50
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan tidak mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan, termasuk pada anak- anak agar tercapai derajat kesehatan secara optimal. Untuk menunjang upaya kesehatan yang optimal maka upaya dibidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian (Suwelo, 1997). Penanganan di bidang kesehatan gigi yang baik, salah satunya adalah dengan memperhatikan masalah kesehatan gigi anak. Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk dan anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies disbanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula, apabila anak terlalu banyak makan gula-gula dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami karies (Soemartono, 2003). Di negara maju prevalensi karies gigi terus menurun sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia ada kecenderungan kenaikan prevalensi penyakit tersebut. Gigi sulung dalam kondisi yang baik sangat penting untuk perkembangan sistem stomatogenetik anak yang baik dan adekuat. Gigi sulung yang sehat penting untuk kemampuan bicara, pencegahan kebiasaan oral yang buruk dan berperan 1

BAB I,2 3456 dkk

Embed Size (px)

DESCRIPTION

nyohh oss

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pembangunan kesehatan diselenggarakan dengan memberikan prioritas kepada upaya peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit dengan tidak mengabaikan upaya penyembuhan dan pemulihan kesehatan, termasuk pada anak-anak agar tercapai derajat kesehatan secara optimal. Untuk menunjang upaya kesehatan yang optimal maka upaya dibidang kesehatan gigi perlu mendapat perhatian (Suwelo, 1997).Penanganan di bidang kesehatan gigi yang baik, salah satunya adalah dengan memperhatikan masalah kesehatan gigi anak. Pada umumnya keadaan kebersihan mulut anak lebih buruk dan anak lebih banyak makan makanan dan minuman yang menyebabkan karies disbanding orang dewasa. Anak-anak umumnya senang gula-gula, apabila anak terlalu banyak makan gula-gula dan jarang membersihkannya, maka gigi-giginya banyak yang mengalami karies (Soemartono, 2003).Di negara maju prevalensi karies gigi terus menurun sedangkan di negara-negara berkembang termasuk Indonesia ada kecenderungan kenaikan prevalensi penyakit tersebut. Gigi sulung dalam kondisi yang baik sangat penting untuk perkembangan sistem stomatogenetik anak yang baik dan adekuat. Gigi sulung yang sehat penting untuk kemampuan bicara, pencegahan kebiasaan oral yang buruk dan berperan sebagai penuntun erupsi gigi permanen. Selain itu pada masa kanak-kanak, estetika dari gigi anterior mendorong perkembangan kepribadian yang normal sehingga kepercayaan diri akan meningkat secara positif, dapat mempengaruhi kualitas hidup anak pada masa depannya (Sutadi, 2002).

Anak yang menderita karies dini memerlukan penanganan secepatnya sehingga mencegah kondisi yang lebih parah. Perawatan yang dilakukan akan meredakan keluhan atau rasa nyeri, serta menjaga mental dan tumbuh kembang stomatognatiknya. Suatu perawatan kesehatan gigi pada pasien anak dapat berhasil apabila terdapat kerja sama yang baik antara perawat gigi atau dokter gigi dengan pasien anak serta orang tua anak (Hendrastuti, 2003).1.2 Rumusan Masalah

1. Bagaimana proses terjadinya karies ?

2. Faktor apa saja yang menyebabkan karies?

3. Bagaimana perawatan karies pada pasien anak?

4. Bagimana upaya pencegahan karies?

1.3 Tujuan Umum

Kompetensi yang akan dicapai mahasiswa adalah mampu menerapkan perawatan karies pada gigi sulung dan upaya pencegahan karies pada gigi sulung.1.4 Tujuan Khusus

Pada akhir makalah ini, mahasiswa mampu :

1. Menganalisis bagaimana proses terjadinya karies pada gigi sulung2. Menganalisis faktor-faktor yang menyebabkan karies pada gigi sulung3. Menjabarkan bagaimana upaya perawatan karies4. Menjabarkan bagaimana upaya pencegahan karies1.5 Hipotesa

Perawatan gigi sulung yang tepat berpengaruh penting terhadap tingkat kejadian karies.

BAB II

SKENARIO

2.1 Skenario

Seorang pasien laki-laki usia 7 tahun datang ke RSGM(P) Institut Ilmu Kesehatan Bhakti Wiyata karena gigi gerahan kiri bawahnya berlubang, pada pemeriksaan anamnesa pasien dari orang tuannya menceritakan bahwa gigi tersebut sedikit berlubang belum pernah terasa sakit, hanya saja sering kemasukan makanan, sehingga orang tua khawatir lubang tersebut menjadi semakin besar dan ingin ditambal. Orangtua pasien juga menceritakan kegemara anaknya makan permen dan kue manis. Orang tua pasien ingin gigi geligi anaknya tersebut tidak mudah berlubang dikemudian hari.

2.2 Keyword

Restorasi, gigi sulung, pencegahan karies

2.3 Learning issue

1. Bagaimana proses terjadinya gigi berlubang pada anak.

2. Faktor penyebab karies gigi pada anak

3. Bagaimana perawatan karies gigi pada anak

4. Upaya pencegahan karies pada gigi sulung

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA3.1 Erupsi Gigi

Proses erupsi gigi adalah suatu proses fisiologis berupa proses pergerakan gigi yang dimulai dari tempat pembentukkan gigi di dalam tulang alveolar kemudian gigi menembus gingiva sampai akhirnya mencapai dataran oklusal. Pada manusia terdapat 20 gigi desidui dan 32 gigi permanen. Setiap gigi berbeda-beda secara anatomi, tetapi dasar proses pertumbuhannya sama pada semua gigi (Mochtar, 1998).

3.1.1 Tahap Pra-Erupsi Tahap pra-erupsi, yaitu saat mahkota gigi terbentuk dan posisinya dalam tulang rahang cukup stabil (intraosseus), ketika akar gigi mulai terbentuk dan gigi mulai bergerak di dalam tulang rahang ke arah rongga mulut, penetrasi mukosa, dan pada saat akar gigi terbentuk setengah sampai tiga perempat dari panjang akar.3.1.2 Tahap Pra-Fungsional/Pra-Oklusal (Tahap Erupsi) Erupsi merupakan istilah yang berasal dari bahasa Latin erumpere, yang berarti menetaskan.7 Erupsi gigi adalah suatu proses pergeraka gigi secara aksial yang dimulai dari tempat perkembangan gigi di dalam tulang alveolar sampai akhirnya mencapai posisi fungsional di dalam rongga mulut. Erupsi gigi merupakan suatu proses yang berkesinambungan dimulai dari tahap pembentukkan gigi sampai gigi muncul ke rongga mulut. Menurut Lew (1997, cit Primasari A, 1992), gigi dinyatakan erupsi jika mahkota telah menembus gingiva dan tidak melebihi 3 mm di atas gingiva level dihitung dari tonjol gigi atau dari tepi insisal.14 Gerakan dalam proses erupsi gigi adalah ke arah vertikal selama proses gigi berlangsung, gigi juga mengalami pergerakan miring, rotasi, dan pergerakan ke arah mesial.

