K. Kemenag

Pesantren

SMP38%

SMA13%

SMK12%

ALIYAH8%

PESANTREN29%

Page 7: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

7

Bentuk-bentuk perkembangan pesantren secara umum sangat

kompleks untuk ditelusuri, karena diiringi pula dengan beberapa perubahan yang terjadi di dalam sistem pesantren itu sendiri, baik dari sisi fisik maupun non-fisik, baik dari segi cultural maupun dari segi pencapaian modernitas. Terlepas dari itu semua, seperti yang ditegaskan oleh Ayumardi Azra, pesantren ditengah-tengah pergumulan pendidikan Indonesia, bisa menjadi alternatif pengembangan ilmu pengetahuan, karena selain mempunyai nilai sosial-kultural yang “khas”, pesantren juga dianggap mampu menjawab tantangan modernism12.

Menelusuri lebih jauh tentang pos-pos pesantren masa kini, maka akan didapati beberapa bentuk pesantren yang satu sama lain saling berbeda, mulai dari sistem, sampai kepada integritas keilmuannya. Berikut di bawah ini akan diperjelas pola-pola

pesantren yang berkembang. B. Pola Pesantren

Lembaga pendidikan Islam paling variatif adalah Pesantren, mengingat adanya kebebasan dari kiyai pendirinya untuk mewarnai pesantren tersebut seperti apa penekanannya. Bila ditinjau dari keterbukaannya terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dari luar, pesantren dapat dibagi kedalam dua bentuk. Pertama, pesantren tradisional (salafi); kedua, pesantren modern (khalafi). Pesantren salafi cenderung konservatif, sementara pesantren khalafi cenderung adaptif13.

Pertumbuhan pesantren seperti yang telah banyak dijelaskan

sebelumnya, selalu dikaitkan dengan pendirinya setelah ini baru dikaitkan dengan zamannya. Pesantren pada zaman yang sama boleh jadi berbeda dikarenakan pendirinya, dan juga sebaliknya, meskipun pendirinya berbeda sering dijumpai pola pesantren yang sama. Untuk menelusuri keduanya —karena makalah ini ditujukan pada kuliah “Sejarah” —, maka penulis tidak terfokus terhadap studi pesantren saat ini, namun lebih memberikan gambaran pola-pola terhadap dinamika perjalan pesantren hingga hari ini, dan

pada bagian-bagian tertentu akan menelaah —seperti yang dituliskan Haidar— terhadap fisik dan kurikulumnya14.

Pada periode awal, pesantren hanya mempunyai tiga unsur, yaitu, 1). Kiyai yang mendidik dan mengajar, 2). Santri yang

12 Azra, Pendidikan Islam…, h.124; lihat juga, Mahmud Arif, Pendidikan

Islam …., h. 167; dalam kasus tertentu, Pesantren Tebu Ireng menjadi salah satu alternatif pendidikan, lihat lebih lanjut, Zuhairi Misrawi, Hadrarussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi, Keutamaan, Dan Kebangsaan (Jakarta: Kompas, 2010), h. 60.

13 Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam (Jakarta: Gramedia, 2010), h. 58.

14 Haidar Putra Daulay, Sejarah Pertumbuhan…., h. 65

Page 8: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

8

belajar, 3). Mesjid.15 Catatan sejarah banyak menuliskan bahwa

pada era klonial dunia perpolitikan di nusantara tidak memberikan ruang untuk berperannya tokoh-tokoh Islam, dan pada saat yang sama para ulama, tokoh agama, para kiyah, tetap berupaya menekuni bidang pengembangan pendidikan Islam yang berbasis pedesaan, dan di desalah pada awal mula berdiri dan berkembangnya pesantren-pesantren yang pada umumnya hanya mempunyai tiga unsur tersebut, yakni, Kiyai, santri, dan Mesjid16, santri yang belajar pun terhitung dari sekitar daerah pesantren, dan materi-materi yang di ajarkan adalah Alquran, Hadis, Fiqih, Tasawuf, dengan metode serongan dan wetonan17.

