Upload
rizky-arfina
View
315
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7/30/2019 BAB II Fin
1/23
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Sistem SarafSistem saraf secara garis besar terbagi menjadi:
- Otak, yang terdiri dari otak besar (cerebrum), otak kecil (cerebellum)dan batang otak (brainstem).
Secara struktural, cerebrum terbagi menjadi bagian korteks yang
disebut korteks serebri dan sub korteks yang disebut struktur subkortikal.
Korteks serebri terdiri atas korteks sensorik yang berfungsi untuk
mengenal, interpretasi impuls sensorik yang diterima sehingga individu
merasakan, menyadari adanya suatu sensasi rasa/indra tertentu. Korteks
sensorik juga menyimpan sangat banyak data memori sebagai hasil
rangsang sensorik selama manusia hidup. Korteks motorik berfungsi
untuk memberi jawaban atas rangsangan yang diterimanya. Struktur sub
kortikal :
http://biofarmasiumi.files.wordpress.com/2010/11/anatomiotak_web.jpg7/30/2019 BAB II Fin
2/23
3
Ganglia Basalis; melaksanakan fungsi motorik dengan merinci danmengkoordinasi gerakan dasar, gerakan halus atau gerakan trampil
dan sikap tubuh.
Talamus; merupakan pusat rangsang nyeri. Hipotalamus; pusat tertinggi integrasi dan koordinasi sistem saraf
otonom dan terlibat dalam pengolahan perilaku insting seperti
makan, minum, seks dan motivasi.
Hipofise bersama dengan hipothalamus mengatur kegiatan sebagianbesar kelenjar endokrin dalam sintesa dan pelepasan hormon.
Cerebrum terdiri dari dua belahan yang disebut hemisferium
serebri dan keduanya dipisahkan oleh fisura longitudinalis. Hemisferium
serebri terbagi menjadi hemisfer kanan dan kiri. Hemisfer kanan dan kiri
ini dihubungkan oleh bangunan yang disebut corpus callosum. Hemisfer
serebri dibagi menjadi lobus-lobus yang diberi nama sesuai dengan
tulang diatasnya, yaitu:
Lobus frontalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulangfrontalis.
7/30/2019 BAB II Fin
3/23
4
Lobus parietalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulangparietalis.
Lobus occipitalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulangoccipitalis.
Lobus temporalis, bagian cerebrum yang berada dibawah tulangtemporalis.
Cerebelum (Otak Kecil) terletak di bagian belakang kranium
menempati fosa serebri posterior di bawah lapisan durameter Tentorium
Cerebelli. Di bagian depannya terdapat batang otak. Berat cerebellum
sekitar 150 gr atau 88% dari berat batang otak seluruhnya. Cerebellum
dapat dibagi menjadi hemisfer serebelli kanan dan kiri yang dipisahkan
oleh vermis. Fungsi cerebellum adalah mengkoordinasikan gerakan-
gerakan otot sehingga gerakan dapat terlaksana dengan sempurna.
Batang Otak atau Brainstem terdiri atas diencephalon, mid brain,
pons dan medula oblongata. Merupakan tempat berbagai macam pusat
vital seperti pusat pernafasan, pusat vasomotor, pusat pengatur kegiatan
jantung dan pusat muntah, bersin dan batuk.
- Medula SpinalisMedula spinalis merupakan perpanjangan medula oblongata ke
arah kaudal di dalam kanalis vertebralis mulai setinggi cornu vertebralis
cervicalis I memanjang hingga setinggi cornu vertebralis lumbalis I -II.
Terdiri dari 31 segmen yang setiap segmennya terdiri dari satu pasang
saraf spinal. Dari medula spinalis bagian cervical keluar 8 pasang, daribagian thorakal 12 pasang, dari bagian lumbal 5 pasang dan dari bagian
sakral 5 pasang serta dari coxigeus keluar 1 pasang saraf spinalis. Seperti
halnya otak, medula spinalis terbungkus oleh selaput meninges yang
berfungsi melindungi saraf spinal dari benturan atau cedera.
7/30/2019 BAB II Fin
4/23
5
Gambaran penampang medula spinalis memperlihatkan bagian-
bagian substansia grisea dan substansia alba. Substansia grisea ini
mengelilingi canalis centralis sehingga membentuk columna dorsalis,
columna lateralis dan columna ventralis. Massa grisea dikelilingi oleh
substansia alba atau badan putih yang mengandung serabut-serabut saraf
yang diselubungi oleh mielin. Substansi alba berisi berkas-berkas saraf
yang membawa impuls sensorik dari sistem saraf tepi (SST) menuju
sistem saraf pusat (SSP) dan impuls motorik dari SSP menuju SST.
Substansia grisea berfungsi sebagai pusat koordinasi refleks yang
berpusat di medula spinalis.
7/30/2019 BAB II Fin
5/23
6
Disepanjang medula spinalis terdapat jaras saraf yang berjalan dari
medula spinalis menuju otak yang disebut sebagai jaras asenden dan dari
otak menuju medula spinalis yang disebut sebagai jaras desenden.
