Upload
others
View
5
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
25
25
BAB II
ANALISIS DATA
Deskripsi hasil penelitian dalam Bab II ini merupakan analisis data dan
pembahasan tentang bentuk dan kelas kata homonimi, kelompok homonimi, jenis
homonimi dalam bahasa Jawa.
1. Bentuk Homonimi dalam Bahasa Jawa
A. Bentuk Tunggal (Morfem Tunggal)
Bentuk tunggal (morfem tunggal) yaitu bentuk yang tidak bisa dicari bentuk
yang lebih kecil dan sudah mampu berdiri sendiri serta memiliki makna.
Berikut adalah homonimi yang berbentuk tunggal.
1) Data 1 (SA)
tata (dirapikan)
tata (atur)
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Kamare Andi ketok kemproh merga jarang di tata ‘Kamare Andi
kelihatan berantakan karena jarang dirapikan’.
(b) Bocah kok ora isa di tata nakal banget ‘Bocah kok tidak bisa diatur
nakal sekali’.
Tata ‘tata’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan keadaan merapikan sedangkan tata ‘atur’ pada contoh
kalimat kedua menunjukkan keadaan mengarahkan atau memberi petunjuk,
dengan demikian tata mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
26
26
Homonimi Tata merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena
masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam
ujaran.
2) Data 2 (J)
pethik ‘petik’
pethik ‘menarik kesimpulan/ intisari’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Kembang mawar kuwi di pethik Gita ‘Bunga mawar itu dipetik Gita’.
(b) Bu guru ngendikan supaya buku cerita Malin Kundang di pethik
amanate ‘Bu guru berkata supaya buku cerita Maling Kundang di ambil
intisari / amanatnya.
Pethik ‘petik’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan keadaan mengambil (pada buah atau bunga) sedangkan
petik ‘menarik kesimpulan’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan
keadaan menyimpulkan, dengan demikian pethik mempunyai kegandaan
makna atau bermohonimi. Homonimi pethik ‘petik’ merupakan bentuk
tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai
arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
3) Data 3 (MA)
saka ‘tiang’
saka ‘dari’
27
27
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Pak Darto entuk sepeda motor saka kantore ‘Pak Darto mendapat
sepeda motor dari kantornya’.
(b) Omah joglo duwe saka cacahe papat ‘Rumah joglo mempunyai tiang
berjumlah empat’.
Saka ‘dari’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan keadaan asal sedangkan saka ‘tiang’ pada contoh kalimat
kedua menyatakan benda peyangga, dengan demikian saka mempunyai
kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi saka merupakan bentuk
tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai
arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
4) Data 4 (SN)
bledug ‘anak gajah’
bledug ‘debu’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Platarane disapu supaya ora bledug ‘Terasnya disapu agar tidak debu’.
(b) Bledug sing cilik kuwi lagi turu ‘Anak gajah yang kecil itu sedang tidur’.
Bledug ‘debu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan debu sedangkan bledug ‘anak gajah’ pada contoh kalimat
kedua menunjukkan sebutan untuk anak gajah, dengan demikian bledug
28
28
mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi bledug
merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing
sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
5) Data 5 (RO)
kalong ‘sebutan untuk kelelawar’
kalong ‘kurang’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Katese entek dipangan kalong ‘Pepayanya habis dimakan kelelawar’.
(b) Duitku kalong sepuluh ewu kanggo mangan mau ‘Uangku berkurang
sepuluh ribu untuk makan tadi’.
Kalong ‘kelelawar’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
sebuah sebutan untuk kelelawar sedangkan kalong ‘kurang’ pada contoh
kalimat kedua menunjukkan referen keadaan mulai habis atau berkurang,
dengan demikian kalong mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
Homonimi kalong merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena
masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam
ujaran.
6) Data 6 (SN)
golek ‘jenis wayang dari kayu’
golek ‘cari’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Anto lungo nonton golek ‘Anto pergi menonton golek’.
29
29
(b) Anto lungo golek es degan ‘Anto pergi mencari es degan’.
Golek ‘jenis wayang dari kayu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai
referen suatu hal yang menyatakan jenis dari wayang sedangkan golek ‘cari’
pada contoh kalimat kedua menunjukkan referen keadaan untuk menemukan
atau membeli, dengan demikian golek mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi. Homonimi golek merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk
bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri
sendiri dalam ujaran.
7) Data 7 (Art)
papan ‘lembaran kayu’
papan ‘tempat’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Bapak tumbas papan ning peken ‘Bapak membeli papan (lembaran
kayu) dipasar’.
(b) Mangga para tamu sumangga lenggah ing papan ingkang sampun di
sediaaken ‘Silahkan para tamu diharapkan duduk di tempat yang sudah
disediakan’.
Papan ‘lembaran kayu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai
referen suatu hal yang menyatakan kayu yang dibelah tipis sedangkan
papan ‘tempat’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan referen bagian
tertentu dari suatu ruang, dengan demikian papan mempunyai kegandaan
makna atau bermohonimi. Homonimi papan merupakan bentuk tunggal
30
30
sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan
mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
8) Data 8 (EY)
luput ‘salah’
luput ‘tidak tercapai’
luput ‘lepas’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Soal sepuluh sing luput pitu ‘Soal sepuluh yang salah tujuh’
(b) Cita-citane dadi polisi luput amarga kurang duwur ‘Cita-citanya
menjadi polisi tidak tercapai karena kurang tinggi’
(c) Welute luput amarga lunyu ‘Belutnya lepas karena licin’.
Luput ‘salah’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan keadaan ketidakbenaran sedangkan luput ‘tidak tercapai’
pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan ketidakberhasilan atau
kegagalan, serta luput ‘lepas’ pada contoh kalimat ketiga menyatakan lolos,
dengan demikian luput mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
Homonimi luput merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena
masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam
ujaran.
9) Data 9 (EP)
jagang ‘duduk’
31
31
jagang ‘menghadiri undangan’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Kene lho jagang karo aku! ‘Sini lho duduk denganku’.
(b) Jenengan di aturi jagang enjing-enjing ‘Anda diminta menghadiri
undangan besok pagi’.
Jagang ‘duduk’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menunjukkan keadaan tidak berdiri sedangkan jagang ‘undangan’
pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan ajakan untuk menghadiri
sebuah acara, dengan demikian jagang mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi. Homonimi jagang merupakan bentuk tunggal sekaligus
bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu
berdiri sendiri dalam ujaran.
10) Data 10 (R)
mumet ‘sakit kepala’
mumet ‘bingung’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Jono ora sekolah amarga mumet ‘Jono tidak masuk sekolah karena sakit
kapala’.
(b) Aku mumet yen njawab pitakonmu ‘Aku bingung jika menjawab
pertanyaanmu’.
32
32
Mumet ‘sakit kepala’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan ketidaksehatan pada kepala sedangkan
mumet ‘bingung’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan tidak
dapat memahami keterangan atau penjelasan petunjuk, dengan demikian
mumet mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.Homonimi mumet
merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing
sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
11) Data 11 (EP)
manuk ‘burung’
manuk ‘kelamin laki-laki’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Pakdhe tuku manuk meneh ‘Pakdhe membeli burung lagi’.
(b) Sesok manuke adik disunat ‘Besok burungnya (kelaminnya) disunat’.
Manuk ‘burung’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menyatakan binatang burung sedangkan manuk ‘kelamin laki-laki’
pada contoh kalimat kedua menyatakan jenis kelamin laki-laki, dengan
demikian manuk mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
Homonimi manuk merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena
masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam
ujaran.
12) Data 12 (R)
kene ‘sini’
kene ‘kita’
33
33
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Ning kene aku nunggu kowe ‘Disini aku menunggu kamu’.
(b) Sak durunge, kene wis tau ketemu to? ‘Sebelumnya, kita sudah pernah
ketemu kan?’.
Kene ‘sini’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan tempat sedangkan kene ‘kita’ pada contoh kalimat kedua
menyatakan kesertaan, dengan demikian kene mempunyai kegandaan makna
atau bermohonimi. Homonimi kene merupakan bentuk tunggal sekaligus
bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu
berdiri sendiri dalam ujaran.