Pada perkembanga selanjutnya, pada abad ke 19 pesantren mengalami kemajuan, beberapa perubahan pun dilakuan untuk memenuhi berbagai hal tantangan, seperti banyaknya siswa,

persaingan lembaga, dan perkembangan ilmu pengetahuan18 yang tidak memungkinkannya dilakuan proses pembelajaran jika hanya di mesjid semata. Maka para pesantren pun membuat lembaga khusus untuk memberikan peluang bagi penduduk yang belajar dari luar daerah, yaitu pondok (asrama)19.

Catatan penting pada masa ini adalah bahwa pesantren belum mengenal sistem pembelajaran klasikal, pondok (asrama) disediakan bagi para santri yang ingin belajar dari luar daerah, tidak ada keharusan siapa saja yang boleh tinggal atau tidak pula ada kewajiban bagi para santri seberapa lama tinggal di pondok, karena pada masa ini santri masih “berkelana”, mencari guru dari pesantren yang satu ke pesantren lainnya berdasarkan

keilmuannya 20, pada masa ini santri dikenal dengan dua istilah, yaitu santri mukim dan santri kalong. Santri mukin adalah santri yang menetap (tinggal di pondok) karena rumahnya jauh, sementara santri kalong adalah sebutan bagi santri yang tinggal di

15 Mujamil Qomar, Pesantren, Dari Transformasi Metodologi Menuju

Demokratisasi Indstitusi (Jakarta: Erlangga, 2007), h. 19. 16 Laode Ida, NU Muda Kaum Progresif Dan Sekularisme Baru (Jakarta:

Erlangga, 2004), h. 2. 17 Berdasarkan penuluran penulis, pola pesantren seperti ini banyak

ditemukan pada abad 16-18, seperti Pesantren Tegalrejo, Ponorogo, Jawa Timur, yang didirikan oleh Sunan Paku Buwana III pada 1742; Pesantren Jamsaren di Surakarta yang didirikan oleh Kiyai Jamsari pada 1775; Pesantren Lengkong dan Pesantren Penjul di Cirebon; Pesantren Daya Luhur di Tegal; Pesantren Bangkalan di Bagelan, Jawa Tengah; Pesantren Tegal Sari dan Pesantren Banja Sari di Madiun; Pesantren Sida Cerma di Surabaya, yang kesemuanya didirikan pada abad k-e 18. Pesantren ini diperkirakan masuk dalam priode awal yang memfokuskan pendidikan di Mesjid oleh KIyai. Lihat, Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia V: Zaman Kebangkitan Nasional Dan Masa Hindia Belanda (Jakarta: Balai Pustaka, 2008), h. 303 & 195..

18 Mengenai pengembangan dasar-dasar inovasi ini bisa dilihat dalam, Hasbullah, Dasar-Dasar Kepndidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2006), h. 191.

19 Pembangunan pondok buat para santri pun pada umumnya berasal dari uang pak kiyai pesantren, lihat, Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai, Kontruksi Sosial Berbasis Agama (Yogyakarta: LKiS, 2007), h. 61.

20 Kontowijoyo, Pradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi (Bandung: Mizan, 2008), h. 162;

Page 9: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

9

luar pesantren, mereka ini biasanya tinggal tidak jauh dari

domisili pesantren21. Pesantren bentuk kedua ini adakalanya lanjutan

(modernisasi) dari pola pesantren pertama seperti yang telah disebutkan di atas, selian juga tidak menutup kemungkinan bentuk ini sebagai wujud yang baru didirikan sebagai bentuk kesadakan sosial; hal yang lain yang terpenting juga perlu diungkapkan pada fase pola ini, pesantren telah membentuk suatu krakteristik terhadap pembelajarannya, yaitu dengan mempelajari ilmu-ilmu keislaman dengan rujukan kitab-kitab syafi’iyah, bentukan awal ini agaknya cukup berhasil jika ditarik ulur sampai hari ini bahwa pesantren yang ada di Nusantara ini bercorak paham syafi’iyah dalam kajian fiqih-nya 22.