3.1.3 Tahap Fungsional/Tahap OklusalTahap ini dimulai sejak gigi difungsikan dan berakhir ketika gigi telah tanggal dan berlangsung bertahun-tahun. Selama tahap ini gigi bergerak ke arah oklusal, mesial, dan proksimal. Pergerakan gigi pada tahap ini bertujuan untuk mengimbangi kehilangan substansi gigi yang terpakai selama berfungsi sehingga oklusi dan titik kontak proksimal dipertahankan.3.2 Karies

3.2.1 Definisi Karies

Karies berasal dari bahasa Latin yaitu caries yang artinya kebusukan. Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas (Kidd, 1992).

Dengan perkataan lain, dimana prosesnya terjadi terus berjalan ke bagian yang lebih dalam dari gigi sehingga membentuk lubang yang tidak dapat diperbaiki kembali oleh tubuh melalui proses penyembuhan, pada proses ini terjadi demineralisasi yang disebabkan oleh adanya interaksi kuman, karbohidrat yang sesuai pada permukaan gigi dan waktu (Kidd, 1992).Perkembangan karies dapat berbeda antara satu dan lain orang dari antara populasi satu dan populasi lain. Apabila perkembangannya lambat, mungkin membutuhkan waktu bertahun tahun lamanya sehingga karies menjadi kavitas besar. Akan tetapi proses yang sama hanya membutuhkan waktu beberapa bulan saja, kalau perkembangannya cepat (Kidd, 1992).

3.2.2 Faktor Terjadinya Karies

Karies terjadi bukan disebabkan karena satu kejadian saja seperti penyakit menular lainnya tetapi disebabkan serangkaian proses yang terjadi selama beberapa kurun waktu (Tarigan, 1990).

Karies merupakan penyakit multifaktorial yaitu adanya beberapa faktor yang menjadi penyebab terbentuknya karies. Ada 4 (empat) faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu, yang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang tindih (Tarigan, 1990).

Model Empat Lingkaran Penyebab KariesUntuk terjadinya karies, maka kondisi setiap faktor tersebut harus saling mendukung yaitu tuan rumah yang rentan, mikroorganisme yang kariogenik, substrat yang sesuai dan waktu yang lama (Tarigan, 1990).

3.2.3 Proses Terjadinya Karies

Proses terjadinya karies ditandai dengan demineralisasi jaringan keras gigi yang diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Demineralisasi terjadi ketika karbohidrat yang dikonsumsi difermentasi oleh bakteri dalam plak sehingga menghasilkan asam laktat. Bakteri penyebab utama karies adalah Streptococcus mutans. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidakbergerak), berdiameter 1-2 m, bakteri anaerob fakultatif. Memiliki bentuk bulat atau bulat telur, tersusun seperti rantai dan tidak membentuk spora. Streptococcus mutans termasuk kelompok Streptococcus viridans yang merupakan anggota floral normal rongga mulut yang memiliki sifat -hemolitik dan komensaloportunistik Adanya pembentukan asam akan menurunkan pH plak gigi di bawah nilai pH kritisyaitu 5,2-5,5(Willett dkk., 1991; Ari, 2008).Ada beberapa hal yang menyebabkan karies gigi bertambah parah adalah gula, air liur, dan juga bakteri pembusuknya. Setelah mengkonsumsi sesuatu yang mengandung gula, terutama adalah sukrosa, dan bahkan setelah beberapa menit penyikatan gigi dilakukan, glikoprotein yang lengket (kombinasimolekul protein dankarbohidrat) bertahanp ada gigi untuk mulai pembentukan plak pada gigi. Pada waktu yang bersamaan berjuta-juta bakteri yang dikenal sebagai Streptococcus mutans juga bertahan pada glikoprotein itu. Walaupun banyak bakteri lain yang juga melekat, hanya Streptococcus mutans yang dapat menyebabkan rongga atau lubang pada gigi (Willett dkk., 1991; Ari, 2008).

Pada langkah selanjutnya, bakteri menggunakan fruktosa dalam suatu metabolism glikolisis untuk memperoleh energi. Hasil akhir dari glikolisis di bawah kondisi anaerob adalah asam laktat. Asam laktat ini menciptakan kadar keasaman yang ekstra untuk menurunkan pH sampai batas tertentu sehingga dapat menghancurkan zat kapur fosfat di dalam email gigi pembentukan suatu rongga atau lubang. Streptococcus mutans ini yang mempunyai suatu enzim yang disebut glucosyltransferase diatas permukaannya yang dapat menyebabkan polimerisasi glukosa pada sukrosa dengan pelepasan dari fruktosa, sehingga dapat mensintesa molekul glukosa yang memiliki berat molekul yang tinggi yang terdiri dari ikatan glukosaalfa (1-6) alfa (1-3) (Willett dkk., 1991; Ari, 2008).

Pembentukan alfa (1-3) ini sangat lengket, sehingga tidak larut dalam air. Hal ini dimanfaatkan oleh bakteri streptococcus mutans untuk berkembang dan membentuk plak gigi. Enzim yang sama melanjutkan untuk menambahkan banyak molekul glukosa kesatu sama lain untuk membentuk dextran yang memiliki struktur sangat mirip dengan amylase dalam tajin. Dextran bersama dengan bakteri melekat dengan erat pada enamel gigi dan menuju ke pembentukan plak pada gigi. Hal ini merupakan tahap dari pembentukan rongga atau lubang pada gigi yang disebut dengan karies gigi(Willett dkk., 1991; Ari, 2008).

Streptococcus mutans melekat pada permukaan gigi dengan perantara glukan, dimana produksi glukan yang tidak dapat larut dalam air merupakan faktor virulensi yang penting, glukan merupakan suatu polimer dari glukosa sebagai hasil reaksi katalis glucosyltransferase. Glukosa yang dipecah dari sukrosa dengan adanya glucosyltransferase dapat berubah menjadi glukan. Streptococcus mutans menghasilkan dua enzim, yaitu glucosyltransferase dan fruktosyltransferase. Enzim-enzim ini bersifat spesifik untuk substrat sukrosa yang digunakan untuk sintesa glukan dan fruktanataulevan (Willett dkk., 1991; Ari, 2008).

Plak dapat menghambat difusi asam keluar dalam saliva sehingga konsentrasi asam pada permukaan enamel meningkat. Asam akan melepaskan ion hidrogen yang bereaksi dengan Kristal apatit dan merusak enamel, berpenetrasi lebih dalam kedalam gigi sehingga Kristal apatit menjadi tidak stabil dan larut. Hal ini menyebabkan produksi asam meningkat, reaksi pada kavitas oral juga menjadi asam dan kondisi ini akan menyebabkan proses demineralisasi gigi terus berlanjut sehingga menyebabkan gigi menjadi berlubang(Regina, 2007).

3.2.4 Indikator Penilaian Karies

3.2.5 Perawatan Gigi Sulung

Pada gigi dengan karies yang telah mengenai saluran akar hendaknya dilakukan perawatan endodontic terlebih dahulu sebelum dilakukan penambalan, sedangkan pada gigi dengan karies yang belum mengenai pulpa dapat langsung dilakukan penambalan (Riyanti, 2005).