13) Data 13 (SB)
ciri ‘tanda’
ciri ‘cacat’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Kancamu kui cirine kaya apa? ‘Temanmu itu tandanya seperti apa?’.
(b) Motore Budi kuwi wis ciri aja dituku ‘Motornya Budi itu sudah rusak
jangan di beli’.
Ciri ‘tanda’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan isyarat atau pengenal sedangkan ciri ‘cacat’ pada contoh
kalimat kedua menyatakan suatu yang kurang baik, dengan demikian ciri
mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi ciri
34
34
merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing
sudah mempunyai arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
14) Data 14 (R)
kaya ‘seperti’
kaya ‘harta’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Rupane Andi sing kaya artis ‘Wajahnya Andi yang seperti artis’.
(b) Andi wis budhal golek kaya ‘Andi sudah berangkat mencari harta’.
Kaya ‘seperti’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menunjukkan kemiripan sedangkan kaya ‘harta’ pada contoh
kalimat kedua menyatakan kekayaan, dengan demikian kaya mempunyai
kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi kaya merupakan bentuk
tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai
arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
15) Data 15 (RO)
kaca ‘cermin’
kaca ‘halaman’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Aku lagi ning ngarep kaca ‘Saya sedang di depan cermin’.
35
35
(b) Bu Guru ngutus nyinauni kaca sepuluh ‘Bu Guru menyuruh mempelajari
halaman sepuluh’.
Kaca ‘cermin’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menyatakan alat untuk memantulkan gambar atau bentuk asli
sedangkan kaca ‘halaman’ pada contoh kalimat kedua menyatakan urutan
muka dari lembaran-lembaran buku, dengan demikian kaca mempunyai
kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi kaca merupakan bentuk
tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti
dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
16) Data 16 (Art)
waja ‘gigi’
waja ‘besi / baja’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Simbah priksa ning Puskesmas amarga gerah waja ‘Simbah pergi ke
Puskesmas karena sakit gigi’.
(b) Bapak ndandake waja ning tukang las ‘Bapak memperbaiki besi di
tukang las’.
Waja ‘gigi’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menyatakan organ pencernaan yang berada di rongga mulut berupa
tulang-tulang keras sedangkan waja ‘besi / baja’ pada contoh kalimat kedua
menyatakan jenis logam yang keras, dengan demikian waja mempunyai
36
36
kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi waja merupakan bentuk
tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai
arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
17) Data 17 (Art)
sepet ‘sabut kelapa’
sepet ‘nama rasa’
Kemudian dari data ini diperluas menjadi:
(a) Adik entuk tugas kerajinan gawe sapu saka sepet ‘Adik mendapat tugas
kerajinan membuat sapu dari sabut kelapa’.
(b) Salak kuwi rasane sepet ‘Salak itu rasanya sepat’.
Sepet ‘sabut kelapa’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menyatakan kulit pelindung pada buah kelapa sedangkan
sepet ‘nama rasa’ pada contoh kalimat kedua menyatakan rasa pada indera
pengecap, dengan demikian sepet mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi. Homonimi sepet merupakan bentuk tunggal sekaligus bentuk
bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu berdiri
sendiri dalam ujaran.
18) Data 18 (Art)
catur ‘empat’
catur ‘jenis permainan’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
37
37
(a) Catur wulan kui artine patang sasi ‘Catur wulan itu artinya empat
bulan’.
(b) Bapak lagi maen catur karo Pakdhe ‘Bapak sedang main catur dengan
Paman’.
Catur ‘empat’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menyatakan bilangan sedangkan catur ‘nama permainan’ pada
contoh kalimat kedua menyatakan permainan yang menggunakan bidak
diatas papan berwarna hitam dan putih, dengan demikian catur mempunyai
kegandaan makna atau bermohonimi. Homonimi catur merupakan bentuk
tunggal sekaligus bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai
arti dan mampu berdiri sendiri dalam ujaran.
19) Data 19 (SB)
onthel ‘sepeda’
onthel ‘kembang kluih’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Aku di tumbaske bapak onthel kanggo mangkat sekolah ‘Saya dibelikan
bapak sepeda untuk berangkat sekolah’ dan
(b) Dik Ima nglumpuke onthel kanggo dolanan masak-masakan ‘Dik Ima
mengumpulkan bunga kluih untuk bermain masak-masakan’.
Onthel ‘sepeda’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menyatakan alat transportasi beroda dua tanpa mesin sedangkan
38
38
onthel ‘kembang kluih’ pada contoh kalimat kedua menyatakan bunga dari
pohon kluih, dengan demikian onthel mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi. Homonimi onthel merupakan bentuk tunggal sekaligus
bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu
berdiri sendiri dalam ujaran.
20) Data 20 (SN)
ngasta ‘membawa’
ngasta ‘mengajar’
Kemudian dari data ini diperluas menjadi:
(a) Ibu ngansta jajanan saka pasar ‘Ibu membawa jajanan dari pasar’.
(b) Bu Umi saiki ngasta ning kelas lima ‘ Bu Umi sekarang mengajar kelas
lima’.
Ngasta ‘membawa’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan memungut atau memegang kemudian
mengangkat sedangkan ngasta ‘mengajar’ pada contoh kalimat kedua
menunjukkan keadaan memberikan pengajaran atau memberikan
pendidikan, dengan demikian ngasta mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi. Homonimi ngasta merupakan bentuk tunggal sekaligus
bentuk bebas karena masing-masing sudah mempunyai arti dan mampu
berdiri sendiri dalam ujaran.
B. Bentuk kompleks (morfem kompleks)
39
39
Bentuk kompleks (morfem kompleks) yaitu bentuk kata yang sudah
mengalami perubahan bentuk yang disebabkan melekatnya imbuhan atau afiksasi.
Berikut adalah homonimi yang berbentuk kompleks.
1) Data 21 (GA)
mancing ‘mengail ikan’
mancing ‘memprovokasi’
Kemudian dari data ini diperluas menjadi:
(a) Andi mancing ning waduk ‘Andi memancing di waduk’.
(b) Deni kuwi gaweane mancing kerusuan ‘Deni itu kesukaannya memicu
kerusuhan’.
Mancing ‘mengail ikan’ pada contoh kalimat pertama mempunyai
referen suatu hal yang menunjukkan keadaan berburu atau menangkap ikan
dengan kail sedangkan mancing ‘memprovokasi’ pada contoh kalimat kedua
menunjukkan keadaan usaha untuk menimbulkan kericuhan, dengan
demikian mancing mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
Dari segi bentuk, homonimi mancing (mengail ikan atau
memprovokasi) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur
langsungnya adalah perfiks nasal (m) dan pancing. Ternyata homonimi
mancing ‘memancing’ mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari
bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, mancing adalah homonimi
yang berbentuk kompleks.
2) Data 22 (GA)
ngukur ‘menggaruk’
40
40
ngukur ‘mengukur’
Kemudian dari data ini diperluas menjadi:
(a) Bapak lagi ngukur sirahe ‘Bapak sedang menggaruk kepalanya’.
(b) Bapak lagi ngukur dalan ‘Bapak sedang mengukur jalan’.
ngukur ‘menggaruk’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan usaha untuk menghilangkan rasa gatal
sedangkan ngukur ‘mengukur’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan
keadaan membandingkan ukuran (panjang, lebar, luas, tinggi dsb) dengan
alat, dengan demikian ngukur mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi.
Dari segi bentuk, homonimi ngukur (menggaruk dan mengukur) bisa
dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah
perfiks nasal (ng) dan kukur ‘garuk’ serta nasal (ng) dan ukur. Ternyata
homonimi ngukur (menggaruk dan mengukur) mempunyai bawahan unsur
langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,
ngukur adalah homonimi yang berbentuk kompleks.
3) Data 23 (J)
methik ‘memetik’
methik ‘menarik intisari/ kesimpulan’
Kemudian dari data ini diperluas menjadi:
(a) Poppy lagi methik kembang mawar ‘Poppy sedang memetik bunga’.
