38
3 BAB II PEMBAHASAN II.1 Definisi Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis) II. 2 Anatomi Saluran Kemih 1. Ginjal Traktus urinarius sistem terdiri dari ginjal yang terus menerus membentuk urin dan berbagai reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar tubuh. Ginjal adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian atas. Bentuknya menyerupai kacang dan terletak di sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan ke bawah oleh hepar. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi costa ke XII sedangkan kutub atas ginjal kiri setinggi costa XI. Ginjal berfungsi mengeluarkan kelebihan air dan racun- racun dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Ginjal juga menjaga keseimbangan garam dan substrasi lain dalam

BAB II BSK

  • Upload
    astrisi

  • View
    45

  • Download
    4

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: BAB II BSK

3

BAB II

PEMBAHASAN

II.1 Definisi

Batu di dalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang

terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa menyebabkan nyeri, perdarahan,

penyumbatan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu

ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan

batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis)

II. 2 Anatomi Saluran Kemih

1. Ginjal

Traktus urinarius sistem terdiri dari ginjal yang terus menerus membentuk urin

dan berbagai reservoar yang dibutuhkan untuk membawa urin keluar tubuh. Ginjal

adalah sepasang organ saluran kemih yang terletak di rongga retroperitoneal bagian

atas. Bentuknya menyerupai kacang dan terletak di sisi kolumna vertebralis.

Ginjal kanan sedikit lebih rendah dibandingkan dengan ginjal kiri karena tertekan

ke bawah oleh hepar. Kutub atas ginjal kanan terletak setinggi costa ke XII

sedangkan kutub atas ginjal kiri setinggi costa XI. Ginjal berfungsi mengeluarkan

kelebihan air dan racun-racun dari darah dan mengubahnya menjadi urin. Ginjal juga

menjaga keseimbangan garam dan substrasi lain dalam darah, ginjal memproduksi

hormon yang dapat membantu pertumbuhan tulang yang kuat dan pembentukan sel

darah

Secara anatomis ginjal terbagi menjadi 2 bagian yaitu korteks dan medulla ginjal.

Didalam kortek terdapat berjuta-juta nefron sedangkan didalam medulla banyak

terdapat duktuli ginjal. Nefron adalah unit fungsional terkecil dari ginjal yang terdiri

atas tubulus kontortus proksimalis, tubulus kontortus distalis dan duktus kolegentes.

Darah yang membawa sisa-sisa hasil metabolisme tubuh difiltrasi di dalam glomeruli

kemudian di tubuli ginjal, beberapa zat yang masih diperlukan tubuh mengalamim

sekresi bersama air membentuk urine. Setiap hari tidak kurang 180 liter cairan tubuh

difiltrasi glomerulus dan menghasilkan urin 1-2 liter. Urin yang terbentuk didalam

Page 2: BAB II BSK

4

nefron disalurkan melalui piramida ke sistem pelvikalises ginjal untuk kemudian

disalurkan didalam ureter. Sistem pelvikalises ginjal terdiri atas kaliks minor,

infundibulum, kaliks mayor, dan pielum/pelvis renalis. Mukosa sistem pelvikalises

terdiri atas epitel transisional dan dindingnya terdiri atas otot polos yang mampu

mengalirkan urina sampai ureter.

2. Ureter

Merupakan organ yang berbentuk tabung kecil yang berfungsi mengalirkan urin

dari pielum ginjal ke dalam buli-buli. Jika karena suatu sebab terjadi sumbatan pada

aliran urin, terjadilah kontraksi otot polos yang berlebihan yang bertujuan

mendorong/mengeluarkan sumbatan tersebut dari saluran kemih. Kontraksi itu

dirasakan sebagai nyeri kolik yang datang secara berkala, sesuai dengan irama

peristaltik ureter.

Terdapat beberapa tempat penyempitan di ureter diantaranya (Poernomo, 2009):

1. Pada perbatasan antara pelvis renalis dan ureter atau pelvi-ureter junction

2. Tempat ureter menyilang arteri iliaka di rongga pelvis

3. Pada saat ureter masuk ke buli-buli

Gambar 2.1. Anatomi Saluran Kemih

(Dikutip dari : (Dikutip dari: http://visual.merriam-webster.com/images/human-

being/anatomy/urinary-system.jpg

Ureter masuk ke buli-buli dalam posisi miring dan berada di dalam otot buli-buli

(intra mural); keadaan ini dapat mencegah terjadinya aliran balik urin dari buli-buli ke

Page 3: BAB II BSK

5

ureter atau refluks vesico-ureter pada saat buli-buli berkontraksi. Pembagian ureter

secara anatomi perlu diketahui karena berkaitan dengan tatalaksana batu ureter, yaitu:

(1) ureter 1/3 proksimal mulai dari pelvis renalis sampai batas atas sacrum, (2) ureter

1/3 medial mulai dari batas atas sacrum sampai pada batas bawah sacrum, dan (3)

ureter 1/3 distal mulai batas bawah sakrum sampai masuk ke buli-buli

3. Vesika Urinaria

Buli-buli adalah organ berongga yang terdiri atas 3 lapis otot detrusor yang saling

beranyaman. Disebelah dalam adalah otot longitudinal. mukosa buli-buli terdiri atas

sel-sel transisional yang sama seperti pada mukosa-mukosa pada pelvis renalis, ureter,

dan uretra posterior. Pada dasar buli-buli kedua muara ureter dan meatus internum

membentuk suatu segitiga yang disebut trigonum buli-buli.

