Upload
maman-surachman
View
267
Download
8
Embed Size (px)
DESCRIPTION
BAB II 5-34
Citation preview
BAB II
KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN
2. DAN HIPOTESIS
2.1 Perencanaan Tambang7)
Tahapan penting sebelum dilakukan operasi penambangan adalah
perencanaan tambang. Perencanaan suatu tambang terbuka yang modern
memerlukan model komputer dari sumber daya yang akan ditambang, baik berupa
block model untuk tambang bijih atau kuari, maupun gridded seam model untuk
endapan tabular seperti batubara.
Dua aspek penting dalam pekerjaan perencanaan tambang adalah:
a. Perencanaan pit atau penentuan batas akhir penambangan
Masukan yang diperlukan dalam perancangan pit limit adalah aspek
teknoekonomik seperti kemiringan lereng tunggal dan lereng keseluruhan, ongkos-
ongkos penambangan, pengolahan, pemurnian, recovery, serta harga komoditas.
b. Pentahapan dan penjadwalan produksi
Tingkat produksi, pentahapan penambangan (push back), dan penjadwalan
produksi yang optimum ditunjukan untuk memaksimalkan beberapa kriteria
finansial seperti net present value.
2.2 Sumberdaya dan Cadangan3)
Konsep sumberdaya dan cadangan dibatasi oleh ultimate pit slope.
Peningkatan dari sumberdaya menjadi cadangan apabila telah dilakukan kajian
5
6
ekonomi. Berdasarkan batasan kajian teknik dan kajian ekonomi maka
estimasi
7
cadangan khususnya pada tambang terbuka selain dibatasi oleh nilai ultimate pit
slope, juga dibatasi oleh batas IUP dan BESR (Gambar 2.1).
Gambar 2.1 Sumberdaya dan Cadangan3)
Metode perhitungan cadangan harus dapat menghitung dengan cepat,
dipercaya, dan mudah dilakukan cek ulang. Perbedaan dari berbagai metode
perhitungan cadangan biasanya dibedakan menurut penentuan perhitungannya yang
dipisahkan menjadi bagian-bagian atau blok. Hal ini didasarkan oleh faktor struktur
geologi, ketebalan, kadar, nilai ekonomi, kedalaman, dan lapisan penutup. Oleh
karena itu, dalam pemilihan metode tergantung pada kondisi geologi endapan
mineral, sistem eksplorasi, penambangan, dan faktor ekonomi.
2.2.1 Metode Geological Blocks13)
Pada metode ini, blok geologi digambarkan pada sebuah peta dari hasil
interpretesi data eksplorasi. Batas blok geologi didasarkan pada prinsip-prinsip
geologi yaitu :
8
- Batas sebaran alamiah seperti sesar dan singkapan endapan mineral di
permukaan, pelapukan atau oksidasi,
- Variasi ketebalan atau kadar,
- Ditambahkan pertimbangan faktor morfologi, kedalaman, metoda
penambangan yang akan ditetapkan, kemungkinan pemanfaatan, dan batas
konsesi administratif.
Prosedur metode ini relatif sederhana, yaitu dengan membatasi sebaran
endapan mineral untuk kemudian membaginya ke dalam blok-blok geologi. Setiap
blok diukur luas area dan dikoreksi faktor kesalahan dalam pengukuran, dihitung
nilai rata-rata ketebalan, kemudian tentukan volumenya. Dengan memperhatikan
faktor SG, maka dapat ditentukan beratnya.
Gabungan antara metode geological blocks dengan metode cross section
sering digunakan untuk perhitungan cadangan. Meskipun ketepatan perhitungan
cadangan tergantung pada jenis endapan mineral, jumlah blok, dan kerapatan data,
tetapi faktor subyektif geologist (personal interpretation) lebih berperan
dibandingkan dengan pengamatan obyektif kondisi geologi maupun hasil
pengambilan contoh.
2.2.2 Metode Cross Section13)
Metode ini membagi tubuh endapan ke dalam blok-blok dengan konstruksi
penampang geologi pada interval-interval sepanjang garis melintang atau pada level
yang berbeda sesuai kerja eksplorasi . Interval penampang dapat sama atau
bervariasi sesuai dengan keadaan geologi dari persyaratan penambangan.
9
Gambar 2.2 Sketsa Perhitungan Volume Endapan dengan Metode Penampang
Keuntungan metode cross section dapat menggambarkan keadaan geologi
endapan mineral, prosedurnya cepat, dan sederhana, tetapi menuntut analisa bentuk
dan ukuran penampang guna menentukan rumus yang tepat (Gambar 2.2). Metode
ini merupakan pilihan yang tepat untuk endapan mineral yang seragam, sering pula
pada endapan yang berbentuk perlapisan atau endapan placer.