(b) Aku bisa methik isine cerkak ning Jayabaya ‘saya bisa mengambil
kesimpulan isi cerkak di Jayabaya’.
41
41
Methik ‘memetik’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan mengambil buah atau bunga beserta
tangkainya sedangkan methik ‘menarik kesimpulan’ pada contoh kalimat
kedua menunjukkan keadaan kegiatan merangkum untuk mendapatkan
pokok bahasan, dengan demikian methik mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi.
Dari segi bentuk, homonimi methik (memetik dan mengambil
kesimpulan) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur
langsungnya adalah perfiks nasal (m) dan pethik ‘petik’. Ternyata homonimi
methik (memetik dan mengambil kesimpulan) mempunyai bawahan unsur
langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian,
methik adalah homonimi yang berbentuk kompleks.
4) Data 24 (J)
nyekel ‘memegang’
nyekel ‘menguasai’
Kemudian dari data ini diperluas menjadi:
(a) Sing nyekel watu kuwi jenenge Supri ‘Yang memegang batu itu bernama
Supri’.
(b) Kawasan terminal iki sing nyekel Bang Jarot ‘Kawasan terminal ini
yang menguasai Bang Jarot’.
42
42
Nyekel ‘memegang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan menggenggam sedangkan nyekel
‘menguasai’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan posisi
teratas atau pemimpin, dengan demikian nyekel mempunyai kegandaan
makna atau bermohonimi.
Dari segi bentuk, homonimi nyekel (memegang dan menguasai) bisa
dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah
perfiks nasal (ny) dan cekel ‘pegang’. Ternyata homonimi nyekel
(memegang dan menguasai) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa
dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, nyekel adalah
homonimi yang berbentuk kompleks.
5) Data 25 (Art)
ngelih ‘lapar’
ngelih ‘memindah’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Ayo madang, aku wis ngelih ‘Ayo makan, aku sudah lapar’.
(b) Bapak lagi ngelih meja ‘Bapak sedang memindah meja’.
Ngelih ‘lapar’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menunjukkan keadaan perut kosong berasa ingin makan sedangkan
ngelih ‘memindah’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan usaha
untuk merubah posisi benda ke tempat yang berbeda, dengan demikian
ngelih mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
43
43
Homonimi ngelih, pada contoh diatas adalah homonimi yang terjadi
pada kata berimbuhan (kompleks) dan kata dasar. Kata ngelih yang
bermakna lapar adalah bentuk kata dasar yang bentuknya sama dengan kata
ngelih yang merupakan kata berimbuhan yang dibentuk dari kata elih yang
mendapat imbuhan nasal ‘ng’ yang bermakna pindah.
6) Data 26 (AH)
nggarap ‘mengerjakan’
nggarap ‘mengerjai/ menjahili’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Adik lagi nggarap PR ning kamar ‘Adik sedang mengerjakan PR di
kamar’.
(b) Amarga ulang taun aku karo kanca-kanca nggarap Heru ‘Karena ulang
tahun, aku dan teman-teman mengerjai Heru’.
Nggarap ‘mengerjakan’ pada contoh kalimat pertama mempunyai
referen suatu hal yang menunjukkan keadaan usaha untuk menyelesaikan
atau membuat sedangkan nggarap ‘menjahili’ pada contoh kalimat kedua
menunjukkan perbuatan mengganggu, dengan demikian nggarap
mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
Dari segi bentuk, homonimi nggarap (mengerjakan dan
mengerjai/menjahili) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan
unsur langsungnya adalah perfiks nasal (ng) dan garap ‘olah’. Ternyata
homonimi nggarap (mengerjakan dan mengerjai/menjahili) mempunyai
44
44
bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil lagi.
Dengan demikian, nggarap adalah homonimi yang berbentuk kompleks.
7) Data 27 (RJ)
nembak ‘menembak’
nembak ‘mengutarakan/ menyatakan cinta’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Budi nembak manuk ning alas ‘Budi menembak burung di hutan’.
(b) Budi lara ati amarga Rudi wis nembak Rita disik ‘Budi sakit hati karena
Rudi sudah menyatakan cinta kepada Rita terlebih dahulu’.
Nembak ‘menembak’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan berburu dengan alat senapan
sedangkan nembak ‘mengutarakan/ menyatakan cinta’ pada contoh kalimat
kedua menunjukkan keadaan memberitahukan perasaan kepada mitra tutur,
dengan demikian nembak mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
Dari segi bentuk, homonimi nembak (menembak dan menyatakan isi
hati) bisa dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya
adalah perfiks nasal (n) dan tembak ‘tembak’. Ternyata homonimi nembak
mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa dicari bentuk yang lebih kecil
lagi. Dengan demikian, nembak adalah homonimi yan berbentuk kompleks.
8) Data 28 (SN)
mundhut ‘membeli’
mundhut ‘mengambil’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
45
45
(a) Joko lunga mundhut sega pecel ‘Joko pergi membeli nasi pecel’.
(b) Adik diutus Ibu mundhut sendok ‘Adik disuruh Ibu mengambil sendok’.
mundhut ‘membeli’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan menukar barang dengan sejumlah
uang sedangkan mundhut ‘mengambil’ pada contoh kalimat kedua
menunjukkan keadaan memungut suatu benda, dengan demikian mundhut
mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
Dari segi bentuk, homonimi mundhut (membeli dan mengambil) bisa
dicari bawahan unsur langsungnya. Bawahan unsur langsungnya adalah
perfiks nasal (m) dan pundhut (beli dan ambil). Ternyata homonimi mundhut
(membeli dan mengambil) mempunyai bawahan unsur langsung atau bisa
dicari bentuk yang lebih kecil lagi. Dengan demikian, mundhut adalah
homonimi yang berbentuk kompleks.
C. Kelas kata
1. Kelas kata benda (nomina)
Kelas kata benda (nomina) yaitu suatu jenis kata yang menandai atau
menamai suatu benda atau tidak dapat diikuti dengan kata ora ‘tidak’dan rada
‘agak’ serta dapat diikuti kata sifat (ajektiva).
1) Data 3 (MA)
46
46
Omah joglo sing duwe saka cacahe papat ‘Rumah joglo mempunyai tiang
berjumlah empat’.
Saka termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
2) Data 4 (SN)
Platarane disapu supaya ora bledug ‘Terasnya disapu agar tidak debu’
Bledug sing cilik kuwi lagi turu ‘Anak gajah yang kecil itu sedang tidur’.
Bledug termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata
yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora
‘tidak’ dan rada ‘agak’.
3) Data 5 (RO)
Katese entek dipangan kalong ‘Pepayanya habis dimakan kelelawar’
Kalong termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata
yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora
‘tidak’ dan rada ‘agak’.
4) Data 6 (SN)
Anto lungo nonton golek ‘Anto pergi menonton golek’.
Golek termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
47
47
5) Data 7 (Art)
Bapak tumbas papan ning peken ‘Bapak membeli papan (lembaran kayu)
dipasar’.
Papan termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
6) Data 8 (EY)
Soal sepuluh sing luput pitu ‘Soal sepuluh yang salah tujuh’.
Luput termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
7) Data 9 (EP)
Kene lho jagang karo aku! ‘Sini lho duduk denganku’
Jenengan di aturi jagang enjing-enjing ‘Anda diminta menghadiri undangan
besok pagi’.
Jagang termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata
yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora
‘tidak’ dan rada ‘agak’.
8) Data 11 (EP)
Pakdhe tuku manuk meneh ‘Pakdhe membeli burung lagi’.
Sesok manuke adik disunat ‘Besok burungnya (kelaminnya) disunat’.
48
48
Manuk termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
9) Data 13 (SB)
Kancamu kuwi duwe ciri kaya apa? ‘Temanmu itu punya tanda seperti
apa?’.