Buli-buli berfungsi menampung urin dan kemudian mengeluarkannya melalui

uretra dalam mekanisme miksi. Pada saat kosong, buli-buli terletak di belakang

simfisis pubis dan pada saat penuh berada di atas simfisis sehingga dapat di palpasi

dan perkusi. Buli-buli yang terisi penuh memberikan rangsangan pada saraf aferen

dan menyebabkan aktivitas pusat miksi di medula spinalis segmen sakral S2-4. Hal ini

meyebabkan kontraksi otot detrusor, terbukanya leher buli-buli dan relaksasi sfingter

uretra sehingga terjadilah proses miksi (Poernomo, 2009; Sherwood, 2001).

4. Uretra

Page 4: BAB II BSK

6

Uretra merupakan tabung yang menyalurkan urin ke luar dari buli-buli melalui

proses miksi. Secara anatomi uretra dibagi menjadi 2 bagian yaitu uretra posterior dan

uretra anterior. Pada pria, organ ini berfungsi juga dalam menyalurkan cairan mani.

Uretra diperlengkapi dengan spingter uretra interna yang terletak pada perbatasan

uretra anterior dan posterior. Spingter uretra interna terdiri atas otot polos yang

dipersarafi oleh sistem simpatis posterior. Spingter uretra interna terdiri atas otot

polos yang dipersarafi oleh sistem simpatis sehingga pada saat buli-buli penuh,

sfingter ini terbuka dan tetap tertutup pada saat menahan kencing (Purnoemo, 2009;

Scwartz, 2000).

II.3 Proses pembentukan batu

Secara teoritis batu dapat terbentuk di seluruh saluran kemih terutama pada tempat-

tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (stasis urin), yaitu pada sistem

kalises ginjal atau buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises (stenosis uretero-

pelvis), divertrikel obstruksi ontravesica kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna,

striktura dan buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan

terjadinya pembentukan batu.

Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun

anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan

metastable (tetap terlarut) dalam urin jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang

menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan

presipitasi akan membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan

agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar.

Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu

membuntu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih

(membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu

sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.

Kondisi metastable dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin,

konsentrasi solute didalam urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya

korpus alienum didalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Banyak teori

yang menerangkan proses pembentukan batu di saluran kemih tetapi hingga kini masih

belum jelas teori mana yang paling benar. Beberapa teori pembentukan batu adalah

Page 5: BAB II BSK

7

1. Teori Nukleasi : Batu terbentuk didalam urine karena adanya inti batu (nukleus).

Partikel-partikel yang berada dalam larutan yang kelewat jenuh (supersaturated)

akan mengendap didalam nukleus itu sehingga akhirnya membentuk batu. Inti

batu dapat berupa kristal atau benda asing di saluran kemih.

2. Teori Matriks: Matriks organik terdiri atas serum/protein urine (albumin,globulin

dan mukoprotein) merupakan kerangka tempat diendapkannya kristal-kristal batu.

3. Teori Penghambat Kristalisasi : Urine orang normal mengandung zat-zat

penghambat pembentuk kristal, antara lain : magnesium, sitrat, pirofosfat,

mukoprotein dan beberapa peptida. Jika kadar salah satu atau beberapa zat itu

berkurang, akan memudahkan terbentuknya batu didalam saluran kemih.

II.4 Komposisi Batu

1. Batu kalsium

Batu ini paling banyak ditemui,yaitu kurang lebih 70-80% dari seluruh batu

saluran kemih. Kandungan batu jenis ini terdiri atas kalsium oksalat, kalsium fosfat

atau campuran dari kedua unsur itu (Purnomo, 2009).

Faktor terjadinya batu kalsium adalah :

1) Hiperkalsiuria

Adalah kadar kalsium dalam urine lebih besar dari 250-300 mg/hari. Terdapat 3

macam penyebab terjadinya hiperkalsiuri, antara lain (1) Hiperkalsiuria absorptif

yang terjadi karena adanya peningkatan absorpsi kalsium melalui usus, (2)

Hiperkalsiuria renal terjadi karena adanya gangguan kemampuan reabsorpsi

kalsium melalui tubulus ginjal, dan (3) Hiperkalsiuri resorptif / puasa terjadi

karena adanya peningkatan resorpsi kalsium tulang, yang banyak terjadi pada

tumor paratiroid atau hiperparatiroidisme primer.

2) Hiperoksaluria

Page 6: BAB II BSK

8

Adalah ekskresi oksalat urine yang melebihi 45 g/hari. Keadaan ini banyak

dijumpai pada pasien yang mengalami gangguan pada usus sehabis menjalani

pembedahan usus dan pasien yang banyak mengkonsumsi makanan yang kaya

akan oksalat, diantaranya adalah : teh, kopi instan, minuman soft drink, kokoa,

arbei, jeruk sitrun, dan sayuran berwarna hijau terutama bayam.

3) Hiperurikosuria

Adalah kadar asam urat didalam urine yang melebihi 850 mg/hari. Asam urat

yang berlebihan dalam urine bertindak sebagai inti batu atau nidus untuk

terbentuknya batu kalsium oksalat. Sumber asam urat di dalam urine berasal dari

makanan yang banyak mengandung purin/asam urat maupun berasal dari

metabolisme endogen.

4) Hipositraturia

Di dalam urine sitrat akan bereaksi dengan kalsium membentuk kalsium sitrat,

sehingga menghalangi ikatan kalsium dengan oksalat atau fosfat. Karena itu sitrat

dapat bertindak sebagai penghambat pembentukan batu kalsium. Hipositraturia

dapat terjadi karena : penyakit asidosis tubuli ginjal, atau renal tubular acidosis,

sindrom malabsorpsi, atau pemakaian diuretik golongan tiazide dalam jangka

waktu lama.