1. Perawatan Endodontik

Tujuan dasar dari perawatan endodontic pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya dan untuk mempertahankan panjang lengkung rahang (Riyanti, 2005).

a. Pulp CappingPulp Capping didefinisikan sebagai aplikasi dari satu atau beberapa lapis bahan pelindung di atas pulpa vital yang terbuka.Bahan yang biasa digunakan untuk pulp capping ini adalah kalsium hidroksida karena dapat merangsang pembentukan dentin sekunder secara efektif dibandingkan bahan lain. Tujuan pulp capping adalah untuk menghilangkan iritasi ke jaringan pulpa dan melindungi pulpa sehingga jaringan pulpa dapat mempertahankan vitalitasnya.

Teknik pulp capping dibagi menjadi indirect dan direct.

1. Pulp Capping Indirect

Yakni memberi material proteksi pada dentin yang terinfeksi diatas pulpa yang belum terbuka

Indikasi: Karies yang dalam dimana lapisan dentin diatas pulpa sudah sedemikian tipis tanpa gejala inflamasi.

Kontra indikasi: adanya sakit spontan, adanya tanda kondisi patologik klinis maupun radiograf.

Tahapan: Rontgen gigi daerah kerja untuk mengetahui kedalaman karies

Isolasi daerah kerja

Buka dan bersihkan karies dengan bur fisur, irigasi kavitas, lalu keringkan

Tempatkan basis kalsium hidroksida pada dentin di dasar kavitas

Tutup dengan semen fosfat, lalu restorasi

2. Pulp Capping Direct

Pemberian material terapitik pada pulpa yang terbuka untuk merangsang terbentuknya barrier/ dentin reparatif,

Indikasi: pulpa vital yang terbuka kecil (pin point) dengan diameter kurang dari 1mm, untuk gigi tetap muda yang pembentukan akar dan apeksnya belu sempurna.

Kontra indikasi: sama dengan pulp capping indirect.

Tahapan: Preparasi dan bersihkan karies dengan bur

Irigasi lalu keringkan kavitas

Letakkan bahan kalsium hidroksida pada pulpa yang terbuka dan biarkan kering

Tutup dengan semen fosfat dan tambalan sementara.

Setelah 6 minggu, apabila reaksi pulpa terhadap panas dan dingin normal, restorasi dengan restorasi tetep.

b. Pulpotomi

Pulpotomi adalah pembuangan pulpa vital dari kamar pulpa kemudian diikuti oleh penempatan obat di atas orifis yang akan menstimulasikan perbaikan atau memumifikasikan sisa jaringan pulpa vital di akar gigi. Pulpotomi disebut juga pengangkatan sebagian jaringan pulpa.

c. Pulpektomi

Pulpektomi adalah pengangkatan seluruh jaringan pulpa. Pulpektomi merupakan perawatan untuk jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas. Meskipun perawatan ini memakan waktu.

2. Pembuatan RestorasiAlat restorasi yang dapat digunakan untuk perawatan karies gigi sulung adalah semen glass ionomer, composit resin strip crown, dan mahkota stainless steel. Anak-anak dengan keadaan seperti ini adalah mungkin untuk dilakukan preparasi kavitas kelas III dan kelas IV.Semen glass ionomer dan resin komposit dapat digunakan untuk restorasi lesi-lesi kelas III pada gigi sulung anterior, gabungan resin komposit dan glass ionomer (compomer/compoglass) juga dapat digunakan untuk lesi kelas IV. Sedangkan mahkota stainless steel digunakan untuk lesi karies pada gigi posterior (Riyanti, 2005).

a. Restorasi Direct

( Semen Glass IonomerSemen glass ionomer terbentuk karena reaksi antara bubuk kaca alumino silikat yang khusus dibuat dengan asam poliakrilat. Setelah tercampur pasta semen ini ditumpatkan kedalam kavitas pada saat bahan ini belum mengeras. Semen glass ionomer yang berisi logam perak dalam bubuknya telah dikembangkan serta dikenal dengan nama generiknya yaitu cermet. Semen semacam ini mempunyai ketahanan terhadap abrasi dan bersifat radiopak. Semen glass ionomer sebaiknya tidak digunakan sebagai alat restorasi untuk kerusakan gigi yang luas karena kurang kuat menerima daya kunyah yang berlebih. Pemakaian Semen Glass Ionomer sangat di utamakan karena dapat melekat dengan baik pada enamel dan dentin serta berpotensial memiliki antikariogenik dengan melepaskan flour.

( Gabungan Resin Kompositdan Glass IonomerResin komposit diindikasikan untuk kavitas kelas I atau kelas II pada gigi anak yang kooperatif, untuk lesi interproksimal kelas III pada gigi anterior, lesi kelas V pada permukaan fasial gigi anterior, hilangnya sudut insisal gigi, fraktur gigi anterior, lesi oklusal dan interproksimal gigi posterior kelas I dan II. Pasien dengan insidensi karies dan kebersihan mulut yang kurang baik merupakan kontraindikasi restorasi resin komposit.

b. Restorasi Indirect

( Stainless Steel Crown

Stainless Steel Crown (SSC) adalah tumpatan sementara berbentuk anatomi gigi terbuat dari paduan logam (alloy) nirkarat yang mudah dibentuk untuk diadaptasikan pada gigi sulung posterior.

Indikasi SSC adalah (Bakar, 2013):

1. Kerusakan gigi yang sangat parah

2. Gigi molar desidui yang telah dilakukan terapi pulpa

3. Gigi desidui atau permanen yang hypoplasia, dan

4. Gigi-gigi anak-anak dengan resiko karies tinggi

( Poly Carbonat Crown (PCC)

Restorasi poly carbonat biasa digunakan untuk gigi anterior decidui yang mengalami karies yang luas (Bakar, 2013).

3.2.6 Pertimbangan Restorasi Gigi Sulung

a. Usia anak

Usia anak berhubungan dengan sikap anak dalam mengahadapi perawatan dan juga kondisi gigi geligi. Semakin kecil usia anak, semakin dibutuhkan penanganan ekstra karena cenderung merasa takut dan tidak kooperatif saat dilakukannya suatu perawatan dental. Sejak usia 18 bulan anak-anak dapat menjalani pemeriksaan gigi, namun umumnya baru usia 2 atau 3 tahun.

b. Derajat keparahan karies

Derajat keparahan karies menjadi salah satu wacana yang dapat digunakan sebagai pertimbangan, hal ini berkaitan dengan kondisi gigi yang terkena karies superfisial, media, ataupun profunda hingga profunda perforasi.

c. Kondisi gigi & tulang penyangga dilihat dari foto rontgen

Menjadi bahan pertimbangan karena kondisi gigi dan tulang penyangga yang baik akan turut mempengaruhi proses dari suatu restorasi. Apakah gigi keadaan gigi baik, dengan tulang yang baik, ataukah terjadi kelainan pada akar, ruang pulpa, dan lain sebagainya.

d. Waktu normal gigi tanggal

Setiap gigi mempunyai masa waktu untuk tanggal. Masa waktu untuk tanggal inilah yang kemudian dijadikan dokter gigi atau perawat gigi dadlam melakukan restorasi. Biasanya apabila gigi yang terkana karies sudah mendekati waktu tanggal perawatan yang sering digunakan untuk gigi decidui adalah perawatan sementara, yang lebih banyak menggunakan bahan yang dapat melepas fluoride.

e. Efek bila gigi tersebutdicabut

Operator hendaknya mempertimbangkan dampak yang mungkin terjadi dari pencabutan gigi. Pertimbangan banyak ditekankan pada pertimbangan kondisi ruang pada rahang. Gigi anak yang lepas sebelum waktunya, misalnya karena berlubang ataukarena terlepas dengan sendirinya, dapat menyebabkan ruangan yang tertinggalmenyempit karena pergeseran gigi sebelahnya. Ruangan yang menyempit ini akanmengganggu erupsi gigi tetap di bawahnya. Hal ini dapat mengakibatkan gigitetap tumbuh dalam posisi yang kurang baik dan susunan gigi pun menjadi tidak rapi (Tedjosasongko, Udijanto, 2009).