Seiring dengan perubahan sosial, tantangan dan integritas,

menjelang abad 20, pesantrenpun mau tidak mau harus mempunyai standar yang mumpuni dan menjanjikan. Mumpuni dalam artian pesantren sebagai pengembangan keislaman harus lebih kolektif, terutama dalam hal kurikulum seperti mempelajari ilmu-ilmu tasawuf, nahwu, mantiq, falaq, bahasa (arab), dan pada saat yang sama, pesantren mempunyai legalitas untuk dapat menjamin santri ke jenjang pendidikan selanjutnya sebagaimana diatur oleh Negara. Dengan demikian muncullah pesantren dalam pola baru, yaitu pesantren selain mempunyai komponen yang telah disebutkan di atas juga mempunyai madrasah sebagai legalitas formal.23 Dengan demikian, madrasah (baca: Pesantren) dengan peraturan pemerintah harus disuguhi di dalamnya ilmu-ilmu

umum setidaknya tiga, yaitu Bahasa Indonesia, Bahasa Inggris, dan Matematika, dan pada tahapan ini pesantren sudah menggunakan pembelajaran klasikal, baik secara fisik, maupun secara kurikulum24.

21 Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia….,,h. 303. 22 Dengan tanpa mengabaikan disiplin ilmu lain, agaknya sejak awal,

tinjauan terhadap “fikih” lah yang menjadi otoritas dan pembeda antara kelompok keagamaan di negeri ini, karena itu perlu diungkapkan di atas bahwa pesantren di Indonesia itu “bercorak” syafi’iyah. Ungkapan ini memang tidak asing jika dikaitkan dengan kitab-kitab fiqih yang digunakan di pesantren pada abad ke 19, sepeti, Safinat al-Najah, Sullam al-Taufiq, Masail al-Sittin, Mukhtasar, Minhaj al-Qawin, al-Hawasyi al-Madaniyah, al-Risalah, Fath Qarib, al-Iqna’ karya Muhammad al-Syirbini (w.1565), Tuhfat al-Habib, al-Muharrar karya Abu al-Qasim al-Rafi’I (w. 1226), Minhaj Thalibin karya Abu Zakariya al-Nawawi (w. 1227), Fath al-Wahhab, Tuhfat al-Muhtaj karya ibn Hajar al-Haitamy (w.1565), Faht al-Mu’in (I’anah al-Thalibin). Penjelasan lebih lanjut lihat Muhamil Qamar, Pesantren Dari Transformasi….,h. 124; Muhammad Iqbal Suma, Dinamika Wacana Islam (Jakarta: PT Nagakusuma Media Kreatif, 2014), h. 98;

23 Lihat tranformasi pesantren dalam bentuk penyetaraan dalam; Asrori R Kartini, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam (Bandung: Mizan, 2009), h. 188-200.

24 Harus juga diakui, sepeti yang dikemukakan Azra, bahwa kurikulim mata pelajaran umum pada pesantren pada pola ini belum merata dan menerapkannya secara terbatas, karena masih banyak terhadap pesantren yang resistan terhdap pembaruan kurikulum, lihat, Azra, Pendidikan Islam…., h. 125;

Page 10: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

10

Pada pertengahan abad 20 atau tepatnya tahun 1950-an dan

awal 1960-an, pembaruan pesantren banyak berkenaan dengan pemberian keterampilan, khusus dalam bidang pertanian, sehingga selain mempunyai pencapaian kurikulum seperti di atas, diharapkan juga para santri mempunyai bekal keterampilan. Pada fase ini pola pesantren lebih modern diterapkan dengan menekuni beberapa keterampilan seperti pertanian, dan koperasi. Beberapa contoh kecil penanaman keterampilan ini dapat dilihat seperti Pesantren Gontor, Tebuireng, Denanyar, Tambakberas, dan Tegalrejo25.

