Upload
bayu-rahmanto
View
441
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Rumah Sakit merupakan salah satu sarana upaya kesehatan yang
memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat memiliki peran strategis
dalam mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat sebagai tujuan
pembangunan kesehatan, oleh karena itu Rumah Sakit dituntut untuk memberikan
pelayanan yang bermutu sesuai dengan standar yang ditetapkan (Depkes RI,
2005)
Rumah sakit sebagai salah satu sub sistem pelayanan kesehatan
memberikan dua jenis pelayanan kepada masyarakat yaitu pelayanan kesehatan
dan pelayanan administrasi. Pelayanan kesehatan mencakup pelayanan medik,
pelayanan penunjang medik, rehabilitasi medik dan pelayanan perawatan.
Pelayanan tersebut dilaksanakan melalui unit gawat darurat, unit rawat jalan dan
unit rawat inap. Sasaran pelayanan kesehatan rumah sakit bukan hanya individu
pasien, tapi sudah berkembang mencakup keluarga pasien dan masyarakat umum.
Fokus perhatiannya adalah pasien sebagai individu maupun sebagai bagian dari
sebuah keluarga. Dengan demikian pelayanan kesehatan di rumah sakit
merupakan pelayanan kesehatan paripurna (komprehensif dan holistik)
(Muninjaya, 2004).
Rendahnya tingkat BOR (Bed Occupancy Rate) yang dicapai sebenarnya
menggambarkan bahwa kualitas pelayanan di rumah sakit yang bersangkutan
2
kurang baik. Jika BOR (Bed Occupancy Rate) rendah dan ALOS (Average
Length of Stay) tinggi, maka berarti pelayanan rumah sakit buruk. Oleh karena itu
sebagai koskuensinya jika angka BOR (Bed Occupancy Rate) rendah maka pihak
manajemen rumah sakit yang bersangkutan harus meningkatkan kualitas
pelayanan pada pasien, terutama bagi mereka yang sedang dalam rawat inap
(Wahdi, 2006).
Salah satu cara utama mendiferensiasikan pelayanan jasa kesehatan
termasuk pelayanan rawat inap adalah memberikan jasa pelayanan kesehatan
yang berkualitas, lebih tinggi dari pesaing secara konsisten. Kuncinya adalah
memenuhi atau melebihi harapan pasien tentang mutu pelayanan yang
diterimanya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan, pasien akan
membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan, pasien tidak
berminat lagi memanfaatkan penyedia pelayanan kesehatan. Jika jasa yang
dialami memenuhi atau melebihi harapan, mereka akan menggunakan penyedia
pelayanan kesehatan itu lagi (Trimurthy,2008).
Pandangan masyarakat akan kualitas pelayanan kesehatan di Indonesia
semakin menurun hal ini terlihat dari Pasien Indonesia yang berobat ke luar
negeri terus meningkat Data Singapore Medicine yang dikutip oleh Akhmadi
(2005) menyebutkan, kunjungan pasien khusus untuk berobat sebanyak 374.000
pasien dari manca negara, sebagian pasien mengunjungi Rumah Sakit Mount
Elizabeth, sekitar 90 % pasiennya dari Indonesia. Salah satu stasiun TV swasta di
Indonesia (2008 dalam Fadila, 2009) menunjukkan bahwa tahun 2006 pasien dari
Indonesia yang berobat di rumah sakit Singapura sebanyak 30% dan pada tahun
3
2007 meningkat lagi menjadi 50%. Data dari Konjen RI Penang (2004)
menyebutkan dalam kurun waktu Januari hingga Juni 2004, jumlah kunjungan
pasien Indonesia yang berobat ke Rumah Sakit Lam Wah Ee Penang mencapai
9000 orang atau rata-rata 50 pasien per hari. Kurun waktu yang sama di Rumah
Sakit Adventist Penang tercatat 10.000 orang atau 55 pasien perhari.
Hampir 80% kunjungan pasien ke rumah sakit di Penang adalah warga
Medan dan Sumut, sebagian lainnya berasal dari Nanggroe Aceh Darussalam
(NAD), jika kondisi ini dibiarkan, maka rumah sakit di daerah ini hanya
dikunjungi oleh pasien-pasien miskin yang mengandalkan Askeskin dan Askes,
sedangkan warga kelas menengah dan atas akan berobat ke luar negeri. Harian
Aceh (2008) menyebutkan bahwa angka kunjungan masyarakat Aceh yang
berobat ke Malaysia sebanyak 200 orang setiap minggunya, atau sekitar 20%
pasien dari aceh berobat ke Malaysia pada setiap minggunya. Tingginya minat
masyarakat berobat keluar negeri seperti Malaysia dan Singapura secara umum
disebabkan faktor kelengkapan fasilitas dan kualitas pelayanan yang diberikan
telah memenuhi harapan pasien (Fadila, 2009).
Peningkatan kualitas pelayanan kesehatan dapat dilakukan dari berbagai
aspek pelayanan seperti peningkatan kualitas fasilitas kesehatan, peningkatan
kualitas profesionalisme sumber daya manusia dan peningkatan kualitas
manajemen rumah sakit. Pelayanan yang berkualitas harus dijaga dengan
melakukan pengukuran secara terus menerus, agar diketahui kelemahan dan
kekurangan dari jasa pelayanan yang diberikan dan dibuat tindak lanjut sesuai
prioritas permasalahannya (Martina, 2011).
4
Kepuasan pasien akan mutu pelayanan kesehatan sangatlah penting
terhadap keloyalitasan pasien dalam memanfaatkan kembali layanan tersebut di
masa yang akan datang. Penilaian ini meliputi penilaian akan pelayanan dokter,
pelayanan perawat dan fasilitas yang tersedia di rumah sakit. Pelayanan
keperawatan merupakan sub sistem dalam sistem pelayanan kesehatan di Rumah
Sakit sudah pasti punya kepentingan untuk menjaga mutu pelayanan, terlebih lagi
pelayanan keperawatan sering dijadikan tolak ukur citra sebuah Rumah Sakit di
mata masyarakat, sehingga menuntut adanya profesionalisme perawat pelaksana
maupun perawat pengelola dalam memberikan dan mengatur kegiatan asuhan
keperawatan kepada pasien. Kontribusi yang optimal dalam mewujudkan
pelayanan kesehatan yang berkualitas akan terwujud apabila system pemberian
asuhan keperawatan yang digunakan mendukung terjadinya praktik keperawatan
profesional dan berpedoman pada standar yang telah ditetapkan serta dikelola
oleh manajer dengan kemampuan dan ketrampilan yang memadai (Wahyuni,
2007). Dalam pelayanan keperawatan, caring merupakan bagian inti yang penting
terutama dalam praktik keperawatan dan perawat menjadi jaminan apakah
layanan perawatan bermutu apa tidak (Wasisto, 2010).
Perawat merupakan tenaga kesehatan yang mempunyai waktu paling
lama dalam berinteraksi dengan pasien dibandingkan tenaga kerja lain di rumah
sakit, karena selama 24 jam sehari perawat selalu berada di sisi pasien dan ini
merupakan variabel yang paling mudah bersentuhan dengan kepuasan pasien.
Profesi perawat dituntut untuk memberikan pelayanan asuhan keperawatan yang
bermutu, memiliki landasan ilmu pengetahuan dan keterampilan yang kuat,
5
disertai sikap dan tingkah laku yang profesional dan berpegang kepada etika
keperawatan (Nursalam, 2002).
Asuhan keperawatan bermutu yang diberikan oleh perawat dapat dicapai
apabila perawat dapat memperlihatkan sikap caring kepada klien. Dalam
memberikan asuhan, perawat menggunakan, Keahlian Kata-kata yang lemah
lembut, Sentuhan, Memberikan harapan, Selalu berada disamping klien, Bersikap
“caring” sebagai media pemberi asuhan. Para perawat dapat diminta untuk
merawat, namun meraka tidak dapat diperintah untuk memberikan asuhan dengan
menggunakan spirit caring. Spirit caring harus tumbuh dari dalam diri perawat
dan berasal dari hati perawat yang terdalam (Wasisto, 2010).
Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar, caring
merupakan jantung dari profesi, artinya sebagai komponen yang unik,
fundamental dan menjadi fokus sentral dari keperawatan. Salah satu bentuk
pelayanan keperawatan adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti
dalam praktek keperawatan profesional. Seorang perawat dalam memberikan
asuhan keperawatan harus mencerminkan perilaku caring dalam setiap tindakan
(Sukmawati, 2009). Prilaku caring akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien,
hal ini perlu di evaluasi dan di ukur dalam meningkatkan kualitas pelayanan
karena kenyamanan menjadi hal penting bagi pasien dalam memilih untuk
memanfaatkan pelayanan dari Rumah Sakit (Novida, 2009).
Penelitian Prabowo (2007), di instalasi rawat inap RSUD Sleman
Yogyakarta menunjukkan bahwa secara umum 48,9% pasien mengungkapkan
perawat selalu berperilaku caring. Komponen caring yang dinilai baik adalah
6
kepedulian yaitu 64,4% sedangkan tanggung jawab hanya 28,8%. Sebagian besar
pasien merasakan puas terhadap perilaku caring perawat yaitu 56,6%. Adapun
komponen yang memberikan kontribusi terbesar terhadap kepuasan adalah
kepedulian dengan 58,9%. Ada hubungan perilaku dengan kepuasan pasien
tentang caring perawat diperoleh nilai signifikansi (P) < 0,05 yang menyatakan
bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kepuasan pasien
tentang caring perawat dengan korelasi koefisien (r) = 0,857 dan P = 0,000 <
0,05. Semakin baik penilaian pasien terhadap perilaku caring perawat maka
semakin tinggi pula kepuasan pasien tentang caring perawat.
