23
7 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Kajian Teori 2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD a. Pengertian Matematika Matematika dalam sudut pandang Andi Hakim (Fathani, 2009: 21) “bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan atau intelegensia. Dari apa yang telah dikemukan Andi matematika didefinisikan dari sudut pandang susunan katanya. Dilihat dari susunan katanya terbagi dalam dua bahasa yang sebenarnya memilki inti arti yang sama tentang matematika, yaitu ilmu yang mempelajari atau ilmu tentang belajar bisa juga disebut dengan intelegensi. Menurut Bourne (Fathani, 2009: 20) “juga memahami matematika sebagai kontruktivisme sosial dengan penekannannya pada knowing how, yaitu pelajaran dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam mengkontruksikan ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan lingkungannya.” Dilihat dari pengertian tersebut matamtika adala h suatu susunan dari sosial dan lebih ditekankan pada cara untuk mengetahui bagaimana makhluk hidup ini dalam menyusun ilmu-ilmu pengatahuan tersebut dengan cara yang dilakukan tentunya dengan berinteraksi antara makhluk hidup yang satu denganyang lainnya. Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2013: 1) “matemaika adalah simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma atau postulat dan akhirnya ke dalil.” Dari pengertian diatas Ruseffendi mengartikan matematika itu adalah simbol, kemudian dia mengatakan juga

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 a. - repository.uksw.edu€¦ · pengertian yang sudah dipaparkan para ahli makan pelajaran matematika ini menuntut siswa untuk dapat memberikan penemuan

  • Upload
    others

  • View
    2

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

7

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Kajian Teori

2.1.1 Hakikat Pembelajaran Matematika di SD

a. Pengertian Matematika

Matematika dalam sudut pandang Andi Hakim (Fathani, 2009: 21)

“bahwa istilah matematika berasal dari kata Yunani, mathein atau manthenein

yang berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan

Sanskerta, medha atau widya yang memiliki arti kepandaian, ketahuan atau

intelegensia. Dari apa yang telah dikemukan Andi matematika didefinisikan

dari sudut pandang susunan katanya. Dilihat dari susunan katanya terbagi

dalam dua bahasa yang sebenarnya memilki inti arti yang sama tentang

matematika, yaitu ilmu yang mempelajari atau ilmu tentang belajar bisa juga

disebut dengan intelegensi.

Menurut Bourne (Fathani, 2009: 20) “juga memahami matematika

sebagai kontruktivisme sosial dengan penekannannya pada knowing how,

yaitu pelajaran dipandang sebagai makhluk yang aktif dalam

mengkontruksikan ilmu pengetahuan dengan cara berinteraksi dengan

lingkungannya.” Dilihat dari pengertian tersebut matamtika adalah suatu

susunan dari sosial dan lebih ditekankan pada cara untuk mengetahui

bagaimana makhluk hidup ini dalam menyusun ilmu-ilmu pengatahuan

tersebut dengan cara yang dilakukan tentunya dengan berinteraksi antara

makhluk hidup yang satu denganyang lainnya.

Matematika menurut Ruseffendi (Heruman, 2013: 1) “matemaika

adalah simbol; ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara

induktif; ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai

dari unsur yang tidak didefinisikan, ke unsur yang didefinisikan, ke aksioma

atau postulat dan akhirnya ke dalil.” Dari pengertian diatas Ruseffendi

mengartikan matematika itu adalah simbol, kemudian dia mengatakan juga

8

sebagai ilmu tentang pola keteraturan dan strukturnya itu terorganisasi dengan

baik.

Berdasarkan pengertian-pengertian yang di kemukakan di atas dapat

dilihat dari arti kata Matematika sendiri dalam bahasa Yunani bermakna

mempelajari, sedangkan dalam bahasa Sansekerta mempunyai makna yaitu

kepandaian, ketahuan, intelegensi. Jadi, Matematika adalah ilmu yang

mempelajari pola berfikir, pola perorganisasian pembuktian yang logis, serta

susunan bahasa dan penelaahannya yang dibangun memalui proses penalaran

bertahap dari hal yang abstrak kekongkrit dalam pembelajaran didalam kelas.

Pembelajaran Matematika di SD berkeinginan untuk selalu

menstimulasi pemikiran siswa sehingga mereka dapat menemukan ide-ide

atau jawaban baru dalam proses pembelajaran. Stimulus yang di berikan oleh

guru bisa dengan memberikan berbagai bentuk soal atau suatu masalah yang

ada dalam kehidupan kenyataan. Apabila siswa di hadapkan langsung pada

dunia nyata tentulah guru nantinya akan mendapat jawaban yang sangat

beragam dikarenakan setiap latar belakang siswa siswinya itu berbeda-beda.

Mendekatkan anak antara matematika dan kehidupan sehari-hari tentunya

sangatlah bagus, karena anak ini mengalami sendiri.

b. Pengertian Pembelajaran Matematika

Teori Bruner (Heruman, 2013: 4) “dalam metode penemuannya

mengungkapkan bahwa dalam pembelajaran matematika, siswa harus

menemukan sendiri berbagai pengetahuan yang diperlukannya.” Menurut

Bruner arti menemukan disini adalah discovery atau temuan yang baru. Bisa

juga dengan menemukan yang sama sekali baru yaitu invention. Bahwa

diharapkan pada nantinya setiap orang yang belajar matematika dapat

“menemukan” hal yang baru, seperti proses hitungan yang lebih cepat,

mungkin juga bisa lebih menyederhana materi geometri yang ada dalam

matemtika.

Heruman (2013: 5) “selain belajar penemuan dan belajar bermakna,

pada pembelajaran matematika harus terjadi pula belajar kontruktivisme.

Dalam kontruktivisme, konstruksi pengatahuan dilakukan oleh siswa sendiri,

9

sedangkan guru berperan sebagai fasilitator dan menciptakan iklim yang

kondusif.” Dari pernyataan Heruman diatas, mengartikan belajar matemat ika

adalah menkontruktivismekan atau bahasa mudahnya adalah menyusun,

menyusun ilmu pengetahuan tersebut disusun sendiri oleh siswa yang artinya

bahwa siswa sendiri itulah yang paham akan cara belajarnya sendiri. Hingga

nantinya guru ini tidak akan menjadi acuan yang utama dalam proses belajar

mengajar, guru hanya akan memberikan fasilitas kepada siswa atau

menjebatani temuan-temuan siswa yang baru dan disambungkan pada mata

pelajaran matematika.