Subsatansia alba berisi berkas-berkas saraf yang berfungsi membawa
impuls sensorik dari sistem tepi saraf tepi ke otak dan impuls motorik
dari otak ke saraf tepi. Substansia grisea berfungsi sebagai pusat
koordinasi refleks yang berpusat di medula spinalis. Refleks-refleks yang
berpusat di sistem saraf pusat yang bukan medula spinalis, pusat
koordinasinya tidak di substansia grisea medula spinalis. Pada umumnya
penghantaran impuls sensorik di substansia alba medula spinalis berjalan
menyilang garis tenga. Impuls sensorik dari tubuh sisi kiri akan
dihantarkan ke otak sisi kanan dan sebaliknya. Demikian juga dengan
impuls motorik. Seluruh impuls motorik dari otak yang dihantarkan ke
saraf tepi melalui medula spinalis akan menyilang. Upper Motor Neuron
(UMN) adalah neuron-neuron motorik yang berasal dari korteks motorik
serebri atau batang otak yang seluruhnya (dengan serat saraf-sarafnya ada
di dalam sistem saraf pusat.Lower Motor Neuron (LMN) adalah neuron-
neuron motorik yang berasal dari sistem saraf pusat tetapi serat-serat
sarafnya keluar dari sistem saraf pusat dan membentuk sistem saraf tepi
dan berakhir di otot rangka. Berkas UMN bagian medial, dibatang otak
akan saling menyilang. Sedangkan UMN bagian Internal tetap berjalan
pada sisi yang sama sampai berkas lateral ini tiba di medula spinalis. Di
segmen medula spinalis tempat berkas bersinap dengan neuron LMN.
Berkas tersebut akan menyilang. Dengan demikian seluruh impuls
motorik otot rangka akan menyilang, sehingga kerusakan UMN diatasbatang otak akan menimbulkan kelumpuhan pada otot-otot sisi yang
berlawanan.
Salah satu fungsi medula spinalis sebagai sistem saraf pusat adalah
sebagai pusat refleks. Fungsi tersebut diselenggarakan oleh substansia
grisea medula spinalis. Refleks adalah jawaban individu terhadap
rangsang, melindungi tubuh terhadap pelbagai perubahan yang terjadi
7/30/2019 BAB II Fin
6/23
7
baik dilingkungan internal maupun di lingkungan eksternal. Kegiatan
refleks terjadi melalui suatu jalur tertentu yang disebut lengkung refleks.
Fungsi medula spinalis:
Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu dikornu motorik atau kornuventralis.
Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks tungkai, Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju
cerebellum.
Mengadakan komunikasi antara otak dengan semua bagian tubuh.
Fungsi lengkung refleks:
Reseptor: penerima rangsang Aferen: sel saraf yang mengantarkan impuls dari reseptor ke sistem
saraf pusat (ke pusat refleks)
Pusat refleks : area di sistem saraf pusat (di medula spinalis:substansia grisea), tempat terjadinya sinap (hubungan antara neuron
dengan neuron dimana terjadi pemindahan /penerusan impuls)
Eferen: sel saraf yang membawa impuls dari pusat refleks ke selefektor. Bila sel efektornya berupa otot, maka eferen disebut juga
neuron motorik (sel saraf /penggerak)
Efektor: sel tubuh yang memberikan jawaban terakhir sebagaijawaban refleks. Dapat berupa sel otot (otot jantung, otot polos atau
otot rangka), sel kelenjar.
-
Sistem Saraf TepiKumpulan neuron diluar jaringan otak dan medula spinalis
membentuk SST. Secara anatomik digolongkan ke dalam saraf-saraf otak
sebanyak 12 pasang saraf kranial dan 31 pasang saraf spinal.
Secara fungsional, SST digolongkan ke dalam:
a) Saraf sensorik (aferen) somatik : membawa informasi dari kulit, ototrangka dan sendi, ke sistem saraf pusat.
7/30/2019 BAB II Fin
7/23
8
b) Saraf motorik (eferen) somatik : membawa informasi dari sistemsaraf pusat ke otot rangka.
c) Saraf sesnsorik (eferen) viseral : membawa informasi dari dindingvisera ke sistem saraf pusat.
d) Saraf mototrik (eferen) viseral : membawa informasi dari sistemsaraf pusat ke otot polos, otot jantung dan kelenjar. Saraf eferen
viseral disebut juga sistem saraf otonom. Sistem saraf tepi terdiri atas
saraf otak (s.kranial) dan saraf spinal.
2. Sistem Saraf MotorikTerjadinya gerakan yang kompleks dan terkoordinasi dengan halus dan
dapat dikendalikan oleh kemauan tergantung dari integritas bagian-bagian
sistem saraf;
1) Pusat-pusat yang lebih tinggi.2) Upper Motor Neuron (UMN)3) Lower Motor Neuron (LMN)4) Sinaps Neuromuskular5) Otot Skeletal.
Integritas bagian-bagian tersebut membutuhkan input yang penting dari;
1) Ganglia BasalisJaras Ekstrapiramidal.2) Serebelum.
Umpan balik melalui jaras sensorik, terutama yang membawa informasi
mengenai posisi sendi.
Gaya saraf yang disalurkan melalui lintasan-lintasan neuronal adalah
potensial aksi, yang sejak dulu dijuluki impuls dan tidak lain berarti pesan.Impuls yang disampaikan kepada otot sehingga menghasilkan gerak otot
dinamakan impuls motorik.
Terdapat banyak jaras motorik yang turun dari korteks serebri dan
batang otak. Akan tetapi, untuk mengklasifikasi gangguan gerakan volunter,
maka UMN dapat dianggap sama dengan neuron yang badan selnya terletak
di korteks motorik dan akson-aksonya berjalan dalam traktus kortikospinal
(Piramidalis) untuk bersinaps dengan sel-sel kornu anterior. Neuron-neuron
7/30/2019 BAB II Fin
8/23
9
ini dianggap sebagai substrat anatomis yang terencana, terutama gerakan
yang halus atau kompleks. LMN adalah jaras akhir bersama untuk sistem
motorik, yaitu akson-akson yang keluar dari sel-sel kornu anterior medula
spinalis menuju otot volunter. Satu sel kornu anterior dapat mensuplai banyak
serabut otot dan membentuk unit motorik.