Penelitian Siswoyo (2008) di Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada
menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan dengan rencana memanfaatkan kembali pelayanan
Keperawatan Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada. Dengan uji statistik chi
Square didapatkan X2 hitung (9.84) lebih besar dari harga X
2 tabel (3.481).
Di provinsi Bengkulu tepatnya di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yang
merupakan rumah sakit rujukan tertinggi dan merupakan rumah sakit tipe B, serta
melaksanakan berbagai upaya pelayanan yang ditujukan guna membantu
penyembuhan penderita yang datang berobat ke rumah sakit. Jenis pelayanan
yang dilaksanakan di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu meliputi pelayanan rawat
jalan, rawat inap (salah satunya ruang Seruni), IGD, Hemodialisa, CT Scan dan
pelayanan penunjang lainnya.
Berdasarkan data awal penelitian penggunaan tempat tidur di ruang rawat
inap seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2010-2011 didapatkan
7
penggunaan tempat tidur pada tahun 2010 nilai rata-rata BOR: 69,7%; nilai
ALOS:4,6; nilai TOI : 7,1; nilai BTO : 3,5; Sedangkan pada tahun 2011 rata–rata
nilai BOR: 42,75% nilai ALOS : 3,7; nilai TOI :10,7; nilai BTO : 2,6;. Nilai BOR
yang menunjukkan porsentase pemakaian tempat tidur persatuan waktu
mengalami kecendrungan turun pada tahun 2010 dan pada tahun 2011 nilai BOR
mengalami penurunan dan belum menunjukkan nilai optimal idealnya yaitu 85%.
Nilai ALOS yang menggambarkan tingkat efisiensi dan mutu belum berada pada
rata-rata ideal perawatan seseorang yaitu 6-9 hari. Nilai TOI yang menggabarkan
rata-rata hari tempat tidur tidak ditempati belum menunjukkan rata-rata ideal
karena dalam nilai idealnya 1-3 hari (Depkes RI, 1997, Wijono, 2000 dalam
Hermansyah 2006)
Hasil survey awal dan pengamatan peneliti saat melakukan prapenelitian di
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu didapatkan gambaran bahwa pemanfaatan
pelayanan rawat inap di Ruang Rawat Inap Seruni masih tergolong rendah
dibandingkan dengan ruang rawat inap lainnya. Hal tersebut terlihat berdasarkan
pengumpulan data awal sebelum penelitian pada bulan Januari tahun 2012,
dengan mengunakan teknik wawancara dan pengamatan tentang persepsi pasien
terhadap penerapan prilaku caring perawat dan rencana pemanfaatan kembali
pelayanan rawat inap jika membutuhkan dikemudian hari. Berdasarkan
pengumpulan data tersebut dapat diketahui dari 7 pasien 4 orang diantaranya
mengatakan apabila mereka membutuhkan perawatan rawat inap dengan penyakit
yang sama mereka ingin dirawat di rumah sakit lain hal ini dikarenakan mereka
tidak puas dengan pelayanan perawat. Mereka mengatakan ada sebagian perawat
8
yang cuek, tidak ramah dalam berkomunikasi, dan terkesan tidak perduli dengan
pasien. Penelitian wulandari (2009) di di Ruang Melati (C2) RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu menyatakan bahwa sebagian besar responden menyatakan pelayanan
perawat dengan kategori kurang baik (78,4%)
Penelitian Hermansyah (2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
menunjukkan bahwa sebagian besar (83,6%) responden mempunyai rencana
memanfaatkan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu bila memerlukan
pelayanan rawat inap dikemudian hari. Adapun alasan utama pasien
merencanakan pemanfaatan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu adalah
pelayanannya baik/memuaskan (37,8%). Sementara itu alasan utama pasien
merencanakan memilih rumah sakit lain adalah pelayananannya lebih baik dari
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (35,5%). Penelitian lain yang dilakukan
Hermansyah dkk (2011) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menunjukkan bahwa
separuh (53,3%) responden dengan penerapan caring kurang baik.
Berdasarkan uraian di atas peneliti tertarik dan berkeinginan untuk
melakukan penelitian tentang “hubungan penerapan perilaku caring perawat
dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu,”
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang telah diuraikan di atas maka permasalahan yang
akan diteliti adalah “Masih rendahnya rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan
Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu, sedangkan rumusan
masalah adalah’’Apakah terdapat hubungan penerapan perilaku caring perawat
9
dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu?’’
C. Tujuan Penelitian.
1. Tujuan Umum.
Diketahuinya hubungan penerapan perilaku caring perawat dengan
rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr.
M. Yunus Bengkulu
2. Tujuan Khusus :
a. Diketahuinya gambaran rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap
di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
b. Diketahuinya gambaran penerapan perilaku caring perawat di Ruang Seruni
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
c. Diketahuinya hubungan penerapan perilaku caring perawat dengan rencana
pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu
D. Manfaat Penelitian
Penelitian yang dilakukan diharapkan memberikan manfaat bagi pihak-
pihak yang terkait, antara lain :
1. Untuk Rumah Sakit M.Yunus.
Hasil penelitian ini dapat memberikan masukkan mengenai hubungan
penerapan perilaku caring perawat dengan rencana pemanfaatan kembali
10
pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Dan
diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi masukan dalam meningkatkan
mutu pelayanan keperawatan terutama pada hubungan antara perawat dengan
klien sehingga memberikan kepuasan klien yang akan meningkatkan kualitas
pelayanan kesehatan di Rumah Sakit.
2. Bagi Stikes Dehasen Bengkulu.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan informasi bagi
penelitian serupa di masa mendatang atau sebagai informasi pembanding bagi
penelitian yang berhubungan dengan perilaku caring perawat, dan sebagai
sumber pustaka yang berhubungan dengan perilaku caring perawat, dan
penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan pembelajaran pada pihak
institusi pedidikan untuk menciptakan tenaga perawat yang professional yang
mencerminkan prilaku caring.
3. Bagi peneliti lain
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai data dasar
untuk penelitian serupa yang berhubungan dengan pemanfaatan pelayanan
kesehatan rumah sakit dan diharapkan akan dikembangkan lebih lanjut dan
diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan pada peneliti yang akan
datang, dalam membuat bentuk penelitian yang lain.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Perilaku Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan
1. Definisi Perilaku
Perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus
(rangsangan dari luar). Perilaku juga dapat dikatakan sebagai totalitas
penghayatan dan aktivitas seseorang yang merupakan hasil bersama antara
beberapa faktor. Sebagian besar perilaku manusia adalah operant response yang
berarti respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus
tertentu yang disebut reinforcing stimulation atau reinfocer yang akan
memperkuat respons. Oleh karena itu untuk membentuk perilaku perlu
diciptakan adanya suatu kondisi tertentu yang dapat memperkuat pembentukan
perilaku (Prasetijo, 2004)
Prasetijo, (2004) mengatakan dalam memahami pasien sebagai konsumen
dari jasa pelayanan yang diberikan rumah sakit, dapat dilihat dengan
menggunakan pendekatan perilaku konsumen, seperti yang didefinisikan oleh
Schiffman dan Kanuk, yaitu merupakan proses yang dilalui oleh seseorang
dalam mencari dan membeli, menggunakan, mengevaluasi dan bertindak pasca
konsumsi produk maupun jasa yang diharapkan bisa memenuhi kebutuhannya.
Proses ini terdiri dari beberapa tahap, yaitu:
a. Tahap perolehan (acquisition) : mencari (searching) dan membeli
(purchasing)
11
12
b. Tahap konsumsi (consumption) : menggunakan (using) dan mengevaluasi
(evaluating).
c. Tahap tindakan pasca beli (disposition)
Sedangkan perilaku pencarian dan pemanfaatan fasilitas pelayanan
kesehatan dapat dijelaskan sebagai suatu upaya atau tindakan seseorang pada
saat menderita penyakit. Meskipun perilaku adalah bentuk respons atau reaksi
terhadap stimulus dari luar individu, namun dalam memberikan respons
sangat tergantung pada karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang
bersangkutan. Hal ini berarti meskipun stimulusnya sama bagi beberapa
orang, namun respons masing-masing orang berbeda.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku
Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda
disebut juga determinan perilaku, yang dapat dibedakan menjadi dua yakni :
a. Determinan atau factor internal, yakni karakteristik individu yang
bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya : tingkat kecerdasan, tingkat
emosional, jenis kelamin, dll.
b. Determinan atau factor eksternal yakni lingkungan baik lingkungan fisik,
social, budaya, ekonomi, politik. Faktor lingkungan ini sering merupakan
faktor yang dominan yang mewarnai perilaku seseorang.
Notoatmojo (2007) mengungkapkan ada 5 tingkatan perilaku individu dalam
mencari pertolongan yaitu :
a. Tingkat pengalaman gejala-gejala.
b. Tingkat asumsi peranan sakit
13
c. Tingkat peranan berhubungan dengan pelayanan kesehatan
d. Tingkat ketergantungan pasien
e. Tingkat penyembuhan
Sedangkan Smet, Bart (1999) menguraikan tentang pertimbangan lain yang
mendorong orang memutuskan pergi ke pelayanan medis, yakni adanya sejumlah
faktor non fisiologis, seperti adanya perawatan medis, kemampuan pasien untuk
membayar, serta kegagalan dan kesuksesan perawatan. Ciri-ciri demografis
seperti jenis kelamin, ras, umur, status ekonomi dan pendidikan, juga menjadi
variabel penting dalam perilaku mencari bantuan.