Sejalan dengan teori yang sudah dikemukakan diatas. Dari kedua

pengertian yang sudah dipaparkan para ahli makan pelajaran matematika ini

menuntut siswa untuk dapat memberikan penemuan yang baru dalam proses

belajar mengajar. Dan siswa tentunya harus dapat menyusun ilmu-ilmu

pengatahuan tersebut menurut apa yang diketahui oleh siswa sendiri. Siswa

yang sudah bersikap seperti itu, maka guru hanya berperan sebagai fasilitator.

c. Tujuan Pembelajaran Matematika

Cockrof (Mulyono, 2003: 253) mengemukakan bahwa Matematika

perlu diajarkan kepada siswa karena:

1) Selalu di gunakan dalam segala segi kehidupan.

2) Semua bidang studi memerlukan keterampilan matematika

yang sesuai.

3) Meruapakan sarana komunikasi yang kuat, singkat dan jelas.

4) Dapat digunakan untuk menyajikan informasi dalam berbagai

cara.

5) Menikatkan kemampuan berpikir logis, ketelitian dan

kesadaran keruangan.

6) Memberikan kepuasan terhadap usaha memecahkan masalah

yang menantang.

Seperti apa yang telah disampaikan oleh Conkrof matematika ini

penting untuk diajarkan kepada siswa. Karena matematika ini tak lepas dari

kehidupan, saat bertransaksi jual beli tentunya perlu mengunakan ilmu

matematika. Dan pada semua bidang studi, mau tidak mau tentunya akan

melibatkan ilmu matematika dalam setiap bidang studi tersebut, contoh

seperti dalam bidang studi kimia tentu masih mengadaptasi hitungan

10

penjumlahan, pengurangan dalam mengubah rumus kimia. Dengan adanya

grafik dan tabel yang ada dalam matematika tentunya itu akan bertujuan

untuk menyajikan data informasi, sehingga sangat memudahkan. Matematika

juga menuntuk untuk berpikir secara logika atau logis, sehingga memberikan

kebebasan untuk berpikir.

Dalam Standar Isi untuk Satuan Pendidikan Dasar dan Menengah

kurikulum KTSP (2006: 148) telah di jabarkan tujuan pembelajaran

Matematika sebagai berikut:

1. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan

antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara

luwes, akurat, efisien, dan tepat, dalam pemecahan masalah.

2. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun

bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematik.

3. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model

dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

4. Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk memperjelas keadaan atau masalah.

5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam

kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat

dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri

dalam pemecahan masalah.

Dari tujuan yang telah dituliskan dalam KTSP terdapat lima hal

penting yang berkepentingan dalam tujuan pembelajaran matematika. Yang

pertama bertujuan untuk memahami dari konsep setelah dipahami kemudian

dijelaskan antara konsep yang satu dengan yang lain dan pada akhirnya akan

diaplikasikan. Kedua bertujuan untuk berpikir secara logika tentang pola dan

sifat dan kemudian merangkum semuanya itu menjadi inti sari dan

menyampaikan gagasan-gagasan. Ketiga bertujuan untuk memecahkan

masalah yang meliputi kemampuan dalam memahami masalh yang ada dalam

matematika kemudian merancang model matematika kemudian

menyelesaikan model matematika tersebut dan didefinisikan sendiri dari apa

yang telah didapat tadi. Keempat bertujuan untuk mengkomunikasikan atau

mendiskusikan antara gagasan dengan simbol, tabel, diagram yang sudah ada

didalam matematika yang nantinya untuk memperjelas dari suatu keadaan

11

atau masalah. Kelima bertujuan untuk rasa saling menghargai antara manusia

sebagai makhluk sosial yang menggunaka matematika dalam kehidupan

sehari-hari.

2.1.2 Cooperative Learning

a. Pengertian Cooperative Learning

Roger, dkk (Miftahul, 2013: 29) “menyatakan cooperative learning

merupakan aktivitas pembelajaran kelompok yang diorganisir oleh satu

prinsip bahwa pembelajaran harus didasarkan pada perubahan informasi

secara sosial di antara kelompok-kelompok pembelajaran yang didalamnnya

setiap pembelajaran bertanggung jawab atas pembelajarannya sendiri dan

didorong untuk meningkatkan pembelajaran anggota-anggota yang lain.”

seperti apa yang telah dikemukakan oleh Roger cooperative learning ini

kegiatan belajar kelompok yang terorganisir oleh satu tujuan pembelajaran

yang menuntut adanya perubahan informasi. Pada setiap kelompok

bertanggung jawab atas tujuan pembelajaran kelompoknya sendiri-sendiri dan

dianjurkan untuk saling mendorong untuk meningkatkan pembelajarannya

pada setiap anggota yang ada dalam kelompok tersebut.

Ada juga pendapat lain yang di kemukan oleh Parker (Miftahul, 2013:

29) “mendefinisikan kelompok kecil cooperative learning sebagai suasana

pembelajaran di mana para siswa saling berinteraksi dalam kelompok-

kelompok kecil untuk mengerjakan tugas akademik demi mencapai tujuan

bersama.” Sedangkan menurut Parker, cooperative learning adalah proses

belajar mengajar yang menggunakan interaksi kelompok-kelompok kecil

untuk mendapat tugas akademik demi untuk meraih tujuan pembelajaran

secara bersama-sama.

Sedangkan menurut Johnson dan Johnson (Miftahul, 2013: 31)

“menyajikan definisi tentang cooperative learning yang berbeda. Menurutnya

cooperative learning berarti bekerja sama untuk mencapai tujuan tujuan

bersama.” Berbeda lagi definisi cooperative learning yang dikemukakan oleh

Johnson. Dia mengartika cooperative learning ini lebih singkat, dimana ini

12

adalah suatu bentuk kerja sama, kerja sama tersebut tentunya diharapkan

untuk mencapai tujuan bersama juga.

Dari tiga definisi yang di sampaian oleh para ahli tersebut maka, di

dalam lingkup cooperative learning diterapkan dalam pengajaran,

pembelajaran sering di sebut juga membuat kelompok-kelompok kecil dalam

proses belajar mengajar. Kelompok-kelompok tersebut terdiri dari para siswa-

siswi yang kemudian diberikan tugas atau masalah akademik oleh guru.