5) Hipomagnesiuria

Seperti halnya pada sitrat, magnesium bertindak sebagai penghambat timbulnya

batu kalsium, karena di dalam urine magnesium akan bereaksi dengan oksalat

menjadi magnesium oksalat sehingga mencegah ikatan kalsium dengan oksalat.

2. Batu Struvit

Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya batu ini

disebabkan oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab infeksi ini adalah

kuman golongan pemecah urea atau urea splitter yang dapat menghasilkan enzim

urease dan merubah urine menjadi bersuasana basa melalui hidrolisis urea menjadi

amoniak.

CO (NH3)2 + H2O 2NH3 + CO2

Suasana ini yang memudahkan garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan

karbonat membentuk batu magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.

Karena terdiri atas 3 kation (Ca++ , Mg++ dan NH4+) batu ini dikenal sebagai triple

Page 7: BAB II BSK

9

phosphate. Kuman-kuman yang termasuk pemecah urea adalah : Proteus spp,

Klebsiella, Enterobacter, Pseudomonas, dan Stafilokokus.

3. Batu asam urat

Batu asam urat merupakan 5-10% dari seluruh batu saluran kemih. Batu ini

banyak diderita oleh pasien-pasien penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasien

yang mendapatkan terapi antikanker, dan yang banyak menggunakan obat urikosurik

diantaranya adalah sulfinpirazone, thiazide dan salisilat. Kegemukan, peminum

alkohol dan diet tinggi protein mempunyai peluang yang lebih besar untuk

mendapatkan penyakit ini.

Faktor yang menyebabkan terbentuknya batu asam urat adalah :

a) Urine yang terlalu asam (pH urine < 6)

b) Volume urine yang jumlahnya sedikit (<2 L/hari) atau dehidrasi.

c) Hiperurikosurik

4. Batu jenis lain

Batu sistin, batu xantin, batu triamteren dan batu silikat sangat jarang dijumpai di

Indonesia

II.5 Etiologi dan Faktor Resiko

Etiologi pembentuk batu saluran kemih diduga ada kaitannya dengan gangguan

aliran air kemih (urin), gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi yang

kronis, kelainan bentuk saluran kemih (bawaan). Lebih dari 80% penyebab batu tak

diketahui, dan dianggap bahwa penderita itu tubuhnya mempunyai bakat membentuk

batu saluran kemih.

Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya

batu saluran kemih pada seseorang (Purnoemo, 2009):

1) Faktor intrinsik

a. Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya

b. Umur: penyakit ini paling banyak didapatkan pada usia 30-50 tahun

c. Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki 4 kali lebih banyak dibandingkan dengan

pasien perempuan (4:1).

2) Faktor ekstrinsik

Page 8: BAB II BSK

10

a. Geografi

pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih

tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stone belt seperti di

India, Thailand, Indonesia, dll. Sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan sangat

jarang ditemukan batu saluran kemih.

b. Iklim dan Temperatur

c. Asupan Air : Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air

yang dikonsumsi dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

d. Diet diet banyak purin, oksalat, dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit

batu saluran kemih.

e. Pekerjaan penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak

duduk atau kurang aktivitas

II.6 Manifestasi Klinik

Batu pada kaliks ginjal memberikan rada nyeri ringan sampai berat karena distensi

dari kapsul ginjal. Begitu juga baru pada pelvis renalis, dapat bermanifestasi tanpa

gejala sampai dengan gejala berat. Umumnya gejala batu saluran kemih merupakan

akibat obstruksi aliran kemih dan infeksi. Keluhan yang disampaikan oleh pasien

tergantung pada posisi atau letak batu, besar batu, dan penyulit yang telah terjadi.

Keluhan yang paling dirasakan oleh pasien adalah nyeri pada pinggang. Nyeri ini

mungkin bisa merupakan nyeri kolik ataupun bukan kolik. Nyeri kolik terjadi karena

aktivitas peristaltik otot polos sistem kalises ataupun ureter meningkat dalam usaha

untuk mengeluarkan batu dari saluran kemih. Peningkatan peristaltik itu menyebabkan

tekanan intraluminalnya meningkat sehingga terjadi peregangan dari terminal saraf

yang memberikan sensasi nyeri.

Nyeri ini disebabkan oleh karena adanya batu yang menyumbat saluran kemih,

biasanya pada pertemuan pelvis ren dengan ureter (ureteropelvic junction), dan ureter.

Nyeri bersifat tajam dan episodik di daerah pinggang (flank) yang sering menjalar ke

perut, atau lipat paha, bahkan pada batu ureter distal sering ke kemaluan. Mual dan

muntah sering menyertai keadaan ini.

Nyeri non kolik terjadi akibat peregangan kapsul ginjal karena terjadi hidronefrosis

atau infeksi pada ginjal. Pada pemeriksaan fisik mungkin didapatkan nyeri ketok pada

Page 9: BAB II BSK

11

daerah kosto-vertebra, teraba ginjal pada sisi sakit akibat hidronefrosis, terlihat tanda-

tanda gagal ginjal, retensi urine, dan jika disertai infeksi didapatkan demam menggigil.