3.2.7 Perbedaan perawatan gigi sulung

1. Morfologi anatomi gigi sulung berbeda dengan gigi permanen :

a. Mahkota yang cembung dan servikal jelas

b. Bidang oklusal sempit

c. Servikal ke apeks menonjol

d. Enamel tipis

e. Tanduk pulpa tinggi

f. Saluran akar kecil

g. Dasar pulpa tipis

h. Ada gigi permanen yg akan tumbuh

i. Inklinasi prisma enamel berbeda

2. Perawatan gigi anak membutuhkan pendekatan ataupun keahliah khusus dalam hal :

A. Management Perilaku Anak

Mempertimbangkan perasaan anak, membentuk rasa percaya dan kerja sama anak agar mau melakukan perawatan dengan cara simpatik dan baik. Tidak hanya memberikan perawatan sekarang, tetapi juga mengusahakan masa depan kesehatan gigi anak dengan membentuk sikap dan tingkah laku yang positif terhadap perawatan gigi.

B. Desain Ruang Praktek Pasien Anak

Kunjungan ke dokter gigi saat ini belum merupakan sesuatu yang rutin dilakukan terutama pada anak-anak. Kunjungan baru dilakukan bila terdapat keluhan dan program pencegahan belum sepenuhnya dijalankan. Anggapan bahwa gigi sulung merupakan gigi yang keberadaannya di rongga mulut hanya sementara sehingga perawatannya tidak perlu terlalu diperhatikan masih banyak dianut oleh para orang tua. Selain itu, faktor kecemasan juga berhubungan dengan kurang berminatnya seorang anak datang ke dokter gigi. Kecemasan yang dialami oleh pasien anak perlu mendapat perhatian khusus, karena efeknya bukan hanya terhadap pasien anak itu sendiri tetapi juga terhadap dokter gigi dan keberhasilan perawatan gigi. Hal tersebut akan menjadi permasalahan tersendiri bagi dokter gigi dalam menangani pasien anak tersebut (Kent dan Blinkhorn, 2005).

Hasil penelitian William pada tahun 1985 memberikan gambaran bahwa anak-anak yang cemas cenderung menarik diri dari lingkungan sekitar dan sulit beradaptasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa anak-anak seperti itu akan mendatangkan lebih banyak masalah pada kunjungan ke praktik dokter gigi.Manifestasi dari kecemasan anak dapat berupa tingkah laku kurang kooperatif terhadap perawatan gigi sehingga anak menolak untuk dilakukan perawatan gigi, misalnya mendorong instrumen agar menjauh darinya, menolak membuka mulut, menangis, sampai meronta-ronta, dan membantah. Oleh sebab itu, dokter gigi harus bekerja ekstra dalam menghadapi permasalahan yang ditimbulkan akibat kecemasan pada saat anak dirawat gigi (Brauer, 1995).

1. Ruang Tunggu

Ruang tunggu merupakan faktor utama untuk timbulnya rasa cemas. Pemandangan di sekitar ruang praktik yang dilihat oleh pasien sangat penting. Pamflet dan poster di dalam ruang tunggu dapat memberikan efek negatif pada pasien kerena gambar monster yang aneh digunakan dalam pamflet atau poster. Susunan alat-alat, alat bor, dan instrumen lain yang dapat menakuti pasien harus dijauhkan dari pandangan pasien. Suara juga dapat menimbulkan rasa takut pasien. Ruang praktik diusahakan tidak terlalu dekat dengan ruang tunggu (Ellis, 2007).

Pasien biasanya mengatakan bahwa kecemasan mereka sampai pada puncaknya ketika menunggu di ruang tunggu. Menghadapi bayangan yang mungkin terjadi sering kali lebih buruk daripada kejadian itu sendiri. Pasien biasanya mengatakan bahwa kecemasan mereka lebih tinggi ketika menunggu di ruang tunggu daripada ketika mereka sudah duduk di unit kursi gigi. Menghadapi bayangan yang akan terjadi seringkali lebih buruk daripada kejadian itu sendiri (Kent dan Blinkhorn, 2005).

Suatu perilaku anak yang tidak kooperatif pada ruang perawatan gigi biasanya dipicu oleh perasaan untuk menghindari keadaan yang tidak menyenangkan dan rasa sakit yang mungkin akan terjadi, serta ditafsirkan olehnya sebagai ancaman bagi kesehatannya (Finn, 2003).

Pada saat anak memasuki ruang perawatan gigi dengan sejumlah perasaan takut, hal yang pertama harus dilakukan oleh dokter gigi adalah menempatkan anak senyaman mungkin dan mengarahkannya bahwa pengalamannya ini bukanlah hal yang tidak biasa. Jika tempat praktik tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metode yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di lingkungan rumahnya sendiri. Membuat ruang penerimaan yang nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika memasukinya, oleh karena itu dekorasi ruangan sangat memegang peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi psikologis mereka (Finn, 2003).

Tata Ruang Tunggu

Musik yang lembut dapat memberikan efek baik pada orang tua maupun anak dalam memecahkan keheningan di ruang tunggu. Bahan-bahan bacaan yang disediakan di ruang tunggu tidak saja buat anak-anak, tetapi juga buat orang tuanya. Sediakan pula kursi dan meja kecil bagi anak untuk duduk dan membaca. Buku-buku disediakan untuk semua usia anak. Selain buku bacaan, dapat disediakan juga buku aktivitas, seperti buku mewarnai (Finn, 2003).2. Ruang Perawatan

Tempat praktik yang tidak terbatas hanya untuk pasien anak-anak, salah satu metoda yang efektif di antaranya adalah dengan pembuatan ruang tunggu yang dibuat sedemikian rupa sehingga anak merasa berada di lingkungan rumahnya sendiri. Ruang penerimaan dibuat nyaman dan hangat sehingga anak merasa tidak asing ketika memasukinya, oleh karena itu dekorasi ruangan sangat memegang peranan penting dan erat kaitannya dengan kondisi psikologis mereka, sehingga banyak kecurigaan dari anak akan menjadi hilang (Finn, 2003).

Salah satu jalan yang paling sederhana untuk melakukan ini adalah dengan membuat satu sudut ruang tunggu yang khusus untuk mereka sendiri. Memiliki meja dan kursi anak-anak sehingga mereka dapat duduk dan membaca. Perpustakaan kecil dengan buku untuk anak-anak untuk berbagai tingkatan usia. Menyiapkan beberapa majalah anak-anak yang bagus; menjadikan seorang dokter gigi berlangganan majalah anak secara berkala. Menyediakan suatu lampu kecil di atas meja dengan suatu keremangan yang menarik. Beberapa mainan sederhana tapi kokoh menjadi sebuah pilihan yang baik untuk ditempatkan diruangan tersebut untuk menghibur anak yang paling kecil. Ruang perawatan dapat membuat lebih menarik bagi anak-anak dengan menempatkan beberapa gambar-gambar di atas dinding sehingga lebih menyenangkan bagi anak-anak ketika bermain (Finn, 2003).

