Upload
vandang
View
220
Download
1
Embed Size (px)
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Manajemen Diri
1. Pengertian Manajemen Diri
Manajemen diri adalah kemampuan seseorang untuk mengenali
dan mengelola dirinya (secara fisik, emosi, pikiran, jiwa, dan spiritual)
sehingga dia mampu mengelola orang lain dan berbagai sumber daya
untuk mengendalikan maupun menciptakan realitas kehidupan sesuai
dengan misi dan tujuan hidupnya menurut Prijosaksono dalam Rinanda
(2006).
Manajemen diri, menurut Gie dalam Rinanda (2006) adalah
segenap kegiatan dan langkah mengatur dan mengelola diri sendiri
sebaik-baiknya, sehingga mampu membawa kearah tercapainya tujuan
hidup yang telah ditetapkan oleh individu yang bersangkutan.
Pengertian manajemen diri menurut Soekadji (1983) adalah suatu
prosedur yang menuntut seseorang untuk mengarahkan atau menata
tingkah lakunya sendiri. Prosedur ini melibatkan subjek dalam beberapa
tahap, yaitu:
a. Menentukan sasaran tingkah laku yang hendak dicapai
b. Memonitor tingkah laku dengan cara menentukan sendiri prosedur
yang hendak dipakai untuk memonitor perkembangan yang sudah
dicapai.
8
c. Mengevaluasi perkembangan tingkah laku
Berdasarkan definisi di atas manajemen diri penderita diabetes
mellitus tipe II adalah suatu cara yang dilakukan penderita diabetes
mellitus tipe II untuk mengatur pola makan (diet), olah raga, pemerikasaan
rutin, dan mengkonsumsi obat. Tujuan utama penderita diabetes mellitus
tipe II adalah menjaga kestabilan gula darah.
2. Aspek Manajemen Diri
Kemampuan manajemen diri yang dimiliki oleh setiap individu
berbeda, menurut Pedler dan Boydell dalam Rinanda (2006) tingkat
efektifitas individu dalam melakukan manajemen diri dipengaruhi oleh
sejauh mana individu mampu mempertahankan, memelihara, dan
mengembangkan empat aspek yang dimiliki oleh seorang yang memiliki
manajemen diri yang baik yaitu:
a. Kesehatan
Kondisi fisik dan psikis dapat mempengaruhi seseorang dalam
mengarahkan aktifitas kehidupan. Kesehatan fisik menjadi modal
utama untuk melakukan aktifitas, sedangkan kesehatan psikis
menciptakan kondisi mental yang stabil. Kondisi kesehatan individu
yang baik akan menciptakan keseimbangan dalam diri individu yang
bersangkutan. Hal ini akan mempermudah individu dalam melakukan
manajemen diri.
b. Ketrampilan atau keahlian
Ketrampilan yang dimiliki menggambarkan kualitas individu, ada
berbagai macam ketrampilan yang dibutuhkan dalam kehidupan.
Seberapa jauh kesadaran individu tetang hal ini akan menentukan
seberapa jauh individu menyususn rencana untuk kehidupan.
c. Aktivitas
Seberapa jauh individu mampu menyelesaikan aktivitas hidup dengan
baik, contoh kemampuan dalam membuat keputusan dan mengambil
inisiatif. Individu yang mampu mengembangkan aktivitas hidup
dengan baik adalah individu yang memiliki kepekaan terhadap
berbagai alternatif atau cara pandang dan memiliki imajinasi moral
yang tinggi sehingga keputusan-keputusan mempertimbangkan dua hal
sekaligus yaitu: yang memberikan manfaat baginya dan orang lain.
d. Identitas
Seberapa jauh pengetahuan, pemahaman, dan penilaian individu
terhadap diri akan mempengaruhi cara individu tersebut bertindak.
Pengetahuan tentang identitas diri merupakan kunci manajemen diri.
Pemahaman dimulai dari tahap kesadaran individu akan kelebihan dan
kekurangan yang dimiliki. Selanjutnya individu menjadi kreatif dan
dapat mengelola sesuatu yang baik dalam diri dalam situasi dan
tantangan yang baru.
Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek manajemen diri
penderita diabetes mellitus tipe II meliputi :
a. Kondisi fisik dan psikis penderita dapat mempengaruhi tingkat
manajemen diri
b. Kesadaran penderita akan pentingnya kesehatan
c. Cara penderita dalam menghadapi masalah kesehatannya
d. Kemampuan penderita dalam mengelola potensi yang ada dalam diri,
untuk mencapai kondisi sehat
Menurut Goleman dalam Rinanda (2006) ada lima aspek
kemampuan manajemen diri yaitu:
a. Pengendalian diri
Individu yang memiliki kemampuan pengendalaian diri akan mampu
mengelola emosi dan impuls yang merusak secara efektif. Orang yang
memiliki kecakapan ini mampu mengelola dengan baik perasaan-
perasaan impuls dan emosi-emosi yang menekan individu. Tetap teguh
dan tidak goyah dalam situasi yang sulit, mereka juga mampu untuk
tetap berpikir denga jernih dan tetap fokus kendati dalam tertekan.
b. Sifat dapat dipercaya
Individu yang memiliki sifat dapat dipercaya akan mampu menunjukan
kejujuran dan integritas. Orang yang memiliki kecakapan ini mamapu
bertindak menurut etika dan tidak pernah mempermalukan orang lain.
Bersedia mengakui kesalahan sendiri dan berani menegur orang lain
yang melakukan kesalahan.
c. Kehati-hatian
Individu yang memiliki sifat kahati-hatian dalam bertindak akan dapat
diandalkan dan bertanggung jawab dalam memenuhi kewajiban. Orang
dengan kecakapan ini mampu memenuhi komitmen dan memenuhi
janji. Terorganisir dan cermat dalam bekerja, mereka memperjuangkan
tujuan dengan rasa tanggung jawab.
d. Mampu menyesuaikan diri
Individu yang mempunyai kemampuan meyesuaikan diri dapat
bersikap fleksibel menghadapi tantangan dan perubahan yang ada di
lingkungan. Orang dengan kecakapan ini siap mengubah respon dan
strategi untuk menyesuaikan diri dengan keadaan. Terampil menangani
berbagai macam kebutuhan, bergesernya prioritas, dan pesatnya
perubahan.
e. Inovasi
Individu yang memiliki kemampuan inovasi mudah menerimadan
terbuka terhadap gagasan, pendekatan, dan informasi baru. Orang
dengan kecakapan ini selalu mencari dan menciptakan gagasan baru.
Mendahulukan solusi-solusi yang orisinal dalam pemecahan masalah.
Mereka juga berani mengubah wawasan dan mengambil resiko akibat
pemikiran mereka.
Berdasarkan uraian di atas, maka aspek-aspek manajemen diri
penderita diabetes mellitus tipe II meliputi:
a. Kemampuan penderita diabetes mellitus tipe II dalam mengendalikan
emosi dan berfikir positif dalam menghadapi masalah.
b. Ketetapan penderita diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan aturan
dari dokter dan tidak mudah terpengaruh dengan orang lain.
c. Kehati-hatian penderita diabetes mellitus tipe II dalam memilih
makanan yang akan dikonsumsi.
d. Penyesuaian diri penderita diabetes mellitus tipe II dengan penyakit
yang dideritanya.
e. Kemampuan penderita diabetes mellitus tipe II dalam melakukan
perubahan gaya hidup yang bertujuan untuk memperbaiki kondisi
kesehatannya.
3. Teknik dan Strategi Manajemen Diri
Kanfer dalam Rinanda (2006) menyebutkan beberapa teknik
manajemen diri, yaitu :
a. Standar-setting
Menentukan sasaran, target tingkah laku atau prestasi yang hendak
dicapai merupakan langkah pertama dari manajemen diri. Bila tujuan
sudah ditetapkan, akan lebih mengarahkan seseorang pada bagaimana
tujuan tersebut dapat dicapai.
e. Self monitoring
Bentuk aplikasi dari teknik ini antara lain dengan cara mencatat atau
membuat grafik berdasarkan data yang ada dalam diri individu sendiri.