2.2.3 Metode Polygon13)
Metode ini menggunakan bentuk prisma poligon, perbedaannya dengan
metode blok geologi adalah jika faktor geometrik blok tidak diperhitungkan.
Metode ini lebih didasarkan pada anggapan teoritis dari pada pertimbangan geologi
maupun penambangannya. Oleh karena itu, masih memerlukan suatu perencanaan
yang tepat serta penampang memanjang karena belum memberikan gambaran
bentuk tubuh endapan mineral serta perubahan variabel pada masing-masing blok.
Metode ini disebut juga metode area of influence (Gambar 2.3), caranya:
10
- Batas perluasan tiap lubang bor adalah setengah jaraknya di antara garis yang
menghubungkan dua lubang bor terdekat. Masing-masing luas poligon
ditentukan oleh kadar dan tebal dari lubang bor di samping-sampingnya dalam
satu poligon.
- Selanjutnya masing-masing cadangan dalam poligon dapat ditentukan
tonasenya.
Gambar 2.3 Metode Area Influence (Poligon)
Dalam penerapannya faktor-faktor kadar, tebal. dan berat dipertimbangkan
secara konstan pada tiap-tiap blok dengan sistem eksplorasi pola grid. Penerapan
terbaik metode poligon apabila digunakan untuk perhitungan cadangan endapan
mineral yang tabular, misal batubara, mangan, fosfat, endapan placer, vein yang
tebal, lensa berukuran besar, dan stock.
2.3 Penentuan Pit Potensial 2)
Penentuan dan pemilihan potensial merupakan langkah awal dalam
melakukan evaluasi cadangan batubara. Penentuan pit potensial ini diperlukan
11
untuk dapat memperkirakan/memprediksi suatu areal sumberdaya batubara yang
potensial untuk nantinya akan dikembangkan menjadi suatu lokasi pit
penambangan.
Data awal yang diperlukan merupakan data yang diperoleh /dihasilkan pada
saat memodelkan sumberdaya, yaitu:
1. Peta topografi: untuk mengetahui variasi topografi (terutama daerah tinggian-
lembah).
2. Peta geologi lokal: untuk mengetahui variasi litologi, pola sebaran dan
kemenerusan lapisan batubara, serta pola struktur geologi.
3. Peta iso-ketebalan: untuk mengetahui variasi ketebalan dari batubara sehingga
jika disyaratkan ketebalan minimum yang akan dihitung, maka peta ini dapat
digunakan sebagai faktor pembatas.
4. Peta elevasi top (atap/roof) batubara: untuk mengetahui pola kemenerusan
lapisan batubara.
12
Gambar 2.4 Sketsa Konstruksi Peta Iso-Overburden 2:2)
Langkah awal yang dilakukan untuk penentuan pit potensial ini adalah
membuat atau mengkontruksi peta iso-overburden (Gambar 2.4), yaitu dengan cara
melakukan overlay antara peta struktur roof (elevasi top) batubara dengan peta
topografi. Nilai kontur pada peta iso-overburden merupakan refleksi dari ketebalan
overburden. Peta iso-overburden secara umum (gamblang) dapat menggambarkan
(merefleksikan) kondisi sebaran batubara terhadap variasi topografi pada areal
tertentu.
Pada beberapa kondisi khusus seperti terbatasnya tinggi (tebal tanah
penutup) overburden yang disyaratkan, maka peta iso-overburden ini dapat dengan
cepat digunakan sebagai faktor pembatas dalam penentuan pit limit.
2.4 Tahapan Perhitungan Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)12)
2.4.1 Perhitungan Volume
Perhitungan volume merupakan tahap awal yang harus dilakukan dalam
penentuan stripping ratio. Penampang litologi pemboran menunjukkan formasi
litologi yang ditembus dan ketebalan masing-masing formasi litologi. Dari
informasi tersebut, dilakukan identifikasi ketebalan tanah penutup dan batubara.
Untuk batubara dengan sistem perlapisan multiseam, dilakukan penjumlahan total
ketebalan untuk seluruh seam.
Perbedaan ketebalan dari tanah penutup dan batubara berpengaruh terhadap
elevasi batas atas dan batas bawah keduanya. Perhitungan luas daerah tergantung
dari metode perhitungan cadangan yang digunakan. Setelah luas daerah diketahui,
13
lalu dilakukan kalkulasi antara ketebalan rata-rata batubara maupun tanah penutup
pada daerah tersebut dengan luasan daerah.