Dengan dibentuknya kelompok tersebut maka diharapkan siswa ini saling

berinteraksi dan menemukan hal-hal baru yang dapat disumbangkan dalam

proses belajar mengajar. Sehingga nantinya siswa ini dapat meningkatkan

kwalitas belajar pada setiap anggota dalam kelompok, maka akan tercapailah

tujuan pembelajaran dalam proses belajar mengajar hari itu juga. Dan guru

disini hanya akan berperan sebagai fasilitator, tidak menjadi bagian yang

utama lagi dalam proses belajar mengajar.

b. Manfaat Cooperative Learning

Sadker dan Sadker (Miftahul, 2013: 66) menjabarkan beberapa

manfaat cooperative learning. Menurut selain meningkatkan keterampilan

kognitif dan afektif siswa, cooperative learning juga memberikan manfaat-

manfaat besar lainnya seperti berikut ini:

1. Siswa yang diajarkan dengan dan dalam struktur-struktur

cooperative learning akan memperoleh hasil pembelajaran

yang lebih tinggi, hal ini khususnnya berlaku bagi siswa-

siswi SD untuk pelajaran Matematika.

2. Siswa yang berpartisipasi dalam cooperative learning akan

memiliki sikap harga diri yang lebih tinggi dan motivasi yang

lebih besar untuk belajar.

3. Dengan cooperative learning, siswa menjadi lebih peduli

pada teman-temannya, dan di antara mereka akan terbangun

rasa ketergantungan yang positif untuk proses belajar meraka

nanti.

4. Cooperative learning meningkatkan rasa penerimaan siswa

terhadap teman-temannya yang berasa dari latar belakang ras

dan etnik yang berbeda-beda.

Johnson, dkk (Miftahul, 2013: 66-67) menyatakan bahwa pentingnya

cooperative learning di ruang kelas sebenarnya sudah ditekankan dalam

berbagai penelitian masa lalu. Sejak penelitian pertama yang dilakukan pada

13

tahung 1898, hingga pada saat tahun ini sudah sekitar 600 penelitian

eksperimentalk dan 100 penelitian kolerasi yang dilakukan untuk

membandingkan tiga kategori model pembelajaran yaitu, kompetitif,

individualistik dan cooperative. Semua hasil yang dilakukan oleh para peniliti

tadi menunjukkan hasil yang beragam, namun tentunya saling berkaitan

antara satu dengan yang lainnya. Apabila diklasifikasikan dri kesemua

peelitian tadi maka akan ada tiga kategori utama yang menandai hasil-hasil

umum yang diperoleh. Ketiga kategori ini menyangkut hasil pembelajaran

siswa, relasi posotif antar siswa dan kesehatan psikologis siswa. Dari

penelitian-penelitian tersebut dapat diketahui bahwa cooperative learning

dibandingkan dengan pembelajaran kompetitif dan inividualistik

memberikan:

1. Hasil pembelajaran yang lebih tinggi. Hasil ini meliputi produktivitas

belajar yang semakin meningkat, daya ingat yang lebih lama, motivasi

instrinsik yang lebih besar, motivasi berprestasi yang semakin tinggi,

kedisiplinan yang lebih stabil dan berpikir dengan lebih kritis.

2. Relasi antar siswa yang lebih positif. Relasi ini meliputi keterampilan

bekerja sama yang semakin baik, kepedulian kepada orang lain yang

semakin meningkat, dukungan sosial dan akademik yang semakin

besar dan sikap toleran antar perbedaan.

3. Kesehatan psikologis yang lebih baik. Kesehatan ini meliputi

penyesuaian psikologis, perkembangan sosial, kekuatan ego,

kompetensi sosial, harga diri, identitas diri dan kemampuan

menghadapi kesulitan dan tekanan.

c. Kendala Cooperative Learning

Slavin (Miftahul, 2013: 68) mengidentifikasi tiga kendala utama atau

yang disebutnya pitfalls (lubang-lubang perangkap) terkait dengan

cooperative learning:

1. Free Rider

Jika tidak dirancang dengan baik, cooperative learning

justru berdampak pada munculnya free rider atau

“pengendara bebas”. Yang dimaksud di sini adalah adanya

14

beberapa siswa yang tidak bertanggung jawab secara personal

pada tugas kelompoknya. Mereka hanya “mengekor” saja apa

yang dilakukan oleh teman-teman satu kelompoknya yang

lain. Ini sering terjadi ketika kelompok untuk menangani

suatu lemba kerja, satu proyek atau satu laporan tertentu.

Untuk tugas-tugas yang seprti ini, seringkali ada satu anak

atau beberapa anak yang mengerjakan hampir semua

pekerjaan kelompoknya, sementara sisanya malah asik

bermain, berbicara dengan yang lain atau tidak ikut

mengerjakan.

2. Diffusion of Responsibility

Maksudnya disini adalah suatu kondisi dimana

beberapa anggota yang dianggap tidak mampu cenderung

diabaikan oleh anggota-anggota kelompok yang lain yang

merasa lebih mampu atau lebih bisa mengerjakan tugas

tersebut.

3. Learning a Part of Task Specialization

Dalam beberapa metode tertentu, seperti jig saw, group

investigation dan masih banyak metode lain yang terkait,

setiap kelompok ditugaskan untuk mempelajari atau

mengerjakan bagian materi yang berbeda antar satu sama

lain. Pembagian semacam ini seringkali membuat siswa

hanya fokus pada bagian materi yang menjadi tanggung

jawabnya, sementara bagaian materi yang lain yang

dikerjakan oleh kelompok lain hampir tidak digubris atau

dipedulikan sama sekali, padahal kesluruhan materi tersebut

saling berkaitan antara yang satu dengan yang lain.

Dari apa yang telah dikemukakan Slavin diatas ternyata cooperative

learning ini memiliki suatu kendala atau kelemahan juga apabila sudah

diterapkan didalam kelas. Yang pertama adanya siswa yang tidak mengikuti

kerja kelompok, karena merasa sudah ada teman yang bertanggung jawab

akan tugas tersebut maka dia hanya tinggal mengikuti saja. Kemudian yang

kedua siswa didalam kelompok yang dianggap anggota yang lain ini bodoh

atau tidak mampu mengerjakan akan ditinggalkan oleh teman-temannya

karena dianggap hanya menyusahkan saja bagi kelompok. Dan yang ketiga

untuk beberapa jenis cooperative learning yang mengharuskan siswa

berkunjung pada kelompok lain dan berperan sebagai nara sumber ini

biasanya membuat siswa hanya fokus atau menghafalkan materi pelajaran

yang dia punya saja, tidak dapat menerima materi yang lain dengan jelas

15

karena meraka berpikir tanggungjawab mereka menjadi narasumber yang

baik.

d. Masalah Srtuktural Cooperative Learning di SD

Cooperative learning apabila sudah masuk ke dalam pembelajaran

dalam sekolah dasar dan berjalan secara lancar, baik dan juga produktif itu

sangatlah tidak mudah untuk dilaksanakan. Dan ujung tombak dalam proses

pembelajaran itu adalah guru kelas, maka guru harus berpikir keras serta

memiliki waktu lebih untuk menyiapkan segalanya agar nantinya proses

pembelajaran tersebut dapat belajar dengan baik.

