Upload
lyliem
View
229
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
7
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Konsep
2.1.1 Pengertian
Soejadi mendefinisikan konsep merupakan abstraksi suatu ide untuk
menggolongkan kumpulan objek-objek (wafiyah, 2011). Konsep juga
didefinisikan oleh Tayubi (2005) yaitu “konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri
sesuatu yang mempermudah komunikasi antara sesama manusia dan yang
memungkinkan manusia berfikir”.Menurut skemp pengajaran konsep matematika
harus memperhatikan prinsip-prinsip sebagai berikut : (1) Pengajaran konsep
dengan tingkatan lebih tinggi dari pada yang telah dimiliki oleh siswa tidak dapat
dikomunikasikan dengan menggunakan definisi,tetapi hanya dengan contoh-
contoh yang mengarahkan siswa kepada contoh-contoh yang bertentangan dengan
kumpulan contoh tersebut,(2) Karena dalam matematika contoh-contoh tersebut
hampir semuanya berhubungan dengan konsep-konsep lain, maka harus
dipastikan bahwa contoh-contoh tersebut telah terbentuk dalam pikiran siswa
(Zulva, 2013). Jadi dapat disimpulkan bahwa konsep merupakan ide abstrak yang
memungkinkan menggolong-nggolongkan mana contoh dan mana bukan contoh.
2.1.2 Kriteria Konsep
Konsep merupakan materi esensial dalam kurikulum pendidikan. Oleh
karena itu, konsep memiliki kriteria menurut Nuryani (2005) yaitu sebagai
berikut:
8
1) Konsep menunjang tercapainya tujuan
Konsep/subkonsep merupakan suatu bahan kjian yang diperlukan untuk
menunjang tercapainya tujuan pembelajaran. Tujuan dalam pembelajaran yaitu
berupa aspek kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pembelajaran konsep diharapkan
tidak hanya mendapatkan konsep tetapi juga penanaman moral serta peningkatan
keimanan kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam konsep yang dipelajari. Berbagai
aspek inilah diharapkan sampai kepada peserta didik karena inilah tujuan yang
sesungguhnya.
1) Konsep merupakan konsep dasar
Konsep-konsep yang diberikan bersifat memberikan dasar-dasar dari
berbagai cabang ilmu pengetahuan. Konsep dasar ini merupakan konsep yang
diajarkan terlebih dahulu sebelum mempelajari konsep yang baru dan pada
dasarnya bersifat umum.
2) Konsep itu mengandung aplikasi tinggi
Konsep yang dipelajari dapat meningkatkan kemampuan berpikir,
keterampilan dan kreatifitas siswa. Kemampuan siswa berpikir sesuai dengan
tingkatan aspek kognitif yang sudah diumumkan oleh beberapa ahli seperti
Bloom. Disini peserta didik diharapkan memiliki keterampilan mulai dari aspek
pemahaman, analisis, sintesis dan evaluasi suatu program. Konsep yang
mengandung aplikasi tinggi akan merangsang pengembangan berpikir siswa.
3) Konsep sebagai prasyarat materi berikutnya
Bila konsep ini tidak diberikan maka akan menyebabkan kurang
pemahaman suatu konsep karena tidak adanya kesinambungan materi yang
sebelumnya dengan materi yang selanjutnya.
9
4) Konsep memberikan motivasi bagi siswa
Konsep yang dipelajari peserta didik dapat memacu motivasi siswa dalam
belajar, berkreasi, dan kreatifitas serta pengembangan sikap peserta didik.
5) Konsep terkait dengan mata pelajaran lain
Konsep yang diterapkan dapat menunjang dari mata pelajaran adalah
penting untuk dipelajari karena dapat mengokohkan pemahaman peserta didik
terhadap konsep tersebut.jadi keterkaitan antar konsep memang seharusnya ada
seiring dengan jenjang pendidikan berlangsung.
6) Konsep mengandung unsur pengembangan IPTEK
IPTEK merupakan hal yang sangat penting dilakukan dalam dunia
pendidikan karena selain dapat memajukan serta mensejahterakan manusia.
Pendidikan yang berjalan seiring kemajuan iptek mampu bersaing dengan
pendidikan di luar negeri.
7) Konsep terkait dengan lingkungan
Konsep akan lebih mudah diajarkan jika memanfaatkan sumber belajar yang
ada di sekitar seperti lingkungan. Lingkungan dapat digunakan melalui
lingkungan sekitar kemudian yang lebih jauh seperti ke kebun raya.