Perubahan dapat dilihat individu yang bersangkutan dan berfungsi
sebagai penguat.
f. Self evaluation
Individu yang bersangkutan mengevaluasi kembali perkembangan
rencana kerjanya. Apakah targetnya tercapai dan batas waktu
terpenuhi? Apakah konsekuensi yang diterima setelah target dicapai?
g. Self reinforcement
Teknik menghargai diri sendiri secara positif, seperti memberi
pernyataan secara verbal terhadap diri sendiri untuk memberi penilaian
atau penghargaan terhadap apa yang telah dicapai.
Berdasarkan uraian di atas maka teknik dan strategi manajemen
diri penderita diabetes mellitus tipe II yaitu :
a. Tujuan utama penderita diabetes mellitus tipe II adalah menjaga
kestabilan gula darahnya.
b. Membuat catatan tentang perkembangan kesehatan
c. Mengevaluasi tujuan yang telah ditetapkan.
d. Memberi penilaian pada diri sendiri atas kemajuan yang telah dicapai.
Ada beberapa strategi yang dapat dilakukan supaya seseorang
mampu memanajemen diri dengan baik. Strategi ini terdiri dari tiga
langkah seperti yang dikemukakan oleh Gie dalam Rinanda (2006) :
a. Motivasi diri
Pengertian motivasi diri adalah dorongan psikologis yang
berasal dari dalam diri yang merangsang seseorang sehingga bersedia
melakukan kegiatan supaya dapat mencapai tujuan yang diharapkan.
Motivasi yang berasal dari dalam diri akan lebih kuat dibandingkan
motivasi yang berasal dari luar.
b. Pengorganisasian diri
Pengertian pengorganisasian diri adalah melakukan pengaturan
pikiran, energi, waktu, tempat, benda, dan sumber daya lain dalam
hidup dengan baik supaya semua menjadi tertib dan lancar.
c. Pengendalian diri
Pengertian pengendalian diri adalah tekad dan langkah untuk
mengelola kemauan, memacu semangat, mengikis keseganan,
mengerahkan tenaga untuk melaksanakan apa yang harus dikerjakan
dengan sungguh-sungguh demi mencapai tujuan yang diharapkan.
Berdasarkan uraian di atas maka strategi manajemen diri penderita
diabetes mellitus tipe II yaitu :
a. Kemauan dari dalam diri penderita diabetes mellitus tipe II untuk selalu
menjaga kestabilan gula darahnya.
b. Penderita diabetes mellitus tipe II mengelola kemampuan yang ada
dalam dirinya untuk menjalankan aturan pola makan (diet),
pemeriksaan rutin, dan olah raga untuk menjaga kestabilan gula darah.
c. Kesungguhan penderita diabetes mellitus tipe II dalam menjalankan
aturan yang telah ditetapkan dari pihak medis.
4. Manfaat Manajemen Diri
Kita dapat menciptakan realitas kehidupan sesuai dengan misi dan
tujuan hidup dengan menerapkan manajemen diri. Penerapan manajemen
diri yang baik dalam kehidupan akan membuat seseorang menikamati
proses perjalanan hidup dan mampu mencapai tujuan yang diharapkan.
Manfaat manajemen diri secara khusus yang dikemukakan oleh
Prijosaksono dalam Rinanda (2006) adalah:
a. Manajemen diri bermanfaat untuk melepaskan stress, kecemasan,
kemarahan, ketakutan, dendam, sakit hati.
b. Manajemen diri juga dapat menghilangkan rasa sakit dan penyakit
serta penyembuhan sendiri.
c. Manajemen diri yang baik akan dapat meningkatkan kreativitas
seseorang.
d. Masalah dapat dipecahkan dan diselesaikan bila seseorang mampu
melakukan manajemen diri.
e. Manajemen diri akan meningkatkan citra diri dan rasa percaya diri
seseorang.
f. Manajemen diri akan meningkatkan kemampuan pembelajaran dan
membantu seseorang mencapai prestasi.
Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan manfaat manajemen
diri untuk penderita diabetes mellitus tipe II adalah penderita diabetes
mellitus tipe II dapat melakukan kontrol terhadap gula darahnya, lebih
percaya diri, memperoleh pengetahuan baru, dan cenderung dapat
menyelesaikan masalah gula darahnya.