Dekorasi ruangan dapat diatur berdasarkan setting tertentu, misalnya seperti sirkus, luar angkasa, atau serial dan tokoh kartun yang sedang digemari anak. Dekorasi tersebut dapa memberikan kehangatan dan fantasi ruangan yang cenderung menghilangkan rasa takut. Selain itu, dapat pula diletakkan akuarium yang dapat terlihat oleh anak saat berada di kursi gigi. Akuarium selalu merupakan sumber hiburan bagi anak (Finn, 2003).

Ruang Perawatan dengan Setting Laut

Ruang perawatan dapat dipisahkan dengan ruang konsultasi. Selama anak dalam perawatan gigi, orang tua dapat menunggu di ruang konsultasi. Walaupun terpisah, sebaiknya ruang ini tidak dipisahkan oleh pintu yang tertutup sehingga anak dapat tetap merasakan kehadiran orang tuanya (Finn, 2003).

Ruang Konsultasi Terpisah dengan Ruang Perawatan

Ruang perawatan dapat dibuat lebih menarik bagi seorang anak jika terdapat beberapa gambar anak-anak yang sedang bermain. Foto seorang anak sedang bermain bebas dan tertawa-tawa dapat memberikan sugesti positif bagi seorang anak. Diusahankan pula untuk menata ruangan agar anak tidak melihat pasien dewasa kesakitan saat dalam perawatan atau melihat darah padanya. Pasien lain yang terlihat dengan mata memerah karena habis menangis dapat mempengaruhi emosi anak. Oleh karena itu, alangkah lebih baiknya jika dapat dibuat pintu keluar dan pintu masuk yang berbeda (Finn, 2003).

Warna dinding ruangan, kursi gigi, dan perlengkapan lainnya dapat memberikan efek pada anak. Warna-warna yang lembut dan cerah akan memberikan efek menenangkan dibandingkan warna-warna terang dan menyala. Selain itu, dapat pula diberikan paduan warna yang serasi sehingga anak cenderung untuk tetap tenang (Graham, 1994).

Paduan Warna dan Gambar-gambar di Dinding Ruang Perawatan

3. Ruang Penyuluhan

Selain ruang tunggu dan ruang perawatan, ruang praktik sebaiknya dilengkapi dengan ruang penyuluhan, tempat anak dan orang tuanya mendapatkan instruksi prosedur pencegahan. Walaupun informasi mengenai prosedur pencegahan dapat diberikan di ruang perawatan, ruangan yang terpisah dapat memberikan efek yang baik bagi pasien. Ruangan ini dapat dilengkapi oleh gambar-gambar cara perawatan gigi, model, slide, pamflet, dan lain-lain. Tata warna ruang harus dipilih warna cerah dengan pencahayaan yang baik (Finn, 2003).

Penyuluhan di Kursi Gigi

3.2.8 Teknik Preparasi

Prinsippreparasikavitaspadagigisulungdangigipermanen umumnyasama karena bentuk kavitas banyak ditentukan oleh banyaknyapembuangan karies di email dan dentin.

1) Outline Form (Garistepi/Batas)

2) ResistanceForm(Bentukresistensi)

3) Retention Form (Bentukretensi)

4) ConvenienceForm

5) RemovalofCaries(PenyingkiranJaringankaries)

6) FinishingTheEnamelMargin(Menghaluskandindingenamel margin)

7) ToiletofTheCavity(MembersihkanKavitas) (Bakar,2010).

3.2.9 Upaya Pencegahan Karies

1. Modifikasi Kebiasaan Anak

Modifikasi kebiasaan anak bertujuan untuk merubah kebiasaan anak yang salah mengenai kesehatan gigi dan mulutnya sehingga dapat mendukung prosedur pemeliharaan dan pencegahan karies

2. Pendidikan Kesehatan Gigi = DHE (Dental Health Education)

DHE merupakan pendidikan kesehatan gigi yang diberikan kepada anak besertaorang tuanya. Pendidikan kesehatan yang dapat kita berikan kepada pasien seperti memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyikat gigi yang benar, kemudian kontrol diet berupa pengecekan jumlah asupan gula dari pasien sehingga kita dapat mencegah terjadinya kerusakan gigi, serta langkah-langkah yang dapat diambil oleh pasien untuk peningkatan oral hygiene (kebersihan rongga mulut).

3. Kebersihan Mulut

Penyikatan gigi, flossing dan profesional propilaksis disadari sebagai komponen dasar dalam menjaga kebersihan mulut. Keterampilan penyikatan gigi harus diajarkan dan ditekankan pada anak di segala umur. Anak di bawah umur 5 tahun tidak dapat menjaga kebersihan mulutnya secara benar dan efektif maka orang tua harus melakukan penyikatan gigi anak setidaknya sampai anak berumur 6 tahun kemudian mengawasi prosedur ini secara terus menerus. Penyikatan gigi anak mulai dilakukan sejak erupsi gigi pertama anak dan tatacara penyikatan gigi harus ditetapkan ketika molar susu telah erupsi.

4. Diet dan Konsumsi Gula

Kontrol diet yang dimaksud disini bukanlah diet yang dilakukan untuk menurunkan berat badan, melainkan pengaturan jumlah dan frekuensi asupan makanan serta minuman yang dilakukan 3-7 hari sehingga dapat kita ketahui kebiasaan makan dari pasien apakah itu baik atau buruk.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan kontrol diet adalah

Kita mengurangi frekuensi makan dari pasiennamun tidak mengurangi jumlahnya. jadi, dalam sehari pasien makan 3 makanan utama dan 2 atau 3 makanan tambahan. Makanan tambahan berupa makanan yang hanya mengandung sedikit sukrosa (gula).

Jangan ngemil diantara jam makan karena dapat mengganggu kerja saliva dalam menetralkan asam.

Anak-anak boleh dikasih permen hanya sekali seminggu atau diberikan permen yang tidak mengandung gula seperti xylitol.

Cara melakukan kontrol diet:

Pada kunjungan pertama, kita berikan borang kepada pasien untuk diisi dirumah. Borang ini berupa tabel yang harus diisi pasien dengan jujur mengenai apa saja yang dikonsumsi oleh pasien setiap harinya dalam seminggu. Catat juga waktunya saat pasien makan.

Pada kunjungan berikutnya, pasien menyerahkan borang yang sudah diisi lalu kita hitung asupan makanan pasien (dalam hal ini jumlah sukrosa).

Kita berikan penjelasan mengenai kontrol diet yang benar kepada pasien

5. Aplikasi Fluor

Pengaplikasian fluor terbagi 2, yaitu:

a. Secara Sistemik

Pengaplikasian fluor dengan cara diminum sehingga fluor bekerja melalui aliran sistemik tubuh. Biasanya dilakukan dengan minum air atau makan makanan berfluoride. Pemberian asupan fluor melalui sistemik ini cukup beresiko terjadinya kelebihan fluor, karena sulit untuk mengatur keseimbangan asupan fluor saat kita makan sehari-hari.

b. Secara Topikal.