3. Upper Motor NeuronSemua neuron yang menyalurkan impuls motorik ke LMN tergolong
dalam kelompok UMN. Berdasarkan kelompok anatomi dan fisiologik
kelompok UMN dibagi dalam susunan ekstrapiramidal dan piramidal.
- Sistem PiramidalSemua neuron yang menyalurkan impuls motorik secara langsung
ke LMN atau melalui interneuronnya, tergolong dalam kelompok UMN.
Neuron-neuron tersebut merupakan penghuni girus presentralis. Oleh
karena itu, maka girus tersebut dinamakan korteks motorik. Mereka
berada di lapisan ke-V dan masing-masing memiliki hubungan dengan
gerak otot tertentu. Yang berada di korteks motorik menghadap ke fisura
longitudinalis serebri mempunyai koneksi dengan gerak otot kaki dan
tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motorik yang dekat dengan gerak
otot kaki dan tungkai bawah. Neuron-neuron korteks motorik yang dekat
dengan fisura lateralis serebri mengurus gerak otot larings, farings dan
lidah. Penyelidikan dengan elektrostimulasi mengungkapkan bahwa
gerak otot seluruh belahan tubuh dapat dipetakan pada seluruh kawasan
koerteks motorik sisi kontralateral. Peta itu dikenal sebagai Homonkulus
Motorik. Dari bagian mesial girus presentralis (area 4 = korteks motorik)ke bagian lateral bawah secara berurutan terdapat peta gerakan kaki,
tungkai bawah, tungkai atas, pinggul, abdomen/toraks, bahu, lengan,
tangan jari-jari, leher, wajah, bibir, otot pita suara, lidah dan otot penelan.
Kawasan untuk gerakan tangkas khusus lebih luas dibandingkan dengan
kawasan gerakan tangkas umum. Melalui aksonnya neuron korteks
motorik menghubungkan motoneuron yang membentuk intu motorik
saraf kranial dan motoneuron di kornu anterius medula spinalis.
7/30/2019 BAB II Fin
9/23
10
Akson-akson tersebut menyusun jaras kortikobulbar-kortikospinal.
Berkas saraf yang kompak mereka turun dari korteks motorik dan di
tingkat talamus dan ganglia basalis mereka terdapat di antara kedua
bangunan tersebut dinamakan kapsula interna, yang dapat dibagi dalam
krus anterius dan krus posterius. Sudut antara keduanya dinamakan genu.
Penataan somatotopik yang telah dijumpai pada korteks motorik
ditemukan kembali di kawasan kapsula interna mulai dari genu sampai
seluruh kawasan krus posterir.
Ditingkat mesensefalon serabut-serabut tersebut berkumpul di 3/5
bagian tengah pedunkulus serebri dan diapit oleh daerah serabut-serabut
frontopontin dari sisi medial dan serabut-serabut parietotemporopontin
dari sisi lateral. Di pons serabut-serabut tersebut di atas menduduki pes
pontis, dimana terdapat inti-inti tempat serabut-serabut tersebut berakhir.
Maka dari itu, bangunan yang merupakan lanjutan dari pes pontis
mengandung hanya serabut kortikospinal dan kortikobulbar saja.
Bangunan itu dikenal sebagai piramis dan merupakan bagian ventral
medula onblongata. Sepanjang batang otak, serabut-serabut kortikobulbar
meninggalkan kawasan mereka (di dalam pedunkulus serebri, lalu di
dalam pes pontis dan akhirnya di piramis), untuk menyilang garis tengah
dan berakhir secara langsung di motoneuron saraf kranial motorik (n.III,
n.IV, n.V, n.VI, n.VII, n.IX, n.X, n.XI, n.XII) atau interneuronnya di sisi
kontralateral. Sebagian dari serabut kortikobulbar berakhir di inti-inti
saraf kranial motorik sisi ipsilateral juga.
7/30/2019 BAB II Fin
10/23
11
Di perbatasan antara medula oblongata dan medula spinalis,
serabut-serabut kortikospinal sebagian besar menyilang dan membentuk
jaras kortikospinal lateral (=traktus piramidalis lateralis), yang berjalan difunikulus posterolateralis kontralateralis. Sebagian dari mereka tidak
menyilang tapiu melanjutkan perjalanan ke medula spinalis di funikulus
ventralis ipsilateral dan dikenal sebagai jaras kortikospinal ventral atau
traktus piramidalis ventralis. Kawasan jaras piramidal lateral dan ventral
makin ke kaudal makin kecil, karena banyak serabut sudah mengakhiri
perjalanan. Pada bagian servikal dismpaikan 55% jumlah serabut
kortikospinal, sedangkan pada bagian torakal dan lumbosakral berturut-
turut mendapat 20% dan 25%. Mayoritas motoneuron yang menerima
impuls motorik berada di intumesensia servikalis dan lumbalis, yang
mengurus otot-otot anggota gerak atas dan bawah.