Menurut Notoatmojo (2007) faktor keputusan pasien untuk tetap
memanfaatkan jasa pelayanan medis yang ditawarkan rumah sakit tidak terlepas
dari faktor perilaku yang dimiliki oleh masing-masing individu. Adapun faktor-
faktor yang merupakan penyebab perilaku dapat dibedakan dalam tiga jenis
yaitu:
a. Faktor predisposisi (Predisposing factors)
Faktor ini merupakan faktor anteseden terhadap perilaku yang menjadi
dasar atau motivasi bagi perilaku. Termasuk dalam faktor ini adalah
pengetahuan, sikap, keyakinan, nilai dan persepsi yang berkenaan dengan
motivasi seseorang atau kelompok untuk bertindak.
b. Faktor pemungkin (Enabling factors)
Faktor pemungkin adalah faktor anteseden terhadap perilaku yang
memungkinkan suatu motivasi atau aspirasi terlaksana. Termasuk dalam
faktor pemungkin adalah ketrampilan, sumber daya pribadi dan komunitas.
14
Seperti tersedianya pelayanan kesehatan, keterjangkauan, kebijakan,
peraturan dan perundangan.
c. Faktor penguat (Reinforcing factors)
Faktor penguat adalah faktor yang menentukan apakah tindakan
kesehatan memperoleh dukungan atau tidak. Sumber penguat tentu saja
tergantung pada tujuan dan jenis program. Di dalam pendidikan pasien,
penguat berasal dari perawat, dokter, pasien lain dan keluarga. Apakah
penguat positif ataukah negatif bergantung pada sikap dan perilaku orang
lain yang berkaitan, yang sebagian diantaranya lebih kuat daripada yang lain
dalam mempengaruhi perilaku.
Berdasarkan perilaku dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, pasien
akan memutuskan menggunakan pelayanan kesehatan. Menurut Notoatmojo
(2007) keputusan seseorang dalam memanfaatkan pelayanan kesehatan
tergantung pada :
a. Karakteristik Predisposisi (Predisposing characteristic)
Karakteristik ini digunakan untuk menggambarkan fakta bahwa tiap
individu mempunyai kecenderungan untuk menggunakan pelayanan
kesehatan yang berbeda-beda. Karakteristik predisposisi dapat dibagi ke
dalam 3 kelompok yakni :
1) Ciri-ciri demografi : umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah
anggota keluarga
2) Struktur social : jenis pekerjaan, status sosial,, pendidikan, ras,
agama,kesukuan.
15
3) Kepercayaan kesehatan : keyakinan, sikap, pengetahuan terhadap
pelayanan kesehatan, dokter dan penyakitnya.
b. Karakteristik Pendukung ( Enabling characteristic )
1) Sumber daya keluarga : penghasilan keluarga, kemampuan membeli jasa
pelayanan dan keikutsertaan dalam asuransi kesehatan.
2) Sumber daya masyarakat : jumlah sarana pelayanan kesehatan, jumlah
tenaga kesehatan, rasio penduduk dengan tenaga kesehatan dan lokasi
sarana.
3) Karakteristik Kebutuhan ( Need characteristik )
Kebutuhan merupakan dasar dan stimulus langsung untuk
menggunakan pelayanan kesehatan, bilamana tingkat predisposisi dan
pendukung itu ada. Karakteristik kebutuhan itu sendiri dapat dibagi
menjadi 2 kategori yakni :
a) Perceived (subject assessment) : simptom, fungsi-fungsi yang
terganggu, persepsi terhadap status kesehatannya.
b) Evaluated (clinical diagnosis) : simptom dan diagnosis.
3. Perilaku Pembelian.
Dalam membeli suatu produk, baik barang atau jasa, seorang konsumen
melakukan aktivitas yang disebut aktivitas pembelian konsumen (Concumer
Purchase Activities). Aktivitas pembelian diawali dari adanya kebutuhan,
pencarian dan analisa alternatif pemenuhan kebutuhan, pembelian dan
penggunaan (konsumsi) produk yang dibeli, evaluasi dan pemberian feedback.
(William dan Prensky, 1996)
16
Aktivitas pembelian konsumen dalam memuaskan kebutuhannya pada
kenyataannya dipengaruhi oleh proses perilaku dan latar belakang karakteristik
konsumen. Kesadaran akan kebutuhan merupakan awal dari semua tindakan
dalam perilaku konsumen. Kebutuhan konsumen sangat berbeda, relatif, dan
subyektif. Selanjutnya adalah pencarian alternatif pemenuhan kebutuhan
tersebut, pembelian dan konsumsi, dan akhirnya evaluasi atas pengalaman
konsumsinya dilanjutkan dengan feed back (William dan Prensky, 1996)
4. Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rumah Sakit
Keputusan memanfaatkan kembali pelayanan atau kunjungan ulang
merupakan prilaku yang muncul sebagai respon terhadap objek yang
menunjukkan keinginan pelanggan untuk melakukan pembelian ulang. Niat
kunjungan ulang dapat juga diartikan sebagai bagian dari tahapan loyalitas
konsumen seperti diungkapkan oleh Oliver dalam Setiawati B (2006) bahwa
loyalitas adalah komitmen pelanggan bertahan secara mendalam untuk
berlangganan kembali atau melakukan pembelian ulang produk jasa terpilih
secara konsisten dimasa yang akan datang, meskipun pengaruh situasi dan
usaha-usaha pemasaran mempunyai potensi untuk menyebabkan perubahan
prilaku.
Proses keputusan pembelian ulang terbentuk sesudah tahapan purna beli
dimana konsumen merasakan puas atau tidak puas terhadap suatu produk. Jika
konsumen merasa puas, ia akan memperlihatkan peluang yang besar untuk
melakukan pembelian ulang serta cendrung merekomendasikan kepada orang
lain. Sementara konsumen yang merasa tidak puas akan bereaksi dengan
17
tindakantindakan negatif seperti mendiamkan saja, melakukan komplain, bahkan
merekomendasikan negatif kepada orang lain.
Pelanggan (Customer) berbeda dengan konsumen (Consumer), seorang
dapat dikatakan sebagai pelanggan apabila orang tersebut mulai membiasakan
diri untuk membeli produk atau jasa yang ditawarkan oleh badan usaha.
Kebiasaan tersebut dapat dibangun melalui pembelian berulangulang dalam
jangka waktu tertentu, apabila dalam jangka waktu tertentu tidak melakukan
pembelian ulang maka orang tersebut tidak dapat dikatakan sebagai pelanggan
tetapi sebagai seorang pembeli atau konsumen.
Griffin (1995) berpendapat bahwa seseorang pelanggan dikatakan setia
atau loyal apabila pelanggan tersebut menunjukkan perilaku pembelian secara
teratur atau terdapat suatu kondisi dimana mewajibkan pelanggan membeli
paling sedikit dua kali dalam selang waktu tertentu. Upaya memberikan
kepuasan pelanggan dilakukan untuk mempengaruhi sikap pelanggan, sedangkan
konsep loyalitas pelanggan lebih berkaitan dengan perilaku pelanggan daripada
sikap dari pelanggan.
Pemahaman loyalitas pelanggan sebenarnya tidak hanya dilihat dari
transaksi nya saja atau pembelian berulang (repeat customer). Ada beberapa ciri
sebuah pelanggan bisa dianggap loyal. Antara lain ;
a. Pelanggan yang melakukan pembelian ulang secara teratur.
b. Pelanggan yang membeli untuk produk yang lain ditempat yang sama.
c. Pelanggan yang mereferensikan kepada orang lain.
d. Pelanggan yang tidak dapat dipengaruhi oleh pesaing untuk pindah.
18
Menurut Azwar (1996) suatu pelayanan harus mempunyai persyaratan
pokok, hal ini dimaksudkan adalah persyaratan pokok itu dapat memberi
pengaruh kepada pasien dalam menentukan keputusannya terhadap penggunaan
ulang pelayanan kesehatan.
a. Tersedia dan berkesinambungan
Syarat pokok pertama pelayanan yang baik adalah pelayanan kesehatan
tersebut harus tersedia di masyarakat (acceptable) serta bersifat
berkesinambungan (sustainable). Artinya semua jenis pelayanan kesehatan
yang dibutuhkan masyarakat tidak sulit ditemukan, serta keberadaannya
dalam masyarakat adalah pada setiap saat dibutuhkan.
b. Dapat diterima dan wajar
Syarat pokok kedua pelayanan yang baik adalah yang dapat diterima oleh
masyarakat serta bersifat wajar artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak
bertentangan dengan kenyakinan dan kepercayaan masyarakat. pelayanan
kesehatan yang bertentangan dengan kenyakinan, adat istiadat, kebudayaan
masyarakat serta bersifat tidak wajar bukanlah suatu keadaan pelayanan
kesehatan yang baik.
c. Mudah di capai
Syarat pokok ke tiga adalah mudah dicapai (accessible) oleh masyarakat.
Pengertian ketercapaian yang dimaksud disini terutama dari sudut lokasi.