8) Konsep itu mudah dilaksanakan untuk
Konsep itu mudah dilaksanakan untuk proses belajar mengajar di sekolah,
sebaiknya dirasakan oleh siswa ataupun guru yang mengelola pembelajarannya
adalah anggapan konsep esensial
9) Kebutuhan masyarakat luas
Konsep yang diajarkan dapat menunjang kebutuhan hidup serta dari
sebagian besar masyarakat
10
10) Konsep sesuai tuntutan pembangunan
Konsep yang diajarkan sesuai dengan tuntutan pembangunan di daerahnya
masing-masing. Konsep yang diajarkan menunjang pengembangan IPTEK.Jika
kriteria konsep diatas dilakukan maka tentu saja konsep menadi materi yang
bermanfaat bagi semua orang dan mudah dilakukan dan dipahami.
2.1.3 Derajat Pemahaman Konsep
Berbagai penelitian telah dilakukan untuk mengidentifikasi pemahaman
konsep dengan mengacu pada kriteria yang telah ditetapkan. Renner seperti
dikutip dalam Sukisman (2012) telah menyusun kriteria untuk mengelompokkan
pemahaman konsep seperti pada tabel berikut:
Tabel 2.1 Pengelompokan Derajat Pemahaman Konsep
No. Kriteria Derajat
Pemahaman Kategori
1 Tidak ada jawaban/kosong
menjawab “saya tidak tahu” Tidak ada respon
Tidak memahami 2 Mengulang pernyataan,
menjawab tapi tidak
berhubungan dengan
pertanyaan atau tidak jelas
Tidak memahami
3 Menjawab dengan penjelasan
tidak logis Miskonsepsi
Miskonsepsi
4 Jawaban menunjukkan ada
konsep yang dikuasai tetapi
ada pernyataan dalam
menjawab yang menunjukkan
miskonsepsi
Memahami
sebagian dengan
miskonsepsi
5 Jawaban menunjukkan hanya
sebagian konsep yang dikuasai
tanpa ada miskonsepsi
Memahami
sebagian
Memahami 6 Jawaban menunjukkan konsep
dipahami dengan semua
penjelasan benar
Memahami
konsep
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kategori pemahaman dibagi menjadi 3
yaitu paham konsep, miskonsepsi dan tidak memahami konsep. Untuk siswa yang
memahami konsep yaitu siswa yang paham konsep secara menyeluruh atau
11
sebagian tetapi tepat dalam menjawab. Siswa yang paham konsep apabila ditanya
mengenai pertanyaan maka dapat menjawab dengan benar dan mengemukakan
alasan dengan penjelasan yang benar. Meskipun belum sepenuhnya konsep
dikuasai tetapi konsep yang dimilikinya termasuk konsep yang benar tanpa
miskonsepsi didalamnya.
Sedangkan kriteria miskonsepsi yaitu siswamasih dalam memahami konsep
dan terlihat saat menjelaskan dengan bahasanya sendiri. Siswa yang miskonsepsi
ini bukan berarti ia tidak mempelajari konsep, hanya saja konsep yang dimilikinya
masih terdapat miskonsepsi terutama ketika ia menjelaskan dengan menggunakan
bahasa sendiri. Siswa yang mengalami miskonsepsi bisa saja ketika diminta
penjelasan ia langsung menjawab dengan jawaban yang tidak sesuai dengan
konsep yang benar.
Siswa yang termasuk dalam kategori tidak paham konsep yaitu siswa yang
benar-benar tidak tahu konsep. Siswa yang tidak tahu konsep ini bisa berasal dari
faktor diri sendiri yaitu berupa minat siswa dalam memahami konsep pada suatu
mata pelajaran, kemauan siswa dalambelajar serta perkembangan kognitif atau IQ.
Dari ketiga faktor inilah yang membuat siswa tidak memahami konsep. Sehingga
ketika siswa diminta untuk menjelaskan konsep maka siswa tidak dapat menjawab
atau jik menjawab tidak memiliki hubungan pada konsep tersebut.