- Sistem EkstrapiramidalBerbeda dengan uraian yang sederhana tentang susunan piramidal,
adalah pembahasan susunan ekstrapiramidal, yang terdiri atas komponen-
komponen, yakni: korpus striatum, globus palidus, inti-inti talamik,
7/30/2019 BAB II Fin
11/23
12
nukleus subtalamikus, substansia nigra, formasio retikularis batang otak,
serebelum berikut dengan korteks motorik tambahan, yaitu area-4, area-6
dan area-8. Komponen-komponen tersebut dihubungkan satu dengan lain
oleh akson masing-masing komponen itu. Dengan demikian terdapat
lintasan yang melingkar atau sirkuit. Oleh karena korpus striatum
merupakan penerima tunggal dari serabut-serabut segenap neokorteks,
maka lintasan tersebut dinamakan sirkuit striatal.
Secara sederhana lintasa sirkuit striatal dapat dibagi menjadi sirkuit
striatal utama (prinsipal) dan 3 sirkuit striatal penunjang (asesorik).
Sirkuit striatal prinsipal tersusun oleh tiga mata rantai, yaitu
hubungan segenp neokorteks dengan korpus striatum serta globus
palidus, hubungan korteks/glibus palidus dengan talamus, dan hubungan
talamus dengan korteks area-4 dan area-6. Informasi yang tiba di selirih
neokorteks soleh-olah diserahkan kepada korpus striatum/globus
palidus/talamus untuk diproses dan hasil pengolahan itu merupakan
bahan feedback bagi korteks motorik dan korteks motorik tambahan.
Sedangkan komponen-komponen susunan ekstrapiramidal lainnya
menyusun sirkuit striatal utama disebut striatal asesorik.
Sirkuit striatal asesorik ke-1 menghubungkan striatum-globus
palidus-talamus-striatum. Sirkuit striatal asesorik ke-2 melintas
melingkari globus palidus-korpus subtalamikus-globus palidus. Sirkuit
asesorik ke-3 melingkari striatum-substansia nigra-striatum.
Susunan ekstrapiramidal sirkuit stiatal utama dan asesorik
terintegrasi dalam susunan sensorik dan motorik, yang menjadi sistim
input dan output.Input dari luar yang masuk sirkuit striatal terutama impuls
asendens non-spesifik yang disalurkan melalui diffuse ascending
reticular system atau lintasan spinotalamik multisinaptik dan impuls
proprioseptik yang diterima oleh serebelum. Tujuan lintasan pertama
ialah nuklei intralaminares talami.
Sistem ouput sirkuit striatal adalah lintasan yang menyalurkan
impuls hasil pengolahan sirkuit striatal ke motoneuron. Impuls yang telah
7/30/2019 BAB II Fin
12/23
13
diproses di dalam sirkuit striatal dikirim area-4 dan area-6 melalui globus
palidus dan inti-inti talamik dan pesan-pesan striatal itu disampaikan
kepada nukleus ruber, formasio retikularis untuk akhirnya dialirkan
kepada motoneuron.
4. Gangguan Upper Motor NeuronSindrom upper motor neuron (UMN) merupakan kumpulan gejala
motorik pada pasien yang mengalami lesi jaras kortikospinal. Lesi upper
motor neuron dapat terjadi pada pasien yang mengalami stroke, cerebral
palsy, trauma otak atau cedera medula spinalis, serta pada penyakit
neurodegeneratif seperti sklerosis multipel, atau ensefalopati hipoksia pada
korteks, kapsula interna, batang otak atau medula spinalis.
Kelumpuhan UMN (Upper Motor Neuron) umumnya melanda sebelah
tubuh sehingga dinamakan hemiparesis, hemiplegia atau hemiparalisis. Istilah
paralisis atau plegia merujuk pada kehilangan total kontraktilitas otot.
Sedangkan kehilangan kontraktilitas yang tidak total disebut paresis.
Hemiplegia adalah kelumpuhan pada salah satu lengan dan kaki pada sisi
yang sama. Di batang otak, daerah susunan piramidal dilintasi oleh akar saraf
otak ke-3, ke-6, ke-7, dan ke-12, sehingga lesi yang merusak kawasan
piramidal batang otak sesisi mengakibatkan hemiplegia yang melibatkan saraf
otak secara khas dan dinamakan hemiplegia alternans. Sebagai contoh pada
pupil yang melebar unilateral dan tidak bereaksi, menunjukkan adanya
tekanan pada saraf ke-3.
Lesi pada satu sisi atau hemilesi yang sering terjadi di otak jarang
dijumpai pada medula spinalis, sehingga kelumpuhan UMN akibat lesi dimedula spinalis umumnya berupa tetraplegia atau paraplegia. Lesi pada korda
spinalis dapat komplit atau inkomplit. Lesi komplit, mempengaruhi semua
bagian dari korda pada satu tingkat tertentu, sehingga mengakibatkan:
- Paralisis UMN bilateral dari bagian tubuh di bawah tingkat lesi- Kehilangan modalitas sensasi bilateral di bawah tingkat lesi- Kehilangan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual secara total.
7/30/2019 BAB II Fin
13/23
14
Yang lebih sering terjadi adalah lesi inkomplit, yang dapat terjadi dalam
2 kondisi:
1. Lesi mempengaruhi seluruh bagian korda dalam satu tingkat, tetapi tidakmenghentikan secara total fungsi traktus asendens dan desendens. Pada
kasus ini, terdapat:
a. kelumpuhan bilateral di bawah tingkat lesib. gangguan fungsi sensorik, tetapi bukan kerusakan totalc. gangguan fungsi kandung kemih, pencernaan, dan seksual
2. Lesi lebih mempengaruhi bagian tertentu dari korda pada tingkat tertentu,misalnya di salah satu sisi (sindrom Brown-Sqard), posterior, atau
anterolateral.