Dengan demikian untuk dapat mewujudkan pelayanan kesehatan yang baik
maka pengaturan distribusi sarana kesehatan menjadi sangat penting. Bila
fasilitas ini mudah dijangkau dengan menggunakan alat transportasi yang
19
tersedia maka fasilitas ini akan banyak dipergunakan. Tingkat penggunaan
dimasa lalu dan kecendrungan merupakan indikator terbaik untuk perubahan
jangka panjang dan pendek dari permintaan pada masa yang akan datang.
d. Terjangkau
Syarat pokok keempat pelayanan yang baik adalah terjangkau
(affordable) oleh masyarakat. Pengertian keterjangkauan yang dimaksud
disini terutama dari sudut biaya untuk dapat mewujudkan harus dapat
diupayakan biaya pelayanan kesehatan tersebut sesuai dengan kemampuan
ekonomi masyarakat. Pelayanan kesehatan yang mahal yang hanya dapat
dinikmati oleh sebahagian masyarakat saja, bukan pelayanan kesehatan yang
baik.
e. Bermutu
Syarat pokok kelima pelayanan yang baik adalah bermutu (Quality) yaitu
yang menunjukan pada tingkat kesempurnaan pelayanan kesehatan yang
diselenggarakan, yang disatu pihak dapat memuaskan para pemakai jasa
pelayanan dan dipihak lain tata cara penyelenggaraan sesuai kode etik serta
standar yang telah ditetapkan.
B. Konsep Caring
1. Pengertian Caring dan Konsep Dasar Caring
Caring adalah esensi dari keperawatan yang berarti juga pertanggung
jawaban hubungan antara perawat-klien, dimana perawat membantu
20
berpartisipasi, membantu memperoleh pengetahuan dan meningkatkan
kesehatan.
Caring adalah esensi dari keperawatan yang merupakan fokus dan sentral
dari praktik keperawatan. Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat
mendasar. Caring merupakan “heart” profesi, artinya sebagai komponen yang
fundamental dari fokus sentral serta unik dari keperawatan (Barnum, 1994).
Terkait dengan perilaku caring perawat, maka Potter & Perry (2005)
mendefinisikan caring sebagai pemberian perhatian penuh pada klien saat
memberikan asuhan keperawatan.
Meskipun perkataan caring telah digunakan secara umum, tetapi tidak
terdapat definisi dan konseptualisasi yang universal mengenai caring itu sendiri.
Setidaknya terdapat lima perspektif atau kategori mengenai caring, yaitu caring
sabagai sifat manusia caring sebagai intervensi terapeutik, dan caring sebagai
bentuk kasih sayang (Swanson, 1991, dalam Leddy, 1998).
Caring sulit untuk didefinisikan karena memilki makna banyak : sebagai
kata benda atau kata kerja, sebagai sesuatu yang dapat dirasakan, sebagai sikap
atau perilaku. Meskipun demikian, pakar-pakar keperawatan banyak yang telah
melakukan pendekatan-pendekatan untuk mendefinisikan dan menjabarkan
perilaku caring. Sedangkan perilaku caring perawat adalah suatu perilaku yang
meliputi seperti : mendengarkan penuh perhatian, hiburan, kejujuran, kesabaran,
tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat membuat
keputusan (Simarmata, 2010).
21
Berbagai penelitian telah menyatakan tentang caring sebagai fokus sentral
keperawatan. Stanizewska & Ahmed (1998) menyatakan di dalam penelitiannya
bahwa harapan pasien akan asuhan keperawatan adalah asuhan keperawatan
yang mencakup perilaku caring perawat di dalamnya (Stanizewska & Ahmed,
1998, dalam Wolf, et al., 2003)
Perilaku caring perawat adalah bagian dari praktik keperawatan
profesional yang holistik atau menyeluruh. Di dalam penelitiannya Valentine,
(1997) mengemukakan bahwa pilihan pasien dalam mencari pusat pelayanan
kesehatan dipengaruhi oleh pengalaman positif terhadap perilaku caring perawat
(dikutip dari Wolf, et al., 2003).
2. Faktor-faktor Pembentuk Caring
Menurut Watson (2007), fokus utama dari keperawatan adalah faktor-
faktor carative yang bersumber dari perspektif humanistik yang dikombinasikan
dengan dasar pengetahuan ilmiah. Watson kemudian mengembangkan sepuluh
faktor carative tersebut untuk membantu kebutuhan tertentu dari pasien dengan
tujuan terwujudnya integritas fungsional secara utuh dengan terpenuhinya
kebutuhan biofisik, psikososial dan kebutuhan interpersonal (dikutip dari
Dwidiyanti, 1998).
Kesepuluh faktor carative tersebut adalah :
a. Pendekatan humanistik dan altruistik.
Pembentukan sistem nilai humanistik dan altruistik mulai berkembang di
usia dini dengan nilai-nilai yang berasal dari orang tuanya. Sistem nilai ini
menjembatani pengalaman hidup seseorang dan mengantarkan ke arah
22
kemanusiaan. Perawatan yang berdasarkan nilai-nilai humanistik dan
altruistik dapat dikembangkan melalui penilaian terhadap pandangan diri
seseorang, kepercayaan, interaksi dengan berbagai kebudayaan dari
pengalaman pribadi. Hal ini dianggap penting untuk pendewasaan diri
perawat yang kemudian akan meningkatkan sikap altruistik (Dwidiyanti,
1998). Melalui sistem nilai humanistik dan altruistik ini perawat menumbuhkan
rasa puas karena mampu memberikan sesuatu kepada klien (Nurachmah, 200)
b. Menanamkan sikap penuh harapan.
Perawat memberikan kepercayaan dengan cara memfasilitasi dan
meningkatkan asuhan keperawatan yang holistik. Dalam hubungan perawat-klien
yang efektif, perawat memfasilitasi perasaan optimis, harapan, dan kepercayaan.
Di samping itu, perawat meningkatkan perilaku klien dalam mencari pertolongan
kesehatan (Nurachmah, 2001).
Kepercayaan dan pengharapan sangat penting bagi proses karatif maupun
kuratif. Perawat perlu memberikan alternatif-alternatif bagi pasien jika
pengobatan modern tidak berhasil; berupa meditasi, penyembuhan sendiri, dan
spiritual. Dengan menggunakan faktor karatif iniakan tercipta perasaan lebih baik
melalui kepercayaan dan atau keyakinan yang sangat berarti bagi seseorang
secara individu (Dwidiyanti, 1998).
c. Kepekaan terhadap diri sendiri dan orang lain.
Pengembangan perasaan iniakan membawa pada aktualisasi diri melaluio
penerimaan diri antara perawat dan klien (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-
Tomey, 1994). Perawat belajar menghargai kesensitifan dan perasaan klien,
sehingga ia sendiri dapat menjadi lebih sensitif dan , murni dan bersikap wajar
23
pada orang lain (Nurachmah, 2001). Perawat yang mampu untuk mengenali dan
mengekspresikan perasaannya akan lebih mampu untuk membuat orang lain
mengekspresikan perasaan mereka (Kozier & Erb, 1985).
Pengembangan kepekaan terhadap diri dan orang lain, mengeksplorasi
kebutuhan perawat untuk mulai merasakan suatu emosi yang muncul dengan
sendirinya. Hal itu hanya dapat berkembang melalui perasaan diri seseorang yang
peka dalam berinteraksi dengan orang lain. Jika perawat berusaha meningkatkan
kepekaan dirinya, maka ia akan lebih autentik (tampil apa adanya). Autentik akan
menambah pertumbuhan diri dan aktualisasi diri baik bagi perawat sendiri
maupun bagi orang-orang yang berinteraksi dengan perawat itu (Dwidiyanti,
1998).
d. Hubungan saling percaya dan saling membantu.
Pengembangan hubungan saling percaya antara perawat dan klien adalah
sangat krusial bagi transportal caring. Hubungan saling percaya akan
meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.
Pengembangan hubungan saling percaya menerapkan bentuk komunikasi untuk
menjalin hubungan dalam keperawatan. Karakteristik faktor ini adalah kongruen,
empati, dan ramah. Kongruen berarti menyatakan apa adanya dalam berrinteraksi
dan tidak menyembunyikan kesalahan. Perawat bertindak dengan cara yang
terbuka dan jujur. Empati berarti perawat memahami apa yang dirasakan klien.
Ramah berarti penerimaan positif terhadap orang lain yang sering diekspresikan
melalui bahasa tubuh, ucapan tekanan suara, sikap terbuka, ekspresi wajah dan
lain-lain (Nurachmah, 2001)
e. Meningkatkan dan menerima ekspresi perasaan positif dan negatif.
24
Perawat menyediakan dan mendengarkan semua keluhan dan perasaan klien
(Nurachmah, 2001). Berbagi perasaan merupakan pengalaman yang cukup
beresiko baik bagi perawat maupun klien. Perawat harus siap untuk ekspresi
perasaan positif maupun negatif bagi klien. Perawat harus menggunakan
pemahaman intelektual maupun emosional pada keadaan yang berbeda (Barnhart,
et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994).
f. Menggunakan problem solving dalam mengambil keputusan.
Perawat menggunakan metode proses keperawatan sebagai pola pikir dan
pendekatan asuhan kepada klien, sehingga akan mengubah gambaran tradisional
perawat sebagai “pembantu” dokter. Proses keperawatan adalah proses yang
sistematis dan terstruktur, seperti halnya proses penelitian (Nurachmah, 2001).
g. Peningkatan belajar mengajar interpersonal.