2.1.4 Kegunaan Konsep
Belajar konsep berguna dalam rangka pendidikan siswaatau paling tidak
punya pengaruh tertentu. Adapun kegunan konsep menurut Oemar (2005) yaitu
sebagai berikut:
12
1) Konsep-konsep membantu kita untuk mengidentifikasi objek-objek yng ada di
sekitar kita dengan cara mengenali ciri-ciri masing-masing objek
2) Konsep-konsep mengurangi kerumitan lingkungan. Lingkungan adalah sangat
kompleks. Untuk mempelajari tentu sangat sulit apabila tidak dirinci menjadi
unsur-unsur yang lebih sederhana.
3) Konsep membantu kita untuk mempelajari sesuatu yang baru lebih luas dan
lebih maju. Sisws tidak harus belajar secara konstan, tetapi dapat menggunkan
konsep-konsep yang dimilikinya untuk mempelajari sesuatu yang baru.
2.2 Miskonsepsi
2.2.1 Pengertian
Suparno (2005) menjelaskan miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada
suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang
diterima para pakar dalam bidang itu. Sedangkan menurut Oemar (2005)
miskonsepsi adalah kesalahan dalam memahami suatu konsep yang ditunjukkan
dengan kesalahan dalam menjelaskan suatu konsep dengan bahasa sendiri. Dan
menurut Jeanne (2009) pengertian miskonsepsi adalah kepercayaan yang tidak
sesuai dengan penjelasan yang diterima umu dan terbukti tidak sahih tentang suatu
fenomena/peristiwa. Jadi dapat disimpulkan bahwa miskonsepsi adalah kesalahan
konsep yang diyakini benar oleh seseorang padahal tidak sesuai dengan konsep
sesungguhnya. Kesalahan konsep tersebut tercermin ketika dijabarkan dengan
bahasa sendiri.
Miskonsepsi telah ada sejak lama dan telah menjadi inti riset empiris
pembelajaran Sains sehingga telah lama muncul tulisan ilmiah mengenainya.
Munculnya miskonsepsi yang paling banyak menurut Viridi (2008) adalah
13
sebelum ia memasuki proses yang disebut prakonsepsi. Prakonsepsi ini bersumber
dari pemikiran siswa yang masih terbatas munculnya pada alam sekitarnya atau
sumber-sumber lain yang dianggap lebih tahu akan tetapi tidak dapat
dipertanggungjawabkan kebenarannya (D. Siwi, 2013).
Menurut Sriati, (2003) miskonsepsi siswa dalam mengerjakan soal
matematika adalah: (1) miskonsepsi terjemahan, adalah kesalahan mengubah
informasi keungkapan matematika atau kesalahan dalam memberi makna suatu
ungkapan matematika; (2) miskonsepsi konsep, adalah kesalahan memahami
gagasan abstrak; (3) miskonsepsi strategi, adalah kesalahan yang terjadi jika siswa
memilih jalan yang tidak tepat yang mengarah ke jalan buntu; (4) miskonsepsi
sistematik, adalah kesalahan yang berkenaan dengan pemilihan yang salah atas
teknik ekstrapolasi; (5) miskonsepsi tanda, adalah kesalahan dalam memberikan
atau menulis tanda atau notasi matematika dan; (6) miskonsepsi hitung, adalah
kesalahan menghitung dalam operasi matematika.Miskonsepsi yang terjadi pada
siswa sangat berbahaya karena bersifat sulit diubah dan akan terbawa terus pada
tingkat yang lebih tinggi bila guru tidak mengetahui konsep-konsep yang
mengalami miskonsepsi dan penyebab dari miskonsepsi tersebut (Viyandari,
2012).
2.2.2 Penyebab Miskonsepsi
Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal.Secara garis besar
terdapat 5 kelompok penyebab miskonsepsi menurut Suparno (2005) yaitu
miskonsepsi yang berasal dari siswa, buku teks, guru, metode mengajar dan
konteks.
1. Siswa
14
Penyebab miskonsepsi dari siswa dapat dikelompokkan dalam beberapa hal,
antara lain :
a. Konsep Awal Siswa (Prakonsepsi)
Banyak siswa yang sudah memiliki konsep awal atau prakonsepsi tentang
suatu bahan sebelum siswa mengikuti pembelajaran formal dikelas dengan
bimbingan guru. Konsep awal tersebut sering kali mengandung miskonsepsi.