7/30/2019 BAB II Fin
14/23
15
Kelumpuhan UMN dapat dibagi dalam:
1. Hemiplegia akibat hemilesi di korteks motorik primer.2. Hemiplegia akibat hemilesi di kapsula interna.3. Hemiplegia alternans akibat hemilesi di batang otak, yang dapat
dikategorikan dalam:
a. Sindrom hemiplegia alternans di mesensefalonb. Sindrom hemiplegia alternans di ponsc. Sindrom hemiplegia alternans di medula spinalis
4. Tetraplegia/kuadriplegia dan paraplegia akibat lesi di medula spinalis diatas tingkat konus.
Hemiparesis
Jika terdapat kelumpuhan pada lengan dan kaki pada sisi yang sama,
dan jika tanda UMN merujuk pada lesi sentral, maka lesi kemungkinan
berada di korda spinalis servikal atau otak. Nyeri leher atau pada daerah
dermatom servikal dapat menjadi bukti tempat lesi.
Penyebab tersering hemiparesis pada orang dewasa yaitu infark serebral
atau pendarahan. Awitan secara mendadak, serangan iskemik transien
sebelumnya, dan progresi menjadi derajat maksimum dalam 24 jam pada
orang dengan hipertensi atau usia lanjut merupakan indikasi telah terjadi
stroke. Jika tidak terdapat gejala-gejala serebral, dapat diduga terjadi myelitis
transversus dari korda spinalis servikal, tetapi kondisi ini berprogresi secara
lambat (beberapa hari) dan lebih sering menyerang keempat tungkai. Begitu
pula dengan sklerosis multipel yang biasanya bermanifestasi menjadi tanda
kortikospinal bilateral daripada hemiplegia murni.Jika hemiparesis yang berasal dari serebral berprogresi dalam hari atau
minggu, dapat dicurigai lesi massa serebral, baik pada pasien anak-anak atau
dewasa. Selain tumor otak, kemungkinan lain termasuk malformasi
arteriovenosus, abses otak, atau infeksi lainnya. Kelainan otak metabolik
biasanya mengakibatkan tanda bilateral dengan gangguan mental, tetapi
merupakan penyebab hemiparesis yang jarang. Secara umum, hemiparesis
7/30/2019 BAB II Fin
15/23
16
biasanya merujuk pada lesi serebral daripada lesi di leher, dan penyebabnya
dapat ditemukan dengan melihat gejala klinis dan dengan CT atau MRI.
Pemeriksaan
Jenis awitan. Awitan yang mendadak merujuk pada gangguan vaskular,
seperti stroke, atau akibat racun tertentu atau gangguan metabolik. Awitan
subakut, dalam beberapa hari sampai minggu, biasanya berhubungan dengan
proses neoplastik, infektif, atau inflamasi. Kelumpuhan yang timbul secara
perlahan dalam beberapa bulan atau tahun biasa memiliki dasar herediter,
degeneratif, endokrinologik, atau neoplastik.
Perjalanan. Peningkatan progresif defisit neuron motorik dari awitannya
merujuk pada aktivitas yang berlanjut dari proses yang menyebabkan
kelumpuhan. Progresi episodik merujuk pada penyebab vaskular atau
inflamasi. Progresi secara stabil lebih merujuk pada kelainan neoplastik ataukondisi degeneratif. Fluktuasi cepat dari gejala dalam periode yang cepat
merupakan karakteristik myasthenia gravis.
Gejala yang berhubungan. Distribusi kelumpuhan dan keberadaan gejala
yang berhubungan dapat mengindikasikan tempat terjadinya lesi. Contohnya,
kelumpuhan pada tangan dan kaki kanan dapat disebabkan oleh lesi dari
korteks motorik kontralateral atau traktus kortikospinal di atas segmen
servikal 5 korda spinalis. Kelumpuhan muka bagian kanan mengindikasikan
7/30/2019 BAB II Fin
16/23
17
lesi berada di atas tingkat nukleus nervus fasialis (N. VII) pada batang otak,
dan adanya aphasia atau gangguan lapang pandang mengindikasikan lesi pada
hemisfer serebral.
Rekam medis. Kepentingan rekam medis tergantung dari keluhan pasien
sekarang dan penyakit sebelumnya. Misalnya, pada pasien dengan karsinoma
paru, kelumpuhan tungkai dapat merupakan metastasis atau komplikasi
nonmetastatik dari kanker. Kelumpuhan kaki pada pasien diabetes dapat
merupakan komplikasi yang mempengaruhi saraf atau pleksus perifer.
Pemeriksaan sistem motorik
Keadaan otot. Wasting, atau atrofi, menunjukkan bahwa kelumpuhan
diakibatkan oleh lesi pada lower motor neuron (LMN) atau pada otot itu
sendiri. Distribusi dari otot yang atrofi juga dapat menunjukkan tempat
terjadinya lesi. Lesi UMN biasanya tidak disertai dengan atrofi otot, tetapi
dapat terjadi pada disuse yang berkepanjangan. Adanya fasikulasi
mengindikasikan bahwa kelumpuhan disebabkan oleh lesi LMN.
Tonus otot. Tonus dapat diartikan sebagai hambatan otot terhadap gerak
pasif dari sendi. Tonus otot dinilai dengan menginspeksi posisi ekstremitas
pada posisi istirahat, palpasi otot perut, dan dengan menentukan hambatan
otot terhadap pergerakan pasif. Tonus otot dapat dikategorikan sebagai
hipertonus, hipotonus, atau paratonus.