Didalam sekolah dasar masalah-masalah umum yang sering muncul

adalah ketika penerapan cooperative learning berlangsung dalam proses

belajar mengajar didalam kelas, yaitu:

1. Pelatihan anggota (training for group members)

2. Ukuran kelompok (size of group)

3. Komposisi kelompok dari sisi kemampuan dan gender (ability

groupings and gender composition)

4. Jenis aktivitas yang dilaksanakan (type og activity)

5. Durasi waktu (length of time)

2.1.3 Metode Talking Stick

a. Pengertian Talking Stick

Talking Stick (tongkat berbicara) adalah metode yang pada mulanya

digunakan oleh penduduk asli Amerika untuk mengajak semua orang

berbicara menyampaikan pendapat dalam suatu forum (pertemuan atar suku),

sebagaimana di kemukakan oleh Carol Locust, tongkat berbicara telah

digunakan selama berabad-abad oleh suku-suku Indian sebagai alat

menyimak secara adil dan tidak memihak Miftahul (2013 :30). Tongkat

berbicara sering digunakan kalangan dewan untuk memutuskan siapa yang

memounyai hak berbicara. Pada saat pimpinana rapat mulai berdiskusi dan

membahas masalah, ia harus memegang tongkat berbicara.

Tongkat akan pindah ke orang lain apabila ia ingin berbicara atau

menanggapinya. Dengan cara ini tongkat berbicara akan berpindah dari satu

16

orang keorang lain jika orang tersebut ingin mengemukakan pendapatnya.

Apabila semua mendapatkan giliran berbicara, tongkat itu lalu di kembalikan

lagi ke ketua atau pimpinan rapat.

Dari beberapa penjelasan di atas dapat disimpul kan bahwa Talking

Stick dipakai sebagai tanda seseorang mempunyai hak suara (berbicara) yang

di berikan secara bergiliran atau bergantian.

Model pembelajaran Talking Stick termasuk salah satu cooperative

learning dimana model pembelajaran talking stick merupakan model

pembelajaran yang dipergunakan guru dalam mencapai tujuan pembelajaran

yang diinginkan. Dalam proses belajar mengajar di kelas model pembelajaran

ini berorientasi pada terciptanya kondisi belajar melalui permainan tongkat

yang diberikan guru dari satu siswa kepada siswa yang lainnya. Pada saat

guru menjelaskan materi pelajaran dan selanjutnya guru mengajukan

pertanyaan kepada siswa, maka siswa yang sedang memegang tongkat itulah

yang memperoleh kesempatan untuk menjawab pertanyaan yang diberikan

oleh guru. Hal ini dilakukan hingga semua siswa berkesempatan mendapat

giliran menjawab pertanyaan yang diajukan guru. Pembelajaran dengan

model Talking Stick juga melatih siswa mambaca dan memahami dengan

cepat materi yang telah diajarkan oleh guru, agar siswa lebih giat belajar.

Pada dasarnya model pembelajaran Talking Stick merupakan salah

satu alternative yang mengarah pada pemahaman konsep. Miftahul (2013: 2)

yang menjelaskan bahwa “talking stick merupakan model pembelajaran

dengan bantuan tongkat, siapa yang memegang tongkat wajib menjawab

pertanyaan dari guru setelah siswa mempelajari materi pokoknya”. Cahyo

(2013: 2) mengemukkan Bahwa model pembelajaran talking stick merupakan

model pembelajaran yang menggunakan sebuah tongkat sebagai alat

petunjuk giliran, siswa yang mendapatkan tongkat akan diberi pertanyaa dan

harus menjawabnya. Kemudiaan secara estafet tongkat tersebut berpindah

ketangan siswa lainnya secara bergilir, demikian seterusnya sampai seluruh

siswa mendapat tongkat pertanyaan.

17

Pembelajaran dengan metode talking stick mendorong peserta didik

untuk berani mengemukakan pendapat. Adapun langkah-langkah

pembelajaran talking stick menurut Suprijono (2009: 110) adalah sebagai

berikut:

a. Guru menyampaikan materi pokok yang akan diajarkan, kemudian

peserta didik diberi kesempatan membaca dan mempelajari materi

tersebut.

b. Guru meminta kepada peserta didik untuk menutup buku

pelajarannya.

c. Guru mengambil tongkat yang telah dipersiapkan sebelumnya, tongkat

tersebut diberikan kepada salah satu pesrta didik, peserta didik yang

menerima tongkat tersebut di wajibkan menjawab pertanyaan dari

guru dan demikian seterusnya.

d. Ketika stick bergulir dari peserta didik yang satu kepeserta didik yang

lain, sebaiknya diiringi oleh lagu/musik.

e. Guru memberikan kesempatan kepada peserta didik melakukan

refleksi terhadap apa yang telah dipelajari.

f. Guru memberikan ulasan terhadap seluruh jawabn yang di berikan

oelh peserta didik.

g. Bersama-sama dengan guru peserta didik merumuskan kesimpulan.

Adapun sintak metode talking stick menurut Miftahul (2013: 225)

adalah sebagai berikut ini :

a. Guru menyiapkan sebuah tongkat yang panjangnya sekitar 20cm.

b. Guru menyampaikan materi pokok yang akan dipelajari, kemudian

memberi kesempatan para kelompok untuk membaca dan

mempelajari materi pelajaran.

c. Siswa berdiskusi membahas masalah yang terdapat didalam wacana.

d. Setelah siswa selesai membaca materi pelajarn dan mempelajari

isinya, guru mempersilakan siswa untuk menutup isi bacaan.

e. Guru mengambil tongkat dan memberikannya kepada salah satu

siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang

memegang tongkat tersebut harus menjawab. Demikian seterusnya

sampai sebagian besar siswa mendapat bagian untuk menjawab setiap

pertanyaan dari guru.

f. Guru memberi kesimpulan.

g. Guru melakukan evaluasi atau penilaian.

h. Guru menutup pelajaran.