Faktor ini adalah konsep yang penting dalam keperawatan, yang
membedakan antara caring dan curing. Perawat memberikan informasi kepada
klien. Perawat bertanggungjawab akan kesejahteraan dan kesehatan klien.
Perawat memfasilitasi proses belajar mengajar yang didesain untuk
memampukan klien memenuhi kebutuhan pribadinya, memberikan asuhan
mandiri, menetapkan kebutuhan personal klien (Barnhart, et al., 1994, dalam
Mariner-Tomey, 1994).
h. Menciptakan lingkungan fisik, mental, sosiokultural, spiritual yang mendukung.
Perawat perlu mengenali pengaruh lingkungan internal dan eksternal klien
terhadap kesehatan dan kondisi penyakit klien. Konsep yang relevan terhadap
lingkungan internal yang mencakup kesejahteraan mental dan spiritual, dan
kepercayaan sosiokultural bagi seorang individu. Sedangkan lingkungan
eksternal mencakup variabel epidemiologi, kenyamanan, privasi, keselamatan,
25
kebersihan dan lingkungan yang astetik. Karena klien bisa saja mengalami
perubahan baik dari lingkungan internal maupun eksternal, maka perawat harus
mengkaji dan memfasilitasi kemampuan klien untuk beradaptasi dengan
perubahan fisik, mental, dan emosional (Nurachmah, 2001).
i. Memberi bantuan dalam pemenuhan kebutuhan manusia.
Perawat perlu mengenali kebutuhan komprehensif yaitu kebutuhan biofisik,
psikososial, psikofisikal dan interpersonal klien. Pemenuhan kebutuhan yangh
paling mendasar perlu dicapai sebelum beralih ke tingkat yang selanjutnya.
Nutrisi, eliminasi, dan ventilasi adalah contoh dari kebutuhan biofisik yang
paling rendah. Pencapaian dan hubungan merupakan kebutuhan psikososial yang
tinggi, dan aktualisasi diri merupakan kebutuhan interpersonal yang paling tinggi
(Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994).
j. Terbuka pada eksistensial fenomenologikal dan dimensi spiritual penyembuhan.
Faktor ini bertujuan agar penyembuhan diri dan kematangaan diri dan jiwa
klien dapat dicapai. Terkadang klien perlu dihadapkan pada pengalaman /
pemikiran yang bersifat proaktif. Tujuannya adalah agar dapat meningkatkan
pemahaman lebih mendalam tentang diri sendiri (Nurachmah, 2001).
Faktor karatif ini dalam ilmu keperawatan membantu perawat untuk
memahami jalan hidup seseorang dalam menemukan arti kesulitan hidup. Karena
adanya dasar yang irrasional tentang kehidupan, penyakit dan kematian, perawat
menggunakan faktor karatif ini untuk membantu memperoleh kekuatan atau daya
untuk menghadapi kehidupan atau kematian (Dwidiyanti, 1998).
Watson menyadari bahwa faktor ini sedikit sulit untuk dipahami, tetapi hal
ini akan membawa perawat kepada pemahaman yang lebih baik mengenai diri
sendiri dan orang lain (Barnhart, et al., 1994, dalam Mariner-Tomey, 1994).
26
3. Perilaku Caring
Daftar dimensi caring (Caring Dimensions Inventory = CDI) yang didesain
oleh Watson dan Lea (1997) merupakan instrumen yang dikembangkan untuk
meneliti perilaku perawat (perilaku caring). Daftar dimensi caring tersebut antara
lain:
CDI 1. Membantu klien dalam ADL.
CDI 2. Membuat catatan keperawatan mengenai klien.
CDI 3. Merasa bersalah /menyesal kepada klien
CDI 4. Memberikan pengetahuan kepada klien sebagai individu
CDI 5. Menjelaskan prosedur klinik
CDI 6. Berpakaian rapi ketika bekerja dengan klien
CDI 7. Duduk dengan klien
CDI 8. Mengidentifikasi gaya hidup klien
CDI 9. Melaporkan kondisi klien kepada perawat senior
CDI 10. Bersama klien selama prosedur klinik
CDI 11. Bersikap manis dengan klien
CDI 12. Mengorganisasi pekerjaan dengan perawat lain untuk klien
CDI 13. Mendengarkan klien
CDI 14. Konsultasi dengan dokter mengenai klien
CDI 15. Menganjurkan klien mengenai aspek self care
CDI 16. Melakukan sharing mengenai masalah pribadi dengan klien
CDI 17. Memberikan informasi mengenai klien
CDI 18. Mengukur tanda vital klien
27
CDI 19. Menempatkan kebutuhan klien sebelum kebutuhan pribadi
CDI 20. Bersikap kompeten dalam prosedur klinik
CDI 21. Melibatkan klien dalam perawatan
CDI 22. Memberikan jaminan mengenai prosedur klinik
CDI 23. Memberikan privacy kepada klien
CDI 24. Bersikap gembira dengan klien
CDI 25. Mengobservasi efek medikasi kepada klien
Hasil penelitian Lea Amanda et all (1998) menjelaskan bahwa semua item
pada CDI mempunyai korelasi positif dengan item lainnya kecuali CDI no. 3 dan
16. Untuk mengukur perilaku caring perawat, kelompok IV menyusun instrumen
berdasarkan CDI 1- 25. Instrumen tersebut meliputi instrument observasi dan
kuesioner, yang dapat lihat pada lampiran 1 dan lampiran 2.
C. Hubungan penerapan prilaku caring perawat dengan rancana pemanfaatan
kembali pelayanan rawat inap.
Caring dalam keperawatan adalah hal yang sangat mendasar, caring
merupakan jantung dari profesi, artinya sebagai komponen yang unik, fundamental
dan menjadi fokus sentral dari keperawatan. Salah satu bentuk pelayanan
keperawatan adalah perilaku caring perawat yang merupakan inti dalam praktek
keperawatan profesional. Seorang perawat dalam memberikan asuhan keperawatan
harus mencerminkan perilaku caring dalam setiap tindakan (Sukmawati, 2009).
Prilaku caring akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien, hal ini perlu di
evaluasi dan di ukur dalam meningkatkan kualitas pelayanan karena kenyamanan
28
menjadi hal penting bagi pasien dalam memilih untuk memanfaatkan pelayanan dari
Rumah Sakit (Novida, 2009).
Kepuasan pasien akan mutu pelayanan kesehatan sangatlah penting terhadap
keloyalitasan pasien dalam memanfaatkan kembali layanan tersebut di masa yang
akan datang. Penilaian ini meliputi penilaian akan pelayanan dokter, pelayanan
perawat dan fasilitas yang tersedia di rumah sakit. Dalam keperawatan, caring
merupakan bagian inti yang penting terutama dalam praktik keperawatan dan
perawat menjadi jaminan apakah layanan perawatan bermutu apa tidak (Wasisto,
2010).
Penelitian Prabowo (2007), di instalasi rawat inap RSUD Sleman Yogyakarta
menunjukkan bahwa ada hubungan perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring
perawat diperoleh nilai signifikansi (P) < 0,05 yang menyatakan bahwa terdapat
hubungan yang bermakna antara perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring
perawat dengan korelasi koefisien (r) = 0,857 dan P = 0,000 < 0,05. Semakin baik
penilaian pasien terhadap perilaku caring perawat maka semakin tinggi pula
kepuasan pasien tentang caring perawat.
Penelitian Siswoyo (2008) di Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada
menunjukkan bahwa ada hubungan antara tingkat kepuasan pasien terhadap
pelayanan keperawatan dengan rencana memanfaatkan kembali pelayanan
Keperawatan Rumah Sakit Khusus Bedah Hasta Husada. Dengan uji statistik chi
Square didapatkan X2 hitung (9.84) lebih besar dari harga X2 tabel (3.481).
Penelitian Hermansyah (2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
menunjukkan bahwa sebagian besar (83,6%) responden mempunyai rencana
29
memanfaatkan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu bila memerlukan pelayanan
rawat inap dikemudian hari. Adapun alasan utama pasien merencanakan
pemanfaatan kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu adalah pelayanannya
baik/memuaskan (37,8%). Sementara itu alasan utama pasien merencanakan
memilih rumah sakit lain adalah pelayananannya lebih baik dari RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu (35,5%). Hasil penelitiannya juga menunjukkan ada hubungan
yang bermakna antara dimensi reability (p=0,000), responsiveness (p=0,019),
comfidence (p=0,000), empathy (p=0,001), tangible (p=0,005) dengan rencana
pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Penelitian lain yang dilakukan Hermansyah dkk (2011) di RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu menunjukkan bahwa separuh (53,3%) responden dengan penerapan
caring kurang baik.