Kekuatan otot. Untuk menilai kekuatan otot, pasien diminta menahan
tekanan yang diberikan oleh pemeriksa. Beberapa kekuatan otot individual
dinilai secara bergantian dan kekuatan otot kedua sisi dibandingkan agar
kelemahan ringan pada salah satu sisi dapat dideteksi. Kekuatan otot dinilaidalam derajat 0-5.
7/30/2019 BAB II Fin
17/23
18
Derajat Kekuatan Otot
5 Kekuatan normal
4 Pergerakan aktif terhadap gravitasi dan tekanan
3 Pergerakan aktif terhadap gravitasi tetapi tidak terhadap
tekanan
2 Pergerakan aktif tetapi tidak dapat melawan gravitasi
1 Hanya terdapat kedutan (flicker)
0 Tidak ada kontraksi
Refleks tendon. Perubahan pada refleks tendon dapat menyertai gangguan
fungsi motorik atau sensorik. Ketika refleks diuji, kedua tungkai pada kedua
sisi harus berada di posisi yang sama dan refleks ditimbulkan dengan cara
yang sama. Refleks dinilai dari 0 (tidak ada), 1 (response trace), 2 (lower half
dari jangkauan normal), 3 (upper halfdari jangkauan normal), 4 (lebih kuat,
dengan atau tanpa klonus).
Lokalisasi Lesi UMN
1. Lesi intrakranial parasagittal menghasilkan defisit UMN yang secara khasmempengaruhi kedua kaki dan dapat meluas ke tangan.
2. Lesi terisolir pada korteks serebral dapat menghasilkan defisit neuronmotorik fokal, misalnya tangan kontralateral. Kelumpuhan dapat terbatas di
kaki kontralateral pada pasien dengan oklusi a. serebri anterior atau di wajah
dan lengan kontralateral jika a. serebri media juga terlibat. Lesi kortikal atau
subkortikal yang lebih ekstensif akan menghasilkan kelemahan atau
kelumpuhan di wajah, lengan, dan kaki kontralateral disertai dengan aphasia,
defek lapang pandang, atau gangguan sensorik.
3. Lesi pada tingkat kapsula interna, dimana serat desendens dari korteksserebral banyak mengumpul, biasa berakibat pada hemiparesis parah dengan
melibatkan tungkai dan wajah kontralateral.
4. Lesi batang otak biasanya berakibat pada defisit motorik bilateral, dengandisertai gangguan sensorik dan nervus kranial, dan disekuilibrium.
7/30/2019 BAB II Fin
18/23
19
5. Botulinum Toksin A untuk Terapi Spastisitas OtotSindrom upper motor neuron menunjukkan tanda negatif (paralisis)
dan tanda positif (spastisitas otot). Tanda negatif muncul segera setelah
terjadi lesi upper motor neuron, disusul tanda positif sesudah beberapa hari.
Berbagai tipe spastisitas otot pada sindrom upper motor neuron:
- Spastisitas, yaitu refleks meregang klonus dan tonik yang berlebihan.Secara klinis, karakteristik spastisitas adalah tahanan otot yang
berlebihan terhadap regangan pasif. Istilah spastisitas sering digunakan
sebagai istilah kolektif untuk semua gejala positif, bahkan juga untuk
gejala yang tidak melibatkan refleks regangan.
- Spasme otot fleksor dan ekstensor- Kontraksi bersamaan, yaitu kontraksi otot antagonis bersamaan dengan
kontraksi otot agonis saat gerakan volunter, sehingga kontraksi otot
antagonis ini menjadi tahanan terhadap gerakan otot agonis.
- Sinkinesia, yaitu gerakan involunter alat gerak saat alat gerak sisiberlawanan melakukan gerak volunter.
- Distonia spastik, yaitu kontraksi otot tonik saat istirahat.- Kontraktur, yaitu deformitas permanen akibat spastisitas otot yang
terus-menerus sehingga otot memendek
Gambaran Klinis
Gambaran klinis sindrom UMN dapat berupa pola hemiplegia postural
abnormal seperti adduksi bahu, fleksi siku dan pergelangan tangan, adduksi
panggul, ekstensi lutut dan fleksi pergelangan kaki. Postur ini diduga akibat
meningkatnya aktivitas neuron motorik otot, akan sangat mengganggu aktivitas
harian penderita dan menimbulkan masalah-masalah berikut:
Simptomatik: spasme, klonus, nyeri, postur tubuh abnormal
Fungsi pasif:
- Terganggunya kemampuan untuk merawat tubuh dan kebersihan diri,berpakaian
- Kesulitan posisi untuk makan, tidur dan duduk
7/30/2019 BAB II Fin
19/23
20
Fungsi aktif:
- Kesulitan memegang, meraih, melepaskan dan memindahkan obyek- Keterbatasan mobilitas, berjalan dan menopang tubuh
Spastisitas
Spastisitas sering dibagi berdasarkan distribusinya. Distribusi spastisitas otot harus
diperhatikan untuk menentukan penatalaksanaan:
- Kelainan setempat (fokal) ; misalnya fleksi siku, adduksi paha.- Kelainan multipel (multifokal) ; misalnya mengenai beberapa sendi pada
ekstremitas yang sama.
- Kelainan regional/multi-ekstremitas ; misalnya diplegia spastik.- Kelainan menyeluruh (generalisata); misalnya spastisitas otot difus,
kekakuan, klonus difus.