Sebagai lembaga studi Islam, Pola yang lebih maju dari pesantren terlihat saat ini dimana pesantren selain melengkapi subtansi pola yang disebutkan sebelumnya juga sudah mempunyai perguruan tinggi (universitas), beberapa universitas yang dikelola

pesantren misalnya dapat dilihat di Jombang, Pesantren Darul Ulum (UNDAR) yang dikembangkan oleh Pesantren Darul Ulum Rejoso Peterongan, Jombang; Darul Ulum Kisaran Hingga saat ini, pesantren yang memiliki Perguruan Tinggi Agama Islam (PTAI) ada 131, sedangkan yang memiliki Perguruan Tinggi Umum ada 35 pesantren26.

Demikianlah pesantren hingga hari ini bisa suvive ingga hari, sehingga menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan di Indonesia.

bandingkan, Mujamil Qomar, Pesantren….h. 132; Ahmad Zuhro, Tradisi Intlektual NU…., h. 29; Asror R. Kartini, Etos Studi…., h. 191;.

25 Azra, Pendidikan Islam…., h. 125; Asror, Etos Studi Kaum Santri…., h.222; Rafiq A, dkk, Pemberdayaan Pesantre, Menuju Kemandirian Dan Profesionalisme Santri Dengan Metode Daurah Kebudayaan (Yogyakarta: LKiS, 2005), h. 4; Kontowijoyo, Pradigma Islam…, h. 144; contih konkrit dalam kasus Pesantren Tebuireng dapat ditelusuri dalam, Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren (Yogyakarta: LKiS, 2001), h. 114-5.

26 Mujamil Qomar, Pesantren… h. 104; lebih lengkap terhadap pembagian pola-pola pesantren yang disebutkan di atas, lihat, Rafiq A, dkk, Pemberdayaan Pesantre…., h. 5; Daulay…., h. 66; & Kapita Selekta Pendidikan Islam Di Indonesia (Medan: Perdana Publishing, 2012), h. 21.

Page 11: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

11

BAB III KESIMPULAN

Dengan demikian jelas, pesantren bukan hanya mampu

bertahan. Tapi lebih dari pada itu, dengan penyesuaian, akomodasi, dan konsesi yang diberikan, pesantren mampu mengembangkan diri, dan bahkan kembali menempatkan diri pada posisi penting dalam sistem pendidikan nasional Indonesia secara keseluruhan.

Pola-pola pesantren seperti yang dirangkum oleh Daulay, mulai dari pesantren berkafasitas mesjid dan rumah kiyah, seiring dengan perminat masyarakat harus menambahkannya dengan sistem pondok yang mengharuskan santri menginap (santri mukim). Tradisi “pondok” secara tidak disadari menjadi sebuah ciri khas pesantren yang tidak bisa dihilangkan yang pada gilirannya dibawa sampai abad post-modern hari ini.

Kekuatan pesantren selanjutnya, bisa dilihat pada penyesuaian, keterbukaan pesantren terhadap pendidikan luar, seperti sistem madrasah. Sistem madrasah ini pada akhirnya dikembangkan lebih universal menjadi pesantren yang lebih tangguh dengan membuat berbagai keterampilan di dalamnya.

Bersamaan dengan pengembangan pendidikan dan teknologi, pestren-pun menjadi bagian dari sistem pendidikan yang tidak bisa diasingkan lagi, saat dimana pesantren mempunyai kafasitas dan kualitas yang mampu bersaing dengan pendidikan lainnya, cita-cita ini diwujudkan dalam bentuk yang lebih modern dimana pesantren telah mempunyai Universitas, fasilitas yang lengkap, seperti Aula, lapangan olah raga, dan juga sekoalah umu. Namun yang terpenting adalah perkembangan-perkembangan seperti yang

dijelaskan di atas, tetap tidak menghilangkan ciri khasnya sebagai pesantren.

Lintasan peristiwa, dinamikan dan pergumulan pendidikan di Indonesia, dalam tahapan-tahapannya komposis pesantren pada akhirnya menjadi yang terlengkap jika dibandingkan dengan

lembaga pendidikan lainnya.