Ciri termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
10) Data 14 (R)
Rupane sing kaya artis ‘Wajahnya yang seperti artis’
Kaya termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
11) Data 15 (RO)
Aku lagi ning ngarep kaca ‘Saya sedang di depan cermin’
Kaca termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
12) Data 16 (Art)
Simbah priksa ning puskesmas amarga gerah waja ‘Simbah pergi ke
puskesmas karena sakit gigi’.
49
49
Bapak ndandake waja ning tukang las ‘Bapak memperbaiki besi di tukang
las’.
Waja termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
13) Data 17 (Art)
Adik entuk tugas kerajinan gawe sapu saka sepet ‘Adik mendapat tugas
kerajinan membuat sapu dari sabut kelapa’.
Sepet termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
14) Data 18 (Art)
Bapak lagi maen catur karo Pakdhe ‘Bapak sedang main catur dengan
Paman’.
Catur termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
15) Data 19 (SB)
Aku di tumbaske bapak onthel kanggo mangkat sekolah ‘Saya dibelikan
bapak sepeda untuk berangkat sekolah’.
Dik Ima nglumpuke onthel kanggo dolanan masak-masakan ‘Dik Ima
mengumpulkan bunga kluih untuk bermain masak-masakan’.
50
50
Onthel termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata
yang menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora
‘tidak’ dan rada ‘agak’.
16) Data 25 (AH)
Ayo madang, aku wis ngelih ‘Ayo makan, aku suda lapar’.
Ngelih termasuk kelas kata benda (nomina) karena suatu jenis kata yang
menandai atau menamai suatu benda dan tidak dapat diikuti kata ora ‘tidak’
dan rada ‘agak’.
2. Kelas kata kerja (verba)
Kata kerja (verba) yaitu jenis kata yang menunjukkan tindakan atau
perbuatan suatu benda, atau dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan tidak
dapat didampingi kata bilangan, ora ‘tidak’serta dapat diikuti kata sifat (ajektiva).
1) Data 2 (J)
Kembang mawar kuwi di pethik Gita ‘Bunga mawar itu dipetik Gita’.
Bu guru ngendikan supaya buku cerita Maling Kundang di pethik amanate
‘Bu guru berkata supaya buku cerita Maling Kundang di ambil intisari
amanatnya.
Pethik adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang
menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti
dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora
‘tidak’.
2) Data 1 (SA)
51
51
Kamare Andi ketok kemproh merga jarang di tata ‘Kamare Andi kelihatan
berantakan karena jarang dirapikan’.
Bocah kok ora isa di tata nakal banget ‘Bocah kok tidak bisa diatur nakal
sekali’.
Tata adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang
menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti
dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora
‘tidak’.
3) Data 6 (SN)
Anto lungo golek es degan ‘Anto pergi mencari es degan’.
Golek adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang
menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti
dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora
‘tidak’.
4) Data 9 (EP)
Jenengan di aturi jagang enjing-enjing ‘Anda diminta menghadiri undangan
besok pagi’.
Jagang adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang
menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti
dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora
‘tidak’.
5) Data 20 (SN)
Ibu ngansta jajanan saka pasar ‘Ibu membawa jajanan dari pasar’.
52
52
Bu Umi saiki ngasta ning kelas lima ‘ Bu Umi sekarang mengajar kelas
lima’.
Ngasta adalah kelas kata kerja (verba) karena jenis kata yang
menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta dapat diikuti
dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata bilangan, ora
‘tidak’.
6) Data 21 (GA)
Andi mancing ning waduk ‘Andi memancing di waduk’.
Deni kuwi gaweane mancing kerusuan ‘Deni itu kesukaannya memicu
kerusuhan’.
Mancing adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena
jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta
dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata
bilangan, ora ‘tidak’.
7) Data 22 (GA)
Bapak lagi ngukuri sirahe ‘Bapak sedang menggaruk kepalanya’.
Bapak lagi ngukuri dalan ‘Bapak sedang mengukur jalan’.
Ngukuri adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena
jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta
dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata
bilangan, ora ‘tidak’.
8) Data 23 (J)
Poppy lagi methik kembang mawar ‘Poppy sedang memetik bunga mawar’.
53
53
Aku bisa methik isine cerkak ning Jayabaya ‘Saya bisa mengambil
kesimpulan isi cerkak di Jayabaya’.
Methik adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena
jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta
dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata
bilangan, ora ‘tidak’.
9) Data 24 (J)
Sing nyekel watu kuwi jenenge Supri ‘Yang memegang batu itu bernama
Supri’.
Kawasan terminal iki sing nyekel Bang Jarot ‘Kawasan terminal ini yang
memegang Bang Jarot’.
Nyekel adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena
jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta
dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata
bilangan, ora ‘tidak’.
10) Data 25 (AH)
Bapak lagi ngelih meja ‘Bapak sedang memindah meja’.
Ngelih adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena
jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta
dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata
bilangan, ora ‘tidak’.
11) Data 26 (AH)
Adik lagi nggarap PR ning kamar ‘Adik sedang mengerjakan PR di kamar’.
54
54
Amarga ulang taun aku karo kanca-kanca nggarap si Heru ‘Karena ulang
tahun, aku dan teman-teman mengerjai si Heru’.
Nggarap adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena
jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta
dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata
bilangan, ora ‘tidak’.
12) Data 27 (RJ)
Budi nembak manuk ning alas ‘Budi menembak burung di hutan’.
Budi lara ati amarga Rudi wis nembak Rita disik ‘Budi sakit hati karena
Rudi sudah mengutarakan isi hati kepada Rita terlebi dahulu’.
Nembak adalah kelas kata kerja (verba) dalam bentuk kompleks karena
jenis kata yang menunjukkan tindakan atau perbuatan suatu benda serta
dapat diikuti dengan kata kanthi ‘dengan’ dan dapat didampingi kata
bilangan, ora ‘tidak’.
3. kelas kata sifat (ajektiva)
Kata sifat (ajektiva) merupakan kata yang menyatakan keadaan, dapat
diikuti kata banget ‘banget’ dan rada ‘agak’.
1) Data 5 (RO)
Duitku kalong sepuluh ewu kanggo mangan mau ‘Uangku berkurang
sepuluh ribu untuk makan tadi’.
Kalong adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang
menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.
2) Data 8 (EY)
55
55
Soal sepuluh sing luput pitu ‘Soal sepuluh yang salah tujuh’.
Luput adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang
menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.
3) Data 10 (R)
Jono ora sekolah amarga mumet ‘Jono tidak masuk sekolah karena sakit
kapala’.
Aku mumet yen Jawab pitakonmu ‘Aku bingung jika menjawab
pertanyaanmu’.
Mumet adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang
menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.
4) Data 13 (SB)
Motore Budi kuwi wis ciri aja dituku ‘Motornya Budi itu sudah rusak jangan
di beli’.
Ciri adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang
menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.
5) Data 17 (Art)
Salak kuwi rasane sepet ‘Salak itu rasanya sepat’.
Sepet adalah kelas kata sifat (ajektiva) karena merupakan kata yang
menyatakan keadaan, serta dapat diikuti kata rada dan banget.
4. Kelas kata tugas
Kata Tugas merupakan kata yang bisa menjelaskan atau memberi
keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata sifat,
atau kata tugas itu sendiri.
56
56
1) Data 3 (MA)
Pak Darto entuk sepeda motor saka kantore ‘Pak Darto mendapat sepeda
motor dari kantornya’.
Saka adalah kelas kata tugas karena bisa menjelaskan atau memberi
keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata
sifat, atau kata tugas itu sendiri.
2) Data 7 (Art)
Mangga para tamu sumangga lenggah ing papan ingkang sampun di
sediaaken ‘Silahkan para tamu diharapkan duduk di tempat yang sudah
disediakan’.
Papan adalah kelas kata tugas karena bisa menjelaskan atau memberi
keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata
sifat, atau kata tugas itu sendiri.
3) Data 8 (EY)
Citane dadi polisi luput amarga kurang duwur ‘Cita-citanya menjadi polisi
tidak tercapai karena kurang tinggi’.