Aplikasi fluor dilakukan untuk mencegah terjadinya karies. Biasanya diberikan kepada pasien yang mengalami white spot pada gigi. Pengaplikasiannya dengan cara mengoles atau berkumur dengan larutan mengandung fluoride.

6. Penggunaan Pit dan Fissure Sealant

Pit dan fissure merupakan bentuk anatomis normal yang terdapat pada gigi. Hanya saja, pit dan fissure ini bisa sewaktu-waktu menjadi bertambah dalam akibat makanan ataupun akibat demineralisasi asam sehingga perlu ditutup dengan menggunakan sealant sehingga mencegah kerusakan lebih lanjut berupa karies.

3.2.10 Karies Terhenti

Karies terhenti atau lesi karies yang tidak berkembang bisa disebabkan karena faktor lingkungan. Karies ini biasanya paling sering terjadi dibagian labial maupun lingual gigi, terkadang apabila terdapat perubahan kondisi lingkungan yang sangat baik, dapat menyebabkan karies melambat bahkan terkadang pada lesi karies terjadi proses remineralisasi.

Karies terhenti masuk dalam karies yang dilihat dari progresivitasnya Pencabutan molar pertama dapat membuat lesi karies terhenti, karena keadaan lingkungan yang sudah berubah sehingga mempermudah perawatan pada gigi-gigi yang masih tersisa meskipun sudah terkena karies. Penanganan pada gigi sulung dengan karies yang telah terhenti dengan kondisi gigi coklat atau menghitam, harus melihat masa erupsi gigi permanen. Apabila masa erupsi gigi permanen dekat dapat dilakukan pencabutan ataupun dengan dibiarkan saja menunggu goyang dengan sendirinya. Namun bilamana waktu erupsi gigi permanennya masih lama dapat dibuatkan Stainless Steel Crown tergantung seberapa lebar luas karies terhenti pada gigi dan juga perawatan dan diet gula secara intensif hingga gigi permanen menyundul gigi sulung yang terkena karies.

3.2 Aplikasi Fluor

3.2.1 Indikasi dan Kontraindikasi Fluor Pada Anak

Menurut Donley (2003), meliputi :

Indikasi:

pasien anak di bawah 5 tahun yang memiliki resiko karies sedang sampai tinggi

gigi dengan permukaan akar yang terbuka

gigi yang sensitive

anak-anak dengan kelainan motorik, sehingga sulit untuk membersihkan gigi (contoh:Down syndrome)

pasien yang sedang dalam perawatan orthodontic

Kontraindikasi

pasien anak dengan resiko karies rendah

pasien yang tinggal di kawasan dengan air minum berfluor

ada kavitas besar yang terbuka

3.2.2 Cara Pemberian Fluor

A. Pemberian Fluor Secara Sistemik

Fluoride sistemik adalah fluoride yang diperoleh tubuh melalui pencernaan dan ikut membentuk struktur gigi. Fluoride sistemik juga memberikan perlindungan topikal karena fluoride ada di dalam air liur yang terus membasahi gigi. Fluoride sistemik ini meliputi fluoridasi air minum dan melalui pemberian makanan tambahan fluoride yang berbentuk tablet, tetes atau tablet isap. Namun di sisi lain, para ahli sudah mengembangkan berbagai metode penggunaan fluor, yang kemudian dibedakan menjadi metode perorangan dan kolektif. Contoh penggunaan kolektif yaitu fluoridasi air minum (biasa kita peroleh dari air kemasan) dan fluoridasi garam dapur (Ars creation, 2010). Terdapat tiga cara pemberian fluor secara sistemik, yaitu :

1. Fluoridasi air minum

Telah dibuktikan, apabila dalam air minum yang dikonsumsi oleh suatu daerah, atau kota tertentu dibubuhi zat kimia fluor maka penduduk di situ akan terlindung dari karies gigi. Pemberian fluor dalam air minum ini jumlahnya bervariasi antara 1-1,2 ppm (part per million). Selain dapat mencegah karies, fluor juga mempunyai efek samping yang tidak baik yaitu dengan adanya apa yang disebut mottled enamel pada mottled enamel gigi-gigi kelihatan kecoklat-coklatan, berbintik-bintik permukaannya dan bila fluor yang masuk dalam tubuh terlalu banyak, dapat menyebabkan gigi jadi rusak sekali (Zelvya P.R.D, 2003).

Konsentrasi optimum fluorida yang dianjurkan dalam air minum adalah 0,71,2 ppm.18 Menurut penelitian Murray and Rugg-gun cit. Linanof bahwa fluoridasi air minum dapat menurunkan karies 4050% pada gigi susu (Ami Angela, 2005).

Fluoridasi air minum

2. Pemberian fluor melalui makanan

Kadang-kadang makanan yang kita makan sudah mengandung fluor yang cukup tinggi, hingga dengan makanan itu saja sudah mencegah terjadinya karies gigi. Jadi harus diperhatikan bahwa sumber yang ada sehari-hari seperti di rumah, contohnya di dalam air mineral, minuman ringan dan makanan sudah cukup mengandung fluoride. Karena itu makanan fluoride harus diberikan dengan hati-hati. Makanan tambahan fluoride hanya dianjurkan untuk mereka (terutama anak-anak) yang tinggal di daerah yang sumber airnya rendah fluor atau tidak difluoridasi. Fluoride dapat berbahaya jika dikonsumsi secara berlebihan. Apabila pemakaian fluoride tidak terkontrol dan tidak disiplin, maka tidak akan mencapai sasaran dan dapat menyebabkan kerusakan gigi. Contohnya adalah fluorosis (Ars creation, 2010).

3. Pemberian fluor dalam bentuk obat-obatan

Pemberian fluor dapat juga dilakukan dengan tablet, baik itu dikombinasikan dengan vitamin-vitamin lain maupun dengan tablet tersendiri. Pemberian tablet fluor disarankan pada anak yang berisiko karies tinggi dengan air minum yang tidak mempunyai konsentrasi fluor yang optimal (2,2 mg NaF, yang akan menghasilkan fluor sebesar 1 mg per hari) (Angela, 2005).

Tablet fluor dapat diberikan sejak bayi berumur 2 minggu hingga anak 16 tahun. Umur 2 minggu-2 tahun biasanya diberikan dosis 0,25 mg, 2-3 tahun diberikan 0,5 mg, dan 3-16 tahun sebanyak 1 mg (Nova, 2010).

Anjuran pemberian dosisnya :

(1 tablet NaF = 2,21mg NaF = 1mg F)

Anak usia 0-2 tahun : 1 tablet untuk 1 quart hari

Anak usia 2-3 tahun : 1 tablet untuk selang 1 hari

Anak usia 3-10 tahun : 1 tablet / hari

Bila air minum yang mengandung fluor 0,5 ppm maka tablet tidak dianjurkan.