II.7 Pemeriksaan Penunjang

Selain pemeriksaan melalui anamnesis dan pemeriksaan untuk menegakkan diagnosis,

penyakit batu perlu ditunjang dengan pemeriksaan radiologik, laboratorium, dan

penunjang lain untuk menentukan kemungkinan adanya obstruki saluran kemih, infeksi,

dan gangguan faal ginjal. Pemeriksaan penunjang tersebut antara lain (Reynard et al.,

2006):

a) Pemeriksaan Laboratorium

1. Darah rutin (Hb,Ht,Leukosit, Trombosit), Urine rutin (pH, Bj urine, sedimen

urine) : Untuk menentukan hematuria, leukosituria, dan kristaluria.

2. Kultur urin

Untuk menunjukkan adanya pertumbuhan kuman pemecah urea.

3. Faal ginjal (Ureum, Creatinin)

Bertujuan untuk mencari kemungkinan penurunan fungsi ginjal dan untuk

mempersiapkan pasien menjalani pemeriksaan foto IVP

4. Kadar elektrolit

Untuk mencari faktor penyebab timbulnya batu saluran kemih (antara lain kadar :

kalsium, oksalat, fosfat maupun urat didalam darah maupun urin) (Reynard et al.,

2006).

b) Pemeriksaan Radiografi imaging

1. Ultrasonografi (USG)

- Dapat menunjukkan ukuran , bentuk dan posisi batu

- Pemeriksaan ini diperlukan pada perempuan hamil dan pasien yang alergi

kontras radiologi

- Dapat diketahui adanya batu radiolusen dan dilatasi sistem ductus kolektikus.

Keterbatasan pemeriksaan ini adalah kesulitan untuk menunjukkan batu ureter,

dan tidak dapat membedakan batu kalsifikasi dan batu radiolusen (Reynard et

al., 2006).

Page 10: BAB II BSK

12

2. Foto Polos Abdomen

- Dapat menunjukkan ukuran, bentuk dan posisi batu

- Dapat membedakan batu radioopak/kalsifikasi.

- Keterbatasan pemeriksaan foto sinar tembus abdomen adalah tidak

dapat untuk menentukan batu radiolusen, batu kecil dan batu yang tertutup

bayangan struktur tulang. Pemeriksaan ini tidak dapat membedakan batu

dalam ginjal dan luar ginjal. Urutan Radio-opasitas beberapa jenis Batu

Saluran Kemih (Reynard et al., 2006).

Tabel. 2.1. Urutan Radio-opasitas Beberapa Jenis batu Saluran Kemih(Dikutip dari : Purnomo, 2009)

c) IVP

Pemeriksaan ini bertujuan menilai keadaan anatomi dan fungsi ginjal. Selain itu

IVP dapat mendeteksi adanya batu semiopak ataupun batu non opak yang tidak dapat

terlihat oleh foto polos abdomen. Jika IVP belum dapat menjelaskan keadaan sistem

saluran kemih akibat adanya penurunan fungsi ginjal, sebagai penggantinya adalah

pemeriksaan pielografi retrograd (Reynard et al., 2006).

d) Renogram

Pemeriksaan renogram berguna untuk menentukan faal kedua ginjal secara

terpisah pada batu ginjal bilateral atau bila kedua ureter tersumbat total. Cara ini

dipakai untuk memastikan ginjal yang masih mempunyai sisa faal yang cukup sebagai

dasar untuk melakukan tindak bedah pada ginjal yang sakit. Pemeriksaan

ultrasonografi dapat untuk melihat semua jenis batu, menentukan ruang dan lumen

saluran kemih, serta dapat digunakan untuk menentukan posisi batu selama tindakan

pembedahan untuk mencegah tertingggalnya batu.

II.8 Diagnosis Banding

Jenis Batu Radioopasitas

Kalsium Opak

MAP Semiopak

Urat/sistin Non-opak

Page 11: BAB II BSK

13

Kolik ginjal dan ureter dapat disertai dengan akibat yang lebih lanjut, misalnya

distensi usus dan pionefrosis dengan demam. Oleh karena itu, jika dicurigai terjadi

kolik ureter maupun ginjal, khususnya yang kanan, perlu dipertimbangkan

kemungkinan kolik saluran cerna, kandung empedu, atau apendisitis akut. Selain itu

pada perempuan perlu juga dipertimbangkan adneksitis.

Bila terjadi hematuria, perlu dipertimbangkan kemungkinan keganasan apalagi bila

hematuria terjadi tanpa nyeri. Selain itu, perlu juga diingat bahwa batu saluran kemih

yang bertahun-tahun dapat menyebabkan terjadinya tumor yang umumnya karsinoma

epidermoid, akibat rangsangan dan inflamasi. Pada batu ginjal dengan hidronefrosis,

perlu dipertimbangkan kemungkinan tumor ginjal mulai dari jenis ginjal polikistik

hingga tumor Grawitz

II.9 Penatalaksanaan

1) Medikamentosa

Terapi medikamentosa ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm,

karena diharapkan batu dapat keluar spontan. Terapi yang diberikan untuk

mengurangi rasa nyeri, memperlancar aliran urine dengan pemberian diuretikum dan

minum banyak supaya dapat mendorong batu keluar. Untuk mengurangi rasa nyeri

dapat diberikan analgetik atau inhibitor sintesis prostaglandin (intravena,

intramuskular, atau supositoria) (Scholtmeijer RJ et al., 1992).

2) ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

Alat ESWL adalah pemecah batu yang diperkenalkan pertama kali oleh Caussy

pada tahun 1980. Alat ini dapat memecah batu ginjal, batu ureter proksimal atau batu

buli-buli tanpa melalui tindakan invasif dan tanpa pembiusan. Batu dipecah dengan

gelombang kejut menjadi fragmen-fragmen kecil sehingga mudah dikeluarkan melalui

saluran kemih. Betapapun disebutkan bahwa dengan ESWL batu dapat dipecahkan

menjadi bagian yang lebih kecil dari 2 mm, belum tentu pasca tindakan semua batu

akan pecah hingga ukuran yang dikehendaki. Walaupun dinyatakan bahwa gelombang

kejut yang dipergunakan tidak akan merusak jaringan ginjal secara permanent,

kerusakan yang ada perlu diawasi baik dari segi kemungkinan terjadinya infeksi atau

kerusakan yang dapat menimbulkan gejala sisa (Scholtmeijer RJ et al., 1992).

Page 12: BAB II BSK

14

Gambar 2.2. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) Machine

(Dikutip: iaui.or.id/ast/file/batu_saluran_kemih )

Kontra indikasi absolut untuk dilakukan ESWL antara lain :

- Infeksi akut traktus urinarius/ urosepsis

- Koagulopati

- Kehamilan

- Obstruksi traktus urinarius bagian distal oleh batu yang belum dikoreksi

Kontra indikasi relatif untuk dilakukan ESWL antara lain :

- Malformasi ginjal seperti pada ginjal tapal kuda

- Complex intrarenal drainage seperti infundibular stenosis

- Hipertensi yang tidak terkontrol

- Gangguan Gastrointestinal

- Renal insuffisiency

- Body habitus seperti obesitas, deformitas tulang dan spinal.

Page 13: BAB II BSK

15

Gambar 2.3. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) Machine

(Dikutip: iaui.or.id/ast/file/batu_saluran_kemih )

Komplikasi postoperatif ESWL berupa : petechie pada pinggang, hematuria, kolik

renal yang disebabkan karena gerakan pasase dari fragmen batu, renal atrofi yang

dapat terjadi pada pasien yang menderita penyakit renal vascular atau atherosclerotic

berat, hipertensi yang diduga sebagai akibat hematom perinephric yang luas.

Gambar 2.4. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy)

(Dikutip: iaui.or.id/ast/file/batu_saluran_kemih )

Page 14: BAB II BSK

16

3) Endourologi

Tindakan endourologi merupakan tindakan invasif minimal untuk

mengeluarkan batu saluran kemih yang terdiri atas memecah batu, dan kemudian

mengeluarkannya dari saluran kemih melalui alat yang dimasukkan langsung ke

dalam saluran kemih. Alat itu dimasukkan melalui uretra atau melalui insisi kecil

pada kulit (perkutan). Sedangkan pemecahan batu dapat dilakukan secara mekanik,

dengan memakai energi hidraulik, energi gelombang suara, atau dengan energi laser

(Scholtmeijer RJ et al., 1992).

Beberapa tindakan endourologi itu antara lain :

a) PNL (Percutaneous Nephro Litholapaxy)

Yaitu mengeluarkan batu yang berada di saluran ginjal dengan cara memasukkan

alat endoskopi ke sistem kaliks melalui insisi pada kulit. Batu kemudian

dikeluarkan atau dipecah terlebih dahulu.

b) Litotripsi

Yaitu memecah batu buli-buli atau batu uretra dengan memasukkan alat pemecah

batu (Litotriptor) ke dalam buli-buli. Pecahan batu dikeluarkan dengan evakuator

Ellik (Purnomo, 2009).

c) Ureteroskopi atau uretero-renoskopi

Yaitu memasukkan alat ureteroskopi per-uretram guna melihat keadaan ureter

atau sistem pielokaliks ginjal. Dengan memakai energi tertentu, batu yang berada

didalam ureter maupun di dalam pelvikalises dapat dipecah melalui tuntunan

ureteroskopi/ureterorenoskopi ini.

d) Ekstraksi Dormia

Yaitu mengeluarkan batu ureter dengan menjaringnya melalui alat keranjang

Dormia.

4) Bedah Terbuka (Purnomo, 2009)

Terapi bedah digunakan jika tidak tersedia alat litotripsor, ESWL, atau cara non

bedah tidak berhasil. Walaupun demikian, sudah tentu untuk menentukan tindak

bedah pada suatu penyakit batu saluran kemih perlu seperangkat indikasi.

Page 15: BAB II BSK

17

Batu ginjal yang terletak di kaliks selain oleh indikasi umum, perlu dilakukan

tindak bedah bila terdapat hidrokaliks. Batu sering harus dikeluarkan melalui

nefrolitotomi yang tidak gampang karena batu biasanya tersembunyi di dalam kaliks.

Batu pelvis juga perlu dibedah bila menyebabkan hidronefrosis, infeksi, atau

menyebabkan nyeri yang hebat. Pada umumnya, batu pelvis terlebih lagi yang

berbentuk tanduk rusa amat mungkin menyebabkan kerusakan ginjal. Operasi untuk

batu pielum yang sederhana disebut pielolitotomi sedang untuk bentuk tanduk rusa

(staghorn) dengan pielolitotomi yang diperluas.

Bila batu ureter ukuran 0,4 cm terdapat pada bagian sepertiga proksimal ureter,

80% batu akan keluar secara spontan, sedangkan bila batu terdapat pada bagian

sepertiga distal, kemungkinan keluar spontan 90%. Patokan ini hanya dipakai bila

batu tidak menyebabkan gangguan dan komplikasi. Tidak jarang batu dengan ukuran

0,4 cm dapat juga menyebabkan gangguan yang mengancam fungsi ginjal atau

sebaliknya, batu dengan ukuran lebih dari 1 cm tidak menyebabkan gangguan sama

sekali dan bahkan keluar secara spontan. Oleh karena itu, ureterolitotomi selalu

didasarkan atas gangguan fungsi ginjal, nyeri yang sangat yang tidak tertahankan oleh

penderita, dan penanganan medis yang tidak berhasil.