Page 12: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

12

DAFTAR PUSTAKA Abdul Aziz, Chiefdom Madinah, Salah Paham Negara Islam, Jakarta:

Pusaka Alvabet, 2011 Abdul Munir Mulkhan, Marhaenis Muhammadiyah, Yogyakarta:

Galangpress, 2010 Abdurrahman Wahid, Menggerakkan Tradisi: Esai-Esai Pesantren,

Yogyakarta: LKiS, 2001 Ahmad Zahro, Tradisi Intlektual NU: Lajnah Bahtsul Masa’il 1926-

1999, Yogyakarta: Lkis, 2004

Ali Maschan Moesa, Nasionalisme Kiai, Kontruksi Sosial Berbasis Agama, Yogyakarta: LKiS, 2007

Arief Subhan, Lembaga Pendidikan Islam, Pergumulan Antara Modernisasi Dan Identitas, Jakarta: Kencana, 2012

Asrori R Kartini, Etos Studi Kaum Santri: Wajah Baru Pendidikan Islam, Bandung: Mizan, 2009

Ayumardi Azra, Pendidikan Islam, Tradisi Dan Modernisasi Di Tengah Tantangan Millennium III, Jakarta: Kencana, 2014

Djohan Effendi, Pembaruan Tanpa Membongkan Tradisi, Wacana Keagamaan Dikalangan Generasi Muda NU Masa Kepemimpinan Gusdur, Jakarta: Kompas, 2010

Elizabeth E. Graves, Asal-Usul Elite Minangkabau Modern-Respons

Terhadap Kolonial Belanda Abad XIX/XX, terj, Novi Andri dkk, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2007

Haidar Putra Daulay, Kapita Selekta Pendidikan Islam Di Indonesia, Medan: Perdana Publishing, 2012

__________, Sejarah Pertumbuhan Dan Pembaruan Pendidikan Islam Di Indonesia,, Jakarta: Kencana, 2007

Hairus Salim HS, Kelompok Paramiliter NU, Yogyakarta: LKiS, 2004

Hasbullah, Dasar-Dasar Kepndidikan, Jakarta: Rajawali Pers, 2006 http://ditpdpontren.kemenag.go.id/berita/mengapa-harus-pilih-

pendidikan-pesantren-ini-jawabannya/ Jajat Burhanuddin, Ulama Kekuasaan, Pergumulan Elite Muslim

Dalam Sejarah Indonesia, Jakarta: Mizan Puplika, 2012

Kontowijoyo, Pradigma Islam: Interpretasi Untuk Aksi, Bandung: Mizan, 2008

Laode Ida, NU Muda Kaum Progresif Dan Sekularisme Baru, Jakarta: Erlangga, 2004

Mahmud Arif, Pendidikan Islam Trasnformatif, Yogyakarta: LKiS, 2008

Page 13: BAB I. PENDAHULUAN. · selanjutnya makalah ini akan memberikan pemaparan tentang berbagai bentuk pesantren yang ada di Indonesia. Suryadi Nst Email: Samfery_nst@yahoo.co.id 2 BAB

Suryadi Nst Email: [email protected]

13

Marwati Djoened Poesponegoro, Sejarah Nasional Indonesia V:

Zaman Kebangkitan Nasional Dan Masa Hindia Belanda, Jakarta: Balai Pustaka, 2008

Muhammad Iqbal Suma, Dinamika Wacana Islam, Jakarta: PT Nagakusuma Media Kreatif, 2014

Mujamil Qomar, Manajemen Pendidikan Islam, Jakarta: Gramedia, 2010

_____________, Pesantren, Dari Transformasi Metodologi Menuju Demokratisasi Indstitusi, Jakarta: Erlangga, 2007

R.E. Elson, The Idea Of Indonesia: Sejarah Pemikiran Dan Gagasa, terj, Zia Anshor, Jakarta: Sembi Ilmu Semesta, 2009

Rafiq A, dkk, Pemberdayaan Pesantre, Menuju Kemandirian Dan Profesionalisme Santri Dengan Metode Daurah Kebudayaan, Yogyakarta: LKiS, 2005

Zuhairi Misrawi, Hadrarussyaikh Hasyim Asy’ari, Moderasi,

Keutamaan, Dan Kebangsaan, Jakarta: Kompas, 2010