7
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran. Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan pemegang peran yang sangat penting. Di zaman globalisasi ini, kita perlu menelaah kembali praktik pembelajaran di sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan dalam mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan bermasyarakat di zaman globalisasi akan sangat berbeda dengan peranan tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah. Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru. Sistem pengajaran yang 1

BAB I Warko Doang

Embed Size (px)

DESCRIPTION

warko

Citation preview

Page 1: BAB I Warko Doang

BAB IPENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pada hakekatnya kegiatan belajar mengajar adalah suatu proses interaksi

atau hubungan timbal balik antara guru dan siswa dalam satuan pembelajaran.

Guru sebagai salah satu komponen dalam proses belajar menganjar merupakan

pemegang peran yang sangat penting.

Di zaman globalisasi ini, kita perlu menelaah kembali praktik

pembelajaran di sekolah. Peranan yang harus dimainkan oleh dunia pendidikan

dalam mempersiapkan siswa untuk berpartisipasi secara utuh dalam kehidupan

bermasyarakat di zaman globalisasi akan sangat berbeda dengan peranan

tradisional yang selama ini dipegang oleh sekolah-sekolah.

Tampaknya, perlu adanya perubahan paradigma dalam menelaah proses

belajar siswa dan interaksi antara siswa dan guru. Sudah seyogyanyalah kegiatan

belajar mengajar juga lebih mempertimbangkan siswa. Siswa bukanlah sebuah

botol kosong yang bisa diisi dengan muatan-muatan informasi apa saja yang

dianggap perlu oleh guru. Selain itu, alur proses belajar tidak harus berasal dari

guru menuju siswa. Siswa bisa juga saling mengajar dengan sesama siswa yang

lainnnya. Bahkan, banyak penelitian menunjukkan bahwa pengajaran oleh rekan

sebaya (peer teaching) ternyata lebih efektif daripada pengajaran oleh guru.

Sistem pengajaran yang memberi kesempatan kepada anak didik untuk

bekerjasama dengan sesama siswa dalam tugas-tugas yang terstruktur disebut

sebagai sistem “pembelajaran gotong royong” atau cooperative learning. Dalam

sistem ini, guru bertindak sebagai fasilitator.

Ada beberapa alasan penting mengapa sistem pengajaran ini perlu dipakai

lebih sering di sekolah-sekolah. Seiring dengan proses globalisasi, juga terjadi

transformasi sosial, ekonomi, dan demografis yang mengharuskan sekolah untuk

lebih menyiapkan anak didik dengan keterampilan-keterampilan baru untuk bisa

ikut berpartisipasi dalam dunia yang berubah dan berkembang pesat.

Sesungguhnya, bagi guru-guru di negeri ini metode gotong royong tidak

terlampau asing dan mereka telah sering menggunakannya dan mengenalnya

sebagai metode kerja kelompok. Memang tidak bisa disangkal bahwa banyak guru

1

Page 2: BAB I Warko Doang

telah sering menugaskan para siswa untuk bekerja dalam kelompok. Sayangnya,

metode kerja kelompok sering dianggap kurang efektif. Berbagai sikap dan kesan

negative memang bermunculan dalam pelaksaan metode kerja kelompok. Jika

kerja kelompok tidak berhasil, siswa cenderung saling menyalahkan. Sebaliknya

jika berhasil, muncul perasaan tidak adil. Siswa yang pandai/rajin merasa

rekannya yang kurang mampu telah membonceng pada hasil kerja mereka.

Akibatnya, metode kerja kelompok yang seharusnya bertujuan mulia, yakni

menanamkan rasa persaudaraan dan kemampuan bekerja sama, justru bisa

berakhir dengan ketidakpuasaan dan kekecewaaan. Bukan hanya guru dan siswa

yang merasa pesimis mengenai penggunaan metode kerja kelompok, bahkan

kadang-kadang orang tua pun merasa was-was jika anak mereka dimasukkan

dalam satu kelompok dengan siswa lain yang dianggap kurang seimbang.

Berbagai dampak negatif dalam menggunakan metode kerja kelmpok

tersebut seharusnya bisa dihindari jika saja guru mau meluangkan lebih banyak

waktu dan perhatian dalam mempersiapkan dan menyusun metode kerja

kelompok. Yang diperkanalkan dalam metode pembelajaran cooperative learning

bukan sekedar kerja kelompok, melainkan pada penstrukturannya. Jadi, sistem

pengajaran cooperative learning bisa didefinisikan sebagai kerja/belajar kelompok

yang terstruktur. Yang termasuk di dalam struktur ini adalah lima unsur pokok

(Johnson & Johnson, 1993), yaitu saling ketergantungan positif, tanggung jawab

individual, interaksi personal, keahlian bekerja sama, dan proses kelompok.