Batu kandung kemih selalu menyebabkan gangguan miksi yang hebat sehingga

perlu dilakukan tindakan pengeluarannya. Litotriptor hanya dapat memecahkan batu

dalam batas ukuran 3 cm ke bawah. Batu diatas ukuran ini dapat ditangani dengan

ESWL atau sistolitotomi melalui sayatan Pfannestiel.

Tidak jarang batu uretra yang ukurannya < 1 cm dapat keluar sendiri atau dengan

bantuan pemasangan kateter uretra selama 3 hari, batu akan terbawa keluar dengan

aliran air kemih yang pertama. Batu uretra harus dikeluarkan dengan tindakan

uretratomi externa. Komplikasi yang dapat terjadi sebagai akibat operasi ini adalah

striktur uretra.

Page 16: BAB II BSK

18

II.9 PEDOMAN PENATALAKSANAAN BERDASARKAN LETAK BATU:

PENATALAKSANAAN BATU GINJAL (AUA, 2005)

Indikasi untuk melakukan tindakan aktif ditentukan berdasarkan ukuran, letak dan

bentuk dari batu. Kemungkinan batu dapat keluar spontan juga merupakan bahan

pertimbangan. Batu berukuran kurang dari 5 mm mempunyai kemungkinan keluar

spontan 80% (American Urological Association, 2005).

Tindakan aktif umumnya dianjurkan pada batu berukuran lebih dari 5 mm

terutama bila disertai : (1) Nyeri yang persisten meski dengan pemberian medikasi

yang adekuat, (2) Obtruksi yang persisten dengan risiko kerusakan ginjal, (3) Adanya

infeksi traktus urinarius, (4) Risiko pionefrosis atau urosepsis, (5) Obstruksi bilateral

(American Urological Association, 2005).

Untuk praktisnya, pedoman penatalaksaan batu ginjal ini diuraikan dalam empat

bagian, yaitu:

a. Penatalaksanaan untuk batu ginjal nonstaghorn

b. Penatalaksanaan untuk batu cetak/ staghorn

Faktor penting yang juga menjadi pertimbangan adalah ketersediaan alat,

prasarana, sarana dan kemampuan ahli urologi dalam melakukan modalitas terapi

yang ada. Apa yang dicantumkan dalam pedoman ini sebagai standar, rekomendasi

ataupun opsional adalah jika alat, prasarana, sarana dan kemampuan operator

memungkinkan untuk melakukan modalitas terapi yang disarankan.

PENATALAKSANAAN BATU GINJAL NONSTAGHORN

Beberapa modalitas terapi dapat digunakan untuk penatalaksanaan batu ginjal

< 20 mm, yaitu: (1) Extracorporeal shock wave lithotripsy (ESWL), (2) Percutaneus

nephrolithotomy (PNL) dan (3) operasi terbuka. Sedangkan pedoman pilihan terapi

Page 17: BAB II BSK

19

untuk penatalaksanaan batu ginjal > 20 mm, yaitu: ESWL ± pemasangan stent,

kombinasi antara PNL dan ESWL dan operasi terbuka.

BATU STAGHORN

Belum ada kesepakatan mengenai definisi batu cetak/ staghorn ginjal. Definisi

yang sering dipakai adalah batu ginjal yang menempati lebih dari satu collecting

system, yaitu batu pielum yang berekstensi ke satu atau lebih kaliks. Istilah batu

cetak/ staghorn parsial digunakan jika batu menempati sebagian cabang collecting

system, sedangkan istilah batu cetak/staghorn komplit digunakan batu jika menempati

seluruh collecting system.

Batu cetak ginjal yang tidak ditangani akan mengakibatkan kerusakan ginjal

dan atau sepsis yang dapat mengancam jiwa. Karena itu, pengangkatan seluruh batu

merupakan tujuan utama untuk mengeradikasi organisme penyebab, mengatasi

obstruksi, mencegah pertumbuhan batu lebih lanjut dan infeksi yang menyertainya

serta preservasi fungsi ginjal. Meski beberapa penelitian menunjukkan kemungkinan

untuk mensterilkan fragmen struvite sisa dan membatasi aktivitas pertumbuhan batu,

sebagian besar penelitian mengindikasikan, fragmen batu sisa dapat tumbuh dan

menjadi sumber infeksi traktus urinarius yang berulang.

Modalitas terapi untuk batu cetak ginjal adalah:

1. PNL monoterapi

2. Kombinasi PNL dan ESWL

3. ESWL monoterapi

4. Operasi terbuka

5. Kombinasi operasi terbuka dan ESWL

Page 18: BAB II BSK

20

PENATALAKSANAAN BATU URETER

KONSERVATIF

Sebagian besar batu ureter mempunyai diameter < 5 mm. Seperti disebutkan

sebelumnya, batu ureter < 5 mm bisa keluar spontan. Karena itu dimungkinkan untuk

pilihan terapi konservatif berupa :

1. Minum sehingga diuresis 2 liter/ hari

2. α - blocker

3. NSAID

Batas lama terapi konservatif adalah 6 minggu. Di samping ukuran batu syarat

lain untuk observasi adalah berat ringannya keluhan pasien, ada tidaknya infeksi dan

obstruksi. Adanya kolik berulang atau ISK menyebabkan observasi bukan merupakan

pilihan. Begitu juga dengan adanya obstruksi, apalagi pada pasien-pasien tertentu

(misalnya ginjal tunggal, ginjal trasplan dan penurunan fungsi ginjal ) tidak ada

toleransi terhadap obstruksi. Pasien seperti ini harus segera dilakukan intervensi.