Luput adalah kelas kata tugas karena menjelaskan atau memberi
keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata
sifat, atau kata tugas itu sendiri.
4) Data 12 (R)
Ning kene aku nunggu kowe ‘Di sini aku menunggu kamu’.
57
57
Kene adalah kelas kata tugas karena menjelaskan atau memberi
keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata
sifat, atau kata tugas itu sendiri.
5) Data 14 (R)
Andi wis budhal golek kaya ‘Andi sudah berangkat mencari harta’.
Kaya adalah kelas kata tugas karena menjelaskan atau memberi
keterangan pada kata benda, dipihak lain bisa menjelaskan kata kerja, kata
sifat, atau kata tugas itu sendiri.
5. Kelas kata bilangan
Kelas kata bilangan merupakan suatu jenis kata yang menunjukkan suatu
jumlah, tingkatan, atau urutan.
1) Data 18 (Art)
Catur wulan kui artine patang sasi ‘Catur wluan itu artinya empat bulan’.
Catur adalah kelas kata bilangan karena menunjukkan suatu jumlah,
tingkatan, atau urutan.
2) Data 15 (RO)
Bu Guru ngutus nyinauni kaca sepuluh ‘Bu Guru menyuruh mempelajari
halaman sepuluh’.
Kaca adalah kelas kata bilangan karena menunjukkan suatu jumlah,
tingkatan, atau urutan.
2. Relasi Homonimi
58
58
Seperti halnya sinonimi dan antonimi, maka relasi homonimi berlaku dua arah.
Disamping itu homonimi juga dapat dikelompokan menjadi empat jenis yaitu:
A. Homonimi antarmorfem
1) Data 29 (AS)
tukua ‘belilah’
tukua ‘umpama beli’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Tukua obat ning apotik! ‘Belilah obat di apotik!’.
(b) Tukua sing anyar sisan ‘Seumpama beli yang baru sekalian.
Pada contoh kalimat pertama tukua menyatakan perintah untuk
membeli karena tidak unsur pernyataan untuk memilih, sedangkan tukua
pada contoh kalimat kedua merupakan opsi atau pilihan untuk membeli
karena terdapat pernyataan pilihan antara baru dan bekas.
2) Data 30 (AS)
bukune ‘bukunya’ (buku orang itu)
bukune ‘bukunya’ (buku tertentu/ buku itu)
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Bukune Hendra keri nang kelas ‘Bukunya Hendra ketinggalan di meja’.
(b) Arep sinau tapi bukune urung ana ‘Mau belajar tapi bukunya belum
ada’.
Pada contoh kalimat pertama kata bukune menyatakan makna kepemilikan
dari buku tersebut karena diikuti dengan subjek, sedangkan bukune pada
59
59
kalimat kedua bermakna buku tertentu karena tidak terdapat subjek dalam
kalimat tersebut.
3) Data 31
sapine ‘sapinya’ (sapi orang itu)
sapine ‘sapinya’ (sapi tertentu)
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Sapine Ujang manak telu ‘Sapinya Ujang beranak tiga’.
(b) Sapine mangan suket ning lapangan ‘Sapinya memakan rumput
dilapangan’.
Pada contoh kalimat pertama kata sapine menyatakan makna
kepemilikan karena diikuti dengan subjek, sedangkan sapine pada kalimat
kedua bermakna sapi tertentu karena tidak terdapat subjek dalam kalimat
tersebut.
4) Data 32 (AS)
gawake‘bawakan’ (bawakan)
gawake ‘bawakan’ (umpama membawa)
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Yen rene gawake bukuku ya! ‘Jika kesini bawakan bukuku ya!’.
(b) Gawake apa penake ya? ‘Seumpama bawa apa enaknya ya?’
Pada contoh kalimat pertama gawake ‘bawakan’ menyatakan perintah
untuk membawa karena tidak ada unsur pilihan dalam kalimat tersebut,
sedangkan gawake ‘bawakan’ pada contoh kalimat kedua merupakan opsi
60
60
atau pilihan untuk membawa karena pada kalimat tersebut tidak terdapat
kepastian apa yang akan dibawa.
5) Data 33 (AS)
tukokna ‘belikan’ (belikan)
tukokna ‘belikan’(umpama membeli)
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Tukokna es campur ning warung ‘Belikan es campur di warung’.
(b) Tukokna hape Cina wae luwih murah ‘Umpama beli hape Cina saja
lebih murah’.
Pada contoh kalimat pertama tukokna menyatakan perintah untuk
membeli karena dalam kalimat tersebut tidak terdapat unsur pilihan,
sedangkan tukokna pada contoh kalimat kedua merupakan opsi atau pilihan
untuk membeli karena mengandung pernyataan murah dan mahal.
B. Homonimi antarkata
1) Data 5 (RO)
kalong ‘kurang’
kalong ‘nama jenis binatang’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Duitku kalong limangewu ‘Uang saya berkurang lima ribu’.
(b) Katese entek dipangan kalong ‘Pepayanya habis dimakan kalong’.
Kalong ‘kurang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menunjukkan keadaan mulai habis sedangkan kalong ‘nama jenis
61
61
bintang’ pada contoh kalimat kedua menyatakan binatang kelelawar,
dengan demikian kalong mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
2) Data 34 (Art)
serat ‘surat’
serat ‘garis-garis pada daging buah atau binatang’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Budhe Wati lagi maos serat saking mbak Yanti ‘budhe Wati sedang
membaca surat dari mbak Yanti’.
(b) Nanas kuwi akeh ngandung serat ‘Nanas itu banyak mengandung serat’.
Serat ‘surat’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu hal
yang menyatakan sebuah pesan yang ditulis pada kertas sedangkan serat
‘garis-garis pada daging buah atau binatang’ pada contoh kalimat kedua
menunjukkan jaringan berupa benang pada binatang dan tumbuhan, dengan
demikian serat mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
3) Data 35 (AH)
pedhot ‘putus’
pedhot ‘sudah tidak berhubungan’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Benang layangane pedhot ‘Benang layangannya putus’
(b) Rudi wis pedhot karo pacare ‘Rudi sudah tidak berhubungan dengan
pacanya’.
62
62
Pedhot ‘putus’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menyatakan lepas sedangkan pedhot ‘sudah tidak berhubungan’
pada contoh kalimat kedua menunjukkan keadaan yang tanpa adanya
ikatan, dengan demikian pedhot mempunyai kegandaan makna atau
bermohonimi.
4) Data 36 (DA)
duka ‘marah’
duka ‘tidak tahu’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Mengko yen ibu duka kepriye, mbak? ‘nanti kalau ibu marah bagaimana
mbak?’.
(b) Bocah ditakoni kok mung duka wae ‘anak di tanya kok tidak tahu terus’.
Duka ‘marah’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menunjukkan emosi tidak senang sedangkan duka ‘tidak tahu’ pada
contoh kalimat kedua menunjukkan ketidaktahuan, dengan demikian duka
mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
5) Data 37 (F)
pandung ‘pangling’
pandung ‘maling’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Kula rade pandung panjenengan punika sinten? ‘Saya sedikit pangling
anda itu siapa?
63
63
(b) Mrika punika kathah pandung, mila kedah ngantos-atos ‘Disana itu
banyak maling, makanya yang hati-hati’.
Pandung ‘pangling’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menunjukkan keadaan lupa atau tidak mengenal lagi
sedangkan pandung ‘maling’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan
keadaan mengambil milik orang lain tanpa ijin, dengan demikian pandung
mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
6) Data 38 (SB)
kowe ‘sebutan untuk anak monyet’
kowe ‘kamu’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Kowe kuwi buntute dawa ‘Kowe (anak monyet) itu ekornya panjang’.
(b) Kowe aja nakal ‘Kamu jangan nakal’.
Kowe ‘anak monyet’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen
suatu hal yang menyatakan anak dari binatang monyet sedangkan kowe
‘kamu’ pada contoh kalimat kedua menunjukkan anda atau pihak kedua,
dengan demikian kowe mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
7) Data 39 (Art)
enggal ‘cepat’
enggal ‘baru’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
64
64
(a) Mangga ingkang dereng gadhah enggal tumbas ‘Silahkan yang belum
punya cepat beli’.