Kekhawatiran bahwa semangat siswa dalam mengembangkan diri secara

individual bisa terancam dalam penggunaan metode kerja kelompok bisa

dimengerti karena dalam penugasan kelompok yang dilakukan secara

sembarangan, siswa bukannya belajar secara maksimal, melainkan belajar

mendominasi ataupun melempar tanggung jawab. Metode pembelajaran gotong

royong distruktur sedemikian rupa sehingga masing-masing anggota dalam satu

kelompok melaksanakan taanggung jawab pribadinya karena ada sistem

akuntabilitas individu. Siswa tidak bisa begitu saja membonceng jerih payah

rekannya dan usaha setiap siswa akan dihargai sesuai dengan poin-poin

perbaikannya.

2

Page 3: BAB I Warko Doang

Dari latar belakang masalah tersebut, maka peneliti merasa terdorong

untuk melihat pengaruh pembelajaran terstruktur dan pemberian balikan terhadap

prestasi belajar siswa dengan mengambil judul “Upaya Meningkatkan Hasil

Belajar Bahasa Indonesia Melalui Model Pembelajaran Kooperatif Tipe

Think-Pair-Share Pada Siswa Kelas I.D SD Negeri 124 Palembang”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan suatu masalah

sebagai berikut:

1. Apakah dengan diterapkannya Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-

Pair-Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas I.D SD Negeri 124

Palembang?

2. Bagaimanakah pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-

Share terhadap motivasi belajar siswa kelas I.D SD Negeri 124 Palembang?

C. Tujuan Penelitian

Sesuai dengan permasalahan di atas, penelitian ini bertujuan untuk:

1. Ingin mengetahui penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-

Share dapat meningkatkan hasil belajar siswa kelas I.D Negeri 124 Palembang

2. Ingin mengetahui pengaruh model pembelajaran kooperatif Tipe Think-Pair-

Share terhadap motivasi belajar siswa kelas I.D SD Negeri 124 Palembang.

D. Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada permasalahan dalam penelitian tindakan yang berjudul

Optimalisasi Pembelajaran Bahasa Indonesia Melalui Model Pembelajaran

Kooperatif Tipe Think-Pair-Share Pada Siswa Kelas I.D SD Negeri 124

Palembang yang dilakukan oleh peneliti, dapat dirumuskan hipotesis tindakan

sebagai berikut:

"Jika Proses Belajar Mengajar Siswa kelas I.D SD Negeri 124 Palembang

menggunakan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Think-Pair-Share dalam

menyampaikan materi pembelajaran, maka dimungkinkan minat belajar dan hasil

3

Page 4: BAB I Warko Doang

belajar siswa kelas I.D SD Negeri 124 Palembang akan lebih baik dibandingkan

dengan proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru sebelumnya".

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat hasil penilitian ini adalah sebagai berikut:

1. Menambah pengetahuan dan wawasan penulis tentang peranan guru

Pendidikan Bahasa Indonesia dalam meningkatkan pemahaman siswa belajar

Bahasa Indonesia.

2. Sumbangan pemikiran bagi guru Pendidikan Bahasa Indonesia dalam

mengajar dan meningkatkan pemahaman siswa belajar Pendidikan Bahasa

Indonesia.

3. Sebagai bahan pertimbangan dalam menentukan metode pembelajaran yang

dapat memberikan manfaat bagi siswa.

4. Sebagai penentu kebijakan dalam upaya meningkatkan prestasi belajar siswa

khususnya pada mata pelajaran Bahasa Indonesia.

5. Menerapkan metode yang tepat sesuai dengan materi pelajaran Bahasa

Indonesia.

6. Dapat digunakan sebagai bahan acuan untuk memperbaiki kekurangan guru

dalam memberikan pendidikan dalam pelajaran Bahasa Indonesia

F. Definisi Operasional Variabel

Agar tidak terjadi salah persepsi terhadap judul penelitian ini, maka perlu

didefinisikan hal-hal sebagai berikut:

1. Metode pembelajaran kooperatif model Think-Pair-Share adalah:

Suatu pengajaran yang melibatkan siswa untuk bekerja dalam kelompok-

kelompok untuk menetapkan tujuan bersama.

2. Motivasi belajar adalah:

Suatu proses untuk menggiatkan motif-motif menjadi perbuatan atau tingkah

laku untuk memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan, atau keadaan dan

kesiapan dalam diri individu yang mendorong tingkah lakunya untuk berbuat

sesuatu dalam mencapai tujuan tertentu.

4

Page 5: BAB I Warko Doang

3. Hasil belajar adalah:

Hasil belajar yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau dalam bentuk skor,

setelah siswa mengikuti pelajaran.

G. Batasan Masalah

Agar pembahasan dalam penelitian ini tidak menyimpang dari pokok

permasalahan, maka diperlukan pembatasan masalah yang meliputi:

1. Penelitian ini hanya dikenakan pada siswa kelas I.D SD Negeri 124

Palembang tahun pelajaran 2011/2012.

2. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juli-Agustus semester ganjil tahun

pelajaran 2011/2012.

3. Materi yang disampaikan adalah pokok bahasan tentang mendengarkan

5