INTERVENSI

Berikut ini untuk tiga pedoman pertama digunakan pada batu ureter proksimal dan

distal

1. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan kecil keluar spontan :

Batu ureter yang kemungkinan kecil bisa keluar spontan harus diberitahu kepada

pasiennya tentang perlunya tindakan aktif dengan berbagai modalitas terapi yang

sesuai, termasuk juga keuntungan dan risiko dari masing-masing modalitas terapi.

2. Pedoman untuk batu ureter dengan kemungkinan besar keluar spontan :

Batu ureter yang baru terdiagnosis dan kemungkinan besar keluar spontan, yang

keluhan/gejalanya dapat diatasi, direkomendasikan untuk dilakukan terapi

konservatif dengan observasi secara periodik sebagai penanganan awal.

Page 19: BAB II BSK

21

3. Penanganan batu ureter dengan SWL.

Stenting rutin untuk meningkatkan efisiensi pemecahan tidak direkomendasi sebagai

bagian dari SWL.

4. Untuk batu 1 cm di ureter proksimal

Pilihan terapi :

1. SWL

2. URS + litotripsi

3. Ureterolitotomi

5. Untuk batu  1 cm di ureter proksimal

Pilihan terapi :

1. Ureterolitotomi

2. SWL, PNL dan URS + litotripsi

6. Untuk batu 1 cm di ureter distal

Pilihan terapi :

1. SWL atau URS + litotripsi

2. Ureterolitotomi

7. Untuk batu 1 cm di ureter distal

Pilihan terapi :

1. URS + litotripsi

2. Ureterolitotomi

3. SWL

Shock Wave Lithotripsy ( SWL )

SWL banyak digunakan dalam penanganan batu saluran kencing. Prinsip dari

SWL adalah memecah batu saluran kencing dengan menggunakan gelombang kejut

yang dihasilkan oleh mesin dari luar tubuh. Gelombang kejut yang dihasilkan oleh

Page 20: BAB II BSK

22

mesin di luar tubuh dapat difokuskan ke arah batu dengan berbagai cara. Sesampainya

di batu, gelombang kejut tadi akan melepas energinya. Diperlukan beberapa ribu kali

gelombang kejut untuk memecah batu hingga menjadi pecahan-pecahan kecil, agar

supaya bisa keluar bersama kencing tanpa menimbulkan sakit (American Urological

Association, 2005).

URETEROSCOPY

Pengembangan ureteroskopi sejak tahun 1980 an telah mengubah secara

dramatis terapi batu ureter. Kombinasi ureteroskopi dengan pemecah batu ultrasound,

EHL, laser dan pneumatik telah sukses dalam memecah batu ureter. Juga batu ureter

dapat diekstraksi langsung dengan tuntunan URS. Dikembangkannya semirigid URS

dan fleksibel URS telah menambah cakupan penggunaan URS untuk terapi batu

ureter. Keterbatasan URS adalah tidak bisa untuk ekstraksi langsung batu ureter yang

besar, sehingga perlu alat pemecah batu seperti yang disebutkan di atas. Pilihan untuk

menggunakan jenis pemecah batu tertentu, tergantung pada pengalaman masing-

masing operator dan ketersediaan alat tersebut (American Urological Association,

2005).

PNL

PNL yang berkembang sejak dekade 1980 an secara teoritis dapat digunakan

sebagai terapi semua batu ureter. Tapi dalam prakteknya sebagian besar telah diambil

alih oleh URS dan SWL. Meskipun demikian untuk batu ureter proksimal yang besar

dan melekat masih ada tempat untuk PNL.

Prinsip dari PNL adalah membuat akses ke kalik atau pielum secara perkutan.

Kemudian melalui akses tersebut kita masukkan nefroskop rigid atau fleksibel, atau

ureteroskop, untuk selanjutnya batu ureter diambil secara utuh atau dipecah dulu.

Keuntungan dari PNL, bila batu kelihatan, hampir pasti dapat diambil atau

Page 21: BAB II BSK

23

dihancurkan; fragmen dapat diambil semua karena ureter bisa dilihat dengan jelas.

Prosesnya berlangsung cepat dan dengan segera dapat diketahui berhasil atau tidak.

Kelemahannya adalah PNL perlu keterampilan khusus bagi ahli urologi. Sebagian

besar pusat pendidikan lebih banyak menekankan pada URS dan SWL dibanding

PNL.

Bedah Terbuka

Beberapa variasi operasi terbuka untuk batu ureter mungkin masih dilakukan.

Tergantung pada anatomi dan posisi batu, ureterolitotomi bisa dilakukan lewat insisi

pada flank, dorsal atau anterior. Meskipun demikian dewasa ini operasi terbuka pada

batu ureter kurang lebih tinggal 1 -2 persen saja, terutama pada penderita-penderita

dengan kelainan anatomi atau ukuran batu ureter yang besar.

Pasang stent

Meskipun bukan pilihan terapi utama, pemasangan stent ureter terkadang

memegang peranan penting sebagai tindakan tambahan dalam penanganan batu

ureter. Misalnya pada penderita sepsis yang disertai tanda-tanda obstruksi, pemakaian

stent sangat perlu. Juga pada batu ureter yang melekat (impacted).