(b) Sendale Bapak ingkang enggal klintu kaliyan sendale tiyang ‘Sendal
Bapak yang baru tertukar dengan sandal orang’.
Enggal ‘cepat’ pada contoh kalimat pertama mempunyai referen suatu
hal yang menyatakan waktu yang terbatas sedangkan enggal ‘baru’ pada
contoh kalimat kedua menunjukkan hal yang belum pernah ada, dengan
demikian kowe mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
C. Homonimi antarfrasa
1) Data 40 (RJ)
wong pinter ‘ orang yang cerdas’
wong pinter ‘paranormal’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Adik di utus Bapak sinau supaya dadi wong pinter ‘Adik disuruh Bapak
belajar agar jadi orang yang cerdas’.
(b) Budi di gawa marang wong pinter amarga kesurupan ‘Budi dibawa ke
paranormal karena kesurupan’.
Wong pinter ‘orang yang cerdas’ pada contoh kalimat pertama
mempunyai referen suatu hal yang menyatakan orang yang terpelajar dan
wong pinter ‘paranormal’ pada contoh kalimat kedua menyatakan orang
yang berpengetahuan atau paham dengan hal klenik, dengan demikian wong
pinter mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
2) Data 41 (RJ)
65
65
wong tua ‘ayah dan ibu’
wong tua ‘orang yang berusia lebih tua’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Amarga kecelakaan kuwi Budi saiki ora duwe wong tua ‘Karena
kecelakaan itu Budi sekarang tidak punya ayah dan ibu’.
(b) Kita kudu ngormati wong tua ‘Kita harus menghormati orang yang
berusia lebih tua’.
Wong tua ‘ayah dan ibu’ pada contoh kalimat pertama mempunyai
referen suatu hal yang menyatakan orang yang melahirkan kita dan wong tua
‘orang yang berusia lebih tua’ pada contoh kalimat kedua menyatakan
rentang usia yang lebih tua dari kita, dengan demikian wong tua mempunyai
kegandaan makna atau bermohonimi.
3) Data 42 (EY)
kandhang menjangan ‘kandang binatang menjangan’
kandhang menjangan ‘sebutan untuk markas kopasus di Solo’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Bapak lagi nggawe kandhang menjangan ‘Bapak sedang membuat
kandang menjangan’.
(b) Wingi ana konser ning kandhang menjangan ‘Kemarin ada konser di
markas kopasus Solo’.
Kandang menjangan ‘kandang binatang menjangan’ pada contoh
kalimat pertama mempunyai referen suatu hal yang menyatakan kandang
dari binatang menjangan dan kandhang menjangan ‘markas Kopasus’ pada
66
66
contoh kalimat kedua menunjukkan sebutan yang dikenal untuk markass
Kopasus di Solo, dengan demikian kandhang menjangan mempunyai
kegandaan makna atau bermohonimi.
4) Data 43 (FH)
lukisan Luki ‘lukisan wajah Luki’
lukisan Luki ‘lukisan karya Luki’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Pak Karta lagi gawe lukisan Luki ‘Pak Karta sedang membuat lukisan
Luki’.
(b) Lukisan Luki wis payu wingi ‘Lukisan Luki sudah laku kemarin’.
Lukisan Luki ‘lukisan Luki’ pada contoh kalimat pertama mempunyai
referen suatu hal yang menyatakan gambaran dari wajah Luki dan lukisan
Luki ‘lukisan Luki’ pada contoh kalimat kedua menyatakan lukisan tersebut
adalah karya dari Luki, dengan demikian lukisan Luki mempunyai
kegandaan makna atau bermohonimi.
5) Data 44 (DC)
buntut urang ‘ekor udang’
buntut urang ‘sebutan bagian rambut’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Ibu lagi mbuang buntut urang ‘Ibu sedang membuang buntut urang’.
(b) Rambute adik ana buntut urange ‘Rambutnya adik ada rambut yang
memanjang dibagian belakang kepala’.
67
67
Buntut urang ‘ekor udang’ pada contoh kalimat pertama mempunyai
referen suatu hal yang menyatakan bagian ekor dari binatang (udang) dan
buntut urang ‘sebutan bagian rambut’ pada contoh kalimat kedua
menyatakan bagian rambut yang memanjang di belakang kepala, dengan
demikian buntut urang mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
6) Data 45 (DC)
kandhang sapi ‘kandhang binatang sapi’
kandhang sapi ‘nama tempat di Solo’
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Pakdhe lagi ana ning kandhang sapi ‘Paman sedang berada dikandhang
sapi’.
(b) Pakdhe ajeng priksa ning Dokter Oen Kandhang sapi ‘paman akan
periksa di Dokter Oen Kandhang sapi’.
Kandhang sapi ‘kandang binatang sapi’ pada contoh kalimat pertama
mempunyai referen suatu hal yang menyatakan kandang dari binatang sapi
dan kandhang sapi ‘nama daerah’ pada contoh kalimat kedua menyatakan
nama tempat atau daerah di Solo, dengan demikian kandhang sapi
mempunyai kegandaan makna atau bermohonimi.
D. Homonimi antarkalimat
1) Data 46 (DC)
Bapak lagi ana ning kandhang sapi ‘Bapak sedang berada di kandang sapi’.
68
68
(a) Bapak lagi ana ning kandhang sapi ‘Bapak sedang berada di kandang
sapi’, dengan parafrasa menjelaskan bahwa Bapak sedang berada di
kandang Binatang sapi
(b) Bapak lagi ana ning Kandhang sapi ‘Bapak sedang berada di kandang
sapi’, dengan parafrasa menerangkan bahwa Bapak sedang di daerah
yang bernama Kandhang sapi.
Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau
berhomonimi.
2) Data 47 (DC)
Bojone tentara sing nakal kui lunga ‘Istinya tentara yang nakal itu pergi’
(a) Bojone tentara sing nakal kui lunga ‘Istinya tentara yang nakal itu
pergi’, dengan parafrasa bahwa yang nakal adalah istri tentara.
(b) Bojone tentara sing nakal kuwi lunga ‘istrinya tentara yang nakal itu
pergi’, dengan parafrasa bahwa yang nakal adalah tentaranya.
Dengan demikian kalimat ini mempunyai kegandaan makna atau
berhomonimi.
3) Data 48 (DC)
Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’
(a) Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’, dengan
parafrasa motor baru milik Kepala desa.
(b) Motor Lurah sing anyar ‘Motor Kepala Desa yang baru’, dengan
parafrasa Kepala Desa yang baru saja di angkat.
69
69
Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau
berhomonimi.
4) Data 49 (GA)
Santi duwe duwit sepuluh ewunan ‘Santi mempunyai uang sepuluh ribuan’
(a) Santi duwe duwit sepuluh ewunan ‘Santi mempunyai uang sepuluh
ribuan’, dengan parafrasa uang Santi sejumlah sepuluh ribu.
(b) Santi duwe duwit sepuluh ewunan ‘Santi mempunyai uang sepuluh
ribuan’, dengan parafrasa uang Santi sepuluh lembar pecahan seribuan.
Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau
berhomonimi.
5) Data 50 (GA)
Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’.
(a) Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’, dengan
parafrasa pidato yang terakhir dari Presiden.
(b) Pidato Presiden sing terakir ‘pidato Presiden yang terakhir’, dengan
parafrasa pidato dari presiden yang terakhir.
Dengan demikian kalimat ini memiliki kegandaan makna atau
berhomonimi.
3 Jenis Homonimi
Disamping homonimi adapula istilah homofoni dan homografi. Ketiga
istilah ini biasanya dibicarakan bersama karena ada kesamaan objek pembicaraan.
Berikut adalah beberapa contoh bentuk homofoni dan homografi.
A. Homofoni
70
70
Homofoni adalah dua leksem yang atau lebih yang pelafalan dan
pengucapannya sama, tulisan berbeda, arti leksikalnya berbeda.