B. Tipe Kepribadian
1. Pengertian Kepribadian
Definisi kepribadian menurut Eysenck adalah jumlah total perilaku
yang terlihat atau tampak dari organisme yang ditentukan melalui riwayat
genetika dan lingkungan, seluruhnya dimulai dan dibangun oleh interaksi
fungsional dari empat dimensi utama menjadi sebuah pola perilaku atau
dimensi konatif (karakter), dimensi afektif (tempramen), dan dimensi
somatik ( Suryabrata, 2000).
Menurut Allport dalam Alwisol (2007) kepribadian adalah
organisasi dinamik dalam sistem psikofisik individu yang menentukan
penyesuaian yang unik dengan lingkungan.
Jung dalam Alwisol (2007) mengemukakan kepribadian adalah
mencakup keseluruhan fikiran, perasaan, dan tingkah laku, kesadaran, dan
ketidaksadaran. Kepribadian membimbing orang untuk menyesuaikan diri
dengan lingkungan sosial dan lingkungan fisik.
Menurut Cattell Hall dan Lindzey (1999) kepribadian sebagai suatu
hal yang dapat memungkinkan prediksi tentang apa yang akan dilakukan
individu dalam situasi tertentu, kepribadian berkenaan pada perilaku yang
menyeluruh, baik perilaku yang tampak maupun perilaku yang tidak
tampak. Kepribadian memperlihatkan aspek-aspek yang tampak dari
tingkah laku individu sebagai keseluruhan cara bertindak yang konsisiten
dari individu pada situasi tertentu.
Dari beberapa pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa
kepribadian adalah keseluruhan perilaku dari individu baik yang tampak
ataupun tidak tampak, yang menentukan penyesuaian dengan lingkungan
fisik atau lingkungan sosial.
2. Tipe Kepribadian
a. Teori Jung
Jung dalam Suryabrata (1990) mengungkapkan bahwa pada
dasarnya pada diri individu terdapat dua kecenderungan tipe
kepribadian yang berlawanan arah, namun salah satu kecenderungan
tampak dominan dan terdapat pada kesadaran, sebaliknya
kecenderungan kepribadian yang inferior berada dalam ketidak
sadaran. Artinya, bila dimensi lebih dominan maka dimensi tersebut
terdapat dalam kesadaran manusia, dimensi ekstrovert siftnya inferior
dan terletak dalam ketidak sadaran (Hall dan Lindzey, 1999).
Dalam hal ini Jung melihat ketertarikan antara individu sebagai
subyek dengan lingkungan sekitar sebagai obyek perhatian dan
perilakunya. Individu dengan tipe kepribadian ekstrovert dipengaruhi
dunia objektif yaitu dunia di luar dirinya. Pikiran, perasaan, dan
tindakan ditentukan lingkungan. Individu dengan tipe introvert
dipengaruhi oleh dunia subjektif yaitu dunia di dalam diri sendiri,
pikiran, perasaan, dan tindakan ditentukan oleh faktor subjektif.
Penyesuaian dengan dunia luar kurang baik, jiwa tertutup, sukar
bergaul, sukar berhubungan dengan orang lain, dan kurang dapat
menarik hati orang lain, menurut Jung dalam Yusuf dan Nurihsan,
(2007).
Dari pengertian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa kepribadian
ada 2 tipe yaitu tipe kepribadian introvert dan tipe kepribadian
ekstrovert. Tipe kepribadian introvert cenderung lebih tertutup dengan
lingkungan sekitar, sedagkan tipe kepribadian ekstrovert lebih terbuka
dengan lingkungan sekitar.
b. Teori Eysenck
Menurut Eysenck dalam Alwisol (2007) kepribadian sejumlah
besar ditentukan oleh pembawaan sejak lahir, keadaan lingkungan
dapat memperbaiki keseimbangan, tetapi pengaruhnya sangat terbatas.