Adanya salah konsep awal ini jelas tentu akan menyebabkan miskonsepsi pada
saat mengikuti pelajaran berikutnya, sampai kesalahan itu diperbaiki (Suparno,
2005).
b. Pemikiran Humanistik
Menurut Gilbert, dkk dalam buku Suparno (2005) Siswa kerap kali
memandang semua benda dari pandangan manusiawi. Benda-benda dan situasi
dipikirkan dalam term pengalaman orang dan secara manusiawi.
c. Pemikiran Asosiatif Siswa
Asosiatif siswa terhadap istilah-istilah sehari-hari kadang juga membuat
miskonsepsi. Menurut Marshall dan Gilmour dalam buku Suparno (2015),
melaporkan bahwa pengertian yang berbeda dari kata-kata antara siswa dan guru
juga dapat menyebabkan miskonsepsi. Kata dan istilah yang digunakan oleh guru
dalam proses pembelajran diasosiasikan lain oleh siswa, karena dalam kehidupan
mereka kata dan istilah itu mempunyai artikata yang lin.
d. Minat Belajar
Siswa yang berminat cenderung mempunyai miskonsepsi lebih rendah
daripada siswa yang tidak berminat. Siswa yang tidak berminat apabila salah
dalammenangkap suatu bahan maka tidak berminat juga untuk mencari mana
15
yang benar dan megubah konsep yang salah tersebut sehingga kesalahan yang
dibangun berdasarkan miskonsepsi akan semakin menumpuk.
e. Kemampuan Siswa
Kemampuan siswa juga mempunyai pengaruh pada miskonsepsi siswa.
Siswa yang kurang berbakat dalam suatu pelajaran, maka akan sering mengalami
kesulitan dalammenangkap konsep yang benar dalam proses belajar. Meskipun
buku teks ditulis sesuai dengan pengertian para ahli, meskipun guru telah
mengkomunikasikan bahan secara benar dan pelan-pelan, namun pengertian yang
mereka tangkap dapat tidk lengkap bahkan salah (Suparno, 2005).
f. Tahap Perkembangan Kognitif Siswa
Perkembangan kognitif siswa yang tidak sesuai dengan bahan yang digeluti
dapatmenjadi penyebab miskonsepsi. Secara umum, siswa yang masih dalam
operasional konkret jika mempelajari suatu bahan yang abstrak Sulit menangkap
dan sering salah mengerti tentang konsep bahan tersebut (Suparno, 2005).
g. Penalaran yang Salah/Tidak Lengkap
Menurut Comins dalam buku Suparno (2005), miskonsepsi juga dapat
disebabkan oleh penalaran siswa yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak
lengkap disebabkan karena informasi yang diperoleh tidak lengkap, pengamatan
yang tidak lengkap dan teliti serta logika yang salah dalam mengambil
kesimpulan. Akibatnya, siswa menarik kesimpulan secara salah dan ini
menyebabkan timbulnya miskonsepsi siswa.
h. Instuisi yang Salah
Intuisi yang salah dan perasaan siswa juga dapat menyebabkan miskonsepsi.
Instuisi adalah suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan
16
mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu sebelum secara objektif
dan rasional diteliti.
2. Buku Teks
Buku teks dapat menyebarkan miskonsepsi yang disebakan oleh bahasanya
yang sulit dipahami atau penjelasan yang tidak benar (Suparno, 2005). Buku teks
merupakan tulisan yang menyajikan materi-materi yang akan dipelajari oleh guru
atau siswa. Ketika sumber ini memiliki penjelasan yang salah maka dapat
memberikan pemahaman yang keliru juga kepada orang yang membacanya karena
buku teks merupakan sumber belajar utama.
3. Guru/Pengajar
Miskonsepsi siswa dapat terjadi pula karena miskonsepsi siswa yang dibawa
oleh guru. Guru yang tidak menguasai bahan atau mengerti bahan secara tida
benar, akan menyebabkan siswa mendapatkan miskonsepsi. Kadang juga
beberapa guru memberikan penjelasan secara sangat sederhana untuk membantu
siswa lebih mudah menangkap bahan yang disajikan. Demi menyederhanakan
bahan itu, terkadang dalam menjelaskan tidak lengkap atau menghilangkan
sebagian unsur yang penting. Akibatnya siswa sqalah menangkap inti bahan itu
(Suparno, 2005).
4. Metode Mengajar
Beberapa metode mengajar yang digunakan guru, terlebih yang menekankan
satu segi saja dari konsep bahan yang digeluti, meskipun dapat membantu siswa
menangkap bahan, tetapi sering mempunyai dampak jelek, yaitu memunculkan
miskonsepsi siswa. Maka guru perlu kritis dengan metode yang digunakan dan
tidak membatasi diri dengan satu metode saja (Suparno, 2005). Misalnya ketika
17
guru mengajar hanya menggunakan metode ceramah dan tulis secara terus
menerus tanpa melakukan tanya jawab dan interaksi dengan siswa maka hal
tersebut tidak dapat meremidiasi miskonsepsi. Padahal tugas guru adalah
meremidiasi miskonsepsi dan menanamkan konsep yang benar kepada siswanya.