1) Data 51 (SN)
pang dan punk
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Manuk kuwi lagi menclok ning pang ‘Burung itu sedang hinggap di
ranting’.
(b) Bocah punk kuwi lagi ngamen ‘Anak punk itu sedang ngamen’.
Pang dan punk memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya
berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata pang yang bermakna
ranting yang berasal dari bahasa Jawa dan kata punk yang bermakna orang
yang ingin menunjukkan jatidiri dan hidup dengan cara mereka sendiri
adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian pang dan punk
berhomofoni.
2) Data 52 (SN)
dewe dan dhewe
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Toni lagi makan dewe ‘Toni sedang makan sendiri.
(b) Toni awake gedhe dhewe ‘Toni tubuhnya paling besar’.
Dewe dan dhewe memiliki pelafalan yang sama namun cara
penulisannya berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata dewe yang
71
71
bermakna sendiri dan kata dhewe yang bermakna paling. Dengan demikian
pang dan punk berhomofoni.
3) Data 53 (EP)
rok dan rock
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Anin ditumbaske ibuk rok anyar ‘Anin dibelikan ibu rok baru’.
(b) Amir lagi ngrungoke musik rock ‘Amir sedang mendengarkan musik
rock’.
Rok dan rock memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya
berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata rok yang bermakna
busana wanita yang berasal dari bahasa Jawa dan kata rock yang bermakna
sebuah aliran bermusik adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan
demikian rok dan rock berhomofoni.
4) Data 54 (EP)
kopi dan copy
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Bapak lagi ngunjuk kopi ‘Bapak sedang minum kopi’.
(b) Pilme lagi tak copy telu ‘Pilmnya baru saya copy tiga’.
Kopi dan copy memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya
berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata kopi yang bermakna
minuman berwarna hitam dan kata copy yang bermakna memperbanyak
adalah kata serapan dari bahasa asing. Dengan demikian kopi dan copy
berhomofoni.
72
72
5) Data 55 (DA)
ben dan band
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Adusa sik ben wangi ‘Mandilah dulu agar wangi’.
(b) Sesuk ayo latiyan band ‘Besok ayo berlatih band’.
Ben dan band memiliki pelafalan yang sama namun cara penulisannya
berbeda, dan makna leksikalnya juga berbeda, kata ben yang bermakna biar
atau supaya dan kata band yang bermakna sebuah grub musik adalah kata
serapan dari bahasa asing. Dengan demikian ben dan band berhomofoni.
B. Homografi
Homografi adalah dua leksem atau lebih yang sama tulisannya sama,
pelafalannya berbeda, dan arti leksikalnya berbeda.
1) Data 56 (LD)
pêthêl dan pêthèl
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Bejo kui nek mergawe Pêthêl ‘Bejo itu kalau bekerja rajin’.
(b) Bejo mecah kayu nganggo Pêthèl ‘ Bejo membelah kayu dengan
kampak’.
Pada kata pêthêl vokal (e) dibaca sama dengan pengucapan kata bedak,
sedangkan pada Pêthèl kosa kata kedua vokal (e) pengucapannya sama
dengan kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama,
bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda yaitu pêthêl bermakna
73
73
rajin karena memiliki fitur semantik giat dan semangat sedangkan Pêthèl
bermakna sejenis kapak karena memiliki fitur semantik alat dan kayu.
Dengan demikian pêthêl dan Pêthèl berhomografi.
2) Data 57 (LD)
gêgêr dan gègèr
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Bapak lagi ngukuri gêgêr ‘Bapak sedang menggaruk punggung’.
(b) Dik Raka karo Nana gègèr amarga rebutan yoyo ‘Dik Raka sama Nana
ribut karena rebutan yoyo’.
Pada kata gêgêr vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada gègèr vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga
maknanya menjadi berbeda, yaitu gêgêr pada bermakna punggung karena
memiliki fitur semantik bagian tubuh sedangkan gègèr bermakna ribut
karena memiliki fitur semantik ramai dan ricuh. Dengan demikian gêgêr dan
gègèr berhomografi.
3) Data 58 (LD)
lêmpêr dan lèmpèr
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Simbah lagi dahar lêmpêr ‘Simbah sedang makan lemper’.
(b) Ibu ngulek sambel nganggo lèmpèr ‘Ibu sedang menghaluskan sambal
memakai lemper’.
74
74
Pada kata lêmpêr vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada lèmpèr vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehinga
maknanya menjadi berbeda. Pada kata lêmpêr bermakna makanan kecil dari
ketan karena karena memiliki fitur semantik sejenis makanan sedangkan
lèmpèr bermakna alat dapur karena memiliki fitur semantik alat buatan
manusia dan penghalus bumbu. Dengan demikian lêmpêr dan lèmpèr
berhomografi.
4) Data 59 (LD)
kêsêt, kèsèt dan kêsèt
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Piringe dikumbah nganti kêsêt ‘Piringnya dicuci sampai tidak keset
(tidak licin)’.
(b) Sak durunge melbu omah kèsèt disik ‘Sebelum masuk rumah keset dulu’.
(c) Anto kuwi bocahe kêsèt ‘Anto itu ananknya malas’.
Pada kata kêsêt vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada kèsèt vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata bebek, sedangkan untuk kata kêsèt vokal (e) pada suku kata pertama
pengucapannya sama dengan kata bedak, dan (e) pada suku kata kedua
pengucapannya sama dengan kata bebek, ketiganya mempunyai tulisan
75
75
persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata
kêsêt bermakna tidak licin karena memiliki fitur semantik kering dan kasar
dan kèsèt bermakna pengesat kaki karena memiliki fitur semantik alat dan
pembersih sedangkan kêsèt bermakna malas karena memiliki fitur semantik
lemas dan tidak semangat. Dengan demikian kêsêt, kèsèt dan kêsèt
berhomografi.
5) Data 60 (DC)
gêndhêng dan gêndhèng
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Joko gêndhêng amarga kalah judi ‘Joko gila karena kalah judi’
(b) Joko mecahke gêndhèng telu ‘Joko memecahkan genting tiga’.
Pada kata gêndhêng vokal (e) pengucapanya sama dengan kata bedak,
sedangkan pada gêndhèng vokal (e) pengucapannya sama dengan kata bebek
pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda
sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata gêndhêng bermakna gila
karena memiliki fitur semantik gangguan pada jiwa sedangkan gêndhèng
bermakna genting memiliki fitur semantik benda buatan manusia dan atap
rumah. Dengan demikian gêndhêng dan gêndhèng berhomografi.
6) Data 61 (Art)
cêmêng dan cêmèng
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
76
76
(a) Tiyang punika ngagem busana cêmêng ‘Orang itu memakai busana
hitam’.
(b) Aku sowan budhe arep nyuwun cêmèng loro ‘Saya mengunjungi budhe
akan meminta anak kucing dua’.
Pada kata cêmêng vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan
pengucapan kata bedak, sedangkan pada cêmèng pada vokal (e)
pengucapannya sama dengan kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai
tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda.
Pada kata cêmêng bermakna hitam karena memiliki fitur semantik warna
sedangkan cêmèng bermakna anak kucing karena memliki fitur semantik
nama hewan. Dengan demikian cêmêng dan cêmèng berhomografi.
7) Data 62 (Art)
mêri dan mèri
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Yen duwe mêri kudu dikandhangake ‘Jika mempunyai anak bebek harus
di kandangkan’.
(b) Kowe ora perlu mèri karo adhimu ‘Kamu tidak perlu iri dengan
adikmu’.
Pada kata mêri vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada mèri vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga
maknanya menjadi berbeda. Pada kata mêri bermakna itik atau anak bebek
77
77
karena memiliki fitur semantik nama hewan sedangkan mèri bermakna iri
karena memiliki fitur semantik sifat manusia dan tidak adil. Dengan
demikian mêri dan mèri berhomografi.
8) Data 63 (DA)
êmut dan émut
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Permene adik di êmut kancane ‘ permennya adik di kulum temannya’.