Faktor pembawaan atau genetik ini dalam perkembangannya akan
membentuk pola unik yang kemudian menentukan bentuk, tingkah
laku, kepribadian juga kecerdasan seseorang. Faktor pembawaan yang
dimaksudkan Eysenck dalam toerinya lebih tertuju pada proses
neurofisiologis otak yang menurut Eysenck bertanggung jawab atas
terbentuk sikap dan perilaku seseorang.
Eysenck dalam Pratiwi (2003) membedakan kepribadian dalam
dua tipe yaitu introvert dan ekstrovert untuk menyatakan adanya
perbedaan dalam reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan dalam
tingkah laku sosial. Tipe kepribadian ini menggambarkan keunikan
individu dalam bertingkah laku terhadap suatu stimulus sebagai
perwujudan karakter, tempramen, fisik, dan intelektual individu dalam
menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Eysenck dan Wilson dalam Fathimatuzzahra (2005)
individu yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert adalah memiliki
sosiabilitas yang tinggi yang ditandai dengan mempunyai banyak
teman, suka bergaul, ramah, responsif terhadap lingkungan,
membutuhkan orang lain untuk diajak komunikasi dan tidak menyukai
aktifitas sendiri. Individu membutuhkan pasangan, berani mengambil
resiko, suka melakukan tindakan berbahaya dan tiba-tiba, impulsif,
suka menuruti dorongan kata hati, mudah berubah, mudah terpengaruh,
optimis. Individu aktif bergerak mengerjakan sesuatu, cenderung
agresif, suasana hati mudah berubah dangan cepat, kurang bertanggung
jawab dan secara keseluruhan perasaan tidak berada dibawah kontrol
yang ketat. Sebaliknya individu yang memilki tipe kepribadian
introvert memiliki sosiabilitas yang randah yang ditandai dengan
kurang pandai bergaul, suka menyendiri, dan menjaga jarak dengan
orang lain. Individu kurang percaya pada impuls yang seketika, tidak
mempunyai perangsangan, perasaan berada dibawah kontrol yang
ketat, emosinya datar, dapat dipercaya, melaksanakan dengan matang
sebelum bertindak.
Berdasarkan tinjauan teoritis tersebut maka disimpulkan
batasan tipe kepribadian Eysenck adalah (a) individu yang memiliki
tipe kepribadian introvert memiliki suatu pandangan yang lebih
subjektif, sedangkan individu yang ekstrovert lebih objektif, (b)
individu yang memiliki tipe kepribadian introvert dapat menempatkan
standar etis yang tinggi dalam kehidupan, sedangkan individu
ekstrovert mudah hilang kesabaran, dan (c) individu yang memiliki
tipe kepribadian introvert mempunyai percaya diri yang ketat,
sedangkan individu ekstrovert cenderung impulsif.
3. Faktor-faktor Dasar Kepribadian Ekstrovert dan Introvert
Eysenck dalam Alwisol (2007) mengklasifikasikan ciri-ciri tingkah
laku yang operasional pada tipe kepribadian ekstrovert dan introvert,
menurut faktor-faktor kepribadian yang mendasari yaitu :
a. Aktivitas: pada aspek ini diukur bagaimana subjek dalam melakukan
aktivitas, energik dan gesit atau sebaliknya lamban dan tidak bergairah.
Subjek menikmati setiap pekerjaan yang dilakukan, apa saja pekerjaan
atau aktivitas yang disukai.
b. Keramahan: Aspek sosiabilitas mengukur bagaiman individu
melakukan kontak soaial. Interaksi sosial individu ditandai dengan
banyak teman, suka bergaul, menyukai kegiatan sosial, mudah
beradaptasi dengan lingkungan baru, perasaan senang dengan situasi
yang ramah. Atau sebaliknya individu kurang kontak sosial, perasaan
minder dalam pergaulan, menyukai aktivitas sendiri.
c. Mengambil resiko: aspek ini mengukur apakah individu berani
mengambil resiko atas tindakan dan menyukai tantangan dalam
melakukan aktivitas.
d. Menurutkan kata hati: membedakan kecenderungan ekstrovert dan
introvert berdasarkan ciri individu mengambil tindakan. Apakah
cenderung impulsif, tanpa memikirkan keuntungan secara matang
maupun kerugian atau sebaliknya mengambil keputusan dengan
mempetimbangkan konsekuensi.