5. Konteks
Konteks juga dapat menyebabkan miskonsepsi siswa. Menurut Suparno
(2005), konteks tersebut antara lain pengalaman siswa, bahasa sehari-hari, teman,
serta keyakinan dan ajaran agama. Pengalaman seseorang memang tidak ada yang
sama walaupun mereka kembar. Seseorang yang senang belajar kelompok tentu
akan sering berdiskusi suatu konsep yang dipelajari. Ketika ada seseorang yang
dominan di kelompok tersebut dan menyampaikan suatu konsep yang salah
kepada temannya tentu miskonsepsi tersebut akan berpindah ke teman
diskusinya.
Sedangkan menurut Kurniati (2007) menyebutkan penyebab miskonsepsi
ada 5, yaitu : 1) Konsep yang dimiliki siswa tidak cukup dapat menyelesaikan
permasalahan matematika pada materi yang diajarkan; 2) Salah dalam
memaknakan soal, sehingga siswa mengalami miskonsepsi dalam memodelkan
matematika; 3) Siswa yang tidak memiliki kemampuan kognitif cukup untuk
memahami konsep-konsep yang diajarkan; 4) Pengalaman siswa dalam
menyelesaikan permasalahan matematika, maksutnya siswakurang latihan
mengerjakan soal-soal matematika yang ada di buku/literatur lain yang berkaitan
dengan materi yang diajarkan sehingga siswa tidak dapat mengembangkan
pengetahuannya; 5) Konsep yang dimiliki siswa dalam menyelesaikan
permasalahan matematika sudah benar tetapi tidak diterapkan pada soal yang
18
diberikan.Mencari penyebab miskonsepsi menjadi unsur penting sebelum
menentukan cara mengatasinya. Banyak guru membantu siswa mengatasi
miskonsepsi dengan cara mengulangi penjelasan bahan beberapa kali. Akibatnya,
siswa yang sudah mengerti menjadi bosan dan siswa yang mempunyai
miskonsepsi tetap tidak terbantu karena tidak tahu letak kesalahannya (Suparno,
2005).
2.2.3 Sumber Miskonsepsi
Menurut Tekaya (2002) ada beberapa poin untuk mengidentifikasi sumber
miskonsepsi, diantaranya :
a. Miskonsepsi muncul ketika siswa menggabungkan suatu konsep yang telah
dipelajari dengan konsep yang baru
b. Miskonsepsi yang berasal dari kata-kata yang digunkan sehari-hari yang
memiliki arti dalam kehidupan sehari-hari.
c. Miskonsepsi muncul dari pengalaman pribadi siswa yaitu dari lingkungan ia
berinteraksi dengan orang lain atau teman bermainnya.
d. Dari beberapa konsep dalam pembelajaran, miskonsepsi juga berasal dari guru
yang salah atau ketidak akuratan dalam menyampaikan konsep ketika proses
pembelajaran.
e. Faktor lain juga berkontribusi terhadapmunculnya miskonsepsi yaitu, buku
teks, dimana di dalamnya terdapat penjelasan atau informasi yang salah dan
tidak tepat.
Menurut Subhan yang terdapat pada kutipan Effendi (2007) bahwa ada 3
penyumbang miskonsepsi yaitu :
a. Penjelasan atau pengajaran guru yang salah.
19
b. Ide yang salah yang berpusat pada pengalaman sehari-hari dan bahasa yang
mereka gunakan.
c. Kesalahan konsep yang terbentuk selama proses pengajaran yang berpusat dari
pemahaman yang tidak tetap terhadap suatu konsep yang dijelaskan oleh guru.
2.2.4 Mendeteksi Miskonsepsi
Miskonsepsi bukanlah hal yang sederhana dan mudah diabaikan dan lebih
uniknya setiap siswa akan mengalami miskonsepsi yang berbeda-beda.