Di Indonesia menurut Suwelo anjuran pemberian tablet adalah untuk daerah daerah yang kadar fluor air minumnya < 0,3 ppm, dengan dosis pemakaian :

Anak usia 0-2 tahun : 0,25 mg / hari atau tablet

Anak usia 2-4 tahun : 0,5 mg / hari atau tablet

Anak usia > 4 tahun : 0,5 1 mg tablet / hari atau 1 tablet

Untuk air kemasan : 0,002 0,28 ppmB. Penggunaan Fluor Secara Topikal

Menurut Angela (2005), tujuan penggunaan fluor adalah untuk melindungi gigi dari karies, fluor bekerja dengan cara menghambat metabolisme bakteri plak yang dapat memfermentasi karbohidrat melalui perubahan hidroksil apatit pada enamel menjadi fluor apatit yang lebih stabil dan lebih tahan terhadap pelarutan asam.

Reaksi kimia : Ca10(PO4)6(OH)2+F Ca10(PO4)6(OHF) menghasilkan enamel yang lebih tahan asam sehingga dapat menghambat proses demineralisasi dan meningkatkan remineralisasi. Remineralisasi adalah proses perbaikan kristal hidroksiapatit dengan cara penempatan mineral anorganik pada permukaan gigi yang telah kehilangan mineral tersebut (Kidd danBechal, 1991). Demineralisasi adalah proses pelarutan kristal hidroksiapatit email gigi, yang terutama disusun oleh mineral anorganik yaitu kalsium dan fosfat, karena penurunan pH plak sampai mencapai pH kritis (pH 5) oleh bakteri yang menghasilkan asam (Rosen, 1991; Wolinsky, 1994).

Penggunaan fluor sebagai bahan topikal aplikasi telah dilakukan sejak lama dan telah terbukti menghambat pembentukan asam dan pertumbuhan mikroorganisme sehingga menghasilkan peningkatan yang signifikan dalam mempertahankan permukaan gigi dari proses karies. Penggunaan fluor secara topikal untuk gigi yang sudah erupsi, dilakukan dengan beberapa cara (Yanti, 2002):1. Topikal aplikasi yang mengandung fluor

2. Kumur-kumur dengan larutan yang mengandung fluor

3. Menyikat gigi dengan pasta yang mengandung fluor

1. Topikal Aplikasi

Yang dimaksud dengan topikal aplikasi fluor adalah pengolesan langsung fluor pada enamel. Setelah gigi dioleskan fluor lalu dibiarkan kering selama 5 menit, dan selama 1 jam tidak boleh makan, minum atau berkumur (Lubis, 2001).

Topikal Aplikasi Fluo dan Fluor Gel

Sediaan fluor dibuat dalam berbagai bentuk yaitu NaF, SnF, APF yang memakainya diulaskan pada permukaan gigi dan pemberian varnish fluor. NaF digunakan pertama kali sebagai bahan pencegah karies. NaF merupakan salah satu yg sering digunakan karena dapat disimpan untuk waktu yang agak lama, memiliki rasa yang cukup baik, tidak mewarnai gigi serta tidak mengiritasi gingiva. Senyawa ini dianjurkan penggunaannnya dengan konsentrasi 2%, dilarutkan dalam bentuk bubuk 0,2 gram dengan air destilasi 10 ml (Yanti, 2002).

Fluor Topical Aplication Tray

Pemberian varnish fluor dianjurkan bila penggunaan pasta gigi mengandung fluor, tablet fluor dan obat kumur tidak cukup untuk mencegah atau menghambat perkembangan karies. Pemberian varnish fluor diberikan setiap empat atau enam bulan sekali pada anak yang mempunyai resiko karies tinggi. Salah satu varnish fluor adalah duraphat (colgate oral care) merupakan larutan alkohol varnis alami yang berisi 50 mg NaF/ml (2,5 % sampai kira-kira 25.000 ppm fluor). Varnish dilakukan pada anak-anak umur 6 tahun ke atas karena anak dibawah umur 6 tahun belum dapat menelan ludah dengan baik sehingga dikhawatirkan varnish dapat tertelan dan dapat menyebabkan fluorosis enamel (Angela, 2005).

Cara Pemberiannya:

Menggosok gigi dan flossing dari sisa-sisa makanan sebelum aplikasi fluor. Gigi dibersihkan dengan pasta pumice dan rubber cup.

Isolasi gigi geligi, bisa dengan menggunakan saliva ejektor atau gulungankapas agar saliva terserap oleh kapas sehingga nantinya fluor tidak larut dalamsaliva.

Gigi dikeringkan dengan semprotan udara.

Oleskan 2% larutan sodium fluoride dengan menggunakan kapas (cottonpellet ) atau disemprotkan. Biarkan kering selama 4 menit.

Kemudian setelah 4 menit, bersihkan larutan/gel dari permukaan gigi. Jumlahfluor yang dioleskan dalam jumlah sedikit sehingga jangan sampai anakmenelan fluor, boleh meludah (untuk meludahkan sisa-sisa fluor) tapi janganberkumur.

Setelah perawatan dianjurkan kepada pasien agar tidak makan dan minumselama 30 menit.

Aplikasi sodium fluoride diulangi setiap 1 minggu hingga 4 kali pemberiansebagai tahap permulaan, karena kalau tidak maka gigi yang sudah dirawattadi akan sia-sia saja sesudah perawatan pertama. Setelah perawatan 4 kali maka efek pencegahan karies gigi diharapkan dapat bertahan sampai 3 tahun

Pengulangan aplikasi dengan interval 3 tahun untuk disesuaikan dengan pola erupsigigi anak-anak. Aplikasinya adalah sebagai berikut :

I. Dibuat pada umur 3 tahun untuk melindungi gigi susu.

II. Dibuat pada umur 7 tahun untuk melindungi gigi insisivus dan molar.

III. Dibuat pada umur 10 tahun untuk melindungi gigi kaninus dan premolar.

IV. Dibuat pada umur 13 tahun untuk melindungi molar kedua.2. Pasta gigi fluor

Penyikatan gigi dua kali sehari dengan menggunakan pasta gigi yang mengandung fluor terbukti dapat menurunkan karies (Angela, 2005). Akan tetapi pemakaiannya pada anak pra sekolah harus diawasi karena pada umunya mereka masih belum mampu berkumur dengan baik sehingga sebagian pasta giginya bisa tertelan. Kebanyakan pasta gigi yang kini terdapat di pasaran mengandung kira-kira 1 mg F/g (1 gram setara dengan 12 mm pasta gigi pada sikat gigi) (Kidd dan Bechal, 1991).

3. Obat kumur dengan fluor

Obat kumur yang mengandung fluor dapat menurunkan karies sebanyak 20-50%. Penggunaan obat kumur disarankan untuk anak yang berisiko karies tinggi atau selama terjadi kenaikan karies (Angela, 2005). Berkumur fluor diindikasikan untuk anak yang berumur diatas enam tahun karena telah mampu berkumur dengan baik dan orang dewasa yang mudah terserang karies, serta bagi pasien-pasien yang memakai alat ortho (Kidd dan Bechal, 1991).