Dari pendapat di atas dalam langkah-langkah model

pembelajaran talking stick memiliki beberapa tahapan dimana guru

menyiapkan sebuah tongkat, lalu guru menyampaikan materi pokok yang

akan dipelajari, kemudian guru memberi kesempatan kepada siswa untuk

18

membaca buku dan mempelajari materi pelajaran. Setelah siswa selesai

membaca buku dan mempelajarinya, lalu guru menyuruh siswa untuk

menutup bukunya. Kemudian guru mangambil tongkat dan memberikan

kepada siswa, setelah itu guru memberikan pertanyaan dan siswa yang

memegang tongkat tersebut harus menjawabnya, demikian seterusnya hingga

seluruh siswa mendapat bagian untuk untuk menjawab pertanyaan yang

diberikan oleh guru. Kemudian guru memberikan kesimpulan dari hasil

pendapat siswa. Dengan beberapa paparan sintak yang dijabarkan oleh para

ahli maka peneliti menyusun sintak seperti dibawah ini.

Tabel 2.1

Sintak Pembelajaran Cooperative Learning tipe Talking Stick

No Tahapan Aktivitas Guru

1. Langkah Pertama

Persiapan

1. Guru menyiapkan tongkat untuk permainan

talking stick yang pajangnya sekitar 20-

40cm.

2. Langkah Kedua

Pemaparan Materi

1. Guru menyampaikan materi pokok yang

akan di pelajari di kelas.

3. Langkah Ketiga

Pembentukan

Kelompok

1. Guru membagi siswa kedalam beberapa

kelompok.

2. Setelah guru selesai memaparkan materi,

guru memberi kesempatan kepada siswa

untuk membaca kembali materi yang sudah

di terangkan tadi, dan menutup bukunya

apabila waktu yang diberikan oleh guru

telah habis.

4. Langkah Keempat

Permainan Talking

Stick

1. Guru mengambil tongkat untuk di putar

siswa, dan guru menjelaskan cara

permainannya.

2. Setiap tongkat berhenti pada siswa tepat

pada saat lagu berhenti maka siswa tersebut

akan mendapatkan soal dari guru.

3. Seterusnya seperti itu hingga sebagian

besar siswa mendapatkan bagian untuk

menjawab.

5. Langkah Kelima

Kesimpulan

1. Guru memberikan kesimpulan dari jawaban

para siswa.

2. Guru melakukan evalusia / penilaian.

3. Guru memberikan tugas pekerjaan rumah

kepada siswa, bertujuan agar siswa dapat

mengulang kembali materi yang telah di

ajarkan.

4. Guru mengakhiri pelajaran.

19

Sintak talking stick diatas terdiri dari lima langkah utama dalam

proses belajar nantinya.

1. Pertama persiapan, tentunya guru menyiapkan tongkat sepanjang 20-

40cm untuk permainan talking stick.

2. Kedua pemaparan materi, guru memaparkan materi yang akan

diajarkan didalam kelas.

3. Ketiga pembentukan kelompok, kemudian membagi siswa kedalam

beberapa kelompok. Setelah terselesaikan diskusi kelompok dan juga

pemaparan materi yang ada, guru meminta siswa untuk siswa untuk

belajar kembali dan setalah waktu yang diberikan telah habis maka

guru meminta siswa untuk menutup segala macam bentuk catatan

dan buku pegangan

4. Keempat permainan talking stick, guru menerangkan pada siswa cara

bermain talking stick dan aturan permainannya. Permainan

dilakukan hingga siswa mendapatkan soalnya sudah merata.

5. Kelima kesimpulan, pada langkah terakhir ini guru menyampaikan

kesimpulan pembelajaran pada siswa dan mengucapkan salam

penutup.

Dari lima langkah yang dijabarkan dalam pembelajaran matematika

dengan penerapan cooperative learning tipe talking stick tersebut, kemudian

disusun menjadi langkah-langkah pembelajaran berdasarkan Permendiknas

No. 41 Tahun 2007 tentang Standar Proses. Langkah-langkah tersebut akan

disajikan pada tabel 2.2. Diharapkan dengan sudah disusunnya langkah-

langkah tersebut, kegiatan belajar mengajar nantinya akan menimbulkan

motivasi siswa dikarekan adanya pembentukan kelompok dan akan berjalan

secara natural hingga mengasilkan nilai yang diatas dari KKM.

20

Tabel 2.2

Langkah-Langkah Cooperative Learning tipe Talking Stick Sesuai dengan

Standar Proses

Tahap Kegiatan

Guru Dan Siswa

Pendahuluan 1. Guru mempersiapkan tongkat untuk permainan talking

stick.

2. Guru memberikan apresepsi semanarik mungkin kepada

siswa.

3. Guru menerangkan tujuan pembelajaran yang akan

dicapai.

Inti Eksplorasi

1. Guru memaparkan materi kepada siswa.

2. Siswa membentuk kelompok kecil dibantu oleh guru.

Elaborasi

1. Siswa melakukan diskusi tentang masalah yang diberikan

oleh guru.

2. Siswa mempresentasikan hasil jawaban kelompoknya di

depan kelas.

3. Guru meminta siswa untuk mempelajari atau membaca-

baca kembali materi yang sudah diajarkan tadi.

4. Waktu yang diberikan habis maka guru meminta siswa

untuk menutup bukunya, memasukkannya kedalam tas

atau laci.

5. Siswa dengan bimbingan dari guru melakukan permainan

talking stick.

Konfirmasi

1. Guru memberikan penguatan kepada siswa.

2. Guru memberikan reward kepada siswa.

Penutup 1. Guru dan siswa membuat penegasan atau kesimpulan

pembelajaran.

2. Siswa mengerjakan tugas-tugas yang diberikan guru

sebagai proses penilaian pembelajaran.

3. Guru memberikan kegiatan tindak lanjut.

4. Guru memberikan salam penutup.

b. Kelebihan dan Kelemahan Talking Stick

Menurut Miftahul (2013: 35) bahwa model pembelajaran Talking

Stick memiliki kelebihan dan kelemahan antara lain:

a) Menguji kesiapan siswa.

b) Melatih siswa membaca dan memahami dengan cepat.

c) Agar siswa lebih giat belajar dan lebih termotivasi untuk mendapat

nilai yang bagus.