Miskonsepsi akan sangat mengganggu jika tidak segera diatasi. Adanya
miskonsepsi dapat menganggu proses pengolahan konsep dalam struktur kognitif
yang dilakukan oleh siswa. Oleh karena itu sebagai fasilitator guru seharusnya
mengetahui cara-cara untuk mendeteksi miskonsepsi yang terjadi pada siswanya
agar siswa dapat memperoleh kebenaran akan suatu konsep yang dipelajari.
Berikut cara mendeteksi miskonsepsi menurut Suparno (2005):
a. Tes Pilihan Ganda dengan Pertanyaan Terbuka
Pertanyaan pilihan ganda dengan memberikan alasan mengapa memilih
jawaban itu.
b. Wawancara
Guru memilih beberapa konsep yang diperkirakan sulis dimengerti siswa,
atau beberapa konsep yang pokok dari bahan yang hendak diajarkan. Kemudian
siswa diajak untuk mengekpresikan gagasan mereka mengenai konsep-konsep
tersebut. Dari sini dapat dimengerti konsep alternatif yang ada dan sekaligus
ditanyakan dari mana mereka memperoleh konsep alternatif tersebut.
20
c. Tes Esai Tertulis
Guru sebaiknya membuat esai tertulis yang berisi konsep-konsep yang akan
dipelajari atau yang sudaah dipelajari.
d. Peta Konsep
Peta konsep mampu menghubungkan konsep-konsep dan gagasan-gagasan
pokok yang disusun secara hirarkis. Bisanya miskonsepsi dapat dilihat dari
proporsi yang salah dan tidak adanya hubungan yang lengkap antar konsep.
e. Praktikum dengan Tanya Jawab
Praktikum yang disertai dengan tanya jawab antar guru dengan siswa yang
melakukan praktikum juga dapat mendeteksi miskonsepsi siswa tentang konsep
pada praktikum itu. Selama praktiku, guru sebaiknya selalu bertanya bagaimana
konsep siswa dan bagaimana siswa menjelaskan persoalan dalam paktikum
tersebut.
f. Diskusi dalam Kelas
Dalam kelas siswa diminta untuk mengungkapkan gagasan mereka tentang
konsep yang sudah diajarkan atau yang hendak diajarkan. Dari diskusi di kelas itu
dpat dideteksi juga apakah gagasan mereka itu tepat atau tidak. Dari diskusi itu
guru atau seorang peneliti dapat megerti konsepkonsep alternatif yang dipunyai
siswa. Cara ini lebih cocok digunakan pada kelas besar, dan juga sebagai
penjajakan awal. Yang perlu diperhatikan guru adalah membantu siswa agar
setiap siswa berani berbicara untuk mengungkapkan pikiran mereka tentang
permasalahan yang dibahas.
Dari beberapa cara untuk mendeteksi miskonsepsi tersebut, beberapa
peneliti menggunakan cara-cara itu bersama-sama untuk melengkapi, seperti tes
21
esai dengan wawancara. Selain beberapa cara diatas, untuk mendeteksi siswa yang
mengalami miskonsepsi atau tidak bisa menggunakan Certainty of Response
Index (CRI) seperti cara yang telah dilakukan oleh Salem Hasan. Cara ini dapat
mengungkapkan siswa yang tidak paham konsep dan siswa yang mengalami
miskonsepsi.
2.3 Menganalisis Miskonsepsi menggunakanCertainty of Response Index
(CRI)
Certainty Of Response Index (CRI) merupakan teknik untuk mengukur
miskonsepsi seseorang dengan cara mengukur tingkat keyakinan atau kepastian
seseorang dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan(Liliawati &
Ramalis, 2009).Metode CRIini merupakan metode yang diperkenalkanoleh
Saleem Hasan, Diola Bagayoko, dan Ella L. Kelley untuk mengukur
suatumiskonsepsi yang tengah terjadi(Muna, 2015). CRI sering digunakan dalam
survei-survei terutama yang meminta rensponden untuk memberikan derajat
kepastian yang dia miliki dari kemampuannya untuk memilih dan membangun
pengetahuan, konsep-konsep, atau hukum-hukum yang terbentuk dengan baik
dalam dirinya untuk menentukan jawaban dari suatu pertanyaan (Tayubi, 2005) .
CRI biasanya didasarkan pada suatu skala yang diberikan bersamaan dengan
setiap jawaban suatu soal. Tingkat kepastian jawaban tergambarkan dalam skala
CRI yang diberikan. CRI yang rendah menunjukkan ketidakpastian siswa dalam
menjawab suatu pertanyaan. Hal ini jawaban ditentukan atas dasar menebak.