Istilah spastisitas fokal sesungguhnya tidak tepat sebab bukan
spastisitasnya yang setempat (fokal) melainkan masalah yang timbul akibat
spastistas tersebut yang bersifat setempat. Pada keadaan ini, botulinum toksin
merupakan salah satu pilihan pertama sebagai penatalaksanaan farmakologik.
Penatalaksanaan
Diagnosis spastisitas otot tidak sulit, namun penanganannya masih sering
menjadi tantangan bagi para klinisi. Tujuan penanganan spastisitas adalah antara
lain meningkatkan mobilitas dan lingkup gerak sehingga pasien dapat melakukan
kegiatan sehari-hari, seperti makan, berpakaian, merawat kebersihan tubuh dan
lain-lain, agar kualitas hidup pasien meningkat. Di samping penanganan
konservatif berupa latihan fisik, peregangan dan latihan posisi, pilihan penanganan
juga meliputi penggunaan obat-obat antispastik oral dan injeksi lokal penghambat
neuro- muskular dengan fenol dan botulinum toksin.
Pemilihan program penatalaksanaan yang paling tepat memer- lukan
informasi penyebab, sifat maupun tanda sindrom UMN yang terjadi. Pada
umumnya tanda positif lebih berespons terhadap terapi farmakologis daripada
tanda negatif.
7/30/2019 BAB II Fin
20/23
21
Terapi perifer akan lebih bermanfaat pada spastisitas otot setempat dan
multipel, sedangkan spastisitas otot regional dan generalisata akan berespons
lebih baik terhadap terapi sentral. Strategi terapi yang paling efektif melibatkan
kombinasi prose- dur, intervensi dan terapi farmakologis yang ditentukan oleh
kebutuhan tiap pasien.
Pasien dengan kontraktur membutuhkan terapi bedah, dan pasien yang
mengalami spastisitas otot berat dapat berhasil baik dengan terapi langsung ke otot
yang spastik.
Terapi Farmakologis
1. Terapi sentral/sistemik
Diindikasikan untuk spastisitas otot generalisata dan regional. Obat
sistemik akan menyebabkan relaksasi otot menyeluruh dengan cara menghambat
neurotransmiter eksitatorik atau meningkatkan kerja neurotransmiter inhibitorik
pada sistem saraf pusat.
Obat sistemik oral mempunyai efek samping menekan sistem saraf pusat
yang bermakna (kantuk, dan lain-lain) sehingga meningkatkan risiko jatuh dan
fraktur, terutama pada orang tua.
Contoh obat yang bekerja sentral : Baclofen, Dantrolen, Tizanidine,
Clonidine, Gabapentin.Baclofen paling sering digunakan, namun banyak efek
sampingnya yaitu infeksi di tempat injeksi, menim- bulkan kantuk dan depresi
pernapasan, serta gejala putus obat (withdrawal symptom) yang menyulitkan.
Apabila terapi oral gagal baru diberikan secara intratekal.
2. Terapi perifer, meliputi:a. Obat anestesi lokal (lidokain, bupivakain, etidokain) efeknya singkat, hanya
2-8 jam
b. Obat kemodenervasi :
Neurolitik seperti fenol (3-5%) dan alkohol (35%-60%) menyebabkan
denaturasi non-spesifik dan gangguan fungsi saraf normal. Efek samping
rasa terbakar, nyeri dan disestesi di tempat injeksi.
Botulinum toksin tipe A dan B menghambat penglepasan asetilkolin dari
7/30/2019 BAB II Fin
21/23
22
neuron motorik secara selektif, sehingga mempunyai efek kemodenervasi
selama 3-6 bulan.
Mekanisme Kerja
Botulinum toksin merupakan terapi pilihan untuk spastisitas otot fokal dan
multifokal pada sindrom UMN dengan menyuntikkannya ke otot sasaran yang
spastik. Tersedia botulinum toksin A dan botulinum toksin B; botulinum toksin A
merupakan serotipe yang paling banyak dipelajari dan dipakai untuk tujuan
terapetik.
Botulinum toksin merupakan salah satu toksin kuat yang bekerja
menghambat transmisi neuromuskular melalui hambatan pelepasan asetilkolin.
Setelah diinjeksikan, toksin botulinum akan berikatan dengan membran sel neuron
pada saraf terminal dan masuk ke neuron secara endositosis. Rantai ringan toksin
botulinum ber- ikatan dengan tempat spesifik di protein membran sel yaitu
SNAP-25 (synaptosomal associated protein-25), VAMP (vesicle associated
membrane protein) dan syntaxin, sehingga fusi vesikel asetilkolin di membran sel
akan dicegah dan pelepasan vesikel asetilkolin tersebut ke sinaps akan dihambat .