21

Dan juga sebagai tambahan bahwa metode talking stick ini dapt

digunakan pada semua tingkatan kelas atau semua tingkatan umur.

Kelemahannya adalah membuat siswa senam jantung.

Dalam model pembelajaran talking stick guru menguji kesiapan siswa

terhadap materi pelajaran, lalu siswa dilatih membaca dan memahami dengan

cepat materi yang telah diajarkan oleh guru, dengan adanya model ini siswa

lebih giat lagi untuk belajar, sehingga membuat siswa senam jantung.

2.1.4 Motivasi Belajar

a. Pengertian Motivasi

Menurut Sadirman (2014: 73) “dilihat dari susunan kata motivasi,

“motif” diartikan sebagai daya upaya yang mendorong seseorang untuk

melakukan sesuatu. Motif dapat dikatakan sebagai daya penggerak dari dalam

dan di dalam subjek untuk melakukan aktivitas-aktivitas tertentu demi

mencapai suatu tujuan. Maka motivasi dapat diartikan sebagai daya

penggerak yang telah menjadi aktif.”

Menurut Mc. Donald (Sadirman, 2014: 73-74) “motivasi adalah

perubahan energi dalam diri seseorang yang di tandai dengan munculnya

“feeling” dan didahului dengan tanggapan terhadap adanya tujuan.” Dari

pengertian yang dikemukan oleh Mc. Donald ini mengandung tiga elemen

penting, yaitu apa saja.:

1. Bahwa motivasi itu mengawali terjadinya perubahan energi pada

diri setiap individu manusia. Perkembangan motivasi akan

membawa beberapa perubahan energi didalam sistem tubuh

manusia. Karena menyangkut perubahan energi manusia (walaupun

motivasi itu muncul dari dalam diri manusia), penampakannya

akan menyangkut kegiatan fisik manusia.

2. Motivasi ditandai dengan munculnya, rasa atau “feeling”, afeksi

seseorang. Dalam hal ini motivasi relevan dengan persoalan-

persoalan kejiwaan dan emosi yang dapat menentukan atau

mempengaruhi tingkah laku manusia.

3. Motivasi akan dirangsang karena adanya tujuan. Jadi motivasi

dalam hal ini sebenarnya merupaka respon dari suatu aksi atau

tujuan.

Sedangkan oleh Eysenck, dkk (Slameto, 2010: 170) merumuskan

motivasi sebagai suatu proses yang menentukan tingkatan kegiatan,

22

intensitas, konsisten, serta arah umum dari tingkah laku manusia, merupakan

konsep yang rumit dan berkaiatan dengan konsep-konsep lain seperti minat,

konsep diri, sikap.

Dengan demikian motivasi ini dapat dikatakan usaha atau motif pada

manusia untuk menuju kondisi-kondisi atau keadaan yang membuat manusia

itu nyaman atau senang. Bisa dikatakan juga sebagai usaha seorang manusia

untuk mencapai pada tujuan yang dia inginkan. Apabila manusia tersebut

merasa tidak suka maka tidak akan bekerja keras atau berusaha untuk

mencapainya, tetapi apabila sebaliknya maka dengan segala usaha yang

manusia itu miliki atau dia akan mencapai tujuan atau kondisi tersebut.

b. Pengertian Motivasi Belajar

Motivasi dan belajar adalah dua hal yang tidak dapat dipisahkan,

keduanya ini saling memberikan pengaruh. Hakikat dari motivasi belajar

adalah dorongan internal dan eksternal pada siswa siswi yang sedang belajar

untuk mengadakan perubahan tingkah laku. Indikator motivasi belajar dapat

dikelompokkan kedalam beberapa kategori sebagai berikut ini :

1. Adanya hasrat dan keinginan untuk berhasil.

2. Adanya dorongan dan kebutuhan dalam belajar.

3. Adanya harapan dan cita-cita masa depan.

4. Adanya penghargaan dalam belajar.

5. Adanya kegiatan yang menarik dalam belajar.

6. Adanya lingkungan belajar yang kondusif.

Dalam proses belajar mengajar tentulah anak itu membutuhkan yang

namanya motivasi. Contohnya seperti, seorang siswa tentunya mau tidak mau

dia akan mengikuti ujian kenaikan kelas agar dapat lanjut ke jenjang

pendidikan diatasnya, maka membutuhkan sejumlah ilmu yang dapat

membuatnya lolos dari soal-soal ujian kenaikan kelas tersebut. Apabila anak

ini tidak dapat ilmu yang cukup atau bahkan sedikit maka timbulah motif

pada anak untuk mencotek tman sebangkunya atau bertanya kepada temannya

untuk meloloskan dari ujian kenaikan kelas tersebut.

23

c. Fungsi Motivasi dalam Belajar

Motivasi ini tentulah memiliki fungsi perannya dalam proses belajar

mengajar. Seperti yang sudah dituliskan di atas bahwa dalam belajar

mengajar itu anak membutuhkan motivasi dampak yang akan diperoleh

adalah hasil belajar di akhir proses pembelajaran. Hasil beloajar yang baik

atau optimal tentulah ada motivasi yang baik dalam diri anak tersebut.

Semakin tepat dan tekad besar motivasi yang dimilkinya maka akan semakin

baik dan berhasil pula nilai yang akan anak ini capai. Sehubungn dengan itu

maka ada tiga fungsi dari motivasi :

1. Mendorong manusia untuk berbuat, jadi sebagai penggerak atau

motor yang melepaskan energinya. Motivasi dalam hal ini

digambarkan sebgai motor penggerak dari setiap kegiatan yang

dikerjakan.

2. Menentukan arah pembuatan, yakni arah tujuan yang hendak

dicapai. Dengan demikian motivasi dapat memberikan arah dan

kegiatan yang harus dikerjakan sesuai dengan rumusan tujuan.

3. Menyelesaikan perbuatan, yakni menentukan perbuatan-perbuatan

apa yang harus dikerjakan yang serasi sehingga nantinya tujuan itu

akan tercapai.