Perhitungan volume dinyatakan dengan persamaan berikut:
Volume=AT x A ……………… ……………………………… .. STYLEREF 1¿2 . SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿11
Dimana :
AT = Avarage Thickness (ketebalan rata-rata), m
A = Area (luas daerah), m2
2.4.2 Perhitungan Tonase
Dalam perhitungan cadangan, tanah penutup yang akan dikupas maupun
batubara yang akan ditambang dihitung dalam satuan berat (tonase). Konversi
satuan volume ke satuan berat dilakukan dengan bantuan suatu faktor yaitu density.
Besar nilai density untuk setiap material berbeda-beda. Umumnya satuan yang
digunakan untuk density antara lain gram/cm3, pound/feet3 dan ton/meter3.
Perhitungan tonase dinyatakan pada persamaan (2.3) dibawah ini :
T=V x D …………… ..…………………………………………… ..STYLEREF 1 ¿2. SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿1 2
Dimana :
T = Tonase (ton)
V = Volume (m3)
D = Density (ton/m3)
2.4.3 Nisbah Pengupasan (Stripping Ratio)
Nisbah Pengupasan adalah perbandingan antara volume tanah penutup yang
harus dipindahkan terhadap satu ton batubara yang ditambang (Gambar 2.5). Hasil
14
suatu perancangan pit akan menentukan jumlah tonase batubara dan volume tanah
penutup yang dikandung pit itu. Perbandingan antara tanah penutup dan batubara
tersebut akan memberikan nisbah pengupasan rata–rata suatu open pit.1)
Gambar 2.5 Ilustrasi Perhitungan Stripping Ratio
Stripping Ratio=¿ burden yang harus digali( A)
Tonase batubara yang harus ditambang(B)… STYLEREF 1¿2 . SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿13
Dari nilai stripping ratio yang diperoleh dan dibandingkan dengan nilai
BESR (Break Even Stripping Ratio) yang telah dihitung sebelumnya, maka akan
diperoleh bahwa secara teknis batasan kegiatan penambangan dalam pit adalah nilai
BESR yang dicapai dalam perhitungan stripping ratio (Gambar:2.6).
15
Gambar 2.6 Batasan Penambangan Berdasarkan Nilai Stripping Ratio dan
BESR
Perhitungan SR bertujuan untuk menentukan pada elevasi berapakah nisbah
pengupasan yang paling menguntungkan untuk ditambang dengan cara tambang
terbuka. Nisbah pengupasan merupakan salah satu faktor yang sangat menentukan
ekonomi tidaknya pengambilan suatu cadangan batubara. Semakin besar nisbah
pengupasannya, berarti semakin banyak overburden yang harus digali untuk
mengambil endapan batubara. Semakin kecil nisbah pengupasannya, semakin
sedikit overburden yang harus digali.
2.5 Batas Akhir Penambangan (Pit Limit)15)
Menurut Wright (1990) batas akhir penambangan diartikan sebagai bentuk
dan ukuran dari sebuah tambang (terbuka) pada saat penambangan tersebut berakhir
secara total. Perancangan batas akhir penambangan merupakan bagian dari proses
perencanaan tambang yang berkaitan dengan masalah-masalah geometri (Arif,
1998).
Batas penambangan (Pit Limit) ditentukan dengan cara menentukan daerah
yang layak untuk diproduksi. Kemudian langkah selanjutnya adalah menghitung
stripping ratio (SR). SR adalah perbandingan antara volume tanah penutup yang
dipindahkan per satuan berat batubara (satuan m3/ton). Jika SRnya lebih besar dari
SR yang ditentukan perusahaan, maka daerah tersebut tidak layak untuk diproduksi.
Geometri lereng merupakan salah satu faktor penting dalam perhitungan
cadangan. Hal ini berkaitan dengan perhitungan ekonomi cadangan
bahan galian tersebut. Penentuan letak pit limit , desain pit , serta besar sudut
16
lereng yang dibuat merupakan faktor-faktor yang perlu diperhatikan. Untuk
menentukan pit limit, dapat digunakan perhitungan stripping ratio. Dengan melihat
volume overburden yang harus dikupas untuk mendapatkan tonase batubara, maka
dapat diketahui pada pit limit mana dapat menghasilkan keuntungan.
Gambar 2.7 Penentuan Final Pit Limit
Pit limit sebagai salah satu kondisi batas untuk perhitungan cadangan perlu
didefinisikan menggunakan model matematis agar lebih fleksibel. Gambar 2.7
menunjukkan cara menentukan pit limit untuk mendapatkan final pit limit dengan
memperhitungkan faktor ekonomi. Perhitungan dilakukan secara berulang-ulang
untuk mendapatkan stripping ratio yang sesuai. Dengan mengekspresikannya
dalam suatu model matematis, maka geometri pit limit dapat diubah-ubah dengan
cepat dan mudah untuk menghasilkan stripping ratio yang diinginkan.