Sebaliknya CRI yang tinggimenggambarkan kepastian yang tinggi pada siswa
dalam menjawab pertanyaan. Hal ini menunjukkan unsur menebak sangat kecil
(Zulva, 2013). Siswa yang mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat
22
dilihat dari perbandingan benar tidaknya ia dalam menjawab soal dan tinggi
rendahnya index CRI yang diberikan.
Dalam penelitian Tayubi skala CRI yang dikemukakan oleh Saleem Hasan
didasarkan pada skala enam (0 - 5) seperti pada tabel 2.2berikut :
Tabel 2.2 CRI dan Kriterianya
No. CRI Kriteria
1. 0 Jawaban menebak(Totally guessed answer)
2. 1 Jawaban hampir menebak (Almost guess)
3. 2 Jawaban tidak yakin(Not Sure)
4. 3 Jawaban yakin(Sure)
5. 4 Jawaban hampir benar(Almost certain)
6. 5 Jawaban pasti benar(Certain)
(Saleem Hasan, et al:1999:296)
Jika skala keyakinan rendah (CRI 0-2), maka hal ini menggambarkan bahwa
proses penebakan (guesswork) memainkan peranan yang signifikan dalam
menentukan jawaban. Tanpa melihat jawaban benar atau salah, nilai CRI
yangrendah menunjukkan adanya unsur penebakan yang mencerminkan
ketidaktahuan konsep pada siswa(Tayubi, 2005).
Jika skala keyakinan tinggi (CRI 3-5), maka hal ini menggambarkan siswa
memiliki tingkat kepastian yang tinggi dalam menggunakan pengetahuan yang
dimiliki untuk sampai pada jawaban. Jika (CRI 3-5) dan jawaban siswa benar,
maka hal ini menunjukkan tingkat keyakinan yang tinggi akan kebenaran
pengetahuan telah teruji (justified) dengan baik. Namun, jika jawaban siswa salah
ini menunjukkan adanya miskonsepsi dalam pengetahuan tentang suatu materi
yang siswa miliki. Berdasarkan ketentuan di atas, menunjukkan bahwa dengan
CRI yang diminta bersamaan dengan jawaban suatu pertanyaan, memungkinkan
23
untuk dapat membedakan antara siswa yang mengalami miskonsepsi dan tidak
mengetahui konsep(Tayubi, 2005).
Adapun kemungkinan kombinasi jawaban soal dan CRI menurut Saleem
Hasan ditunjukkan padatabel 2.3.
Tabel 2.3 Ketentuan Untuk Setiap Pertanyaan yang Diberikan Berdasarkan
Kombinasi dari Jawaban Benar atau Salah dan Tinggi Rendahnya CRI
Kriteriajawaban CRI rendah (<2,5) CRI tinggi (>2,5)
Jawaban benar Jawaban benar tapi CRI
rendahberarti tidaktahu
konsep (luckyguess)
Jawaban benar danCRI
tinggi berartimenguasai
konsepdengan baik
Jawaban salah Jawaban salah dan CRI
rendahberarti tidak tahu
konsep
Jawaban salah tapiCRI
tinggi berartiterjadi
miskonsepsi
(Saleem Hasan, et al:1999:296)
Tabel 2.3 menunjukkan empat kemungkinan kombinasi dari jawaban (benar
atau salah) dan CRI (tinggi atau rendah) untuk tiap responden secara individu.
Untuk seorang responden dan untuk suatu pertanyaan yang diberikan, jawaban
benar dengan CRI rendah menandakan tidak tahu konsep, dan jawaban benar
dengan CRI tinggi menunjukkan penguasaankonsep yang tinggi. Jawaban salah
dengan CRI rendah menandakan tidak tahu konsep, sementara jawaban salah
dengan CRI tinggi menandakan terjadinya miskonsepsi (Tayubi, 2005).
2.4 Kajian Materi Operasi Hitung Campuran Pada Bilangan Bulat
Materi pembelajaran padapenelitian ini berkaitan dengan bilangan
bulat.Bilangan bulat merupakan salah satu konsep dalam matematika yang sangat
luas aplikasinya terutama dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Saepuddin
(2009) menyatakan bahwa “Bilangan bulat adalah suatu bilangan yang terdiri dari
24
bilangan bulat positif, bilangan nol, dan bilangan negatif”. Saleh (2007)
mendefinisikan bilangan bulat negatif adalah bilangan bulat yang lebih kecil dari
bilangan nol yang pada garis bilangan terletak disebelah kiri bilangan nol;
bilangan bulat positif adalah bilangan bulat yang lebih besar dari bilangan nol
yang pada garis bilangan terletak disebelah kanan bilangan nol; bilangan nol,
bilangan nol tersebut tidak termasuk bilangan bulat negatif dan tidak termasuk
bilangan bulat positif.