Selain itu masih banyak lagi fungsi dari motivasi. Motivasi dapat

berfungsi sebagai pendorong usaha dan pecapaian atas prestasi. Dengan kata

lain semakin rajin atau tekun dan diiring dengan memiliki rasa motivasi yang

tinggi maka seseorang tersebut akan memiliki prestasi belajar yang baik pula.

d. Macam-macam Motivasi

Membahasa mengenai macam-macam dari motivasi sungguh sangat

beragam apabila dilihat dari berbagai sudut pandang yang berbeda juga. Maka

motivasi ini juga bervariasi.

1. Motivasi yang dilihat dari dasar pembentukannya.

Motif-motif bawaan

Yang dimaksud dengan motivasi bawaan adalah motif yang

dibawa sejak lahir, tanpa harus dipelajari ataupun dimengerti.

24

Motif-motif yang dipelajari

Maksudnya adalah motif-motif yang timbul karena memang

sudah dipelajari. Sebagai contoh dorongan anak untuk dia

belajar dikarenakan tidak mau memiliki nilai paling jelak di

kelasnya. Motif-motif ini sering di sebut juga motif-motif yang

diisyaratkan oleh lingkungan sosial

2. Motivasi menurut Frandens

Cognitive motives

Motif ini menunjuk pada gejala intrinsik, yakni menyangkut

kepuasan dari individual.

Self expression

Yaitu adalah tentang penampilan diri, jadi bagaimana perilaku

manusia tersebut. Yang penting kebutuhan individu itu tidak

sekedar tahu mengapa dan bagaimana sesuatu terjadi tetapi juga

mampu untuk membuat kejadian itu sendiri.

Self enhancement

Melalui aktualisasi diri dan pengembangan kompetensi akan

meningkatkan kemajuan diri seseorang.

3. Jenis motivasi menurut pembagian dari Woodworth dan Marquis

Motif atau kebutuhan organis, yaitu misalnya : kebutuhan untuk

minum, makan, bernafas dan kebutuhan untuk beristirahat.

Motif-motif darurat. Yang termasuk dalam jenis ini antara lain :

dorongan untuk menyelamatkan diri, dorongan untuk membalas,

dorongan untuk berusaha.

Motif-motif objektif. Dalam hal ini menyangkut kebutuhan

untuk melakukan eksplorasi, melakukan manipulasi untuk

menaruh minat.

Motivasi yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah motivasi

belajar siswa. Motivasi yang berasal dari dalam diri siswa itu sendiri yaitu

masuk dalam kategori motivasi yang memang sudah dipelajari. Dan biasanya

motivasi ini dapat timbul dikarenakan adanya doringan dari lingkungan sosial

25

disekitar siswa. Motivasi ini tentu pada nantinya akan dapat diukur karena

memang sudah dipelajari sebelumnya.

e. Ciri-ciri Motivasi

Sadirman (2014: 83) motivasi yang ada pada diri setiap orang itu

memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

1. Tekun menghadapi tugas.

2. Ulet menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan

dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin (tidak cepat puas

dengan prestasi yang telah dicapainya).

3. Menunjukkan minat terhadap bermacam-macam masalah.

4. Lebih senang bekerja mandiri.

5. Cepat bosan pada tugas-tugas yang rutin.

6. Dapat mempertahankan pendapatnya.

7. tidak mudah melepaskan hal yang diyakini itu.

8. Senang mencari dan memecahkan masalah soal-soal.

Dari apa yang sudah dikemukakan Sadirman seperti diatas, bahwa

motivasi itu memiliki ciri-ciri. Dengan adanya ciri-ciri ini maka akan dibuat

acuan bagi peneliti untuk membuat kisi-kisi lembar angket.

2.1.5 Hasil Belajar

Sebelum membahas soal hasil belajar, tentunya akan dibahas dulu

perihal belajar secara sekilas saja.

“Belajar ialah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk

memperoleh suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan,

sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungan”

dalam Slameto (2010: 2).

Setelah mengetahui definisi belajar, adalah suatu kegiatan yang

dilakukan oleh manusia untuk merubah perilakunya atau menambah sesuatu

di dalam dirinya yang baik dimana nantinya itu akan berdampak dalam

kehidupan. Selanjutnya akan membahas tentang hasil belajar.

a. Pengertian Hasil Belajar

Hasil belajar adalah wujud dari kemampuan yang diperoleh siswa dari

suatu interaksi dalam proses pembelajaran melalui evaluasi hasil belajar baik

berupa tes maupun non tes. Hasil belajar siswa diperoleh setelah berakhirnya

proses pembelajaran.

26

Merujuk pada pemikiran Gagne (Suprijono, 2013: 5-6) hasil belajar

berupa:

1. Informasi verbal yaitu, kapabilitas mengungkapkan

pengetahuan dalam bentuk bahasa, baik lisan maupun tertulis.

2. Keterampilan intelektual yaitu, kemampuan mempresentasikan

konsep dan lambang.

3. Strategi kognitif yaitu, kecakapan menyalurkan dan

mengarahkan aktivitas kognitifnya sendiri.

4. Keterampilan motorik yaitu, kemampuan melakukan

serangkaian gerak jasmani dalam urusan dan koordinasi,

sehingga terwujud otomatisme gerak jasmani.

5. Sikap adalah kemampuan menerima atau menolak objek

berdasarkan penilaian terhadap objek tersebut.

Sedangkan menurut Bloom (Suprijono, 2013: 6) “hasil belajar

mencakup kemampuan kognitif, afektif dan psikomotorik.”

Berdasarkan para pendapat ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa hasil

belajar adalah perwujudan dari kemampuan siswa dalam proses belajar

mengajar dan pada akhirnya akan diadakan evaluasi berupa tes atau non tes.

Didalam evaluasi tersebut tentunya harus mengandung tiga unsur penting

dalam menilai siswa yaitu, ranah kognitif, priskomotirik dan juga afektif.

Hasil belajar merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari proses belajar

mengajar, karena hasil belajar menjadi tolak ukur keberhasilan seorang guru

yang telah melakukan kegiatan belajar mengajar di kelas. Sehingga dapat

diketahui apakah siswa telah meguasai materi pelajaran dengan baik atau

tidak. Dengan demikian hasil belajar yang akan diteliti tentunya tentang

pencapaian akhir dari siswa dalam mengikuti pembelajaran pada tiap

siklusnya inilah hasil belajar yang akan diukur.