Manfaat Klinis
Kerja botulinum toksin A sangat selektif sehingga mampu me- ngurangi
spastisitas otot secara tepat dan efektif. Onsetbotulinum toksin A berkisar antara 1
sampai 3 hari setelah injeksi; biasanya efek maksimal tercapai sesudah 3 sampai 4
minggu dan ber- tahan hingga 3 sampai 6 bulan. Efek tersebut berupa relaksasi
otot yang berkontraksi berlebih pada penderita sindrom UMN, menghasilkan
perubahan biomekanik fungsi otot yang membuatnya dapat diregang dandiluruskan; sehingga memberi manfaat klinis sebagai berikut:
Meningkatkan fungsi aktif dan pasif: perbaikan mobilitas, aktivitas, fungsi
sehari-hari dan kemandirian
Meningkatkan kenyamanan pasien: mengurangi nyeri, posisi alat gerak yang
lebih baik untuk duduk dan tidur
Mengurangi abnormalitas postur tubuh
Mencegah atau menunda komplikasi muskuloskeletal
7/30/2019 BAB II Fin
22/23
23
Meningkatkan kualitas hidup dan kesehatan
Mengurangi beban perawatan
Bukti Klinis
Sudah banyak publikasi yang mendukung penggunaan botulinum toksin
untuk penatalaksanaan spastisitas otot pada sindrom UMN, terutama atas
botulinum toksin A. Penggunaan botulinum toksin A pada spastisitas otot
ekstremitas atas pada pasien pasca-stroke dan pasca-trauma kepala telah
memasuki uji klinis fase III, juga untuk sediaan botulinum toksin A dari Asia
(Lanzhou Institute) telah memasuki uji klinis fase III.
Terapi Keuntungan Masalah
Obat-obat oral Baclofen dan Dantrolen-murahTizanidine (biaya 7 x Baclofen)Gabapentin, PregabalinTepat untukspastisitas
generalisata
40% pasien tidakmampu menoleransi
efek samping atau tidakmemberikan
efek antispastik yang memadai sebelum
efeksamping terjadi
Botulinumtoksin
Tepat untuk spastisitas fokalTingkat keberhasilan terapi signifikan
lebih tinggi dibanding terapi oral
hasilkan efek relaksasi fokal, ter-kontrol,durasi dapat diperkirakan, tidak
mengakibatkan gangguan sensorik
Mahal, namun lebih efektif dari segibiaya karena tingkat keberhasilan terapi
lebih besar dibanding terapi oral dan
durasi lama (bertahan 4-6 bulan)
Butuh klinisi terlatih untukpemberiannya
Fenol danpenghambatsarafmotorik
Lebih murah dibanding botulinumtoxin A
Memberikan rentang terapi multifokalyang lebih luas bila dikombinasikan
dengan botulinum toksin
Nyeri saat diberikanPotensial menyebabkan komplikasi
berat yang irreversibel seperti
gangguan sensorik
Efek relaksasi dan durasi tidakdapatBaclofenintratekal
Butuh alat mahalBertahan sampai 8-10 tahunPenelitian menunjukkan respons
sebelum pemasangan pompa
Relatiftidak banyakmasalah
Butuh rawat inap untuk tindakan danpemasangan pompa
Butuh rawat inap lama untukpenilaian pasien
Butuh kepatuhan pasien dan edukasiFenolintratekal
Butuh pungsi lumbal, namun lebihmudah dibandingkan dengan Baclofen
intratekal
ProdukmurahHanya untuk pasien yang mengalami
disabilitas yang parah denganketerbatasan
fungsi fisikdan mungkin juga keterbatasan
kognitif dan harapan hidup
Dapat menyebabkan inkontinensiaOperasi Prosedur bedah saraf dan ortopedi
Mahal tapi perbaikan bermaknaIndikasi dan pasien terbatas
Nyeri, permanen, invasifEfektivitas dan hasil bervariasiParestesia dan perubahan pola
BAB/BAK
7/30/2019 BAB II Fin
23/23
24
Profil Keamanan
Botulinum toksin A menjadi sorotan pada meta-analisis data keamanan
berskala besar. Analisis gabungan sembilan studi acak ganda placebo-controlled
pada pasien dengan spastisitas alat gerak juga telah dilaporkan. Botulinum toksin
A mempunyaiprofil keamanan yang baik.Efek samping lokal dapat oleh kerja
toksin botulinum yang berlebihan pada otot sasaran atau otot di sekitarnya.
Difusi toksin tersebut ke daerah sekitar dapat mengakibatkan hambatan transmisi
pada ujung-ujung saraf di sekitar otot sasaran. Efek samping sistemik pada organ
atau otot distal berupa mulut kering, pandangan kabur, berkurangnya kontrol
defekasi dan urinasi, kelemahan umum, disfagia dan disarthria. Efek samping flu-
like syndrome, fatigue, reaksi kulit lokal dan nyeri di tempat injeksi, berhubungan
dengan mekanisme kerja atau teknik injeksi, biasanya dapat diatasi dengan
mengurangi dosis.
Resistensi yang diperantarai oleh antibodi terhadap botulinum toksin A
ditandai oleh berkurangnya respon relaksasi atau atrofi pada otot lokasi injeksi;
diperkirakan terjadi pada 3-10% kasus. Dosis seminimal mungkin yang
menghasilkan efek klinis bermakna serta frekuensi injeksi yang tidak terlalu
sering akan mengurangi kecenderungan terbentuknya antibodi terhadap
botulinum toksin A.
Studi A.Ward dkk. pada spastisitas fokal (flexed wrist clenched hand
spasticity) menunjukkan terapi oral hanya sukses pada35% pasien; kesuksesan
terapi botulinum toksin A sebagai lini pertama terapi 73% dan pada kelompok
botulinum toksin sebagai terapi lini kedua adalah 68%.
Terapi botulinum toksin A juga lebih efektif dari segi biaya dibandingterapi oral. Pada studi ini juga disebutkan bahwa biaya untuk terapi yang
sukses pada kelompok botulinum toksin tipe A sebagai terapi lini pertama adalah
942, pada kelompok terapi botulinum toksin A sebagai lini kedua adalah1387
dan pada kelompok terapi oral adalah 1697.53.