Obat Kumur dengan FluorBAB IV

KERANGKA KONSEP

BAB V

PEMBAHASAN

Karies gigi adalah suatu proses kronis regresif yang dimulai dengan larutnya mineral email sebagai akibat terganggunya keseimbangan antara email dan sekelilingnya yang disebabkan oleh pembentukan asam mikrobial dari substrat sehingga timbul destruksi komponen-komponen organik yang akhirnya terjadi kavitas. Karies dapat dengan mudah terjadi pada anak karena faktor-faktor utama seperti gigi, saliva, mikroorganisme dan substrat. Dimana gigi sulung memiliki enamel yang banyak mengandung air dan bahan organik, serta sedikit mineral. Tebal enamel yang hanya setengah dari tebal enamel gigi permanen memudahkan meluasnya karies. Karbohidrat memiliki peranan langsung dalam terjadinya karies, karena kemampuannya menyediakan sumber energi yang dapat difermentasi secara sempurna oleh mikroorganisme. Selain itu, terdapat beberapa faktor penunjang terjadinya karies pada anak. Anak-anak memiliki kesadaran dan pengetahuan yang kurang mengenai kebersihan mulut, disinilah peran ibu untuk mengajarkan dan mendemotrasikan cara menjaga kebersihan mulut. Menurut Lenher 1980 faktor herediter juga menunjang terjadinya karies, karena imunitas terhadap streptococcus mutans dapat berpindah dari Ibu ke Janin.

Faktor-faktor tersebut bekerja bersama dan saling mendukung satu sama lain. Bakteri plak akan memfermentasikan karbohidrat (misalnya sukrosa) dan menghasilkan asam, sehingga menyebabkan pH plak akan turun dalam waktu 13 menit sampai pH 4,5-5,0 (Suwelo, 1998). Kemudian pH akan kembali normal pada pH sekitar 7 dalam 3060 menit, dan jika penurunan pH plak ini terjadi secara terus menerus maka akan menyebabkan demineralisasi pada permukaan gigi. Kondisi asam seperti ini sangat disukai oleh Streptococcus mutans dan Lactobacillus sp, yang merupakan mikroorganisme penyebab utama dalam proses terjadinya karies gigi). Pertama kali akan terlihat white spot pada permukaan enamel kemudian proses ini berjalan secara perlahan sehingga lesi kecil tersebut berkembang, dan dengan adanya destruksi bahan organik, kerusakan berlanjut pada dentin disertai kematian odontoblast.

Secara perlahan-lahan demineralisasi interna berjalan ke arah dentin melalui lubang fokus tetapi belum sampai kavitasi (pembentukan lubang). Kavitasi baru timbul bila dentin terlibat dalam proses tersebut. Namun kadang-kadang begitu banyak mineral hilang dari inti lesi sehingga permukaan mudah rusak secara mekanis, yang menghasilkan kavitasi yang makroskopis dapat dilihat.

Pada karies gigi dentin yang baru mulai yang terlihat hanya lapisan keempat (lapisan transparan, terdiri atas tulang dentin sklerotik, kemungkinan membentuk rintangan terhadap mikroorganisme dan enzimnya) dan lapisan kelima (lapisan opak/ tidak tembus penglihatan, di dalam tubuli terdapat lemak yang mungkin merupakan gejala degenerasi cabang-cabang odontoblas). Baru setelah terjadi kavitasi, bakteri akan menembus tulang gigi. Pada proses karies gigi yang amat dalam, tidak terdapat lapisan-lapisan tiga (lapisan demineralisasi, suatu daerah sempit, dimana dentin partibular diserang), lapisan empat dan lapisan lima.

Pada gigi dengan karies yang telah mengenai saluran akar hendaknya dilakukan perawatan endodontic terlebih dahulu sebelum dilakukan penambalan, sedangkan pada gigi dengan karies yang belum mengenai pulpa dapat langsung dilakukan penambalan.

Dalam merestorasi gigi sulung harus memperhatikan hal-hal seperti usia anak, derajat keparahan, efek bila gigi itu dicabut. Pada anak dapat mulai dilakukan sejak usia 18 bulan, dan normalnya dapat dilakukan perawatan ketika usia 2-3 tahun. Apabila dilakukan pencabutan pada gigi sulung, sebaiknya diberikan space maintainer unntuk menjaga ruang tempat gigi permanen tumbuh. Dalam merestorasi gigi anak dapat diberikan restorasi direct seperti dengan GIC maupun kompomer, dan restorasi Indirect seperti Stainless Steel Crown yang terbuat dari paduan logam alloy nirkarat , serta dapat juga diberikan Poly Carbonat Crown (PCC)

Apabila karies telah mengenai pulpa dapat dilakukan perawatan endodontik. Tujuan dasar dari perawatan endodontic pada anak mirip dengan pasien dewasa, yaitu untuk meringankan rasa sakit dan mengontrol sepsis dari pulpa dan jaringan periapikal sekitarnya serta mengembalikan keadaan gigi yang sakit agar dapat diterima secara biologis oleh jaringan sekitarnya dan untuk mempertahankan panjang lengkung rahang. Pulp capping indirect dapat di berikan apabila terdapat lesi yang dalam yang jika semuandentin yang karies dibuang mungkin akan menyebabkan terbukanya pulpa. Apabila jaringan pulpa yang telah mengalami kerusakan yang bersifat irreversible atau untuk gigi dengan kerusakan jaringan keras yang luas dilakukan pulpektomi.

Untuk mencegah terjadinya kembali karies pada gigi yang lain, dapat dilakukan beberapa pencegahan seperti merubah keiasaan buruk anak, pemberian Dental Health Education baik pada orangtua dan anak, serta diet gula dan karbohidrat.

BAB VIPENUTUP

3.3 Kesimpulan

1. Proses terjadinya karies ditandai dengan demineralisasi jaringan keras gigi yang diikuti dengan kerusakan bahan organiknya. Demineralisasi terjadi ketika karbohidrat yang dikonsumsi difermentasi oleh bakteri dalam plak sehingga menghasilkan asam laktat. Bakteri penyebab utama karies adalah Streptococcus mutans. Streptococcus mutans merupakan bakteri gram positf (+), bersifat non motil (tidakbergerak), berdiameter 1-2 m, bakteri anaerob fakultatif.2. Ada 4 (empat) faktor utama yang memegang peranan yaitu faktor host atau tuan rumah, agen atau mikroorganisme, substrat atau diet dan faktor waktu, yang digambarkan sebagai empat lingkaran yang bertumpang tindih.3. Perawatan karies tergantung pada kedalamannya. Apabila belum mencapai pulpa maka dilakukan restorasi baik itu direct ataupun indirect. Namun apabila sudah hampir atau mengenai pulpa dilakukan perawatan endodontik (pulp capping, pulpotomi, atau pulpektomi).4. Pencegahan karies gigi pada anak dapat dilakukan dengan cara modifikasi kebiasaan anak, pendidikan kesehatan gigi (dental health education), kebersihan mulut, diet dan konsumsi gula, aplikasi fluor baik sistemik atau topikal, dan penggunaan pit dan fissure sealant.

3.4 Saran

Diharapkan bagi dokter gigi dan orang tua untuk lebih memperhatikan kebutuhan anak dalam perawatan kedokteran gigi khususnya kebutuhan psikologis anak agar dikemudian hari anak tidak memiliki kecemasan apabila berkunjung ke praktek dokter gigi.

Pulp capping Indirect

Pulp capping Direct

TIME

ANAK USIA 7 TAHUN

HOST

ENVIRONMENT

AGENT

GIGI BERLUBANG

DIAGNOSA

(PULPITIS REVERSIBEL)

PEMERIKSAAN

RESTORASI GIC

2