2.1.6 Hubungan Antara Motivasi Belajar, Hasil Belajar dan Cooperative

Learning Tipe Talking Stick

“Cooperative learning dipandang sebagai sarana ampuh untuk

memotivasi pembelajaran dan memberikan pengaruh yang positif terhadap

iklim ruang kelas yang pada saatnya akan turut mendorong pencapaian yang

lebih besar, meningkatkan sikap-sikap positif dan harga diri yang lebih

dalam, mengembangkan skill-skill kolaboratif yang lebih baik dan

27

mendorong motivasi sosial yang lebih besar kepada orang lain yang

membutuhkan.” Ministry of Education (1997) dalam Miftahul 2013: 66

“Siswa yang memiliki motivasi kuat, akan mempunyai banyak energi

untuk melakukan kegiatan belajar. Dan hasil belajar akan optimal apabila ada

motivasi yang tepat” Sadirman (2014: 75)

Hubungan antara cooperative learning tipe talking stick, motivasi

belajar dan juga hasil belajar adalah dalam pembelajaran yang cenderung

konvesional dan ceramah saja motivasi siswa untuk belajar pasti tidak ada

karena dirasa kurang interaktif pelajaran yang akan dialaminya. Apabila

sudah tidak ada motivasi belajar maka hasil belajar yang dihasilkanpun akan

rendah bahkan bisa di bawah KKM. Maka dari itu perlu dirterapkan proses

pembelajaran yang menyenangkan, seperti menggunakan cooperative

learning tipe talking stick ini. Melalui model pembelajaran ini di harapkan

siswa lebih antusias dan juga bersemangat dan memiliki motivasi yang lebih

untuk bersaing dengan teman-teman sekelasnya. Setelah proses embelajaran

di kemas dengan baik dan menimbulkan motivasi siswa yang bagus maka

hasil belajar yang di peroleh siswa pun akan menjadi ikut tinggi bahkan

mungking di atas KKM.

2.2 Kajian Penelitian yang Relevan

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian tindakan kelas. Penetilian

tindakan kelas ini dilakukan untuk memberikan penawar pada kelas-kelas

yang masih memiliki masalah dalam kegiatan belajar mengajarnya. Dan

penelitian ini cukup praktis dan efektif untuk dilaksanakan.

Penelitian yang relevan dengan penelitian ini yang dilakukan oleh

Candra Ramadhani pada tahun 2013 yang berjudul “Peningkatan Motivasi

Dan Hasil Belajar Siswa Kelas IV B SD Negeri Clapar Tahun Ajaran

2012/2013 Melalui Metode Talking Stick Pada Mata Pelajaran Matematika.”

Hasil penelitian menunjukkan bahwa peningkatan motivasi dan hasil belajar

siswa kelas IV B SD Negeri Clapar tahun pelajaran 2012/2013 melalui

metode Talking Stick dinyatakan berhasil. Hal ini ditunjukkan dengan rata-

28

rata persentase hasil observasi pelaksanaan pembelajaran pada siklus I

sebesar 82,45% dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 91,22%

dengan kriteria sangat baik. Rata-rata persentase hasil observasi motivasi

belajar siswa pada siklus I sebesar 63,62% dan mengalami peningkatan pada

siklus II menjadi 95,24% dengan kriteria sangat baik. Nilai rata-rata tes hasil

belajar pada siklus I adalah 76,43, namun pada aspek “penalaran”, siswa yang

tuntas baru mencapai 42,86% dari jumlah siswa. Nilai rata-rata tes hasil

belajar siswa pada siklus II adalah 73,73 sedangkan semua aspek penilaian

telah berhasil ditingkatkan di atas 80%.

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan Candra Ramadhani tersebut,

dapat di informasikan bahwa dengan penerapan cooperative learning tipe

talking stick pada pembelajaran Matematika ini dapat meningkatkan motivasi

belajar siswa dan juga hasil belajar siswa. Ini dibuktikan dengan peningkatan

yang terdapat pada motivasi belajar siswa dan hasil belajar pada tiap siklus

yang telah dilalui. Pada penelitian yang dilakukan oleh Candra Ramadhani

untuk hasil belajar siswa meningkat hingga 91,22% pada siklus yang ke II

dan untuk motivasi siswa pencapaiannya di siklus yang ke II adalah 95,24%

dengan kriteria sangat baik. Dilihat dari peningkatan yang terjadi cukup

signifikan maka penelitian ini dapat dijadikan acuan penulis untuk melakukan

penelitian.

2.3 Kerangka Berpikir

Hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03 hanya terdapat 1

anak saja yang memiliki nilai tuntas dan sisanya 36 anak belum mencapai

nilai KKM. Rendahnya nilai ketuntasan siswa ini dipicu karena kurang

termotivasinya siswa dalam mengikuti pelajaran yang disajikan oleh guru.

Cooperative learning tipe talking stick ini memiliki ciri khas

menggabungkan antara kelompok-kelompok belajar dengan permainan

tongkat berjalan. Yang nantinya akan berakibat pada siswa untuk saling

bersaing untuk mencapai tujuan pembelajaran bersama dan juga

meningkatkan kwalitas belajarnya antara satu anggota dengan anggota yang

29

lainnya dalam satu kelompok tersebut. Langkah-langkah cooperative learning

tipe talking stick ini dikembangkan untuk lebih menstimulus pola belajar

siswa dan lebih mengkedapankan kepentingan siswa. Karena pada akhirnya

guru hanya akan menfasilitatori siswa dalam proses belajar mengajar.

Cooperative learning tipe talking stick ini tentunya banyak memberikan

kelebihan, maka dimungkinkan untuk dapat meningkatkan motivasi belajar

dan juga hasil belajar siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03 Kecamatan

Sidorejo Kota Salatiga.

2.4 Hipotesis Tindakan

Berdasarkan pada kerangka berpikir yang telah dibuat hipotesi

penelitian adalah sebagai berikut ini :

a. Pembelajaran cooperative learning tipe talking stick dapat

meningkatkan motivasi belajar terhadap mata pelajaran Matematika

siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03 Kabupaten Sidorejo Kota

Salatiga semester II tahun ajaran 2013/2014.

b. Dengan diterapkan pembelajaran cooperative leraning tipe talking

stick sehingga dapat meningkat motivasi belajar pada mata

pelajaran Matematika siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03

Kabupaten Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran

2013/2014.

c. Pembelajaran cooperative learning tipe talking stick dapat

meningkatkan hasil belajar dan motivasi belajar terhadapa mata

pelajaran Matematika siswa kelas IV SD Negeri Salatiga 03

Kabupaten Sidorejo Kota Salatiga semester II tahun ajaran

2013/2014.