e. Menyatakan perasaan: aspek ini mengukur bagaimana individu
mengekspresikan emosi baik emosi marah, sedih, senang maupun
takut. Individu cenderung sentimental, penuh persaan, mudah berubah
pendirian atau sebaliknya mampu mengkontrol pikiran dan emosi
dingin atau tenang.
f. Termenung: aspek ini mengukur bagaimana ketertarikan individu pada
ide, abstrak, pertanyaan filosofis. Apakah individu cenderung suka
berfikir teoritis dari pada introspektif.
g. Pertanggung jawab: aspek ini membedakan individu berdasarkan
tanggung jawab terhadap tindakan maupun pekerjaan.
Berdasarkan uraian di atas, faktor-faktor kepribadian yang
mendasari tipe kepribadian ekstrovert dan introvert yaitu :
a. Respon penderita diabetes mellitus tipe II dalam melakukan aktivitas
sehari-hari.
b. Kehidupan sosial penderita diabetes mellitus tipe II.
c. Cara penderita diabetes mellitus tipe II dalam menghadapi masalah
pengendalian gula darahnya
d. Cara penderita diabetes mellitus tipe II dalam membuat keputusan
menyangkut kesehatannya.
e. Keterbukaan penderita diabetes mellitus tipe II dalam mengungkapkan
perasaannya pada orang lain.
f. Kemampuan penderita diabetes mellitus tipe II dalam mengungkapkan
ide dan gagasan yang dimilikinya.
g. Tingkat tanggung jawab penderita diabetes mellitus tipe II berkaitan
dengan cara mengendalikan gula darahnya.
C. Diabetes mellitus
1. Pengertian Diabetes mellitus
Diabetes mellitus adalah penyakit pada orang yang kelenjar
pankreasnya gagal menghasilkan insulin dalam jumlah yang cukup, atau
yang tubuhnya tidak dapat menggunakan insulin dengan baik (Harkness,
1989:99)
Diabetes mellitus adalah suatu kondisi dimana kadar gula dalam
darah lebih tinggi dari normal karena tubuh tidak dapat melepaskan atau
menggunakan hormon insulin secara cukup. Dengan kata lain, diabetes
adalah suatu penyakit dimana kadar glukosa di dalam tubuh tinggi karena
tubuh tidak dapat melepaskan atau menggunakan insulin secara cukup.
Diabetes mellitus sering disebut dengan the great imitator, yaitu penyakit
yang dapat menyerang semua organ tubuh dan menimbulkan berbagai
keluhan. Penyakit diabetes mellitus tipe II timbul secara perlahan-lahan,
sehingga seseorang tidak menyadari adanya berbagai perubahan dalam
dirinya.
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan diabetes mellitus
merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan tetapi dapat
dikendalikan, penyakit diabetes mellitus dapat menjadi pemicu penyakit
yang lainnya.
2. Macam-macam diabetes mellitus
Berdasarkan penyebab dan terapi yang dibutuhkan diabetes
mellitus diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Tipe I, Insulin Dependent Diabetes mellitus (IDDM) disebabkan oleh
penyakit auto-immun, dan sangat membutuhkan insulin eksogen.
2. Tipe II, Non Insulin Dependent Diabetes mellitus (NIDDM),
disebabkan oleh definisi insulin atau resistensi insulin, terapi dengan
diet dan OAD.
3. Diabetes mellitus karena sebab lain :
a. Malnutrition Related Diabetes mellitus
b. Gestational Diebates Mellitus (GDM = Diabetes karena
kehamilan)
c. Diabetes dikarenakan penyakit atau keadaan tertentu, seperti
misalnya: batu pankreas, penyakit hormonal, intoksikasi obat, atau
bahan kimia.