PENATALAKSANAAN BATU BULI (American Urological Association, 2005).

Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani kasus

batu kandung kemih. Diantaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi dengan berbagai

sumber energi (elektrohidrolik, gelombang suara, laser, pneumatik), vesikolitotomi

perkutan, vesikolitotomi terbuka dan ESWL.

Pedoman pilihan terapi :

Page 22: BAB II BSK

24

Dari sekian banyak pilihan untuk terapi batu kandung kemih yang dikerjakan oleh

para ahli di luar negeri maka di Indonesia hanya beberapa tindakan saja yang bisa

dikerjakan, dengan alasan masalah ketersediaan alat dan sumber daya manusia.

Pedoman untuk batu ukuran kurang dari 20 mm:

1. Litotripsi endoskopik

2. Operasi terbuka

Pedoman untuk batu ukuran lebih dari 20 mm:

1. Operasi terbuka

2. Litotripsi endoskopik

Pedoman untuk batu buli-buli pada anak:

1. Operasi terbuka

2. Litotripsi endoskopik

PILIHAN

VESICOLITHOTRIPSI

Elektrohidrolik (EHL);

Merupakan salah satu sumber energi yang cukup kuat untuk menghancurkan batu

kandung kemih. Dapat digunakan bersamaan dengan TUR-P.

Masalah timbul bila batu keras maka akan memerlukan waktu yang lebih lama

dan fragmentasinya inkomplit.

EHL tidak dianjurkan pada kasus batu besar dan keras.

Ultrasound ;

Litotripsi ultrasound cukup aman digunakan pada kasus batu kandung kemih,

dapat digunakan pada batu besar, dapat menghindarkan dari tindakan ulangan dan

biaya tidak tinggi.

Laser ;

Page 23: BAB II BSK

25

Yang digunakan adalah Holmium YAG. Hasilnya sangat baik pada kasus batu

besar, tidak tergantung jenis batu. Kelebihan yang lain adalah masa rawat singkat

dan tidak ada penyulit.

Pneumatik;

Litotripsi pneumatik hasilnya cukup baik digunakan sebagai terapi batu kandung

kemih. Lebih efisien dibandingkan litotripsi ultrasound dan EHL pada kasus batu

besar dan keras.

VESICOLITHOLAPAKSI

Pada saat ini ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk menangani

kasus batu kandung kemih. Diantaranya : vesikolitolapaksi, vesikolitotripsi

dengan berbagai sumber energi (elektrohidrolik, gelombang suara, laser,

pneumatik), vesikolitotomi perkutan, vesikolitotomi terbuka dan ESWL.

VESICOLITOTOMI PERCUTAN

Merupakan alternatif terapi pada kasus batu pada anak-anak atau pada

penderita dengan kesulitan akses melalui uretra, batu besar atau batu múltipel.

Tindakan ini indikasi kontra pada adanya riwayat keganasan kandung kemih,

riwayat operasi daerah pelvis, radioterapi, infeksi aktif pada saluran kemih atau

dinding abdomen.

OPEN VESICOLITOTOMI

Diindikasikan pada batu besar, batu keras, kesulitan akses melalui uretra,

tindakan bersamaan dengan prostatektomi atau divertikelektomi.

ESWL

Merupakan salah satu pilihan pada penderita yang tidak memungkinkan

untuk operasi. Masalah yang dihadapi adalah migrasi batu saat tindakan.

Page 24: BAB II BSK

26

Adanya obstruksi infravesikal serta residu urin pasca miksi akan menurunkan

angka keberhasilan dan membutuhkan tindakan tambahan per endoskopi sekitar

10% kasus untuk mengeluarkan pecahan batu.

Dari kepustakaan, tindakan ESWL umumnya dikerjakan lebih dari satu kali untuk

terapi batu kandung kemih.

PENATALAKSANAAN BATU URETRA (American Urological Association,

2005).

Pada umumnya batu uretra berasal dari batu kandung kemih yang turun ke

uretra. Sangat jarang batu uretra primer kecuali pada keadaan stasis urin yang

kronis dan infeksi seperti pada striktur uretra atau divertikel uretra. Insidensi

terjadinya batu uretra hanya 1% dari keseluruhan kasus batu saluran kemih.

Komposisi batu uretra tidak berbeda dengan batu kandung kemih. Dua pertiga

batu uretra terletak di uretra posterior dan sisanya di uretra anterior.

Pedoman untuk batu uretra posterior

1. Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih.

Pedoman untuk batu uretra anterior.

1. Push-back, lalu diterapi seperti batu kandung kemih

2. Uretrotomi terbuka

Pedoman untuk batu di fossa navikularis/meatus eksterna.

1. Uretrotomi terbuka/meatotomi.

PILIHAN

OPERASI PANENDOSCOPY

Dengan berkembangnya teknologi, beberapa alat dapat digunakan untuk batu

uretra.

Page 25: BAB II BSK

27

Laser Holmium merupakan salah satu modalitas yang paling sering digunakan

untuk menangani kasus batu uretra khususnya yang impacted diluar operasi

terbuka.

Modalitas lain yang digunakan adalah litrotripsi pneumatik,

OPERASI TERBUKA

Pada kasus-kasus batu uretra impacted, adanya striktur uretra, divertikel uretra,

batu di uretra anterior/fossa navikularis, merupakan indikasi untuk operasi

terbuka.