Ada beberapa operasi hitung bilangan bulat yaitu operasi penjumlahan,
pengurangan, perkalian, pembagian dan operasi campuran bilangan bulat.
Operasi-operasi hitung tersebut sangat berkaitan erat dengan pemahaman konsep
dan keterampilan hitung yang satu dengan pemahaman konsep dan keterampilan
hitung yang lainnya (saepuddin, 2009).
Menurut Heruman (2010) bahwa “operasi hitung campuran merupakan
operasiatau pengerjaan hitungan yang melibatkan lebih dari dua bilangan danlebih
dari satu operasi. Pengerjaan operasi hitung campuran merujukpada aturan
tertentu”. Menurut Purnomo (2010) dalam menyelesaikan operasi hitung
campuran bilangan bulat, terdapat dua hal yang perlu kalian perhatikan, yaitu :
1) Tanda operasi hitung
2) Tanda kurung.
Apabila dalam suatu operasi hitung campuran bilangan bulat terdapat tanda
kurung,pengerjaan yang berada dalam tanda kurung harus dikerjakan terlebih
dahulu.Apabila dalam suatu operasi hitung bilangan bulat tidak terdapat tanda
kurung, pengerjaannyaberdasarkan sifat-sifat operasi hitung berikut :
25
1. Operasi penjumlahan (+) dan pengurangan (–) sama kuat, Artinya operasi
yang terletak di sebelah kiri dikerjakan terlebih dahulu.
2. Operasi perkalian (x) dan pembagian (:) sama kuat, Artinya operasi yang
terletak di sebelah kiri dikerjakan terlebih dahulu.
3. Operasi perkalian (x) dan pembagian (:) lebih kuat daripada operasi
penjumlahan (+) dan pengurangan (–), artinya operasi perkalian (x) dan
pembagian (:) dikerjakan terlebih dahulu daripada operasi penjumlahan (+)
dan pengurangan (-).
2.5 Indikator Miskonsepsi
Berdasarkan masalah yang peneliti kemukakan di atas, maka dalam
pelaksanaan penelitian ini dibuat beberapa indikator yang mengatakan
miskonsepsi pada siswa. Hal ini dapat dinyatakan dalam Tabel 2.4 berikut:
Tabel 2.4 Indikator Miskonsepsi
No Konsep Miskonsepsi
Ya Tidak
1. Siswa mampu melakukan operasi
hitung campuran pada bilangan
bulat
2. Siswa dapat melakukan
perhitungan atau operasi dengan
benar ketika mengerjakan soal
operasi hitung campuran bilangan
bulat
3. Siswa dapat memilih jalan yang
tepat untuk menyelesaikan soal
cerita tentang operasi hitung
campuran bilangan bulat
26
2.6 Skema Penerapan CRI dalam Menyelesaikan Operasi hitung Campuran
Bilangan Bulat
Penelitian ini menerapkan metode CRI untuk mengetahui siswa yang
mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dalam menyelesaikan operasi
hitung campuran bilangan bulat. Dalam hal ini siswa menjawab soal dengan
memberikan tingkat keyakinan siswa dalam menjawab soal tersebut.
Adapun skema penerapan tingkat keyakinan dalam menjawab soal terhadap
operasi hitung bilangan bulat campuran adalah sebagai berikut:
Gambar 2.1: Skema Penerapan CRI dalam menyelesaikan operasi hitung
bilangan bulat
Siswa menjawab benar dan
memberikan CRI rendah,
maka siswa menjawab
dengan menebak
Siswa diberikan soal
tentang operasi hitung
campuran bilngan bulat
Siswa menjawab soal
dengan memberikan tingkat
keyakinan (CRI)
Siswa menjawab benar dan
memberikan CRI tinggi,
maka siswa memahami
konsep dengan benar
Siswa menjawab salah dan
memberikan CRI rendah,
maka siswa tidak tahu
konsep
Siswa menjawab salah dan
memberikan CRI tinggi,
maka siswa mengalami
miskonsepsi