(b) Simbah mboten émut yen sakniki dinten senen ‘Simbah tidak ingat jika
sekarang hari senin’.
Pada kata êmut vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada émut vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga
maknanya menjadi berbeda. Pada kata êmut pada bermakna kulum karena
memiliki fitur semantik melakukan kegiatan dan mulut sedangkan émut
bermakna lupa karena memiliki fitur semantik hilang. Dengan demikian
êmut dan émut berhomografi.
9) Data 64 (DA)
ndêrês dan ndèrès
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Sing ndêrês ning masjid kuwi pak kyai ‘Yang mengaji di masjid itu pak
kyai’.
78
78
(b) Pakdhe lagi ndèrès siwalan kanggo gawe gula ‘Pakdhe sedang
mengambil nira siwalan untuk membuat gula’.
Pada ndêrês vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan kata
bedak, sedangkan pada ndèrès vokal (e) pengucapannya sama dengan kata
bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya
menjadi berbeda. Pada kata ndêrês bermakna mengaji karena memiliki fitur
semantik religi, membaca atau mengahafalkan sedangkan ndèrès bermakna
mengambil nira karena memiliki fitur semantik perbuatan dan air nira.
Dengan demikian ndêrês dan ndèrès berhomografi.
10) Data 65 (GA)
kêcap dan kécap
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Wong kuwi yen mangan kêcape banter ‘Orang itu saat makan bersuara
keras’.
(b) Aku di utus ibu tumbas kécap s disuruh ibu membeli kecap’.
Pada kata kêcap vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada kécap vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga
maknanya menjadi berbeda. Pada kata Kêcap bermakna suara yang
dihasilkan ketika makan karena memiliki fitur semantik suara dan mulut
sedangkan kécap bermakna bumbu masakan karena memiliki fitur semantik
79
79
benda buatan manusia bumbu. Dengan demikian Kêcap dan kécap
berhomografi.
11) Data 66 (GA)
kêcapi dan kécapi
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Jumari dolanan kêcapi ning kamar ‘Jumari bermain kecapi dikamar’.
(b) Lele bakare dikécapi supaya gurih ‘Lelenya diberi kecap supaya gurih’.
Pada kata kêcapi vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada kécapi vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga
maknanya menjadi berbeda. Pada kata kêcapi bermakna alat musik dan
bunyi karena memilik fitur semantik benda buatan manusia sedangkan
kécapi bermakna memberi kecap atau bumbu masakan karena memiliki fitur
semantik melakukan perbuatan dan kecap. Dengan demikian Kêcapi dan
kécapi berhomografi.
12) Data 67 (DC)
sabên dan sabén
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Sabên dina senen wajib upacara ‘Setiap hari senin wajib upacara’.
(b) Bapak lunga menyang sabén ‘Bapak pergi menuju sawah’.
80
80
Pada kata sabên vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada sabén vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga
maknanya menjadi berbeda. Pada kata sabên bermakna tiap memiliki fitur
semantik berkaitan dengan waktu sedangkan sabén bermakna sawah
memiliki fitur semantik tanah lapang. Dengan demikian sabên dan sabén
berhomografi.
13) Data 68 (Art)
têkêk dan têkèk
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Gulune Adi ditêkêk Amir ‘lehernya Adi dicekik Amir’.
(b) Sirahe Karim ketiban telek têkèk ‘Kepalanya Karim kejatuhan kotoran
tokek’.
Pada kata têkêk vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada têkèk vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi
berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata têkêk bermakna
cekik atau menjerat leher dengan tangan karena memiliki fitur semantik
perbuatan dan leher sedangkan têkèk bermakna nama seekor binatang
karena memiliki fitur semantik hewan. Dengan demikian têkêk dan têkèk
berhomografi.
81
81
14) Data 69 (Art)
pêcêl dan pêcèl
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Aku sarapan sega pêcêl ‘Saya sarapan nasi pecel’.
(b) Kayune di pêcèl Jumari ‘Kayunya dibelah Jumari’
Pada kata pêcêl vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada pêcèl vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi
berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda. Pada kata pêcêl bermakna
nama jenis makanan karena memiliki fitur semantik makanan sedangkan
pêcèl bermakna membelah kayu dengan kampak karena memiliki fitur
semantik kegiatan yang berhubungan dengan kayu. Dengan demikian pêcêl
dan pêcèl berhomografi.
15) Data 70 (Art)
mbêlêr dan mbêlèr
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Karim kuwi bocahe pancen mbêlêr ‘Karim itu anaknya memang nakal’.
(b) Ati-ati le pringe kuwi mbêlèr ‘Hati-hati nak bambunya itu tajam’.
82
82
Pada kata mbêlêr vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan
pengucapan kata bedak, sedangkan pada mbêlèr pada kosa kata kedua vokal
(e) pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama,
bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda yaitu mbêlêr bermakna
nakal karena memiliki fitur semantik sifat aktif sedangkan mbêlèr bermakna
sesuatu yang tajam karena memiliki fitur semantik dapat melukai. Dengan
demikian mbêlêr dan mbêlèr berhomografi.
16) Data 71 (LD)
têla dan téla
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Ulone ndelik ning têla ‘Ularnya bersembunyi di lubang di tanah’.
(b) Aku karo Andri mbakar téla ning kebon ‘Saya dan Andri membakar
ketela di kebun’
Pada kata têla vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada téla vokal (e) pengucapannya sama dengan kata
becak, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya
menjadi berbeda yaitu têla bermakna lubang di tanah tempat hewan
bersembunyi karena memiliki fitur semantik lubang dan tanah sedangkan
téla bermakna ketela karena memiliki fitur semantik umbi-umbian. Dengan
demikian têla dan téla berhomografi.
83
83
17) Data 72 (LD)
sêrêt dan sèrèt
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Telane marake sêrêt ‘Ketelanya membuat seret’.
(b) Mobil-mobilane disèrèt Fatih ‘Mobil-mobilane ditarik Fatih’.
Pada kata sêrêt vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada sèrèt pada kosa kata kedua vokal (e)
pengucapannya sama dengan kata bebek, mempunyai tulisan persis sama,
bunyi berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda yaitu sèrèt bermakna
serupa dengan menarik karena memiliki fitur semantik memaksa sedangkan
sêrêt bermakna rasa kesat pada tenggorokan karena memiliki fitur semantik
kering. Dengan demikian sêrêt dan sèrèt berhomografi.
18) Data 73 (LD)
kêri dan kèri
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Sikilku kêri amarga di ilikitik ‘Kakiku geli karena digeilitik’.
(b) Hapeku kèri ning meja ‘Hapeku ketinggalan di meja’.
Pada kata kêri vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada kèri vokal (e) pengucapannya sama dengan kata
bebek, mempunyai tulisan persis sama, bunyi berbeda sehingga maknanya
84
84
menjadi berbeda yaitu kêri bermakna geli karena memiliki fitur semantik
rasa tidak nyaman sedangkan kèri ketinggalan memiliki fitur semantik
hilang. Dengan demikian kêri dan kèri berhomografi.
19) Data 74 (Art)
cêpêt dan cèpèt
Kemudian dari data ini dapat diperluas menjadi:
(a) Yen kepengin cêpêt numpak motor wae ‘Jika ingin cepat naik motor
saja’.
(b) Ajeng ditumbaske Ibu cèpèt karo bando ‘Ajeng dibelikan Ibu cepet dan
bando’.
Pada kata cêpêt vokal (e) pada kata ini dibaca sama dengan pengucapan
kata bedak, sedangkan pada cèpèt vokal (e) pengucapannya sama dengan
kata bebek pada suku kata kedua, mempunyai tulisan persis sama, bunyi
berbeda sehingga maknanya menjadi berbeda yaitu cêpêt bermakna cepat
karena memiliki fitur semantik waktu dan tergesa-gesa sedangkan cèpèt
ketinggalan memiliki fitur semantik benda buatan manusia dan aksesoris
atau hiasan rambut. Dengan demikian cêpêt dan cèpèt berhomografi.