D. Kerangka konsep
Variabel independen Varibel Dependen
Bagan. 2.1. Kerangka konsep
Penerapan prilaku caring
perawat
Rencana pemanfaatan
kembali pelayanan
rawat inap
30
E. Hipotesis
Hipotesis adalah suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul,
Beradasarkan kerangka konsep yang diatas dapat dirumuskan hipotesis sebagai
berikut :
Ada hubungan antara Penerapan prilaku caring perawat dengan Rencana
pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap
31
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian
secara analitik dengan menggunakan desain cross-sectional yang merupakan
rencana penelitian dengan menggunakan pengukuran atau pengamatan pada
saat bersamaan (sekali sewaktu) antara variabel bebas dengan variabel
tergantung, (Hidayat, 2002). Desain penelitian ini dapat digambarkan sebagai
berikut
Bagan 3.1 Desain penelitian
Pendapat tentang
Penerapan prilaku
caring oleh
perawat
Pasien
rawat inap
Kurang
baik
Baik
Tidak berencana
memanfaatkan kembali
pelayanan rawat inap
Berencana memanfaatkan
kembali pelayanan rawat
inap
Tidak berencana
memanfaatkan kembali
pelayanan rawat inap
Berencana memanfaatkan
kembali pelayanan rawat
inap
33
32
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
NO Variabel Definisi
opersional
Alat ukur Cara ukur Hasil ukur Skala
ukur
1
Idependen
Penerapan
prilaku
caring
Pendapat
pasien
terhadap
penerapan
prilaku
caring oleh
perawat di
ruang rawat
inap seruni
RSUD Dr.
M. Yunus
Bengkulu
Kuisione
r
Mengajukan
pertanyaan
0= kurang
baik jika
skor
< 75%
1= baik jika
skor
> 75%
Ordinal
2
Dependen
Rencana
pemanfaata
n kembali
pelayanan
rawat inap
Keinginan
pasien
untuk
memanfaatk
an atau
tidak
memanfaatk
an
pelayanan
rawat inap
di ruang
Seruni
RSUD Dr.
M. Yunus
Bengkulu
bila
membutuhk
an
pelayanan
rawat inap
di kemudian
hari
Kuisione
r
Mengajukan
pertanyaan
0. Tidak
berencana
Memanfa
atkan
kembali
pelayanan
rawat inap
di ruang
Seruni
RSUD Dr.
M. Yunus
Bengkulu.
1. Berencana
Memanfa
atkan
kembali
pelayanan
rawat inap
di ruang
Seruni
RSUD Dr.
M. Yunus
Bengkulu.
Ordinal
33
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sebagian dari keseluruhan subjek penelitian yang
akan diteliti, (Notoatmojo, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah
seluruh paien rawat inap inap Seruni RSUD. Dr, M. Yunus Bengkulu tahun
2011
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari keseluruhan objek yang diteliti dan
dianggap mewakili seluruh populasi, (Notoatmojo, 2002). Cara
pengambilan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan
teknik accidental sampling yaitu teknik subyektif dengan mengumpulkan
data dari subyek yang ditemui saat itu dan dalam jumlah secukupnya.
Besar sampel dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
Z1-α . p . q
n =
(d)2
1,962.0,836.0,164
n=
0,0752
0,52
n=
0,0056
n= 93 Responden
Keterangan:
n : Jumlah sampel
Z1-α : Nilai standar normal untuk ,
34
d : Penyimpangan / presisi = 0,075
q : 1-p
p : Proporsi = 83,6% di dapat dari hasil penelitian Hermansyah
(2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu dengan judul
hubungan dimensi mutu pelayanan keperawatan dengan rencana
pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di RSUD Dr. M.
Yunus Bengkulu.
D. Tempat Penelitian
Tempat penelitian ini dilakukan di ruang rawat inap Seruni RSUD. Dr.
M. Yunus Bengkulu.
E. Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan November 2011 sampai bulan april
2012 sedangakan pengumpulan data dilakukan pada bulan 25 februari s/d. 30
April 2012.
F. Etika Penelitian
Dalam melakukan penelitian, peneliti memandang perlu adanya
rekomendasi dari pihak institusi dengan mengajukan permohonan izin
kepada instansi tempat penelitian dalam hal ini diajukan kepada Kepala
Rumah Sakit atupun Kepala Ruangan yang bersangkutan. Setelah mendapat
35
persetujuan barulah dilakukannya penelitian dengan menekankan masalah
etika penelitian meliputi :
1. Informed consent
Lembar persetujuan yang akan diberikan responden yang akan
diteliti dan memenuhi kriteria inklusi dan disertai judul penelitian dan
manfaat penelitian dan manfaat penalitian. Lembar persetujuan diberikan
kepada responden dengan memberi penjelasan tentang maksud dan tujuan
penelitian yang akan dilakukan, serta menjelaskan manfaat yang akan
diperoleh bila bersedia menjadi responden. Tujuan responden agar
mengetahui dampak yang akan terjadi selama pengumpulan data. Jika
subyek bersedia menjadi responden, maka harus menandatangani lembar
persetujuan .
2. Anonymity (Tanpa Nama)
Untuk menjaga kerahasiaan identitas responden, peneliti tidak
mencantumkan nama responden melainkan hanya kode nomer atau kode
tertentu pada lembar pengumpulan data yang diisi oleh responden
sehingga identitas responden tidak diketahui publik.
3. Confidential (Kerahasiaan)
Kerahasiaan informasi responden dijamin oleh peneliti dan hanya
kelompok data tertentu yang dilaporkan hasil penelitian.
36
G. Pengumpulan, Pengolahan, dan Analisis Data
1. Pengumpulan data
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer
yang diperoleh dengan cara membagikan kuisioner pada pasien rawat inap
untuk memperoleh data tentang penerapan prilaku caring dan rencana
pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di ruang rawat inap Seruni
RSUD Dr. M . Yunus Bengkulu. Data sekunder untuk mendapatkan data
tentang jumlah pasien.
2. Pengolahan data.
Data yang dikumpulkan selanjutnya di olah dengan beberapa tahap yaitu:
a. Pengeditan Data (Editing).
Langakah ini dilakukan peneliti untuk memeriksa kembali
kelengkapan data yang diperlukan untuk mencapai tujuan penenelitian
dilakukan pengelompokan dan penyusunan data.
b.Pengkodean Data (Coding)
Coding adalah pengalokasian jawaban – jawaban yang ada menurut
macamnya kebentuk kode-kode agar lebih mudah dan sederhana.
c. Memberikan Skore (Scoring )
Setelah dilakukan koding data, maka dilakukan pemberian skore
pada masing-masing sub variabel dan dijumlahkan.
d.Memproses Data (processing)
Setelah data dikumpukan kemudian diproses dengan computer
untuk dianalisis.
37
e. Pembersihan Data (Cleaning)
Pembersihan data dilakukan untuk mengoreksi jika ada kesalahan
pengolahan data sehingga dapat diperbaiki.
3.Analisa Data.
Dalam penelitian ini digunakan analisa data univariat dan analisa bivariat.
a. Analisa Univariat.
Analisa univariat adalah seluruh variabel yang akan digunakan dalam
analisa ditampilkan dalam distribusi frekuensi, Analisa univariat untuk
melihat distribusi frekuensi dari masing-masing variabel dependen dan
independen dengan menggunakan rumus sebagai berikut:
Keterangan: P : Jumlah persentase yang dicari
F : Jumlah frekuensi untuk setiap kategori
N : Jumlah populasi
(Arikunto, 2003)
b. Analisa Bivariat.
Analisa bivariat adalah analisa yang digunakan untuk melihat
hubungan antara variabel dependen dengan variabel independen secara
bersamaan dengan menggunakan analisa statistic chi - square (X2),
dengan derajat kemaknaan (α) 5%, dan tingkat signifikan 95%. Diolah
dengan menggunakan system komputerisasi.
Dengan hasil hipotesis sebagai berikut :
a. Ha : diterima apabila p < 0,05.
b. Ha : ditolak apabila p > 0,05
F
P = X 100%
N
38
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di ruang Seruni RSUD. Dr. M. Yunus
Bengkulu pada tanggal 25 Februari s/d. 30 April 2012. Penelitian ini bertujuan
untuk mengetahui hubungan penerapan perilaku caring perawat dengan rencana
pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah secara analitik dengan
mengguanakan desain cross-sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh
pasien rawat inap Seruni RSUD. Dr, M. Yunus Bengkulu tahun 2011. Sampel
dalam penelitian ini berjumlah 93 responden diambil dengan teknik accidental
sampling.
Dalam penelitian ini jenis data yang digunakan adalah data primer yang
diperoleh dengan cara mengajukan pertanyaan yang ada pada lembar kuisioner pada
pasien rawat inap untuk memperoleh data tentang penerapan prilaku caring dan
rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di ruang rawat inap Seruni
RSUD Dr. M . Yunus Bengkulu. Data yang diperoleh, diolah dan dianalisis dengan
menggunakan analisis univariat untuk melihat distribusi frekuensi dan analisis
bivariat untuk mendapatkan nilai X2
dan nilai p.
35
39
1. Analisis univariat
Analisis univariat pada penelitian ini untuk melihat distribusi frekuensi
variabel penelitian yaitu prilaku caring sebagai variabel independen dan rencana
pemanfaatan kembali sebagai variabel dependen dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.1
Distribusi Responden Berdasarkan Penerapan Perilaku Caring Perawat di Ruang
Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu Tahun 2012
No Penerapan Perilaku Caring
Perawat
Frekuensi
( f )
Prosentase
( % )
1 Kurang Baik 43 46,2
2 Baik 50 53,8
Jumlah 93 100,0
Dari tabel 4.1 dapat diketahui bahwa hampir dari separuh (46,2%)
responden menganggap penerapan perilaku caring dari perawat kurang baik.
Tabel 4.2
Distribusi Responden Berdasarkan Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan
Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012
No Rencana Pemanfaatan Kembali
Pelayanan Rawat Inap
Frekuensi
( f )
Prosentase
( % )
1 Tidak berencana 32 34,4
2 Berencana 61 65,6
Jumlah 93 100
Dari tabel 4.2 dapat diketahui bahwa sebagian kecil (34,4%) responden
tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
40
Tabel 4.3
Distribusi Responden Berdasarkan Alasan Utama Rencana Pemanfaatan Kembali
Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Tahun 2012
D
Tabel 4.3 diatas dapat diketahui bahwa Adapun alasan utama pasien yang
merencanakan pemanfaatan kembali di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu adalah pelayanannya memuaskan (31,1%), pelayanan yang diberikan
cepat (18,0%), Pelayanan yang diberikan Perawat/Dokter baik (16,4%), Jarak
dekat (16,4%), Perawat ramah (9,8%) dan yang mengatakan Ruang tempat
pelayanan Baik/Nyaman (8,2%).
Sedangkan alasan utama pasien yang memilih rumah sakit lain adalah
pelayanan yang diberikan di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
lambat/tidak cepat (34,4%) dalam merespon keluhan pasien, Pelayanan yang
diberikan RSUD M Yunus kurang baik/RS lain lebih baik (28,1%), Pelayanan
No Rencana Pemanfaatan Kembali
Pelayanan Rawat Inap
Frekuensi
( f )
Prosentase
( % )
1 Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus
Bengkulu (n:61)
Pelayanan memuaskan 19 31,1
Pelayanan cepat 11 18,0
Pelayanan yang diberikan Perawat/Dokter
baik 10 16,4
Jarak dekat 10 16,4
Perawat ramah 6 9,8
Ruang Tempat Pelayanan Baik/Nyaman 5 8,2
2 Rumah Sakit Lain (n:32)
Pelayanan di RSUD M Yunus lambat 11 34,4
Pelayanan yang diberikan RSUD M
Yunus kurang baik/RS lain lebih baik 9 28,1
Pelayanan yang diberikan RSUD M
Yunus tidak memuaskan 7 21,9
Perawat di RSUD M Yunus tidak ramah 5 15,6
41
yang diberikan RSUD M Yunus tidak memuaskan (21,9%) dan yang beralasan
Perawat di RSUD M Yunus tidak ramah (15,6%).
2. Analisa Bivariat.
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui hubungan penerapan
perilaku caring perawat dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat
inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu yang dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tabel 4.3
Hubungan Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan
Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
Tahun 2012.
Variabel
Rencana Pemanfaatan
Kembali Pelayanan
Rawat Inap
Jumlah
X2
p
value Penerapan
Perilaku Caring
Perawat
Tidak
Berencana
Berencana
Kurang Baik
23
53,5%
20
46,5%
43
100%
11,376
0,001
Baik
9
18%
41
82%
50
100%
Dari tabel 4.3 diatas menunjukkan bahwa dari 43 orang yang
menganggap penerapan prilaku caring perawat kurang baik terdapat 23 orang
(53,5%) tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di Ruang
Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu sedangkan dari 50 responden yang
mengangap penerapan prilaku caring perawat baik terdapat 9 orang (18%) tidak
berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu. Hasil uji chi square menunjukkan bahwa nilai p=0,001
lebih kecil dari alpha 5% berarti ada hubungan yang bermakna antara Penerapan
42
Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rawat
Inap di Ruang Seruni.
B. Pembahasan
1. Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012.
Hasil penelitian didapatkan hasil bahwa sebagian kecil (34,4%)
responden tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan rawat inap di ruang
Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu. Hasil penelitian ini sejalan dengan
Penelitian Hermansyah (2006) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menunjukkan
bahwa sebagian besar (83,6%) responden mempunyai rencana memanfaatkan
kembali RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu bila memerlukan pelayanan rawat inap
dikemudian hari. Adapun alasan utama pasien yang merencanakan pemanfaatan
kembali pelayanan rawat inap di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu pada penelitian
tersebut adalah pelayanan rumah sakit baik/memuaskan dan rujukan asuransi,
sedangkan pada penelitian ini alasan utama pasien berencana memanfaatkan
kembali pelayanan rawat inap di ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
adalah pelayanan yang diberikan memuaskan dan pelayanan yang diberikan
cepat.
Hal ini menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan dari ruang rawat
itu sudah cukup baik, karena hampir semua pasien yang diteliti berasal dari
golongan ekonomi menegah keatas, walau mempunyai rujukan asuransi
(askes/jamsostek) namun hampir semua rumah sakit lain bisa menerimanya
43
sehingga mereka mampu menentukan/memilih pelayanan yang baik untuk
dirinya.
Sementara itu alasan utama pasien yang merencakan memanfaatkan
pelayanan di rumahsakit lain karena beralasan bahwa pelayanan yang didapat di
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu kurang cepat dan kurang baik/pelayanan yang
diberikan rumah sakit lain lebih baik, hal ini dapt dijelaskan karena tingkat
kepuasan dan kategori baik masing individu berbeda-beda sesuai dengan pribadi
masing-masing individu seseorang dalam menilai. Selain itu setiap rumah sakit
mempunyai standar tersendiri dalam menangani pasien mana yang lebih harus
didahulukan atau tidak sesuai dengan berat ringannya masalah pasien, sedangkan
persepsi pasien hanya membutuhkan pelayanan terlebih dahulu atau lebih cepat.
Disinilah letak fungsi caring perawat dan penerapan komunikasi terapeutik
sangat berperan dalam mengatasi keraguan dan kecemasan pasien untuk
memenuhi harapan pasien tentang kepuasan pasien.
Menurut Trimurthy, (2008) salah satu cara utama mendiferensiasikan
pelayanan jasa kesehatan termasuk pelayanan rawat inap adalah memberikan
jasa pelayanan kesehatan yang berkualitas, lebih tinggi dari pesaing secara
konsisten. Kuncinya adalah memenuhi atau melebihi harapan pasien tentang
mutu pelayanan yang diterimanya. Setelah menerima jasa pelayanan kesehatan,
pasien akan membandingkan jasa yang dialami dengan jasa yang diharapkan,
pasien tidak berminat lagi memanfaatkan penyedia pelayanan kesehatan. Jika
jasa yang dialami memenuhi atau melebihi harapan, mereka akan menggunakan
penyedia pelayanan kesehatan itu lagi.
44
2. Hubungan Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan
Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
Analisa univariat menunjukkan bahwa hampir dari separuh (46,2%)
responden mendapatkan penerapan perilaku caring dari perawat kurang baik.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada hubungan yang bermakna antara
Penerapan Perilaku Caring Perawat Dengan Rencana Pemanfaatan Kembali
Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
(p=0,001).
Hasil penelitian ini sesuai dengan pendapat Novida, (2009) yang
mengatakan bahwa prilaku caring akan menimbulkan rasa nyaman bagi pasien,
hal ini perlu di evaluasi dan di ukur dalam meningkatkan kualitas pelayanan
karena kenyamanan menjadi hal penting bagi pasien dalam memilih untuk
memanfaatkan pelayanan dari Rumah Sakit. Kepuasan pasien akan mutu
pelayanan kesehatan sangatlah penting terhadap keloyalitasan pasien dalam
memanfaatkan kembali layanan tersebut di masa yang akan datang. Penilaian ini
meliputi penilaian akan pelayanan dokter, pelayanan perawat dan fasilitas yang
tersedia di rumah sakit. Dalam keperawatan, caring merupakan bagian inti yang
penting terutama dalam praktik keperawatan dan perawat menjadi jaminan
apakah layanan perawatan bermutu apa tidak (Wasisto, 2010).
Hasil penelitian ini sejalan dengan Penelitian yang dilakukan
Hermansyah (2006) yang menunjukkan ada hubungan yang bermakna antara
dimensi empathy dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di
45
RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu (p=0,001). Penelitian lain yang dilakukan
Hermansyah dkk (2011) di RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu menunjukkan bahwa
separuh (53,3%) responden dengan penerapan caring kurang baik.
Penelitian ini sejalan dengan Penelitian Prabowo (2007), di instalasi
rawat inap RSUD Sleman Yogyakarta menunjukkan bahwa ada hubungan
perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring perawat diperoleh nilai
signifikansi (P) < 0,05 yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang
bermakna antara perilaku dengan kepuasan pasien tentang caring perawat
dengan korelasi koefisien (r) = 0,857 dan P = 0,000 < 0,05. Semakin baik
penilaian pasien terhadap perilaku caring perawat maka semakin tinggi pula
kepuasan pasien tentang caring perawat.
Penelitian ini sejalan dengan Penelitian Siswoyo (2008) di Rumah
Sakit Khusus Bedah Hasta Husada menunjukkan bahwa ada hubungan antara
tingkat kepuasan pasien terhadap pelayanan keperawatan dengan rencana
memanfaatkan kembali pelayanan Keperawatan Rumah Sakit Khusus Bedah
Hasta Husada. Dengan uji statistik chi Square didapatkan X2 hitung (9.84) lebih
besar dari harga X2 tabel (3.481).
Berdasarkan hasil penelitian peneliti berasumsi bahwa perilaku caring
sangatlah penting untuk keperawatan. Kinerja perawat khususnya pada perilaku
caring menjadi sangat penting dalam mempengaruhi kualitas pelayanan dan
kepuasan pasien terutama di rumah sakit, dimana kualitas pelayanan menjadi
penentu citra institusi pelayanan yang nantinya akan dapat meningkatkan
kepuasan pasien dan mutu pelayanan. Apabila perawat tidak berperilaku caring
46
kepada pasien akan sangat mungkin pasien merasa bosan menjalani perawatan
dengan anggapan perawat judes cuek atau tidak care kepada pasien sehingga
dapat berdampak kepada kepuasan dan selanjutnya pasien akan merasa enggan
memanfaatkan kembali pelayanan apabila dirinya atau saudaranya apabila
memerlukan perawatan yang sama. Pasien akan lebih cenderung memilih rumah
sakit lain yang menurut mereka lebih baik pelayanannya dibandingkan dengan
pengalaman sebelumnya.
Menurut peneliti seorang perawat harus mepunyai prilaku caring karena
merupakan dasar dan landasan utama dalam melakukan perawatan dengan
adanya sikap caring perawat akan bisa lebih mengerti apa yang dirasakan pasien,
apa yang dibutuhkan oleh pasien sehingga dapat melakukan asuhan keperawatan
secara baik tanpa hambatan yang dapat membantu mempercepat proses
penyembuhan. Berdasarkan hasil penelitian ini diketahui juga bahwa skore
paling rendah dan yang paling sering tidak dilakukan perawat menurut
responden adalah perawat memperkenalkan diri dengan menyebutkan nama
kepada pasien atau keluarga dan Perawat memfasilitasi pasien untuk dapat
memenuhi kebutuhan spiritual.
Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa hampir dari sebagian
responden yang beranggapan prilaku caring perawat kurang baik masih
berencana memanfaatkan kembali pelayanan perawatan di Ruang Seruni RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu dan sebagian kecil dari responden yang beranggapan
prilaku caring perawat baik tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan di
Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu hal ini dapat disebabkan karena
47
banyak faktor yang mempengaruhi rencana pemanfaatan kembali pelayanan
rawat inap di rumah sakit antara lain sumber pembiayaan, tingkat ketergantungan
pasien, persepsi pasien terhadap mutu pelayanan dokter, serta persepsi pasien
tentang mutu pelayanan yang diberikan, selain itu pengalaman masa lalu
terhadap pelayanan yang diterima juga dapat mempengaruhi seseorang dalam
memilih pelayanan mana yang baik untuk dirinya.
C. Keterbatasan Penelitian
Dalam penelitian ini peneliti mempunyai keterbatasan kemampuan yang
mungkin dapat mempengaruhi dari hasil penelitian dalam penelitian ini misalnya
desain yang digunakan peneliti menggunakan desain cross secsional dimana variabel
independen dan variabel dependen diobservasi sekaligus dalam waktu yang sama
dalam satu kali pengukuran yang kurang dapat menggambarkan variabel independen
dalam mempengaruhi variabel dependen secara akurat. Instrumen penelitian
dikembangkan oleh peneliti sendiri dan baru sekali digunakan dalam penelitian ini
yang mungkin masih banyak mengalami kekurangan.
Pengumpulan data dalam penlitian ini peneliti hanya menggunakan lembar
kuisioner untuk mendapatkan data pada semua variabel penelitian yaitu prilaku
caring dan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap yang mana
pertanyaan tersebut hanya berdasarkan apa yang dirasakan pasien saat itu dan bukan
persepsi menyeluruh dari persepsi pasien terhadap kualitas pelayan yang ada dirumah
sakit, saat pengumpulan data penelitian juga peneliti mengalami kendala ketidak
aktifan pasien dalam mengisi kuisioner karena kedaan sakitnya sehingga karena
48
keterbatasan waktu penelitian peneliti berinisiatif mewawancarai responden dimana
mungkin dengan dilakukan wawancara langsung pasien akan merasa malu untuk
mengungkapkan apa yang dirasakan atau mungkin jawaban yang diberikan tidak
sesuai dengan apa yang dirasakan oleh pasien yang sebenarnya.
Dengan keterbatasan waktu dan tenaga peneliti hanya meneliti 1 ruang
perawatan rawat inap yang mungkin tidak menggambarkan secara keseluruhan 1
rumah sakit yang mempunyai bayak ruang rawat inap dalam pengambilan sampel
peneliti menggunakan teknik accidental sampling yaitu teknik subyektif dengan
mengumpulkan data dari subyek yang ditemui saat itu dan tidak mengklasifikasikan
berdasarkan tingkatan penyakit atau dari penghasilan yang didapat penggunaan biaya
perawatan yang mungkin dapat mempengaruhi penelitian ini. Teknik observasi dalam
kurun waktu tertentu secara berkesinambungan untuk melihat prilaku caring perawat
dan pemantauan terhadap pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap oleh pasien
dengan penelitian menggunakan desain yang berbeda seperti desain cohort akan
menghasilkan data penelitian yang lebih akurat.
D. Implikasi Penelitian
Penerapan prilaku caring dapat menimbulkan rasa nyaman aman, dan
percaya sehingga akan menimbulkan rasa puas pada pasien, sehingga dalam
penerapan asuhan keperawatan sangat penting bagi seorang berperilaku caring untuk
mencerminkan pelayanan kesehatan yang berkualitas. Baik buruknya prilaku dan
pelayanan perawat pelaksana akan berefek kepada pelayanan di rumah sakit karena
perwat merupakan tenaga kesehatan yang paling lama berinteraksi dengan pasien,
49
yaitu selama 24 jam. dengan cerminan pelayanan kesehatan berkualitas yang
dilakukan oleh perawat akan berdampak kepada keloyalitasan pasien dalam
menggunakan pelayanan itu lagi jika membutuhkan dikemudian hari.
Hasil penelitian ini berdampak positif bagi kualitas pelayanan kesehatan di
rumah sakit terutama untuk bidang pelayanan keperawat yang merupakan salah satu
tolak ukur baik buruknya suatu pelayanan dibandingkan dengan tenaga kesehatan
lainnya. Diharapkan dengan hasil penelitian ini perawat dapat lebih meningkatkan
prilaku caring kepada pasien guna meningkatkan kualitas pelayanan dan daya jual
pelayanan yang berkualitas sehingga dapat meningkatkan jumlah kunjungan pasien
rawat inap di rumah sakit.
Untuk meningkatkan kecakapan perawat dalam melakukan prilaku caring
pihak rumah sakit perlu mengadakan pelatihan-pelatihan perawatan profesional atau
pelatihan tentang caring atau menganjurka setiap perawat mengikuti pelatihan
tersebut agar perawat lebih mempunyai keperdulian dan mempunyai rasa empaty
yang tinggi kepada pasien sehingga pasien sebagai pengguna jasa lebih merasa
diperhatikan dan perawatan yang didapat sesuai dengan harapan yang yang
diinginkan.
50
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian tentang hubungan penerapan perilaku caring perawat
dengan rencana pemanfaatan kembali pelayanan rawat inap di Ruang Seruni RSUD
Dr. M. Yunus Bengkulu tahun 2012 dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a. Hampir dari separuh responden mendapatkan penerapan perilaku caring dari
perawat kurang baik.
b. Sebagian kecil responden tidak berencana memanfaatkan kembali pelayanan
rawat inap di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
c. Ada hubungan yang bermakna antara Penerapan Perilaku Caring Perawat
Dengan Rencana Pemanfaatan Kembali Pelayanan Rawat Inap di Ruang Seruni.
B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan maka peneliti memberi
saran kepada:
a. RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu.
1. Institusi Rumah Sakit
Kepada pihak institusi rumah sakit diharapkan dapat meningkatkan
kualitas pelayanan yang ada dengan meningkatkan kualitas kerja perawat
dengan cara mengadakan pelatihan keperawatan profesional bagi seluruh
perawat yang ada di ruang rawat inap untuk meningkatkan kemampuan
50
51
perawat dalam memberikan rasa aman dan nyaman dapat juga dengan
mengadakan pelatihan atau mewajibkan seluruh perawat mengikuti pelatihan
caring untuk meningkatkan rasa empati, keramahan dan dapat beradaptasi
dengan keadaan yang dirasakan pasien.
2. Kepada Perawat
Kepada perawat di Ruang Seruni RSUD Dr. M. Yunus Bengkulu
diharapkan dapat meningkatkan prilaku caring terhadap pasien dengan cara
memperkenalkan menyebutkan nama pada saat interaksi pertama dengan
pasien disamping itu juga diharapkan perawat dapat menyediakan atau
memfasilitasi kebutuhan sepiritual pasien saat dirawat untuk menyediakan
jadwal kunjungan tenaga spiritual (Ustad, Pendeta, Pastur dll) bagi pasien
atau keluarga baik dirawat atau tidak.
b. Stikes Dehasen Bengkulu
Kepada pihak institusi Stikes Dehasen Bengkulu diharapkan dapat
meningkatkan mutu pendidikan dengan menciptakan perawat profesional dengan
menanamkan kepada mahasiswa prilaku caring yang sebagai pedoman utama
dalam melakukan asuhan keperawatan agar tercapai perawatan yang aman
nyaman bagi pasien maupun perawat dengan cara memberikan pelatihan-
pelatihan keperawatan profesinal.
c. Peneliti selanjutnya
Kepada peneliti selanjutnya diharapkan megembangkan penelitian ini
dengan menentukan variabel lain yang berhubungan dengan rencana
pemanfaatan kembali pelayanan dengan memperluas ruang lingkup penelitian
52
dengan desain yang berbeda seperti cohort dengan melakukan pengamatan
kepada pasien yang menyatakan akan memanfaatkan kembali pelayanan rumah
sakit untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.