3. Penyebab Diabetes mellitus
Pembentukan diabetes yang penting adalah dikarenakan kurangnya
produksi insulin (diabetes tipe I, yang pertama dikenal) atau kurang
sensitifnya jaringan tubuh terhadap insulin (diabetes mellitus tipe II,
bentuk yang lebih umum). Selain itu, terdapat jenis diabetes mellitus yang
disebabkan oleh resisitensi insulin yang terjadi pada wanita hamil. Tipe I
membutuhkan penyuntikan insulin, sedangkan tipe II diatasi dengan
pengobatan oral dan hanya membutuhkan insulin apabila obatnya tidak
efektif. Diabetes mellitus pada kehamilan umumnya sembuh dengan
sendirinya setelah persalinan. Faktor-faktor penyebab diabetes mellitus
sebagai berikut :
a) Genetika atau faktor keturunan
b) Virus dan Bakteri
c) Bahan toksik atau racun
d) Nutrisi
e) Kadar Kortikosteroid yang tingggi
f) Kehamilan diabetes gestasional
g) Obat-obatan yang merusak pankreas
h) Racun yang mempengaruhi pembentukan atau efek dari insulin
4. Gejala-gejala Diabetes mellitus
Gejala diabetes mellitus tipe II muncul secara perlahan-lahan
sampai menjadi gangguan yang jelas, yaitu :
a) Cepat lelah, kehilangan tenaga, dan merasa tidak fit
b) Sering buang air kecil, sering lapar, dan haus
c) Kelelahan yang berkepanjangan dan tidak ada penyebabnya
d) Mudah sakit yang berkepanjangan
e) Penglihatan kabur
f) Jika terjadi luka proses penyembuhannya lama
g) Kaki terasa kebas, geli, atau terbakar
h) Infeksi jamur pada saluran reproduksi wanita
i) Impotensi pada pria
D. Pengaruh Tipe Kepribadian terhadap Manajemen Diri pada Penderita
Diabetes mellitus
Eysenck dalam Pratiwi (2003) membedakan kepribadian dalam dua
tipe yaitu introvert dan ekstrovert untuk menyatakan adanya perbedaan dalam
reaksi-reaksi terhadap lingkungan sosial dan dalam tingkah laku sosial. Tipe
kepribadian ini menggambarkan keunikan individu dalam bertingkah laku
terhadap suatu stimulus sebagai perwujudan karakter, temperamen, fisik, dan
intelektual individu dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan.
Menurut Eysenck dan Wilson dalam Fathimatuzzahra (2005) individu
yang memiliki tipe kepribadian ekstrovert adalah memiliki sosiabilitas yang
tinggi yang ditandai dengan mempunyai banyak teman, suka bergaul, ramah,
responsif terhadap lingkungan, membutuhkan orang lain untuk diajak
komunikasi dan tidak menyukai aktifitas sendiri. Individu membutuhkan
pasangan, berani mengambil resiko, suka melakukan tindakan berbahaya dan
tiba-tiba, impulsif, suka menuruti dorongan kata hati, mudah berubah, mudah
terpengaruh, optimis. Individu aktif bergerak mengerjakan sesuatu, cenderung
agresif, suasana hati mudah berubah dangan cepat, kurang bertanggung jawab
dan secara keseluruhan perasaan tidak berada dibawah kontrol yang ketat.
Sebaliknya individu yang memilki tipe kepribadian introvert memiliki
sosiabilitas yang randah yang ditandai dengan kurang pandai bergaul, suka
menyendiri, dan menjaga jarak dengan orang lain. Individu kurang percaya
pada impuls yang seketika, tidak mempunyai perangsangan, perasaan berada
dibawah kontrol yang ketat, emosinya datar, dapat dipercaya, melaksanakan
dengan matang sebelum bertindak.
Menurut Wisny (2008), karakteristik kepribadian merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi kemampuan pelaksanaan perilaku manajemen diri
diabetes. Menurut Hamera dalam Wisny (2008) manajemen sehari-hari untuk
penderita diabetes membutuhkan pengaturan diri, latihan-latihan secara rutin,
dan selalu memonitor atau memantau keadaan status kesehatan.