17
2.6 Hubungan Stripping Ratio dengan Pit Limit
Berdasarkan perhitungan SR maka dapat ditentukan dimana Pit Limit yang
ekonomis dan berapa volume overburden yang harus dibongkar untuk mendapatkan
batubara per satuan berat (Gambar 2.8). SR dapat dibedakan dalam dua jenis yaitu :
1. Stripping Ratio maksimum yang diijinkan (SRmax)
Yaitu volume overburden (V) dibagi berat batubara (v) dalam Economic Pit
Limit (w).
2. Overall Stripping Ratio (SRo)
Yaitu volume overburden (V) dibagi berat keseluruhan batubara (W)
Dalam rangka penentuan Pit Limit pada cadangan batubara, digunakan
istilah Equivalent Yardage. Equivalent Yardage yaitu biaya pembongkaran per unit
volume overburden ($/m3 atau $/yd3) dan ditetapkan sebagai standar pada tambang
atau lokasi tersebut.
Gambar 2.8 Hubungan Pit Parameters dengan SRmax
18
(a) Penampang yang memotong Batubara dan Overburden
(b) Detail Pit Limit
(c) Detail Perpotongan Batubara – Overburden
(d) Efek dari Berm pada Pit Limit.
Dimana :
t = Ketebalan Batubara,
α = Kemiringan Lapisan Batubara,
TF = Tonase Faktor (ft3/ton atau m3/ton),
m = Jarak miring lapisan batubara sampai Pit Limit,
β = Pit Slope,
l = Jarak miring Pit Limit sampai lapisan batubara,
h = Kedalaman Pit,
d = Jarak Horisontal singkapan sampai Pit Limit,
V = Volume Overburden, dan
w = Berat batubara.
Perhitungan SRmax membagi overburden dalam unit-unit (b) pada Gambar
2.8(b) dimana volume dalam 1 unit b dinotasi v dan besarnya v adalah:
v=1×b×l27 …………….………………………………………. 2.1
Dimana b dan l dalam ft dan v dalam yd3 ( jika b dan l dalam m dan v dalam
m3, maka faktor konversi 27 diabaikan ). Berat batubara (w) yaitu :
w=1×1×tTF ……………………………………………………... 2.2
19
Maka, SR maksimum yang diijinkan (SRmax) adalah :
SRmax=vw
= ebl /27t /TF ………………………………………….... 2.3
Penggunaan equivalent yardage (e) akan memudahkan saat material overburden itu
berbeda-beda, sehingga besarnya b harus diketahui. Pada Gambar 2.8(c) didapat
jumlah sudut-sudutnya adalah :
α + β + γ + 90o = 180o ………………………………………….... 2.4
sehingga besarnya b adalah:
b = 1 cos γ = cos ( 90o - α - β ).…………………………………... 2.5
sedangkan besarnya l adalah
l=27 t×SReb×TF …………………………………………………….. 2.6
Besarnya kedalaman Pit Slope secara vertikal (h) dalam ft atau m, yaitu :
h = l sin β ………………………………………………………. 2.7
dan besarnya d yaitu jarak horisontal antara singkapan batubara dengan Pit Limit.
(menyertakan berm (a) sebagai pertimbangan faktor keamanan) :
d=a+ htan α
+ htan β ………………………………………….. 2.8
dengan demikian, besarnya m atau jarak miring lapisan batubara sampai Pit Limit
adalah :
m= hsin α ………………………………………………………. 2.9
Pada kenyataannya ada berbagai macam geometri cadangan dan juga
komposisi dari overburden yang dapat mempengaruhi penentuan nilai SR dan Pit
20
Limit. Misalnya terdapat dua lapisan overburden dengan nilai equivalent yardage e1
dan e2 seperti pada Gambar 2.9 dibawah ini
Gambar 2.9 Variasi Cadangan dan Komposisi Overburden
Pada Gambar 2.9(a) permukaan tanah rata, tetapi lapisan batubara miring,
sedangkan pada Gambar 2.9(b) permukaan tanah miring dan lapisan batubaranya
miring. Pada kondisi seperti diatas nilai dari SRmax adalah:
SRmax=vw
=(e1 b1 l1+e2b2 l2)/27
t /TF …………………………... 2.10
Dari persamaan 2.6 dan persamaan 2.8 didapat hubungan antara SRmax
dengan Sudut lereng (β ) yaitu :
SRmax=el (cos(90o−α−β )) /27
t /TF …………………………… 2.11
2.7 Ultimate Pit Slope (UPS)11)
Ultimate Pit Slope adalah kemiringan umum pada akhir operasi
penambangan yang tidak menyebabkan kelongsoran atau lereng masih dalam
21
keadaan stabil. Dengan demikian, UPS akan berhubungan dengan geometri lereng
yang direncanakan. Hal ini berarti menentukan besar cadangan batubara yang akan
ditambang (tonase dan kualitas batubara) yang akan memaksimalkan nilai bersih
total dari endapan batubara tersebut.
Jadi dalam menentukan kemiringan lereng suatu tambang, maka harus
ditinjau dari dua pertimbangan, yaitu:
- dari pertimbangan ekonomis, kemiringan lereng masih menguntungkan, dan
- dari pertimbangan teknis, kemantapan (kestabilan) lereng masih bisa dijamin.
Dengan demikian, maka faktor-faktor yang mempengaruhi kemiringan
lereng (ultimate pit slope) suatu tambang adalah:
- BESR ( Break Even Stripping Ratio ) yang diperkenankan,
- Sifat fisik dan mekanik batuan,
- Struktur geologi ( sesar, kekar, bidang perlapisan, bidang geser ),
- Kandungan air tanah pada lapisan-lapisan batuan, dan
- Waktu yang dibutuhkan.
2.8 Kemantapan Lereng
Suatu permukaan tanah yang miring yang membentuk sudut tertentu
terhadap bidang horisontal disebut sebagai lereng (slope). Lereng dapat terjadi
secara alamiah atau dibentuk oleh manusia dengan tujuan tertentu. Jika permukaan
membentuk suatu kemiringan maka komponen massa tanah di atas bidang gelincir
cenderung akan bergerak ke arah bawah akibat gravitasi. Jika komponen gaya berat
yang terjadi cukup besar, dapat mengakibatkan longsor pada lereng tersebut.
Kondisi ini dapat dicegah jika gaya dorong (driving force) tidak melampaui gaya
22
perlawanan yang berasal dari kekuatan geser tanah sepanjang bidang longsor
(Gambar 2.10).
Gambar 2.10 Kelongsoran Lereng5)
Kemantapan lereng tergantung pada gaya penggerak (driving force) dan
gaya penahan (resisting force) yang ada pada lereng tersebut. Gaya penggerak
adalah gaya-gaya yang mengakibatkan lereng longsor. Sedangkan gaya penahan
adalah gaya-gaya yang mempertahankan kemantapan lereng tersebut. Jika gaya
penahannya lebih besar dari gaya penggerak, maka lereng tersebut dalam keadaan
mantap.
23
Gambar 2.11 Sketsa lereng dan gaya yang bekerja8:19)
Dalam menentukan kestabilan atau kemantapan lereng dikenal dengan
istilah faktor keamanan (safety faktor). Faktor keamanan merupakan perbandingan
antara gaya-gaya yang menahan dengan gaya-gaya yang menggerakkan
tanah/lereng (Gambar 2.11). Sedangkan gaya-gaya yang bekerja pada satu sayatan
dapat dilihat pada Gambar 2.12.
24
Gambar 2.12 Sketsa Gaya yang Bekerja (τ/s) pada Satu Sayatan8:20)
2.8.1 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemantapan Lereng
Kemantapan lereng pada lereng batuan selalu dipengaruhi oleh beberapa
faktor antara lain :
1. Geometri Lereng
Dimensi jenjang yang diperhitungkan meliputi lebar, panjang, tinggi, serta
sudut kemiringan jenjang (Gambar 2.13). Dimensi jenjang akan mempengaruhi
25
jumlah bahan galian yang dapat di tambang, dan berpengaruh pada kestabilan
lereng dan keamanan penambangan. Lereng yang terlalu tinggi akan
mengakibatkannya menjadi tidak mantap dan cenderung untuk lebih mudah
longsor. Demikian pula dengan sudut lereng, semakin besar sudut kemiringan
lereng, maka akan semakin tidak mantap.
Gambar 2.13 Geometri Lereng14)
2. Struktur Geologi11)
Struktur geologi yang berpengaruh terhadap kestabilan lereng antara lain
sesar (fault), kekar (joint), lipatan (fold), rekahan (crack), dan bidang perlapisan
(bedding plane). Struktur-struktur geologi tesebut selain lipatan selanjutnya dikenal
sebagai bidang lemah. Untuk mengetahui karakteristik bidang lemah tersebut, perlu
dilakukan pengukuran kemiringan (dip) serta arah (dip direction) dari bidang lemah
tersebut (Gambar 2.14).
26
Gambar 2.14 Dip dan Dip Direction bidang lemah(Hoek & Bray, 1981)
Adanya bidang lemah tersebut akan mengurangi kekuatan massa batuan dan
dapat berfungsi sebagai jalur rembesan air yang dapat mengakibatkan terjadinya
rekahan tarik (tensile crack) pada massa batuan dimana hal tersebut dapat
mengurangi nilai safety factor dari lereng.
3. Sifat Fisik dan Mekanik Batuan14)
Sifat fisik batuan yang mempengaruhi kemantapan lereng adalah :
a. Bobot Isi
Bobot isi batuan akan mempengaruhi besarnya beban pada permukaan
bidang longsor. Sehingga semakin besar bobot isi batuan, maka gaya penggerak
yang menyebabkan lereng longsor akan semakin besar. Dengan demikian,
kemantapan lereng tersebut semakin berkurang.
b. Porositas
Batuan yang mempunyai porositas besar akan banyak menyerap air. Dengan
demikian bobot isinya menjadi lebih besar, sehingga akan memperkecil
kemantapan lereng.
27
c. Kandungan Air
Semakin besar kandungan air dalam batuan, maka tekanan air pori menjadi
besar juga. Dengan demikian kuat geser batuannya akan menjadi semakin kecil,
sehingga kemantapannya pun berkurang.
d. Kuat Tekan, Kuat Tarik dan Kuat Geser
Kekuatan batuan biasanya dinyatakan dengan kuat tekan (confined &
unfined compressive strength), kuat tarik (tensile strength) dan kuat geser (shear
strength). Batuan yang mempunyai kekuatan besar, akan lebih mantap.
e. Kohesi dan Sudut Geser Dalam
Semakin besar kohesi dan sudut geser dalam, maka kekuatan geser batuan
akan semakin besar juga. Dengan demikian akan lebih mantap.
f. Pengaruh Gaya
Biasanya gaya-gaya dari luar yang dapat mempengaruhi kemantapan lereng
antara lain : getaran alat-alat berat yang bekerja pada atau sekitar lereng, peledakan,
gempa bumi dll. Semua gaya-gaya tersebut akan memperbesar tegangan geser
sehingga dapat mengakibatkan kelongsoran pada lereng.
2.8.2 Analisis Kemantapan Lereng
Cara analisis kestabilan lereng banyak dikenal, tetapi secara garis besar
dapat dibagi menjadi tiga kelompok yaitu: cara pengamatan visual, cara komputasi
dan cara grafik (Pangular, 1985) sebagai berikut:
1. Cara pengamatan visual adalah cara dengan mengamati langsung di lapangan
dengan membandingkan kondisi lereng yang bergerak atau diperkirakan
bergerak dan yang yang tidak, cara ini memperkirakan lereng labil maupun
28
stabil dengan memanfaatkan pengalaman di lapangan (Pangular, 1985). Cara
ini kurang teliti, tergantung dari pengalaman seseorang. Cara ini dipakai bila
tidak ada resiko longsor terjadi saat pengamatan. Cara ini mirip dengan
memetakan indikasi gerakan tanah dalam suatu peta lereng.
2. Cara komputasi adalah dengan melakukan hitungan berdasarkan rumus
(Fellenius, Bishop, Janbu, Sarma, Bishop modified dan lain-lain). Cara
Fellenius dan Bishop menghitung Faktor Keamanan lereng dan dianalisis
kekuatannya. Menurut Bowles (1989), pada dasarnya kunci utama gerakan
tanah adalah kuat geser tanah yang dapat terjadi :
a. tak terdrainase,
b. efektif untuk beberapa kasus pembebanan,
c. meningkat sejalan pening- katan konsolidasi (sejalan dengan waktu) atau
dengan kedalaman,
d. berkurang dengan meningkatnya kejenuhan air (sejalan dengan waktu)
atau terbentuknya tekanan pori yang berlebih atau terjadi peningkatan air
tanah.
Dalam menghitung besar faktor keamanan lereng dalam analisis lereng tanah
melalui metoda sayatan, hanya longsoran yang mempunyai bidang gelincir saja
yang dapat dihitung
3. Cara grafik adalah dengan menggunakan grafik yang sudah standar (Taylor,
Hoek & Bray, Janbu, Cousins dan Morganstren). Cara ini dilakukan untuk
material homogen dengan struktur sederhana. Material yang heterogen (terdiri
29
atas berbagai lapisan) dapat didekati dengan penggunaan rumus (cara
komputasi).
Stereonet, misalnya diagram jaring Schmidt (Schmidt Net Diagram) dapat
menjelaskan arah longsoran atau runtuhan batuan dengan cara mengukur strike/dip
kekar-kekar (joints) dan strike/dip lapisan batuan.
2.8.3 Perhitungan Faktor Keamanan Lereng
Faktor Keamanan (F) lereng tanah dapat dihitung dengan berbagai metode.
Longsoran dengan bidang gelincir (slip surface), F dapat dihitung dengan metoda
sayatan (slice method) menurut Fellenius atau Bishop. Untuk suatu lereng
dengan penampang yang sama, cara Fellenius dapat dibandingkan nilai faktor
keamanannya dengan cara Bishop. Dalam mengantisipasi lereng longsor,
sebaiknya nilai F yang diambil adalah nilai F yang terkecil, dengan demikian
antisipasi akan diupayakan maksimal. Data yang diperlukan dalam suatu
perhitungan sederhana untuk mencari nilai F (faktor keamanan lereng) adalah
sebagai berikut :
a. Data lereng (terutama diperlukan untuk membuat penampang lereng) meliputi:
sudut lereng, tinggi lereng, atau panjang lereng dari kaki lereng ke puncak
lereng.
b. Data mekanika tanah, yang terdiri dari:
- sudut geser dalam (; derajat)
- bobot satuan isi tanah basah (wet; g/cm3)
- kohesi (c; kg/cm2 atau kN/m2)
30
- kadar air tanah (ω; %)
Data mekanika tanah yang diambil sebaiknya dari sampel tanah tak
terganggu. Kadar air tanah (ω) sangat diperlukan apabila perhitungannya
menggunakan komputer, terutama bila memerlukan data bobot satuan isi tanah
kering, yaitu dry = wet/(1+ ω). Pada lereng yang dipengaruhi oleh muka air
tanah nilai F (dengan metoda sayatan, Fellenius) adalah sbb.:
F=c . L+tan .(W ᵢ .cos α ᵢ−μ ᵢ .l ᵢ)
(W ᵢ. sin α ᵢ)……………………………… STYLEREF 1 ¿2. SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿115
Dimana:
F = Faktor keamanan lereng
c = kohesi (kN/m2)
α = sudut bidang gelincir pada tiap sayatan (derajat)
= sudut geser dalam (derajat)
μ = tekanan air pori (kN/m2)
l = panjang bidang gelincir pada tiap sayatan (m)
L = jumlah panjang bidang gelincir
μᵢ.lᵢ = tekanan pori di setiap sayatan (kN/m)
W = luas tiap bidang sayatan (m2) x bobot satuan isi tanah (; kN/m3)
Pada lereng yang tidak dipengaruhi oleh muka air tanah, maka nilai F dapat
dihitung dengan rumus:
F=c . L+tan .(W ᵢ .cos α ᵢ)
(W ᵢ .sin α ᵢ)……………………… ………STYLEREF 1¿2. SEQ¿ ............ ¿ ARABIC ¿116
31
Apabila terdapat tegangan tarik (tension crack) pada lereng, maka perhitungan
Faktor Keamanan Lereng (F) maka digunakan perhitungan dengan metode Hoek dan
Bray, sebagai berikut :
F=c . A+(W . cos ψ ρ−U−V . sin ψ ρ) . tan φ
W . sin ψ ρ+V .cos ψ ρ …………2.12
dimana :
c = kohesi pada bidang luncur
A = panjang bidang luncur (m) = (H – Z). Cosec yρ
yρ= sudut kemiringan bidang luncur (o)
yƒ= sudut kemiringan lerang (o)
= sudut geser dalam batuan (o)
U = tekanan air dari bidang longsor = ½ w. Zw .A
V = tekanan air dari tension crack = ½ w . Zw 2
W = Berat massa batuan yang akan longsor (ton)
W = ½. H2 [ ( 1 – (Z/H)2 ) Cot yρ – Cot yƒ ], jika tension crack diatas lereng
(Gambar 2.13)
W = ½. H2 [ ( 1 – (Z/H)2 ) Cot yρ – (Cot yρ. Tan yƒ – 1)], jika tension
crack dimuka lereng (Gambar 2.14)
Z = kedalaman tension crack = H ( 1 – Cot yƒ.Tan yρ)
32
Gambar 2.15 Retakan Tarik di bagian Atas Lereng10:23)
Gambar 2.16 Retakan Tarik di bagian Muka Lereng10:23)
Nilai Faktor Keamanan (F) > 1,25 pada suatu lereng menurut Bowles (1989)
ditafsirkan sebagai lereng dengan longsor jarang terjadi atau disebut sebagai relatif
stabil. Untuk menyebutkan lereng stabil perlu dibuat nilai batas yang aman selain
F=1,25, karena nilai tersebut menandakan bahwa kejadian longsor pernah terjadi
walaupun jarang (Tabel 2.1). Untuk itu diusulkan nilai F > 2 sebagai nilai yang
aman bagi lereng (lereng stabil). Sebagai pebandingan, nilai F = 2 atau F = 3
33
biasanya dipakai untuk nilai aman (faktor keamanan) bagi daya dukung tanah untuk
berbagai pondasi dangkal.
Tabel 2.1 Hubungan Nilai Faktor Keamanan Lereng dan Intensitas Longsor
(Bowles,1989)8:22)
Nilai Faktor Keamanan Kejadian/Intensitas Longsor
F kurang dari 1,07 Longsor terjadi biasa/sering (lebih labil)
F antara 1,07 sampai 1,25 Longsor pernah terjadi (lereng kritis)
F diatas 1,25 Longsor jarang terjadi (lereng relatif stabil)
Dalam setiap perhitungan (cara manual maupun cara komputer), semua
satuan tiap-tiap variabel harus diperhatikan, seperti misalnya c (kohesi), ^(sudut
geser-dalam), dan y (bobot satuan isi tanah basah dan bobot satuan isi tanah
kering). Satuan disesuaikan melalui konversi dalam standar satuan internasional
(Tabel 2.2).
Tabel 2.2 Contoh Penyesuaian Satuan (Konversi)8:32)
Nama variabel Satuan Faktor konversi Satuan
Bobot satuan isi tanah Berat jenis
1 g/cm3
1 g/cm39,807
19,807 kN/m3
1 T/m3
Kohesi1 kg/cm2
1 kg/cm2
1098,07
10 T/m2
98,07 kN/m2
Tekanan 1 kN/m2 1 1 kPa (= kilopascal)
2.9 Kerangka Pemikiran
Yang menjadi kerangka pemikiran dalam rangka mempelajari hubungan
antara stripping ratio (SR) dengan ultimate pit slope (UPS) adalah bahwa pada
34
perencanaan tambang terbuka akan dilakukan desain pit, di mana dalam mendesain
pit akan ditinjau dari dua faktor, yaitu faktor ekonomi dan faktor teknis. Sebagai
bahan pertimbangan dalam menentukan faktor ekonomi salah satunya adalah SR,
dengan tujuan untuk mengetahui keuntungan yang akan didapat. Adapun UPS
merupakan bagian dari pertimbangan faktor teknis, dengan tujuan untuk
mengetahui kestabilan lereng dari suatu bukaan tambang.
Data-data yang diperlukan diantaranya yang berhubungan dengan:
1. Stripping Ratio:
a. Volume overburden
b. Tonase batubara
2. Ultimate Pit Slope
a. Dimensi Jenjang
b. Data-data fisik dan mekanik: kohesi, bobot isi, sudut geser dalam, muka air
tanah, dll.
Untuk mendapatkan suatu nilai faktor keamanan minimum dari suatu
analisis stabilitas lereng memerlukan suatu proses coba-coba (trial and error). Pada
proses trial and error yang dilakukan secara manual akan membutuhkan waktu
yang cukup lama dan diperlukan ketelitian. Sehingga diperlukan sebuah program
analisis stabilitas lereng (software rocksience slide 6.0) untuk menghitung faktor
keamanan lereng. Dengan program ini diharapkan dapat mempercepat proses
analisis tersebut dan hasil perhitungan faktor keamanan yang didapatkan lebih
akurat
35
Data-data yang ada kemudian diolah dengan uji korelasi untuk mendapatkan
nilai Ultimate Pit Slope yang aman dan ekonomis untuk suatu bukaan tambang.
Setelah di ketahui nilai Ultimate Pit Slope yang aman dan ekonomis secara teoritis,
selanjutnya akan disandingkan dengan keadaan yang sebenarnya di lapangan.
Apabila terjadi perbedaan yang mencolok, maka akan manjadi bahan koreksi
terhadap variable-variabel yang mengakibatkan perbedaan tersebut. Untuk lebih
jelasnya dijabarkan dalam diagram alir pada Lampiran I.
36
Gambar 2.17 Diagram Alir Pemikiran
2.10 Hipotesis
Yang menjadi jawaban sementara atas permasalahan yang diteliti adalah:
1. Terdapat hubungan yang sangat kuat antara stripping ratio dengan ultimate
pit slope.
2. Semakin besar stripping ratio, maka ultimate pit slope akan semakin kecil.
Lereng stabil dan menguntungkanperusahaan
Ya
TidakSR&UPS Optimal?
Selesai
Uji Korelasi & Regresi
UPS Kecil FK 1,25Lereng benar-benar stabil/aman dari longsor
SR KecilMendapatkan keuntungan yang maksimal
Kajian Teknis
Ultimate Pit SlopeStripping Ratio
Input Datageometri lereng, data fisik dan mekanik batuan
Pengolahan Data
Input Datavolume overburden dan tonase batubara
Pengolahan Data
Kajian Ekonomis
Desain Pit
Perencanaan Tambang