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
sehingga penderita seumur hidup hidup dengan penyakit ini, walaupun
demikian Diabetes melitus dapat dikendalikan. Jika penderita dapat
mengendalikan penyakit dengan baik, maka penderita tidak akan merasa
terganggu dan dapat memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki. Tujuan
utama dari penanganan pada penderita diabetes adalah menjaga agar gula
darah berada pada tingkat normal. Untuk itu diperlukan upaya untuk
melakukan perilaku sehat seperti mengkontrol perilaku makan (diet),
mengkontrol berat badan dan olah raga. Penderita diharapkan dapat merubah
pola perilaku dalam hidup untuk mencapai kondisi yang lebih baik.
B. Kerangka Berpikir
Penyakit diabetes mellitus merupakan penyakit degeneratif non infeksi
yang bersifat menahun akibat tingginya kadar glukosa dalam darah. Penyakit
tidak menular atau penyakit degeneratif sejak beberapa dasawarsa silam telah
menjadi segmentasi permasalahan tersendiri bagi tiap negara di seluruh dunia.
Bersama dengan semakin peliknya permasalahan yang diakibatkan oleh
berbagai macam penyakit menular, kasus penyakit non infeksi menimbulkan
adanya beban ganda bagi dunia kesehatan. Hingga saat ini penyakit
degeneratif telah menjadi penyebab kematian terbesar di dunia.
Diabetes mellitus merupakan penyakit yang tidak dapat disembuhkan
sehingga penderita seumur hidup, hidup dengan penyakit ini, walaupun
demikian diabetes mellitus dapat dikendalikan. Tujuan utama dari penanganan
pada penderita diabetes mellitus adalah menjaga agar gula dalam darah berada
pada tingkat normal. Untuk itu diperlukan upaya untuk melakukan perilaku
sehat seperti mengkontrol perilaku makan (diet), mengkontrol berat badan dan
olah raga. Penderita diharapkan dapat merubah pola perilaku dalam hidup
untuk mencapai kondisi yang lebih baik (Pratiwi, 2003). Penderita dituntut
untuk melaksanakan berbagai aturan yang berkaitan dengan pengaturan
makanan, penyuntikan insulin setiap hari, pengkontrolan glukosa darah
dengan tujuan agar metabolisme penderita dapat dikendalikan dengan baik
(Adi dkk, 2002 ). Untuk menjaga kestabilan gula darah pada penderita
diabetes adalah melakukan penyesuaian diri dengan penyakit dan berusaha
mengkontrol diri. Kontrol diri, kejujuran, bertindak hati-hati, penyesuaian diri,
dan bersedia menerima perubahan merupakan bagian dari manajemen diri,
menurut Gie dalam Rinanda (2006).
Menurut Jayne dan Rankim dalam Wisny (2008) manajemen sehari-
hari penderita diabetes membutuhkan pengaturan diri, latihan-latihan secara
rutin, dan selalu memonitor atau memantau keadaan status kesehatan saat ini,
yang kemudian dibandingkan dengan keadaan normal. Briggs dalam Wisny
(2008) mengemukakan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi
kemampuan melaksanakan perilaku manajemen diri diabetes adalah
karakteristik kepribadian.
Penderita diabetes mellitus tipe II harus hidup berdampingan dengan
penyakit diabetes, karena penyakit diabetes tidak dapat disembuhkan. Namun
penyakit diabetes dapat dikendalikan, jika penderita dapat mengendalikan
penyakitnya dengan baik maka penderita tidak akan merasa terganggu dan
dapat memanfaatkan seluruh potensi yang dimiliki penderita. Tetapi jika
penderita tidak dapat mengendalikan diri dengan baik maka penderita akan
tergangu dengan penyakit diabetes, sehinggga penderita tidak berdaya dan
tidak dapat memanfaatkan potensi yang dimiliki untuk mencapai kesehatan
yang lebih baik.
Skema Kerangka Pemikiran
Penderita diabetes mellitus tipe II
Tipe Kepribadian
Tipe Kepribadian Ekstrovert
Manajemen diri pada penderita diabetes mellitus tipe II: a. Pola makan atau diet b. Olah raga c. Pemeriksaan rutin d. Mengkonsumsi obat yang
dianjurkan dokter
Tipe Kepribadian Introvert
C. Hipotesis
Ada pengaruh tipe kepribadian terhadap manajemen diri pada
penderita diabetes mellitus tipe II di RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto.